bab adab menjenguk orang sakit
TRANSCRIPT
BAB ADAB MENJENGUK ORANG SAKIT
Dari Al-Barra` bin ‘Azib radhiallahu ‘anhu dia berkata, “Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami dengan tujuh
perkara dan melarang kami dari tujuh perkara: Beliau memerintahkan
kami agar mengikuti iringan jenazah, mengunjungi orang sakit,
menjawab undangan, menolong orang yang dizhalimi, berbuat baik
bagi orang yang bersumpah, menjawab salam, menjawab orang yang
bersin, dan beliau melarang kami memakai bejana yang terbuat dari
perak, cincin emas, kain sutra, kain yang bercampur dengan sutra, al-
qissi dan al-istibraq.”
HR Al-Bukhari. (1239), Muslim (2066) dan Ahmad (18034), At Tirmidzi
(2809), An-Nasaa'I (1939), dan perkara yang ke tujuh yang terlarang
adalah : "al-mayaasir (judi)" Al-Bukhari tidak menyebutkannya di
dalam hadits ini namun Muslim yang menyebutkan lafazh tersebut.
Adab adab Menjenguk Orang Sakit
1. Keutamaan Menjenguk Orang Sakit.
Banyak Atsar menyebutkan keutamaannya di sini kami
menyebutkan diantaranya : hadits Tsauban radhiaallahu ‘anhu bekas
budak rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam riwayatkan yang mana
dia berkata : rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : "barang
siapa yang menjenguk orang sakit maka dia senantiasa berada di
taman kurma di surga1 sampai di kembali (ke rumah)"2.
1 Al-Baghawi berkata tentang penjelasan hadits ini : perkataan Nabi "di dalam khiraaful Jannah dan didiriwayatkan dalam riwayat lainnya (di dalam makhaariful jannah) dan [khurfatul Jannah), dan kata ini adalah bentuk jamak dari mikhraf, Al-Asma'iy berkata : dia adalah kebun kurma, dinamakan demikian dikarenakan yang demikian itu selama terjadi musim rontok, yaitu : menutupi….Ibnu Al-Anbari berkata : yang dimaksudkan yaitu memetik buah-buahan kebun, diantara penggunaannya di dalam kalimat yaitu : pohon kurma merontokkan kurma-kurmanya, maka nabi memisalkan apa yang orang yang mengunjungi orang sakit dapatkan dari pahala dengan apa yang pohon kurma dapatkan dari hasil buahnya. (Syarhus Sunnah 5/216).2 HR. Muslim (2578), Ahmad (21868) dan At-Tirmidzi (967).
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia
bersabda : saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda
: " Barang siapa yang mengunjungi orang sakit niscaya dia berada
dalam naungan rahmat sampai apabila dia duduk tinggal padanya"3
dan di dalam lafazh yang lain : " Barang siapa yang mengunjungi
orang sakit niscaya dia mendapatkan rahmat maka apabila dia duduk
di sampingnya dia tetap berada di dalam rahmat, dan apabila dia
keluar dari orang yang sakit dia teus diliputi rahmat sampai dia
kembali ke rumahya"4. Dan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia
berkata : rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
"sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman di hari kiamat : wahai
anak cucu Adam saya sakit dan kalian tidak menjengukku, anak cucu
Adam berkata : wahai rabb bagaimana kami menjenguk engkau
sedangkan engkaulah rabb semesta alam? Allah berfirman : tidakkah
kamu tahu bahwa hambaku fulan sakit dan kamu tidak menjenguknya?
Tidakkah kamu tahu kalau saja kamu mengunjunginya niscaya kamu
akan mendapatiku berada di sisinya….al-hadits"5. Dan dari Ali
radhiallahu ‘anhu dia berkata : saya mendengar rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallambersabda : "barang siapa yang mendatangi
saudaranya yang muslim dalam rangka menjenguknya, niscaya dia
berjalan di kebun surga sampai dia duduk, dan apabila dia duduk
niscaya rahmat Allah akan meliputinya, dan apabila dia pergi
menjenguk di waktu pagi niscaya tujuh puluh malaikat akan
mendoakannya sampai dia mendapati sore hari dan apabila di waktu
3 HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrod (522), dan hadits ini termasuk diantara balaqhaatnya Imam Malik (bab mengunjungi orang sakit dan orang yang terkena musibah) Ibnu Abdil Baar berkata tentang hadits ini : "hadits ini hadits Madani yang shahih". (At-Tamhid 24/273). Dan hadits ini Al-Albani menshahihkannya di dalam shahih Al-Adab Al-Mufrad.4 HR. Ibnu Abdil Baar dengan sanadnya yang sampai kepada Jabir bin Abdullah radhiallahu anhuma. (At-Tamhid 24/263).5 HR. Muslim (2569) dan lafazh hadits ini miliknya, dan Ahmad (8989).
sore tujuh puluh malaikat akan mendoakannya sampai dia mendapati
pagi"6.
Dan setelah menyebutkan hadits-hadtis yang shahih dalam
menjelaskan keutamaan mengunjungi orang yang sakit, dan pahala
bagi orang yang mengunjungi dapatkan dari kunjungainnya, maka
tidak sepantasnya meremehkan hal tersebut, bahkan harus untuk
bersegera kepadanya, dan selalu berada di atas amalan tersebut,
sehingga rahmat dzat yang Maha penyayang dan Maha pengasih
dapat diraih, dan di dalam mengunjungi orang sakit ada beberapa
manfaat lainnya selain yang disebutkan tadi diantaranya :
membersihkan hatinya (orang yang sakit), memeriksan kebutuhan-
kebutuhannya, mengambil nasehat dari musibah yang menimpanya
sebagaimana Ibnul Jauzi katakan7.
2. Mengunjungi Anak Kecil yang Sakit.
Anak kecil apabila sakit maka mereka juga dikunjungi,
sebagaimana orang-orang dewasa. Yang demikian itu dikarenakan
adanya makna yang menyebabkan orang dewasa dikunjungi seperti
adanya doa bagi yang sakit, meringankan sakitnya, meruqyahnya
dengan ruqyah syar'iyyah, dan akan mendapatkan pahala
mengunjungi orang sakit bagi orang yang berkunjung.
Dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma dia berkata : "
Sesungguhnya salah seorang anak perempuan Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah mengutus seseorang kepada beliau –dan ketika itu
perawi sedang bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Sa'ad dan
Ubai- yang mana kami mengira bahwa anak perempuan saya akan
menjumpai ajalnya maka mari kita menyaksikannya bersama, maka
nabi mengutus utusan kepadanya dengan ucapan salam dan berkata :
6HR. Ahmad (756), Abu Daud (3098), Ibnu Majah (1442) dan hadits ini sesuai lafazh darinya, dan Al-Albani berkata : "shahih" : (1191).7 Kasyful Musykil Min Hadits As-Shahihain. no. (710), (2/236) dengan perubahan seperlunya.
"sesungguhnya milik Allah apa yang dia ambil dan apa yang dia
berikan dan setiap sesuatu telah ditetapkan ajalnya di sisiNya, maka
hendaknya kamu mengharap pahala dan bersabar".
Namun anak perempuan beliau kembali mengutus utusan
dengan mengucapkan sumpah atas beliau, maka nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallambangkit dan kami pun bangkit bersama beliau, ketika
beliau berada di tempat kejadian anak kecil itu diangkat ke pangkuan
nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan nafasnya tersengal-
senggal, kedua mata nabi berlinangkan air mata, maka Sa'ad berkata
padanya : apa ini wahai rasulullah? Beliau berkata : ini adalah rahmat
yang Allah berikan di hati-hati yang Allah kehendaki dari para
hambanya, dan Allah tidak akan menyayangi dari para hambanya
kecuali mereka yang penyayang"8.
3. Kunjungan Wanita kepada Laki-laki Yang Sakit :
Mengunjungi laki-laki yang sakit boleh bagi wanita walaupun mereka
bukan mahram mereka, akan tetapi hal itu disyaratkan apabila aman
dari fitnah, adanya sitar (hijab), tidak adanya khalwat (berdua-duaan),
maka apabila syarat-syarat ini ada maka mengunjungi laki-laki yang
sakit yang bukan mahram boleh bagi wanita dan demikian pula
sebaliknya, dari Aisyah radhiallahu ‘anha dari ayahnya, dia berkata : "
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, Abu
Bakar dan Bilal radhiallahu ‘anhuma menderita demam, Aisyah berkata
: Maka saya pun masuk kepada mereka berdua dan saya berkata :
Wahai ayahku bagaimana keadaanmu? Dan wahai Bilal bagaimana
keadaanmu? …..al-hadits". Dalam riwayat Ahmad : Urwah berkata : “
Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Al-Madinah para
sahabat beliau mengeluh sakit demikian pula Abu Bakar, ‘Amir bin
Fuhairah maula Abu Bakar dan Bilal mengeluh sakit, maka Aisyah
meminta izin kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamuntuk
8 HR. Al-Bukhari (5655), Muslim (923) Ahmad (21269) An-Nasaa'I (1868) dan Abu Daud (3125).
mengunjungi mereka, dan Nabi mengizinkannya, dan Aisyah berkata
kepada Abu Bakar : bagaimana keadaanmu? ….al-hadits"9.
Dan dari Ibnu Syihab dari Abu Umamah bin Sahl bin Hanif
bahwasanya dia mengabarkan kepadanya : " Bahwa ada seorang
wanita yang miskin sedang sakit maka dia mengabarkan kepada
Rasulullan Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sakitnya wanita
tersebut, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa
mengunjungi orang-orang miskin dan menanyakan tentang keadaan
mereka….al-hadits”10
Ibnu Abdil Bar berkata : “ Pada hadits ini menunjukkan
pembolehan kunjungan wanita kepada laki-laki walaupun laki-laki
tersebut bukan mahramnya, dan masalah ini –menurut saya (penulis)
agar wanita itu Mutajallah11 , dan apabila bukan Mutajallah maka tidak
boleh, kecuali dia bertanya kepadanya dan tidak melihat kepadanya12.
4. Mengunjungi Orang Sakit Yang Sedang Pingsan :
Sebagian manusia menjauhkan diri untuk mengunjungi orang
sakit yang tidak sadar akan kehadiran orang-orang yang ada di
sekitarnya, seperti orang yang dalam kondisi pingsan yang muncul
berulang-ulang, atau mereka yang dalam kehilangan kesadaran dalam
jangka waktu lama, dengan alasan orang yang sakit ini tidak
menyadari keberadaannya dan tidak merasakannya maka kalau begitu
tidak perlu untuk menjenguknya, ini adalah pemahaman yang salah
9 HR. Al-Bukhari (5654) dan beliau memberikannya bab : bab kunjungan wanita kepada laki-laki yang sakit, dan Ummu Ad-Darda' mengunjungi seorang laki-laki yang sakit dari kalangan sahabat yang tinggal di masjid dari kalangan Al-Anshar. dan Muslim meriwayatkan hadits ini juga (1376) tanpa menyebutkan kunjungan Aisyah radhiallahu anha kepada keduanya (Abu Bakar dan Bilal). Dan Ahmad (23839), dan Malik (1648).10 HR. Malik di dalam Al-Muwaththa' (531) dan Ibnu Abdil Bar berkata : tidak ada perselisihan atas Malik di dalam kitab Al-Muwaththa' tentang dimursalkannya hadits ini………dan hadits ini adalah hadits yang musnad yang bersambung dan shahih dari selain hadits Malik. (At-Tamhid 6/254).11 Di dalam Al-Lisan : ….kata tajaalat yaitu Asnat dan kaburat (telah dewasa), dan di dalam hadits Ummu Shabiyyah : kami dahulu di dalam masjid adalah wanita-wanita yang tajaalalna yaitu telah dewasa, dan dikatakan : jallat fa hiya Jalilah (wanita itu besar maka dia adalah jalilah) dan tajallat fa hiya mutajallah (wanita itu telah dewasa maka dia adalah mutajallah). (11/116) dan materi kata tersebut : ل ل ج12 At-Tamhid (6/255).
dan argumen yang tidak ada dalilnya, dan dalil yang shahih justru
menyelisihinya.
Dari Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma dia berkata : " Saya
pernah sakit maka nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamdan Abu Bakar
mendatangiku untuk menjengukku dengan berjalan kaki, maka mereka
mendapatiku dalam keadaan pingsan, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam berwudhu` dan memercikkan wudhu'nya kepadaku, aku pun
sadar dan mendapati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dekatku,
maka saya berkata : “ Wahai Rasulullah, apa yang seharusnya saya
perbuat terhadap hartaku, bagaimana saya memutuskan warisan
hartaku? Namun beliau tidak menjawabku dengan satu kata pun
sampai ayat tentang warisan turun"13.
Ibnu Hajar berkata : “ Sekedar mengetahui keadaan orang yang
sakit dengan menjenguknya tidak menjadikan pensyariatan
menjenguknya terhenti. Karena di balik hal itu dapat membalut
kekhawatiran keluarganya, dan mengharapkan berkah doa dari orang
yang menjenguknya, meletakkan tangannya di atas orang yang sakit,
mengusap badannya, meniupkan bacaan kepadanya ketika
memohonkan perlindungan dan yang selainnya14,15.13 HR. Al-Bukhari (5651), Muslim (1616), Ahmad (13886), At-Tirmidzi (2098), An-Nasaa'i (138), Abu Daud (2886), Ibnu Majah (2728) dan Ad-Darimi (733).14 Fathul Baari : (10/119). Dan Ibnul Munir berkata : di dalam hadits jabir tidak ada keterangan yang sharih (jelas) bahwa keduanya telah mengetahui Jabir pingsan sebelum dijenguk, maka bisa saja pingsannya Jabir bertepatan dengan kehadiran keduanya. [namun Ibnu Hajar membantah hal tersebut dan mengatakan : ] saya katakan : bahkan yang zhahir dari konteks yang ada terjadinya hal tersebut ketika datangnya keduanya dan sebelum masuknya keduanya kepadanya, dan sekedar mengetahui keadaan orang yang sakit dengan menjenguknya………..dst. (10/118-119).15 Catatan : Di sebagian negeri arab timbul pemikiran untuk mematikan orang yang sakit yang mati akalnya, yang demikian itu dengan jalan memberikan suntikan yang mematikannya, dan mereka berhujjah bahwa orang yang sakit ini menurut undang-undang kedokteran adalah mayat tidak ada kemungkinan untuk hidup, dan hanya masalah waktu saja, dan kami memberikan suntikan ini untuk menenangkannya dari sakit yang mungkin dia dapatkan ketika hidupnya.
Maka dikatakan kepada mereka : kalian dengan cara seperti ini dan dengan metode seperti ini tidak meringankannya bahkan kalian menghalanginya dan menghalangi selainnya, karena tetapnya dia di atas garis kehidupan dan dia dalam keadaan seperti itu, akan menjadikannya berfikir akan kesalahan-kesalahannya, dan mengangkat derajatnya apabila dia bagian dari ahlu iman dan ahlu ihsan. Dalam hadits Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu dia berkata : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda : "tidaklah ada dari seorang muslim yang menderita sakit maka tidaklah ada dari selain sakit itu kecuali Allah akan menggugurkan kesalahan-kesalahannya sebagaimana pohon menggugurkan daunnya" HR. Al-Bukhari (5667) dan selainnya.
5. Menjenguk Orang Musyrik Yang Sakit :
Sebagian ulama berpendapat makruh menjenguk orang kafir
dikarenakan di dalam perkara menjenguk mereka terkandung adanya
pemuliaan16. Sebagian ulama lainnya membolehkan menjenguk
mereka apabila diharapkan masuk islam, dan pendapat ini lebih sesuai
dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu telah meriwayatkan : " Bahwa seorang budak milik
orang Yahudi yang pernah membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam sakit maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya
dalam rangka menjenguknya, beliau berkata : Masuklah kamu ke
dalam islam, maka orang itu pun masuk islam"17.
Dan dari Sa'id bin Al-Musyyib dari ayahnya beliau berkata :
ketika kematian menghadiri Abu Thalib Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam mendatanginya dan berkata : "katakanlah laa ilaaha illallaah
satu kalimat yang dengannya aku akan membelamu di sisi Allah"18.
6. Waktu Menjenguk Orang Yang Sakit :
Tidak didapati adanya nash-nash dari al-ma'shum Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang menjelaskan waktu-waktu tertentu untuk
Dan tetapnya dia di atas garis kehidupan memungkinkan dia mendapatkan doa yang baik, dan Allah Azza wa Jalla mengabulkannya, maka dia pun sembuh dari sakitnya itu –dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu - , ataukah dosa-dosanya diampuni berkat doa-doa kaum muslimin kepadanya, dan tetapnya dia di atas garis kehidupan merupakan renungan akan kesalahan-kesalahan keluarganya yang menangung kesedihan dan kemalangan. Dari Abu Hurairah dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambeliau bersabda : "tidaklah seorang muslim yang tertimpa keletihan, tidak pula penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, dan tidak pula kemurungan sekalipun duri yang menusuknya kecuali Allah akan menggugurkan dengannya dari kesalahan-kesalahannya" HR. Al-Bukhari (5642) dan selainnya.
Dan tetapnya dia di atas garis kehidupan adanya kebaikan yang terus menerus dan tidak akan terputus lebih khusus lagi apabila yang sakit itu adalah seorang ayah atau seorang ibu. Dan tetapnya dia di atas garis kehidupan akan memperbanyak pahala dengan menjenguk orang sakit dan menziarahinya, maka disebabkan adanya makna-makna yang bermanfaat ini yang telah kami sebutkan dan selain dari makna-makna tersebut maka kita mengetahui akan kekejian perkataan orang yang mengatakan : tidak ada faedah mengaharap-harap tetapnya orang yang mati kesadarannya dalam keadaan hidup dan bahwa kematian itu lebih baik untuknya. Wallahu a'lam.16 Lihat At-Tamhid (24/276).17 HR. Al-Bukhari (5657), Ahmad (12381) dan Abu Daud (3095).18 HR. Al-Bukhari (6681), Muslim (24), Ahmad (23162), dan An-Nasaa'i (2035).
menjenguk orang yang sakit dan menziarahinya, maka selama
demikian perkaranya dibolehkan menziarahi orang yang sakit pada
waktu apapun di malam atau siang hari selama tidak adanya hal yang
memberatkan mereka. Karena diantara makna yang terkandung dalam
menjenguk orang yang sakit adalah untuk meringankan derita orang
yang sakit dan untuk menyenangkan hatinya bukan untuk
memberatkannya Waktu ziarahi itu bervariasi tergantung perbedaan
zaman dan tempat, terkadang berziarah di malam hari merupakan
waktu yang dipersilahkan akan tetapi terkadang dimakruhkan di waktu
yang lain.
Al-Marwadzi berkata : “ Saya bersama Abu Abdullah pernah
menjenguk orang sakit di malam hari dan waktu itu di bulan
Ramadhan, kemudian beliau berkata kepada saya : di bulan Ramadhan
orang sakit itu di jenguk di malam hari “19.
Dan demikian pula di waktu zhuhur karena kebiasaan yang
berlaku manusia sedang tidur siang dan mereka tinggal untuk
beristirahat. Al-Atsram berkata : dikatakan kepada Abu Abdillah :
seseorang sedang sakit dan ketika itu matahari sedang naik di waktu
musim panas, maka beliau berkata : ini bukan waktu menjenguk20.
Maka zaman perlu diperhatikan di dalam menjenguk orang sakit,
maka waktu menjenguk yang telah dikenali oleh penduduk negeri ini
dan yang telah menjadi kebiasaan mereka untuk menjenguk dan
berziarah terkadang bukan waktu yang biasa dilakukan oleh sebagian
penduduk negeri lainnya.
6. Meringankan Orang Yang Sakit ketika Dikunjungi :
Sepatutnya bagi orang yang menjenguk agar jangan berlama-
lama duduk dan tinggal di sisi orang yang sakit, karena orang yang
sakit tersibukkan dengan rasa lapar dan sakitnya. Dan ketika orang
19 Al-Adab Asy-Syar'iyah (2/190).20 Al-Adab Asy-Syar'iyah (2/189). Akan tetapi kalau kebiasaan manusia berziarah di waktu zhuhur maka hal itu tidaklah makruh.
yang menjenguk berdiam lama di sisi orang yang sakit akan
memberatkan bagi orang yang sakit bahkan terkadang menambah
sakitnya, oleh karena itu diantara perkara yang baik ketika menjenguk
orang sakit adalah dengan meringankannya.
Dari Ibnu Thawus dari ayahnya dia berkata : “ Menjenguk orang
sakit yang paling baik adalah yang paling ringan … “
Al-Auza'iy berkata : “ Saya pernah bepergian menuju Bashrah
ingin menjumpai Muhammad bin Sirin, namun saya mendapatinya
dalam keadaan sakit di perutnya, maka kami pun masuk kepadanya
untuk menjenguknya dalam keadaan berdiri …
Asy-Sya'bi berkata : “ Kunjungan orang-orang desa yang pandir
lebih memberatkan bagi orang yang sakit daripada sakit yang
dideritanya, mereka mendatanginya bukan pada waktunya dan
berlama-lama duduk di sisinya21.
Akan tetapi sepatutnya untuk diketahui bahwa apabila orang
yang sakit menyukai orang yang menjenguk tinggal lebih lama di
sisinya dan terus menerus menziarahinya, maka lebih utama bagi
orang yang menjenguk untuk memenuhi keinginan orang yang sakit
dikarenakan di dalam amalan tersebut terkandung sesuatu yang dapat
memasukkan kebahagiaan bagi orang yang sakit, dan menyenangkan
hatinya sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk
Sa'ad bin Mu'adz ketika terkena musibah di hari peperangan Khandak.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mendirikan
kemah bagi Sa'ad di dalam masjid agar dia dapat menjenguknya dari
dekat22.
Maka sahabat mana yang tidak menyenangi keberadaan Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallamdi sisinya dan berulang-ulang
menziarahinya.
21 At-Tamhid karya Ibnu Abdil Bar (24/277) bersamaan dengan mendahulukan dan mengakhirkan teksnya.22 Al-Bukhari (463).? Takhrij haditsnya telah berlalu.
8. Dimanakah Orang Yang Menjenguk Duduk? :
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk untuk duduk di
samping kepala orang yang sakit. Hal ini pernah Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam lakukan dan orang-orang shalih setelah beliau. Di
dalam hadits Anas radhiallahu ‘anhu dia berkata : " Adalah seorang
budak Yahudi yang sering membantu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
, lantas dia jatuh sakit maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjenguknya. Beliau duduk di samping kepalanya dan berkata
kepadanya : “ Masuklah ke dalam islam….al-hadits"23.
Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, dia berkata : " Apabila
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk orang yang sakit beliau
duduk di sisi kepalanya … al-hadits"24
Dari Ar-Rabi' bin Abdillah dia berkata : “ Saya pernah pergi bersama Al-
Hasan menjumpai Qatadah untuk menziarahinya, dan dia duduk di sisi
kepalanya. Lalu beliau bertanya kepadanya kemudian mendoakan
kesembuhan baginya…25.
Berkaitan dengan adab duduk orang yang menjenguk di samping
kepala orang yang sakit ada beberapa faedah diantaranya : Bahwa
pada hadits tersebut adanya anjuran untuk bersikap ramah kepada
orang yang sakit. Diantaranya juga orang yang menjenguk
memungkinkan untuk meletakkan tangannya kepada orang yang sakit,
mendoakan kesembuhan baginya dan meniupkannya kepadanya, dan
perbuatan yang semisal dengan itu.
9. Bertanya Orang Yang Sakit tentang keadaannya Dan
Memberi semangat bagi orang yang sakit terseut :
Termasuk perkara yang baik dalam menjenguk orang sakit
adalah bertanya kepada orang yang sakit tentang keadaannya dan apa
23 HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrod (536) dan Al-Albani menshahihkannya dengan no. hadits (416).24 HR. Al-Bukhari di dalam Al-Adabul Mufrod (537) dan Al-Albani berkata : "sanadnya shahih " (417).25
yang menimpanya sebagaimana yang ada di dalam hadits Aisyah
radhiallahu anha, dia berkata : ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam datang ke Al-Madinah, sementara Abu Bakar dan Bilal dalam
keadaan sakit demam, maka Aisyah berkata : “ Maka saya pun masuk
untuk melihat keadaan mereka berdua, lalu saya bertanya : “ Wahai
ayahku bagaimana keadaanmu, dan wahai Bilal bagaimana
keadaanmu….al-hadits26.
Dan juga diantara perkara yang baik ketika menjenguk orang
sakit adalah menghilangkan kesusahan di karenakan sakit seperti
mengucapkan kepadanya : Laa ba'sa alaika satasyfi biidznillah (sakit
ini tidaklah mengapa atas mu, kamu akan sembuh dengan izin Allah),
atau sesungguhnya penyakit ini bukan penyakit yang berbahaya
niscaya Allah akan memberikan kesehatan kepadamu –insya Allah- .
Ucapan semacam ini, selama tidak nampak padanya tanda-tanda
dekatnya ajal. Dan yang demikian itu karena menganggap jauh dari
ajal orang yang sakit, banyak membantu cepatnya proses kesembuhan
dari penyakit, dan pengobatan ini sangat manjur dan sudah dikenal
dikalangan manusia.
Faedah : Keluhan orang yang sakit tidak lepas dari dua keadaan :
Pertama : Keluhan tersebut dengan cara menampakkan kecemasan
dan keputus asaan, dan ini tidak diragukan adalah perkara yang
makruh karena menunjukkan akan lemahnya iman dan tidak adanya
keridhaan terhadap ketetapan Allah dan takdirnya.
Kedua : Dengan cara mengabarkan tentang keadaan tanpa adanya
niatan untuk memohon kepada para makhluk atau ketergantungan
kepada mereka, dan hal ini tidak diragukan tentang bolehnya dan dalil
menguatkan akan bolehnya hal tersebut.
Dari Al-Qasim bin Muhammad dia berkata : "Aisyah berkata : “
Aduh kepalaku, rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “ Yang
26 Takhrij haditsnya telah berlalu.
demikian itu kalau saja terjadi dan saya masih hidup niscaya saya akan
memohonkan ampunan untukmu dan mendoakan kesembuhan
untukmu. Aisyah berkata : “ Demi Allah sungguh saya menyangka
engkau menyukai kematianku, dan kalaulah hal itu terjadi mungkin
engkau akan berada di akhir hari engkau dalam keadaan menjadi
pengantin dengan sebagian istri-istri engkau.” Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam berkata : “ Bahkan saya yang mengaduhkan sakit kepalaku
… al-hadits"27.
Dari Ibnu Mas'ud radhiallahu ‘anhu dia berkata : "Ssaya pernah
masuk kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau dalam
keadaan sakit demam, saya pun menyentuh beliau dengan tangan
saya dan berkata : “ Sesungguhnya engkau mengalami demam yang
sangat, beliau berkata : “ Benar sebagaimana demamnya dua orang
dari kalian”.
Abdullah bin Mas'ud berkata : “Apakah anda akan mendapat dua
pahala? “ Beliau berkata : “ Iya, tidak lah seorang muslim yang
tertimpa musibah berupa sakit dan musibah lainnya kecuali Allah akan
menggugurkan dosa-dosa kesalahannya sebagaimana pohon
menggugurkan daunnya"28
10. Menangis Ketika Sakit :
Yaitu bagaimanakah hukumnya? Apakah hal tersebut
disyariatkan ataukah terlarang? Yang nampak bagi kami berdasarkan
perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah boleh.
Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan dia berkata : "
Sa'ad bin Ubadah menderita suatu penyakit, kemudian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguknya bersama Abdurrahman bin
‘Auf dan Sa'ad bin Abi Waqqaash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu
‘anhum maka ketika beliau masuk kepada Sa'ad bin Ubadah beliau
27 HR. Al-Bukhari (5666) Ahmad meriwayatkanya dari jalan Abdullah bin Abdullah bin Utbah (2538) Ibnu Majah (1465) dan Ad-Darimi (80).28 HR. Al-Bukhari (5667) Muslim (25 71), Ahmad (3611) dan Ad-Darimi (2771).
mendapatinya berada di dalam kerumunan keluarganya, beliau
berkata : “ Apakah telah wafat?” Mereka berkata : “ Tidak wahai
Rasulullah, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menangis, dan
ketika kaum tersebut melihat tangisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , mereka menangis. Nabi bersabda : “ Tidakkah kalian
mendengar bahwa Allah tidak mengadzab hanya karena tetesan air
mata dan tidak pula dengan kesedihan hati akan tetapi Allah
mengadzab dikarenakan ini beliau mengisyaratkan kepada lisan atau
Allah akan mengasihani, sesungguhnya mayyit diadzab dikarenakan
tangisan keluarganya atas kematiannya"29.
Hadits ini menunjukkan bolehnya menangis di sisi orang yang
sakit, dan terlebih lagi di sisi mayyit akan tetapi tangisan yang tidak
ada jeritan histeris, disebabkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang ratapan.
11. Doa Apa Saja Yang Diucapkan Di Sisi Orang Yang Sakit :
Sepatutnya bagi orang yang menjenguk orang sakit agar tidak
mengucapkan suatu ucapan kecuali yang baik, karena malaikat
mengaminkan atas ucapannya itu. Hal itu telah dijelaskan di dalam
hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Apabila kalian menghadiri
orang yang sakit atau mayyit maka ucapkanlah ucapan yang baik,
karena sesungguhnya malaikat mengaminkan atas apa yang kalian
ucapkan “, Ummu Salamah berkata : “ Ketika Abu Salamah meninggal
saya mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya berkata : “
Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Salamah telah meninggal ”. Nabi
bersabda : “ Ucapkanlah : Wahai Allah ampunkanlah bagiku dan
baginya, dan balaslah aku dari musibahku dengan balasan yang baik “,
Ummu Salamah berkata : “ Aku berkata : maka Allah membalasku
29 HR. Al-Bukhari (1304) dan Muslim (924).
dengan orang yang lebih baik bagiku daripada Abu Salamah yaitu
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam "30.
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk agar mendoakan orang
yang sakit dengan memohon rahmat dan ampunan, dan agar
dibersihkan dari dosa-dosa serta keselamatan dan kesehatan. Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan beberapa doa,
sepatutnya bagi orang yang menjenguk untuk berdoa dengan doa
tersebut, karena doa-doa tersebut bersumber dari al-ma'shum yang
telah diberi jawami al-kalim (kalimat yang ringkas lagi penuh hikmah),
yang tidak berucap dari hawa nafsu hanyalah berupa wahyu yang
diwahyukan kepadanya, diantara doa-doa beliau :
a. "Mudah-mudahan tidak apa-apa, mudah-mudahan
dapat mensucikan insya Allah".
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma : "bahwasanya nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallammasuk ke rumah salah seorang arab
badui dalam rangka menjenguknya. Ibnu Abbas berkata : “
Apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi rumah
orang yang sakit untuk menjenguknya beliau berkata : " Mudah-
mudahan tidak apa-apa, mudah-mudahan dapat mensucikan dari
dosa insya Allah".
Maka Nabi berkata kepadanya : “ Mudah-mudah tidak apa-apa,
mudah-mudahan dapat mensucikan dari dosa insya Allah. Arab
badui itu berkata : “ Engkau mengatakan dapat mensucikan?
Sekali-kali tidak, bahkan dia adalah demam yang ditakuti – atau
yang bergejolak – atas orang tua renta , dan membuatnya
diusung kekubur.
Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Alangkah
baiknya jikalau begitu"31.
30 HR. Muslim (919), Muslim (25958), At-Tirmidzi (977) An-Nasaa'I (1825) dan Ibnu Majah (1447).31 HR. Al-Bukhari (3616).
Ucapan beliau : "Mudah-mudahan tidak mengapa " yaitu bahwa
sakit itu dapat menggugurkan dosa kesalahan, maka apabila
mendapat kesehatan maka seseorang telah mendapat dua
faedah. Dan kalau saja tidak maka dia mendapat pahala
pengguguran dosa.
Dan perkataan beliau : "Mudah-mudahan dapat mensucikan
dosa" kedudukannya sebagai khabar dari mubtada' mahdzuuf.
Yaitu sakit yang mensucikan bagimu dari dosa-dosamu yaitu
sebagai pensuci, sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar32.
Ada beberapa faedah yang terkandung di dalam hadits ini yaitu
bahwa seyogyanya bagi orang yang sakit agar menerima doa
kebaikan orang lain untuknya, dan jangan sampai menggerutu
dari doa kebaikan untuk mensucikan dari mereka untuknya
dengan doa pensucian dari dosa-dosanya sebagaimana keadaan
Arab badui tadi yang ada di dalam hadits.
b. "Ya Allah Sembuhkanlah ….Fulan" Sekali – Atau Tiga
Kali.
Doa ini terdapat di dalam hadits Sa'ad bin Abi Waqqash, ketika
Rasulullah menjenguknya ketika dia dalam keadaan sakit, dan
dalam hadits tersebut : " Kemudian Nabi meletakkan tangannya
di atas kening beliau kemudian mengusap tangannya di atas
wajah dan perutku kemudian berkata : “ Ya Allah sembuhkanlah
Sa'ad ..." Dan dalam riwayat Muslim : " Ya Allah sembuhkanlah
Sa'ad Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad sampai tiga kali"33.
Ibnul Jauzi berkata : “ Pada sabda beliau : "Ya Allah
sembuhkanlah Sa'ad" merupakan dalil atas disunnahkannya
mendoakan kesehatan/kesembuhan untuk orang yang sakit34.
32 Fathul Baari (10/124).33 HR. Al-Bukhari (5659), Muslim (1628) dan Ahmad (1443), dan At-Tirmidzi (2116), An-Nasaa'i (3616), Malik (1495) Ad-Darimi (3196) tanpa menyebutkan doa.34 Kasyful Musykil min hadits As-Shahihain (1/233) nomer (164).
c. "Saya Memohon Kepada Allah Yang Maha Agung
Penguasa Arsy Yang Agung Agar Berkenan
Menyembuhkanmu" Sebanyak Tujuh Kali.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam beliau bersabda: " Barang siapa yang menjenguk
orang yang sakit yang ajalnya belum hadir dan mengucapkan di
sisinya sebanyak tujuh kali : “ Saya memohon kepada Allah yang
maha agung penguasa Arsy yang agung agar berkenan
menyembuhkanmu. Niscaya Allah akan memberinya
kesembuhan dari penyakit tersebut"35.
d. "Ya Allah Sembuhkanlah Hambamu Yang Membunuh
Musuh UntukMu Dan Senantiasa Berjalan Menuju Shalat
[dalam riwayat yang lain : Berjalan Menuju Jenazah Yang
Hendak Dikubur]"
Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, dia berkata : Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Apabila seseorang
datang menjenguk orang yang sakit hendaknya dia
mengucapkan : Ya Allah sembuhkanlah hambamu yang
membunuh musuh untukMu dan senantiasa berjalan menuju
shalat " Dalam riwayat Abu Daud : " atau yang berjalan
kepadamu menuju jenazah yang akan dikubur"36.
12. Meletakkan Tangan Di Atas Tubuh Orang Yang Sakit :
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk agar meletakkan di
atas jasad orang yang sakit dan mendoakannya. Meneladani
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan terkadang
meletakkan tangan ini ada pengaruh di dalam meringankan sakit
atau menghilangkannya secara keseluruhan, akan tetapi tidak
35 HR. Ahmad (2138), At-Tirmidzi (2083) dan Abu Daud (3106) dan lafazh ini dari beliau, dan Al-Albani menshahihkannya.36 HR. Ahmad (6564) dan lafazh hadits darinya, dan Abu Daud (3107) dan Al-Albani menshahihkannya.
mungkin untuk mengharuskan hal tersebut dikarenakan tidak
adanya nash-nash yang khusus didalam masalah tersebut ".
Ibnul Baththal berkata : “ Meletakkan tangan di atas tubuh orang
yang sakit adanya sikap menghibur baginya dan untuk
mengetahui seberapa parah sakitnya agar seseorang
mendoakan kesembuhan untuknya sesuai sakitnya yang
nampak. Mungkin saja seseorang merukyahnya dengan
tangannya dan mengusap di atas tempat yang sakit dengan
rukyah yang dapat memberi manfaat kepada orang yang sakit,
apabila yang menjenguk adalah orang yang shalih “.
Saya katakan (Ibnu Hajar): “ Terkadang orang yang menjenguk
mengetahui pengobatan dan mengetahui penyakit sehingga dia
dapat menerangkannya pengobatan yang sesuai bagi orang
yang sakit sesuai dengan penyakitnya itu37.
Dan penyebutan tentang peletakan tangan Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang mulia datang di beberapa hadits. Di dalam
hadits Sa'ad bin Abi Waqqash yang telah dikemukakan didepan :
" Kemudian Nabi meletakkan tangannya di atas keningnya,
kemudian mengusapkan tangannya di atas wajah dan perut saya
kemudian mengucapkan : Ya Allah sembuhkanlah Sa'ad…..al-
hadits".
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata : " Apabila
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk orang yang
sakit beliau meletakkan tangannya di atas tempat yang terasa
sakit kemudian mengucapkan : Bismillah"38.
13. Meruqyah Orang Yang Sakit :
Disunnahkan bagi orang yang menjenguk untuk meruqyah
(menjampi) orang yang sakit, sebagaimana Nabi Shallallahu
37 Fathul Baari (10/126).38 Ibnu Hajar berkata di dalam Al-Fath (10/126) : Abu Ya'la mengeluarkannya dengan sanad yang hasan.
‘alaihi wa sallam telah melakukannya, terlebih lagi apabila orang
yang menjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shaleh.
Dikarenakan ruqyah orang seperti ini lebih bermanfaat daripada
orang yang selainnya, sebab keshalehan mereka dan
ketakwaannya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meruqyah sebagian
orang yang sakit dari keluarganya dan dari selain keluarganya,
dan beliau membolehkan kepada sebagian sahabatnya atas
ruqyah mereka, kami akan bawakan diantara ruqyah tersebut
apa yang dapat kami sebutkan berikut ini, diantaranya adalah :
a. Ruqyah Dengan Al-Mu'awwidzat.
Dari Aisyah Ummul Mu'minin radhiallahu anha, dia berkata : "
Apabila salah seorang dari keluarga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam sakit, beliau meniupkan39 kepadanya dari al-
mu'awwidzat40…..al-hadits"41.
b. Ruqyah dengan Fatihatul Kitab.
Tentang hal ini ada kisah yang terjadi pada Abu Sa'id Al-Khudri
radhiallahu ‘anhu bersama pemimpin satu kaum yang terkena
sengatan berbisa. Lalu Abu Sa'id radhiallahu ‘anhu
meruqyahnya dengan fatihatul kitab, kemudian Abu Sa'id diberi
sepotong kambing, namun beliau enggan untuk menerimanya
dan berkata : “ Sampai saya sebutkan hal itu kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka datanglah dia kepada Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyebutkan hal itu kepada
39 An-Nafats : lebih sedikit daripada At-Tafl, karena At-Tafl terjadi ada kecuali ada bersamanya sesuatu dari ludah, dan An-Nafats : sesuatu yang menyerupai An-Nafakh. Beliau mengatakannya di dalam lisanul arab (2/195) Bahasan : ث ف ن40 Al-Hafizh berkata : yang dimaksudkan dengan Al-Mu'awwidzat adalah surat qul a'udzu birabbil falaq, qul a'udzu birabbin naas, dan menggabungkan entah itu dengan tinjauan bahwa yang paling sedikit dari bentuk jamak adalah dua, ataukah dengan tinjauan bahwa yang dimaksudkan dengan kalimat-kalimat yang ada dari kedua surat tersebut, dan adanya kemungkinan bahwa yang dimaksudkan dengan Al-Mu'awwidzat adalah kedua surat ini bersama dengan surat Al-Ikhlash dan yang demikian itu dimaksudkan secara muthlaq menurut kebiasaan, dan ini yang dijadikan sandaran. Fathul Bari (7/738).41 HR. Al-Bukhari (5748), Muslim (2192) dan lafazh hadits ini ada pada periwayatan beliau, Ahmad (23207), Abu Daud (3902), Ibnu Majah (3529) dan Malik (1755).
beliau, beliau berkata : “ Wahai rasulullah, demi Allah tidaklah
saya meruqyah kecuali dengan fatihatul kitab, beliau tersenyum
dan berkata : "Bagaimana engkau bisa tahu bahwa surat itu
adalah ruqyah?" kemudian beliau berkata : “Ambillah pemberian
itu dari mereka, dan bagikan satu bagian untukku bersama
kalian"42.
c. Meruqyah dengan "hilangkanlah kesusahan, wahai
rabb manusia, sembuhkanlah engkaulah penyembuh
tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dariMu,
kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit"
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha, " Apabila Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mendatangi orang yang sakit atau didatangkan
kepadanya orang yang sakit, beliau mengucapkan : “
Hilangkanlah kesusahan wahai Rabb manusia sembuhkanlah,
engkaulah penyembuh tidak ada kesembuhan kecuali
kesembuhan darimu, kesembuhan yang tidak menyisakan
penyakit" adapun pada riwayat dari Muslim : " Apabila beliau
mendapati salah seorang dari kami mengeluh sakit beliau
mengusapnya dengan tangan kanannya kemudian mengucapkan
: " Hilangkanlah kesusahan wahai Rabb manusia… al-hadits"43.
d. Ruqyah dengan "dengan nama Allah saya
meruqyahmu, dari segala sesuatu yang mengganggumu,
dari kejahatan setiap jiwa atau mata yang hasad, Allah
yang menyembuhkanmu, dengan nama Allah saya
meruqyahmu".
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu : " Bahwa Jibril datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata : wahai
Muhammad apakah kamu mengeluh sakit? Beliau berkata : “ Iya
“.
42 HR. Al-Bukhari (2276), Muslim (2201) dan lafazh ini sesuai lafazh riwayat beliau, Ahmad (10686), Abu Daud (3418) dan Ibnu Majah (2156).43 HR. Al-Bukhari (5675), Muslim (2191), Ahmad (24317) dan Ibnu Majah (3520).
Jibril mengucapkan : “ Dengan nama Allah saya meruqyahmu
dari segala sesuatu yang mengganggumu, dari kejahatan jiwa
atau mata yang hasad, Allah yang menyembuhkanmu, dengan
nama Allah saya meruqyahmu " 44.
e. Ruqyah dengan bacaan "dengan nama Allah tanah
negeri kami dengan ludah sebagian dari kami dapat
menyembuhkan penyakit kami dengan izin rabb kami".
Dari Aisyah radhiallahu ‘anha : " Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah mengucapkan kepada orang yang sakit :
Dengan nama Allah tanah negeri kami dengan ludah sebagian
dari kami dapat menyembuhkan penyakit kami dengan izin Rabb
kami" Lafazh dari riwayat Muslim : " Apabila seseorang mengeluh
ada sesuatu darinya ataukah ada bisul atau luka, beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya dengan jarinya
seperti ini. Sufyan meletakkan jari telunjuknya di atas tanah
kemudian mengangkatnya : " Dengan nama Allah, tanah negeri
kami dengan ludah sebagian dari kami dapat menyembuhkan
penyakit kami dengan izin Rabb kami"45. An-Nawawi berkata : “
Makna hadits ini: bahwa beliau mengambil dari ludahnya sendiri
di atas jari telunjuknya, kemudian meletakkannya di atas tanah
dan melekatkan sesuatu dengan jari tersebut dari tanah dan
mengusap dengan tanah di atas tempat luka atau penyakit dan
mengucapkan doa dalam keadaan mengusap wallahu a'lam 46.
Catatan penting : sebagian manusia ketika menziarahi orang
yang sakit sangat bersemangat untuk menyertakan seikat
bunga mawar yang dia berikan kepada orang yang sakit, dan
sebagian lainnya menuliskan padanya ungkapan-ungkapan dan
harapan-harapan kesembuhan yang segera dan yang semisal ini,
dan hal ini menurut mereka lebih utama apa diberikan kepada
44 HR. Muslim (2186), Ahmad (11140), At-Tirmidzi (972) dan Ibnu Majah (3523).45 HR. Al-Bukhari (5745), Muslim (2194), Ahmad (24096), Abu Daud (3895) dan Ibnu Majah (3521).46 Syarah Shahih Muslim jilid ke tujuh (14/151).
orang sakit. Sedangkan sebagian besar diantara kaum manusia
mengetahui bahwa taqlid (ikut-ikutan) ini datangnya negeri
orang-orang Nashara, yang mana kita dilarang bertasyabbuh
(menyerupakan diri) dengan mereka, dan bertasyabbuh kepada
orang-orang Yahudi dan Nashara merupakan perkara yang
diharamkan.
Maka sangat mengherankan keadaan mereka yang
menggantikan doa pensucian dosa, rahmat, ampunan dan
kesehatan bagi orang yang sakit dengan ungkapan-ungkapan
kosong, dan harapan-harapan yang tidak dapat mempercepat
dan tidak pula mengakhirkan! Dan menggantikan ruqyah (jampi)
yang syar'i dari ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits Nabi
dengan seikat bunga mawar yang mungkin dapat layu sehari
atau dua hari setelahnya! Ya Allah tunjukkanlah kami jalanMu
yang lurus bukan jalannya orang-orang yang dimurkai dan bukan
pula orang-orang yang sesat. Amin.
14. Mentalqin (menuntun) Orang Yang Sakit
Mengucapkan Syahadat Apabila Ajal Menjemputnya Dan
Menutupkan Kedua Matanya Serta Mendoakan Kebaikan
baginya Apabila Telah Mati :
Ketika ajal orang yang sakit semakin dekat dan tanda-tanda
kematian telah nampak atasnya, maka disunnahkan bagi orang
yang menjenguknya untuk mengingatkan bagi orang yang sakit
akan rahmat Allah luas dan agar jangan dia putus asa dari
rahmat tersebut, berdasarkan hadits Jabir radhiallahu ‘anhu dia
berkata : “Saya mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
tiga hari sebelum kematiannya beliau berkata : " Janganlah salah
seorang dari kalian mati kecuali dia berbaik sangka kepada Allah
Azza wa Jalla"47.
47 HR. Muslim (2877), Ahmad (13711), Abu Daud (3113) dan Ibnu Majah (4167).
Para Ulama berpendapat : Makna berbaik sangka kepada Allah -
Ta'ala- : Seseorang menyangka bahwa Allah akan merahmatinya
dan memaafkannya, An-Nawawi yang mengucapkanya48.
Dan juga disunnahkan baginya untuk menalqin (menuntun)
untuk mengucapkan syahadat dengan lemah lembut. Dari Abu
Sa'id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu dia berkata : Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Talqinkanlah
(tuntunkanlah) orang yang akan mati diantara kalian kalimat Laa
ilaaha illallaah"49.
An-Nawawi berkata : “ Perintah mentalqin (menuntun) ini adalah
perintah yang bersifat sunnah, dan para ulama telah sepakat
akan disyariatkannya talqin ini dan mereka memakruhkan kalau
terlalu sering dilakukan kepada orang yang sakit dan terus
menerus agar jangan sampai berkeluh kesah dengan
keadaannya yang tertekan dan beratnya penderitaannya
sehingga dia membencinya di dalam hati dan mengucapkan
ucapan yang tidak layak.
Para ulama berpendapat : “ Apabila orang yang sakit telah
mengucapkannya sekali, jangan dipaksa untuk mengulanginya
kecuali kalau dia mengucapkan perkataan yang lain setelahnya
maka dia diminta untuk mengulanginya lagi agar syahadat
tersebut menjadi akhir dari perkataannya50.
Dan apabila orang yang sakit itu mati maka disunnahkan bagi
orang yang menghadiri kematiannya untuk memejamkan kedua
matanya dan mendoakan kebaikan untuknya, berdasarkan
hadits Ummu Salamah radhiallahu ‘anha dia berkata : “
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk kepada Abu
Salamah dan pandangannya telah menatap keatas, maka beliau
48 Syarah Muslim karya An-Nawawi jilid ke sembilan (17/176).49 HR. Muslim (916), Ahmad (10610) At-Tirmidzi (976), An-Nasaa'i (1826) Abu Daud (3117) dan Ibnu Majah (1445).50 Syarah shahih Muslim jilid ke tiga (6/183).
memejamkannya, kemudian bersabda : " Sesungguhnya ruh
apabila telah digenggam pandangan mata akan mengikutinya".
Orang-orang dari keluarganya pun histeris, maka beliau
bersabda : " Janganlah kalian mendoakan kejelekan atas diri-diri
kalian kecuali dengan doa yang baik. Sesungguhnya malaikat
mengaminkan atas apa yang kalian katakan" Kemudian beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : " Ya Allah berilah
ampunan kepada Abu Salamah, angkatlah derajatnya bersama
orang-orang yang mendapat hidayah, dan gantikanlah pada
anak keturunannya bersama orang-orang yang masih tersisa,
berikanlah ampunan kepada kami dan kepadanya wahai Rabb
semesta alam, lapangkanlah baginya di dalam kuburnya, dan
berikanlah baginya cahaya di dalamnya"51.
51 HR. Muslim (920) dan lafazh hadits ini ada padanya, dan Ahmad (26003), Ibnu Majah (3118) dan Ibnu Majah (1454).