bab 9. undang-undang
DESCRIPTION
pnup k3TRANSCRIPT
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 226
SESI/ PERKULIAHAN KE : 15
TIK : Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Menjelaskan tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan
Kerja
2. Mampu menjelaskan isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Keselamatan Kerja
3. Menjelaskan tentang Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951
4. Mampu menjelaskan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-
1951
5.
6.
Pokok Bahasan : Perundang-undangan dalam Keselamatan Kerja
Dekskripsi singkat : Dalam pertemuan ini anda mempelajari tentang Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Kecelakaan
tahun 1947-1951 . Pokok bahasan adalah mencakup tentang penjelasan dan isi dari
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, serta penjelasan
dan pasal-pasal dari Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947-1951.
I. Sumber bacaan:
1. Sumamur, P.K. 1997. Keselamatan Kerja & Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT.
Inti Idayu Press dan Yayasan Masagung.
2. Lisa Moran dan Tina Masciangioli, 2010, Keselamatan dan keamanan Laboratorium
Kimia, The National Academic Press, Washington, DC.
II. Pertanyaan Kunci:
1. Jelaskan Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja!
2. Jelaskan isi Undang-undang yang mengatur tentang Keselamatan Kerja!
3. Jelaskan pasal-pasal yang mengatur tentang Undang-undang Kecelakan tahun
1947-1951!
III. Tugas kelompok
Diskusikan tentang undang-undang dan aplikasikan dalam pelaksanaan K3 dalam
dunia kampus dan industri
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 227
BAB IX
PERUNDANG-UNDANGAN DALAM KESELAMATAN KERJA
Undang-undang Dasar 1945 mengisyaratkan hak setiap warga negara atas
pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan baru
memenuhi kelayakan bagi kemanusiaan, apabila keselamatan tenaga kerja sebagai
pelaksananya adalah terjamin. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan lain-lain
sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan dengan dasar
kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir undang-undang
dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan kerja.
Dalam Undang-Undang no.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Mengenai Tenaga Kerja secara tegas ditegaskan, bahwa tiap tenaga kerja
berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya (pasal 9) dan Pemerintah
membina norma-norma keselamatan kerja (pasal 10, ayat a). Sedangkan dalam
hubungan jaminan dan bantuan sosial, secara umum dinyatakan dalam undang-
undang no.14 tahun 1969 tersebut bahwa Pemerintah mengatur penyelenggaraan
pertanggungan sosial dan bantuan sosial bagi tenaga kerja dan keluarganya.
Pertanggungan dan bantuan social ini meliputi juga kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, sekalipun dalam penjelasan undang-undang dimaksud hanya
diperinci antara lain sakit, meninggal dunia dan cacat.
Melihat sasarannya, terdapat dua kelompok perundang-undangan dalam
keselamatan kerja, yaitu:
1. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pencegahan kecelakaan
akibat kerja. Kelompok ini terdiri dari Undang-undang no. 1 tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja dan peraturan-peraturan lain yang diturunkan atau
dapat dikaitkan dengannya. Selain itu keselamatan kerja dan pencegahan
kecelakaan terdapat dalam undang-undang lain, seperti misalnya Undang-
undang Kerja (1948-1951).
2. Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian kompensasi
terhadap kecelakaan yang sudah terjadi. Kelompok ini terdiri dari Undang-
undang Kecelakaan (1947-1957) dan peraturan-peraturan yang diturunkannya.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 228
9.1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
Undang-undang no. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja diundangkan
pada tahun 1970 dan mengganti Veiligheids Reglement Stbl. No. 406 yang
berlaku sejak tahun 1910. Maka ada baiknya diketahui latar belakang penggantian
VR tersebut dengan undang-undang Keselamatan Kerja sebagaimana
dikemukakan dalam penjelasan umum undang-undang tersebut. VR, yang berlaku
mulai 1910 dan semenjak itu mengalami perubahan mengenai soal-soal yang tidak
begitu berat, ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaiki
sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan industrialisasi di Indonesia
dewasa ini dan seterusnya. Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan
sebagainya yang serba pelik banyak dipakai, bahan-bahan teknis baru banyak
diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di
mana-mana. Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan
modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan
intensitas kerja operasional tenaga kerja dan para pekerja. Hal-hal ini memerlukan
pengerahan tenaga kerja secara intensif pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang
perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan, dan lain-lain merupakan
akibat daripadanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan. Bahan-bahan yang
mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat dan sebagainya yang
serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan keterampilan dan latihan
kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa
merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka
dapatlah dipahami perlu adanya pengetahuan keselamtan kerja dan kesehatan
kerja yang maju dan tepat. Peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang
bersangkutan dan hal ini dapat mempertinggi mutu pekerjaan, meningkatkan
produksi dan produktivitas kerja.
Penjelasan umum Undang-undang Keselamatan Kerja, bahwa pengawas
berdasarkan VR seluruhnya bersifat represif. Dalam Undang-undang Keselamatan
Kerja, terjadi perubahan prinsipil dengan mengubah sifat tersebut menjadi lebih
diarahkan pada sifat preventif. Dalam praktek dan pengalaman, dirasakan perlu
adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 229
bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk mengubah atau merombak
kembali apa yang telah di bangun dan terpasang didalamnya guna memenuhi
syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan. Selain itu, undang-undang ini
merupakan pembaharuan penting dari yang lama mengenai isi, bentuk dan
sistematikanya. pembaharuan dan perluasannya adalah sebagai berikut:
1. Perluasan ruang lingkkup
2. Perubahan pengawasan represif
3. Perumusan teknis yang lebih tegas
4. Penyesuaian tata usaha sebagaimana diperlukan pelaksanaan pengawsan
5. Tambahan pengaturan pembinaan keselamatan kerja bagi pimpinan
perusahaan dan tenaga kerja
6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitia Pembina Keselamatan Kerja dan
Kesehatan kerja
7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan
Materi yang diatur dalam Undang-undang Keselamatan Kerja meliputi:
1. Peristilahan
Istilah-istilah yang dipakai dalan Undang-undang Keselamatan Kerja dan
pengertiannya meliputi (pasal 1):
a. Tempat kerja, ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, yang menjadi tempat tenaga kerja bekerja atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan terdapat sumber atau
sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal-pasal Undang-
undang Keselamatan Kerja. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan,
lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau
yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut (ayat 1).
b. Pengurus, ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu
tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri (ayat 2).
c. Pengusaha ialah:
1) Orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri
dan untuk keperluan itu menggunakan tempat kerja.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 230
2) Orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu
usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat
kerja.
3) Orang atau badan hukum yang di Indonesia mewakili orang atau badan
hukum termaksud pada 1) dan 2), jikalau yang diwakili berkedudukan di
luar negeri (ayat 3).
d. Direktur, ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) untuk melaksanakan Undang-undang
Keselamatan Kerja (ayat 4).
e. Pegawai pengawas, ialah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (ayat 5).
f. Ahli keselamatan kerja, ialah tenaga teknis berkeahlian khusus dari luar
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang ditunjuk oleh Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk mengawasi ditaatinya Undang-undang
Keselamatan Kerja (ayat 6).
2. Ruang lingkup
Ruang lingkup Undang-undang Keselamatan Kerja meliputi (pasal 2):
a. Yang diatur oleh undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air,
maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik
Indonesia (ayat 1).
b. Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut di atas berlaku dalam tempat kerja,
yang merupakan tempat-tempat:
1) Dibuat, dicoba, atau dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat,
perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan
kecelakaan, kebakaran atau peledakan.
2) Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau
disimpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit atau beracun, menimbulkan infeksi dan bersuhu tinggi.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 231
3) Dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau
pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya termasuk bangunan
pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau
dilakukan pekerjaan persiapan.
4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan
hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan
dan lapangan kesehatan.
5) Dilakukan usaha pertambangan, dan pengolahan emas, perak, logam atau
biji logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik
dipermukaan atau di dalam bumi, maupun didasar perairan.
6) Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan,
melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara.
7) Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dog,
stasiun atau gudang.
8) Dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau
perairan.
9) Dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau
rendah.
10) Dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah,
kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau
terpelanting.
11) Dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lubang.
12) Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap,
gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran.
13) Dilakukan pembuanagan atau pemusnahan sampah atau limbah.
14) Dilakukan pemancaran, penyinaran atau penerimaan radio, radar, televise
atau telepon.
15) Dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset
(penelitian) yang menggunakan alat teknis.
16) Dibangkitkan, diubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau
disalurkan listrik, gas, minyak atau air.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 232
17) Diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi
lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau mekanik (ayat 2)
c. Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-
ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan
keselamatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu
dan dapat di ubah perincian tersebut dalam ayat 2 (ayat 3).
3. Syarat-syarat Keselamatan Kerja
Syarat-syarat keselamatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 Undang-
undang keselamatan Kerja, yang berbunyi:
a. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
untuk:
1) Mencegah dan mengurangi kecelakaan.
2) Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.
3) Mencegah dan mengurangi peledakan.
4) Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.
5) Memberi pertolongan pada kecelakaan.
6) Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.
7) Mencegah dan mengendalikan timbul dan menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
dan radiasi, suara dan getaran.
8) Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan.
9) Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.
10) Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.
11) Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.
12) Memelihara kesehatan dan ketertiban.
13) Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara
dan proses kerjanya.
14) Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman
atau barang.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 233
15) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.
16) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang
bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi (pasal 3, ayat 1).
b. Dengan peraturan perundangan dapat diubah perincian seperti tersebut dalam
pasal 3 ayat 1 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan
teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari (pasal 3 ayat 2).
c. dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja
dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan,
pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan,
barang, produk dan teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat
menimbulkan bahaya kecelakaan (pasal 4, ayat 1).
d. syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknis ilmiah menjadi suatu
kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur, jelas dan praktis yang
mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan perlengkapan
alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesahan, pengepakan atau
pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk
teknis dan aparat produksi guna menjamin keselamatan barang-barang itu
sendiri, keselamatan tenaga kerja yang melakukannya dan keselamatan umum
(pasal 4, ayat 2).
e. Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam
pasal 4 ayat 1 dan 2 dan dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang
berkewajiban memenuhi dan menaati syarat-syarat keselamatan tersebut.
4. Pengawasan
Pengawasan Undang-undang Keselamatan Kerja diatur dalam pasal 5, 6, 7
dan 8 sebagai berikut:
a. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang ini,
sedangkan para pegawai pangawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan
menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya undang-undang ini dan
membantu pelaksanaannya.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 234
b. Wewenang dan kewajiban Direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan
kerja dalam melaksanakan undang-undang ini diatur dengan peraturan
perundangan (pasal 5, ayat 2).
c. Barang siapa tidak dapat menerima keputusan Direktur dapat mengajukan
permohonan banding kepada Panitia Banding (pasal 6, ayat 2).
d. Tata cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia
Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) (pasal 6, ayat 2).
e. Keputusan Panitia Banding tidak dapat disbanding lagi (pasal 6, ayat 3).
f. Untuk pengawasan berdasarkan undang-undang ini pengusaha harus
membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan
peraturan perundang
g. Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan
kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan
dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya (pasal
8, ayat 1).
h. Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinanya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh Pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur (pasal 8, ayat 2).
i. Norma-norma mengenai pengujian kesehatan ditetapkan dengan peraturan
perundangan (pasal 8, ayat 3).
5. Pembinaan
Mengenai pembinaan, diatur oleh Undang-undang no. 1 tahun 1970 hal-
hal sebagai berikut :
a. Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja
baru tentang:
1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang timbul dalam tempat kerja.
2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerjanya.
3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 235
b. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah
ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di
atas.
c. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja
yang berada dibawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan
pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
d. Pengurus diwajibkan memenuhi dan menaati semua syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang
dijalankannya (pasal 9).
6. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pasal 10 Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur Panitia
Keselamatan dan Kesehatan Kerja:
a. Menteri Tenaga Kerja (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi)
berwenang membentuk Panitia Pembinaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
guna memperkembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasin
efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat
kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka melancarkan usaha
berproduksi (pasal 10, ayat 1).
b. Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan
lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja (sekarang Menteri Tenaga
Kerja dan Koperasi (pasal 1, ayat 2).
7. Pelaporan Kecelakaan
Menurut Undang-undang Keselamatan Kerja, kecelakaan yang terjadi
harus dilaporkan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat
kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga
Kerja (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) (pasal 11, ayat 1).
b. Tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud
dalam ayat 1 diatur dengan peraturan perundangan.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 236
8. Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja
Undang-undang Keselamatan Kerja mengatur kewajiban dan hak tenaga
kerja. Pasal 12 Undang-undang tersebut berbunyi sebagai berikut: Dengan
peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk:
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai, pengawas dan
atau ahli keselamatan kerja.
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja
yang diwajibkan.
d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan bekerja pada pekerjaan yang syarat keselamatan dan
kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan
olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas
dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan (pasal 12).
9. Kewajiban Bila Memasuki Tempat Kerja
Tentang kewajiban bila memasuki tempat kerja, pasal 13 Undang-undang
Keselamatan Kerja menyatakan, bahwa barang siapa akan memasuki sesuatu
tempat kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan
memakai alat-alat pelindung diri yang diwajibkan.
10. Kewajiban Pengurus
Adapun kewajiban pengurus diatur dalam pasal 14, menyatakan, bahwa
pengurus diwajibkan :
a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua
syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan
semua peraturan pelaksanaanya yang berlaku bagi tempat kerja yang
bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah di lihat dan terbaca dan
menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 237
tempat yang mudah di lihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja.
c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut,
disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diberikan menurut petunjuk pegawai
pengawas atau ahli keselamtan kerja.
11. Ketentuan-ketentuan Penutup
Sebagaimana ketentuan-ketentuan penutup Undang-undang Keselamatan
Kerja terdapat pengaturan-pengaturan mengenai ancaman hukum, tempat-tempat
kerja yang telah ada, peraturan peralatan, sebagainya. pengaturan-pengaturan
demikian adalah:
a. Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut
dengan peraturan perundangan (pasal 15, ayat 1).
b. peraturan perundangan tersebut pada pasal 15 ayat 1 dapat memberikan
ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukum kurangan
selama-selamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
100.000,- (seratus ribu rupiah) (pasal 15, ayat 2).
c. tindak pidana tersebut adalah pelanggaran (pasal 15, ayat 3).
d. pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada
pada waktu undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di
dalam satu tahun sesudah undang-undang ini mulai berlaku, untuk
memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan undang-undang
ini (pasal 16).
e. selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam
undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang
keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-undang ini mulai berlaku,
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini
(pasal 17).
Dengan diundangkannya Undang-Undang no. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, maka segala perundang-undangan dalam keselamatan kerja
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 238
yang telah ada sebelumnya perlu digarap transformasinya menjadi peraturan
pelaksana, disamping perlunya peraturan pelaksana lain yang dikembangkan
kemudian. Peraturan perundangan yang telah ada sebelumnya antara lain adalah:
No Peraturan Penjelasan
1. Ketetapan tambahan bagi V R
Stbl. 8600 tahun 1910
Berisi ketentuan-ketentuan khusus
sehubungan dengan usaha pengamanan
tercantum pada pasal 2 V R
2. Peraturan khusus sebagai
pelengkap V R tahun 1910
Berisi syarat-syarat khusus yang
ditetapkan oleh Kepala Inspeksi
Keselamatan Kerja berdasarkan pasal 3
V R
3. Peraturan khusus AA
Ketetapan K J P P No. 1/Bb/3/P,
tgl. 1-10-1966
Berisi syarat-syarat khusus bagi pasal 2
sub 18 V R tentang Pertolongan
Pertama pada Kecelakaan
4. Peraturan khusus B (B B.
Ketetapan C V No. S.67/1/9 tgl.
12-12-1968).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
instalasi listrik di perusahaan-
perusahaan. Dalam peraturan khusus
ini, ditetapkan norma-norma Peraturan
Umum Instalasi Listrik (P U I L) atau
A V E (no. 2004). Norma-norma ini
dikeluarkan tahun 1937 oleh Dewan
Normalisasi di Indonesia. Di dalam P U
I L dicantumkan pula, bahwa pada
pemasangan baru atau perluasan
hantaran-hantaran luar berlaku
Peraturan-peraturan Pemasangan
Hantaran Luar V A B (Voorschriften
voor den Aanleg van Buiten leidingen).
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 239
No Peraturan Penjelasan
5. Peraturan khusus C (Ketentuan
Direktur B O W No. 1 1966/stw
tgl. 19-8-1910).
Berisi syarat-syarat khusus bagi pabrik
gula pasir.
6. Peraturan khusus D (D D)
(Ketetapan C V No. S. 60/1/8 tgl.
25-3-1931).
Berisi syarat-syarat khusus bagi bejana
angin yang dipergunakan untuk
menjalankan motor.
7. Peraturan khusus EE Ketetapan
K J P K K No. 4/Bb.3/P Tgl, 19-
12-1960
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang membuat atau
mengolah bahan-bahan yang mudah
menyala.
8. Peraturan khusus F (FF)
(Ketetapan C V No. S.60/4/23,
tgl. 9-11-1931).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang membuat dan
memompa gas-gas.
9. Peraturan khusus G (G G)
(Ketetapan C V No. S.60/1/8, tgl
7-2-1931).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang menyelenggarakan
bioskop.
10. Peraturan khusus HH
(Ketetapan KJPKK No.
3/Bb.3/P/62, tgl. 10-12-1962).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang mengolah atau
mempergunakan putih timah kering.
11. Peraturan khusus II (Ketetapan
KJPKK No. 7/Bb.3/P, tgl. 10-12-
1961).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan khusus yang mempunyai
instalasi atau las dengan gas karbit.
12. Peraturan khusus K (KK)
(Ketetapan C V No. S.65/2/9,
tgl.23-1-1933).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang membuat,
menggunakan atau mengolah bahan
yang dpat meledak.
13. Peraturan khusus L (LL).
(Ketetapan C V No. S.68/1/1, tgl.
6-8-1936).
Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang mempergunakan
tangki apung.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 240
No Peraturan Penjelasan
14. Peraturan khusus N Berisi syarat-syarat khusus bagi
perusahaan yang membuat gelas.
15. Undang-undang uap stbl. 225
tahun 1930.
Berisi ketentuan-ketentuan tentang
pesawat uap.
16. Undang-undang uap stbl. 339
tahun 1930.
Berisi peraturan pelaksanaan undang-
undang uap tahun 1930 No. 225
terutama syarat-syarat pemakaian
pesawat uap.
17. Undang-undang Putih Timah
Kering stbl. 509 tahun 1931.
Berisi ketentuan-ketentuan bahan putih
timah kering.
18. Penetapan pelanggaran terhadap
penggunaan fosfor putih
(persetujuan di Bern) stbl. 275
tahun 1912.
Berisi syarat-syarat pelarangan
penggunaan bahan fosfor putih bagi
perusahaan korek api.
19. Penetapan pelanggaran bagi
pembuatan, impor, pemilikan,
pengangkutan dan penjualan
korek api yang mengandung
fosfor putih stbl. 755 tahun 1916.
Berisi syarat-syarat tentang pelarangan
bagi perusahaan yang membuat,
mengimpor, mempunyai, mengangkut
dan memperdagangkan korek api yang
mengandung fosfor putih.
20. Penetapan tentang petasan di
Indonesia stbl. 143 tahun 1932.
Berisi ketentuan-ketentuan tentang
impor, pembuatan, pemilikan,
menyalakan serta perdagangan petasan
di Indonesia.
21. Syarat-syarat bagi peraturan
Undang-undang Petasa stbl. 10
tahun 1933.
Berisi syarat-syarat bagi perusahaan
petasan sehubungan dengan penetapan
petasan di Indonesia stbl. No. 143
tahun 1932.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 241
Peraturan perundangan tersebut telah sebagian besar mendapat penegasan
kembali sebagai peraturan-peraturan pelaksanaan Undang-undang Keselamatan
Kerja. Adapun peraturan pelaksanaan Undang-undang Keselamatan Kerja yang
lahir sesudah pengundangan undang-undang adalah sebagai berikut:
1. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja tahun 1970 (Lembaran
Negara No. 2).
Berisi tentang pembentukan panitia
Pembina keselamatan dan kesehatan kerja.
No Peraturan Penjelasan
22. Undang-undang penimbunan dan
penyimpanan minyak tanah dan
bahan-bahan yang dapat mudah
menyala stbl. 199 tahun 1927.
Berisi ketentuan-ketentuan tentang
penimbunan dan penyimpanan.
23. Peraturan penimbunan minyak
tanah dan bahan-bahan cair stbl.
200 tahun 1927.
Berisi tentang pengaturan dan
persyaratan penimbunan dan
penyimpanan.
24. Peraturan minyak tanah stbl. 144
tahun 1928.
Berisi pengaturan pelaksanaan syarat-
syarat Undang-undang Pengangkutan
Minyak Tanah stbl. 214 tahun 1927.
25. Ketetapan tentang pemasangan
dan pemakaian jaringan saluran
listrik di Indonesia stbl. 190 tahun
1890.
Berisi ketentuan-ketentuan tentang
syarat-syarat, pemasangan jaringan dan
instalasi listrik untuk penerangan
khusus di daerah luar Jawa dan
Madura.
26. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
tahun 1969 (Lembaran Negara
No. 65).
Berisi tentang penyelenggaraan
kursus/latihan kader-kader keselamatan
kerja.
No Peraturan Penjelasan
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 242
2. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja tahun 1970 (Lembaran
Negara No. 3).
Berisi tentang pemberitahuan panitia
persiapan bagi penyelenggaraan
pembentukan panitia Pembina
keselamatan dan kesehatan kerja di
perusahaan.
3. Peraturan Menteri Tenaga
Kerja tahun 1970 (Lembaran
Negara No. 4).
Peraturan pemungutan biaya pemeriksaan
dan pengawasan keselamatan kerja di
perusahaan. Berlaku 1-1-1971. Peraturan
ini mengganti peraturan biaya stbl. 424
dan 425 tahun 1940.
Selain itu, banyak peraturan-peraturan tentang jalanan kereta api dan trem.
Namun pengawasan keselamatan kerja hanya terbatas pada hal-hal yang ada
sangkut pautnya dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
Demikian pula, ada hubungan di antara Undang-undang Gangguan stbl.
226 tahun 1926 dan Undang-undang Barang tahun 1961, Lembaran Negara No. 1
dengan Undang-undang Keselamatan Kerja.
9.2 Undang-Undang Kecelakaan (1947-1951)
Undang-undang ini diundangkan pada tahun 1947 dan dinyatakan berlaku
pada tahun 1951. Undang-undang kecelakaan menentukan penggantian kerugian
kepada buruh yang mendapat kecelakaan atau penyakit akibat kerja, dari itu nama
Undang-undang Kecelakaan adalah kurang tepat.
Di beberapa Negara digunakan penamaan Undang-undang Kompensasi
Pekerja (Workmen Compensation Law). Undang-undang Kecelakaan perlu
ditinjau kembali, apabila dilihat dari sudut besarnya kompensasi yang tidak
mencukupi, dan sebagai penilaian hebat-tidaknya suatu cacat tidaklah cukup
faktor-faktor anatomis dan faal saja, melainkan harus diperhatikan pula faktor-
faktor psikologis, sosial dan ekonomis.
No Peraturan Penjelasan
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 243
Di bawah ini dikutip pasal-pasal dari Undang-undang Kecelakaan yang
patut diketahui:
1. Di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan, majikan berwajib
membayar ganti kerugian kepada buruh yang mendapat kecelakaan berhubung
dengan hubungan kerja pada perusahaan itu, menurut yang ditetapkan dalam
undang-undang ini (pasal 1, ayat 1).
2. Penyakit yang timbul karena hubungan kerja dipandang sebagai kecelakaan
(pasal 1, ayat 2).
3. Jikalau buruh meninggal dunia akibat kecelakaan yang demikian, maka
kewajiban membayar kerugian itu berlaku terhadap keluarga yang
ditinggalkan (pasal 1, ayat 3).
4. jikalau hak atas perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan itu beralih
kepada majikan lain, buruh dan keluarga buruh yang ditinggalkan tetap
mempunyai hak seperti yang ditetapkan undang-undang yang harus dipenuhi
oleh majikan (pasal 1, ayat 4).
5. Yang diwajibkan memberi tunjangan yaitu perusahaan:
a. yang menggunakan satu atau beberapa tenaga mesin.
b. yang mempergunakan zat-zat padat, baik cair, maupun gas yang amat
tinggi panasnya atau mudah terbakar atau menggigit, mudah meletus,
mengandung racun, menimbulkan penyakit atau dengan cara yang lain
berbahaya atau dapat merusak kesehatan.
c. yang mempergunakan gas-gas yang telah dicairkan, dikempa atau yang
jadi cair karena tekanan.
d. Yang membangkitkan, mengubah, membagi-bagi, mengalirkan atau
mengumpulkan tenaga listrik.
e. yang mencari atau mengeluarkan barang galian dari tanah.
f. Yang menjalankan pengangkutan orang atau barang.
g. Yang menjalankan pekerjaan memuat dan membongkar barang-barang.
h. Yang menjalankan pekerjaan mendirikan, mengubah, membetulkan atau
membongkar bangunan-bangunan, baik dalam atau di atas tanah, maupun
dalam air, membuat saluran-saluran dalam tanah dan jalan-jalan.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 244
i. Yang mengusahakan hutan.
j. Yang mengusahakan siaran radio.
k. Yang mengusahakan pertanian.
l. Yang mengusahakan perkebunan.
m. Yang mengusahakan perikanan (pasal 2, ayat 1).
6. Jikalau sesuatu macam perusahaan, belum termasuk dalam pasal 2, ayat 1
ternyata berbahaya bagi buruhnya, maka dengan undang-undang macam
perusahaan tersebut dapat diwajibkan memberi tunjangan (pasal 2, ayat 2).
7. Yang dimaksudkan kata brurh dalam undang-undang ini ialah tiap-tiap orang
yang bekerja pada majikan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan
dengan mendapat uapah, kecuali hal-hal tersebut dalam pasal 6, ayat 3 (pasal
6, ayat 1).
8. Dalam undang-undang ini dianggap sebagai buruh:
a. Magang, murid dan sebagainya yang bekerja pada perusahaan yang
diwajibkan memberi tunjangan, juga dalam hal mereka tidak menerima
upah.
b. Mereka yang memborong pekerjaan yang biasa dikerjakan di perusahaan
yang diwajibkan memberi tunjangan, kecuali jikalau mereka yang
memborong itu sendiri menjalankan perusahaan yang diwajibkan memberi
tunjangan.
c. Mereka yang bekerja pada seorang yang memborong pekerjaan yang biasa
dikerjakan di perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan mereka itu
dianggap bekerja di perusahaan majikan yang memborongkan pekerjaan
itu, kecuali jikalau perusahaan majikan yang memborong itu sendiri suatu
perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dalam mana pekerjaan
yang diborong itu dikerjakan.
d. Orang-orang hukuman yang bekerja di perusahaan yang diwajibkan
memberi tunjangan, akan tetapi mereka tidak berhak mendapat ganti
kerugian karena kecelakaan selama mereka itu menjalankan hukumannya
(pasal 6, ayat 2).
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 245
9. Bukan buruh menurut undang-undang ini adalah:
a. Pegawai-pegawai dan pekerja-pekerja negeri atau dari badan-badan
Pemerintah didirikan atas undang-undang Pemerintah, yang dilindungi
oleh peraturan-peraturan pemerintah, jikalau mereka dapat kecelakaan.
b. Buruh yang dilindungi undang-undang kecelakaan yang berlaku di luar
Daerah Negara Republik Indonesia.
c. Buruh yang bekerja dirumahnya sendiri, untuk perusahaan yang
diwajibkan memberi tunjangan dan dalam menjalankan pekerjaan tidak
mempergunakan gas-gas yang dicairkan, dikempa atau gas-gas dalam
keadaan cair karena tekanan, zat-zat baik yang padat, maupun yang cair
atau yang serupa yang derajat panasnya tinggi, mudah terbakar atau
memakan barang-barang yang keras, misalnya air keras, mudah meletus,
mengandung racun, menimbulkan penyakit atau karena cara lain
berbahaya atau merusak kesehatan (pasal 6, ayat 3).
10. Yang dimaksudkan dengan kata upah dalam undang-undang ini adalah:
a. Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti
pekrjaan.
b. Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan percuma yang
nilainya ditaksir menurut harga umum di tempat itu (pasal 7, ayat 1).
11. Dengan atau berdasarkan atas P P untuk menjalankan undang-undang ini
ditetapkan dokter-dokter penasehat pegawai-pegawai pengawas yang daerah
jabatannya ditentukan pula (pasal 9).
12. Ganti kerugian yang dimaksudkan dalam pasal 1 ialah:
a. Biaya pengangkutan buruh yang mendapat kecelakaan ke rumahnya atau
ke rumah sakit.
b. Biaya pengobatan dan perawatan buruh yang mendapat kecelakaan,
termasuk juga biaya pemberian obat-obat dan alat-alat pembalut sejak
kecelakaan terjadi sampai berakhirnya keadaan sementara tidak mampu
bekerja.
c. Biaya untuk mengubur buruh yang meninggal dunia karena kecelakaan
banyaknya Rp. 125,- (seratus dua puluh lima rupiah).
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 246
d. uang tunjangan yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini (pasal 10).
13. Majikan diwajibkan memberi uang tunjangan kepada buruh yang karena
kecelakaan:
a. Sementara tidak mampu bekerja
Uang tunjangan karena ini besarnya sama dengan upah sehari untu tiap-
tiap hari, terhitung mulai pada hari buruh tidak menerima upah lagi, baik
penuh maupun sebagian dan dibayar paling lama 120 hari. jikalau sudah
lewat 120 hari buruh itu belum mampu bekerja, maka uang tunjangan
demikian itu dikurangi menjadi 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari
dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja.
b. Selama-lamanya tidak mampu bekerja sebagian
Uang tunjangan karena ini ditetapkan sekian persen dari upah sehari untuk
tiap-tiap hari, menurut daftar yang dilampirkan pada undang-undang ini
dimulai setelah pembayaran uang tunjangan yang dimaksudkan dalam a
berakhir dan dibayar selama buruh tidak mampu bekerja sebagian.
c. Bercacat badan selama-lamanya yang tidak disebut dalam daftar yang
dilampirkan pada undang-undang ini.
Banyaknya persenan dari upah sehari itu ditetapkan oleh pegawai
pengawas dengan persetujuan dokter-dokter penasehat dalam daerah
kecelakaan itu terjadi. jika terjadi perselisihan paham dalam hal
menetapkan besarnya persenan itu, maka menteri perburuan (sekarang
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi) menentukannya dengan
mengingat pertimbangannya Menteri Kesehatan tentang hal ini.
d. Selama-lamanya tidak mampu bekerja sama sekali dan karena itu sekali-
kali tidak dapat lagi mengerjakan sesuatu pekerjaan dengan mendapat
upah yang biasa dikerjakannya sebelum buruh itu dapat kecelakaan. Upah
tunjangan karena ini besarnya 50% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari
dan jumlah tersebut ditambah menjadi 70%, jikalau kecelakaan itu
menyebabkan buruh terus-menerus memerlukan pertolongannya orang
lain. Tunjangan ini dimulai setelah tunjangan yang dimaksudkan dalam a
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 247
dari ayat ini berakhir dan dibayar selama buruh ini tidak mampu bekerja
sama sekali (pasal 11, ayat 1).
14. Jikalau buruh meninggal dunia karena kecelakaan, maka keluarga yang
ditinggalkannya dapat uang tunjangan sebesar:
a. 30 % dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi janda atau janda-janda yang
nafkah hidupnya semua atau sebagian besar dicarikan oleh buruh itu.
Begitu pula bagi janda laki-laki yang tidak mampu bekerja dan nafkah
hidupnya semua atau sebagian besar ditanggung oleh buruh tadi. Dalam
hal ini terdapat lebih dari seorang janda, maka uang tunjangan itu dibagi
rata dan sam banyaknya antara mereka.
b. 15 % dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi seorang anak sah atau
disahkan, yang berumur di bawah 16 tahun dan belum kawin. Jikalau anak
itu karena meninggalnya buruh menjadi yatim piatu, maka banyaknya
tunjangan tadi ditambah menjadi 20% dari uppah sehari untuk tiap-tiap
hari.
c. Paling banyak 30% dari upah sehari untuk tiap-tiap hari bagi bapak dan
ibu atau jikalau buruh itu tidak punya bapak dan ibu lagi, kepada kakek
dan nenek yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besarnya
dicarikan oleh buruh itu.
d. Paling banyak 30% dari upah sehari untuk mertua laki-laki dan mertua
perempuan yang nafkah hidupnya seluruhnya atau sebagian besarnya
dicarikan oleh buruh itu (pasal 12, ayat 1).
15. Majikan tidak diwajibkan memberi tunjangan kepada buruh atau seorang
keluarganya yang ditinggalkannya dal hal-hal seperti berikut:
a. Jikalau kecelakaan yang menimpa buruh itu terjadinya disengaja olehnya.
b. Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan itu, dengan tidak ada alas an yang
sah menolak dirinya diperiksa atau diobati oleh dokter yang berhak yang
ditentukan oleh majikan.
c. Jikalau buruh sebelumnya sembuh, menolak pertolongan tersebut pada b
dengan tidak ada alas an yang sah.
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 248
d. Jikalau buruh yang ditimpa kecelakaan pergi ke tempat lain sehingga
dokter yang berhak yang ditetapkan oleh majikan, tidak dapat memberi
pertolongan yang dianggap perlu untuk mengembalikan kesehatannya
buruh itu (pasal 15, ayat 2).
16. Sebagai alas an yang sah yang dimaksudkan dalam pasal 15, ayat 1b dan c
ialah antara lain takut akan pembedahan yang menurut dokter penasehat
termasuk pembedahan yang berbahaya (pasal 15, ayat 2).
17. Majikan atau pengurus, jikalau pengurus ditetapkan, diwajibkan melaporkan
kepada pegawai pengawas atau instansi yang ditunjuk oleh Menteri
Perburuhan (sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transamigrasi) tiap-tiap
kecelakaan yang menimpa seorang buruh dalam perusahaannya selekas-
lekasnya, tidak lebih dari 2 x 24 jam (pasal 19, ayat 1).
18. Disamping kewajiban yang ditentukan dalam pasal 19, ayat 1 tersebut di atas
majikan atau pengurus jikalau pengurus ditetapkan, diwajibkan
memberitahukan kecelakaan itu dengan surat tercacat kepada pegawai
pengawas dalam waktu 2 x 24 jam (pasal 19, ayat 2).
19. Buruh yang ditimpa kecelakaan, keluarganya, kawan-kawannya sekerja atau
serikat sekerjanya boleh memberitahukan kecelakaan yang menimpa buruh itu
kepada pegawai pengawas (pasal 19, ayat 3).
20. Majikan atau pengurus perusahaan diwajibkan mengadakan daftar kecelakaan
di perusahaan atau di bagian yang berdiri sendiri. Daftar ini harus dibuat
menurut bentuk yang ditetapkan oleh Menteri Perburuhan (sekarang Menteri
Tenaga Kerja dan Transamigrasi) (pasal 20, ayat 1).
21. Dengan suatu peraturan perundangan, perusahaan-perusahaan yang
diwajibkan membayar ganti kerugian berdasarkan undang-undang ini,
diwajibkan dengan peraturan perundangan itu untuk membayar iuran guna
mendirikan suatu fonds. Dalam hal-hal yang ditentukan dalam peraturan
perundangan ini, ganti kerugian akan dibayar dari fonds tersebut (pasal 36,
ayat 1).
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 249
22. Daftar lampiran seperti yang dimaksudkan dalam pasal 11, ayat 1b:
Kegiatan Tunjanagan
Selama-lamanya tak mampu bekerja sebagian,
karena kehilangan:
Tunjangan berapa
persen dari upah:
- lengan kanan dari sendi bahu ke bawah 40
- lengan kiri dari sendi bahu ke bawah 35
- lengan kanan dari atau dari atas siku ke bawah 35
- lengan kiri dari atau dari atas siku ke bawah 30
- tangan kanan dari atau dari atas pergelangan ke
bawah 30
- tangan kiri dari atau dari atas pergelangan ke
bawah 28
- kedua belah kaki dari pangkal paha ke bawah 70
- sebelah kaki dari pangkal paha ke bawah 35
- kedua belah kaki dari mata kaki ke bawah 50
- sebelah kaki dari mata kaki ke bawah 25
- kedua belah mata 70
- sebelah mata 30
- pendengaran pada kedua belah telinga 40
- pendengaran pada sebelah telinga 10
- ibu jari tangan kanan 15
- ibu jari tangan kiri 12
- telunjuk tangan kanan 9
- telunjuk tangan kiri 7
- salah satu jari lain dari tangan kanan 4
- salah satu jari lain dari tangan kiri 3
- salah satu ibu jari kaki 3
- salah satu jari kaki lain 2
-
BAB IX : Perundang Undangan Dalam Keselamatan Kerja 250
Keterangan:
1. Buat orang kidal, kalau kehilangan salah satu lengan tangan atau jari, maka
keterangan kanan dan kiri yang tersebut dalam daftar di atas ini dipertukarkan
letaknya.
2. Dalam hal kehilangan beberapa anggota badan yang tersebut di atas ini, maka
besarnya tunjangan ditetapkan dengan menjumlahkan banyak persen dari tiap-
tiap anggota badan itu. jumlah tunjangan yang didapat tidak boleh lebih dari
70% dari upah sehari.
3. Anggota badan yang tidak dapat dipakai sama sekali karena lumpuh, dianggap
sebagai hilang.
9.3 Kesimpulan
Undang-undang Dasar 1945 bahwa setiap warga negara atas pekerjaan dan
penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Kematian, cacat, cedera, penyakit, dan
lain-lain sebagai akibat kecelakaan dalam melakukan pekerjaan bertentangan
dengan dasar kemanusiaan. Maka dari itu, atas dasar landasan UUD 1945 lahir
undang-undang dan ketentuan-ketentuan pelaksanaannya dalam keselamatan
kerja.
Kelompok perundang-undangan dalam keselamatan kerja dibagi atas dua,
yaitu : (1) Kelompok perundangan-undangan bersasaran pencegahan kecelakaan
akibat kerja dan (2) Kelompok perundang-undangan yang bersasaran pemberian
kompensasi terhadap kecelakaan yang sudah terjadi.
Peundangan disusun guna mengantisipasi kecelakaan dan akibat
kecelakaan sehingga pelaku, masyarakat, industri dan korban akibat kecelakaan
maupun kebakaran tetap dalam perlindungan dan mendapatkan santunan. Undang-
undang juga disusun tentang peralatan dari alat pelindung sehingga setiap orang
mengerti dan taat akan peraturan keselamat dan kesehatan kerja.