bab i , ii, iii fix.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kulit merupakan organ tubuh terbesar dan memiliki banyak fungsi penting, di antaranya
adalah menutupi jaringan atau organ yang ada dibawah kulit, fungsi proteksi (terhadap
trauma, bakteri, kekeringan), termoregulasi (pengaturan suhu tubuh), respons imun, sintesis
dan penimbunan vitamin D, dan peran sebagai organ sensoris (reseptor terhadap rasa raba,
suhu, nyeri). Terapi untuk mengkoreksi berbagai kelainan fungsi tersebut dapat
dilakukan secara topikal, sistemik, intralesi, atau menggunakan radiasi ultraviolet. 1,2
Terapi topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu pada
kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang bermanifestasi
pada kulit. Terapi topikal merupakan metode yang nyaman ,namun keberhasilannya
bergantung pada pemahaman kita mengenai fungsi sawar kulit. Terapi topikal juga dapat
menghindari risiko dan ketidaknyamanan seperti pada terapi yang diberikan secara intravena,
serta berbagai hal yang mempengaruhi penyerapan obat pada terapi peroral, misalnya
perubahan pH, aktivitas enzim, dan pengosongan lambung. Keuntungan lain, yaitu karena
penyerapan sistemik pada terapi topikal dapat diabaikan maka efek samping maupun
interaksi obat pada terapi topikal jarang terjadi. 1,3,
Meskipun demikian, pengobatan topikal juga memiliki berbagai kelemahan misalnya:
dapat menimbulkan iritasi dan alergi (dermatitis kontak), permeabilitas beberapa obat
melalui kulit yang relatif rendah, sehingga tidak semua obat dapat diberikan secara topikal,
dan terjadinya denaturasi obat oleh enzim pada kulit.2,3
Pada paper ini akan dibahas mengenai prinsip dasar pengobatan topikal, uraian tentang
berbagai bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif yang digunakan dalam pengobatan di
bidang dermatologi prinsip pemilihan vehikulum dalam dermatoterapi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, adapun masalah- masalah yang dapat
dirumuskan ialah sebagai berikut:
1. Klasifikasi dari prinsip dasar pengobatan topikal?
1
2. Menjelaskan tentang berbagai bahan dasar (vehikulum) dan bahan aktif !
3. Menjelaskan prinsip pemilihan bahan dasar dan bahan aktif dalam pengobatan topikal.
1.3 Tujuan
Mengacu pada rumusan masalah, maka tujuan penulisan paper ini ialah sebagai berikut:
1. Pembaca dapat memperoleh informasi mengenai klasifikasi dari prinsip dasar pebobatan
topikal.
2. Pembaca dapat memahami tentang bahan dasar dan bahan aktif yang termasuk dalam
pengobatan topikal.
3. Pembaca dapat memahami bagaimana prinsip pemilihan bahan dasar dan bahan aktif
dalam pengobatan topikal.
1.4 Metodologi
Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah metode stufi pustaka yang
mengkaji atau menelaah reference (text book) untuk mendapatkan informasi yang lengkap
mengenai prinsip dasar penggunaan basis sedian topikal pada berbagai stadium penyakit
kulit.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pengobatan topikal didefinisikan sebagai aplikasi obat dengan formulasi tertentu
pada kulit yang bertujuan mengobati penyakit kulit atau penyakit sistemik yang
bermanifestasi pada kulit. Vehikulum adalah zat inaktif yang digunakan dalam sediaan
topikal sebagai pembawa bahan aktif pada kulit dan mampu meningkatkan penetrasi obat
pada kuli. Meskipun inaktif, aplikasi suatu vehikulum pada kulit dapat memberikan
beberapa efek yang menguntungkan, meliputi efek fisik misalnya efek proteksi,
mendinginkan, hidrasi, mengeringkan atau mengangkat eksudat, dan lubrikasi, serta efek
kimiawi atau farmakologis, misalnya efek analgesik, sebagai astringent, antipruritus, dan
bakteriostatik. 2,3,4
2.2 Klasifikasi Dermatoterapi Topikal
Prinsip dermatoterapi topikal secara umum terdiri atas 2 bagian yaitu: a) bahan
dasar (vehikulum), b) bahan aktif. 1,2,3,4
Bahan dasar (vehikulum) merupakan preparat yang membawa zat aktif suatu
obat. Fungsi dari bahan dasar (vehikulum) adalah non spesifik antara lain sebagai
emolien , oklusif, astringent, mendinginkan, melindungi kulit. Vehikulum bersifat
optimal bila sifatnya stabil (kimia, fisik), non iritan, dapat diterima secara kosmetik
dan mudah dipakai. Bahan dasar (vehikulum) terdiri dari bedak, salap (zalf), cairan
(krim, pasta, lotio). Sedangkan beberapa bahan aktif terdiri dari kortikosteroid topikal,
antibiotik topikal, antifungal, antipruritus, ter, asam benzoate, aluminium asetat.1,2,3,4
2.3 Jenis Bahan Dasar (Vehikulum)
Secara garis besar dikenal 3 vehikulum dasar yaitu: bedak, salep dan cairan. Dari
ketiga vehikulum tersebut dapat dibuat kombinasi diantaranya yaitu bedak kocok,
pasta, krim, gel, lotio. 1,2,3,4
3
Bedak merupakan vehikulum solid/padat yang memiliki efek mendinginkan,
menyerap cairan serta mengurangi gesekan pada daerah aplikasi.2,4 Sebagian besar
bedak mengandung zinkoksida yang memiliki efek antiseptik, magnesium silikat
dengan efek lubrikasi dan mengeringkan,kalamin sebagai penyejuk, serta stearat yang
mampu meningkatkan daya lekat bedak pada kulit.2,3,4 Bedak dapat juga ditambahkan
bahan pengawet untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan antioksidan untuk
mencegah bedak teroksidasi udara luar. Kemampuan penetrasinya pada antara lain dalam
bidang kosmetik.2,3,4
Efek samping yang dapat timbul pada penggunaan bedak antara lain inhalasi
bedak ke dalam saluran napas, penggumpalan bedak, iritasi, dan dapat memicu
pembentukan granuloma. Aplikasi bedak pada kulit yang iritasi juga dapat menghambat
proses penyembuhan..Bedak digunakan untuk lesi-lesi akut non eksudatif untuk
pendingin atau untuk lesi di lipatan sebagai penyerap keringat atau pelicin. Tidak
dianjurkan penggunaannya pada lesi-lesi yang eksudatif karena dapat timbul krusta
yang sangat tebal. 2,4
4
Bedak kocok merupakan kombinasi antara bedak dan cairan. Bedak yang
terkandung dalam suatu bedak kocok dapat memperluas area penguapan cairan
penyusunnya sehingga memberikan efek mendinginkan. Umumnya bedak kocok terdiri
atas zinkoksida, talakum, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta stabilizer. Karena
merupakan suatu suspensi, bedak kocok bila didiamkan cenderung mengendap,
sehingga sebelum pemakaian pun harus dikocok terlebih dahulu. 2,4
Salep merupakan sediaan vehikulum yang semisolid dapat digunakan pada kulit
maupun mukosa. Bahan dasar salep yang digunakan dalam dermatoterapi dibagi
dalam empat kelompok yaitu; 1) hidrokarbon, 2) bahan penyerapan, 3) bahan dasar
emulsi, dan 4) bahan yang larut air (watersoluble based).1,2,4 Salep berbahan dasar
hidrokarbon memiliki efek sebagai emolien, efek oklusi, dan mampu bertahan pada
permukaan kulit dalam waktu lama tanpa mengering.1,2,4 Bahan dasar hidrokarbon yang
paling banyak digunakan adalah petrolatum putih dan petrolatum kuning.1,2,4 Umumnya
bersifat stabil, sehingga tidak memerlukan zat pengawet. Kelemahannya adalah dapat
mewarnai pakaian.4 Bahan dasar penyerapan pembentuk salep terdiri atas lanolin dan
turunannya, kolesterol dan turunannya , serta sebagian ester dari alkohol polihidrat.
Kelompok bahan dasar ini memiliki efek lubrikasi, emolien, efek proteksi, serta karena
sifat hidrofiliknya, dapat digunakan sebagai vehikulum obat/ zat aktif yang larut air.1,2,4
Salep dengan bahan dasar penyerapan bersifat lengket, namun lebih mudah dicuci
dibandingkan yang berbahan dasar hidrokarbon.1,2,4 Bahan dasar salep yang lain, yaitu
bahan dasar pengemulsi dan bahan dasar yang larut air sering digunakan untuk
membentuk sediaan semisolid yang lain, yaitu krim dan gel. 1,2,4 Konsentrasi bahan dasar
salep dalam suatu sediaan berbentuk salep dapat ditingkatkan agar kemampuan penetrasi
bahan aktif yang terkandung di dalamnya meningkat, misalnya sediaan salep khusus yang
disebut fatty ointment. Sediaan tersebut dapat digunakan untuk kelainan atau penyakit
kulit pada daerah dengan stratum korneum yang tebal, misalnya lipat siku, lutut, telapak
tangan, dan telapak kaki.2,4
Krim merupakan kombinasi antara lemak dan zat cair dengan suatu emulgator.
Berdasarkan fase internalnya, krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim
water-in-oil. Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25 persen dengan minyak
sebagai medium pendispersi. Selain surfaktan, zat pengawet juga seringkali digunakan
5
dalam sediaan krim water-in-oil. Sediaan ini kurang lengket dibanding dua sediaan
yang disebutkan sebelumnya, sehingga relative lebih mudah diaplikasikan. Sediaan
ini juga memiliki efek sebagai emolien karena kandungan minyaknya, sedangkan
kandungan air di d alamnya memberikan efek mendinginkan saat diaplikasikan. 2,4
Krim oil-in-water mengandung air lebih dari 31 persen. Formulasi ini merupakan bentuk
yang paling sering dipilih dalam dermatoterapi. Sediaan ini dapat dengan mudah
diaplikasikan pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak, dan relatif lebih mudah
dibersihkan bila mengenai pakaian.2,4 Sebagai pengawet, biasanya digunakan paraben
untuk mencegah pertumbuhan jamur. Bahan lain yang terkandung dalam emulsi oil-in-
water adalah humektan, misalnya gliserin, propilen glikol, ataupun polietilen glikol. 2,4
Fase minyak dalam sediaan ini juga menyebabkan rasa lembut saat diaplikasikan. Krim
sangat nyaman digunakan, dapat dipakai di daerah lipatan dan kulit yang berambut
walaupun penetrasinya kurang. 2,4
Pasta merupakan campuran bedak dengan salep dasar hidrokarbon atau emulsi cairan
dalam minyak. Konsistensinya relatif lebih keras dibanding salep karena penambahan
bahan padat tersebut. Kandungan bedak yang ditambahkan ke dalamnya dapat berupa
zinkoksida, kaolin, kalsium karbonat, dan talkum. Seperti halnya salep, pasta dapat
membentuk lapisan penutup atau film di atas permukaan kulit, yang impermeabel
terhadap air sehingga dapat berfungsi sebagai protektan misalnya pada daerah popok.
Komponen zat padat dalam pasta menjadikannya dapat digunakan sebagai sunblock.
Pasta relatif kurang berminyak dibandingkan salep, karena sebagian besar komponen
minyak yang terkandung dalam salep telah berasosiasi dengan bahan padat yang
ditambahkan. 2,4
Gel ialah sediaan hidrokoloid atau hidrofilik berupa suspensi yang dibuat dari
senyawa organik. Zat untuk membuat gel di antaranya ialah karbomer, metilselulosa, dan
tragakan. Gel akan segera mencair jika berkontak dengan kulit dan membentuk satu
lapisan. Bahan dasar pembentuk jel merupakan bahan yang larut air (water soluble based)
dan tidak mengandung minyak. Bahan ini sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian,
tidak memerlukan pengawet, dan kurang oklusif. Bahan dasar ini lebih sering digunakan
pada sediaan topikal agar konsentrasi pada permukaan kulit lebih tinggi dan membatasi
penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal dan antibiotik topikal. 2,4
6
Jel merupakan vehikulum yang cocok untuk banyak zat aktif. Jel juga relatif mudah
diaplikasikan pada kulit serta memiliki penetrasi yang baik. Kekurangan dari sediaan
dalam bentuk jel antara lain efek protektifnya yang rendah sehingga tidak dapat
digunakan sebagai emolien, dan dapat menyebabkan kulit kering dan panas bila
kandungan alkohol atau propilen glikolnya tinggi. 2,4
Lotio terdiri dari bedak, air, gliserin. Penggunaannya dengan cara melakukan
pengocokan terlebih dahulu sebelum dipakai. Diaplikasikan pada kulit dingin, karena
adanya penguapan komponen air dan sangat mudah digunakan. 2,4
Cairan terdiri atas a) solusio artinya larutan dalam air, b) tingtura artinya larutan
dalam alkohol. Solusio dibagi menjadi kompres; rendam (bath), misalnya rendam
kaki atau tangan; dan mandi (full bath). Prinsip pengobatan cairan ialah membersihkan
kulit yang sakit dari debris (pus, krusta). Hasil akhir pengobatan adalah keadaan yang
membasah menjadi kering, permukaan kulit menjadi bersih sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh dan mulai terjadi proses epitelisasi. Pengobatan cairan juga dapat
menghilangkan gejala seperti rasa gatal, rasa terbakar, dan berbagai macam dermatosis.
Dikenal 2 macam cara kompres, yaitu: a) Kompres terbuka dengan terjadinya penguapan
cairan kompres disusul absorpsi eksudat atau pus. Indikasi biasanya dilakukan pada
dermatitis madidans, infeksi kulit dengan eritema yang mencolok, misalnya erispelas,
ulkus kotor yang mengandung pus dan krusta. Efek pada kulit yang semula eksudatif
menjadi kering, permukaan kering menjadi dingin, vasokonstriksi, eritema berkurang.
Cara penggunaan dermatoterapi topikal dengan cairan melalui kompres terbuka yaitu
kain kasa yang bersifat absorben dan non-iritasi serta tidak terlalu tebal dicelupkan ke
dalam cairan kompres, diperas, lalu dibalutkan dan didiamkan, biasanya sehari dua kali
selama 3 jam. 2,4 Dan b) Kompres tertutup dengan dasar vasodilatasi (bukan penguapan).
Indikasinya bila ada kelainan yang dalam, misalnya limfogranuloma venerium. Cara
penggunaan dermatoterapi topikal dengan cairan melaui kompres tertutup digunakan
pembalut tebal dan ditutup dengan bahan impermeabel, misalnya selofan atau plastik.2,3,4
7
2.4 Jenis Bahan Aktif Non Kortikosteroid dan Kortikosteroid
Bahan Aktif Non Kortikosteroid yang paling sering digunakan yaitu anti jamur
topikal dan antibiotik topikal. 2,4
Antijamur merupakan salah satu dari obat-obat yang banyak digunakan dalam
dermatologi. Obat ini sangat bervariasi baik dalam spektrum, sediaan maupun harganya.
Obat antijamur lama atau konvensional umumnya mempunyai spektrum sempit dan
mekanisme kerjanya tidak jelas, diperkirakan melalui efek keratolitik. Beberapa obat
konvensional yang sampai saat ini masih banyak dipakai dan berkhasiat baik, misalnya;
salep Whitfield, sulfur dan asam undeselinat. Antijamur generasi baru spektrumnya
lebih luas, baik terhadap golongan Dermatofita. Kandida atau Pytirosprum. Kerjanya
melaui gangguan sintesis atau integritas membran sel. Termasuk golongan antijamur
baru yaitu: golongan imidazol merupakan antijamur spektrum luas yang kerjanya
menghambat sintesis ergosterol pada membran sel. Yang termasuk golongan imidazol
yaitu: klotrimasol, mikonasol, ekonasol, ketokonasol dan sebaginya. Tersedia dalam
bentuk bedak, krim dan losio. Siklopiroksilamin merupakan antijamur generasi baru
yang efektif terhadap dermatofita maupun kandida. Tersedia dalam bentuk krim dan
losio dengan konsentrasi 1%. Salep Whitfield mengandung asam salisilat 3-6% dan
asam benzoat 6-12%. Pada anak-anak sebaiknya dipakai konsentrasi asam salisilat 3%
dan asam benzoat 6%. Penurunan konsentrasi asam salisilat sampai 2% dapat
mengurangi iritasi. Senyawa Sulfur hanya dipakai untuk mengobati Pitiriasis
versikolor. Biasanya berupa cairan natrium tiosulfat 20% atau selenium sulfit 2,5%.
Keuntungan obat ini murah dan praktis pemakaiannya tetapi dapat mengiritasi kulit
terutama pada wajah dan kelamin, serta baunya tidak enak. Adapun toksisitas lokal dapat
menyebabkan iritasi, alergi, atrofik, teleangiektasis,pruritus, dan nyeri. Sedangkan
toksisitas sistemik dapat menimbulkan syok anafilaktik renal, teratogen, karsinogen. 2,4
Pemakaian antibiotik topikal biasanya atas indikasi infeksi-infeksi pioderma primer
dengan luas terbatas seperti impetigo, ektima, folikulitis atau furunkel maupun infeksi
bakterial sekunder. Dalam memilih jenis antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan
faktor sensitivitas kuman terhadap antibiotik dan faktor biaya. Pada infeksi kulit yang
luas pemakaian antibiotika topikal saja tidak cukup, harus bersamaan dengan antibiotika
8
sistemik. Antibiotika topikal tidak menimbulkan sensitisasi. Berbagai macam antibiotika
yang tersedia dan sering digunakan yaitu: 2,4
1) Tetrasiklin.
Golongan obat ini bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas terhadap bakteri Gram
positif dan Gram negatif, aerob dan anaerob. Golongan ini sekarang tidak lagi
diindikasikan pada infeksi oleh Streptokokus maupun Stafilokokus karena sering
dijumpai resistensi. Tersedia dalam bentuk salep yang mengandung tetrasiklin 3%,
klortetrasiklin 3% dan oksitetrasiklin 3%.2,4
2) Neomisin.
Merupakan golongan aminoglikosida yang aktif terhadap beberapa kuman Gram
positif seperti Stafilokokus aureus, H.influensa, E.coli, Proteus dan hanya sedikit
efektif untuk Streptokokus. Sedangkan Pseudomonas biasanya resisten. Kebanyakan
neomisin terdapat dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain, antijamur atau
kortikosteroid. Di beberapa negara neomisin dilaporkan banyak menyebabkan alergi
kontak. 2,4
3) Gentamisin.
Termasuk golongan aminoglikosida, mempunyai aktivitas bakterisid terhadap kuman
Gram negatif dan beberapa Gram positif. Digunakan secara topikal karena efektif
terhadap Pseudomonas tetapi tidak efektif untuk Streptokokus sehingga kurang baik
untuk Impetigo. Tersedia dalam bentuk salep dan krim dengan konsentrasi 0,1%. 2,4
4) Basitrasin.
Bersifat bakterisid hanya terhadap kuman Gram positif seperti Stafilokokus,
Streptokokus dan Corynbacterium. Umumnya tersedia dalam bentuk kombinasi
dengan neomisin dan polimiksin-B sulfat dalam konsentrasi 4-6%. Kombinasi dengan
neomisin relatif aman dan dianggap rasional karena masingmasing bekerja secara
sinergis. Digunakan pada ektima, impetigo dan folikulitis2,4
5) Asam fusidat.
Mempunyai spektrum aktivitas antibakteri yang sempit. Sangat efektif terhadap
Stafilokokus aureus, termasuk galur penghasil penisilinase, juga terhadap bakteri
Gram positif, anaerob dan aerob. Tersedia dalam bentuk salep dan krim Natrium
fusidat dengan konsentrasi 2%.2,4
9
6) Mupirosin.
Merupakan antibiotika topikal baru, sangat efektif terhadap Stafilokokus dan sebagian
Streptokokus. Digunakan terutama pada impetigo, folikulitis, eczema infektif, luka
bakar atau ulkus kruris. Tersedia dalam bentuk salep dengan konsentrasi 1-3%.2,4
KORTIKOSTEROID
Merupakan obat topikal yang paling banyak digunakan dalam pengobatan penyakit kulit.
Hal ini disebabkan karena kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi, antimitosis dan
antiproliferasi. Indikasi topikal untuk dermatitis, psoriasis. Kontraindikasi terhadap
infeksi, ulkus. Lama pemakaiaan untuk potensi lemah 4-6 minggu, potensi kuat 2
minggu. Adapun efek samping terutama pada pemakaiaan steroid potensi kuat,
berlangsung lama dan dengan oklusif, dapat berupa: hipo atau atrofi kulit, striae,
telangiektasia, purpura, dermatitis akneiformis, hipertrikosis, hipopigmentasi. Bila terjadi
absorbsi perkutan mungkin dapat mensupresi kelenjar adrenal. 2,4
Adapun penggolongan kortikosteroid berdasarkan potensi klinis yaitu: 2,4
1) Potensi Lemah : antiinflamasi, antimitotik (-)
2) Potensi Sedang : antiinflamasi, antimitotik sedang
3) Potensi Kuat : Antiinflamasi, antimitotik kuat
4) Potensi Sangat Kuat : antiinflamasi, antimitotik sangat kuat
10
11
2.5 Stadium dan Tipe Penyakit Kulit
Prinsip terapi topikal adalah pemilihan basis yang sesuai dengan kondisi dematosis
yaitu: 2,4
1. If dry wet it. If wet dry it
a. Basah dengan basah (basis air)
b. Kering dengan kering (basis zalf)
2. Semakin akut makin lemah bahan yang digunakan.
3. Basis obat untuk radang akut:
Radang akut di tandai dengan eritem berat, edema, vesikel, bula, intertriginasi, krusta.
Basis obat yang dibutuhkan adalah berbentuk cair atau air yaang dipergunakan
sebagai kompres, rendam, mandi, atau di oleskan. Kompres bekerja pada radang akut
antara lain dengan cara:
a. Penguapan air akan menarik kalor lesi sehingga terjadi vasokontriksi, yang
mengakibatkan eritem berkurang.
b. Vasokontriksi memperbaiki permebealitas vaskuler, sehingga pengeluaran
serum dan edema akan berkurang.
c. Air melunakkan dan melarutkan krusta pada permukaan kulit, sehingga mudah
terangkat bersama kain kasa. Pembersihan krusta ini akan mengurangi sarang
makanan untuk bakteri dari cairan yang terperangkap di bawah krusta.
Kompres dingin, selain berguna untuk membersihkan, mengeringkan dan mengurangi
peradangan juga berfungsi memacu granulasi ulkus. Cara pengompresan adalah
sebagai berikut : kain kasa berlapis atau kain bekas berserat katun yang dibasahi
dengan air bersih dingin. Dalam air ini dapat dilarutkan zat aktif sesuai derngan
kebutuhan. Kain yang sudah basah tersebut, ditempelkan di atas lesi kulit selama
beberapa menit, kemudian kain diangkat dan dibasahi lagi dan ditempelkan kembali
pada lesi yang dikompres, demikian beberapa kali. Hati hati kain jangan dibiarkan
menempel pada lesi kulit sampai kering, sebab dapat mengakibatkan lesi menjadi
berdarah bila kain kasa yang kering dan lengket diangkat. Kompres berlanjut sesudah
lesi basah mengering dan menjadi subakut akan menyebabkan lesi terlalu kering,
pecah (overdrying). Sehingga timbul masalah baru. Selain itu pengompresan yang
12
terlalu lama akan menyebabkan maserasi kulit sekitarnya. Untuk menghindari hal ini
pengompresan dilakukan secara periodik, yaitu kompres basah 3 kali sehari selama 5-
15 menit. Pada anak - anak tiap kali pengompresan jangan lebih dari sepertiga luas
tubuh untuk menghindari pengacauan regulasi panas tubuh. Selain kompres, basis air
juga sering dipergunakan untuk berendam apabila kelainan kulit cukup luas dan untuk
lesi basah di ujung-ujung ekstremitas. Perendaman ini dapat melunakan dan
membersihkan skuama atau debris yang melekat. Hanya untuk menghindari maserasi,
perendaman jangan dilakukan lebih dari 30 menit. 2,4
4. Basis obat untuk radang subakut:
Radang sub akut ditandai dengan eritem ringan, erosi, dan krusta, kadang -kadang
mulai tampak hiperpigmentasi. Kompres basah akan menyebabkan lesi disini menjadi
terlalu kering, dan pecah-pecah, sebaliknya basis minyak dikuatirkan menimbulkan
efek oklusif yang memperberat inflamasi. Basis yang aman untuk kondisi sub akut ini
adalah basis krim, karena krim tersusun dari campuran minyak dan air. Jika lesi sub
akut tersebut lebih ke arah akut, diguanakn krim minyak dalam air (O/W), sebaliknya
jika lesi sub akut lebih ke arah kronis, digunakan krimair dalam minyak (W/O).
Contoh krim minyak dalam air misal krim Canesten, krim Hidrokortison, sedangkan
krim air dalam minyak misalnya cold cream atau vanishing cream. 2,4
5. Basis obat untuk radang kronis:
Radang kronis ditandai dengan lesi kering dapat berupa hiperkeratosis, likenifikasi,
fisura, skuama, dan hiperpigmentasi. Lesi kering seperti ini akan bertambah kering
bila diobati dengan basis air. Apabila ada debris diatas lesi kering dapat dibersihkan
dengan mengompresnya terlebih dahulu sehingga debris menjadi lunak dan mudah
diangkat. Pemberian basis minyak akan mencegah penguapan, sehingga air yang
menguap dari stratum korneum dapat dihambat, terjadi hidrasi startum korneum. 2,4
13
BAB III
PENUTUP
3. 1 Kesimpulan dan Saran
Prinsip dermatoterapi topikal secara umum terdiri atas 2 bagian yaitu: bahan dasar
(vehikulum) dan bahan aktif. Secara sederhana bahan dasar terdiri dari cairan, bedak,
salep/ zalf. Sedangkan bahan aktif terdiri dari bahan aktif non kortikosteroid dan bahan
aktif kortikosteroid. Adapun pedoman terapi topikal adalah If dry wet it, if wet dry it
(basah dengan basah berupa basis air, dan kering dengan kering basis zalf). Semakin akut
lesi maka semakin lemah bahan yang dipakai dalam dermatoterapi topikal. Pemilihan dan
penggunaan basis sedian topikal harus disesuaikan dengan stadium penyakit kulit. Efek
samping pemberian tiap jenis vehikulum dan bahan aktif pada dermatoterapi topikal
harus diperhatikan dengan baik, dan kepatuhan pasien dalam pengobatan sangat
mempengaruhi keberhasilan dalam dermatoterapi topikal.
14