bab i

32
BAB I PENDAHULUAN Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani yang berarti Ana adalah jauh dari dan phylaxis adalah perlindungan. Jadi menurut bahasa, Anaphylaxis berarti menghilangkan perlindungan. Definisi dari anafilaksis sendiri adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastrointestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Tahun 2641 SM Raja Menes, seorang Pharao meninggal mendadak tidak lama setelah disengat tawon. Tahun 1902, Richet dan Portier menemukan fenomena yang sama, mereka menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang dengan ekstrak yang sama anjing itu mendadak mati. Fenomena ini mereka sebut aldquo yang berarti anaphylaxis. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas yang merupakan suatu reaksi anafilaksis yang dapat berujung pada syok anafikaktik.

Upload: hasanah24

Post on 10-Feb-2016

216 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kjkjkjkk

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Anaphylaxis berasal dari bahasa Yunani yang berarti Ana adalah jauh dari dan

phylaxis adalah perlindungan. Jadi menurut bahasa, Anaphylaxis berarti menghilangkan

perlindungan. Definisi dari anafilaksis sendiri adalah reaksi alergi umum dengan efek pada

beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan dan gastrointestinal yang

merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya

sudah tersensitisasi.

Tahun 2641 SM Raja Menes, seorang Pharao meninggal mendadak tidak lama setelah

disengat tawon. Tahun 1902, Richet dan Portier menemukan fenomena yang sama, mereka

menginjeksi anjing dengan ekstrak anemon laut, setelah beberapa lama diinjeksi ulang

dengan ekstrak yang sama anjing itu mendadak mati. Fenomena ini mereka sebut aldquo

yang berarti anaphylaxis. Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi

kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas yang merupakan

suatu reaksi anafilaksis yang dapat berujung pada syok anafikaktik.

 Reaksi anafilaksis merupakan reaksi alergi akut sistemik dan termasuk reaksi

Hipersensivitas Tipe I pada manusia dan mamalia pada umumnya yang berpotensial fatal dan

menimbulkan reaksi pada multiorgan yang disebabkan oleh dilepasnya mediator-mediator

inflamasi dari mast cells dan basofil. Reaksi ini harus dibedakan dengan reaksi anafilaktoid.

Gejala, terapi, dan risiko kematiannya sama tetapi degranulasi sel mast atau basofil terjadi

tanpa keterlibatan atau mediasi dari IgE.

 Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk dengan mortalitas sebesar 1-3

tiap satu juta penduduk. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian

Page 2: BAB I

dilaporkan 2 kasus tiap 10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami

peningkatan 2 kali lipat pada tahun 2006.

 Di Amerika Serikat, kematian akibat reaksi anafilaksis sistemik kira-kira 1500-2000

kematian per tahun. Kasus nonfatal lebih sering muncul, yakni sekitar 0,2 % dari populasi

setiap tahunnya. Prevalensi kunjungan ke bagian kegawatdaruratan kira-kira 2 per 10.000

penduduk sampai 5 per 10.000 penduduk.

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2. 1. Definisi

Secara harafiah, anafilaksis berasal dari kata ana yang berarti balik dan phylaxis yang

berarti perlindungan. Dalam hal ini respons imun yang seharusnya melindungi (prophylaxis)

justru merusak jaringan, dengan kata lain kebalikan dari pada melindungi (anti-phylaxis atau

anaphylaxis).

  Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh

Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan

arteri yang menurun hebat. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu reaksi antigen-antibodi yang

timbul segera setelah suatu antigen yang sensitif masuk dalam sirkulasi. Syok

anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinis dari anafilaksis yang merupakan syok

distributif, ditandai oleh adanya hipotensi yang nyata akibat vasodilatasi mendadak pada

pembuluh darah dan disertai kolaps pada sirkulasi darah yang dapat menyebabkan terjadinya

kematian.

2. 2. Epidemiologi

Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa angka

kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak akibat

penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah 60 menit

penggunaan obat.

Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka kematian dari kasus anafilaksis

dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis pada tahun 2005 dan mengalami

peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4 kasus/10.000 total pasien anafilaksis.

Page 4: BAB I

2.3. Etiologi

Reaksi anafilaksis terjadi ketika sistem imun tubuh berekasi dengan antigen yang

dianggap sebagai penyerang atau benda asing oleh tubuh. Sel darah putih kemudian

memproduksi antibodi dalm hal ini adalah IgE yang bersirkulasi pada peredaran darah dan

bereaksi dengan benda asing yang masuk. Perlekatan antigen-antobodi ini merangsang

pelepasan mediator-mediator seperti histamin dan menyebabkan berbagai reaksi dan gejala

pada berbagai organ dan jaringan.

Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah

makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan kacang-

kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang biasanya

menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan anafilaksis

seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan otot, aspirin, NSAID,

opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras intravena, transfusi darah, latihan

fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan anafilaksis.

Tabel 2.1 Mekanisme dan Obat Pencetus Anafilaksis

Anafilaksis (melalui IgE)

Antibiotik (penisilin, sefalosporin)

Ekstrak alergen (tawon, polen)

Obat (glukokortikoid, thiopental, suksinilkolin)

Enzim (kemopapain, tripsin)

Serum heterolog (antitoksin tetanus, globulin antilimfosit)

Protein manusia (insulin, vasopresin, serum)

Anafilaktoid (tidak melalui IgE)

Zat pelepas histamin secara langsung

Obat (opiat, vankomisin, kurare)

Cairan hipertonik (media radiokontras, manitol)

Obat lain (dekstran, fluoresens)

Aktivasi komplemen

Page 5: BAB I

Protein manusia (imunoglobulin dan produk darah lainnya)

Bahan dialisis

Modulasi metabolisme asam arakidonat

Asam asetilsalisilat

NSAIDs

Tabel 2.2. Faktor Penyebab Anafilaktik 9,10,11

Alergen Penyebab Anafilaksis

Makanan Krustasea:Lobster, udang dan kepitingMoluska  : kerangIkanKacang-kacangan dan biji-bijianBuah beriPutih telurSusuDan lain-lain

Obat Hormon : Insulin, PTH, ACTH, Vaso-presin, RelaxinEnzim    : Tripsin,Chymotripsin, Penicillinase, As-paraginaseVaksin dan DarahToxoid   : ATS, ADS, SABUAEkstrak alergen untuk uji kulitDextranAntibiotika: Penicillin,Streptomisin,Cephalosporin,Tetrasiklin,Ciprofloxacin,Amphotericin B, Nitrofurantoin.Agen diagnostik-kontrasVitamin B1, Asam folatAgent anestesi: Lidocain, Procain,Lain-lain: Barbiturat,  Diazepam, Phenitoin,  Protamine,  Aminopyrine, Acetil  cystein , Codein, Morfin, Asam salisilat dan HCT

Bisa serangga

Lebah Madu, Jaket kuning, Semut api Tawon (Wasp)

Lain-lain Lateks, Karet, Glikoprotein seminal fluid

2.4 Patofisiologi Syok Anafilaktik

Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe I (immediate type reaction)

oleh Coombs dan Gell (1963), timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen.

Page 6: BAB I

Anafilaksis diperantarai melalui interaksi antara antigen dengan IgE pada sel mast, yang

menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Reaksi ini terjadi melalui 2 fase:

1. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya

dengan reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil.

2. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang sama

dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan ditangkap

oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada Limfosit T,

dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi Limfosit B

berproliferasi menjadisel Plasma (Plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig E spesifik untuk

antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel Mast (Mastosit) dan basofil.

Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan

reaksi pada paparan ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh.

Alergen yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera

yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa

bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed mediators.

Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel

yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu

setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase Efektor adalah waktu

terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator yang dilepas mastosit

atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan

efek bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan

edema, sekresi mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan

Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos.

Page 7: BAB I

Gbr. 2.1. Patofisiologi syok anafilaktik

2. 5. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari

reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah

terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar

dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.

Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen, yang dapat terjadi pada satu atau

lebih organ target, Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih

dalam mulut, gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak,

mual, pusing, lemas dan sakit perut.

Gejala yang timbul pada organ ialah:

a. Kardiovaskuler

Dapat terjadi sentral maupun perifer. Gangguan pada sirkulasi perifer dapat dilihat

dari pucat dan ekstremitas dingin. Selain itu kurangnya pengisian vena perifer lebih

bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Dapat pula terjadi tekanan darah

rendah, vena perifer kolaps, palpitasi, takikardi, hipotensi, aritmia, penurunan volume

efektif plasma, nadi cepat dan halus sampai tidak teraba, renjatan, pingsan, pada EKG

Page 8: BAB I

dapat ditemukan aritmia, T mendatar atau terbalik, irama nodal, fibrilasi ventrikel sampai

asistol.

b. Respirasi

Dapat terjadi pernapasan cepat dan dangkal, rhinitis, bersin, gatal dihidung, batuk,

sesak, mengi, stridor, suara serak, gawat napas, takipnea sampai apnea, kongesti hidung,

edema dan hiperemi mukosa, obstuksi jalan napas, bronkospasme, hipersekresi mukus,

wheezing dispnea, dan kegagalan pernafasan.

c. Gastrointestinal

Kram perut karena kontraksi dan spasme otot polos intestinal. Mual, muntah, sakit perut,

diare.

d. Kulit

Pruritus, urtikaria, angioedema, eritema.

e. Mata

Gatal, lakrimasi, merah, bengkak.

f. Susunan saraf pusat

Disorientasi, halusinasi, rasa logam, kejang, koma.

g. Sistem saluran kencing

Produksi urin berkurang.

Selain beberapa gangguan pada beberapa sistem organ, Manifestasi klinik syok

Anafilaksis masih dibagi dalam derajat berat ringannya, yaitu sebagai berikut:

a. Ringan

1. Kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak dimulut dan tenggorok.

2. Kongesti hidung, pembengkakan periorbital, pruritus, bersin-bersin, mata berair.

3. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama setelah pemajanan.

b. Sedang

Page 9: BAB I

1. Dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan edema

jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi.

2. Wajah kemerahan, hangat, ansietas dan gatal-gatal.

3. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.

c. Berat/parah

1. Awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-gejala yang sama

seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat ke arah

bronkospame, edema laring, dispnea berat dan sianosis.

2. Disfagia, keram pada abdomen, muntah, diare dan kejang-kejang.

3. Henti jantung dan koma jarang terjadi.

2. 6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat membantu menentukan

diagnosis, memantau keadaan awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk memonitor

hasil pengobatan serta mendeteksi komplikasi lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat

normal atau meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali menunjukkan nilai

normal. Pemeriksaan lain yang lebih bermakna yaitu IgE spesifik dengan

RAST (radioimmunosorbent test) atau ELISA (Enzym Linked Immunosorbent Assay test ),

namun memerlukan biaya yang mahal.

  Pemeriksaan secara invivo dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu

dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji intrakutan atau intradermal yang

tunggal atau berseri (skin end-point titration/ SET). Pemeriksaan lainnya antara lain analisa

gas darah, elektrolit, dan gula darah, tes fungsi hati, tes fungsi ginjal, feses lengkap,

elektrokardiografi, rontgen thorak, dan lain-lain.

Page 10: BAB I

2.7. Diagnosis

kriteria dari Syok Anafilaksis sebagai berikut :

1. Secara tiba-tiba onsetnya dan progresi yang cepat dari gejala

- Pasien terlihat baik atau tidak baik

- Kebanyakan reaksi terjadi dalam beberapa menit, jarang reaksi terjadi lebih

lambat dari onset

- Waktu onset reaksi anfilaksis tergantung tipe trigger. Trigger intravena akan lebih

cepat onsetnya daripada sengatan, dan cenderung disebabkan lebih cepat onsetnya

dari trigger ingesti oral.

- Pasien biasanya cemas dan dapat mengalami “sense of impending”

2. Life-threatening Airway and/or Breathing and/or Circulation Problems

Pasien dapat mengalami masalah A atau B atau C atau kombinasinya.

Airway Problem :

- Pembengkakan jalan nafas seperti tenggorokan dan lidah membengkak

(faring/laring edem). Pasien sulit bernafas dan menelan dan merasa tenggorokan

tertutup.

- Suara Hoarse

- Stridor, tingginya suara inspirasi karena saluran nafas atas yang mengalami

obstruksi.

Breathing Problems :

- Nafas pendek, pengingkatan frekuensi nafas

- Wheezing

- Pasien menjadi lelah

- Kebingungan karena hipoksia

- Sianosis (muncul biru), ini biasanya pada late sign

Page 11: BAB I

- Respiratory arrest

Circulation problem

- Tanda syok, pucat, berkeringat.

- Peningkatan frekuensi nadi (takikardi)

- Tekanan darah rendah (hipotensi), merasa ingin jatuh (dizziness), kolaps.

- Penurunan tingkat kesadaran atau kehilangan kesadaran

- Anafilaksi dapat menyebabkan iskemik myokardial dan ECG berubah walaupun

individu dengan normal arteri kononer.

- Cardiac arrest

3. Perubahan Kulit dan/atau Mukosa

Sering muncul gambaran pertama dan muncul lebih dari 80% dari reaksi anafilaksis.

- Dapat berlangsung halus atau secara dramatis.

- Mungkin hanya perubahan kulit, hanya perubahan mukosa, atau keduanya

- Mungkin eritema setengahnya atau secara general, rash merah.

- Mungkin urtikaria yang muncul dimana saja pada tubuh, berwarna pucar, merah

muda, atau merah dan mungkin menunjukan seperti sengatan.

- Angioedema mungkin seperti urtikaria tetapi termasuk pada jaringan lebih dalam

sering pada kelopak mata dan bibir, kadang pada mulut dan tenggorokan.

2. 8. Diagnosis Banding

Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti:

1.   Urtikaria

Urtikaria akut biasanya berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari (kurang dari

6 minggu) dan umumnya penyebabnya dapat diketahui. Urtikaria kronik, yaitu urtikaria

Page 12: BAB I

yang berlangsung lebih dari 6 minggu, dan urtikaria berulang biasanya tidak diketahui

pencetusnya dan dapat berlangsung sampai beberapa tahun.

2. Reaksi vasovagal

Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak

pingsan, pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada

reaksi vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya

turun tetapi masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.

3.  Infark miokard akut

Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa

penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda

obstruksi saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.

4.  Reaksi hipoglikemik

Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain.

Pasien tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-

kadang menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan

pada reaksi anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.

5.  Reaksi histeris

Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau

sianosis. Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-

tanda diatas dijumpai pada reaksi anafilaksis.

6.  Carsinoid syndrome

Pada sindrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,

serangan sesak napas seperti asma.

7.  Chinese restaurant syndrome

Page 13: BAB I

Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa

menit setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1 gr, bila penggunaan lebih dari 5 gr bisa

menyebabkan asma. Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak

berbeda nyata dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.

8. Asma bronkial

Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang

berbunyi ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas

fisik, dan makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.

9.  Rhinitis alergika

Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung

yang hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama

di udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.

2.9. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan syok anafilaktik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :

1. Posisikan pasien

Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari

kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah

jantung dan menaikkan tekanan darah. Posisi terlentang dengan kaki lebih tinggi mungkin

membantu, kecuali pada kondisi terlarang, misalnya dispnea atau emesis. Konsultasi dini

dengan anestesi sangatlah dianjurkan.

2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:

A. Airway (membuka jalan napas)

Jalan napas harus dijaga tetap bebas dan dipastikan tidak ada sumbatan sama

sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak

jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala,

penarikan mandibula ke anterior, dan membuka mulut. Pada syok anafilaktik yang

disertai udem laring, dapat terjadi obstruksi jalan napas total atau parsial. Pertimbangkan

Page 14: BAB I

intubasi elektif awal untuk pasien dengan suara serak yang signifikan dan edema lingual

atau orofaringeal. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong

dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. Pada

pasien pediatri, intubasi mungkin secara teknis sulit, menambah juga beratnya edema.

Oleh karena itu, intubasi dengan sedasi dapat dibenarkan.

B. Breathing support

Pasien harus ditempatkan pada monitor kardiopulmonari terus menerus, termasuk

oksimetri. Jika jalan napas sudah memadai, oksigen harus diberikan melalui masker

wajah nonrebreather dengan dosis 12 sampai 15 L / menit pada awalnya, kemudian

dikurangi sesuai dengan kebutuhan.

C. Circulation support

Cairan kristaloid harus diberikan lebih awal, sebelum pemberian obat anafilaktik. Pada

pasien anak, sebuah bolus cepat 20 ml / kg harus diberikan dan diulang seperlunya,

sedangkan pada dewasa dapat diberikan 500-1000 ml. Pemberian cairan akan meningkatkan

tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara

larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan

kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada

dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan

kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat

kehilangan cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,

dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma.

Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa

melepaskan histamin.

3. Pemberian epinefrin

Administrasi langsung dengan dosis epinefrin yang memadai sangat penting untuk

mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien. Meskipun epinefrin memiliki indeks terapeutik

yang sempit (rasio risiko-manfaat), epinefrin mempunyai efek a1, b1, b2 agonis yang penting

Page 15: BAB I

dalam membalikan gejala anafilaksis. Efek agonis a1 penting terhadap resistensi pembuluh

darah perifer meningkat, yaitu dengan menciptakan vasokonstriksi dan mengurangi edema

mukosa. Peningkatan inotropi dan kronotropi merupakan efek agonis b1. Stimulasi dari

reseptor b2 menyebabkan bronkodilatasi dan penurunan pelepasan mediator sel mast dan

basofil.

Secara historis, rute administrasi epinefrin subkutan administrasi disarankan. Namun,

penelitian telah menyimpulkan bahwa, baik anak-anak dan orang dewasa, rute intramuskular

lebih unggul dibandingkan rute subkutan dalam mencapai kadar konsentrasi plasma puncak,

lebih cepat dan kadarnya lebih tinggi. Hal ini mungkin akibat penurunan perfusi kulit dalam

upaya untuk mempertahankan tekanan darah sistemik selama proses anafilaksis. Epinefrin

konsentrasi 1:1000 digunakan untuk pemberian secara intramuskular dengan dosis 0,01 mg /

kg (0,01 ml / kg), dengan dosis maksimum 0,3 mg sekitar (0,3 ml). Jika dosis awal tidak

efektif, mungkin harus diulang pada interval 5 hingga 15 menit. Dosis dewasa dapat

diberikan langsung 0,3-0,5 mg. Solusi 1:1000 tidak diindikasikan untuk penggunaan

intravena.

Epinefrin inhalasi sebaiknya tidak diberikan sebagai pengganti epinefrin intramuskular

dalam manajemen akut anafilaksis pada anak-anak. Peneliti menetapkan bahwa anak-anak

tidak efektif pada menghirup jumlah yang cukup dari epinefrin menggunakan inhaler dosis

terukur meskipun pelatihan ahli. Sebagai alternatif untuk injeksi intramuskular, rute

sublingual administrasi epinefrin-baru ini telah diselidiki dengan menggunakan model

kelinci. Meskipun hasil yang menjanjikan, ada data yang cukup untuk merekomendasikan

penggunaan rutin dalam pengobatan anafilaksis pada manusia.

Tabel 2.3 Dosis Adrenalin

Usia Dosis Adrenalin

Dewasa 500 mikrogram im (0,5 ml)

Anak lebih dari 12 tahun 500 mikrogram im (0,5 ml)

Page 16: BAB I

Anak 6-12 tahun 300 mikrogram im (0,3 ml)

Anak kurang dari 6 tahun 150 krogram im (0,15 ml)

Jika hipotensi berlanjut, meskipun diberikan epinefrin, resusitasi cairan agresif, maka

epinefrin intravena harus diberikan. Pemberiannya adalah dengan solusi epinefrin 1:10.000

dengan dosis 0,01 mg / kg (0,1 ml / kg), dengan dosis maksimal 1 mg. Sebuah infus epinefrin

terus menerus mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah. Jika hipotensi

terus meskipun disebutkan di atas intervensi, vasopresin atau vasopressor potensial lainnya

(agonis a1) mungkin lebih efektif. 10,15

4. Obat tambahan

Pilihan kedua dari epinefrin atau terapi tambahan diantaranya adalah termasuk

antihistamin H1 dan H2 dan kortikosteroid. Adalah penting untuk menyadari bahwa

antihistamin memiliki onset yang lambat dan tidak dapat memblokir peristiwa yang terjadi

setelah pengikatan reseptor histamin. Administrasi antihistamin H1 dan H2 dalam kombinasi

telah dilaporkan lebih efektif dalam memperbaiki beberapa manifestasi anafilaksis daripada

antihistamin H1 saja. Diphenhydramine, antihistamin H1 generasi pertama, dapat diberikan

parenteral dan paling sering digunakan dalam pengelolaan anafilaksis.

Tabel 2.4 Dosis Klorfenamin

Usia Dosis

Dewasa atau >12 tahun 10 mg im atau iv pelan

6-12 tahun 5 mg im atau iv pelan

6 bulan hingga 6 tahun 2,5 mg im atau iv pelan

< 6 bulan 250 mikrogram/kg im atau iv pelan

Tabel 2.5 Dosis Steroid

Usia Dosis

Dewasa atau >12 tahun 200 mg im atau iv pelan

6-12 tahun 100 mg im atau iv pelan

6 bulan hingga 6 tahun 50 mg im atau iv pelan

< 6 bulan 25 mg im atau iv pelan

Page 17: BAB I

Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi

respons, dapat ditambahkan aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang

diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.15

Gambar 2.4 Algoritma penanganan syok anafilaktik

Terapi Cairan.

Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi

hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam

mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah

jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan

koloid tetap merupakan mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran

kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3-4 kali

dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan

terdapat kehilangan cairan 20-40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan

koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume

plasma.

Page 18: BAB I

Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam

melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial,

dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk meningkatkan tekanan

onkotik intravaskuler.

Observasi

Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim

ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka

penanganan penderita di tempat kejadian harus seoptimal mungkin sesuai dengan fasilitas

yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa

harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung. Kalau syok sudah

teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diobservasi dulu selama

selama 24 jam, 6 jam berturut-turut tiap 2 jam sampai keadaan fungsi membaik.

Hal-hal yang perlu diobservasi adalah keluhan, klinis (keadaan umum, kesadaran,

vital sign, dan produksi urine), analisa gas darah, elektrokardiografi, dan komplikasi karena

edema laring, gagal nafas, syok dan cardiac arrest. Kerusakan otak permanen karena syok dan

gangguan cardiovaskuler. Urtikaria dan angoioedema menetap sampai beberapa bulan, infark

miokard, aborsi, dan gagal ginjal juga pernah dilaporkan. Penderita yang telah mendapat

adrenalin lebih dari 2-3 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit.

Pencegahan

Pencegahan merupakan langkah terpenting dalam penetalaksanaan syok anafilaktik

terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Melakukan anamnesis riwayat alergi penderita

dengan cermat akan sangat membantu menentukan etiologi dan faktor risiko anafilaksis.

Individu yang mempunyai riwayat penyakit asma dan orang yang mempunyai riwayat alergi

terhadap banyak obat, mempunyai resiko lebih tinggi terhadap kemungkinan terjadinya syok

anafilaktik.

Page 19: BAB I

Dalam pemberian obat juga harus berhati-hati, encerkan obat bila pemberian dengan

jalur subkutan, intradermal, intramuskular, ataupun intravena dan observasi selama

pemberian. Pemberian obat harus benar-benar atas indikasi yang kuat dan tepat. Hindari obat-

obat yang sering menyebabkan syok anafilaktik. Catat obat penderita pada status yang

menyebabkan alergi. Jelaskan kepada penderita supaya menghindari makanan atau obat yang

menyebabkan alergi. Hal yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk

mengantisipasi reaksi anfilaksis serta adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.

Desensitisasi alergen spesifik adalah pencegahan untuk kebutuhan jangka panjang.

2.10. Prognosis

 Penanganan yang cepat, tepat, dan sesuai dengan prinsip kegawatdaruratan, reaksi

anafilaksis jarang menyebabkan kematian. Namun reaksi anafilaksis tersebut dapat kambuh

kembali akibat paparan antigen spesifik yang sama. Maka dari itu perlu dilakukan observasi

setelah terjadinya serangan anafilaksis untuk mengantisipasi kerusakan sistem organ yang

lebih luas lagi.

 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prognosis dari reaksi anafilaksis yang

akan menentukan tingkat keparahan dari reaksi tersebut, yaitu umur, tipe alergen, atopi,

penyakit kardiovaskular, penyakit paru obstruktif kronis, asma, keseimbangan asam basa dan

elektrolit, obat-obatan yang dikonsumsi seperti β-blocker dan ACE Inhibitor, serta interval

waktu dari mulai terpajan oleh alergen sampai penanganan reaksi anafilaksis dengan injeksi

adrenalin.

Page 20: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh

Immunoglobulin E (hipersensitivitas tipe I) yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan

arteri yang menurun hebat. Syok anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai

angka mortalitas yang sangat tinggi. Beberapa golongan alergen yang sering menimbulkan

reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, dan bisa atau racun serangga. Faktor yang

diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya anafilaksis, yaitu sifat alergen, jalur pemberian

obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan alergen. Anafilaksis dikelompokkan dalam

reaksi hipersensitivitas tipe I, terdiri dari fase sensitisasi dan aktivasi yang berujung pada

Page 21: BAB I

vasodilatasi pembuluh darah yang mendadak, keaadaan ini disebut syok anafilaktik.

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Gejala dapat dimulai dengan gejala

prodormal kemudian menjadi berat, tetapi kadang-kadang langsung berat yang dapat terjadi

pada satu atau lebih organ target.

Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang yang baik akan membantu seorang

dokter dalam mendiagnosis suatu syok anafilaktik. Penatalaksanaan syok anfilaktik harus

cepat dan tepat mulai dari hentikan allergen yang menyebabkan reaksi anafilaksis; baringkan

penderita dengan kaki diangkat lebih tinggi dari kepala; penilaian A, B, C dari tahapan

resusitasi jantung paru; pemberian adrenalin dan obat-obat yang lain sesuai dosis; monitoring

keadaan hemodinamik penderita bila perlu berikan terapi cairan secara intravena, observasi

keadaan penderita bila perlu rujuk ke rumah sakit. Pencegahan merupakan langkah terpenting

dalam penetalaksanaan syok anafilaktik terutama yang disebabkan oleh obat-obatan. Apabila

ditangani secara cepat dan tepat sesuai dengan kaedah kegawatdaruratan, reaksi anafilaksis

jarang menyebabkan kematian.