bab i- iii
DESCRIPTION
kmbTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan hal yang sangat bernilai dalam kehidupan manusia.
Seseorang yang sehat secara lahir dan batin akan mampu beraktivitas maksimal,
sehingga disebut sebagai orang yang produktif. Produktivitas tersebut dapat
terganggu ketika seseorang sakit. Penyakit yang diderita manusia saat ini,
sebagian besar merupakan penyakit tidak menular (PTM), tergolong sebagai
penyakit kronis, misalnya diabetes, osteoporosis, hipertensi, jantung koroner,
stroke, dan kanker. Munculnya penyakit-penyakit “modern‟ tersebut merupakan
akibat dari gaya hidup modern, khususnya pola makan, yang tidak sehat.
Dewasa ini penyakit kanker dirasakan semakin menonjol dibandingkan
dengan masa tiga puluh tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya
laporan bahwa penyakit kanker cenderung menjadi salah satu penyebab utama
kematian usia produktif. Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2000 penyakit jantung dan kanker merupakan masalah utama kesehatan baik
dinegara maju dan berkembang (Anonim, 2000).
Menurut WHO setiap tahun terdapat 9 juta penderita kanker dan 5 juta
orang akan meninggal dunia. Pada tahun 2005, terdapat 7,5 juta orang
meninggal akibat kanker dan 84 juta orang akan meninggal hingga 10 tahun
kedepan (WHO, 2007).
Di Indonesia, PTM merupakan penyebab kematian terbanyak. Bahkan,
proporsi angka kematian akibat PTM meningkat dari 41,7 persen pada tahun
1995 menjadi 49,9 persen pada tahun 2001, dan 59,5 persen pada tahun 2007.
Penyebab kematian tertinggi adalah akibat stroke (15,4 persen), dan disusul
hipertensi, diabetes, kanker, serta penyakit paru obstruktif kronis (Balagita,
2011). Badan kesehatan dunia (WHO) melansir bahwa 63 persen kematian di
dunia disebabkan oleh penyakit kronis. Pada tahun 2008, 9 juta dari 36 juta
orang yang meninggal akibat penyakit kronis berusia di bawah 60 tahun dan 80
persennya terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
1
termasuk Indonesia (WHO, 2011).
Data departemen kesehatan tahun 2003 menyebutkan, kanker merupakan
penyebab utama kematian nomor 6 di Indonesia dan diperkirakan terdapat
insiden kanker sebesar 100 kasus dari 100.000 penduduk setiap tahunnya. Maka
dengan jumlah penduduk 200 juta, diperkirakan setiap tahun ada 200.000
penderita kanker baru di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 4000 diantaranya
anak-anak (Depkes, 2003).
Pada tahun 2004 di Amerika Serikat terdapat insiden leukemia sebesar
33.252 kasus dan sekitar 23.300 orang meninggal dunia karena leukemia (CFR
70.07%) (American Cancer Society, 2007). Pada tahun 2008 terdapat insiden
leukemia sebesar 48.490 kasus dan sekitar 21.710 orang meninggal karena
leukemia (CFR 44.77%). Dari seluruh kanker yang diderita anak-anak 33%
diantaranya adalah leukemia, LLA (Leukemia Limfositik Akut) adalah jenis
kimia yang sering terjadi pada anak-anak usia < 19 tahun (Anonim, 2007).
Menurut penelitian The Leukemia And Lymphoma society pada tahun
2001 terdapat 109.500 orang di Amerika terkena leukemia, limfoma dan
myeloma (American Cancer Society, 2007). Pada tahun 2004 terdapat 110.772
orang terkena leukemia, limfoma, myeloma dan 60.400 orang akan meninggal
karena kasus ini atau setiap 9 menit akan terdapat 1 orang meninggal karena
kanker ini (American Cancer Society, 2004).
Data dari profil kesehatan di Indonesia tahun 2001 menunjukan bahwa dari
survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992 proporsi dari kanker sebesar
4,0 %, SKRT tahun 1995 sebesar 5% dan pada survei kesehatan nasional
(SURKESNAS) tahun 2001 sebesar 6% (Depkes RI, 2002).
Pada tahun 2006 jumlah penderita kanker dirumah sakit di Indonesia,
leukemia berada pada peringkat 5 dengan jumlah pasien rawat inap 2.513
(5,93%) dari seluruh pasien 31.118 dan rawat jalan pada peringkat 7 dengan
jumlah pasien 4.075 (4,42%) dari jumlah seluruh pasien 92.233 (Depkes RI,
2007).
2
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan leukemia?
2. Jelaskan klasifikasi dari leukemia!
3. Apakah etiologi dari leukemia?
4. Jelaskan manifestasi klinis dari leukemia beserta patofiologi singkatnya!
5. Jelaskan pemeriksaan diagnostik dari leukemia!
6. Jelaskan Web of Caution (WOC) secara teoritis beserta intervensi teoritis
dari leukemia!
7. Jelaskan penatalaksaan medis dan keperawatan dari leukemia!
C. Tujuan
Setelah mempelajari pembahasan tentang leukemia, diharapkan mahasiswa
mampu memahami konsep leukemia secara teoritis dan mampu mengaplikasikan
asuhan keperawatan klien dengan leukemia dalam menyelesaikan kasus
penderita leukemia di kehidupan sehari-hari secara tepat dan benar.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai "darah
putih" pada tahun 1874, yang merupakan penyakit neoplastik yang ditandai
dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk hematopoetik.
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan
haima yang berarti darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit
yang disebabkan oleh sel darah putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika
sel darah yang bersifat kanker membelah secara tak terkontrol dan mengganggu
pembelahan sel darah normal.
Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, menggantikan sumsum tulang normal. Juga terjadi
proliferasi dihati, limfa dan nodus limfatikus, dan invasi organ nonhematologis,
seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Brunner & Suddath,
2002).
Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang ditandai oleh adanya
proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk leukosit
yang tidak normal, jumlah berlebihan, dapat menyebabkan anemia,
trombositopenia, penyakit neoplastik yang beragam, atau transformasi maligna
dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid dan diakhiri
dengan kematian (Mansjoer, 2005).
Menurut Suriadi & Rita (2002), Leukimia adalah proliferasi sel darah
putih yang masih imatur dalam jaringan pembentuk darah.
Berdasarkan dari beberapa pengetian diatas maka penulis berpendapat
bahwa leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi
abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah
4
Pada kondisi leukemia, sel darah putih tidak merespon signal yang
dikirim oleh tubuh, sehingga sel-sel pembentuk darah pada sumsum tulang dan
jaringan limfoid memperbanyak diri secara tidak normal atau mengalami
transformasi maligna. Sel-sel normal pada sumsum tulang diganti dengan sel
abnormal yang kemudian keluar dari sumsum dan ditemukan di dalam darah. Sel
leukemia ini mempengaruhi hematopoiesis (pembentukan sel darah normal) dan
imunitas tubuh penderita.
Gambar 1. Sel darah putih Gambar 2. Leukemia
B. Klasifikasi
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
(kecepatan perkembangan) dan tipe sel asal yaitu:
1. Maturasi sel:
a. Akut
Perjalanan penyakit pada leukemia akut sangat cepat, mematikan
dan memburuk. Dapat dikatakan waktu hidup penderita tanpa pengobatan
hanya dalam hitungan minggu bahkan hari. Leukemia akut merupakan
akibat dari terjadinya komplikasi pada neoplasma hematopoietik secara
umum (Handayani&hariwibowo, 2008).
Leukimia akut merupakan proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas,
disertai bentuk leukosit yang lain daripada yang normal, jumlahnya
berlebihan, serta dapat menyebabkan anemia, trombositopenia, dan dapat
berakhir dengan kematian (Handayani&hariwibowo, 2008).
Leukemia akut adalah suatu gangguan maligna dimana sel blas
hemopoietik terdapat sebanyak 20% dari sel sumsum tulang (Atul &
Victor, 2006).
5
Leukimia akut memiliki awitan mendadak dengan perjalanan
progresif cepat yang menyebabkan kematian jika tidak diterapi lebih lanjut
atau penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.
b. Kronis
Berbeda dengan akut, leukemia kronis memiliki perjalanan penyakit
yang tidak begitu cepat, sehingga dapat dikatakan bahwa waktu hidup
penderita tanpa pengobatan dalam hitungan sampai 5 tahun
(Handayani&hariwibowo, 2008).
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi, dengan tipe sel yang lebih matur/berdiferensiasi
baik (Chandrasoma, 2005)
2. Tipe sel asal
a. Mielositik
Sel kanker yang berasal dari sel darah merah, granulocytes, macrophages
dan keping darah
b. Limfositik
Sel kanker yang berasal dari lymphocyte cell.
Berdasarkan kedua klasifikasi di atas, maka leukemia dibagi menjadi 4
macam, yaitu:
a. Leukemia limfositik akut (LLA).
LLA merupakan suatu proliferasi ganas dari limfoblast. Jenis leukemia
ini memiliki karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis
dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-
alat dalam) dan kegagalan organ .
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur
dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun.
Setelah usia 15 tahun LLA jarang terjadi. Penyakit ini juga terdapat pada
dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih. Tanpa pengobatan
sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang.
6
b. Leukemia mielositik akut (LMA).
Ini lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak. Tipe ini
dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik
yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi ( Wiwik & Andi, 2008)
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering
ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).
Ditemukan lebih sering pada laki-laki daripada wanita. Permulaannya
mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala
yang singkat. Jika tidak diobati, LMA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
Gambar 3. Leukemia Mielositik Akut
(gambar hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000 x)
c. Leukemia limfositik kronis (LLK).
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang
berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang
individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk
laki-laki. Sebagian besar leukosit pasien di atas 50.000/µL.
7
Gambar 4. Leukemia Limfositik Kronik
(gambar hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000 x)
d. Leukemia mielositik kronis (LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan
produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. Sel
leukimianya berasal dari transformasi sel induk mieloid. LGK/LMK
mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia
pertengahan (40-50 tahun). Leukosit dapat mencapai lebih dari 150.000/ µL
yang memerlukan pengobatan. Abnormalitas genetik yang dinamakan
kromosom Philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki
yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit
dan sel darah merah yang amat kurang.
Gambar 5. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
(gambar hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa).
Fase perjalanan penyakit LMK dibagi menjadi dua fase sebagai berikut:
a. Fase kronis yaitu fase berjalan selama 2-5 tahun dan responsif terhadap
kemoterapi
b. Fase akselerasi atau transformasi akut dimana fase ini memiliki
manifestasi klinis mirip leukimia akut, proporsi sel muda meningkat dan
akhirnya masuk ke dalam blast criss atau krisis blastik. Sekitar 2/3
8
menunjukkan sel blast seri mieloid, sedangkan 1/3 nya menunjukkan seri
limfoid.
C. Etiologi
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.
Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan
risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor resiko tersebut meliputi (Hoffbrand
& Petit, 2005) :
1) Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa:
a) Para pegawai radiologi lebih beresiko untuk terkena leukemia
b) Pasien yang menerima radioterapi beresiko terkena leukemia
c) Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom Hiroshima
dan Nagasaki, Jepang.
2) Faktor leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang telah diidentifikasi dapat mempengaruhi
frekuensi leukemia:
a) Racun lingkungan seperti benzena Paparan pada tingkat-tingkat yang
tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan leukemia
b) Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde.
c) Obat untuk kemoterapi Pasien-pasien kanker yang dirawat dengan
obat-obat melawan kanker tertentu adakalanya dikemudian hari
mengembangkan leukemia. Contohnya, obat-obat yang dikenal sebagai
agen-agen alkylating dihubungkan dengan pengembangan leukemia
bertahun-tahun kemudian.
d) Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia.
Rokok mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia
terutama LMA.
3) Herediter
Penderita sindrom Down, suatu penyakit yang disebabkan oleh
kromosom-kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko leukemia. Ia
memiliki insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
9
Selain itu, pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya
agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak,
sindrom Bloom, anemia Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom
Kleinefelter dan sindrom trisomi D. Pada saudara kandung penderita naik 2-4
kali dan dapat terjadi pada kembar identik (Handayani & Hariwibowo, 2008).
4) Virus
Virus dapat menyebabkan leukemia seperti retrovirus, virus leukemia feline,
HTLV-1 (Human T leukemia Virus-1) pada dewasa (Handayani &
Hariwibowo, 2008).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia,
neutropenia, infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
(Kumar, 2007):
1) Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel
darah merah kurang. Anemia dapat menyebabkan seseorang menjadi pucat
dan mudah lelah.
2) Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk
mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3) Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan
mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang
sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat
terjadi secara spontan.
10
Gambar 6. Petekie Gambar 7. Purpura
4) Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5) Penurunan nafsu makan
6) Kelemahan dan kelelahan fisik
Gambar 8. Manifestasi klinis Leukemia
Manifestasi klinis leukemia berdasarkan klasifikasinya sebagai berikut:
1. Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan
kegagalan sumsum tulang. Gejala klinis berhubungan dengan anemia
(mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada), infeksi dan perdarahan
(purpura). Sering ditemukan suatu massa abnormal. Selain itu juga 11
ditemukan anoreksia sehingga terjadi penurunan berat badan, nyeri tulang
dan sendi, hipermetabolisme. Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada
sternum, tibia dan femur.
Pemeriksaan fisik didapatkan splenomegali, hepatomegali, limfadenopati,
ekimosis, dan perdarahan retina. .
2. Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang,
anemia,perdarahan, nyeri tulang, pemebesaran kalenjar getah bening, limpa,
hepar, kalenjar mediastinum, kadang hipertrofi gusi khususnya pada
leukemia monoblastik dan mielomonolitik, infeksi yang disebabkan oleh
sindrom kegagalan sumsum tulang. Perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk
purpura atau petekia (Handayani&hariwibowo, 2008).
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3)
biasanya mengalami gangguan kesadaran, sesak napas, nyeri dada dan
priapismus. Selain itu juga menimbulkan gangguan metabolisme yaitu
hiperurisemia dan hipoglikemia.
3. Leukemia Limfositik Kronik
Pembesaran secara massif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung,
sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen,
dan buang air besar tidak teratur. Terjadi pembesaran getah bening
(limfadenopati) superfisial yang sifatnya simetris dan volumnya cukup besar,
anemia, splenomegali, sering disertai herpes zoster dan pruritus
(Handayani&hariwibowo, 2008).
4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas.
Pada fase kronik ditemukan hiperkatabolik (berat badan menurun, lemah,
anoreksia, berkeringat malam), splenomegali, hepatomegali yang lebih jarang
dan lebih ringan, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung,
gejala gout, gangguan penglihatan, priapismus, anemia ringan pada tahap
awal, kadang-kadang asimptomatik. Perubahan terjadi secara perlahan-lahan
dengan prodormal selama 6 bulan yang disebut fase akselerasi. Timbul
keluhan baru yaitu demam, nyeri tulang, respon terhadap kemoterapi
12
berkurang, leukositosis meningkat, trombosit menurun dan akhirnya menjadi
gambaran leukimia akut. Pada 1/3 penderita, perubahan terjadi secara
mendadak tanpa didahului masa prodormal, keadaan ini disebut krisis blastik
(Handayani&hariwibowo, 2008).
Proses patofisiologi leukimia dimulai dari transformasi ganas sel induk
hematologik atau turunannya. Proliferasi sel ganas induk ini menghasilkan sel
leukimia akan mengakibatkan:
1. Penekanan hemopoeisis normal sehingga terjadi bone marrow failure.
Penekanan hemopoeisis normal disebabkan karena adanya proliferasi sel
ganas dan menyebabkan adanya sel leukimia. Hal ini dapat menyebabkan
penekanan sel-sel lainnya seperti eritrosit dan trombosit. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya anemia dan trombositopenia pada kasus leukimia
(Bakta, 2006).
2. Infiltrasi sel leukimia ke dalam organ sehingga menimbulkan organomegali
Infiltrasi sel leukemia ke RES (Retikulo Endhotelial System) menyebabkan
gangguan pada beberapa organ dan menyebabkan limfadenopuati,
hepatomegali, dan splenomegali. Selain itu akibat adanya infiltrasi sel
leukimia dalam darah dapat terjadi sindrom hiperviskositas. Bila yang
terkena adalah tulang maka dapat menyebabkan nyeri pada tulang,
sementara bila terkena tempat ekstramedular maka dapat terjadi meningitis,
pembesaran testis dan lesi kulit (Bakta, 2006).
3. Katabolisme sel meningkat sehingga terjadi keadaan hiperkatabolik.
Terjadinya hiperkatabolik menyebabkan kaheksia, keringat malam (untuk
menurunkan suhu tubuh), dan juga peningkatan asam urat. Akibat
peningkatan asam urat yang terlalu tinggi, pasien leukimia biasanya
mengalami gagal ginjal dan penyakit gout (Bakta, 2006).
D. Evaluasi Diagnostik
1. Hematologi rutin dan hitung darah lengkap digunakan untuk mengetahui
kadar Hb-eritrosit, leukosit, dan trombosit.
13
2. Apus darah tepi digunakan untuk mengetahui morfologi sel darah, berupa
bentuk, ukuran, maupun warna sel-sel darah, yang dapat menunjukkan
kelainan hematologi.
3. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang digunakan untuk mengetahui kondisi
sumsum tulang, apakah terdapat kelainan atau tidak. Dokter akan mengangkat
sumsum tulang dari tulang pinggul atau tulang besar lainnya. Hasil
pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan
keadaan hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia
(blast), terdapat perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang
tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti
dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya infiltrasi
merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti.
Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B.
Sedangkan pada penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular
dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah
granulosit lebih dari 30.000/mm3.
4. Karyotipik digunakan untuk mengetahui keadaan kromosom dengan metode
FISH (Flurosescent In Situ Hybridization).
5. Immunophenotyping mengidentifikasi jenis sel dan tingkat maturitasnya
dengan antibodi yang spesifik terhadap antigen yang terdapat pada
permukaan membran sel.
14
6. Sitokimia merupakan metode pewarnaan tertentu sehingga hasilnya lebih
spesifik daripada hanya menggunakan morfologi sel blas pada apus darah tepi
atau sumsum tulang.
7. Analisis sitogenetik digunakan untuk mengetahui kelainan sitogenetik
tertentu, yang pada leukemia dibagi menjadi 2 yaitu kelainan yang
menyebabkan hilang atau bertambahnya materi kromosom dan kelainan yang
menyebabkan perubahan yang seimbang tanpa menyebabkan hilang atau
bertambahnya materi kromosom. Laboratorium akan memeriksa kromosom
sel dari sampel darah tepi, sumsum tulang, atau kalenjar getah bening.
8. Biologi molekuler mengetahui kelainan genetik, dan digunakan untuk
menggantikan analisis sitogenetik rutin apabila gagal (Sudoyo et.al, 2007).
Hasil pemeriksaan diagnostik berdasar klasifikasi leukemia sebagai berikut
(Handayani&Hariwibowo, 2008):
1. Leukemia limfositik Akut
a. Ditemukan sel muda limfoblast.
b. Leukositosis 60%.
c. Leukopenia 25%.
d. Jumlah leukosit neutrofil sering kali rendah.
e. Kadar Hb dan trombosit rendah.
f. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sel blast yang dominan.
2. Leukemia Mielositik akut
a. Pada hitung sel darah menunjukkan adanya penurunan eritrosit,
trombosit, jumlah leukosit total biasa rendah, normal, atau tinggi.
b. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan sel blast yang immatur.
3. Leukemia limfositik Kronik
a. Pemeriksaan darah tepi: menunjukkan adanya limfositosis 30.000-
300.000/mm3, anemia normositer normokromik, trombositopenia.
b. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan adanya infiltrasi “small well
differentiated lymphocyte” difus, dengan limfosit 25%-95% dari sel
sumsum tulang.
15
4. Leukemia Mielositik Kronik
a. Leukositosis berat 20.000-50.000 pada permulaan kemudian biasanya
lebih dari 100.000/mm3,
b. Apusan darah tepi, menunjukkan spektrum lengkap seri granulosit mulai
dari mieloblast sampai netrofil, dengan komponen mulai dari mieloblast
sampai netrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen
netrofil dan mielosit. Sel balst kurang dari 5%,
c. Anemia mula-mula ringan mnjadi progresif pada fase lanjut, bersifat
normokromik normositer,
d. Trombosit bisa meningkat, normal, atau menurun. Pada fase awal lebih
sering meningkat,
e. Fosfatase alkali netrofil selalu rendah,
f. Sumsum tulang: hiperselular dengan sistem granulosit dominan. Sel blast
<30%. Megakariosit pada fase kronik normal atau meningkat,
g. Pada pemeriksaan sitogenik; dijumpai philadelphia chromosome pada
95%,
h. Pemeriksaan pcr (polymerase chain reaction) dapat mendeteksi adanya
chimeric protein bcr0 abl pada 99% kasus,
i. Kadar asanm urat serum meningkat,
j. Vitamin B12 serum dan B12 binding capacity meningkat (Barta, 2006).
16
E.Web of Caution (WOC)
F.
G. Penatalaksanaan Medis
17
Anemia
Trombosit Leukosit Eritrosit
Demam/ hipertermi
Oliguria
Anoreksia, mual,
muntah
Aliran ke ginjal
Infeksi
Bibir dan membran
mukosa mulut kering
Perdarahan
MK: Risiko infeksiMK: Risiko infeksi
Trombo-sitopenia
Epistaksis, pucat
Ptekie
Meningitis
Kejang
Pembesaran limpa, liver, nodus limfe,
tulang
BB
MK: Kekurangan vol. cairan
MK: Kekurangan vol. cairan
MK: Gang. nutrisi kurang dari keb.tubuh
MK: Gang. nutrisi kurang dari keb.tubuh
MK: Gang. rasa nyaman: nyeri
MK: Gang. rasa nyaman: nyeri
Nyeri tulang dan sendi
Tulang mengecil & lemah
Infiltrasi SSPDepresi sumsum tulang
Infiltrasi ektra medular
Metabolisme
Sel kekurangan
makanan
Kelainan kromosom
Terpajan bahan-bahan kimia
Radiasi sinar X Penggunaan obat imunosupresif
Kembar monozigot
Proliferasi sel kanker
Sel normal bersaing dengan sel kanker untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan oleh sel kanker
BB
MK: Risiko cederaMK: Risiko cedera
MK: Gangguan integritas kulitMK: Gangguan integritas kulit
1) Penatalaksanaan medis:Pengobatan leukimia bersifat spesifik, suportif, dan kuratif.
a) Pengobatan spesifik:
Yaitu berbentuk kemoterapi yang mempunyai tahapan sebagai berikut :
1. Fase induksi remisi
Berupa kemoterapi intensif untuk mencapai remisi yaitu supaya
keadaan dimana gejala klinis hilang, disertai blast dalam sumsum tulang
kurang dari 5%. Dengan pemeriksaan morfologik tidak dapat dijumpai
sel leukimia dalam sum-sum tulang dan darah tepi.
2. Fase post remisi
Suatu fase pengobatan untuk mempertahan remisi selama mungkin
yang pada akhirnya akan menuju kesembuhan. Hal ini dicapai dengan:
a. Kemoterapi lanjutan terdiri dari:
1) Terapi konsolidasi
2) Terapi pemeliharaan (maintenance)
3) Late intencification
b. Transplantasi sum-sum tulang
Merupakan terapi konsolidasi yang memberikan penyembuhan
permanen pada sebagian penderita, terutama penderita yang berusia
dibawah 40 tahun.
b) Terapi suportif
Terapi suportif yang diberikan adalah:
1. Terapi untuk mengatasi anemia
Transfusi darah untuk mempertahankan Hb sekitar 9-10 g/dl. Untuk
calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya
dihindari.
2. Terapi untuk mengatasi infeksi:
a) Antibiotika adekuat
b) Transfusi konsentrat granulosit
c) Perawatan khusus, diletakkan di ruang non infeksi
3. Terapi untuk mengatasi perdarahan yang terdiri dari :
18
a) Transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit
minimal 10 x10 /ml darah, idealnya diatas 20 x10 /ml darah.
b) Bisa diberukan heparin untuk mengatasi DIC
4. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain yaitu :
a) Pengelolaan leukopheresis: dilakukan dengan hindari
intravenous dan leukopheresis. Segera lakukan individu remisi
untuk menurunkan jumlah leukosit.
b) Pengelolaan sindrom lisis tumor dengan hidrasi yang cukup,
pemberian alopurinol dan alkalisasi urine.
c) Terapi kuratif
Meliputi:
1. Steroduksi dengan obat sitostatika mulai dari kombinasi sitostatika
yang ringan hingga yang agresif dengan membutuhkan “rescue” sel
induk darah penderita dari darah perifer untuk menyelamatkan pada
ablasi sum-sum tulang.
2. Transplantasi sel induk darah alogeni atau autologus dari sumsum
tulang, darah perifer atau tali pusar.
Penatalaksanaan medis berdasarkan klasifikasikan ( Hoffbrand & Pettit, 2006):
1. Leukemia Akut
a) Leukimia Limfositik Akut (LLA)
1) Prinsip Pengobatan
Prinsip pengobatan yang digunakan adalah terapi sitotoksik.
Sebagian besar obat sitotoksik yang digunakan dalam terapi leukemia
merusak kapasitas sel untuk bereproduksi. Saat ini biasa digunakan
kombinasi sedikitnya tiga macam obat untuk meningkatkan efek
sitotoksik, meningkatkan tingkat remisi, dan menurunkan frekuensi
timbulnya resistensi obat. Kombinasi obat berganda ini juga telah
terbukti memberi remisi yang lebih panjang pada leukemia akut
dibandingkan dengan obat tunggal.
Tujuan terapi sitotoksik yang pertama adalah untuk menginduksi
19
remisi (tidak terbukti adanya penyakit secara klinis atau laboratorik
konvensional) dan kemudian untuk memberantas populasi sel leukemia
yang tersembunyi dengan terapi konsolidasi. Kombinasi siklik dua, tiga
atau empat obat diberikan dengan interval bebas pengobatan untuk
memungkinkan pulihnya sumsum tulang. Pemulihan ini lergantung pada
pola pertumbuhan kembali yang berbeda antara sel normal daan sel
leukemia. Terapi rumatan jangka panjang (2-3 tahun) pada ALL telah
terbukti menurunkan risiko terjadinya relaps, tetapi hal ini belum
dipastikan pada AML.
2) Pengobatan
Pengobatan dibagi menjadi pengobatan suportif dan spesifik.
(a) Terapi suportif umum
Terapi suportif umum untuk kegagalan sumsum tulang
meliputi.
1. Pemasangan kateter vena sentral. Pemasangan kateter vena
sentral (missal: Hickman) untuk memudahkan akses untuk
memberikan kemoterapi, produk darah, antibiotik, makanan
intravena, dan untuk pengambilan darah bagi pemeriksaan
laboratorium.
2. Pencegahan muntah. Yaitu terdiri dari metoklopramid,
fenotiazin (misalnya klorpromazin atau proklorperazin),
antagonis reseptor5-hidroksitriptamin tipe 3 (5-HT3) selektif
(misalnya ondansetron, granisetron, atau tropisetron), steroid
(misal deksametason), benzodiazepin (misal lorazepam), atau
kanabinoid (misal nabilon).
3. Dukungan produk darah dengan transfusi: eritrosit dan
trombosit. Plasma beku segar (fresh frozen plasma, FFP)
mungkin perlu diberikan untuk mengatasi koagulopati.
4. Alopurinol dan cairan intravena, kadang-kadang dengan
alkalinisasi urin, untuk mencegh terjadinya sindrom lisis
tumor.
20
5. Profilaksis dan pengobatan infeksi. Infeksi terutama
disebabkan oleh bakteri dan biasanya muncul dari flora
bakteri komensal pasien itu sendiri, yang paling sering
dijumpai adalah organisme kulit Gram positif, Gram
negative, pathogen, jamur, protozoa juga meningkat
frekuensinya, khususnya jika netropenia terjadi
berkepanjangan, terdapat limfopenia dan telah digunakan
beberapa antibiotik untuk mengobati kemungkinan infeksi
bakteri.
(b) Profilaksis infeksi
Dapat menggunakan obat sebagai berikut: Obat
antimikroba oral seperti neomisin dan kolistin dapat diberikan
untuk mengurangi flora usus dan flora komensal lain. Obat anti
jamur seperti amfoterisin, flukonazol, atau intra-konazol dapat
diberikan sebagai profilaksis. Antibiotika oral seperti:
siprofloksasin dapat mengurangi terjadinya infeksi Gram negatif
dan kotrimoksazol digunakan sebagai profilaksis infeksi
Pneumocystis: Biakan pemantauan regular diambil untuk
mengetahui jumlah flora bakteri pasien dan sensitivitasnya.
Antiseptik topikal seringkali digunakan untuk mandi dan kumur.
(c) Pengobatan infeksi
Terapi antibiotik digunakan untuk mengatasi infeksi. Antibiotik
yang lazim diberikan adalah golongan penisilin yang aktif
terhadap Pseudomonas (tazocin); monobaktam agen tunggal
seperti meropenem;. sefalosporin spektrum luas seperti
seftazidim dengan teikoplanin untuk mengatasi Staphylococcus
epidermidis yang merupakan sumber demam yang umum pada
pasien dengan infus intra vena. Teikoplanin seringkali
ditambahkan setelah 24-48 jam jika demam tidak mereda dan
obat ini tidak terdapat dalam regimen awal. Segera setelah agen
infektif dan sensitivitas antibiotiknya diketahui dapat dilakukan
21
perubahan yang sesuai dalam regimen terapi. Apabila tidak
terdapat respons, maka harus dipikirkan kemungkinan infeksi
jamur atau virus dan diberikan terapi yang sesuai, misalnya
dengan amfoterisin (liposomal, jika gagal ginjal) atau asiklovir.
(d) Terapi spesifik
Terapi spesifik ALL adalah dengan kemoterapi dan
kadang-kadang radioterapi. Terapi ini digunakan dalam berbagai
fase pada perjalanan pengobatan yang biasanya mempunyai
empat komponen. Protokol-protokol tersebut berbeda pada bayi,
anak, dewasa, dan pada kasus-kasus yang dianggap mempunyai
prognosis yang berbeda pada kelompok-kelompok umur yang
berbeda tersebut. ALL-B yang jarang dijumpai diobati dengan
protokol yang berbeda dengan jenis yang lebih umum.
(e) Induksi remisi
Tujuan induksi remisi adalah untuk membunuh sebagian
besar sel tumor secara cepat dan menyebabkan pasien memasuki
keadaan remisi. Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel
yang kurang dari 5% dalam sumsum tulang, hitung darah tepi
yang normal, dan tidak ada gejala atau tanda-tanda lain penyakit
itu. Prednisolon atau deksametason, vinkristin, dan asparaginase
adalah obat obat yang biasanya dipakai dan sangat efektif-
mencapaiapai remisi pada lebih dari 90% anak dan 80-90 %
orang dewasa (pada orang dewasa biasanya juga ditambahkan
daunorubicin).
(f) Terapi yang ditujukan pada sistem saraf pusat (CNS)
Beberapa obat yang diberikan secara sistemik dapat
mencapai cairan serebrospinal (CSF) dan perlu diberikan
pengobatan spesifik. Pilihannya adalah metotreksat dosis tinggi
yang diberikan secara intravena.
(g) Rumatan (maintenance)
Rumatan diberikan selama 2 tahun pada anak perempuan
dan orang dewasa, dan 3 tahun pada anak laki-laki, dengan
22
merkaptopurin oral harian dan metotreksat oral sekali seminggu.
Vinkristin intravena dengan kortikosteroid oral singkat (5 hari)
ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 bulanan (pada
dewasa).
(h) Pengobatan relaps
Pengobatan relaps saat ini belum memuaskan. Apa bila
relaps terjadi selama atau segera setelah pemberian kemoterapi
awal, maka prognosisnya sangat buruk. Biasanya diberikan
kemoterapi lanjutan dan kemudian dilakukan transplantasi sel
induk meng gunakan donor dari saudara kandung yang memiliki
antigen leukosit manusia (HLA) yang cocok atau donor sukarela
yang memiliki HLA yang cocok.
b) Leukimia Mieloblastik Akut (LLA)
1) Pemeriksaan dan penatalaksanaan
Penatalaksanaan bersifat suportif dan spesifik.
(a) Pengobatan suportif berdasarkan prinsip yang sama dengan
ALL. Masalah yang unik pada AML mencakup sindrom
perdarahan yang dikaitkan dengan varian AML M3. Penyakit ini
dapat bermanifestasi sebagai perdarahan yang sangat berat atau
keadaan ini dapat timbul dalam beberapa hari pertama
pengobatan. Keadaan ini diobati seperti pada pengobatan DIC
dengan penggantian faktor pembekuan menjadi FFP dan
transfusi trombosit berulang. Selain itu, terapi all-trans retinoic
acid (ATRA) diberikan bersama dengan kemoterapi.
(b) Terapi spesifik AML biasanya dengan penggunaan kemoterapi
yang intensif. Terapi ini biasanya diberikan dalam empat atau
lima blok masing-masing sekitar 1 minggu dan obat-obat yang
paling umum digunakan antara lain sitosin arabinosida,
daunorubicin, idarubicin, 6-thio-guanin, mitoksantron, atau
etoposid. Semua subtipe AML (FAB M0-M7) diobati dengan cara
yang sama kecuali varian promielositik (M3) disertai dengan
23
translokasi t (15; 17) yang ditambahkan ATRApada kemoterapi
awal. Obat-obat tersebut adalah mielotoksik dengan selektivitas
yang ter-batas antara sel leukemik dengan sel sumsum normal
sehingga kegagalan sumsum tulang yang terjadi bersifat berat,
dan perlu diberikan pera-watan suportif yang intensif dan lama.
Terapirumatan tidak perlu diberikan dan profilaksis CNS
biasanya tidak diberikan pada AML.
Suatu konsep penting yang dikembangkan dalam terapi AML
adalah mendasarkan jadwal pengobatan. seorang pasien pada
kelompok risikonya. Remisi setelah satu tahap kemoterapi juga
menguntungkan Sebaliknya, kelainan monosomi 5 atau 7, sel blas
dengan mutasi Flt-3 atau penyakit yang berespons buruk
menempatkan pasien ke dalam kelompok risiko yang buruk,
sehingga mungkin memerlukan pengobatan yang lebih intensif.
Antibodi monoklonal berlabel radioaktif yang ditujukan terhadap
CD33 atau CD45 sedang dikembangkan sebagai suatu kemungkipan
tambahan dalam terapi AML.
2) Transplantasi sel induk
Transplantasi autolog menurunkan angka kejadian relaps,
tetapi meningkatkan toksisitas lebih lanjut pada regimen pengobatan.
Peranannya dalam pengobatan adalah subyek debat yang
berkepanjangan, tetapi cenderung disimpan sampai terjadi relaps
pada kelompok risiko baik dan pada anak. SCT alogenik digunakan
di beberapa pusat pengobatan untuk pasien berusia kurang dari 45
tahun dengan donor saudara yang HLA-nya cocok dengan AML
resiko standar atau buruk pada. remisi pertama walaupun beberapa
kelompok menjadikannya pilihan untuk pengobatan penyakit yang
relaps.
24
3) Pasien usia di atas 60 tahun
Pada pasien usia tua yang menderita penyakit organ lain
yang serius, diputuskan untuk menggunakan terapi suportif dengan
atau tanpa kemoterapi obat tunggal yang ringan. Walaupun
demikian, pada pasien yang tidak menderita sakit lain, kemoterapi
kombinasi yang serupa dengan yang digunakan pada pasien berusia
lebih muda dapat menimbulkan terjadinya remisi jangka panjang.
2. Leukemia Kronik
a) Leukemia Mieloid Kronik (LMK)
Fase kronik
1) Kemoterapi Hidroksiurea
Kemoterapi Hidroksiurea bersifat efektif dalam
mengendalikan penyakit dan mempertahankan hitung leukosit yaing
normal pada fase kronik, tetapi biasanya perlu diberikan seumtir
hidup. Regimen biasanya dimulai dengan 1,0-2,0 g/hari dan
kemudian menurunkannya tiap minggu sampai mencapai dosis
rumatan sebesar 0,5-1,5 g/hari. Zat pengalkil busulfan dan
Alopurinol sering digunakan untuk terapi ini
2) Inhibitor tirosin kinase
Zat STI 571 adalah suatu inhibitor spesifik terhadap protein
ABL yaitu tirosin kinase dan mampu menghasilkan respons
hematologik yang lengkap pada hampir semua pasien yang berada
dalam fase kronik dengan tingkat konversi sumsum tulang yang
tinggi dari Ph positif menjadi Ph negatif. Obat ini mungkin menjadi
peng-obatan lini pertama pada CML, baik digunakan sen-diri atau
bersama dengan interferon atau obat lain.
3) Interferon-α
Biasanya digunakan bila jumlah leukosit telah terkendali oleh
hidroksiurea dan saat ini merupakan obat terpilih untuk fase kronik
walaupun mungkin akan digantikan oleh inhibitor tirosin kinase.
Regimen yang lazim digunakan adalah dari 3 sampai 9 megaunit
25
yang diberikan antara tiga sampai tujuh kali setiap minggu sebagai
injeksi subkutan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan jumlah
leukosit tetap rendah (sekitar 4 x 10'/1).
4) Transplantasi set induk (stem cell transplantation / SCT)
Transplantasi ini dapat bersifat alogenik atau autolog.
Transplantasi sumsum tulang.(BMT) alogen adalah satu-satunya
pengobatan kuratif CML yang tersedia. Hasilnya lebih baik bila
dilakukan pada fase kronik dibandingkan fase akut atau akselerasi.
5) Imatinib (Glivec)
Imatinib mengontrol jumlah darah dan menyebabkan
sumsum menjadi negatif Ph pada sebagian besar kasus, meskipun
hampir semuanya tetap positif untuk RNA messenger fusi BCR-
ABL bila diuji dengan PCR. Fase kronik memanjang dan kecepatan
transformasi akut berkurang. Efek samping meliputi mual, ruam
kulit, dan nyeri otot. Imatinib dalam kombinasi dengan obat lain
juga bcrharga pada terapi Ph+ALL dan transformasi bias CML.
6) Alopurinol
untuk mencegah hiperurisemia.
Fase akut
Terapi sama seperti leukemia akut, AML, atau ALL, dengan penam-
bahan imatinib dapat diberikan, tetapi prognosisnya buruk.
b) Leukemia Limfoblastik Kronik (LLK)
1) Kemoterapi
(a) Klorambusil
Pengobatan tradisional untuk CLL adalah dengan zat
pengalkil oral klorambusil. Obat ini digunakan sebagai
pengobatan harian (misal 4-6 mg/hari) atau 6 mg/m2 per hari
selama 10 hari. Obat ini efektif dalam mengurangi beratnya
penyakit pada sebagian besar kasus. Biasanya obat perlu
diberikan selama 2-4 bulan, dan setelah itu akan dicapai remisi
dengan durasi yang bervariasi. Klorambusil dapat diberikan
kembali jika diperlukan, walaupun dapat timbul resistensi.
26
(b) Analog purin
Obat-obat ini efektif untuk pengobatan leukemia limfoid
kronik dan limfoma. Obat yang paling efektif untuk pengobatan
CLL tampaknya adalah fludarabin. Tempat fludarabin dalam
penatalaksanaan CLL secara keseluruhan masih diteliti hingga
saaat ini. Obat ini mungkin merupakan obat pilihan pertama dan
juga berguna untuk pasien-pasien yang resisten terhadap
klorambusil.
(c) Kortikosteroid
Pasien yang menderita kegagalan sum sum tulang harus
diobati sejak awal dengan prednisolon saja, sampai terdapat
pemulihan jumlah trombosit, netrofil, dan hemoglobin yang
bermakna. Jumlah limfosit darah tepi mula-mula meningkat
sejalan dengan pengerutan organ yang terinfiltrasi, tetapi
jumlahnya kemudian menurun. Kortikosteroid juga diindikasikan
bila terdapat anemia hemolitik autoimun atau trombositopenia.
2) Bentuk pengobatan lain
(a) Radioterapi
Ini bermanfaat untuk mengurangi ukuran gugus kelenjar
getah bening besar yang tidak responsif terhadap kemoterapi.
(b) Kemoterapi kombinasi
Misalnya dengan siklofosfamid, hidroksidaunorubisin,
Oncovin (vinkristin) dan prednison (CHOP, hal. 198) kadang-
kadang efektif untuk kasus-kasus stadium lanjut dan pasien yang
refrakter terhadap klorambusil.
(c) Siklosporin
Aplasia eritrosit mungkin berespons, terhadap siklosporin.
(d) Antibodi monoklonal Campath IH (anti CD52) dan Rituximab
(anti CD20) menghasilkan respons pada sebagian pasien.
Campath-IH khususnya efektif terhadap penyakit sumsum
tulang.
27
(e) Splenektomi
Ini biasanya disimpan untuk pasien pasien dengan
sitopenia imun yang tidak berespon terhadap steroid jangka
pendek atau pasien dengan pembesaran limpa yang besar dan
nyeri.
(f) Penggantian imunoglobulin
Penggantian imunoglo bulin (misal 250 mg/kg/bulan
melalui infus intra vena) berguna untuk pasien-pasien dengan
hipo gamaglobulinemia dan infeksi rekuren.
Golongan / Nama obat Mekanisme Kerja Efek Samping / side effect
Antimetabolit
1. Metotreksat
2. 6-Merkaptopurinf
3. 6-Thioguanint
4. Sitosin-arabinosida
5. Hidroksiurea
Menghambat sintesis purin
atau pirimidin atau
penggabungan ke dalam
DNA.
1. Ulkus mulut, toksisitas usus
2. Ikterus
3. Toksisitas usus
4. CNS, terutama toksisitas
serebelum dan konjungtivitis
5. Pada dosis tinggi: Pigmentasi,
distrofi kuku, uiserasi kulit.
Agen pengalkil
1. Siklofosfamid
2. Klorambusil
3. Busulfan (Myleran)
4. Nitrosourea BCNU, CCNU
Ikatan silang DNA,
mengganggu pembentukan
RNA
1. Sistitis hemoragik,
kardiomiopati, rambut tontok
2. Aplasia sumsum, toksisitas
hati, dermatitis
3. Aplasia sumsum, fibrosis
paru, hiperpigmentasi
4. Toksisitas ginjal dan paru
Pengikatan DNA
1. Antrasiklin, misal
Daunorubisin
2. Hidroksodaunorubisin
Berikatan dengan DNA dan
mengganggu mitosis
1. Toksisitas jantung, rambut
rontok
28
(Adriamisin)
3. Mitoksantron
4. Idarubisin
5. Bleomisin
Penghambat mitosis
1. Vinkristin (Oncovin)
2. Vinbiastin
3. Vindesin
Kerusakan spindel, tidak
ada metafase
1. Neuropati (perifer atau
kandung kemih atau usus),
rambut rontok
Analog purin
1. Fludarabin
2. 2-Kicrodeoksiadenosin
Deoksikoformisin
Menghambat adenosin
deaminase atau jaiur purin
lain
Penekanan imun (hitung CD4
rendah); anerma ;hemolitik
autoimune; toksisitas ginjal dan
saraf (pada dosis tinggi).
Lain-iain
1. Kortikosteroid
2. L-Asparaginase
3. Epipodofiiotoksin (etoposid,
VP-16)
4. α-lnterferon
5. Asam iransretinoat
1. Lisis limfoblas
2. Membuat sel
kekurangan asparagin
3. Penghambat mitosis
4. Aktivasi RNA dan
aktivitas pembunuh
alami
5. Menginduksi
diferensiasi
1. Ulkus peptic, diabetes,
osteoporosis,psikosis,
hipertensi.
2. Hiversensitivitas, kadar
albumin dan factor koagulasi
rendah
3. Rambut rontok, ulkus mulut
4. Gejala mirip flu,
trombositopenia, leucopenia,
BB ↓
5. Disfungsi hati, hyperkeratosis
kulit, leukositosis dan
hiperviskositas, efusi pleura
atau pericardial
H. Asuhan Keperawatan
29
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan
pada dosis besar radiasi, obat-obatan tertentu secara kronis, dan
riwayat infeksi virus kronis.
f. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi: pembesaran
sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan
fungsi sumsum tulang, sehingga menyebabkan beberapa gejala
seperti:
- Anemia (penurunan berat badan, kelelahan, pucat, malaise,
kelemahan, dan anoreksia)
- Trombositopenia (perdarahan gusi, mudah memar, petekie, dan
ekimosis)
- Netropenia (demam tanpa adanya infeksi, berkeringat malam
hari)
g. Pemeriksaan diagnostik seperti darah lengkap (Hb, Ht, eritrosit,
trombosit, dan leukosit), aspirasi sumsum tulang, asam urat serum
meningkat.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien
leukemia mencakup:
1) Nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik.
2) Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan proliferatif gastrointestinal dan efek
toksik obat kemoterapi.
3) Kelemahan dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
4) Berduka berhubungan dengan kehilangan yang mungkin terjadi dan
perubahan peran fungsi.
30
5) Gangguan integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi.
6) Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan penampilan
dalam fungsi dan peran.
3. Intervensi keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit
jaringan sistemik.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang.
Kriteria evaluasi:
Berikut in adalah kriteria evaluasi pada klien dengan masalah nyeri.
1) Melaporkan penurunan tingkat nyeri.
2) Menjelaskan bagaimana keletihan dan ketakutan memengaruhi
nyeri.
3) Menerima medikasi nyeri sesuai dengan yang diresepkan.
4) Menunjukkan penurunan tanda-tanda fisik dan perilaku tentang
nyeri.
5) Mengambil peran aktif dalam pemberian analgetik.
6) Mengidentifikasi strategi peredaan nyeri.
7) Menggunakan strategi peredaan nyeri dengan tepat.
Intervensi Rasional
1. Kaji karakteristtik nyeri : lokasi,
kualitas, frekuensi, durasi, dll
1. Memberikan dasar untuk mengkaji
perubahan pada tingkat nyeri dan
mengevaluasi intervensi.
2. Tenangkan pasien bahwa anda
mengetahui bahawa nyeri yang
dirasakannya adalah nyata dan anda
akan membantu pasien dalam
mengurangi nyeri tersebut.
2. Rasa takut bahwa nyerinya tidak
dianggap nyata dapat
meningkatkan ansietas dan
mengurngi toleransi nyeri.
3. Kaji faktor lain yang menunjang
nyeri, keletihan dan marah pasien.
3. Memberikan data tentang faktor-
faktor yang menurunkan
31
kemampuan pasien untuk
mentoleransi nyeri dan
meningkatkan tingkat nyeri.
4. Kaji respon perilaku pasien terhadap
nyeri dan pengalaman nyeri
4. Memberikan informasi tambahan
tentang nyeri pasien.
5. Berikan dorongan penggunaan
strategi pereda nyeri yang telah
pasien terapkan dengan berhasil pada
pengalaman nyeri sebelumnya
5. Memberikan dorongan strategi
peredaan nyeri yangdapat diterima
pasien dan keluarga.
6. Ajarkan pasien strategi baru untuk
meredakan nyeri dan
ketidaknyamanan : distaraksi,
imajinasi, stimulasikutan dll
6. Meningkatkan jumlah pilihan dan
strategi yang tersedia.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian analgesik untuk
meningkatkan peredaan nyeri optimal
7. Analgesik cenderung untuk lebih
efektif ketika diberikan secara dini
pada siklus nyeri.
b. Gangguan pemenuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan proliferatif gastrointestinal
(anoreksia) dan efek toksik obat kemoterapi.
Tujuan:
1) Mengurangi mual muntah sebelum, selama, dan sesudah
pemberian kemoterapi.
2) Pemeliharaan status nutrisi dan berat badan dalam 10 % dari berat
badan sebelum pengobatan.
3) Menunjukkan turgor kulit nornal dan membran mukosa yang
lembap.
4) Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan
tambahanmengurangi mual muntah sebelum, selania, dan sesudah
pemberian kemoterapi.
Kriteria evaluasi:
32
Berikut ini adalah hal-hal yang harus dilakukan pada klien
dengan masalah nutrisi.
1) Melaporkan penurunan mual.
2) Melaporkan penurunan muntah.
3) Mengonsumsi cairan dan makanan yang adekuat.
4) Menunjukkan penggunaan distraksi, relaksasi, dan imajinasi ketika
diindikasikan.
5) Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang
lembap.
6) Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan.
Intervensi Rasional
1. Ajarkan pasien hal-hal sebagai
berikut: himdari pandangan, bau,
bunyi-bunyian yang tidak
menyenagkan didalam lingkungan
selama waktu makan
1. Anoreksia dapat distimulasi atau
ditingkatkan dengan stimuli noksius
2. Berikan dorongan masukan cairan
yang adekuat, tetapi batasi cairan pada
waktu makan.
2. Tingkat cairan diperlukan untuk
menhilanhkan produk sampah dan
mencegah dehidrasi. Meningkatkan
kadar cairan bersama makanan dapat
mengarah pada keadaan cepat
kenyang.
3. Sarankan makan dengan porsi sedikit
tetapi sering.
3. Pemberian makanan dengan porsi
sedikit yang diberikan lebih sering
akan lebih mudah ditoleransi karena
tidak terjadi rasa kenyang dengan
cepat.
4. Tngkatkan lingkungan yang rilleks,
tenang selama waktu makan dengan
meningkatkan interaksi sosial sesuai
yang diinginkan
4. Lingkungan yang tenang dapat
meningkatkan relaksasi. Interaksi
sosial dalam makan dpat
meningkatkan nafsu makan.
5. Berikan dorongan higiene oral 5. Tindakan hiegeneoral menstimulasi
33
nafsu makan dan meningkatkan
produksi saliva
6. Pertimbangkan makanan dingin jika
diinginkan.
6. Makanan dingin yang tinggi protein
sering lebih dapat ditoleransi dengan
lebih baik dan tidak berbau
dibandingkan dengan makanan yang
panas/hangat.
7. Posisikan pasien dengan tepat saat
makan
7. Posisi tubuh yang baik dan kelurusan
tubuh/posisi fowler sangat penting
unutk membantu dalam mengunyah
dan menelan makanan.
c. Kelemahan dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia
Tujuan:
Peningkatan toleransi aktivitas dan penururnan tingkat keletihan.
Kriteria Evaluasi:
Kriteria evaluasi pada klien dengan masalah nyeri adalah bila
didapatkan adanya hal-hal berikut ini.
1) Melaporkan penurunan tingkat keletihan.
2) Meningkatnya keikutsertaan dalain aktivitas secara bertahap.
3) Istirahat ketika mengalami keletihan.
4 ) Melaporkan dapat tidur lebih baik.
5) Melaporkan energi yang adekuat untuk ikut serta dalam aktivitas.
6) Mengonsumsi diet dengan masukan protein dan kalori yang
dianjurkan.
Intervensi Rasional
1. Berikan dorongan untuk istirahat
beberapa periode selama siang hari,
terutama sebelum dan setelah
latihan fisik.
1. Selama istirahat energi dihemat dan
tingkat energi diperbarui. Beberapa
kali periode istirahat singkat
mungkin lebih bermanfaat
dibanding satu kali periode istirahat
yang panjang.
34
2. Tingkatkan jam tidur total pada
malam hari.
2. Tidur membantu untuk memulihkan
tingkat energi.
3. Berikan dorongan untuk
mengurangi beban kerja pekerjaan,
dengan mengurnagi jaumlah jam
kerja per minggu.
3. Mengurangi jam kerja dapat
mengurangi stres fisik dan
psikologis serta meningkatkan
periode istirahat/relaksasi
4. Berikan masukan protein dan kalori
yang adekuat.
4. Penipisan kalori dan protein
menurunkan toleransi aktivitas
5. Kaji terhadap keseimbangan cairan
dan elektrolit.
5. Dapat menunjang terhadap
transmisi saraf dan fungsi otot.
6. Berikan strategi untuk memfasilitasi
mobilitas.
6. Kerusakan mobiltas membutuhkan
peningkatan penghematan energi.
7. Untuk penatalaksanaan kolaboratif,
berikan produk darah sesuai dengan
yang diresepkan.
7. Penurunan hemoglobin dan
hematokrit akan mencetuskan
pasien pada keletihan akibat
penurunan terhadap ketersedian
oksigen.
d. Berduka berhubungan dengan kehilangan yang mungkin terjadi dan
perubahan peran fungsi.
Tujuan:
Dapat melewati proses berduka dengan sesuai.
Kriteria evaluasi:
Kriteria evaluasi pada klien ini adalah sebagai berikut.
1) Klien dan keluarga akan berkembang melalui fase-fase berduka.
2) Klien dan keluarga inengidentinkasi sumber-sumber yang tersedia
untuk membantu strategi koping selama berduka.
3) Klien dan keluarga menggunakan sumber-sumber dan dukungan
secara sesuai.
4) Klien dan keluarga mendiskusikan kekhawatiran dan perasaan
secara terbuka satu sama lain.
35
5) Klien dan keluarga menggunakan ekspresi nonverbal tentang
kekhawatiran mereka terhadap satu sama lain.
Intervensi Rasional
1. Dorong pengungkapan ketakutan,
kekhawatiran dan pertanyaan-
pertanyaan mengenai penyakit,
pengobatan dan implikasinya pada
masa datang.
1. Dasar pengetahuan yanga akurat dan
meningkat akan mengurangi dan
melururskan miskonsepsi
1. Berikan dorongan partisipasi aktif
dari pasien dan keluarganya dalam
keputusan perawtan dan
pengobatan.
2. Partisipasi aktif akan
mempertahankan kemamdirian dan
kontrol pasien.
2. Kunjungi keluarga dengan sering
untuk menetapkan dan memelihara
hubungan dan kedekatan fisik.
3. Kontak yang sering akan
meningkatkan rasa saling prcaya dan
keamanan dan mengurangi perasaan
ketakutan dan isolasi.
3. Berikan doronngan ventilasi
perasaan-perasaan negatif, termasuk
marah dan permusuhan yang
meluap-luap, didalam batasan yang
dapat diterima.
4. Hal ini memungkinkan untuk
ekspresi emosional tanpa kehilangan
harga diri.
4. Sarankan konseling profesional
sesuai yng diindikasikan bagi pasien
dan keluarganya untuk
menghilangkan berduka yang
patologis.
5. Hal ini memfasilitasi proses berduka.
5. Ciptakan situasi yang
memungkinkan untuk beralih
melewati proses berduka pada
kecepatan individual bagi pasien
dan keluarga.
6. Proses berduka adalah beragam.
Tidak semua orang menggunakan
setiap fase proses berduka, dan
waktu yang dibutuhkan dalam
menghadapi setiap fase beragam dari
satu orang keorang lainnya. Untuk
36
menyelesaikan proses berduka,
keagaman ini harus dibiarkan terjadi.
e. Gangguan integritas kulit: alopsia berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka gangguan integritas kulit
tidak terjadi atau pemeliharaan integritas jaringan: mengatasi kerontokan
jaringan.
Kriteria evaluasi:
Tindakan keperawatan yang dilakukan dikatakan berhasil jika
dapat memenuhi kriteria berikut ini.
1) Mengidentifikasi alopesia sebagai potensial efek samping dan
pengobatan.
2) Mengidentifikasi perasaan negatif dan positif serta ancaman
terhadap citra diri.
3) Mengungkapkan mengenai adanya kemmigkiiian kerontokan
rambut yang dimiliki.
4) Menyebutkan rasional untuk modifikasi dalam perawatan rambut
dan pengobatan.
5) Melakukan langkah-langkah untuk mengatasi kemungkinan
kerontokan rambut.
Intervensi Rasional
1. Diskusikan potensial
kerontokan rambut dan
pertumbuhan kembali rambut
bersama pasien dan keluarga.
1. Memberikan informasi sehingga
pasiendan keluarganya dapat
mulai untuk bersiap diri secara
kognitif dan emosional terhadap
kerontokan.
2. Gali potensial dampak
kerontokan rambut pada citra
2. Fasilitas koping.
37
tubuh, hubungan interpersonal,
dan seksualitas.
3. Cegah atau minimalkan
kerontokan rambut melalui hal
berikut:
A. Hipotermia kulit kepala
atau turniket kulit kepala.
B. Potong rambut yang
panjang sebelum
pengobatan.
C. Hindari penyampoan yang
berlebihan
D. Menggunakan sampo
ringan daan kondisioner,
keringkan dengan lembut.
E. Hindari penggunaan
pengkriting listrik,
pemanasan unutk
mengktriting rambut,
pengering rambut, jepit
rambut, barret, sprai
rambut, pewarna rambut,
dan pengombak rambut
permanen.
F. Hindari menyikat atau
menyisir rambut
berlebihan, gunakan gerigi
sisir yang melebar.
A. Menurunkan ambilan folikel
rambut terhadap kemoterapi
( tidak digunakan bagi
pasien dengan leukimia atau
limfoma karena sel-sel
tumaor mungkin terdapat
dalam pembuluh darah atau
jaringan kulit kepala).
B. B-F. Minimalkan kerontokan
rambut akibat beban berat
dan tarikan pada rambut
4. Cegah trauma pada kulit kepala:
A. Lumaskan kulit kepala
dengan salep, vitamin a dan
d untuk mengurangi rasa
gatal.
B. Minta pasien untuk
A. Membantu dalam
mempertahankan integritas
kulit.
B. Mencegah pemajanan sinar
38
menggunakan tabir surya
atau mengenakan topi
ketikaberada dibawah sinar
matahari
ultraviolet
5. Sarankan cara untuk membantu
dalam mengatsi kerontokan
rambut :
A. Beli wig sebelum rambut
rontok.
B. Jika terjadi kerontokan
rambut, bawa foto diri
ketoko wig untuk
membantu pencegahan
dalam pemilihan.
C. Mulai mengenakan wig
sebelum terjadi kerontokan
rambut.
D. Hubungi badan atau
lembaga kanker yang
memberikan bantuan wig,
atau menyimpn produk
khusus ini.
E. Kenakan topi, skart, atau
turban.
A. Wig yang sangat menyerupai
warna dan gaya rambut lebih
mudah untuk dipilih bila
belum terjadi kerontokan
rambut.
B. Memfasilitasi penyesuaian.
C. Emenyamarkan kerontokan
rambut.
6. Berikan dorongan kepada
pasien untuk mengenakan
pakaiannya sendiri dan
mempertahankan kontak sosial.
5. Membantu dalam
mempertahankan identitas
pribadi
7. Jelaskan bahwa pertumbuhan
rambut biasanya mulai kembali
manakala pengobtan tlh selesai.
6. Menenangkan pasien bahwa
kerontokan rambut biasanya
bersifat sementara.
39
Tahap seven Jump 1
Mengidentifikasi kata-kata sulit
1. Leukemia penyakit ganas dan progresif pada organ pembentukdarah yang ditandai dengan perubahan proliferasi dan perkembangan leukosit dan prekusornya dalam darah dan sumsum tulang
2. Proliferasi tumbuh lewat reproduksi sel-sel yang serupa3. Diferensiasi berkembang menjadi bentuk, sifat atau fungsi khusus
yang berbeda dengan sitoplasma, sel atau jaringan sekitarnya atau dari jenis aslinya
4. Hematopoetik proses pembentukan dan perkembangan sel darah5. Ekstramedulary daerah diluar sel-sel sumsum tulang seperti di limpa,
dihati, dan kalenjar getah bening6. Infiltrasi penimbunan/penumpukan bahan patologis dalam
jaringan atau sel yang tidak normal atau dalam jumlah yang berlebihan
7. Sel blast sel muda atau sel yang immatur pada perkembangan selular sebelum munculnya karekteristik definitif sel tersebut
8. Leukemogen semua zat yang menyebabkan leukemia9. Leukopenia berkurangnya jumlah leukosit didalam darah dibawah
5000/cu mm10. Leukositosis peningkatan jumlah leukosit dalam darah dalam
sementara waktu11. Purpura setiap kelompok penyakit yang dicirikan oleh ekimosis
atau perdarahan kecil di kulit, membran mukosa ataupun permukan serosa, kemungkinan penyebabnya karena kelainan darah, abnormalitas vaskular dan trauma.
12. Peteki bintik merah keunguan kecil dan bulat sempurna yang tidak menonjol, akibat perdarahan intradermal atau submukosa
13. Priapismus ereksi penis yang persisten dan abnormal, biasanya tanpa gairah seksual, dan disertai dengan rasa nyeri dan nyeri tekan.
14. Prodormal mengindikasi onset suatu penyakit atau keadaan kematian
16. Aberasi ketidakteraturan dalam jumlah atau struktur kromosom, yang dapat mengubah jalannya perkembangan embrio, biasanya berupa penambahan kromosal (duplikasi), kehilangan (delesi), pertukaran (translokasi) dan perubahan rangkaian (inversi) materi genetik.
40
15. Granulopoiesis produksi atau pembentukan granulosit16. Remisi pengurangan atau meredanya gejala suatu penyakit, dan
lamanya waktu terjadi pengurangan gejala tersebut atau membunuh sebagian besar sel tumor secara cepat
17. Neuroectodermal berkenaan dengan bagian ektoderm embrio dini yang membuahkan sistem saraf pusat dan tepi, termasuk beberapa sel glia
18. Macrophage setiap bantuk fagosit mononuklear yang ditemukan dalam jaringan. Terbentuk dari sel induk hematopoietik dalam sumsum tulang yang berkembang sesuai tahapab seri monositik sampai menjadi monosit, kemudian masuk ke darah, bersirkulasi kurang lebih 40 jam, kemudian masuk ke jaringan, tempat ukurannya meningkat, aktivitas fagositiknya, dan enzim lisosomnya untuk menjadi makrophag.
19. Leukemogenik: Zat-zat yang mengadung sel leukemia20. Kaheksia penurunan berat badan yang parah dan terjadinya atrofi
otot. 21. Gout kumpulan gangguan matabolisme purin yang ditandai
dengan berabagai kombinasi seperti hiperurisemia, artritis akut disertai peradangan yang berulangdisebabkan oleh kristal monosodium urat monohidrat
22. Anemia normokromik
anemia dengan kandungan hemoglobin dalam sel darah merah masih dalam batas normal jika diukur dengan MCHC
23. Anemia normositik anemia dengan eritrosit berukuran normal tetapi dengan penurunan hemoglobin secara proporsional, volume sel sel darah merah dan jumlah eritrosit per milimeter kublik darah
24. MCV Mean corpuscular volume atau volume eritrosit rata-rata. Ini adalah pengukuran besarnya sel yang dinyatakan dalam mikrometer kubik deengan batas normal 80-95 µm3. MCV < 80 µm3 menunjukkan sel yang dinamakan mikrositik, sebab ukurannya lebih kecil dari 7 µm3 pada sediaan hapus, sedangkan MCV > 95µm3 menunjukkan sel yang dinamakan makrositik yang pada sediaan hapus lebih besar dari 8 µm3.
25. MCHC Mean Corpuscular hemoglobin concentration atau konsentrasi hemoglobin eritrosit rata-rata, yang berguna mengukur banyaknya Hb 100 ml sel darah merah padat. Batas normal MCHC adalah 30-36g/100 mL darah dan darah seperti ini disebut normokrom. Hasil yang < 30g/100 mL adalah hipokrom, sebabb sel-sel ini sediaan hapus kelihatan pucat
26. MCH Mean Corpuscular hemoglobin atau konsentrasi hemoglobin rata-rata, fungsinya mengukur banyak nya
41
hemoglobin yang terdapat dalam satu sel darah merah. MCH dinyatakan dalam pikogram hemoglobin/sel darah merah. Nilai normal adalah kira-kira 27-31 pg/sel darah merah.
Tahap seven jump II
Pertanyaan Askep Leukemia1. Berikut ini pernyataan yang benar mengenai leukemia adalah ........
1. proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang,
menggantikan sumsum tulang normal.
2. berproliferasi ke hati, limfa dan nodus limfatikus dan invasi organ
nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit
3. Ditandai dengan anemia, trombositopenia, dan neutropenia
4. Tidak berproliferasi ke hati, limfa dan nodus limfatikus, tetapi menginvasi
organ nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan
kulit.
Jawaban : A2. Klasifikasi leukemia berdasarkan tipe sel asal adalah .......
1. Limfositik
2. Kronik
3. Mielositik
4. Akut
Jawaban : B3. Jenis leukemia yang paling banyak terjadi pada anak-anak adalah:
a. Leukemia Limfositik Kronik (LLK)
b. Leukemia Mielositik Kronik (LMK)
c. Leukemia Mielositik Akut (LMA)
d. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
e. Semua salah
Jawaban : D4. Berikut ini yang bukan merupakan faktor resiko terjadinya leukemia adalah...
a. Sindrom down
b. merokok
c. alkohol
d. Benzena
42
e. virus HTLV-1
Jawaban : C
5. Gambar dibawah ini menunjukkan salah satu manifestasi klinis dari leukemia.
Disebut apakah tanda berikut ini:
a. Trombositopenia
b. Purpura
c. Petekie
d. Priaspismus
e. Anemia
Jawaban : B6. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita leukemia
adalah....
1. Hematologi rutin
2. Aspirasi dan biopsi sumsum tulang
3. Immunophenotyping
4. Transplantasi set induk (stem cell transplantation / SCT)
Jawaban : E
7. Hasil pemeriksaan pada sumsum tulang pasien leukemia akut adalah:
a. hiperselular
b. hiposelular
c. hipervolume
d. hipovolume
d. b dan d benar
Jawaban: A
Kasus untuk soal no.8-10
43
Tn. D (20 tahun) masuk ke rumah sakit 1,5 bulan yang lalu dengan keluhan
demam sudah 5 hari tidak turun-turun. Saat ini klien baru saja menjalani
kemoterapi yang ketiga. Klien tampak lemah dan pucat, klien mengeluh mual-
mual dan muntah, serta banyak sariawan sehingga tidak nafsu makan. Rambut
klien tampak rontok dan mudah patah saat ditarik. Dari pemeriksaan TTV
didapatkan data TD 110/70 mmHg, Nadi 98x/mnt teraba lemah dan teratur, RR
22x/mnt, Suhu 36,4oC.
8. Diagnosa utama yang dapat diangkat dari kasus diatas adalah:
a. Nyeri berhubungan dengan infiltrasi leukosit jaringan sistemik
b. Kelemahan berhubungan dengan anemia
c. Gangguan integritas kulit: alopesia berhubungan dengan efek toksik
kemoterapi
d. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
tosksik obat kemoterapi
e. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Jawabanb : D
9. Intervensi utama yang dapat dilakukan berdasarkan kasus diatas adalah:
a. Kaji karekteristik nyeri: lokasi, kualitas, frekuensi, dan durasi
b. Berikan dorongan istirahat beberapa periode selama siang hari
c. Diskusikan potensial kerontokan rambut dan pertumbuhan kembali rambut
bersama klien dan keluarga
d. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan
dan toleransi klien
e. Pengukuran suhu tubuh klien
Jawaban: D
10. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan kepada klien pada diagnosa
utama diatas adalah:
a. Mengajarkan klien teknik nafas dalam dan distraksi
b. Menganjurkan klien untuk menggunakan topi atau wig
c. Menganjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering
d. Mengajarkan keluarga cara melakukan kompres hangat
44
e. Semua salah. Jawaban : C
BAB III
KASUS
A. Uraian Kasus
Tn. D 20 tahun masuk ke rumah sakit 1,5 bulan yang lalu dengan
keluhan demam sudah 5 hari tidak turun-turun meskipun sudah diperiksakan ke
dokter dan minum obat. Saat pengkajian orang tua klien mengatakan pada kulit
tangan, kaki, dan pipinya tampak lebam-lebam kebiruan. Klien juga menjadi
sering mimisan. klien mengatakan sering terkena flu dan batuk
Setelah dilakukan tes darah didapatkan hasil, angka leukosit klien yang
jauh diatas batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan
hasilnya klien didiagnosa menderita ALL (Acute Limphocytic Leukemia). Ibu
klien mengatakan paman klien meninggal karena penyakit yang sama dengan
anaknya.
Saat ini klien baru saja menjalani kemoterapi yang ketiga. Klien tampak
lemah dan pucat, membran mukosa bibir kering, klien mengeluh mual-mual
dan muntah, serta banyak sariawan sehingga tidak nafsu makan. Klien
mengatakan berat badannya turun 3 kg sejak 1 bulan yang lalu. Klien
mengeluh badannya masih teraba panas. Rambut klien tampak rontok dan
mudah patah saat ditarik. Terdapat ruam-ruam kebiruan pada kulit tangan,
kaki, dan dadanya. Dari pemeriksaan TTV didapatkan data TD 110/70 mmHg,
Nadi 98x/mnt teraba lemah dan teratur, RR 22x/mnt, Suhu 38,4oC. Data
antropometri BB 56 Kg, TB 171 cm, LILA 24 cm. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan data:
Hb (gr/dl) : 12,5
45
Ht (%) : 35,40
Eritrosit (lt/mmk) : 3,70
MCH (pg) : 31,40
MCV (fl) : 95, 60
MCHC (gr/dl) : 32,80
Leukosit (rb/mmk) : 58,60
Trombosit (rb/mmk) : 96,1
Terapi Medis:
1. Paracetamol 3x500 mg
2. Vit. B complex 3x1 tablet
3. Prednison 4-2-2 tab
4. Infuse RL 20 tts/mnt.
B. Pengkajian
1. Biodata Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 20th
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Mahasiswa
Diagnosa Medis : ALL (Leukemia limfositik akut).
2. Keluhan utama
Klien mengeluh mual-mual dan muntah, serta banyak sariawan sehingga
tidak nafsu makan, badan teraba panas.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat ini klien baru saja menjalani kemoterapi yang ketiga. Klien
tampak lemah dan pucat,membran mukosa bibir kering, klien
mengeluh mual-mual dan muntah, serta banyak sariawan sehingga
46
tidak nafsu makan. Klien mengeluh badannya masih teraba panas.
Klien mengatakan klien mengatakan sering terkena flu dan batuk.
Rambut klien tampak rontok dan mudah patah saat ditarik. Terdapat
ruam-ruam kebiruan pada kulit tangan, kaki, dan dadanya. Dari
pemeriksaan TTV didapatkan data TD 110/70 mmHg, Nadi 98x/mnt
teraba lemah dan teratur, RR 22x/mnt, Suhu 38,4oC. Data
antropometri BB 56 Kg, TB 171 cm, LILA 24 cm.
b. Riwayat Penyakit Dahulu:
1) Alergi
2) Imunisasi
3) Kebiasaan merokok
4) Obat-obatan
c. Riwayat Penyakit Keluarga:
Ibu Pasien juga mengatakan bahwa pamannya klien meninggal karena
penyakit yang sama dengan anaknya.
d. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas : lemah
2) Nutrisi
a) Berat badan: 56 kg
b) Tinggi badan : 171 cm
c) LILA: 24 cm
d) IMT: 19, 17 ( normal )
e) BB dalam 1 bulan terakhir mengalami penurunan 3 kg, klien
mengeluh mual muntah serta banyak sariawan sehingga tidak
nafsu makan.
3) Cairan dan elektrolit
a. Turgor kulit
b. Terapi cairan IVFD: Infuse RL 20 tts/mnt.
4) Oksigenisasi: kulit tampak pucat
5) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum: kesadaran compos mentis
47
TD: 110/70 mmHg
Nadi: 98x/i
Frekuensi Nafas: 22x/menit
Suhu: 38,4oC
b. Kepala dan leher: rambut rontok dan mudah patah saat ditarik,
muka pucat, konjungtiva anemis
c. Mulut: membran mukosa bibir kering, pecah-pecah dan
sariawan.
d. Ekstremitas: cappilary refill < 2 detik.
6) Pemeriksaan penunjang
No.Jenis
PemeriksaanNilai Normal Hasil Interpretasi
1. Hb (gr/dl) 14-16 G/dL 12,5 gr/dl Penurunan Hb, terdapat
pada penderita anemia,
kanker, dapat disebabkan
oleh obat-obatan,
antibiotik, dan
antineoplastik (obat
kanker)
2. Ht (%) 40-48 % 35,40% Konsentrasi darah
menurun/ kandungan
eritrosit rendah
3. Eritrosit (jt/mmk) 4,6-6,2 jt/mm3 3,70 jt/mm3 Jumlah eritrosit turun
4. MCH (pg) 27-31 pg 31,40 pg Konsentrasi Hb eritrosit
tinggi
5. MCV (fl) 80-95 fl 95, 60 fl Sel makrositik
6. MCHC (gr/dl) 32-36 gr/dl 32,80 gr/dl Konsentrasi Hb normal
7. Leukosit
(rb/mmk)
4-10 rb/mmk 58,60 rb/mmk Jumlah leukosit
meningkat, indikasi infeksi
bakteri
8. Trombosit 150.000- 96,1 rb/mmk Jumlah trombosit turun,
48
(rb/mmk) 450.000/ Ml resiko perdarahan
9. Neutrofil 38-70/i 90/i Jumlah neutrofil
meningkat.
Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DS:
- Klien mengeluh
badannya masih
teraba panas
DO :
- T = 38,4o C
- Kulit teraba
hangat
- Membran mukosa
kering
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan sel kanker
Depresi sumsum tulang
Eritrosit dan leukosit menurun
Infeksi
Demam
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan suhu
tubuh
2 DS :
- Klien mengatakan
BB menurun 3
Kg, klien
mengeluh mual
dan muntah serta
banyak sariawan
sehingga tidak
nafsu makan.
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan sel kanker
Nutrisi Kurang
dari
kebutuhan tubuh
49
- Klien mengatakan
makan klien tidak
habis, hanya
makan 3-4 sendok
DO :
- IMT = 19,17
- LILA = 23cm
- Bibir klien kering,
pecah-pecah, pucat,
konjungtiva anemis,
klien tampak kurus.
- Saat ini klien baru
saja menjalani
kemoterapi yang
ketiga.
- Hb: 12,5 gr/dL
- Ht : 35,40%
Depresi sumsum tulang
Eritrosit menurun
Anemia
Anoreksia, mual, muntah
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3 DS :
- Orang tua klien
mengatakan saat
ini pada kulit
tangan, kaki, dan
pipinya tampak
lebam-lebam
kebiruan dan juga
sering mimisan
DO :
- Tampak lebam-
lebam kebiruan
pada kulit, tangan,
kaki dan pipi
klien.
- Trombosit = 96,1
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan sel kanker
Depresi sumsum tulang
Trombosit menurun
Perdarahan
Trombositopenia
Resiko cedera
50
(rb/mmk)
- Ht =35,40%
- Eritrosit = 3,70
jt/mm3
- Klien tampak
lemah dan pucat
Risiko cedera
4 DS :
- klien mengatakan
sering terkena flu
dan batuk
DO :
- leukosit = 58,60
rb/mm3
- Neutrofil : 90/|i ,
- Hasil pungsi
lumbal: Banyak
ditemukan sel
blast yang
dominan.
Proliferasi sel kanker
Sel kanker bersaing dengan sel normal
untuk mendapatkan nutrisi
Infiltrasi
Sel normal digantikan sel kanker
Depresi sumsum tulang
Eritrosit dan leukosit menurun
Risiko tinggi infeksi
Resiko Infeksi
51
C. Web of Caution (WOC) Kasus
52
Penurunan trombositPenurunan trombositPenurunan eritrositPenurunan eritrosit
Perdarahan Perdarahan
Trombositopenia Trombositopenia
Risiko cederaRisiko cederaPemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhuan tubuh
Pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhuan tubuh
Anoreksia, mual, muntah
Anoreksia, mual, muntah
peningkatan suhu tubuh
peningkatan suhu tubuh
Proliferasi sel kankerProliferasi sel kanker
Sel normal bersaing dengan sel kanker untuk
mendapatkan nutrsi
Sel normal bersaing dengan sel kanker untuk
mendapatkan nutrsi
InfiltrasiInfiltrasi
Sel normal digantikan sel kanker
Sel normal digantikan sel kanker
Depresi sumsum tulang
Depresi sumsum tulang
Penurunan leukositPenurunan leukosit
InfeksiInfeksi
DemamDemam
AnemiaAnemia
F. Penatalaksanaan farmakologis dan Non Farmakologis
a. Penatalaksanaan farmakologi
Pada kasus didapatkan data bahwa klien mengalami leukemia
limfositik akut, maka penatalaksanaan medis yang dapat diberikan kepada
klien adalah dengan melakukan kemoterapi, sebagai berikut:
1) Induksi Remisi
a) Obat yang digunakan terdiri atas
1. Vincristine (VCR) : 1,5 mg/m2/minggu secara IV.
2. Prednison (Pred) : 6 mg/m2/hari secra oral
3. L. Asparaginase (L. Asp) : 10.000 U/m2
4. Daunorubicin (DNR) : 25 mg/m2/minggu-4 minggu
2) Terapi post-remisi
a) Terapi untuk sanctuary phases (membasmi sel leukemia yang
bersembunyi dalam SSP dan testis)
b) Terapi intensifikasi/konsolidasi : pemberian regimen noncross
resistant terhadap regimen induksi remisi.
c) Terapi pemiliharaan (maintenance) : umumnya digunakan 6
mercaptopurine (6 MP) per oral, diberikan selama 2-3 tahun terapi
konsolidasi.
Uuntuk mengatasi simptomatik, dapat diberikan paracetamol 3x500 mg,
infus RL 20 tetes/menit, dan obat antiemetik untuk mengatasi mual muntah
54
pasien.
a. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
1) Berikan selimut dan mandi hangat-hangat kuku (tepid water sponge)
jika klien demam dan menggigil.
2) Berikan cairan yang adekuat dan cegah dehidrasi, tetapi batasi cairan
pada waktu makan untuk menghindari klien kenyang karena cairan.
3) Anjurkan klien untuk istirahat dan hindari kelelahan.
4) Cegah trauma pada kulit kepala dengan salep, Vit.A dan D untuk
mengurangi rasa gatal dan membantu mempertahankan integritas kulit.
5) Persiapkan klien dan keluarga untuk menghadapi kerontokan rambut.
Yakinkan hati klien dan keluarga bahwa kerontokan rambut tersebut
hanya sementara. Siapkan klien dan keluarga tentang tumbuhnya rambut
baru yang berbeda warna dan tekstur dari rambutnya semula. Gunakan
syal, topi, atau wig sebelum rambut mulai rontok sebagai usaha untuk
mengalihkan perhatian. Cegah penggunaan bahan kimia rambut, seperti
larutan pengkriting rambut yang permanen, ketika rambut tumbuh
kembali. Bantu klien memilih pakaian yang dapat meningkatkan aspek
positif penampilan klien.
6) Menciptakan lingkungan yang aman dan tidak berisiko mencederai
klien yang bisa berakibat perdarahan.
G. Pendidikan Kesehatan (Health Education)
1. Berikan pendidikan kesehatan mengenai leukemia terutama prognosis
penyakit kepada keluarga untuk mengurangi kecemasan dan depresi.
Prognosis LLA pada anak-anak umumnya baik, lebih dari 95% terjadi
remisi sempurna. Kira-kira 70-80% klien bebas gejala selama 5 tahun.
Apabila terjadi relaps, remisi kedua dapat terjadi pada sebagian kasus.
Prognosis LMA dalam pengobatan modern, angka remisinya 50-75%, tetapi
angka rata-rata hidup masih dua tahun dan yang lebih dari lima tahun hanya
10%. Prognosis LMK klien dapat bertahan hidup selama 3 sampai 4 tahun,
sebagian besar akan meninggal setelah memasuki fase akhir yaitu krisis
blastik.
55
2. Beri penyuluhan kepada klien dan keluarga mengenai prosedur pengobatan
yang sangat penting bagi peningkatan kesehatan. Hal ini untuk mengurangi
stres terhadap prosedur pengobatan. Jelaskan kepada klien dan keluarga
tentang konsekuensi jangka panjang dari pengobatan baik rencana
perawatan maupun finansial keluarga.
3. Beri pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga secara rinci mengenai
aspek-aspek penatalaksanaan medis untuk memantapkan ketaatan orangtua
dan klien, yaitu meliputi :
a. Proses penyakit, tanda, gejala, komplikasi, dan aturan pengobatan.
b. Pemberian obat, respons terapeutik terhadap pengobatan, reaksi
terhadap pengobatan yang tidak diinginkan
c. Prosedur pengobatan: langkah-langkah prosedur dan jadwalnya.
d. Aktivitas-aktivitas yang dilarang.
e. Kebutuhan alat perawatan dan pemeliharaan, nomor telepon kantor yang
menjual kebutuhan alat.Nama dan nomor telepon kontak untuk
pemeriksaan lanjut (misalnya: rumah sakit, klinik, dokter, perawat).
f. Minta keluarga untuk mengidentifikasi gejala yang menandakan
penurunan kondisi dan yang perlu dilaporkan kepada dokter.
g. Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang dukungan sosial
kemasyarakatan bagi perawatan jangka panjang, misalnya kelompok
keluarga dengan permasalahan yang sama.
4. Memberi pengetahuan kepada klien dan keluarga cara memantau dan
mencegah yaitu dengan cara meminta klien memakai masker bila keluar
rumah atau bersama orang lain terutama bila sedang menderita neutropenik
berat (leukosit kurang dari 1000/mm3). Melakukan perawatan gigi dan
mulut setiap hari yaitu setiap habis makan dan sebelum tidur dengan
menggunakan sikat gigi yang halus, berkumur betadin dan kumur antijamur.
Melakukan pemeriksaan kulit secara menyeluruh dari ujung rambut kepala
sampai ujung kaki, menjaga kebersihan kuku, dan daerah kemaluan.
Menganjurkan untuk mengonsumsi makanan hygienis dan meminta klien
dan keluarga untuk mewaspadai batuk dan demam sebagai tanda terpenting
dari infeksi.
56
5. Memberi pengetahuan kepada klien tentang pencegahan cedera yang dapat
menyebabkan perdarahan, yaitu seperti memantau tanda dan gejala
perdarahan (memar dan kemerahan pada kulit, mimisan dan gusi berdarah).
Menjaga agar kuku tetap pendek, menghindari penumpuan beban pada alat
gerak yang sakit, memastikan lingkungan ruangan termasuk barang-barang
yang ada di ruangan benar-benar aman dan tidak berisiko mencederai klien
dan menyebabkan perdarahan.
6. Memberitahu kepada klien bahwa makan adalah bagian penting dalam
program pengobatan. Tujuannya adalah untuk mencegah atau menghambat
penurunan berat badan secara berlebihan, mengurangi rasa mual, muntah,
dan diare serta mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap
makanan
Apabila klien mengalami anoreksia, anjurkan untuk makan sedikit
tapi sering yang berupa makanan lunak kaya zat gizi dan kalori, makan
menu makanan yang disukai atau dapat diterima walaupun tidak lapar,
hindari minum sebelum makan. Beri makanan kering untuk mengatasi mual
dan muntah, hindari makanan yang berbau merangsang, makanan atau
minuman terlalu manis dan mengandung lemak tinggi. Anjurkan klien untuk
makan dan minum secara perlahan-lahan. Batasi cairan pada saat makan dan
tidak tiduran setelah makan.
Bila klien sariawan (stomatitis dan ulkus mulut), berikan rasa
nyaman dengan sering berkumur, memakai cairan pencuci mulut. Hindari
makanan atau minuman yang merangsang batuk, misalnya makanan
berminyak, makanan asam, pewarna makanan, MSG. Memberi tahu klien
dan keluarga untuk mencegah mukositis dengan cara menghindari sikat gigi
dengan bulu yang keras, makanan keras yang harus dikunyah berlebihan,
makanan yang asam dan pedas dan yang masih panas
Memberi tahu klien dan keluarga tentang syarat-syarat diet di rumah
yaitu energi tinggi 36 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 32 kkal/kg BB untuk
perempuan. Apabila pasien berada dalam keadaan gizi kurang, maka
kebutuhan energi menjadi 40 kkal/kg BB untuk laki-laki dan 36 kkal/kg BB
untuk perempuan. Protein tinggi, yaitu 1-1,5 g/kg BB. Lemak sedang, yaitu
57
15-20% dari kebutuhan energi total. Vitamin dan mineral cukup, terutama
vitamin A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk
suplemen jika imunitas menurun.
H. Tujuan PembelajaranSetelah mempelajari mengenai leukemia diharapkan mahasiswa mampu
memahami konsep leukemia secar teoritis dan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan klien dengan leukemia dalam menyelesaikan kasus penderita
leukemia secara tepat dan benar.
58