bab i - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78159/potongan/s1-2015... ·...
TRANSCRIPT
1
IBAB I PENDAHULUAN
I.1 Pengertian Judul
Merupakan penjelasan singkat tentang maksud dan pengertian judul
yang digunakan. Uraian ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian,
tipologi bangunan, lokasi dan pendekatan yang digunakan.
I.1.1 Pengertian Pusat Ritel Tematik Jones dan Simmons1, medefinisikan pusat ritel sebagai sekelompok ritel
yang beroperasi secara bersama-sama dan dikelola oleh suatu badan usaha.
Sedangkan pusat ritel tematik adalah pusat ritel yang memiliki beberapa
spesialisasi khusus dalam hal suasana yang ditawarkan (atmosfer) dan atau
barang yang dijual sehingga berbeda dengan pusat ritel pada umumnya
(traditional retail center)2.
I.1.2 Pengertian Arsitektur Pusaka Didalam modul pendahuluan Aksi Kota Pusaka3, Pengertian Pusaka
adalah; “… peninggalan masa lalu yang bernilai sejarah, mengandung kualitas
pemikiran, rencana dan pembuatannya, serta memiliki peran yang sangat
penting bagi keberlanjutan hidup manusia.” Sedangkan yang dimaksud
Arsitektur pusaka mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang cagar
budaya adalah; ”… susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda
buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak
berdinding, dan beratap.”
I.1.3 Pengertian Olah Desain Arsitektur Pusaka Merupakan sebuah upaya intervensi dan rekayasa desain pada
bangunan pusaka yang didasarkan pada kaidah-kaidah pelestarian pusaka
dimana fungsi pemanfaatan dan perilaku olah desain yang dilakukan sangat
tergantung kepada kondisi dan keunggulan spesifik masing-masing bangunan
pusaka. Hal ini mengacu pada UU nomor 11 tahun 2010 tentang hal adaptasi4.
I.1.4 Pengertian Pengembangan Ekonomi Dalam Arsitektur Pusaka Adalah upaya pemberdayaan bangunan pusaka dalam bentuk
pengunaan fisik maupun non fisik arsitektur pusaka dalam hal ekonomi
1 Jones, Ken dan Jim Simmons, Location Location Location : Analyzing the Retail Enviro-nment, , 1993 halaman 455. 2 Jones Lang LaSalle, Market Study Draft report , Joneslang LaSalle, Indonesia, 2013, halaman 28. Pada halaman tersebut di jelaskan spesifik secara teknis perbedaan dari Thematic Retail Center dan Traditional Retail Center. 3 Laretna T. Adishakti, Modul Pendahuluan Keunggulan dan Rencana Aksi Kota Pusaka, Laretna T. Adhisakti, Indonesia, 2013, Halaman 4 4 UU No 11 tahun 2010, Bab 1 tentang ketentuan umum poin 32 halaman 6, Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masakini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
2
untuk keberlangsungan dan kelestarian dari arsitektur pusaka. Hal tersebut
mengacu pada Perda DIY no. 11 Tahun 2005 tentang pengelolaan benda
cagar budaya dan kawasan cagar budaya. Bahwa bangunan pusaka dapat
dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tertentu termasuk untuk aktivitas ekonomi
sepanjang aktivitas tersebut tidak merusak bangunan cagar budaya tersebut.
I.1.5 Pengertian Pusat Ritel Tematik pada Arsitektur Pusaka di
Yogyakarta dengan Pendekatan pada Olah Desain dan
Pengembangan Ekonomi Arsitektur Pusaka
Adalah pengembangan pusat ritel tematik pada arsitektur pusaka yang
berbasis desain perancangan pelestarian pusaka untuk menjaga kelestarian
dari arsitektur pusaka dimasa mendatang. Desain perancangan yang
menghasilkan simbiosis mutualis yang dapat mendialogkan kebutuhan dan
kepentingan ekonomi dengan upaya pelestarian arsitektur pusaka yang
dianggap saling berlawanan.
I.2 Latar Belakang
Latar belakang merupakan kumpulan isu yang dianggap berhubungan
langsung dengan judul yang dipilih, kumpulan data-data pendukung yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Pada latar belakang ini dipaparkan
empat isu penting yang mendukung pemilihan judul. Ke empat isu tersebut
adalah, (1) Kota Yogyakarta sebagai kota sasaran investasi properti
komersial, (2) respon warga terhadap perkembangan kota Yogyakarta yang
sangat pesat, (3) pemasukan aset daerah (PAD) DIY dari sub sektor
pariwisata , dan (4) kondisi bangunan pusaka di Yogyakarta.
I.2.1 Yogyakarta Sebagai Kota Sasaran Investasi Properti Komersial Yogyakarta menempatkan dirinya sebagai kota dengan pertumbuhan
investasi properti komersial paling mengesankan didua tahun belakangan ini
di Indonesia5. Geliat pembangunan bangunan komersial seperti pusat
perbelajaan, apartemen, dan hotel terlihat begitu signifikan dibanding tahun-
tahun sebelumnya. Ada beberapa hal yang menempatkan Yogyakarta sebagai
incaran investasi tersebut. Yaitu (1) potensi dan keunggulan yang dimiliki
Yogyakarta6, sebagai (2) kota paling nyaman ditinggali di Indonesia7, dan
5 Hilda B Alexander, “Enam Kota Sasaran Investasi Properti “, property Kompas On line, diakses dari,http://properti.kompas.com/read/2013/05/27/1711091/Enam.Kota.Sasaran .Investasi.Properti, pada tang-gal 19 oktober 2013 pukul 13.27. “Colliers International Indonesia menilai, secara umum, bergairahnya properti di Yogyakarta didorong perekonomian yang terus bertumbuh. Hal ini mengundang minat para pengembang membangun dengan nilai investasi lumayan besar.” 6 Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah, Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri RI,”Keunggulan DI Yogyakarta”, Potensi Ekonomi Koridor Jawa, diakses dari, http://navperencanaan.com/appe/whypromotion/viewbyprovinsi ?prov_code=yogyakarta, pada tanggal 19 oktober 2013 pukul 13.48. Pada Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dijelaskan berbagai keunggulan dari daerah ini yakni sebagai City of Culture, Miniature of Indonesia, The Premier Tourist City in Java. 7 Heru Purwanto, “Yogyakarta Kota Ternyaman se-Indonesia”, Republika On line, Diakses dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/07/10/m6xp4n-yogyakarta-kota-ternyaman-seindonesia, pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 14.17. Sejak tahun 2009 , Kota Yogyakarta menduduki peringkat paling nyaman ditinggali di Indonesia. Pemeringkatan
3
(3) kota paling ramah investor di Indonesia, (kota peringkat pertama di
Indonesia bahkan peringkat kelima dari 183 kota dunia yang dinilai paling
ramah investasi8). Berdasarkan data dari Dinas Perijinan Kota Yogyakarta9,
pada tahun 2012-2013 jumlah hotel akan bertambah 64 hotel. Tidak hanya
hotel, perkembangan pesat juga terjadi pada bangunan pusat sentral bisnis
(PSB) seperti mal dan lifestyle center. Dari tiga hal tersebut, ada tiga kata
kunci yang menjadikannya Yogyakarta sebagai sasaran utama para investor
properti komersial yaitu, Yogyakarta mempunyai (1) potensi dan
keunggulan yang “istimewa”, (2) pengelola daerah yang ramah terdahap
investor, dan (3) suasana kota yang nyaman dan kondusif .
Gambar I.01. Kata Kunci Latar Belakang 1
I.2.2 Respon Warga Kota Terhadap Perkembangan Kota Yogyakarta
Warga Kota Yogyakarta memiliki respon yang tinggi terhadap pesatnya
pertumbuhan kota dengan berbagai cara dan sudut pandang. Secara umum,
perkembangan pesat Yogyakarta dirasakan warga sebagai perkembangan
yang kurang baik khususnya dalam perkembangan pembangunan bangunan
komersial . Warga Yogyakarta merasa bangunan-bangunan komersial seperti
hotel dan mall tidak kontekstual dan cenderung merusak tatanan sosial,
agama dan budaya yang sudah ada10. Bentuk respon warga dalam mengkritisi
perkembangan kota ini dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dengan
berunjuk rasa, menggelar kegiatan massa, sampai dengan kritik sosial
berwujud karya seni. Pada bulan Oktober 2013 bertepatan dengan ulang
tahun Kota Yogyakarta, diberbagai sudut kota muncul karya mural (wujud
tersebut dilakukan Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) yang menggunakan sembilan indikator. Diantaranya, tata ruang lingkungan, transportasi, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, infrastruktur, ekonomi, keamanan dan kondisi sosial. 8 Mierta Capaul, “Kota Terbaik Untuk saha”, BBC Indonesia.Diakses dari, http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2009/12/091215_citysurvei.shtml, pada tanggal 19 oktober 2013 pukul 14.49. Yogyakarta dinilai sebagai kota yang ramah untuk memulai usaha berdasarkan 3 indikator utama yang di tetapkan oleh International Finance (IFC ) dan bank dunia, yaitu kemudahan untuk memulai usaha, kemudahan mengurus izin mendirikan bangunan dan kemudahan pendaftaran properti. 9 Esa, “Komisi A Desak Walikota Yogya Segera Terbitkan Perwal Pembatasan Hotel”, Tribun Jogjadi akses dari, http://jogja.tribunnews.com/2013/06/12/komisi-a-desak-walikota-yogya-segera-terbitkan-perwal-pembatasan-hotel/, pada tanggal 19 Oktober 2013 pukul 15.51. Dari artikel ini dapat di lihat bahwa perkembangan jumlah hotel yang ada di Yogyakarta sangat signifikan bahkan sampai diterbitkan kebijakan bijakan pembatasan jumlah hotel. 10 Endot Brilliantono, “Pemerintah Kota Yogyakarta Diminta Tolak Izin Pembangunan Hotel Baru”, Bisnis Indonesia, Diakses dari, http://properti.bisnis.com/read/20130610/107 /143952/pemerintah-kota-yogyakarta-diminta-tolak-izin-pembangunan-hotel-baru, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 07.09. Contoh kasus warga wilayah Karangkajen menolak pembangunan hotel baru di daerah mereka dengan alasan mereka khawatir ada pergeseran tatanan kehidupan sosial, agama dan budaya yang sudah mengakar dimasyarakat. Apalagi, kampung tersebut banyak ditemui benda cagar budaya dan masyarakat yang dikenal religius.
4
kritik) dengan tagline, “JOGJA ORA DI DOL”11. Tagline ini wujud aspirasi
warga kota tentang fenomena banyaknya hotel dan mall baru yang
berkembang diberbagai sudut kota. Ujung permasalahan meruncing pada
sikap pemerintah kota yang cenderung membuka kesempatan luas kepada
investor tanpa memperhatikan keseimbangan sosial yang terjadi. Aksi ini
juga pernah terjadi ditahun 200412 dimana para seniman menggelar aksi
“Disini Akan Dibangun Mall”. Pada aksi tersebut, diberbagai pusat keramaian
(Keraton, Malioboro, Bank BI, dsb) diletakkan karya-karya instalasi seni
dengan tema “Disini Akan Dibangun Mall”. Hal tersebut merupakan bentuk
kritik sosial tentang isu pembangunan 8 Mall Baru di Yogyakarta.
Gambar I.02. Aksi Penolakan dan Protes Warga Kota Yogyakarta
Sumber Gambar; (kiri) http://kunci.or.id/articles/catatan-atas-catatan-perang-hari-ini/, (kanan) http://regional.kompasiana.com /2013/10/11/jogja-ora-didol-politisasi-mural-
politis-599766.html, diakses pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 11.49.
Dari fenomena tersebut, dapat disimpulkan beberapa hal mendasar
yang membuat warga bersifat tidak simpati terhadap pembangunan mall dan
hotel baru di Yogyakarta yaitu;
Tidak terjalin “komunikasi” yang baik antara investor dan warga
setempat.
Kepentingan warga kota (kepentingan publik) merasa dikesampingkan
dari pada kepentingan investor.
Bangunan-bangunan komersial baru yang muncul dirasa tidak
mencerminkan identitas Yogyakarta. Bangunan-bangunan tersebut
berkembang di Yogyakarta yang berbentuk international style yang
cenderung seragam akan melunturkan nuansa Yogyakarta yang penuh
nilai budaya dan sejarah.
11 Adi Mulia Pradana, “Jogja Ora Didol” dan Latar Masa Lalu: RUU Keistimewaan, kompasiana. Diakses dari, http://sosbud.kompasiana.com/2013/10/13/jogja-ora-didol-dan-latar-masa-lalu-ruu-keistimewaan-598441.html, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 09.49. 12 Ons Untoro, “Di Sini Akan Dibangun Mall”, berita budaya Tembi, Diakses dari, http://www.tembi.net/en/news/berita-budaya/disini-akan-dibangun-mall-4521.html, pada tanggal 21 Oktober 2013 pukul 10.43.
5
Masalah-masalah urban yang timbul dari perkembangan pesat kota
seperti berkurangnya ruang publik dan ruang resapan hijau yang
nyaman untuk warga kota.
Gambar I.03. Kata Kunci Latar Belakang 2
I.2.3 Pendapatan Aset Daerah (PAD) dari Sub Sektor Pariwisata Berdasarkan data dari buku Statistik Kepariwisataan DIY tahun 2012,
Kota Yogyakarta sebagai penyumbang terbesar dengan prosentase antara
50-55% dari pendapatan total DIY per kabupaten/kota dari sub sektor
pariwisata. Jika dilihat dari grafik tahun 2008-2012, selalu terjadi tren
peningkatan pendapatan dari tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2008
pendapatan sejumlah Rp. 39.341.021.095.-, tahun 2009 Rp. 46.541.889.348.-,
tahun 2010 Rp. 50.472.624.960.-, tahun 2011 Rp. 56.368.254.594.-, dan tahun
2012 sejumlah Rp. 76.842.342.512.-. Dilihat dari sumber penghasilan tiap
kabupaten/kota di DIY, terdapat enam sumber pendapatan yaitu dari (1)
pajak pembangunan (PPI), (2) pajak tontonan atau hiburan, (3) retribusi
objek dan daya tarik wisata, (4) retribusi angkutan umum dan sewa, (5)
retribusi perijinan, dan (6) retribusi penggunaan aset milik pemda (sewa,
kontrak, atau bagi hasil). Dilihat dari 2008-2012, pajak pembangunan
memiliki peran yang sangat besar dalam total pemasukan. Tahun 2008, pajak
pembangunan mencapai 75% dengan nilai Rp. 58.706.831.376.-, tahun 2009
mencapai 81% dengan nilai Rp. 68.921.534.110.-, tahun 2010 mencapai
83% dengan nilai Rp. 79.032.328.401.-, tahun 2011 mencapai 84%, dengan
angka Rp. 89.340.689.379 dan tahun 2012 mencapai 83 % dari total
pendapatan yang ada dengan angka Rp. 126.221.366.085.-. Dari data-data
tersebut dapat disimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut;
Kota Yogyakarta sebagai penyokong utama PAD DIY pada sub sektor
Pariwisata.
Dari sumber pendapatan yang ada, pajak pembangunan memiliki porsi
utama (80% keatas) dari total pendapatan sub sektor pariwisata.
Kecenderungan adanya tren kenaikan pendapatan pada tiap tahunnya.
Gambar I.04. Kata kunci Latar Belakang 3
1.2.4. Kondisi Bangunan Pusaka di Yogyakarta Kota Yogyakarta dikenal sebagai kota pusaka yang memiliki banyak
bangunan pusaka. Kota Yogyakarta didaulat sebagai pilot project dalam
6
program pengembangan kota hijau, program penataan dan pelestarian kota
pusaka13. Kota Yogyakarta juga tercatat sebagai anggota Jaringan Kota Pusaka
Indonesia (JKPI/Indonesian Heritage Cities Network) bersama 48 kota
lainnya. Saat ini, kota Yogyakarta memiliki 86 pusaka yang sudah berstatus
cagar budaya, dan 369 lainnya berstatus warisan budaya. Selain itu, kota
Yogyakarta memiliki kawasan cagar budaya yaitu : Kawasan Kotabaru,
Malioboro, Kraton, Pakualaman, Kotagede, Baciro, Jetis dan Pengok. Dengan
demikian Kota Yogyakarta dirasa memiliki potensi yang besar untuk
pengembangan pada masa mendatang dengan basis olah pelestarian pusaka.
Potensi yang besar tersebut ternyata belum di sadari sepenuhnya. Di kota
Yogyakarta sedang marak kasus pembongkaran bangunan-bangunan pusaka
untuk kepentingan tertentu. Kasus terbaru adalah pembongkaran secara
paksa oleh oknum pada gedung sekolah SMA 17’114. Dan masih banyak kasus
perusakan bangunan pusaka yang marak terjadi dibeberapa dekade
belakangan ini15.
Gambar I.05. Pola kronologi Pendemolisian Bangunan Pusaka
Jika dilihat dari perkembangannya, ada pola kegiatan disengaja
maupun tidak di sengaja terhadap bangunan pusaka agar dapat di demolisi
secara “legal”.(1) Pada awalnya bangunan tersebut dibiarkan tanpa pera-
watan. Dengan berjalannya waktu, (2) bangunan menjadi tidak terawat dan
mengalami kerusakan. (3) Hal itu diperburuk dengan aksi vandal yang
membuat bangunan pusaka menjadi memiliki citra kumuh. (4) Dengan
demikian bangunan pusaka tersebut dapat di kategorikan dalam bangunan
yang tidak layak di pertahankan sehingga (5) diperbolehkan oleh pihak yang
berwenang untuk dapat dibongkar.
13 Haryadi Suyuti, “Yogyakartaa Kota Pusaka Berkelanjutan”, Blog Walikota. Diakses dari http://walikota.jogjakota.go.id/?mod=berita&sub=berita&do=show&id=33, pada tanggal 22 Oktober 2013 pukul 07.02. 14 Ade Marboen, “Perusakan SMA 17 "1" Yogyakarta ditentang banyak kalangan”, Antara News. Diakses dari http://www.antaranews.com/berita/375062/perusakan-sma-17-1-yogyakarta-ditentang-banyak-kalangan, pada tanggal 02 November 2013 pukul 01.15. 15 Anonim, “Cagar Budaya DIY Harus Diselamatkan”, Antara News, Diakses dari http://www.antaranews.com/print/149079/, pada tanggal 07 November 2013 pukul 10.12. Kepala Seksi BP3Y mengatakan ,”cagar budaya di DIY mengalami banyak permasalahan, di antaranya pemusnahan sejumlah bangunan cagar budaya untuk pemenuhan kebutuhan ruang, keperluan ekonomi, serta tidak ada kemampuan orang untuk merawat.”
1.Pembiaran (sengaja mapuntak disengaja)
2. Takterawatdan rusak
3. AksiVandal,
kumuh
4. Bangunan tidak
layak
5. Demo-
lisi
7
Gambar 1.06. Kronologi Pembongkaran Bangunan Pusaka Sumber gamber; (kanan) http://www.batasnusa.com/tugujogja-landmarknya-jogja.html,
(tengah) http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1555405&page=12, (kiri) http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?t=1555405&page=16, pada tanggal 07
November 2013pukul 11.10
Salah satu aspek penting dalam pelestarian bangunan pusaka adalah
aspek pembiayaan. Banyak bangunan pusaka dibiarkan tanpa perawatan
dengan alasan biaya perawatan yang tinggi. Adanya kemitraan publik dan
swasta16 (public-privat partnership) yang berbasis pada usaha pelestarian
diharapkan dapat memberikan dukungan yang signifikan terhadap usaha
pelestarian pusaka. Perlu adanya kerjasama yang kompak antara pelestari,
pemilik, pemerintah, dan warga untuk bersama-sama mengatasi perma-
salahan. Dari data-data tersebut dapat disimpulkan beberapa poin penting
sebagai berikut;
Kota Yogyakarta memiliki potensi bangunan pusaka di (kuantitas dan
kualitas) yang tinggi.
Kesadaran dan rasa memiliki warga kota terhadap bangunan pusaka
masih relatif kurang.
Upaya pembiayaan pelestarian masih dibebankan seluruhnya pada
Pemerintak Kota. Adanya public-privat partnership belum manfaatkan
dengan baik.
Gambar I.07. Kata Kunci Latar Belakang 4
I.3 Rumusan Permasalahan
Kota Yogyakarta sedang dihadapkan dengan pemasalahan yang
dilematis. Bagaimana perkembangan kota yang tidak dapat dibendung
16 Adalah berbagai bentuk kerja sama antara otoritas publik (pemerintah) dengan sektor swasta untuk membiayai, membangun, merenovasi, mengelola, menjalankan, atau memelihara suatu infrastruktur atau pelayanan.
8
mendapatkan respon yang kritis oleh warganya sendiri. Warga kota memiliki
idealisme luhur tentang kotanya yang harus tetap menjadi “Yogyakarta“
walaupun tetap tumbuh sejalan perkembangan jaman. Bahwa yang menjadi
permasalahan bukan perubahannya (perkembangan) namun “pendekatan,
cara, dan etika,”dalam perubahan itu sendiri. Akar permasalahan ini dapat
dijabarkan lebih detail dalam permasalahan umum maupun khusus.
I.3.1 Permasalahan Umum (Non Arsitektural) Pertumbuhan kota dipandang cenderung kearah negatif. Berdirinya hotel,
mal, dan bangunan komersial modern lainnya dianggap sebagai “parasit”
kota. Hal tersebut didasari oleh tidak adanya nilai kemanfaatan yang
dapat dirasakan oleh publik.
Perkembangan pusat perbelanjaan modern diposisikan sebagai
kompetitor yang tidak sehat dari pasar tradisional. Idealnya kedua pusat
ekonomi tersebut dapat saling menguntungkan, dan saling
memperkuat17. Belum adanya upaya yang berimbang antara
memodernkan pasar tradisional dengan pengelolaan pusat perbelanjaan
modern yang ideal.
Upaya pelestarian pusaka bukan hanya dalam hal “mengawetkan” saja.
Pelestarian juga harus memberikan manfaat yang nyata kepada publik.
I.3.2 Permasalahan Khusus (Arsitektur)
Tuntutan mengembangkan tipologi bangunan komersial alternatif yang
dapat men ”substitusi” tipologi bangunan komersial yang sudah ada
(mall).
Kecenderungan tipologi komersial yang tidak site spesifik dan cenderung
merupakan produk general (bisa sembarang dibangun di mana saja).
Adanya Konflik lahan, dimana tipologi bangunan komersial
membutuhkan lahan kosong yang relatif luas, namun sudah jarang
ditemukan di area perkotaan.
Strategi desain baru dalam bentuk desain arsitektur yang dapat
menengahi kebutuhan profit (komersial) dan non profit (pelestarian)
yang saling menguntungkan dan membutuhkan.
I.4 Tujuan Menyusun “problem solving” dalam bentuk konsep perancangan.
Produk tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif solusi jalan tengah dari
tuntutan ekonomi, sosial, maupun pelestarian secara holistik. Konsep
perancangan yang bersifat mutualis dari tuntutan tuntutan yang ada. Tujuan
tersebut dapat dijabarkan lebih detail dalam tujuan umum maupun khusus
sebagai berikut;
17 Perda DIY Nomor 7 tahun 2011, mengatur tentang asar tradisional, pusat perbelanjaan, dan toko
modern yang berada di daerah regional DIY.
9
I.4.1 Tujuan Umum
Menyusun konsep dasar perancangan pusat ritel tematik yang responsif
terhadap isu yang berkembang di Yogyakarta secara holistik dan
terintegrasi. Perancangan pusat ritel tematik yang dapat menjawab nilai
manfaat positif terhadap publik, menjalin persaingan yang sehat bahkan
menciptakan hubungan mutualis dengan lingkungan sekitar , dan sebagai
salah satu jawaban dari upaya pelestarian.
Merumuskan alternatif solusi dari integrasi solusi permasalahan
perkembangan ekonomi dan upaya pelestarian dalam bentuk strategi
perancangan yang kreatif dan rasional.
I.4.2 Tujuan Khusus
Memperbaiki pandangan negatif tentang pertumbuhan dan
perkembangan kota Yogyakarta khususnya perkembangan pusat
perbelanjaan modern. Memberikan contoh dalam bentuk produk
perancangan pusat perbelanjaan modern yang dapat memiliki nilai
manfaat pada publik mulai dari aspek pemberdayaan ekonomi dan
pelestarian bangunan pusaka.
Mengaplikasikan konsep adaptive re-use dalam perancangan pusat ritel
tematik pada bangunan pusaka. Hal tersebut sebagai respon adanya
peluang hubungan public-privat partnership yang menjadi salah satu poin
penting dalam pelestarian pusaka.
Mengeksplorasi aplikasi teknik infill design dengan teknologi yang
modern dan rasional untuk mewujudkan perancangan yang berbasis olah
desain pada pelestarian bangunan pusaka.
I.5 Sasaran
Menangkap isu yang berkembang sebagai dasar perumusan masalah.
Menganalisa, memecahkan permasalahan, dan merumuskan konsep dasar
perancangan arsitektur untuk digunakan sebagai landasan perancangan
pusat ritel tematik pada arsitektur pusaka di Yogyakarta. Konsep dasar
perancangan tersebut menggunakan pendekatan olah desain dan
pengembangan ekonomi arsitektur pusaka sebagai alternatif solusi dari
solusi permasalahan perkembangan sosial, ekonomi dan upaya pelestarian.
I.6 Lingkup Pembahasan
Lingkup pembahasan mengenai pusat ritel tematik ini dibatasi pada
perannya sebagai bentuk fisik (arsitektur) public-privat partnership pada
pelestarian arsitektur pusaka di Yogyakarta. Bentuk upaya pelestarian
arsitektur pusaka lebih difokuskan pada teknik adaptive re use dengan fokus
pada bidang ritel. Bagaimana mendialogkan fungsi, bentuk, dan teknologi
bangunan baru pada bangunan lama serta memuliakannya.
10
I.7 Metoda Penelitian
Dalam menangkap isu, merumuskan, menganalisa permasalahann dan
menentukan konsep dasar perancangan, digunakan beberapa metoda
penelitian sebagai berikut;
Studi Literatur
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan kajian teori, dan studi
preseden yang tidak dapat dilakukan secara langsung. Kegiatan studi
literatur dilakukan pada pembahasan-pembahasan utama antara lain
sebagai berikut;
- Pusat ritel tematik meliputi pada pengertian, perkembangan,
karakteristik khusus pada tipologi bangunan tersebut. Juga pada prinsip-
prinsip, syarat, pola, dan preseden pusat ritel tematik.
- Pelestarian pusaka, meliputi pada pengertian, perkembangan, pedoman,
bentuk, dan upaya pelestarian pusaka.
- Olah Desain Arsitektur Pusaka (adaptive reuse), meliputi pada
pendekatan yang digunakan, dan contoh bentuk-bentuk upaya olah
desain arsitektur pusaka.
- Retail–reuse, meliputi pengertian, klasifikasi bangunan pusaka yang di
rekomendasikan , guideline, dan preseden retail – reuse.
- Lokasi dan bangunan pusaka, meliputi sejarah, profil, nilai-nilai penting,
dan perkembangan morfologinya.
Observasi Lapangan
Studi literatur bertujuan untuk mendapatkan informasi lapangan secara
langsung, melihat secara langsung bentuk aplikasi dari teori yang
didapatkan. Kegiatan observasi lapangan dilakukan antara lain pasa studi
kasus pada (1) upaya pelestarian bangunan pusaka di Yogyakarta dan (2)
studi lapangan pada lokasi site dan bangunan pusaka yang dipilih.
Wawancara
Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi secara lisan baik
berupa pandangan, cara, dan teori yang tidak ada pada sumber tertulis.
Kegiatan wawancara dilakukan antara lain sebagai (1) pendapat publik
tentang isu yang diangkat, (2) pandangan pelestari tentang upaya
pelestarian yang dilakukan, dan (3) pengumpulan informasi data
pendukung lapangan.
Analisa dan Pendekatan Konsep
Melakukan kajian lebih dalam terhadap komparasi data yang didapatkan
untuk mendapatkan simpulan yang diharapkan. Simpulan tersebut
digunakan sebagai dasar penentuan rumusan konsep bersama dengan
berbagai tinjauan pendekatan yang digunakan.
Perumusan Konsep
Mengkomparasi simpulan-simpulan hasil analisa dan pendekatan dari
data yang diperoleh untuk menjadi rumusan konsep. Dengan dasar hasil
simpulan tersebut, rumusan konsep yang dihasilkan diharapkan dapat
menjawab isu dan permalahan yang ada.
11
I.8 Sistematika Penulisan Penulisan terbagi dalam lima pokok pembahasan yang berkaitan dan
tersusun berurutan sebagai berikut;
Bab I Pendahuluan
Bab pendahuluan merupakan kumpulan dasar-dasar urgensi penelitian
dan teknis yang digunakan dalam penulisan. Berisi tentang isu dan latar
belakang, rumusan permasalahan, tujuan, batasan lingkup pembahasan,
metoda penelitian yang digunakan, sistematika penulisan, kerangka
pemikiran, dan keaslian penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab kajian pustaka merupakan kumpulan dasar-dasar teori dan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian untuk menjadi landasan
analisa dan rumusan konsep. Secara umum berisi dalam 3 pokok kajian
yaitu, teori pusat ritel tematik, pelestarian arsitektur pusaka, dan retail-
reuse pada bangunan pusaka. Dalam pokok kajian tersebut disusun
dalam pendekatan pembahasan berupa principles , templates, dan
precedent sebagai berikut;
- Principles adalah teori yang menjadi prinsip dasar berupa dasar
pengertian, perkembangan, dan pedoman-pedoman (guide line) yang
digunakan.
- Templates adalah hasil bentuk fisik dari teori secara umum sehingga
dapat digunakan dalam berbagai kasus yang sama. Templates dapat
berupa pola-pola (pattern), standar ukuran , dan hubungan/kaitan antar
fungsi.
- Precedent adalah studi kasus yang dilakukan pada berbagai karya-karya
arsitektur yang dianggap berhasil. Kemudian dikomparasikan menjadi
dasar analisis dalam rumusan konsep.
Bab III Tinjauan Lapangan
Bab tinjauan lapangan berisi tentang hasil komparasi data-data lapangan
secara makro (kota Yogyakarta), messo, maupun secara mikro (alternatif-
alternatif site). Data-data kota Yogyakarta menghasilkan informasi
tentang potensi kawasan, dan kebijakan- kebijakan, isu-isu terkait yang
ada yang menjadi dasar menentukan alternatif-alternatif site pada lokasi
starategis. Dari alternatif-alternatif site yang diperoleh kemudian
dikomparasi untuk mendapatkan site terpilih.
Bab IV Analisa Pendekatan Konsep
Bab analisa pendekatan konsep berisi tentang kumpulan analisa-analisa
sebagai dasar perumusan konsep perancangan. Teori-teori pendekatan
konsep pada bab tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan analisa dan
perumusan konsep perancangan.
Bab V Konsep Perancangan
Bab konsep perancangan berisi tentang rumusan konsep perancangan
dan implementasinya pada skala messo, maupun mikro sebagai acuan
dalam tahap transformasi desain.
12
I.9 Keaslian Penulisan
Selama proses penulisan belum ditemukan adanya penulisan dengan tipologi bangunan yang sama berdasarkan data digilib UGM18. Namun pada tipologi bangunan yang serupa (mall, shopping mall, pusat perbelanjaan, dan citywalk) ditemukan 120 judul penulisan. Dari judul penulisan tersebut dengan tipologi bangunan serupa terdapat 7 judul penulisan yang berhubungan dengan arsitektur pusaka, sebagai berikut;
Tabel I.01. Judul Penulisan Dengan Tipologi Bangunan Serupa
No Nomor Buku Nama Judul Penulisan
1. 72.043 / Yud / S/05-
130/2461-S
Yudo, Siwi Shopping Mall di Stasiun Purwosari
Surakarta
2. 72.043 / Wij / l/98-
129/1286B-S
Wijaya,
Indra
Nopika
Loji Kecil Mall, sebagai Pusat
Perbelanjaan dan Rekreasi
3. 72.043 / Sut / P/05-
163/2493-S
Sutiadi, Yudi Pengembangan Stasiun Kereta Api
Bandung Open Mall ( Mall Terbuka )
dan Hotel Transit Sebagai Sarana …
4. 3345 S Rosediana,
Elok Norma
Redesain Serta Pengembangan Stasiun
Kereta Api TAwang dengan Pusat
Perbelanjaan Melalui Pendekatan
Terhadap Pola Sirkulasi Serta
Aksesbilitas Pengunjung
5. 2885 S Guntoro Pengembangan Stasiun Kereta Api
Purwokerto: Integrasi Stasiun Kereta
Api dan Pusat Perbelanjaan Dengan
Pendekatan Arsitektur Tropis
6. 72.043 / Rus / p/95-
51/985-S
Rustiadi,
Yadi
Pusat Perbelanjaan dan Hiburan di
Jalan Braga Bandung
7. 72.043 / Nur / l/06-
28/2531-S
Nurdiana,
Intisari
Lempuyangan City Walk Rancangan
Alternatif Ruang Terbuka
Sumber: Olah data dari digilib ugm19
18 Perpustakaan Digital Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM, diakses pada http://digilib.archiplan.ugm.ac.id/, Tanggal 25 Oktober 2013 pukul 23.00 dengan kata kunci “thematic retail, thematic retail center, ritel tematik, dan pusat ritel tematik” 19 Ibid, dengan kata kunci mall, shopping mall, pusat perbelanjaan, dan citywalk.
13
Untuk kesamaan pendekatan yang di gunakan, terdapat 9 Judul
penulisan yang menggunakan pendekatan Olah Desain Arsitektur Pusaka
namun belum ada pada tipologi bangunan yang sama maupun serupa. Judul
penulisan yang dimaksud adalah sebagai berikut;
Tabel I.02. Judul Penulisan Pendekatan ODAP
No. Nomor Buku Nama Judul Penulisan
1. 3369 S Novariskika, Farrah Galeri Seni Kontemporer dengan
Metode Olah Desain Arsitektur
Pusaka Pada Bangunan Eks Asri
Yogyakarta
2. 3365 S Sari, Marchelia
Gupita
Galeri Seni Kontemporer Taman
Sriwedari Surakarta Sebagai Ruang
Seni Publik Pandekatan Oleh Desain
Arsitektur Pusaka
3. 3368 S Risdianto, Moch
Ryan
Olah Desain Arsitektur Pusaka
Stasiun Kiaracondong bandung
5. 3169 S Pujaningrum,
R.A.Dewi
Revitalisasi Kawasan Stasiun Solo
Jebres dengan Motede Olah Desain
Arsitektur Pusaka
6. 3134 S Anjani, Bernadeta
Timur
Rumah Batik Nusantara dengan
Pendekatan Olah Desain Arsitektur
Pusaka Pada Bangunan Hotel Toege
7 2976 S Utomo, Pandu
Kusumo Putro
Hotel Butik Resor Di Lombok,
Dengan Pendekatan Infill Design
Pada Kawasan Pusaka Saujana
8 2873S Widowati, Rachel
Ratna
Perpustakaan Modern Khusus
Pusaka Budaya Yogyakarta, dengan
Pendekatan Infill Design Pada
Bangunan Indis
9 72.043 / Oct /
p/05-129/2460-
S
Octiawan, Weldy Pusat Konvensi, Desain Pengisi (Infill
Design) dan Sistem Akuistik pada
Bangunan Pusaka Kompleks Eks …
Sumber: Olah data dari digilib ugm20
20 Ibid, dengan kata kunci pusaka.
14
I.10 Kerangka Pemikiran
Gambar I.08. Alur Pemecahan Masalah dan Kerangka Pemikiran