bab i - iv ca otak
DESCRIPTION
jojoTRANSCRIPT
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan jaman saat ini menyebabkan perubahan berbagai pola
hidup, di antaranya pola hidup tradisional menuju pola konsumtif. Selain pola
hidup, pergeseran kehidupan sosial ekonomi pun menjadi pemicu timbulnya
pola hidup konsumtif yang mengarah pada pola hidup yang tidak sehat.
Kondisi tersebut mempengaruhi terjadinya berbagai penyakit yang berkaitan
dengan degeneratif di antaranya kanker.
Kanker merupakan penyakit yang saat ini tergolong dalam penyakit
mematikan. Menurut WHO ( 2013), kejadian kanker selalu meningkat sekitar
7 juta orang pertahun di mana 2/3 kejadian terjadi di negara berkembang.
Selain itu, diperkirakan aka ada 26 juta penderita kanker pada tahun 2030
dengan kematian akan mencapai 17 juta orang pada tahun tersebut
( International Union Against Cancer/UICC, 2009 dalam WHO, 2013).
Kematian akibat kanker sebagian besar karena metastasis kanker hingga
menimbulkan kondisi kedaruratan pada kanker tersebut (Samphaos, 2009).
Kanker yang ditemukan di otak, walaupun kecil merupakan hal yang
berbahaya. Kanker otak merupakan salah satu jenis kanker yang mematikan.
Menurut Smeltzer & Bare ( 2010), kematian yang disebakan oleh kanker
otak mencapai 20%. Hal ini yang menyebabkan semua jenis kanker otak baik
primer maupun sekunder harus segera ditangani. Kanker otak primer
merupakan kanker yang tumbuh secara primer di jaringan otak dan bukan
suatu proses metastase. Sedangkan kanker otak sekunder merupakan
metastasis kanker dari organ lain ke jaringan otak. 20% - 40% dari semua
jenis kanker dalam tubuh manusia mengalami metastasis ke otak, sedangkan
kanker primer otak jarang bermetstasis ( Smeltzer & Bare, 2010). Kanker
otak yang ditemukan sebagian besar ( 70% ) adalah jenis Glioma ( Oghaki,
2010).
Kematian akibat kanker otak, baik kanker primer dan sekunder
disebabkan oleh gangguan fungsi otak seperti gangguan pernafasan dan
1
peningkatan tekanan intrakranial ( Lewis.et.al 2011). Hal ini harus menjadi
perhatian khusus bagi pasien, dan tim kesehatan karena kanker otak
merupakan jenis kanker yang paling menyebabkan kondisi kedaruratan
onkologis yang memerlukan tindakan segera dengan cepat dan tepat. Jika
tidak tertolong maka akan menimbulkan gangguan irreversibel dan bahkan
kematian ( Rubin & Williams, 2001). Kondisi ini hendaknya memerlukan
diagnosis cepat ( early diagnosis) serta penanganan yang cepat dan tepat
( Samphaos, 2010 ). Fenomena yang terjadi, manifestasi yang membahayakan
dari kanker otak seperti peningkatan tekanan intrakranial, kejang, gangguan
neurologis fokal, hidrosepalus dan gangguan hipofisis belum tertangani
dengan baik karena terlambatnya diagnosis dan terapi sehingga menyebabkan
prognosis yang buruk dan meningkatkan angka kesakitan bahkan kematian.
Menejemen penanganan kanker otak memerlukan keterlibatan berbagai
profesi untuk melakukan upaya promotif, pereventif, kuratif dan rehabilitatif,
di antaranya perawat. Perawat professional harus mampu mengkaji secara
dini manifestasi yang membahayakan dari kanker otak dan segera melakukan
tindakan perawatan efektif dengan cepat dan tepat. Penangan yang efektif
pada pasien dengan kanker otak akan meningkatkan kualitas hidup penderita
kanker terutama bagi penderita yang sudah memasuki stadium akhir dan
terminal (Lewis.et.al, 2011 ). Selain itu, upaya penting yang perlu dilakukan
perawat adalah membuat penderita kanker otak menerima kondisinya dan
bersahabat dengan segala manifestasi penyakit yang akan dialaminya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penting bagi perawat untuk
mempelajari lebih lanjut tentang kanker otak dan penatalaksanaannya
terutama penatalaksanaan keperawatan, agar dapat melakukan early diagnosis
dan tindakan perawaatan yang efektif pada kondisi tersebut.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan
kanker otak.
2
2. Tujuan khusus
a. Memberikan gambaran tentang konsep dasar kanker otak.
b. Memberikan gambaran tentang konsep penatalaksanaan keperawatan
pasien dengan kanker otak
c. Memberikan gambaran tentang aplikasi asuhan keperawatan pada
pasien dengan kanker otak.
d. Memberikan gambaran tentang trends dan issue yang berkaitan
dengan kanker otak.
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Medis
1. Definisi
Kanker otak atau Tumor otak merupakan massa dari sel abnormal
yang tumbuh tidak terkendali di setiap bagian otak dan sum-sum tulang
belakang yang mengkompresi dan menginfiltrasi jaringan di sekitarnya
sehingga mengakibatkan terjadinya lesi pada intrakranial dan
meningkatkan tekanan intrakranial. (Smeltzer, 2010; Lewis, 2011 &
deWit Kumagai, 2013).
Tumor otak dapat bersifat primer (timbul dari jaringan dalam otak)
atau sekunder, dihasilkan dari metastatis dari neoplasma ganas di tempat
lain dalam tubuh.
2. Anatomi Fisiologi
Gambar 1. Struktur Otak
4
Otak dibagi menjadi empat bagian utama dan masing-masing
memiliki fungsi yang berbeda, antara lain:
a. Cerebrum (otak besar); adalah bagian terbesar dari otak manusia
yang disebut juga Cerebral Cortex, Forebrain atau otak depan. Fungsi
Cerebrum adalah persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa,
sifat pribadi manusia dan proses mental yang membuat manusia
memiliki kemampuan berpikir, mengingat, membuat keputusan,
kesadaran diri, perencanaan, memori dan kemampuan visual.
Kecerdasan intelektual atau IQ juga ditentukan oleh cerebrum .
Cerebrum secara terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut
lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan
yang menyerupai parit disebut sulcus. Lobus otak meliputi :
1) Lobus frontal; merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan
dari otak besar. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan
membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan,
penyelesaian masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol
perasaan, kontrol perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara
umum.
2) Lobus parietal; berada di tengah, berhubungan dengan proses
sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.
3) Lobus temporal; berada di bagian bawah berhubungan dengan
kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam
bentuk suara.
4) Lobus occipital; ada di bagian paling belakang, berhubungan
dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu
melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.
b. Cerebellum (Otak Kecil)
Cerebellum mengontrol banyak fungsi otomatis otak, di antaranya:
mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan,
koordinasi otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan
5
melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari seperti
gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan
mengunci pintu dan sebagainya
c. Brain stem (Batang otak)
Batang otak berfungsi mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight
or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya. Batang otak terdiri
dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah, adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak tengah
berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari
sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga
sebaliknya. Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti
detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke
pusat otak bersama dengan formasi retikular. Pons berfungsi
sebagai pusat tidur.
d. Limbic System (Sistem limbik)
Sistem limbik terletak di bagian tengah otak, membungkus batang
otak. Komponen limbik antara lain hipotalamus, thalamus, amigdala,
hipocampus dan korteks limbik. Sistem limbik berfungsi
menghasilkan perasaan, mengatur produksi hormon, memelihara
homeostasis, rasa haus, rasa lapar, dorongan seks, pusat rasa senang,
metabolisme dan juga memori jangka panjang. (Sherwood, 2001)
6
3. Etiologi/Faktor Predisposisi
Faktor penyebab utama terjadinya tumor otak belum dapat diketahui
secara pasti. (Black & Hawks, 2009). Namun faktor resiko terjadinya
tumor otak, meliputi :
a. Faktor Genetik
Faktor keturunan mempunyai peranan yang kecil
dalam penyebab brain tumor. Di bawah 5% penderita
glioma mempunyai sejarah keluarga yang menderita
brain tumor. Beberapa penyakit warisan seperti
tuberous sclerosis, neurofibriomatosis tipe I, Turcot
syndrome dan 4 Li-Fraumeni cancer syndrome,
mempengaruhi pasien menjadi penderita glioma.
b. Faktor Lingkungan
Prior cranial irradiation adalah satu-satunya yang
beresiko menyebabkan neoplasma intrakranial.
c. Karakteristik Gaya Hidup
Tumor otak tidak berhubungan dengan gaya hidup
seperti merokok, minuman beralkohol atau penggunaan
ponsel.
4. Klasifikasi Tumor Otak.
a. Tumor yang berasal dari jaringan otak atau astrosit
Glioma; tumor penginfiltrasi yang dapat menyerang beberapa
bagian otak. Biasanya tipe ini banyak pada tumor otak dan tidak dapat
dibuang secara total karena tumor menyebar dengan infiltrasi ke
dalam sekitar jaringan saraf. Beberapa bentuk glioma sesuai tipe sel
adalah:
1) Astrocytoma; berasal dari jaringan pendukung, astrocytes dan sel
glial. Lokasi: dapat berkembang disemua bagian otak dan sum-
sum tulang belakang. Karakteristik termasuk derajat 1 dan 2,
pertumbuhan lambat dan invasif. 7
2) Glioblastoma; berasal dari astrosit matang, umumnya terjadi di
bagian hemisper otak. Karakteristik termasuk derajat 3 dan 4,
pertumbuhan cepat dan malignant
3) Ependimoma; berasal dari sel ependimal, umumnya terjadi
pada anak-anak. Karakteristik; pertumbuhan lebih ganas dan
dapat meluas dan menyerang jaringan otak. Lokasi
pertumbuhan; intramedulal, dinding ventrikel atau dibagian
ekor tulang belakang.
4) Oligodendroglioma
b. Tumor yang muncul dari lapisan pembungkus otak
Meningioma dura; terbungkus dalam kapsul, dapat dipastikan
dengan baik, pertumbuhan keluar jaringan otak dan dapat menekan
dan menginvasi otak.
c. Tumor yang berkembang didalam atau di atas saraf kranial, seperti
neuroma akustik (berasal dari lapisan pembungkus saraf akusti, saraf
optik spongioblastoma polar umumnya dapat menyerang saraf kranial
VIII)
d. Tumor yang berasal dari bagian tubuh lainnya (lesi metastatik).
Biasanya berasal dari tumor paru, payudara, ginjal, thyroid dan
prostat.
e. Tumor kelenjar tanpa duktus (hipofisis dan pinealis); terjadi di bagian
pineal, pineal parenkim, posterior atau ventrikel III. Karakteristik;
terdapat beberapa tipe yaitu germinoma, pineocytoma, teratoma dan
dapat berasal dari beberapa sel asal yang berbeda
f. Tumor pembuluh darah (Hemagloblastoma, Angioma); berasal dari
kelainan bentuk arteriovena sejak lahir, pertumbuhan lambat dan
umumnya terjadi di belahan otak posterior.
8
5. Patofisiologi ( black & Jacobs, 2005; Black & Hawks, 2009; Rubin &
Williams, 2001)
Tumor primer terjadi karena adanya gangguan DNA pada stem sel.
Abnormalitas DNA menyebabkan mitosis tidak terkontrol pada sel – sel
otak sedangkan sistem imun tubuh tidak mampu mengendalikan mitosis
tersebut.jaringan tumor yang membesar menyebabkan kematian jaringan
otak oleh karena adanya penekanan dan infiltrasi tumor. Akibat lanjutnya
adalah timbul lesi jaringan otak yang dilanjutkan dengan edema disekitar
jaringan otak yang rusak. Tulang tengkorak tidak fleksibel menampung
volume otak sehingga timbul peningkatan tekanan intrakranial, akibat
lanjut adalah herniasi otak. Penekanan pada batang otak akan
menyebabkan gangguan pada pengatur organ vital manusia yaitu
pernafasan dan jantung sehingga dapat menimbulkan kematian.
Neoplasma pada otak dapat mengakibatkan terjadinya lesi pada otak
dan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial karena tumor
mengompresi jaringan di sekitarnya. Jika tumor berasal dari sel-sel otak,
saraf kranial dan kelenjar pituitari, sel-sel neoplastik dapat menginfiltrasi
dan menghancurkan struktur ini, selain itu tumor juga dapat merusak
jaringan melalui tekanan dan umumnya bersifat keganasan. Beberapa
tumor otak merupakan tumor jinak (benigna), seperti meningioma atau
neuroma acostic. Namun, karena peningkatan tekanan intracranial yang
sebabkan karena tumor dan bersifat menginvasi jaringan otak, tumor jinak
juga dapat mengakibatkan kondisi serius (deWit Kumagai, 2013)
Tumor intrakranial dapat muncul di bagian di otak itu sendiri, atau
dapat diawali pada selaput meningens, saraf kranial, atau kelenjar
pituitari. Tumor otak ganas primer jarang bermetastasis di luar sistem
saraf pusat karena otak dibungkus oleh struktur (meningens) dan
fisiologis (darah otak) sebagai penghalang. Tumor pada belahan otak
yang disebut supratentorial terletak di bawah tentorium (lipatan dura
mater) yang disebut infratentorial.
9
6. Manifestasi Klinis ( Lewis.et.al, 2011; Black & Hawks, 2009; Black &
Jacobs, 2005)
Tumor otak menunjukan gejala dan tanda baik spesifik
maupun nonspesifik.
a. Gejala dan Tanda Non Spesifik
Tanda dan gejala yang timbul pada pasien dengan
tumor otak secara non spesifik meliputi:
1)Sakit kepala, yang ditemukan pada sekitar separuh
pasien, nyeri kepala ini biasanya hilang timbul dan
durasinya makin meningkat. Nyeri kepala terjadi
karena peningkatan tekanan intrakranial (TIK).
2)Mual dan muntah, yang disebabkan oleh
bertambahnya tekanan intracranial. Muntah biasanya
bersifat proyektil ( menyemprot ). Mual muntah
terjadi karena penekanan pada medulla sebagai
pusat muntah.
3)Papiledema, terjadi karena kompresi pada nervus
kranial II. Peningkatan tekanan intrakranial
menghambat aliran balik vena dari mata dan terjadi
aliran balik darah menuju ke pusat retina.
Papiledema akan ditandai dengan penurunan
kemampuan penglihatan.
4)Perubahan status mental, ditunjukkan dengan
perubahan level of consciousness ( LOC ) atau
perubahan sensasi. Perubahan status mental dan
emosional meliputi kondisi letargi, bingung,
disorientasi, serta perubahan kepribadian serta
proses pikir.
b. Gejala dan Tanda Spesifik
10
Biasanya menunjukan pada keterangan lokasi
intracranial tumor.
1)Tanda-tanda lateral, meliputi hemiparesis, aphasia,
dan visual-field deficits nampak padasekitar 50%
pasien.
2)Kejang, merupakan gejala yang biasa nampak, terjadi
pada sekitar 25% pasien denganhigh-grade glioma
dan pada sekurangnya 50% dengan low-grade tumor.
Kejang dapat terjadi pada keseluruhan maupun
parsial.
3)Stroke-like presentation, perdarahan dalam tumor
dapat terlihat seperti stroke, walaupun sakit kepala
dan perubahan kesadaran yang menyertai biasanya
lebih berkesan intracranial hemorargi. Hemorargi
biasanya berhubungan dengan high-grade glioma,
terjadi pada5%-8% pasien penderita glioblastoma.
Bagaimanapun juga oligodendroglioma memiliki
kecenderungan untuk berdarah, dan hemorargi
terjadi pada 7%-14% low-grade neoplasma ini.
Gangguan sensorik dan fatigue secara tiba-tiba dapat
dilihat pada tumor pituitari,disebut juga pituitary
apoplexy.
Tanda dan gejala tumor otak menurut lokasi
tumor
Lokasi Tumor Manifestasi Klinis
Hemisfer
serebral
Lobus
frontal
gangguan kepribadian, perubahan status
emosional dan tingkah laku, dan
disintegrasi perilaku mental, gangguan
11
memori jangka panjang, gangguan spinter
untuk control BAB dab BAK, paralisis, dan
kejang. Pasien sering menjadi ekstrim
yang tidak teratur dan kurang merawat diri
dan menggunakan bahasa cabul.
Lobus
parietal
Penurunan kemampuan sensorik motorik,
agnosia, gangguan bicara,
ketidakmampuan menulis, penurunan
perhatian.
Lobus
temporal
Kejang, disfagia, afasia, gangguan pemori,
tinnitus, ataksia, dan gangguan
kepribadian.
Lobus
oksipital
Gangguan penglihatan, kejang, halusinasi,
Serebelum pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan)
atau gaya berjalan yang sempoyongan
dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang
lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan
nistagmus (gerakan mata berirama tidak
sengaja) biasanya menunjukkan gerakan
horisontal.
Lokasi Tumor Manifestasi Klinis
Brain stem Vertigo, dizziness, vomitus, disfungsi
nervus cranial III – XII, nistagmus,
penurunan reflex kornea, gangguan
berjalan, penurunan kemampuan sensorik
motorik, tuli, henti pernafasan dan jantung.
Pituitary dan
sellar
Penurunan penglihatan, nyeri kepala,
nausea, papiledema, nistagmus, diabetes
insipidus, disfungsi hormonal, gangguan
12
tidur, gangguan keseimbangan cairan,
elevasi suhu tubuh, gangguan
metabolisme lemak dan karbohidrat,
cushing’s syndrome
Ventrikel Obstruksi CSS, hidrosepalus, peningkatan
TIK secara cepat, nyeri kepala karena
perubahan posisi.
Subkortikal Hemiplegi
7. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
Diagnosis tumor otak dapat dilakukan melalui
pemeriksaan sebagai berikut ( Lewis, 2011; Rubin &
Williams, 2001):
a. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Diagnosis terbaik pada brain tumor adalah dengan
penggunaan kranial MRI. MRI harus menjadi
pemeriksaan pertama pada pasien dengan tanda dan
gejala kelainan pada intracranial. MRI menggunakan
magnetic field bertenaga untuk menentukan
nuclearmagnetic spin dan resonansi yang tepat pada
sebuah jaringan bervolume kecil. Jaringan yang berbeda
memiliki nuclear magnetic spin dan resonansi yang
berbeda pula.
b. CT Scan ( Computerise Tomography Scaning )
CT Scan adalah pemeriksaan yang menggunakan sinar-
X dan dengan penggunaan komputer yang akan
menghasilkan gambar organ-organ tubuh manusia. CT
Scan dapat digunakan apabila MRI tidak tersedia.
Namun, low-grade tumor pada posterior fossa dapat
terlewatkan oleh CT Scan.
13
c. PET Scan ( Positron Emission Tomography Scan )
Merupakan pemeriksaan untuk mengetahui biokemikal dan efek fisik
dari keberadaan tumor.
Pemeriksaan penunjang yang menjelaskan adanya gangguan neurologi
akibat tumor, meliputi ( Lewis, 2011; Black & Hawks, 2009) :
a. EEG ( Electro Encephalogram )
EEG menggambarkan adanya gangguan aktivitas listrik otak akibat
invasi tumor, sehingga bisa menentukan atau memprediksi luasnya
kerusakan otak.
b. Lumbal punksi
Lumbal punksi untuk mengidentifikasi resiko herniasi serebral dan
perubahan komposisi CSS.
c. Angiografi
Angiografi mampu menentukan aliran darah pada tumor serta lokasi
tumor.
d. Pemeriksaan yang berkaitan dengan fungsi endokrin
Pemeriksaan fungsi endokrin yang meliputi hormonal dan sekresi lain
yang berkaitan dengan fungsi endokrin harus diidentifikasi pada tumor
di pituitari.
8. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan pada tumor otak dapat berupa initial
supportive dan definitive therapy.
a. Supportive Therapy
Supportive treatment berfokus pada meringankan
gejala dan meningkatkan fungsi neuroligik pasien.
Supportive treatment yang utama digunakan adalah
anticonvulsants dan corticosteroid.
1) Anticonvulsants
Anticonvulsants diberikan pada pasien yang
menunjukan tanda-tanda kejang. Phenytoin (300-14
400mg/d) adalah yang paling umum digunakan, tapi
carbamazepine (600-1000mg/h), Phenobarbital (90-
150mg/h), dan valproic acid (750-1500mg/h) juga
dapat digunakan.
2) Corticosteroids
Corticosteroid mengurangi edema peri tumoral
dan mengurangi tekanan intrakranial. Efeknya
mengurangi sakit kepala dengan cepat.
Dexamethasone adalah corticosteroid yang dipilih
karena aktivitas mineralocorticoid yang minimal.
Dosisinya dapat diberikan mulai dari 16 mg/h, tetapi
dosis ini dapat ditambahkan maupun dikurangi
untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
mengontrol gejala neurologik.
b. Definitive Therapy
Definitive treatment tumor intrakranial meliputi
pembedahan, radiotherapi, kemoterapi dan yang
sedang dikembangkan yaitu immunotherapi.
a. Pembedahan
Berbagai pilihan pembedahan telah tersedia,
dan pendekatan pembedahan yang dipilih harus
berhati-hati untuk meminimalisir resiko deficit
neurologic setelah operasi. Tujuan pembedahan
adalah menghasilkan diagnosis histologic yang
akurat, mengurangi tumor pokok, memberikan jalan
untuk CSF mengalir, dan mencapai potensial
penyembuhan.
Menurut Lewis, 2011; Black & Hawks, 2009;
black & Jacobs, 2005 ) Tindakan pembedahan pada
tumor otak, meliputi :
15
1) Craniotomi
Craniotomi adalah metode pembedahan
dengan cara membuka cranium. Jika tulang
tengkorak di ambil disebut craniektomi. Tujuan
kraniotomi untuk dekompresi intrakranial,
mengambil masa tumor dan untuk tindakan
biopsi dan pemeriksaan diagnostik.
Craniotomi merupakan bedah mayor
sehingga memerlukan persiapan serius dan
pengawasan ketat bahkan memerlukan ruang
intensif untuk perawatan paska bedah.
2) Ventricular shunt
Ventricular shunt adalah pemasangan
kateter dari ventrikel lateral menuju ke
peritoneum. Tujuan pemasangan ventricular
shunt adalah mengalirkan cairan serebro spinal
( CSS ) dari ventrikel untuk menurunkan TIK.
Hidrosepalus merupakan indikasi pasti
pemasangan shunt. Hidrosepalus biasa terjadi
pada tumor pineal yang meluas pada ventrikel III.
Jenis shunt meliputi Av Shunt dan VP Shunt.
Prinsip pemasangan shunt adalah tidak
menyebabkan penurunan TIK secara cepat
karena dapat membahayakan fungsi otak, serta
tetap dalam posisi paten agar tetap mampu
mengalirkan CSS.
Ventrikuloperitoneal Shunt ( VP Shunt )
merupakan jenis Shunt yang pasling sering
digunakan. VP-Shunt adalah pemasangan saluran yang
mengaliri cairan dalam otak menuju rongga perut yang
16
menghubungkan ventrikel ( ruang di dalam otak ) dan
peritoneal ( ruang di dalam perut ). Tujuan VP Shunt adalah
untuk membuat saluran baru antara aliran likuor dengan
kavitas drainase dan untuk mengalirkan cairan yang
diproduksi di dalam otak ke dalam rongga perut untuk
kemudian diserap ke dalam pembuluh darah.
Sejumlah komplikasi dapat terjadi setelah pemasangan
VP shunt dalam manajemen hidrosefalus. Komplikasi ini
termasuk infeksi, blok, subdural hematom, ascites, CSSoma,
obstruksi saluran traktus gastrointestinal, perforasi organ
berongga, malfungsi, atau migrasi dari shunt. Migrasi dapat
terjadi pada ventrikel lateralis, mediastinum, traktus
gastrointestinal, dinding abdomen, vagina, dan skrotum.
Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan,
yang terjadi dalam 6 bulan pasca prosedur shunting. Penyebab
infeksi adalah bakteri staphylococcus dan propioni
bacterialyang terisolasi dalam cairan ventrikuler, peritonium
dan selang shunt. Manifestasi yang muncul meliputi demam,
peritonitis, meningitis, dan gejala yang tidak spesifik seperti
nyeri kepala, muntah, perubahan status mental dan kejang.
Tindakan yang dilakukan bila terjadi infeksi adalah
pengangkatan selang dan pemasangan shunt yang baru.
Penatalaksanaan infeksi shunt dengan terapi antibiotik,
pengangkatan shunt dan pemasangan ekstrenal shunt. Terapi
shunt yang terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak
direkomendasikan karena bakteri dapat di tekan untuk jangka
waktu yang lama dan bakteri kembali saat antibiotik
diberhentikan.
Subdural hematom merupakan komplikasi yang biasa
terjadi pada orang dewasa akibat aktivitas pasca pembedahan.
Insiden ini dapat dikurangi dengan memperlambat mobilisasi
17
paska operasi. Subdural hematom diterapi dengan drainase
dan mungkin membutuhkan oklusi sementara dari shunt.
VP shunt merupakan tindakan khusus yang memerlukan
perawatan khusus pula. Perawat mempunyai peran yang
sangat menentukan keberhasilan penggunaan VP shunt
tersebut. Peran perawat pada fase preoperasi pemasangan VP
shunt, meliputi :
a) Memantau dan mencegah peningkatan TIK
b) Memastikan pasien bebas dari tanda infeksi sebelum
pemasangan shunt ( bebas panas selama 3 hari )
c) Menyiapkan pasien dan keluarga secara psikososial untuk
tindakan pembedahan.
d) Menyiapkan pengetahuan pasien dan keluarga akan resiko
dan tindakan perawatan yang harus dilakukan pasca
pemasangan shunt.
Peran perawat pascaoperasi pamasangan VP shunt, meliputi :
a) Memantau tanda vital dan status neurologi pasien.
b) Memantau adanya gejala infeksi ( demam, inflamasi, nyeri
tekan jalur shunt, mual dan muntah )
c) Memantau kepatenan shunt.
d) Mencegah malformasi drainase dengan memberikan posisi
kepala elevasi 30o, memiringkan pasien pada sisi non
bedah, tirah baring minimal 72 jam pasca operasi dan
pembatasan aktivitas.
e) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga tentang pencegahan infeksi, obstruksi shunt dan
peningkatan TIK.
18
f) Mendampingi pasien dan keluarga menghadapi
stressemosional akibat tindakan pembedahan dan
perawatan yang lama.
3) Transsphenoidal untuk tumor di pineal/pituirati
Transsphenoidal merupakan pembedahan
untuk pengambilan tumor pada pituitari melalui
tulang sphenoid secara langsung.
b. Terapi Radiasi
Terapi radiasi memainkan peran penting dalam
pengobatan brain tumor pada orang dewasa.Terapi
radiasi adalah terapi non pembedahan yang paling
efektif untuk pasien dengan malignant glioma dan
juga sangat penting bagi pengobatan pasien dengan
low-grade glioma.
c. Kemoterapi
Kemoterapi hanya sedikit bermanfaat dalam
treatment pasien dengan malignant
glioma.Kemoterapi tidak memperpanjang rata-rata
pertahanan semua pasien, tetapi sebuah subgroup
tertentu nampaknya bertahan lebih lama dengan
penambahan kemoterapi danradioterapi. Kemoterapi
juga tidak berperan banyak dalam pengobatan
pasien dengan low grade astrocytoma. Sebaliknya,
kemoterapi disarankan untuk pengobatan pasien
dengan oligodendroglioma.
d. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan pengobatan baru yang
masih perlu diteliti lebih lanjut. Dasarpemikiran
19
bahwa sistem imun dapat menolak tumor,
khususnya allograft, telah didemonstrasikan lebih
dari 50 tahun yang lalu. Hal itu hanya sebuah contoh
bagaimanasistem imun dapat mengendalikan
pertumbuhan tumor. Tumor umumnya menghasilkan
level protein yang berbeda (dibandingkan protein
normal) disekitar jaringan, dan beberapa protein
mengandung asam amino substitusi atau deletions,
atau mengubah phosphorylation atau glycosylation.
Beberapa perubahan protein oleh tumor sudah
mencukupi bagi sistemimun untuk mengenal protein
yang dihasilkan tumor sebagai antigenik, dan
memunculkanimun respon untuk melawan protein-
protein tersebut.
9. Komplikasi
a. Edema cerebral
b. Peningkatan intra kranial
c. Herniasi otak
d. Hidrochepalus
e. Kejang/epilepsi
f. Metastasis ketempat lain
10. Patoflowdiagram
20
Mengganggu fungsi spesifik bagian otak
tempat tumor
Factor lingkungan
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral
ke sub arachnoid
Pertumbuhan sel
otak abnormal Tumor otak
Hipoksia cerebral
Kompensasi takipnea
Timbul manifestasi klinik/gejala lokal
sesuai fokal tumor Hidrochepalus
Perubahan perfusi jaringan cerebral
Kompensasi kurang cepat
Penekanan jaringan otak terhadap sirkulasi darah &
O2
Masa dalam otak bertambah
Penurunan suplay O2 ke jaringan otak akibat
obstruksi sirkulasi otak
Akumulasi CO2
di cerebral
(CO2 reseptor vasodilatasi)
Pola nafasin efektif
Kerusakan
darah otak Perpindahan cairan
intravaskuler ke jaringan serebral
↑ volume intrakranial
↑ TIK
Kompensasi (butuh waktu berhari-hari sampai berbulan-bulan) dengan cara :
↓ volume darah intracranial↓ volume cairan cerebrospinal↓ kandungan cairan intra selmengurangi sel-sel parenkim
Statis vena cerebral
Obstruksi sistem cerebral
Obstruksi drainage vena retina Papil edema
Kompresi saraf optikus
(N. III/IV)Gangguan penglihatan
Perubahan persepsivisual
Kompresi
batang otak Iritasi pusat
vagal di medula oblongata
Muntah proyektil
Resiko gangguan keseimbangan cairan
dan elektrolit
Bergesernya ginus medialis labis temporal ke inferion melalui insisura tentorial
Herniasi cerebral
Nyeri kepala Perubahan perfusi jaringan cerebral
Gaya hidupGenetik
21
Sakit kepala
Muntah
Papil edema
KEMATIAN
22
Tumor cerebellum Tumor di enchepalon (otak tengah)
Gangguan fungsi cerebellum (atur sikap
badan / aktifitas oto dan keseimbangan)
Resiko cidera
Pusing, ataxia,
otot tidak
terkoordinasi
Thalamus (penghubung sensasi somatic, lihat, dengar dari organ ke kortek sebri)
Berperan dalam integrasi sensoris interprestais secara kasar (visual, auditory, tektil, temperatur, pain dan tas sensation)
Gangguan Tingkat kewaspadaan
kesadaran
Impuls dari aras ke gartex cerebral
terganggu
Penurunan
akfititas
↑ aktifitas
Terjaga terus/ tidak bisa
tidur
Gangguan sensori
Resiko cidera
Hipotalamus
Atur temperatur Atur cairan dan elektrolit(
DI)Tidur/ terbangun/ terjagaIntake makananEmosiKontrol endokrin/ respon
seksual, SIADH
Resiko perubahan suhu tubuh
Ketidakseimbangan cairan & elektrolit
Resti nutrisi krg dr kebutuhan
Kelebihan cairan
Tertidur
Epitalamus
9% pasien pusat
affectory (penciuman)
Perubahan persepsi sensori
penciuman Perubahan pola tidur
Tumor di meningen/ infracranial
Gangguan kepribadian,
konfusi, gangguan gaya berjalan
Tumor korteks motorik
Perubahan suplai darah
Nekrosis jar.otak
Perubahan kepekaan
neuron
Gangguan hantaran
listrik otak
Kejang
Resiko cidera
Tumor cerebrum / telenchepalon (cerebral
hemisphere)
Iobus temporalis
Pusat pendengaran (membedakan suara)
Pusat bicara (mengerti bagaimana mengucapkan huruf & mendengarkanny
Pusat memoriPusat organ vital &
emosiKerusakan kontruksi
verbalPerubahan persepsi
sensori, pandangan (halusinasi)
Dimensia
Iobus parentalis (sebagai penerima &
pembeda impuls sensori : nyeri
sentuhan, suhu
Resiko cidera
Iobus frontalis (sebagai motor
korteks, pemantau gerak bicara, aktivitas mental, aktivitas
jari tangan)
Gangguan kepribadian,
perubahan status emosional &
tingkah laku & disintegritasi
perilaku mental kurang merawat diri
Gangguan proses pikir
Iobus oksipital (visual center, visual speech center, atur
kemampuan)
Gangguan visual,
hemiomapia, homonimus kontralateral
Perubahan persepsi
sensori visual
Perubahan rasa nyaman
nyeri
Nyeri kepala
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian (( lewis.et.al, 2011; Black & Jacobs, 2005)
a. Anamnesa
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang dikaji adalah tanda gejala yang menyebabkan
pasien ke rumah sakit, seperti adanya sakit kepala, kejang, mual
dan muntah, gangguan penglihatan, dan lain- lain.
2) Riwayat penyakit sekarang
Merupakan perjalanan penyakit hingga pasien mencari bantuan.
Kaji pula paparan zat karsinogenik yang terkait dengan
kanker/tumor otak.
3) Riwayat kesehatan masa lampau
a) Riwayat tumbuh kembang , infeksi dan imunisasi : gangguan
tumbuh kembang, infeksi CMV, rubella, meningitis.
b) Riwayat hospitalisasi : kejang, gangguan perilaku, diabetes
mellitus, cancer pada organ lain seperti paru dan payudara.
c) Riwayat pengobatan: pengobatan hormonal, narkotik,
stimulant CNS, dan obat yang memacu kanker.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat genetic kanker atau tumor pada keluarga.
5) Riwayat psikososial
a) Kaji aktivitas rutin pasien, latar belakang pendidikan, dan
perubahan kepribadian.
b) Kaji pula hal-hal yang menyebabkan gangguan psikososial
seperi pajanan zat adiktif yang bersifat karsinogenik atau
ketidaknyamanan lingkungan tempat timggal.
b. Pemeriksaan fisik
1) Tanda vital
Peningkatan tekanan darah sistolih, bradikardi, dan perubahan
respirasi rete merupakan tanda peningkatan TIK. Elevasi dan
fluktuasi suhu merupakan tanda tumor pituitary.
23
2) Status mental
Kaji tingkat kesadaran, orientasi, memori, mood dan efeksi,
penampilan intelektual, judgement and insight, kemampuan
berbahasa dan komunikasi.
3) Pengkajian fungsi XII Saraf cranial
4) Sistem motorik
Kaji ukuran otot ( atrofi ), kekuatan otot ( hemiplegic ), tonus
otot, koordinasi pergerakan, gaya berjalan ( ataksia ), dan
gangguan pergerakan.
5) Sistem sensorik
Kaji parestesi dan nyeri.
6) Reflex
Kaji reflex fisiologis seperti reflex bisep, trisep, kornea yang
menunjukkan gangguan hemisfer serebral.
Kaji reflex patologi yang menandakan kerusakan saraf pusat
akibat tumor seperti reflex babinski.
c. Pemeriksaan diagnostik ( Black & Jacobs, 2005 )
MRI dan CT Scan ditemukan masa tumor.
Dilanjutkan pemeriksaan spesifik sesuai lokasi tumor, seperti fungsi
endokrin jika tumor terletak pada pituitary, pemeriksaan funduskopi
jika tumor ada di oksipital, dan lainnya.
Jika pasien mengalami pembedahan, maka pengkajian focus, meliputi :
a. Preoperasi
1) Tanda vital, kesadaran, orientasi, kemampuan mengikuti perintah,
ukuran dan reaksi pupil, fungsi saraf cranial, warna dan suhu kulit.
2) Kemampuan pergerakan dan sensasi
3) Manifestasi peningkatan tekanan intrakranial
4) Manifestasi fungsi paru
5) Balan cairan dan elektrolit serta fungsi ginjal
6) Manifestasi klinis tumor sesuai lokasi
24
b. Pascaoperasi
1) Tanda vital, tingkat kesadaran dan kemampuan bicara,
kemampuan pergerakan, intake output cairan, darah dan elektrolit
( glukosa, sodium, potassium, hematokrit, hemoglobin).
2) Kaji perdarahan ( langsung atau melalui drainase ) dan kebocoran
CSS pasa area operasi
3) Kaji perubahan fungsi neurologis setelah operasi.
2. Diagnosa Keperawatan ( Black & Jacobs, 2005 ; Black & Hawks, 2009 ;
Lewis.et.al., 2011; Gulanick & myers, 2013)
a. Preoperasi
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intra cranial akibat massa tumor atau edema.
2) Kecemasan dan takut berhubungan dengan ketidaktahuan hasil
dari operasi tumor otak.
3) Kurang pengetahuan tidak adanya penjelasan tentang penyakit.
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur dan perawatn
baru.
5) Risiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan
SIADH pascaoperasi.
b. Pascaoperasi
1) Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan
peningkatan TIK, hidrosepalus, edema paska eksisi tumor.
2) Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
edema pascaoperasi, perdarahan pascaoperasi.
3) Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan diabetes insipidus
neurogenik pascaoperasi.
4) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
25
3. Rencana Keperawatan
a. Preoperasi
1) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial akibat massa tumor atau
edema.
Tujuan Rencana Tindakan
Pasien menunjukkan perfusi jaringan serebral yang normal. Kriteria : 1) Perbaikan GCS2) Respons pupil membaik 3) Tidak ada chusing’s respons4) Bebas dari kejang
a. Kaji tanda vital b. Kaji tanda peningkatan TIK ( chusing’s respons )c. Kaji status neurologis ( kesadaran, pupil dan tanda gangguan
neurologis fokal )d. Berikan agen vasikonstriksie. Monitor oksigenasi jaringan otak dengan AGDf. Monitor intake dan output g. Hindarkan tindakan valsava maneuverh. Berikan lingkungan yang nyamani. Kendalikan suhu tubuh
2) Kecemasan dan takut berhubungan dengan ketidaktahuan hasil dari operasi tumor otak.
Tujuan Rencana Tindakan
Pasien mampu mengelola kecemasan. Kriteria : 1) Verbalisasi penurunan level kecemasan 2) Verbalisasi pemahaman tentang tindakan
operasi dan akibatnya. 3) Ekspresi rileks dan tenang
a. Berikan pengetahuan tentang penyakit dan tindakan operasi. b. Lakukan komunikasi secara terbuka pada klien dan keluarga c. Libatkan dukungan spiritual dari orang yang berkompeten. d. Hindarkan dari harapan yang salah e. Berikan sugestif tentang hal baik yang dapat mendukung pasien.
26
3) Risiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan SIADH
Tujuan Rencana Tindakan
Pasien mengalami normovolemik.Kriteria : 1) Urine output lebih dari 30cc/hari 2) Berat badan stabil 3) Sodium dalam serum normal 4) Osmolaritas darah normal5) Berat jenis urine 1.005 – 1.025
a. Monitor elektrolit serum dan urineb. Monitor intake dan output cairan tubuh c. Kaji tanda hiponatremia ( bingung, sakit kepala, fatique, vomitus,
kejang otot, atau kejang )d. Batasi asupan oral dan IV. e. Berikan koreksi natrium 3%f. Berikan diuretik
4) Kurang pengetahuan tentang perawatan lanjutan berhubungan dengan prosedur dan perawatan baru pascaoperasi.
Tujuan Rencana Tindakan
Pengetahuan pasien tentang prosedur dan perawatan baru pascaoperasi adekuat. Kriteria : Pasien memverbalisasi pemahamannya tentang diagnosis, prosedur pembedahan, dan akibat yang ditimbulkan.
Kaji pengetahuan pasien tentang pembedahan dan tindaklanjut pascaoperasi. Diskusikan tentang perawatan pascaoperasi, meliputi :
Tindakan monitoring yang akan selalu dilakukan pascaoperasi.perubahan gambaran tubuh seperti adanya balutan luka di kepala, pencukuran rambut area bedah, serta adanya kemungkinan pembengkakan pada wajah.
Perawatan luka pascaoperasi Pengobatan jangka panjang ( kortikosteroid, antikonvulsan
dan antibiotic )Diskusikan perawatan di rumah.
27
b. Pascaoperasi
1) Penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan peningkatan TIK, hidrosepalus, edema paska eksisi tumor. Tujuan Rencana Tindakan
Pasien mampu mempertahankan kapasistas adaptasi intracranial secara optimal. Kriteria : a. Perfusi jaringan serebral optimal
1) Fungsi neurologi baik2) Tidak ada nyeri kepala 3) Tidak ada penurunan kesadaran 4) Kemampuan kognitif baik
b. Status neurologi optimal1) Kemampuan kognitif baik 2) Fungsi sensorik motorik baik 3) Nadi 60 – 100x/mt kuat 4) Tekanan darah sistolik 100 – 120 mmHg5) Tekanan darah diastolik 70 – 90 mmHg6) Kemampuan komunikasi baik
a. Kaji tanda vital b. Kaji status neurologi ( kesadaran, pupil, motorik, sensorik,
postural rigiditas )c. Kaji tanda pningkatan tekanan intracranial ( muntah proyektil,
nadi cepat dan respirasi menurun) terutama setelah aktivitasd. Kaji kepatenan VP shunte. Pertahankan suhu tubuh normal f. Lakukan pemijatan shunt jika tidak lancarg. Pertahankan posisi elevasi kepala 30o ( hindarkan fleksi leher)h. Anjurkan pasien tidak melakukan valsava maneuver ( saat
perubahan posisi, batuk, megejan) i. Hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan
tekanan intrakranial ( gaduh, stress, panas, dll)j. Kolaborasi terapi untuk menurunkan TIK
2) Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan
Tujuan Rencana Tindakan
Pasien mampu mengalihkan nyeri. Kriteria : 1) Penurunan intensitas nyeri 2) Tidak menunjukkan kelemahan3) Mampu beristirahat tanpa nyeri 4) Kemampuan terlibat dalam aktivitas
perawatan tanpa nyeri
a. Hindarkan kegiatan aktivitas yang tiba-tiba seperti bangun dari tempat tidur secara mendadak.
b. Jaga lingkungan tetap tenang c. Berikan terapi analgetik d. Hindarkan tindakan yang meningkatkan TIK
3) Resiko gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema pascaoperasi, perdarahan pascaoperasi.
28
Tujuan Rencana Tindakan
Perfusi jaringan serebar pasien adekuat. Kriteria :
1) Fungsi saraf cranial II, III, IV dan V baik2) Tidak ada nyeri kepala 3) Tidak ada penurunan kesadaran 4) Kemampuan kognitif dan emosi baik 5) Tekanan darah sistolik 100 – 120 mmHg6) Tekanan darah diastolic 70 – 90 mmHg7) Mampu beristirahat secara optimal
a. Kaji tanda vital b. Kaji status neurologi ( kesadaran, nervus cranial II-III-IV dan V,
motorik, sensorikc. Pertahankan suhu tubuh normal d. Anjurkan pasien tidak melakukan valsava maneuver ( saat
perubahan posisi, batuk, megejan) e. Berikan posisi supine dengan elevasi kepala hingga 30of. Berikan lingkungan yang aman dari cidera g. berikan pertolongan jika ada reaksi mual muntah akibat nistagmus. h. Hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan
metabolisme otak ( gaduh, stress, panas, dll)i. Kolaborasi terapi lanjutan tumor
4) Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan diabetes insipidus neurogenik pascaoperasi.
Tujuan Rencana Tindakan
Pasien mengalami normovolemik. Kriteria:
1) Tekanan darah sistolik lebih dari 90mmHg2) Tidak ada keluhan hipotensi orthostatis3) HR 60 -100x/mt 4) Urine output lebih ari 30cc/jam 5) Kadar sodium darah normal6) Berat jenis urine 1,005 – 1,025
a. Monitor intake dan output urineb. Kaji berat jenis urine c. Monitor serum dan elektrolit urine d. Kaji tanda dehidrasi e. Kaji berat badan f. Berikan cairannIV jika oral tidak mencukupi g. Berikan vasopressin
29
4. Discharge Planning ( DeWit, 2009)
a. Meminimalkan risiko untuk kanker
1) Makan makanan yang bervariasi dan asupan kalori dengan latihan
keseimbangan untuk menjaga berat badan yang sehat.
2) Membatasi asupan daging merah dan daging olahan. makan ikan
berlemak dua kali seminggu untuk meningkatkan asupan omega 3.
membatasi asupan lemak lainnya, terutama lemak jenuh dan trans.
Pengganti minyak zaitun untuk memasak
3) Makan lima atau lebih porsi berbagai sayuran dan buah-buahan
setiap hari. termasuk sayuran yang mengandung beta karoten,
tomat, bawang dan bawang putih, buah jeruk, serta buah merah dan
biru dan sayuran (kubis, brocoli, brussels sprout, kol, kembang kol,
wortel, labu kuning, ubi jalar, anggur merah, berry, serta ceri
merah).
4) Memilih makanan gandum dan olahan (halus) biji-bijian, kacang-
kacangan, sereal gandum, biji rami, roti, dan pasta untuk
meningkatkan asupan serat harian.
5) Menjaga konsumsi alkohol moderat: tidak lebih dari dua minuman
atau dua gelas anggur atau bir per hari (satu minuman untuk
wanita). tidak ada alkohol yang terbaik.
6) Menghindari merokok, dan makan makanan yang dibakar
b. Menghindari dan membatasi paparan karsinogen
1) Mengetahui bahan yang digunakan dalam rumah tangga, halaman
dan area rekreasi dan di tempat kerja yang carcinogenic dan
menggunakan perlindungan untuk mengurangi paparan.
2) Penggunaan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker yang
sesuai saat penyemprotan pestisida atau bahan kimia atau
menggunakan pembersih kimia
3) Mencuci tangan dan setiap kulit yang terbuka setelah menggunakan
senyawa karsinogenik untuk memberikan perlindungan.
30
4) Menggunakan tabir surya dan pakaian pelindung yang sesuai ketika
di luar rumah untuk mengurangi insiden kanker kulit.
5) Menghindari berenang dan olahraga air yang terkontaminasi yang
terkontaminasi paparan kimia.
6) Mencuci atau membilas buah dan sayuran untuk menghindari
pestisida.
c. Upaya Mengatasi Masalah Makan Pasien dengan anoreksia atau cepat
merasa kenyang.
1) Makan makanan yang disukai dan dapat diterima walau tidak
merasa lapar.
2) Makan lebih banyak bila ada rasa lapar
3) Hindari minum dekat dengan waktu makan.
4) Memotivasi diri bahwa makan adalah bagian penting dalam
program pengobatan.
5) Porsi makanan kecil dan diberikan sering ( lebih dari 3 kali sehari).
6) Olahraga sesuai kemampuan.
7) Makan dalam situasi yang nyaman.
d. Pasien dengan perubahan rasa pengecapan.
1) Makanan dan minuman diberikan pada suhu kamar atau dingin.
2) Tambahkan bumbu yang sesuai untuk menambah rasa.
3) Minuman segar misalnya sari buah atau jus.
4) Gunakan alat makan plastik bila sering merasa makanan berbau
logam.
5) Berkumur dengan larutan soda (larutan 5 gram soda dalam 500 ml
air).
e. Pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan.
1) Banyak minum, 8-10 gelas per hari. Bila perlu minum dengan
menggunakan sedotan.
2) Makanan dan minuman diberikan pada suhu kamar atau dingin.
3) Bentuk makanan saring atau cair.
4) Hindari makanan terlalu asam atau asin
31
5) Sering berkumur.
6) Makan tiap 2 jam dengan diselingi minum.
f. Pasien dengan mulut kering.
1) Makanan dan minuman diberikan dengan suhu dingin.
2) Makanan sering berkuah atau berbentuk makanan cair.
3) Minum yang hangat atau asam untuk meningkatkan saliva.
4) Kunyah permen karet atau hard candy.
g. Pasien dengan keluhan mual dan muntah.
1) Beri makanan bentuk kering
2) Hindari makanan yang beraroma tajam/ merangsang, berlemak
tinggi dan minuman yang terlalu manis.
3) Batasi cairan pada waktu makan.
4) Makan dan minum perlahan-lahan.
5) Setelah selesai makan, tetap dalam posisi duduk selama 1-2 jam.
h. Memperbaiki dan Memperoleh Kembali Kemampuan Bergerak
Kondisi sakit menyebabkan pasien sulit / tidak mampu bergerak, kaki
dan lengan dirasakan berat dan bila berjalan pasien merasa akan jatuh
sehingga pasien memerlukan bantuan keluarga / orang lain untuk dapat
kembali bergerak / beraktivitas.
32
BAB III. PEMBAHASAN
A. Analisa Kasus
1. Deskripsi Kasus
Seorang laki-laki bernama B, umur 17 tahun, pendidikan SMA.
Pasien anak ke 7 dari 10 bersaudara.Sejak kecil diasuh oleh orang tuanya,
hubungan dengan saudara-saudaranya cukup baik. Riwayat pendidikan
sejak SD hingga SMA prestasinya baik, selalu mendapat ranking di kelas
dan pandai bergaul.
Semenjak 2 bulan lalu, pasien mengeluh tidak dapat berkonsentrasi,
pikirannya sering kacau dan tingkah lakunya semakin aneh. Pernah terjadi
tiba-tiba pasien bicaranya kacau, tingkah lakunya anch, tidak selayaknya
sebagai pelajar dan dianggapnya karena kesurupan. Akhirnya pasien
dirawat di rumah sakit di bagian jiwa kira-kira 1 bulan sehingga pasien
tinggal kelas.
Setelah masuk sekolah lagi, prestasinya semakin menurun dan
sekali-kali menunjukkan keanehan. Sewaktu sekolah penyakitnya kambuh
lagi, selanjutnya pasien dirawat lagi di rumah sakit dan oleh psikiater
setempat didiagnosis Skizofrenia. Selama dalam perawatan kira-kira 6
bulan, respon terhadap terapi kurang begitu baik. Hasil konsultasi
33
dengan bagian Neurologi dan punksi lumbal semuanya tidak menemukan
kelainan neurologis.
Pada tanggal 10-1-1987, pasien dirujuk ke RS dengan surat
pengantar dan diagnosis Skizofrenia. Pasien datang dalam keadaan
sadar, dapat berjalan sendiri, sikapnya acuh tak acuh, ekspresi wajah
tampak kosong, kontak psikis tidak adckuat, kadang-kadang bicara
sendiri. Orientasi terhadap waktu, tempat, personal tidak jelas terganggu.
Hasil pemeriksaan neurologis, tidak jelas ada kelainan. EEG dalam batas
normal. Setelah 5 hari dalam perawatan di Bagian Jiwa RS, pasien
menunjukkan adanya nystagmus dan penglihatan merasa kurang terang.
Hasil konsultasi ulang Bagian Neurologi didapat kesan Observasi tumor
hipofisis dan disarankan untuk CT Scan kepala. Hasil CT Scan kepala:
Neoplasma daerah pineal dengan ukuran yaitu 5 x 4 x 5 cm yang meluas
ke supra sellar. Diagnosa akhir : Tumor ventrikel III dengan hidrosefalus.
Selanjutnya pasien ditangani dokter bedah syaraf sambil menunggu
persiapan operasi. Kemudian pasien dioperasi dengan tindakan
pembedahan VP shunt.
34
35
2. Analisa Data Pengkajian Sesuai Kasus
Analisa Data
Data pada kasus Data yang Perlu Dikaji Kemungkinan Penyebab Masalah
Preoperatif
Nistagmus Penglihatan kurang terang CT Scan : Neoplasma Pineal ukuran
5x4x5 cm meluas ke supra Sellar dan tumor Ventrikel III dengan Hidrosephalus
Tekanan darah meningkat Nadi lemah Elevasi suhu tubuh Mual – muntah Respirasi cepat
Peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya tumor
Gangguan perfusi
jaringan serebral
Pasien tidak dapat konsentrasi Pasien berperilaku aneh Pikiran sering kacau Sikap acuh takacuh Ekspresi kosong Kontakpsikis tidak adekuat Kadang-kadang bicara sendiri
Perubahan fungsi neurologis akibat tumor otak
Gangguan proses pikir
Pascaoperatif
Pasca pembedahan VP shuntTumor ventrikel III dengan Hidrosepalus
Tanda vital pasca operasiCT Scan pasca operasi
Penurunan perfusi cerebral akibat peningkatan tekanan inrakranial pasca VP shunt
Resiko penurunan kapasitas adaptasi intrakranial
Pasca pemasangan VP Shunt Tanda vital ( suhu, nadi tensi)Keluhan nyeri tekan pada jalur shuntAktivitas pasien setelah pemasangan shunt
Invasi bakteri pada jalur VP shunt
Resiko infeksi
36
3. Diagnosa Keperawatan
Preoperatif
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial, ditandai dengan Nistagmus, Penglihatan kurang terang, CT
Scan : Neoplasma Pineal ukuran 5x4x5 cm meluas ke supra Sellar dan
tumor Ventrikel III dengan Hidrosephalus
b. Gangguan proses pikir berhubungan dengan penurunan fungsi neurologis
akibat tumor, ditandai dengan pasien tidak dapat konsentrasi, pasien
berperilaku aneh, pikiran sering kacau.
Pascaoperatif
a. Resiko penurunan kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan
penurunan perfusi serebral akibat peningkatan tekanan intracranial,
didukung data : pasien pasca pembedahan VP shunt, ada tumor pada
Ventrikel III dan hidrosepalus.
b. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri pada jalur VP shunt,
didukung data : pasien pasca VP shunt ( ditambath data yang seharus
dikaji meliputi gambaran tanda vital, keluhan nyeri dan aktivitas pasien).
37
4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Preoperatif
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan sirkulasi area pineal dan sella akibat tumor , ditandai dengan Nistagmus, Penglihatan kurang terang, CT Scan : Neoplasma Pineal ukuran 5x4x5 cm meluas ke supra Sellar dan tumor Ventrikel III dengan Hidrosephalus
Perfusi jaringan serebar pasien adekuat. Kriteria :
1) Fungsi saraf cranial II, III, IV dan V baik
2) Tidak ada nyeri kepala 3) Tidak ada penurunan kesadaran 4) Kemampuan kognitif dan emosi
baik 5) Tekanan darah sistolik 100 – 120
mmHg6) Tekanan darah diastolic 70 – 90
mmHg7) Mampu beristirahat secara optimal
Ongoing a. Kaji tanda vital b. Kaji status neurologi ( kesadaran, nervus cranial II-III-IV dan V, motorik,
sensorik)Therapeutic a. Pertahankan suhu tubuh normal b. Anjurkan pasien tidak melakukan valsava maneuver (perubahan posisi, batuk,
megejan) c. Berikan posisi supine dengan elevasi kepala hingga 30od. Berikan lingkungan yang aman dari cidera e. berikan pertolongan jika ada reaksi mual muntah akibat nistagmus. f. Hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan metabolisme otak
( gaduh, stress, panas, dll)g. Kolaborasi terapi lanjutan tumor
Gangguan proses pikir berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis akibat tumor, ditandai dengan pasien tidak dapat konsentrasi, pasien berperilaku aneh, pikiran sering kacau
Pasien kemampuan proses pikir yang sesuai. Kriteria : a. Kemampuan orientasi terhadap
orang, ruang dan waktu baik b. Mampu mengambil keputusan c. Mampu menunjukkan perilaku
yang sesuai d. Kemampuan kognitif baik dan
sesuai
Ongoing Kaji perubahan lanjut gangguan proses pikir pasienTherapeutic a. Anjurkan pasien untuk memverbalisasikan apa yang dipikirkan pada orang tepat b. Anjurkan pasien untuk belajar mempunyai alasan rasional dari setiap tindakan
yang dipilihc. Beritahukan status pasien saat ini, lalu dukung pasien untuk memutuskan akan
dirawat atau tidakd. Tunjukkan perilaku yang konsisten terhadap pasiene. Hindarkan tindakan yang menyalahkan pasien f. Informasikan pada keluarga untuk berperilaku yang sesuai dan memahami
kondisi pasien
38
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Pascaoperatif Resiko penurunan kapasitas adaptasi intrakranial berhubungan dengan penurunan perfusi serebral akibat peningkatan tekanan intrakranial pasang VP shunt, didukung data : pasien pasca pembedahan VP shunt, ada tumor pada Ventrikel III dan hidrosepalus.
Pasien mampu mempertahankan kapasistas adaptasi intracranial secara optimal. Criteria : a. Perfusi jaringan serebral optimal
1) Fungsi neurologi baik2) Tidak ada nyeri kepala 3) Tidak ada penurunan kesadaran 4) Kemampuan kognitif baik
b. Status neurologi optimal1) Kemampuan kognitif baik 2) Fungsi sensorik motorik baik 3) Nadi 60 – 100x/mt kuat 4) Tekanan darah sistolik 100 –
120 mmHg5) Tekanan darah diastolic 70 – 90
mmHg6) Kemampuan komunikasi baik
Ongoing a. Kaji tanda vital b. Kaji status neurologi ( kesadaran, pupil, motorik, sensorik, postural rigiditas )c. Kaji tanda pningkatan tekanan intracranial ( muntah proyektil, nadi cepat dan
respirasi menurun) terutama setelah aktivitasd. Kaji kepatenan VP shunt
Therapeutic a. Pertahankan suhu tubuh normal b. Lakukan pemijatan shunt jika tidak lancarc. Pertahankan posisi elevasi kepala 30o ( hindarkan fleksi leher)d. Anjurkan pasien tidak melakukan valsava maneuver ( saat perubahan posisi,
batuk, megejan) e. Hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan tekanan intracranial
( gaduh, stress, panas, dll)f. Kolaborasi terapi untuk menurunkan TIKg. Ukur balance cairan
Resiko infeksi berhubungan dengan invasi bakteri pada jalur VP shunt, didukung data : pasien pasca VP shunt ( ditambath data yang seharus dikaji meliputi gambaran tanda vital, keluhan nyeri dan aktivitas pasien).
Pasien terhindar dari infeksi.Kriteria : Tidak ada tanda infeksi ( demam, inflamasi, nyeri tekan, dan mual-muntah)
a. Kaji patensi shunt b. Kaji tanda vital c. Kaji tanda infeksi d. Segera lakukan kultur darah jika ada tanda infeksi e. Pertahankan posisi kepala 30of. Pertahankan tirah baring hingga minimal 72 jam g. Jelaskan posisi yang dapat memperlancar shunt seperti tidur miring kearah yang
berlawanan dengan posisi shunt, cegah leher fleksi)h. Kolaborasi antibiotik
39
B. Pembahasan
1. Pengkajian
Data pengkajian pada kasus Anak B ( 17 tahun ) menunjukkan bahwa
pasien mengalami tumor hipofise/pineal dan tumor ventrikel III dengan
hidrosepalus. Menurut Black & Hawks ( 2009), tumor pada hipofisis atau
pineal akan meluas pada ventrikel III. Maka pada kasus ini sangat sesuai,
karena awal pasien mengalami tumor pineal yang akhirnya meluas pada
ventrikel III. Hidrosepalus pada kasus ini dapat terjadi karena adanya
sumbatan sirkulasi Cairan Serebro Spinal ( CSS ) pada ventrikel.
Berdasarkan tanda dan gejala yang timbul, yaitu manifestasi
gangguan memori, proses pikir dan gangguan penglihatan merupakan
tanda pasti adanya gangguan pada pineal dan ventrikel. Lewis.et.al
( 2011) dan Black & Hawks ( 2009), menyatakan bahwa pada tumor
pineal akan terjadi deficit penglihatan, gangguan hormonal, nyeri kepala
hebat, gangguan tidur, fluktuasi suhu tubuh, gangguan keseimbangan
cairan gan metabolisme tubuh, sedangkan pada tumor ventrikel akan
mengalami peningkatan TIK akibat hidrosepalus.
Implikasi konsep pengkajian keperawatan pada kasus Anak B
( 17 tahun ) tampak belum komprehensif. Hal ini dapat dianalisis
berdasarkan temuan data pada kasus tersebut. Jika disesuaikan dengan
konsep yang seharusnya, ada beberapa dat pengkajian yang perlu
dilengkapi, di antaranya :
a. Riwayat kesehatan masa lalu, seperti riwayat paparan karsinogenik,
riwayat tumbuh kembang yang menjadi predisposisi kanker, riwayat
penyakit keluarga yang menjadi salah satu aspek genetic, riwayat
pengobatan di masa lalu. Riwayat paparan karsinogenik, medikasi dan
genetic menjadi aspek penting yang harus di kaji karena hal tersebut
mengidentifikasi adanya predisposisi kanker yang sedang terjadi
( Rubin & Williams, 2001). Berdasarkan data riwayat kesehatan, kita
40
dapat memprediksi apakah kanker merupakan penyebab primer atau
merupakan metastase dari kanker/tumor lain. Black & Hawks ( 2009)
menyatakan bahwa kanker otak dapat merupakan metastase dari
kanker payu dara dan kanker paru.
b. Pengkajian tanda vital. Tanda vital merupakan aspek penting untuk
mengetahui adanya gangguan spesifik pada otak. Pada kondisi
peningkatan TIK akan terjadi elevasi tanda vital yang signifikan.
Peningkatan TIK merupakan masalah kegawatan yang sering terjadi
pada tumor otak di tiap lokasi otak karena adanya tambahan massa
akan menyebabkan pertambahan volume cranial ( Black & Jacobs,
2005). Pada kasus ini, peningkatan tekanan intrakranial sangat
mungkin terjadi akibat hidrosepalus meskipun sudah dilakukan
pemasangan VP shunt.
c. Pengkajian tentang gambaran nyeri kepala. Pada kasus tumor di
peneal dan ventrikel akan ternya respons nyeri kepala hebat yang
disebut postural headache (Black & Hawks, 2009).
d. Pengkajian khusus terkait dengan fungsi pineal. Hal yang perlu dikaji
adalah fungsi sistem endokrin, pengaturan suhu dan fungsi nervus
cranial II – II – IV yaitu terkait dengan penglihatan karena pineal
sangat berdekatan dengan syaraf tersebut dan khiasma optikum. Pada
gangguan/ tumor arena pineal rentan terjadi gangguan penglihatan
( Lewis.et.al, 2011; Black & Hawks, 2009). Hana Vakili.et.al ( 2012)
dalam penelitian” Negative Regulation of Human Growth Hormone
Gene Expression by Insulin Is Dependent on Hypoxia-inducible
Factor Binding in Primary Non-tumor Pituitary Cells” menyatakan
bahwa gangguan insulin akan terjadi sebagai respons awal terjadinya
gangguan growth hormone pada tumor pituitari. Maka observasi kadar
gula darah menjadi target pengkajian penting pada tumor ini.
41
e. Pengkajian khusus pasca tindakan VP shunt, meliputi tanda vital,
tanda peningkatan tekanan intracranial, tanda infeksi ( demam, nyeri
tekan, inflamasi, mual dan muntah) dan fungsi neurologi umum
(Jill.et.al,2007). Tai-Tong Wong ( 2011), dalam penelitian tentang
“Hydrocephalus with brain tumors in children” menyatakan bahwa
pasca pemasangan VP shunt masih mungkin terjadi peningkatan TIK,
oleh karena itu perlu pemantauan dan pengkajian berkelanjutan. Diana
& John (2013) dalam penelitian tentang” Ventriculoperitoneal Shunt
Infections in Adult Patients” menyatakan bahwa pengkajian tanda
vital juga penting untuk menetukan adanya infeksi pada VP shunt,
karena infeksi merupakan masalah utama pada pasien dengan
pemasangan shunt.
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan tumor / kanker otak
difokuskan pada penyediaan data dasar terkait dengan status neurologi
pasien , yang harus disajikan secara realistis dan lengkap ( Ansell.et.al,
2013). Tujuan pengkajian keperawatan pada pasien dengan tumor/kanker
otak adalah untuk menentukan level rencana keperawatan yang tepat
sesuai masalah yang terjadi pada pasien ( American Brain Tumor
Association ( ABTA), 2013) .
Menurut Lewis.et.al. ( 2011), focus pengkajian pada tumor/kanker
otak meliputi tingkat kesadaran ( Level of Conciousness/LOC),
kemampuan motorik, kemampuan persepsi sensorik, fungsi bowel and
bladder, koordianasi dan keseimbangan, kemampuan koping pasien dan
keluarga. Hal ini sesuai dengan pendapat Black & Jacobs ( 2005) yang
menyatakan bahawa pengkajian pada tumor otak meliputi pengkajian
riwayat kesehatan ( masa lalu, kesehatan keluarga, riwayat psikososial),
pemeriksaan fisik ( saraf cranial, tanda vital, fungsi tiap sistem tubuh),
status mental ( kesadaran, orientasi, memori, sikap dan perilaku,fungsi
kognitif, kemampuan komunikasi, judgement ang insight), sistem
42
motorik, serta sistem sensorik perepsi. Secara khusus, pengkajian
tentang manifestasi klinis sesuai lokasi tumor merupakan hal penting yang
harus ada dalam data pengkajian.
Alex Molassiotis.et.al ( 2010), dalam penelitiannya tentang
“Symptom experience in patients with primary brain tumours: A
longitudinal exploratory study” menyatakan bahwa kondisi fatique dan
gangguan kognitif merupakan manifestasi yang harus dikaji pada
penderita tumor otak. Hal ini terjadi karena secara umum, otak akan
terganggu dan sebagian besar fungsi kognitif akan mengalami penurunan
fungsi yang nyata dapat diamati, baik pada penderita baru maupun
penderita lama.
Cahill.et.al (2012), dalam penelitian tentang “Brain Tumor
Symptoms as Antecedents to Uncertainty: An Integrative Review”
menyatakan bahwa pengkajian keperawatan seharusnya sampai pada
masalah distress dan kondisi kecemasan pasien. Kedua hal ini merupakan
pemicu terjadinya peningkatan metabolisme otak yang memungkinkan
akan terjadi peningkatan TIK yang merupakan manifestasi utama yang
berbahaya pada tumor otak.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan preoperasi pada kasus anak B, meliputi
gangguan perfusi jaringan serebral dan gangguan proses pikir. Kedua
diagnosis keperawatan ini saling berhubungan karena masalah tersebut
bersumber pada adanya tambahan volume intrakranial yang
menyebabkan penekanan dan gangguan fisiologis lokal dan sistemik
pada area otak yang tertekan.
43
Diagnose keperawatan lain yang dapat terjadi pada preoperasi
adalah :
a. Kecemasan dan takut berhubungan dengan ketidaktahuan hasil dari
operasi tumor otak. Kecemasan merupakan masalah penting yang
harus di atasi karena adanya kecemasan akan meningkatkan resiko
komplikasi pascaoperasi seperti gangguan hemodinamik dan resiko
peningkatan TIK.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur dan perawatn
baru. Hal ini sering terjadi karena pasien akan menggunakan VP
shunt dalam waktu lama sehingga pasien harus mengetahui cara
perawatan VP shunt dan kondisi yang memerlukan bantuan tim
kesehatan untuk menghindari terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.
c. Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan SIADH.
Penekanan tumor pada pituitari merangsang pengeluaran ADH
berlebih sehingga terjadi retensi natrium dan air yang semakin
meningkatkan volume sirkulasi dan mencetus peningkatan TIK.
Diagnosis keperawatan pascaoperasi pada kasus anak B, difokuskan
pada penurunan kemampuan adaptasi intrakranial akibat masih adanya
tumor pineal dan ventrikel III serta kemungkinan adanya peningkatan TIK
akibat saluran VP shunt yang tidak lancar dan resiko infeksi akibat invasi
bakteri pada jalur shunt.
Diagnosis keperawatan lain yang dapat diangkat pada pasca operasi
adalah :
a. Risiko kekurangan cairan berhubungan dengan diabetes insipidus
neurogenik pascaoperasi. Resiko/aktual kekurangan cairan. Masalah
ini dikarenakan terjadi diabetes insipidus akibat gangguan sekresi
ADH oleh pituitari pascareseksi. Akibatnya terjadi pengeluaran
44
cairan tubuh yang berlebihan melalui urine sehingga tubuh dapat
mengalami kekurangan cairan.
b. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan. Nyeri akibat luka
akan terjadi hingga drainase luka selesai dan terjadi penyembuhan
luka. Nyeri segera diatasi karena setiap orang punya kebutuhan untuk
bebas nyari. Elevasi tanda vital merupakan indikasi nyeri. Nyeri
dapat meningkatkan metabolisme otak yang berperan juga dalam
peningkatan TIK.
Secara teori masih banyak diagnosis keperawatan lain yang menjadi
alternative baik diagnosis fisik maupun psikososial sehingga perlu
dilakukan pengkajian lebih komprehensif. Diagnosis keperawatan yang
berkaitan dengan kebutuhan fisilogis seperti gangguan tidur, gangguan
aktivitas, nyeri kepala, gangguan perawatan diri,resiko kejang dan lain-
lain sesuai manifestasi yang muncul merupakan masalah pasien dengan
tumor otak ( lewis.et.al ( 2011). Gangguan psikososial yang dapat dialami
pasien dengan tumor otak adalah kecemasan, mekanisme koping tidak
adekuat dan ketidakberdayaan ( Lewis.et.al, 2011 ; Black & Jacobs,
2005).
Ford.et.al ( 2012), dalam penelitian tentang” Systematic review of
supportive care needs in patients with primary malignant brain tumors”
menyatakan bahwa secara general pasien tumor otak mengalami masalah
psikososial, maka kebutuhan akan dukungan secara psikososial
merupakan hal rimer yang perlu didapatkan pasien dengan tumor otak.
45
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada pasien tumor otak difokuskan pada
meningkatkan kualitas hidup pasien.
Preoperasi
Pada kasus Anak B, rencana keperawatan preopreasi bertujuan
untuk memperbaiki perfusi serebral pasien, dan meningkatkan
kemampuan proses pikir pasien.
a. Memperbaiki perfusi jaringan serebral.
Penurunan perfusi jaringan serebral pada kasus ini karena adanya
massa tumor pada pineal hingga meluas ke ventrikel dan karena
adanya hidrosepalus akibat sumbatan ventrikel III. Hal ini
menyebabkan peningkatan tekanan intracranial serta menyebabkan
perfusi darah pada area tertekan. Akibatnya timbul berbagai
manifestasi klinik lokal dan sistemik akibat peningkatan tekanan
intrakranial tersebut. Tindakan utama yang harus dilakukan dengan
mengambil tumor dari area intrakranial tersebut dengan pembedahan
dan dukungan terapi lain seperti radioterapi dan kemoterapi.
Pada kasus ini, rencana keperawatan untuk memperbaiki perfusi
jaringan serebral preoperasi bersifat supportif sambil menunggu
pembedahan, meliputi monitoring tanda vital, kaji status neurologi
( kesadaran, nervus cranial II-III-IV dan V, motorik, sensorik),
mempertahankan suhu tubuh normal, hindarkan valsava manuver
( saat perubahan posisi, batuk, megejan), berikan posisi supine dengan
elevasi kepala hingga 30o, berikan lingkungan yang aman dari cidera,
berikan pertolongan jika ada reaksi mual muntah akibat nistagmus,
hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan metabolisme
otak ( gaduh, stress, panas, dll), kolaborasi terapi lanjutan tumor.
Prinsip penatalaksanaan pada gangguan perfusi serebral adalah
menurunkan tekanan intrakranial, mencegah stimulus yang dapat
46
meningkatkan metabolisme otak sehingga area otak akan semakin
hipoksia serta menghilangkan penyebab primer gangguan perfusi
serebral ( Black & Hawks, 2009 ).
b. Meningkatkan kemampuan proses pikir.
Meningkatkan kemampuan proses pikir yang sesuai pada pasien
merupakan hal penting karena pasien dengan gangguan proses pikir
akan mengalami banyak kendala dalam menghadapi berbagai masalah
dalam hidupnya. Gangguan proses pikir yang kronis menyebabkan
ketidakberdayaan psikologis dan menimbulkan distress yang hebat.
Jika dikaitkan dengan patologi tumor, ketika seseorang mengalami
distress maka pasien akan semakin mengalami penurunan daya tahan
dan perkembangan tumor semakin pesat ( Rubin & Williams, 2001).
Beberapa tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan proses
pikir adalah dengan mengajarkan verbalisasi pikiran, belajar
mengambil keputusan, belajar rasionalitas, support sistem keluarga,
contoh perilaku benar yang konsisten dari orang disekitarnya
( keluarga dan tim kesehatan ), dan menyediakan lingkungan kondusif
bagi pasien ( Johnson.et.al, 2012 ; Gulanick & Myers, 2011).
Alex Molassiotis.et.al ( 2010 ), dalam penelitian tentang
“Symptom experience in patients with primary brain tumours: A
longitudinal exploratory study” menyatakan bahwa intervensi yang
dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan proses pikir pasien
dengan tumor otak adalah dengan mengajak pasien pada situasi yang
sebenarnya ( situasi nyata kondisi pasien), mengajarkan pengambilan
keputusan dari berbagai pilihan dan menyediakan lingkungan yang
optimal untuk belajar konsisten dan rasional.
Tindakan keperawatan lain yang direkomendasikan untuk
memperbaiki gangguan proses pikir pasien adalah dengan art therapy
dan recreational therapy. Tindakan ini dianggap signifikan
47
meningkatkan kemamuan proses pikir pasien dengan tumor otak
( ABTA, 2013). Aplikasi dalam kasus dapat dilakukan dengan
menggunakan art therapy dan recreational therapy dalam mengajak
pasien belajar mengambil keputusan, berpikir rasional dan verbalisasi
pikiran.
Ford.et.al ( 2012), dalam penelitian tentang” Systematic review of
supportive care needs in patients with primary malignant brain
tumors” menyatakan bahwa tindakan mengajarkan pasien untuk belajar
mengambil keputusan dan berkomunikasi verbal secara teru menerus
penting dilakukan untuk memperbaiki fungsi kognitif yang
mengganggu proses pikir pasien dengan tumor otak.
Pascaoperasi
Rencana keperawatan pascaoperasi bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan adaptasi intrakranial dan mencegah terjadinya infeksi pada
jalur shunt.
a. Meningkatkan kemampuan adaptasi intrakranial.
Rencana keperawatan untuk meningkatkan kemampuan adaptasi
intrakranial meliputi monitoring tanda vital, monitoring status
neurologi ( kesadaran, pupil, motorik, sensorik, postural rigiditas ),
monitoring tanda peningkatan tekanan intrakranial ( muntah proyektil,
nadi cepat dan respirasi menurun) terutama setelah aktivitas,kaji dan
pertahankan kepatenan VP shunt, pertahankan suhu tubuh normal,
pertahankan posisi elevasi kepala 30o ( hindarkan fleksi leher),
hindarkan valsava maneuver ( saat perubahan posisi, batuk, megejan),
hindarkan stimulus lingkungan yang memicu peningkatan tekanan
intrakranial ( gaduh, stress, panas), dan kolaborasi terapi untuk
menurunkan TIK ( Johnson.et.al, 2012 ; Gulanick & Myers, 2011;
Lewis.et.al, 2011).
48
Mempertahankan patensi VP shunt adalah tindakan yang penting
untuk mencegah terjadinya sumbatan. Sciaretta.et.al. ( 2010 ), dalam
penelitian tentang “Surgical Repair of Persisting CSF Leaks Following
Standard or Extended Endoscopic Transsphenoidal Surgery for
Pituitary Tumor” pada pemasangan VP shunt akan rentan terjadi
sumbatan ulang akibat shunt yang tidak paten sebesar 1,2% dari
seluruh kejadian. Kondisi ini dapat menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial.
b. Mencegah infeksi
Tindakan pencegahan infeksi merupakan hal yang penting karena
bila terjadi infeksi pada jalur pemasangan shunt maka harus dilakukan
pengangkatan dan penggantian shunt yang baru. Beberapa tindakan
yang perlu dilakukan adalah monitoring tanda vital, jaga patensi shunt,
kaji adanya tanda infeksi dan pertahankan posisi drainase yaitu posisi
elevasi leher dan batasi aktivitas.
Betz &Sowden ( 1997 ), mengemukakan bahwa infeksi dapat
terjadi karena rekasi inflamasi oleh iritasi akibat aktivitas yang tidak
terkendali yang mempengaruhi posisi shunt. Oleh karena itu
mempertahankan tirah baring hingga 72 jam pasca pemasangan shunt
sangat direkomendasikan.
Diana & John (2013), dalam penelitian tentang
“Ventriculoperitoneal Shunt Infections in Adult Patients” menyatakan
bahwa selain pemberian antibiotik, maka perlu dilakukan upaya
batasan aktivitas dan memastikan kelancaran aliran shunt. Hal ini
sesuai dengan peran perawat yang disampaikan oleh Jill.et.al ( 2007)
dan Wong ( 2004), bahwa perawat berperan dalam mengobservasi
kepatenan drainase shunt dengan selalu mengkaji tanda peningkatan
TIK, karena jika drainase tidak lancar maka akan muncul manifestasi
peningkatan TIK.
49
Berdasarkan pembahasan di atas maka tampak bahwa tujuan rencana
keperawatan secara umum pada pasien dengan kanker/tumor otak, adalah
( Black & Hawks, 2009; Lewis.et.al., 2009) :
a. Mempertahankan TIK normal
b. Memaksimalkan fungsi neurologi.
c. Mencapai kontrol terhadap nyeri dan tidak nyaman.
d. Waspada terhadap pengaruh jangka panjang dengan penekanan
terhadap prognosis dan fungsi kognitif dan fisik.
Perawatan pada pasien dengan tumor otak memerlukan keterampilan yang
unik. Menurut Lewis.et.al ( 2011 ), prinsip dalam melakukan tindakan
keperawatan pada tumor otak, meliputi :
a. Jadilah fasilitator antara pemberi asuhan/care giver pasien dengan
pasien dan keluarga agar memahami situasi yang sedang dihadapi ,
tumor metastatik atau primer di lobus frontal dapat menyebabkan
perubahan perilaku dan kepribadian. Kehilangan kontrol emosi,
bingung, disorientasi, kehilangan memori, impulsivitas dan depressi
dapat menjadi tanda lesi lobus frontal.
b. Lindungi pasien dari kemungkinan bahaya, pada saat klien menjadi
agresif pertimbangakn juga perlindungan diri bagi perawat.perhatikan
benar-benar aktivitas klien, gunakan pembatas bed, pertimbngkan
penggunaan fiksasi, berikan therapi sedasi yang sesuai, lakukan
pendekatan dengan lembut.
c. Minimalkan stimuli lingkungan, ciptakanorientasi yang realitas dan
rutin pada klien, masalah perseptual terkait dengan lobus frointal dan
parietal dapat mendukung disorientasi klien dan kebingungan.
d. Lakukan perlindungan pada klien jika ada kejang, berikan therapi anti
kejang, karena kejang terkait dengan tumor otak harus dikelola
50
dengan obat antikejang. Beberapa perilaku muncul berhubungan
dengan akibat masalah kejang.
e. Perubahan mobilitas, dukung klien untuk mandiri sebanyak mungkin
sebab hal ini membantu gambaran diri positiuf klien. Disfungsi
motorik dan sensorik merupakan masalah yang seringkali
mengganggu aktivitas sehari-hari.
f. Usahakan untuk membuat komunikasi yang baik mengingat dan
menetapkan sistem komunikasi yang membantu antara klien, care
giver dan keluarga. Keterbatasan bahasa dapat terjadi pada klien
dengan tumor otak. Disfasia Motorik (ekspressif) atau sensorik
(reseptif) gangguan ini dapat membuat klien frustasi.
g. Dukung klien untuk makan, kaji status nutrisi karena kemungkinan
penurunan intake nutrisi terkait dengan ketidakmampuan klien untuk
makan, kehilangan nafsu makan dan selera makan.
4. Trends dan Issue yang Berkaitan dengan Perawatan Tumor / Kanker
Otak ( ABTA, 2013)
a. Paliatif care
Paliative care adalah penatalaksanaan penyakit kronis yang
bertujuan untuk mempertahankan hidup pasien dan mningkatkan
kualitas hidup. Perawatan paliatif pasien tumor otak difokuskan pada
menejemen mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri, gejala lain
dan stres akibat tumor otak melalui upaya meningkatkan kualitas
hidup pasien dan keluarga sebagai support system.
Metode perawatan palliative care sedang dikembangkan di
Amerika sebagai perawatan unggulan pada pasien dengan tumor
otak. Tim palliative care terdiri dari Neurologists, Radiologists,
Radiation oncologists, Physical medicine and rehabilitation
specialists, Psychiatrists Surgeons, Nurses, Social workers,
51
Nutritionists, Psychologists, yang tersertifikasi tentang palliative
care.
Ranah perawatan meliputi perawatan fisik, psikososial dan
spiritual. Metode ini dirasakan sangat efektif dan menjadi panduan
dalam perawatan penyakit tumor otak di Amerika Serikat.
b. Hospice care
Hospice care adalah sistem perawatan yang menciptakan
kondisi pada pasien untuk menikmati kehidupan dengan damai.
Prinsip hospice care adalah mendampingi pasien untuk menikmati
kehidupannya dengan aman dan damai hingga menju kematian
dengan damai pula.
Hospice care menghadirkan pendampingan yang komprehensif
dalam memenuhi kebutuhan pasien. berbagai profesi kesehatan yang
professional berperan dalam hospice care, terutama perawat. Hospice
care mengutamakan kedamaian pasien, sehingga pengobatan
terhadap hal yang membuat tidak nyaman yaitu nyeri dilakukan
secara terus menerus. Bahkan kadang pemberian analgetik dosis
tinggi menjadi rekomendasi untuk meningkatkan kenyamanan
pasien. pada kondisi tertentu pasien dapat di bawa ke umah sakit
untuk mendapat perawatan kedaruratan, tetapi pada kondisi biasa
perawatan dilakukan di rumah.
52
BAB IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker otak atau Tumor otak merupakan massa dari sel abnormal yang
tumbuh tidak terkendali di setiap bagian otak yang mengkompresi dan
menginfiltrasi jaringan di sekitarnya sehingga mengakibatkan terjadinya lesi
pada intrakranial dan meningkatkan tekanan intrakranial. Kanker otak dapat
terjadi akibat genetik, paparan karsinogenik dan metastase dari tumor organ
lain. Manifestasi klinis yang muncul meliputi nyeri kepala, gangguan status
mental, mual muntah, papiledema dan tanda spesifik berdasarkan lokasi
tumor dalan bagian otak.
Pengkajian keperawatan pada tumor otak meliputi pengkajian
preoperatif dan pascaoperatif. Pengkajian preoperatif meliputi Tanda vital,
kesadaran, orientasi, kemampuan mengikuti perintah, ukuran dan reaksi
pupil, fungsi saraf kranial, warna dan suhu kulit, kemampuan pergerakan dan
sensasi, manifestasi peningkatan tekanan intracranial, manifestasi fungsi paru,
balan cairan dan elektrolit serta fungsi ginjal, manifestasi klinis tumor sesuai
lokasi. Pengkajian pascaoperatif meliputi tanda vital, tingkat kesadaran dan
kemampuan bicara, kemampuan pergerakan, intake output cairan, darah dan
elektrolit ( glukosa, sodium, potassium, hematokrit, hemoglobin), kaji
perdarahan ( langsung atau melalui drainase ) dan kebocoran CSS pasa area
operasi, kaji perubahan fungsi neurologis setelah operasi.
Diagnosis keperawatan pada tumor/kanker otak meliputi diagnosis
preoperative dan pascaoperatif. Diagnosis preoperatif meliputi gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
cranial akibat massa tumor atau edema, kecemasan dan takut berhubungan
dengan ketidaktahuan hasil dari operasi tumor otak, kurang pengetahuan tidak
adanya penjelasan tentang penyakit, kurang pengetahuan berhubungan
dengan prosedur dan perawatn baru. Risiko kelebihan volume cairan tubuh
53
berhubungan dengan SIADH. Diagnosis pascaoperatif meliputi penurunan
kapasitas adaptasi intracranial berhubungan dengan peningkatan TIK,
hidrosepalus, edema paska eksisi tumor, resiko gangguan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan edema pascaoperasi, perdarahan pascaoperasi,
risiko kekurangan cairan berhubungan dengan diabetes insipidus neurogenik
pascaoperasi, nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan dan resiko infeksi
pada pemasangan shunt.
Rencana keperawatan bertujuan untuk mempertahankan TIK normal,
memaksimalkan fungsi neurologi, mencapai kontrol terhadap nyeri dan tidak
nyaman, waspada terhadap pengaruh jangka panjang dengan penekanan
terhdap prognosis dan fungsi kognitif dan fisik.
Keberhasilan penatalaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan
tumor otak memerlukan kerjasama tim kesehatan secara komprehensif
berdasarkan ilmu yang terkini dan evidence based terutama perawat yang
selalu mendampingi pasien selama 24 jam. Oleh karena itu kemampuan
professional dalam melakukan pengkajian, merumuskan diagnosis
keperawatan dengan tepat, membuat rencana keperawatan yang tepat,
melakukan tindakan keperawatan secara professional dan selalu mengevaluasi
perkembangan pasien untuk menentukan rencana lanjutan adalah hal penting
yang selalu harus dikembangkan.
B. Saran
1. Bagi institusi pelayanan kesehatan
a. Institusi pelayanan kesehatan hendaknya selalu melakukan up date
perkembangan penatalaksanaan pada tumor / kanker otak.
b. Mengembangkan evidence based untuk menemukan tindakan tepat
guna mengatasi masalah pasien dengan tumor/kanker otak.
c. Mengembangkan kemampuan tim kesehatan dalam pengkajian,
diagnosis dan penatalaksanaan terkini pada tumor/kanker otak.
54
2. Bagi perawat
Melakukan penelitian untuk meningkatkan kemampuan merawat pasien
dengan tumor otak.
Melakukan asuhan keperawatan secara professional berdasarkan ilmu
terkini dan evidence based nursing.
55