bab i keren finish.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit menular yang masih
merupakan masalah utama kesehatan masyarakat Indonesia. Laporan TB dunia oleh
WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB
terbesar nomor ketiga didunia setelah India dan Cina dengan pasien sekitar 10% dari total
jumlah pasien TB di dunia. Hasil Survey Kesehatan nasional (Sukernas) tahun 2001
menunjukkan bahwa penyakit TB paru merupakan penyebab kematian nomor 2 dari
golongan penyakit infeksi.1, 2
Penyakit TB Paru juga masih menjadi masalah bagi masyarakat di Propinsi
Sumatera Barat, dan merupakan penyakit yang banyak diderita oleh penduduk miskin.
Menurut Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat tahun 2007 jumlah
kasus BTA positif di Sumatera Barat adalah 3.693 orang. Jumlah ini meningkat jika
dibandingkan dengan data Profil Kesehatan tahun 2005 (3.084 orang) dan tahun 2006
(3.410 orang).1
Selanjutnya dari data Profil Kesehatan tahun 2009 cakupan penemuan penderita TB
yang diharapkan 70% pada tahun 2009 baru dicapai 48,8% dengan angka sukses rate
mencapai 88,9%. Salah satu penyebab rendahnya cakupan penemuan penderita TB paru
tersebut adalah masih rendahnya kesadaran penderita dalam menjalani proses pengobatan
dan penyembuhan.1
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit TB paru di
Indonesia, antara lain dengan melaksanakan strategi DOTS, yang telah dilaksanakan
1
semenjak tahun 1995. Strategi DOTS sendiri diimplementasikan dengan adanya
komitmen politis dari penentu kebijakan termasuk dukungan dana, dilakukannya
diagnosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik, digunakannya pengawasan
PMO (Pengawas Minum Obat), jaminan kesinambungan persediaan obat jangka pendek
untuk penderita, serta pencatatan dan pelaporan secara baku untuk mempermudah
pemantauan dan evaluasi program penanggulangan tuberkulosis.2
Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK
terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Sampai
tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98%
Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4/RSP baru sekitar 30%.2
Berdasarkan data yang didapatkan dari Laporan Bulanan Program P2 TB di
Puskesmas Lubuk Kilangan, angka kejadian kasus TB masih tergolong tinggi untuk tahun
2011 yaitu tercatat ada 39 orang pasien TB dengan BTA positif yang telah dilakukan
pengobatan TB. Dan untuk penjaringan suspek TB Paru di wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan hanya dilakukan penjaringan secara pasif, dan didapatkan angka
pencapaian cakupan penjaringan suspek TB Paru pada tahun 2009 hanya mencapai
52,94% padahal target yang seharusnya dicapai adalah 100%. Pada tahun 2010, angka
penjaringan suspek TB paru mengalami penurunan yang signifikan yaitu hanya mencapai
27% dari target yang ditetapkan sebesar 100%.
Untuk itu penulis merasa perlu membuat Plan of Action dalam upaya
meningkatkan cakupan penjaringan suspek TB paru di wilayah kerja Puskesmas Lubuk
Kilangan.
2
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa yang menyebabkan rendahnya cakupan penjaringan suspek TB di wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Kilangan?
b. Bagaimana cara pemecahan masalah dan alternatif pemecahan masalah agar
cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan dapat
mencapai target yang ditetapkan Puskesmas Lubuk Kilangan?
1.3 Tujuan
a. Menemukan penyebab utama rendahnya cakupan penjaringan suspek TB di
wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.
b. Menemukan upaya pemecahan masalah dan alternatif pemecahan masalah agar
cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan dapat
mencapai target yang ditetapkan Puskesmas Lubuk Kilangan.
c. Menyusun Plan of Action dalam upaya peningkatan cakupan penjaringan suspek
TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.
1.4 Manfaat
Dalam penulisan Plan of Action ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
kepada pihak Puskesmas dalam melaksanakan upaya peningkatan cakupan penjaringan
suspek TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan. Selain itu proses penulisan
Plan of Action ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan menambah pengetahuan
penulis dalam menganalisa permasalahan dan memberikan solusi pada permasalahan
yang ditemui di Puskesmas Lubuk Kilangan.
3
BAB II
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS
2.1. Sejarah Puskesmas
Puskesmas Lubuk Kilangan ini didirikan di atas tanah wakaf yang diberikan KAN
(Kerapatan Adat Nagari) yang pada tahun 1981 dengan luas tanah 270 m2 dan gedung
Puskesmas sendiri didirikan pada tahun 1983 dengan luas bangunan 140 m2 dimana saat
itu pimpinan pusksmas yang pertama adalah dr. Meiti Frida dan pada tahun itu juga
Puskesmas mempunyai 1 buah puskemas pembantu Baringin.5
Pembangunan Puskesmas ini dibiayai dari APBN. Pelayanan yang diberikan saat
itu meliputi BP, KIA dan Apotik. Dengan jumlah pegawai yang ada pada saat itu sekitar
10 orang dan sampai saat ini telah mengalami pergantian Pimpinan Puskesmas sebanyak
11 kali.5
Pada Tahun 1997 telah dilakukan rehabilitasi Puskesmas secara maksimal, karena
adanya keterbatasan lahan, rumah dinas paramedis yang ada pada saat itu dijadikan
kantor dan juga ada penambahan beberapa ruangan pelayanan lainnya.5
Saat sekarang kondisi bangunan Puskesmas Lubuk Kilangan sudah permanen
terdiri dari beberapa ruangan kantor seperti: BP, KIA, Gigi, Labor, KB, Apotik,
Imunisasi dengan jumlah pegawai yang ada sebanyak 52 orang termasuk Pustu.
Walaupun demikian bangunan Puskesmas Lubuk Kilangan saat sekarang masih belum
mempunyai gudang obat dan gudang gizi (PMT), dan ruangan khusus Pelayanan Lansia.5
4
Pelayanan Puskesmas Lubuk Kilangan yang diberikan saat ini adalah 6 Pelayanan
Dasar yaitu: Yankes, P2P, Kesga, Promkes, Kesling dan Program inovatif (untuk
Puskesmas Lubuk Kilangan saat sekarang Program inovatif belum berjalan).5
2.2. Kondisi Geografis
Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan meliputi seluruh wilayah Kecamatan
Lubuk Kilangan dengan luas daerah 85,99 m2 yang terdiri dari 7 kelurahan: 5
1. Kelurahan Batu Gadang : 19.29 Km2
2. Kelurahan Indarung : 52.1 Km2
3. Kelurahan Padang Besi : 4.91 Km2
4. Kelurahan Bandar Buat : 2.87 Km2
5. Kelurahan Koto Lalang : 3.32 Km2
6. Kelurahan Baringin : 1.65 Km2
7. Kelurahan Tarantang : 1.85 Km2
5
Gambar 2.1 Peta Kecamatan Lubuk KilanganSumber: Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Th. 2010
Adapun batas-batas wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan adalah sebagai
berikut:5
a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pauh
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Solok
c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Begalung
d. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bungus Teluk Kabung
2.3. Kondisi Demografi
Jumlah Penduduk Kecamatan Lubuk Kilangan adalah 43.532 jiwa yang terdiri
dari 10.707 KK dengan perincian sebagai berikut:5
a. Kelurahan Bandar Buat : 11.172 jiwa dan 2.743 KK
6
b. Kelurahan Padang Besi : 6.211 jiwa dan 1.610 KK
c. Kelurahan Indarung : 10.669 jiwa dan 2.632 KK
d. Kelurahan Koto Lalang : 6.378 jiwa dan 1.550 KK
e. Kelurahan Batu Gadang : 5.828 jiwa dan 1.489 KK
f. Kelurahan Baringin : 1.226 jiwa dan 244 KK
g. Kelurahan Tarantang : 2.048 jiwa dan 439 KK
Dengan jumlah 42RW dan 161 RT dengan perincian sebagai berikut:5
a. Kelurahan Batu Gadang : 4 RW/ 18 RT
b. Kelurahan Indarung : 12 RW/ 44 RT
c. Kelurahan Padang Besi : 4 RW/ 20RT
d. Kelurahan Bandar Buat : 11 RW/ 40 RT
e. Kelurahan Koto Lalang : 7 RW/ 27 RT
f. Kelurahan Baringin : 2 RW/ 5 RT
g. Kelurahan Tarantang : 2 RW/ 7 RT
2.4. Sasaran Puskesmas
Sasaran Puskesmas Lubuk Kilangan: 5
Jumlah penduduk : 48.850 Jiwa
Bayi (0-11 Bulan) : 904
Bayi (6-11 Bulan) : 542
Anak Balita (24-60 Bulan) : 3506
Balita (0-60 Bulan) : 4410
Ibu Hamil (Bumil) : 995
Ibu Nifas (Bufas) : 949
7
Ibu Bersalin : 949
Ibu meneteki (Buteki) : 1808
Lansia : 3138
WUS : 9287
2.5 Sarana dan Prasarana
a. Sarana Pendidikan
Sarana pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan: 5
SMU/SMK : 3 Unit
SLTP : 4 Unit
SD : 23 Unit
TK : 15 Unit
b. Sarana Kebersihan
Sarana kebersihan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan: 5
Tabel 2.1. Sarana TPS Puskesmas Lubuk KilanganNo
.Kelurahan TPS
1 Bandar Buat 6
2 Padang Besi 6
3 Indarung 6
4 Koto Lalang 6
5 Batu Gadang 6
6 Baringin 6
7 Tarantang 6
Jumlah 42
8
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan Th. 2010
c. Tempat – Tempat Umum
Tempat-tempat umum di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan: 5
Kolam renang : 1
Sarana layanan masyarakat
Rumah sakit tipe C : 1
Puskesmas : 1
Klinik kesehatan : 4
Pasar : 2
Sekolah : 44
Sarana ibadah
Mesjid/mushala : 52
Salon : 8
TP2 Pestisida : 1
Jumlah : 114
d. Tempat Pengolahan Makanan
Tempat pengolahan makanan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan: 5
Rumah makan : 25
Cathering/Jasa Tata Boga : 2
Industri Rumah Tangga Makanan (IRTP) : 10
Warung Kopi : 25
Makanan jajanan : 25
Jumlah : 87
9
e. Sarana Kesehatan
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk makin meningkatkan kualitas dan
pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut
penyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang bermutu merupakan hal yang penting.
Adapun sarana-sarana yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
adalah:5
1. Puskesmas Induk
Saat ini terdapat 1 unit Puskesmas yang terletak pada Kelurahan Bandar Buat.
2. Puskesmas Pembantu
Dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kesehatan yang diberikan pada unit
pelayanan dan tuntutan dari masyarakat atas pelayanan yang cepat dan terjangkau
sudah menjadi kebutuhan mendesak sehingga berdirinya Puskesmas Pembantu yang
tersebar disesuaikan dengan peluang yang ada sejumlah 3 unit. Puskesmas pembantu
yang ada antara lain : Pustu Indarung, Pustu Batu Gadang, Pustu Baringin.
3. Puskesmas Keliling
Sarana transportasi pendukung pelayanan Puskesmas (Puskesmas Keliling) berjumlah
1 unit. Puskesmas Keliling di Kota Padang diharapkan dapat memberikan pelayanan
kesehatan ke masyarakat secara merata dan terjangkau.5
2.6. Kondisi Sosial, Budaya dan Ekonomi Penduduk
a. Kondisi Sosial dan Budaya
Suku terbesar yang ada di Kecamatan Lubuk Kilangan adalah suku Minang, juga
ada beberapa suku lainnya yaitu Jawa dan Batak. Mayoritas agama yang dianut
masyarakatnya adalah islam sebanyak 43.451 Jiwa, dan Kristen Katolik 80 Jiwa.5
10
b. Kondisi Ekonomi
Mata pencaharian penduduk umumnya adalah:5
Pegawai negeri
Swasta
Buruh
Petani
11
2.7. Struktur Puskesmas
Gambar 2.2. Struktur Puskesmas Lubuk Kilangan 2011(Sumber: Laporan Puskesmas Lubuk Kilangan Th. 2011)
12
DEWAN PENYANTUN PIMPINAN PUSKESMAS
Dr. Melisa Indah Sari
TATA USAHA
YESSI GUSMINARTI, SKM
PERENCANAAN
Drg. Euis YoyoDrg. Afridawati
Dr. Dezilia Arzie
KEUANGAN
Hj. AfridawarniMayriza
UMUM & KEPEGAWAIAN
Desmiavita.DNofrizal Bahar
KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN PERORANGAN
Dr. Dezilia Arzie
Pj. BP : Helfi Husna
Pj. KIA Ibu : Rima Yudha Ningsih
Pj. KIA Anak : Nilda Syafyani
Pj. BP Gigi : Drg. Afridawati
Pj. Apotik : Titin Haryani
Pj. Gudang Obat : Widani Yulesphina
Pj. Laboratorium : Esi Susanti,AmAk
Pj. MR : Yusmawarni
Pj. KB : Sefnita
Pj. P3K/IGD : Damsiar
Pj. Kesehatan Jiwa : Helfi Husna
Pj. Kesehatan Mata : Trisnawati
KOORDINATOR UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT
Drg. Euis Yoyo
Pj. Promkes : Frisna Devi,SKM
Pj. Kesehatan Lingkungan : Ernawati,AmKL
Pj. Gizi : Renita, SKM
P2M
Pj. Imunisasi : Elia Nova
Pj. DBD : Widia Hariati
Pj. TB Paru dan Kusta : Yuarleng Yusmaita
Pj. Rabies : Marini MS, Amd.Kep
Pj. Malaria : Adsemar Tati Budi
Pj. Diare : Marina Yulia Ningsih
Pj. Surveilans : Marry Denita Wati
Pj. Campak : Marry Denita Wati
Pj. Filariasis : Marry Denita Wati
Pj. ISPA : Trisnawati
Inovatif
Pj. Kes. Olah Raga : Marini MS, Amd.Kep
Pj. Lansia : Yusnidar
Pj. UKS : Hj. Afrdawarni, Amd.Kep
CAMAT
POSKESKEL INDARUNG : Irva Eka PutriPOSKESKEL PADANG BESI : NurlelaPOSKESKEL KOTO LALANG : Yuarleng YusmaitaPOSKESKEL TARANTANG : Marry Denita WatiPOSKESKEL BANDAR BUAT : Rima Yudha NingsihPOSKESKEL BATU GADANG : FitrianiPOSKESKEL BARINGIN : Desi Dafrillina
PUSTU INDARUNG : MortianisPUSTU BATU GADANG : Eka Diliana LubisPUSTU BARINGIN : Hj. Erliza HB
SP2TP
Marry Denita Wati
BAB lll
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Tuberkulosis
3.1.1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya.3, 4
3.1.2. Epidemiologi
WHO memperkirakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberkulosis, dengan angka tertinggi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
(BPN-2007, D/TB anak) Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3
juta kematian akibat TB di seluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang.3
Gambar 3.1.. Insidens TB di Dunia (WHO, 2004)(Sumber: Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis tahun 2007)
13
Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena
kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun).3
Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak
yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam 22
negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada
tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).3
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun
2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus
TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.3
Pada tahun 2001 di Indonesia diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271 per
100 ribu penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk
atau 122 per 100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86 % dan
kematian sebanyak 140 ribu.4
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di
Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3 %. Pada daerah dengan ARTI
sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10(sepuluh) orang akan
terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB,
hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan
tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka diantara
14
100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun,
dimana 50 penderita adalah BTA positif.4
3.1.3 Etiologi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Mycobacterium tuberculosis termasuk basil gram positif,
berbentuk batang, dinding selnya mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin
(wax) yang sulit ditembus zat kimia.3, 4
Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan,
hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis. Sehingga disebut sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman dapat dormant (tertidur sampai beberapa tahun). TB timbul
berdasarkan kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit.4
3.1.4 Patogenesis
Umumnya Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ
tubuh lain. Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak).
Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama
beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan, baju, dan
perlengkapan tidur. 4
Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
15
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian
tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat
kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.4
Secara klinis, TB dapat terjadi melalui infeksi primer dan paska primer. Infeksi
primer terjadi saat seseorang terkena kuman TB untuk pertama kalinya. Setelah terjadi
infeksi melalui saluran pernafasan, di dalam alveoli (gelembung paru) terjadi peradangan.
Hal ini disebabkan oleh kuman TB yang berkembang biak dengan cara pembelahan diri
di paru. Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu.4
Kelanjutan infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
respon daya tahan tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara
menyelubungi kuman dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap
sebagai “persister” atau “dormant”, sehingga daya tahan tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi penderita TB
dalam beberapa bulan. Pada infeksi primer ini biasanya menjadi abses (terselubung) dan
berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas berbunyi. Tetapi pada orang-orang
dengan sistem imun lemah dapat timbul radang paru hebat, ciri-cirinya batuk kronik dan
bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan.4
16
Gambar 3.2 Patogenesis Tuberkulosis(Sumber: Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis tahun 2007)
3.1.5 Diagnosis
a) Gambaran klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah,
sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.3, 4
Gejala-gejala tersebut di atas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB,
seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat
prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke UPK
17
dengan gejala tersebut di atas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB,
dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.3
Gejala dan keluhan TB ekstra paru tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.3
Gejala TB terbagi 2, yakni gejala umum, dan gejala khusus sesuai bagian tubuh
yang diserang. Gejala umum, meliputi: 4
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak
naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering di daerah
leher, ketiak dan lipatan paha.
Gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan
sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada.
Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam
abdomen.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada awal perkembangan penyakit umumnya sulit untuk ditemukan kelainan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan:
18
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, namun kadang terdapat retraksi rongga
dada, difragma dan mediastinum.
Palpasi : Fremitus biasanya meningkat
Perkusi : Tergantung dari beratnya TB, bisa dari pekak sampai redup
Auskultasi : Suara nafas bronkial, amforik, suara nafas lemah, ronkhi basah
c) Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan, dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berturutan berupa Sewaktu – Pagi – Sewaktu (SPS):
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama
kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
P (pagi) : dahak dikumpulkan dirumah pada pagi hari kedua, segera setalah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di
UPK.
S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dalam skala IUATLD (International
Union Against Tuberkulosis and Lung Disease):3
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif.
Ditemukan 1 – 9 BTA dalam 100 lapang pandang hanya disebutkan dengan jumlah
kuman yang ditemukan.
19
Ditemukan 10 – 99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (+1).
Ditemukan 1 – 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (+2).
Ditemukan > 10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (+3).
d) Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya
untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang
digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila
dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:3
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2. Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
e) Pemeriksaan Tes Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu
melaksanakan biakan, identifikasi kuman serta tes resistensi sesuai standar internasional,
dan telah mendapatkan pemantapan mutu (Quality Assurance) oleh laboratorium
supranasional TB. Hal ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberikan
simpulan yang benar sehinggga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat
di cegah.3
f) Pemeriksaan Radiologis
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi
tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
20
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA
positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotik non OAT.
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotoraks, pleuritis eksudatif, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptosis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).3
21
Gambar 3.3 Alur Diagnosis TB Paru(Sumber: Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis tahun 2007)
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama.3
Diagnosis TB paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan sputum atau
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya 2 dari
3 spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya 1 spesimen yang positif maka perlu
dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang.4
22
3.1.6 Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 3
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat
(PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
23
Table 3.1 Jenis, sifat, dan dosis OATJenis OAT Sifat Dosis Harian
(mg/kbBB)3X Seminggu (mg/ kgBB)
Isoniazid (H) Bakterisid 5(4-6)
10(8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10(8-10)
10(8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25(20-30)
35(30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15(12-18)
15(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15(15-20)
30(20-35)
(Sumber: Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis tahun 2007)
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia :
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif.
• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
• Pasien TB ekstra paru
b. Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
• Pasien kambuh
• Pasien gagal
• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
24
Pengawasan Menelan Obat ( PMO )
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO. 3
Persyaratan PMO: 3
• Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
• Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
• Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
• Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan
pasien
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa, Perawat,
Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada petugas kesehatan
yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI,
PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. 3
Tugas seorang PMO: 3
• Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
• Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
• Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah
ditentukan.
• Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai
gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit
Pelayanan Kesehatan.
3.2 Upaya penanggulangan TB
Sejak tahun 1995, program nasional penanggulangan TB mulai melaksanakan
strategi DOTS dan menerapkannya pada Puskesmas secara bertahap. Sampai tahun 2000,
25
hampir seluruh Puskesmas telah komitmen dan melaksanakan strategi DOTS yang di
integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.3
3.2.1 Sejarah Pengendalian TB
Fase Sebelum Strategi DOTS (pra-1995)
Fase ini dimulai sejak awal abad ke 20 dan ditandai dengan berdirinya fasilitas
diagnostik dan sanatorium di kota-kota besar. Dengan dukungan dari pemerintah
Belanda, diagnosis TB dilakukan dengan pemeriksaan Rontgen, diikuti dengan
penanganan TB melalui hospitalisasi. Studi prevalensi TB pertama kali dilakukan pada
tahun 1964 di karesidenan Malang dan kota Yogyakarta. lima tahun kemudian (1969),
program pengendalian TB nasional dengan pedoman penatalaksanaan TB secara baku
dimulai di Indonesia. Pada periode 1972-1995 penanganan TB tidak lagi berbasis
hospitalisasi, akan tetapi melalui diagnosis dan pelayanan TB di fasilitas kesehatan
primer, yaitu di Puskesmas. Pengobatan TB menggunakan dua rejimen pengobatan
menggantikan pengobatan konvensional (2HSZ/10H2S2) dan strategi penemuan kasus
secara aktif secara bertahap. Pada tahun 1993, the Royal Netherlands TB Association
(KNCV) melakukan ujicoba strategi DOTS di empat kabupaten di Sulawesi Tahun 1994,
NTP bekerja sama dengan WHO dan KNCV melakukan uji coba implementasi DOTS di
provinsi Jambi dan Jawa Timur. 3
Persiapan dan Implementasi Strategi DOTS (1995-2000)
Setelah keberhasilan uji coba di dua provinsi ini, akhirnya Kementerian Kesehatan
mengadopsi strategi DOTS untuk diterapkan secara nasional pada tahun 1995. Pada fase
1995-2000, pedoman nasional disusun dan strategi DOTS mulai diterapkan di
Puskesmas. Seperti halnya dalam implementasi sebuah strategi baru, terdapat berbagai
26
tantangan di lapangan dalam melaksanakan kelima strategi DOTS. Untuk mendorong
peningkatan cakupan strategi DOTS dan pencapaian targetnya, dalam fase ini dilakukan
dua Joint External Monitoring Mission oleh tim pakar internasional. 3
Ekspansi dan Intensifikasi DOTS (2000-2005)
Rencana strategi nasional Pengendalian TB disusun pertama kali pada periode ini sebagai
pedoman bagi provinsi dan kabupaten/kota untuk merencanakan dan melaksanakan
program pengendalian TB. Pencapaian utama selama periode ini adalah: (1)
Pengembangan rencana strategis 2002-2006; (2) Penguatan kapasitas manajerial dengan
penambahan staf di tingkat pusat dan provinsi; (3) Pelatihan berjenjang dan berkelanjutan
sebagai bagian dari pengembangan sumberdaya manusia; (4) Kerja sama internasional
dalam memberikan dukungan teknis dan pendanaan (pemerintah Belanda, WHO,
TBCTA-CIDA, USAID, GDF, GFATM, KNCV, UAB, IUATLD, dll); (5) Pelatihan
perencanaan dan anggaran di tingkat daerah; (6) Perbaikan supervisi dan monitoring dari
tingkat pusat dan provinsi; dan (7) Keterlibatan BP4 dan rumah sakit pemerintah dan
swasta dalam melaksanakan strategi DOTS melalui ujicoba HDL di Jogjakarta. 3
Konsolidasi dan Implementasi Inovasi Dalam Strategi DOTS (2006-2010)
Fase ini ditandai dengan keberhasilan dalam mencapai target global tingkat deteksi
dini dan kesembuhan pada tahun 2006. Selain itu, berbagai tantangan baru dalam
implementasi strategi DOTS muncul pada fase ini. Tantangan tersebut antara lain
penyebaran ko-infeksi TB-HIV, peningkatan resistensi obat TB, jenis penyedia pelayanan
TB yang sangat beragam, kurangnya pengendalian infeksi TB di fasilitas kesehatan, serta
penatalaksanaan TB yang bervariasi. Mitra baru yang aktif berperan dalam pengendalian
27
TB pada fase ini antara lain Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan di Kementerian
Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 3
Meskipun Indonesia mengalami pemberhentian sementara dana GFATM Round 1
dan round 5, akan tetapi kegiatan pelayanan TB (terutama di dalam gedung) tetap
terlaksana karena kesiapan tenaga pelayanan dengan menggunakan dana dari pemerintah
pusat dan pemerintah daerah serta sumber pendanaan dari berbagai lembaga donor
internasional lain seperti USAID, WHO, tetap dapat dipertahankan. Selain mencapai
target global, Indonesia juga telah menunjukkan berbagai perkembangan dalam
menghadapi tantangan baru program pengendalian TB, yaitu: 3
(1) Keterlibatan pihak pemangku kepentingan utama, seperti halnya Organisasi
berbasis Masyarakat yang besar seperti Muhamadiyah, NU, Direktorat Jenderal
Bina Upaya Kesehatan di Kementerian Kesehatan, organisasi-organisasi profesi di
bawah Ikatan Dokter Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dll;
(2) Peningkatan jumlah rumah sakit yang melaksanakan strategi DOTS secara
signifikan dan peningkatan notifikasi kasus dari rumah sakit;
(3) Pengembangan lima laboratorium yang telah terjamin mutunya untuk
melaksanakan kultur dan DST melalui sertifikasi oleh laboratorium internasional;
(4) Pelaksanaan survei resistensi obat dan survei Tuberkulin di 3 wilayah
Indonesia;
(5) Ujicoba tes diagnosis cepat untuk DST (dengan tes Hain);
(6) Pengembangan kebijakan dan pedoman TB-HIV serta implementasi kolaborasi
TB-HIV;
28
(7) Pengembangan kebijakan, pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
dalam penanganan TB dan implementasinya;
(8) Keberlangsungan sumber daya yang memadai untuk mengatasi kesenjangan
dalam pembiayaan pengendalian TB melalui dukungan lembaga donor dan
pemerintah setempat; dan
(9) Pengembangan lembaga yang mewakili kelompok dukungan pasien (Pamali)
3.2.2 Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia: 3
1. Penanggulangan TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas disentralisasi
dengan kabupaten/ kota sebagai titik berat manajemen program dalam kerangka
otonomi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi
serta menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS.
3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program
penanggulangan TB.
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya MDR – TB.
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK), meliputi puskesmas, rumah sakit
pemerintah dan swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai pengobatan Penyakit
Paru – Paru (BP4), klinik pengobatan lain serta Dokter Praktek Swasta (DPS).
29
6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama,
dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah dan
swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas
TB).
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan ditujukan
untuk menaikan mutu pelayanan dan jejaring.
8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada
pasien secara cuma – cuma dan dijamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten dalam jumlah yang
memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
10. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan
kelompok rentan terhadap TB.
11. Penanggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV
12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyakarat dan pekerjaannya.
13. Memperlihatkan komitmen internasional yang termuat dalam Millennium
Development Goal’s (MDG’s).
3.2.3 Strategi DOTS
Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 kompomen : 3
1.Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2.Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3.Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas menelan obat (PMO)
4.Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
30
5.Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penanggulangan TBC.
3.2.4 Kegiatan
Kegiatan dalam upaya penanggulangan tuberculosis: 3
a. Penemuan dan pengobatan.
b. Perencanaan
c. Pemantauan dan Evaluasi
d. Peningkatan SDM (pelatihan, supervisi)
e. Penelitian
f. Promosi
g. Kemitraan
3.2.5 Kerangka Kerja Strategis Penanggulangan Tuberkulosis 2006 – 2010
Rencana strategi 2001-2005 telah meletakan dasar-dasar strategi DOTS yang telah
membawa program Pengendalian Tuberkulosis menunjukkan akselerasi dalam
pencapaiannya. Diharapkan dalam 5 tahun kedepan Indonesia dapat menurunkan angka
prevalensi kasus BTA (+). Untuk itu diperlukan suatu strategi dalam pencapaian target
yang telah ditetapkan.Strategi ini terbagi atas strategi umum dan strategi khusus. 3
a. Strategi umum
Strategi ini meliputi : 3
1. Ekspansi Program Pengendalian Tuberkulosis
Strategi dapat berupa konsolidasi lebih lanjut untuk mempertahankan cakupan
dan mutu strategi DOTS.
31
Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu.
Pelayanan harus menjangkau semua orang tanpa membedakan latar
belakang. Kelompok masyarakat rentan umumnya memiliki
keterbatasan dalam hal akses pelayanan. Pemanfaatan pelayanan dan
pengobatan yang bermutu adalah hak semua lapisan masyarakat.
Menghadapi tantangan TB-HIV, MDR-TB dan tantangan lainnya
Epidemi HIV merupakan ancaman bagi program kedepan yang harus
diantisipasi. Sedangkan MDR TB merupakan risiko dari upaya ekspansi
strategi DOTS, dimana keadaan ini bila tidak diantisipasi dengan baik
akan menyebabkan meningkatnya biaya yang diperlukan untuk
mengendalikan pasien MDR TB, yang pada akhirnya tidak terjangkau
dalam pembiayaan sistim kesehatan nasional.
Melibatkan seluruh penyedia pelayanan Kesehatan
Masih banyak penyedia pelayanan kesehatan belum menerapkan
strategi DOTS sehingga kedepan dalam upaya mencapai target dan
meningkatkan akses masyarakat terhadap pengobatan maka keterlibatan
seluruh penyedia pelayanan kesehatan menjadi penting dengan tetap
mempertahankan mutu.
2. Melibatkan Masyarakat dan mantan pasien
Permasalahan yang berkaitan dengan akses, pembiayaan pengobatan TB bagi
pasien, optimalisasi infrastruktur dan sumber daya manusia yang tersedia dapat
dikurangi dengan pelayanan DOTS berbasis masyarakat.
32
b. Strategi Fungsional
Pencapaian misi penanggulangan TB melalui ekspansi dan mobilisasi
masyarakat harus didukung oleh strategi untuk memperkuat fungsi-fungsi
manajerial dalam program. Adapun strategi fungsional tersebut: 3
1. Memperkuat kebijakan dan membangun kepemilikan daerah terhadap
program
2. Memberikan kontribusi dalam penguatan sistim kesehatan dan
pengelolaan program
3. Memperkuat penelitian operasional
3.3. Strategi Intervensi
Strategi yang bisa dikembangkan dalam penanggulangan penyakit TB paru
(terutama peningkatan cakupan penemuan penderita) secara umum adalah strategi
peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang TB paru serta peningkatan
peran serta masyarakat dan kemitraan malalui tokoh masyarakat dan mantan Penderita
TB paru. Strategi intervensi yang bisa dikembangkan meliputi penyuluhan oleh tokoh
masyarakat dan pembentukan kemitraan yang berbasis masyarakat setempat.1
3.3.1. Penyuluhan oleh Tokoh Masyarakat
Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB paru banyak berkaitan
dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan
TB paru. Dalam melakukan intervensi pnyuluhan ini perlu suatu metodologi yang terdiri
dari:
33
1. Pertemuan Tokoh Masyarakat
Tujuan kegiatan pertemuan ini diharapkan untuk membangun komitmen dan
untuk meningkatkan pengetahuan tantang penyakit TB Paru di kalangan tokoh
masyarakat. Peserta pertemuan terdiri dari 3 unsur yaitu tokoh agama, tokoh adat
dan aparat pemerintahan. Dengan adanya pertemuan diharapakan menghasilkan
kesepakatan yang merupakan kesediaan dari tokoh masyarakat untuk berpatisipasi
aktif dalam upaya penanggulangan penyakit TB Paru.
2. Pelatihan Bagi Petugas TOT
Pelatihan ini dilakuakan untuk menyamakan konsep dan persepsi serta
meningkatkan pengetahuan aparat tentang penyakit TB paru. Peserta Pelatihan ini
adalah Aparat Dinas Kesehatan Kabupaten Kota dan Puskesmas. Sasaran pelatihan
adalah tokoh masyarakat setempat. Materi atau informasi yang disampaikan adalah
semua hal-hal yang berkaitan dengan penyakit TB paru dan cara pendekatan kepada
masyarakat. Dalam melaksanakan penyampaian informasi yang berorientasi lokal,
petugas perlu mengenal dan memahami beberapa aspek yang terkait dengan
lingkungan dan masyarakat dan memahami aspek yang terkait dengan lingkungan
dan masyarakat setempat seperti kondisi sosial ekonomi, tokoh masyarakat, kondisi,
lingkungan fisik dan geografi pemukiman warga logika dan bahasa setempat,
kearifan lokal dan tingkat ketaatan beragama.8
3. Pelatihan Bagi Tokoh Masyarakat
Tujuannya untuk menyamakan konsep dan persepsi serta meningkatkan
pengetahuan peserta tentang penyakit TB Paru. Peserta pelatihan adalah tokoh
34
masyarakat di daerah setempat, guru sekolah, PKK dll. Tenaga pelatih adalah
puskesmas dan aparat Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
4. Pengembanagan Media Penyuluhan
Strategi ini dilakukan untuk lebih menyebarkan informasi dan pengetahuan
tentang penyakit TB paru berdasarkan keinginan dan kondisi masyarakat setempat
terutama bagi masyarakat sekitar penderita dan keluarga penderita sehingga
penderita yang dicurigai TB Paru sebagai kelompok sasaran dapat mengetahui dan
memahami penyakit TB Paru
3.3.2 Pembentukan Kader Mitra Penderita dan Mantan Penderita
Pembentukan kemitraan yang berbasis masyarakat salah satu pendekatan dengan
didasrakan pertimbangan kondisi sosial budaya dan mayarakat setempat dan bertujuan
untuk pencapaian peningkatan cakupan penemuan penderita dan pengobatan TB paru.
Sehubungan dalam upaya penanggulangan TB Paru, model peningkatan peran serta
masyarakat melalui kemitraan penderita dan mantan penderita bisa dikembangkan
sebagai strategi alternatif Intervensi yang bisa dilakukan yaitu: 1
1. Survei Penderita dan Mantan Penderita
Kegiatan survei ini bertujuan untuk mengetahui dan masalah yang dialami dalam
pengobatan penyakit TB Paru, siapa yang diharapkan bisa membantu, dimana
bantuan tersebut diberikan. Tenaga fasilitator survey adalah petugas Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Puskesmas setempat.
2.Pelatihan Kader
Kegiatan ini dilakukan untuk menyamakan konsep dan persepsi serta meningkatkan
pengetahuan petugas/aparat yang terkait dengan penyakit TB Paru. Peserta pertemuan
35
ni adalah Dinas Kesehatan Kab/Kota dan tenaga fasilitator adalah aparat Dinas
Kesehatan Propinsi. Sasaran pertemuan adalah penderita dan mantan penderita.
3. Pelatihan Kader
Kegiatan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan tentang
penyakit TB Paru, pengenalan, gejala, penyebab, cara penularan dan cara pencataan
dan pelaporan sederhana bagi kader. Kriteria pemilihan kader adalah penerita dan
mantan penderita yang bisa dipercaya dan dibutuhkan penderita dan bersedia untuk
melakukan pencarian penderita yang dicuriagai tertulat TB Paru.
4. Pengembangan Media Pencatatan dan Pelaporan
Dimaksudkan untuk lebih memudahkan pencatatan dan pelaporan penderita,
baik penderita yang sedang menjalankan pengobatan puskesmas maupun penderita
yang baru ditemukan oleh kader mantan penderita. Sasaran media ini adalah penderita
sedang berobat dan kasus baru yang belum melapor dan berobat.
3.4 Kemitraan Dalam Penanggulangan Tuberkulosis
Kemitraan program penanggulangan tuberkulosis adalah suatu upaya untuk
melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, swasta maupun kelompok
organisasi masyarakat, mengingat : 2
1. Beban masalah TB yang tinggi
2. Keterbatasan sektor pemerintah
3. Potensi melibatkan sektor lain
4. Keberlanjutan program
5. Akuntabilitas, mutu, transparansi
36
Tujuan Kemitraan Tuberkulosis adalah terlaksananya upaya percepatan
penanggulangan tuberkulosis secara efektif dan efisien dan berkesinambungan. 2
Untuk mencapai tujuan diatas perlu diwujudkan melalui : 2
• Meningkatkan koordinasi
• Meningkatkan komunikasi
• Meningkatkan sumber daya, kemampuan dan kekuatan bersama dalam
upaya mencapai target program nasional dalam penanggulangan tuberkulosis
• Meningkatkan komitmen
• Membuka peluang untuk saling membantu
Mitra dalam penanggulangan TB antara lain terdiri dari: sektor
pemerintah,legislatif, sektor swasta, organisasi pengusaha dan organisasi pekerja,
kelompok media massa, organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat,
Perguruan Tinggi/Kelompok Akademisi, organisasi keagamaan, organisasi
internasional dan sektor lain yang terkait. Untuk mendapati penjaringan luas TB ini,
puskesmas pastinya tidaklah mampu sepenuhnya dalam menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai sehingga perlu campur tangan pihak swasta (CSR) untuk
membantu pencapaian tujuan tersebut. 2
3.4.1 Prinsip Dasar Kemitraan
a. Kesetaraan
Bahwa setiap mitra kerja dalam program penanggulangan tuberkulosis patut
dihormati dan diberi pengakuan dalam hal kemampuan dan nilai-nilai yang
dimiliki mereka serta memberikan kepercayaan penuh kepada masing-masing
mitra dalam program penanggulangan tuberkulosis.2
37
b. Keterbukaan
Dalam kemitraan harus saling percaya dan terbuka dalam pelaksanaan
program. Kedua belah pihak harus mempunyai keyakinan bahwa mereka
melakukan perjanjian dengan terbuka dan jujur dalam pelaksanan program
penanggulangan tuberkulosis.2
c. Saling menguntungkan
Hubungan kemitraan harus saling menguntungkan masing-masing pihak
dalam kerjasama yang dijalin.2
3.4.2. Langkah-Langkah Pelaksanaan Kemitraan
a. Identifikasi, calon mitra yang dianggap potensial untuk menyelesaikan masalah
kesehatan yang dihadapi perlu dilakukan identifikasi organisasi dan penjajakan.
Dapat digunakan formulir kuisioner kemitraan yang terlampir.
b. Sosialisasi tentang program tuberkulosis kepada calon mitra, sehingga mitra bisa
memilih peran di keterlibatannya dalam penanggulangan tuberkulosis.
c. Penyamaan persepsi, agar diperoleh pandangan yang sama dalam penanganan
masalah yang dihadapi bersama, maka para mitra perlu bertemu untuk saling
memahami kedudukan, tugas dan fungsi masingmasing secara terbuka dan
kekeluargaan.
d. Pembentukan Komitmen, komitmen masing-masing pihak sangat penting
terutama komitmen para pengambil kebijakan sehingga apa yang menjadi
kesepakatan dan tujuan bersama dalam tercapai.
38
e. Pengaturan peran, peran masing-masing sektor dalam penggulangan tuberculosis
perlu disepakati bersama, lebih baik secara tertulis jelas yang dituangkan dalam
dokumen resmi berupa Nota Kesepahaman (MoU) antara para pihak.
f. Komunikasi intensif, Untuk menjalin dan mengetahui perkembangan kemitraan
dalam melaksanakan penanggulangan tuberkulosis perlu dilakukan komunikasi
antar mitra secara teratur dan terjadwal, dan dapat diselesaikan masalah di lapangan
secara langsung.
g. Melakukan kegiatan, kegiatan yang disepakati harus dilaksanakan dengan baik
sesuai dengan rencana kerja tertulis hasil kesepakatan bersama.
h. Pemantauan dan penilaian, disepakati sejak awal, bila perlu hasil pemantauan ini
dapat untuk penyempurnaan kesepakatan yang telah di buat.2
3.4.3. Peran Dan Tanggung Jawab Dalam Kemitraan
a. Peran dan tanggung jawab Pemerintah
Peran Pemerintah adalah memfasilitasi dan menetapkan kebijakan Nasional.
Sedangkan tanggung jawab Pemerintah (baik di tingkat Pusat maupun daerah)
adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, termasu
penanggulangan tuberkulosis dan membangun kemitraannya.
b. Peran dan tanggung jawab Mitra
Peran utama mitra adalah mendukung program nasional penanggulangan
tuberkulosis. Sedangkan tanggung jawab Mitra adalah melaksanakan kegiatan
penanggulangan sesuai dengan kapasitas dan kompetensi dari mitra, antara lain :
• Penyediaan Sumber Daya (SDM, sarana dan prasarana, dana, dll)
• Memberikan pelayanan
39
• Pemberdayaan masyarakat
• Menyediakan tenaga ahli.2
3.5 Penemuan Suspek TB
Penemuan dan pengobatan penderita merupakan salah satu kegiatan pokok dalam
pemberantasan tuberkulosis paru. Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak selama
2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,badan lemas, nafsu makan menurun, berat
badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru
selain tb, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB diIndonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke Unit Pelayanan Kesehatan dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai
seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung.3
3.5.1 Penemuan Suspek TB Cara Pasif Promotif.
Penemuan suspek tuberkulosis yang didapatkan di tempat pelayanan kesehatan
seperti di puskesmas, puskesmas pembantu, polindes dan waktu pelaksanaan puskesmas
keliling. Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan
(BP) untuk pasien dewasa dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk pasien anak-anak.
Jika ada pasien dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas
(BP) di konsulkan ke dokter serta diberikan penyuluhan mengenai penyakitnya,
kemudian dikirim ke laboratorium dan kalau dokter tidak ada ditempat,diberikan
penyuluhan dan langsung dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan BTA sputum.
40
Sebelum pengambilan dahak, petugas pengelola program TB melakukan pencatatan
mengenai identitas pasien.Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas melibatkan
petugas BP, KIA, pengelola program TB, dokter puskesmas dan petugas laboratorium.10
3.5.2 Penemuan Suspek TB Cara Aktif Selektif.
Dilakukan pemeriksaan kontak serumah pada pasien dengan BTA positif oleh
petugas pengelola program TB. Kalau ada tanda-tanda dengan gejala tuberkulosis maka
dilakukan pemeriksaan BTA sputum. Disamping itu seluruh puskesmas penelitian
melibatkan petugas sanitasi untuk melakukan inspeksi sanitasi ke rumah dan lingkungan
penderita tuberkulosis BTA positif. Pada umumnya keadaan rumah dan lingkungan
penderita tuberkulosis dengan higienis yang jelek dan kotor, ventilasi rumah kurang baik,
penghuni yang padat dengan ekonomi yang lemah. Jika pasien tidak mengantarkan dahak
pagi maka tidak dilakukan penjemputan ke rumah pasien.10
3.5.3 Faktor Budaya dan Dana dalam Penemuan Suspek TB.
Sebagian besar masyarakat yang mengalami penyakit TB paru adalah berasal dari
golonan ekonomi yang kurang mampu.dengan kondisi keterbatasan ekonomi,walaupun
biaya pengobatan gratis,namun biaya transportasi menjadi hambatan dan pertimbangan
masyarakat dalam mencari upaya pengobatan.sebagian masyarakat masih mempunyai
persepsi bahwa penyakit TB paru berkaitan dengan kekuatan ghaib,karena
keturunan,penyakit yang memalukan, bukan penyakit berbahaya dan hanya penyakit
batuk biasa kondisi ini juga ditambah dengan dengan keinginan masyarakat yang
cenderung ingin cepat sembuh, tidak mau berlama-lama melakukan pengobatan di
puskesmas.1
41
Strategi pembiayaan yang harus dilakukan untuk menutup kesenjangan tersebut
adalah meningkatkan sumber pembiayaan kesehatan nasional dan daerah untuk program
TB. Sampai dengan saat ini, komitmen daerah (provinsi dan kabupaten/ kota) untuk
membiayai program TB masih relatif rendah, yaitu sekitar 45%-49% dari anggaran
pemerintah pusat. Kapasitas fiskal (fiscal space) untuk peningkatan anggaran kesehatan
program TB di daerah masih terbuka lebar. Peningkatan komitmen daerah harus terus
diupayakan dalam kerangka desentralisasi kesehatan. Selain itu, kebijakan alokasi
anggaran (resource allocation policy) menjadi hal yang penting dalam mendorong
keberlangsungan pembiayaan kesehatan bagi program pengendalian TB nasional.
Dengan alokasi anggaran yang tepat dan asumsi pertumbuhan ekonomi daerah yang
mencapai angka 6-7% (Badan Pusat Statistik), diharapkan dalam waktu lima tahun ke
depan (2010-2014) kesenjangan anggaran kesehatan program TB dapat berkurang dari
31% di tahun 2010 menjadi 13-15% pada tahun 2014. Penurunan kesenjangan ini dapat
dicapai dengan mengutamakan peningkatan kemampuan daerah dan penguatan komitmen
daerah untuk mencapai target indikator pembangunan milenium 2015.2
3.6 Indikator penanggulangan TB secara Nasional
Untuk menilai kemajuan atau keberhasilan penanggulangan TB digunakan beberapa
indikator. Indikator penanggulangan TB secara Nasional ada 2 yaitu: 3
• Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR)
• Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR)
Disamping itu ada beberapa indikator proses untuk mencapai indikator Nasional tersebut
di atas, yaitu:
• Angka Penjaringan Suspek
42
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
• Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara seluruh pasien TB paru
• Proporsi pasien TB anak diantara seluruh pasien
• Angka Notifikasi Kasus (CNR)
• Angka Konversi
• Angka Kesembuhan
• Angka Kesalahan Laboratorium
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indikator sebagai alat ukur kemajuan
(marker of progress). Indikator yang baik harus memenuhi syarat-syarat tertentu seperti: 3
• Sahih (valid)
• Sensitif dan Spesifik (sensitive and specific)
• Dapat dipercaya (realiable)
• Dapat diukur (measureable)
• Dapat dicapai (achievable)
Analisa dapat dilakukan dengan :
• Membandingkan data antara satu dengan yang lain untuk melihat besarnya
perbedaan.
• Melihat kecenderungan (trend) dari waktu ke waktu.
3.6.1 Cara menghitung dan analisa indikator
a. Angka Penjaringan Suspek
Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara 100.000 penduduk pada
suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya
43
penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan
kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). 3
Rumus:
Jumlah suspek yang diperiksa ------------------------------------------------------------------- x 100.000
Jumlah penduduk
UPK yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, misalnya rumah sakit,
BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung.
b. Proporsi Pasien TB Paru BTA positif diantara Suspek yang diperiksa dahaknya
Adalah persentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek
yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai
diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. 3
Rumus:
Jumlah pasien TB BTA positif yang ditemukan ------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah seluruh suspek TB yang diperiksa
Angka ini sekitar 5 - 15%. Bila angka ini terlalu kecil ( < 5 % ) kemungkinan disebabkan:
• Penjaringan suspek terlalu longgar. Banyak orang yang tidak memenuhi kriteria
suspek, atau
• Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu).
Bila angka ini terlalu besar ( > 15 % ) kemungkinan disebabkan:
• Penjaringan terlalu ketat atau
• Ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium ( positif palsu).
44
c. Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif diantara Semua Pasien TB Paru Tercatat/diobati
Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien
Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien
Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati. 3
Rumus:
Jumlah pasien TB BTA positif (baru + kambuh) ------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah seluruh pasien TB (semua tipe)
Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah,
itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritasvuntuk menemukan
pasien yang menular (pasien BTA Positif). 3
d. Proporsi pasien TB Anak diantara seluruh pasien TB
Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat.3
Rumus :
Jumlah pasien TB Anak (<15 thn) yg ditemukan ------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah seluruh pasien TB yg tercatat
Angka ini sebagai salah satu indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam
mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari
15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. 3
e. Angka Penemuan Kasus (Case Detection Rate = CDR)
Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati
dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut.
45
Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada
wilayah tersebut. 3
Rumus:
Jumlah pasien baru TB BTA Positif yang dilaporkan dalam TB.07 -------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA Positif
Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan
angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case
Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%. 3
f. Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate = CNR)
Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat
diantara 100.000 penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan
serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di
wilayah tersebut. 3
Rumus :
Jumlah pasien TB (semua tipe) yg dilaporkan dlm TB.07 ------------------------------------------------------------------------ x 100.000
Jumlah penduduk
Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau
menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. 3
g. Angka Konversi (Conversion Rate)
Angka konversi adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang
mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif.
Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk
46
mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Contoh
perhitungan angka konversi untuk pasien baru TB paru BTA positif : 3
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg konversi --------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah pasien baru TB paru BTA positif yg diobati
Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. 3
h. Angka Kesembuhan (Cure Rate)
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB
paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, diantara pasien baru TB
paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA
positif pengobatan ulang dengan tujuan: 3
• Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di
komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat.
• Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris
kedua (second-line drugs).
• Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada
pasien dengan HIV.
Cara menghitung angka kesembuhan untuk pasien baru BTA positif :
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg sembuh ------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati
Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka kesembuhan digunakan
untuk mengetahui hasil pengobatan. Walaupun angka kesembuhan telah mencapai 85%,
47
hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan, yaitu berapa pasien dengan hasil
pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah. 3
i. Angka Keberhasilan Pengobatan
Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB
paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun
pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan
demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka
pengobatan lengkap. Cara perhitungan untuk pasien baru BTA positif dengan
pengobatan: 3
Kategori 1.
Jumlah pasien baru TB BTA positif (sembuh + pengobatan lengkap) ------------------------------------------------------------------------------------------ x 100%
Jumlah pasien baru TB BTA positif yg diobati
3.6.2 Standar Ketenagaan
Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar yang
menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya
kegiatan program TB di suatu unit pelaksana. 3
Unit Pelayanan Kesehatan Puskesmas terdiri dari: 3
1) Puskesmas
• Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : kebutuhan
minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan
1 tenaga laboratorium.
• Puskesmas satelit : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
dokter dan 1 perawat/petugas TB
48
• Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1
perawat/petugas TB.
2) Rumah Sakit Umum Pemerintah
• RS kelas A : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium
• RS kelas B : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium
• RS kelas C : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter, 2
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium RS kelas D, RSTP dan BP4 :
kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter, 2
perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium
• RS swasta : menyesuaikan.
3) Dokter Praktek Swasta, minimal telah dilatih
49
Gambar 3.4 Jejaring laboratorium TB Paru(Sumber: Pedoman Nasional Penanggulan Tuberkulosis tahun 2007)
50
BAB IV
ISI
4.1 Identifikasi Masalah
Proses identifikasi masalah dilakukan melalui kegiatan observasi dan wawancara
dengan pimpinan Puskesmas, pemegang program di Puskesmas dan masyarakat serta
menganalisis laporan tahunan Puskesmas. Beberapa masalah di Puskesmas Lubuk
Kilangan yang ditemui antara lain:
1. Masih rendahnya angka penjaringan suspek TB Paru
Penemuan kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan merupakan
salah satu usaha untuk menanggulangi permasalahan TB karena dengan menemukan
penderita TB dapat dilakukan berbagai upaya penanganan yang optimal. Di Puskesmas
Lubuk Kilangan pencapaian penemuan angka penjaringan suspek TB Paru pada tahun
2010 mencapai 27% dari target yang seharusmya dicapai adalah 100%. Sementara pada
tahun 2011 dari triwulan I sampai III angka penjaringan suspek hanya mencapai 39% dari
target yang ditetapkan sebesar 100%.
Tabel 4.1 Target Program TB Paru wilayah Lubuk Kilangan Tahun Jumlah
Penduduk
Tersangka/Suspek BTA POSITIF
1
Tahun
I II III IV 1
Tahun
I II III IV
2010 43348 690 172 173 172 173 69 17 17 18 17
2011 44552 710 177 178 178 177 71 17 18 19 17
Sumber: Laporan tahun 2010 dan triwulan III program P2TB Puskesmas Lubuk Kilangan
Pada tahun 2010 DKK telah menetapkan target penjaringan kasus TB di puskesmas
lubuk kilangan dalam 1 tahun sebanyak 690 dari 43348 jumlah penduduk dan pada tahun
51
2011 DKK telah menaikkan target penjaringan kasus TB dipuskesmas lubuk kilangan
dalam 1 tahun sebanyak 710 dari 44552 jumlah penduduk.pada tahun 2011 target
dinaikkan karena jumlah penduduk di lubuk kilangan cendrung meningkat.
Tabel 4.2 Hasil kegiatan program P2TB tahun 2010
Sumber: Laporan tahunan program P2TB Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
Dari tabel diatas pada tahun 2010 dari triwulan I sampai IV jumlah suspek
Tuberkulosis adalah 189 orang ,target yang ditetapkan 690,jadi belum mencapai
target.Yang menderita TB paru BTA positif yang baru didapatkan 18 orang dan yang
kambuh 3 orang,BTA negatif tetapi hasil rontgen positif didapatkan 5 orang penderita,
untuk yang ekstra paru dan TBC Anak tidak ditemukan.
52
Tabel 4.3 Hasil kegiatan P2TB paru puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
NO INDIKATOR NILAI INDIKATOR
HASIL KOMULATIF
HASIL (%)2010
1 ANGKA PENJARINGAN SUSPEK
100 189/690 27
2 PROPORSI BTA + DIANTARA SUSPEK
5-15% 18/189 9,5
3 PROPORSI BTA + DARI SELURUH PENDERITA
>65% 21/26 81
4 % TB ANAK DARI SELURUH PASIEN
15% - -
5 KONVERSI >80% 19/21 906 KESEMBUHAN (CURE
RATE )>85% 21/21 100
7 ERROR RATE <5% - -8 CASE NOTIFICATION
RATE100% - -
9 CDR >70% 19/68 2810 SUCCESS RATESumber: Laporan tahunan program P2TB Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
Dari tabel diatas didapatkan angka penjaringan kasus suspek TB dimana target yang
telah ditetapkan 100%, dari data yang didapatkan bahwa angka penjaringan suspek TB
189 dari 690 target yang telah ditetapkan , maka hasil yang didapatkan 27 %,hal tersebut
belum mencapai target yang telah ditetapkan.untuk proporsi BTA diantara suspek target
telah ditetapkan 5-15 %,dari data di dapatkan 18 orang dari 189 suspek sehingga
didapatkan 9,5% sudah mencapai target yang ditetapkan.
Tabel 4.4 Hasil kegiatan P2TB Puskesmas Lubuk Kilangan Semester 1 Tahun 2011No Indikator Nilai
IndikatorHasilKumulatif Hasil 2
triwulan1 Angka penjaringan suspek 100% 137/377 38%2 Proporsi BTA + diantara
suspek5-15% 17/137 12%
3 Proporsi BTA + dari seluruh penderita
>65% 17/20 81%
4 Konversi >80% 15/17 88%
53
5 Kesembuhan >85% 1/17 6%
6 CDR >70% 17/35 48%
Sumber : Laporan Semester 1 Program P2TBPuskesmas Lubuk KilanganTahun 2011
Dari tabel diatas didapatkan bahwa pada tahun 2011 semester 1 target yang telah
ditetapkan dalam penjaringan suspek 100 %,hasil didapatkan 38% sehingga belum
mencapai target.
Tabel 4.5 Hasil Kegiatan P2TBC Puskesmas Lubuk Kilangan triwulan III tahun 2011.
Sumber: Laporan triwulan III program P2TB Puskesmas Lubuk Kilangan tahun2011
Dari tabel diatas pada tahun 2011 dari triwulan I sampai III jumlah suspek
Tuberkulosis adalah 201 orang ,target yang ditetapkan 533,jadi untuk sementara belum
mencapai target.Yang menderita TB paru BTA positif yang baru didapatkan 24orang dan
yang kambuh 2 orang,BTA negatif tetapi hasil rontgen positif didapatkan 2 orang
penderita, untuk yang ekstra paru 1 orang dan TBC Anak 1 orang.
54
2. Masih tinginya angka kejadian diare
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun
2008, 2009, dan 2010 serta diskusi dengan pemegang program dan
pimpinan puskesmas, jumlah penderita diare di BP & KIA masih
merupakan 10 penyakit terbanyak. Pada laporan tahunan puskesmas
dalam 3 tahun tersebut, jumlah kejadian diare meningkat dari tahun ke
tahun. Jumlah kasus diare tersebut di puskesmas Lubuk Kilangan
adalah
Tahun 2008: 241 kasus
Tahun 2009: 308 kasus
Tahun 2010: 806 kasus
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 20100
100
200
300
400
500
600
700
800
900
Peningkatan Kasus Diare
Gambar 4.1 Grafik peningkatan kasus diare Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2008-2010
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan 2010
55
Tabel 4.6 Distribusi Kasus Diare Berdasarkan Umur di Kecamatan Lubuk Kilangan tahun 2010
Kelurahan < 1 1 - 4 > 5 Jumlah
Bandar Buat 21 50 95 166
Padang Besi 10 28 47 85
Indarung 7 27 52 86
Koto Lalang 20 48 98 166
Batu Gadang 5 34 45 84
Baringin 7 27 39 73
Tarantang 6 28 37 71
Luar Wilayah 11 29 35 75
Jumlah 87 271 448 806
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan 2010
Dari tabel 10 dapat dijelaskan bahwa kelurahan Bandar Buat merupakan kelurahan
dengan tingkat insiden diare sangat tinggi dibandingkan dengan enam kelurahan lainnya
dimana hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor dari segi perilaku masyarakat dan
lingkungan Bandar Buat Sendiri yang menunjang terjadinya peningkatan angka kejadian
diare.
56
Januari
Febuari
Maret
April MeiJuni
Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktober
November
Desember
0
20
40
60
80
100
120
140
Distribusi kasus diare di Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
Series1
Gambar 4.2 Grafik distribusi kasus diare di Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010.
Dari grafik distribusi kasus diare di Puskesmas Lubuk Kilangan
dapat telihat bahwa cenderung terjadi peningkatan dari bulan ke
bulan.Hasil ini diperoleh dari data kunjungan pasien diare di Puskesmas
dan pelaporan survailens.
Tabel 4.7 Laporan Bulanan Kasus Diare Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2011Jan fe
bMar apr Mei Jun jul Ags Sept Okt No
vDes Total
perkelurahan
Bandar Buat 28 20 16 6 5 4 4 10 12 15 8 - 128Padang Besi 13 10 3 3 3 3 3 8 16 7 3 - 72Indarung 15 12 4 5 5 4 2 7 6 6 8 - 74Koto Lalang 28 29 19 4 4 5 3 12 5 6 14 - 129Batu Gadang
5 4 5 4 3 1 2 4 7 4 7 - 46
Baringin 5 4 3 2 2 1 1 2 7 7 4 - 38Tarantang 7 3 3 4 3 1 1 4 2 8 3 - 39Luar 3 3 2 - - - - - 3 - - - 11
57
wilayahTotal 102 85 55 28 25 19 16 47 58 54 46 537
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2011
Dari table di atas, dapat di tarik kesimpulan bahwa penyakit diare
ini selalu muncul tiap bulan nya di setiap kelurahan, dengan kasus
terbanyak didapati pada kelurahan Bandar Buat.
3. Masih tingginya angka gizi buruk pada balita
Berdasarkan laporan tahunan Program Gizi serta diskusi dengan penanggung jawab
Program Gizi di Puskesmas Lubuk Kilangan, dari tahun ke tahun terdapat peningkatan
angka kejadian gizi buruk. Pada tahun 2010 terdapat sebanyak 45 orang balita yang
mengalami gizi buruk. Data tersebut diperoleh dari hasil penimbangan massal Puskesmas
Lubuk Kilangan Bulan Januari 2010.
Tabel 4.8 Jumlah Balita Gizi Buruk Berdasarkan Hasil Penimbangan Massal Puskesmas Lubuk Kilangan Bulan Januari 2010
No. KELURAHAN SASARAN DITIMBANGJUMLAH BALITA
GIZI BURUK
1 BANDAR BUAT 1400 934 6
2 PADANG BESI 613 416 3
3 INDARUNG 1062 711 7
4 KOTO LALANG 593 409 8
5 BATU GADANG 575 373 3
6 BARINGIN 131 116 11
7 TARANTANG 150 138 7
Total 4524 3097 45
Sumber: Laporan tahunan Program Gizi Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2010
58
Sedangkan dari hasil penimbangan massal pada bulan Januari 2011 terdapat
peningkatan menjadi 53 orang balita yang mengalami gizi buruk.
Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Penimbangan Massal Puskesmas Lubuk Kilangan Bulan Januari Tahun 2011
No. KELURAHAN SASARAN DITIMBANGJUMLAH BALITA
GIZI BURUK
1 BANDAR BUAT 1400 469 17
2 PADANG BESI 613 485 21
3 INDARUNG 1062 563 13
4 KOTO LALANG 593 223
5 BATU GADANG 575 165 1
6 BARINGIN 131
7 TARANTANG 150 172 1
Total 4524 2077 53
Sumber: Rekapitulasi Hasil Penimbangan Massal Puskesmas Lubuk Kilangan Bulan Januari Tahun 2011
Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa pada tahun 2011 belum tercapai target
penimbangan massal yang ditetapkan yaitu sebesar >70%. Puskesmas Lubuk Kilangan
hanya mampu menimbang 45,9%.
Tabel 4.10 Persentase Bayi dan Balita BGM Berdasarkan Penimbangan Posyandu Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2011
No BULAN BAYI0-11 BULAN
BADUTA12-24 BULAN
BALITA2-5 TAHUN
1. Januari 1,08 2,22 0,782. Februari 0 0 03. Maret4. April 0,53 2,36 1,15. Mei 0,57 2,36 1,78
59
6. Juni 0,67 2,49 1,937. Juli 0,64 0 08. Agustus 0,76 1,65 0,499. September 1,11 2,14 0,9910. Oktober 1,21 2,22 0,7811. November 1,09 2,22 1,21
Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan 2011
Berdasarkan laporan bulanan Program Gizi Puskesmas Lubuk Kilangan juga
dilakukan pemantauan bayi dan balita yang ditimbang di Posyandu. Telah ditetapkan
target yaitu bayi dan balita yang berada di bawah garis merah harus <14%. Puskesmas
Lubuk Kilangan telah mencapai target karena setiap bulannya <14% bayi dan balita yang
berada di bawah garis merah.
4. Masih Rendahnya Pencapaian D/S Posyandu di Wilayah Kerja Lubuk Kilangan
Berdasarkan data bagian promosi kesehatan puskesmas lubuk kilangan dan
berdasarkan laporan tahunan puskesmas lubuk kilangan tahun 2010. Pencapaian D/S di
puskesmas Lubuk Kilangan masih jauh dari target (65%) yaitu 57%. Di sini terdapat
kesenjangan yaitu sebesar -8%. Dan dari laporan bulan November 2011 didapatkan
pencapaian D/S di Puskesmas Lubuk Kilangan menurun yaitu 43%, masih jauh dari
target (65%).
60
Januari
Febru
ari
Maret
April MeiJuni
Juli
Agustu
s
Septem
ber
Oktober
November
01020304050607080
Grafik Pencapaian D/S Posyandu di Puskesmas Lubuk Kilangan Th.2011
Gambar 4.3 Grafik pencapaian D/S Posyandu di Puskesmas Lubuk Kilangan Th 2011Sumber : Laporan tahunan PSM Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2011.
Dapat disimpulkan dari grafik pencapaian D/S posyandu di wilayah kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan bahwa untuk rata - rata pencapaian D/S dari bulan Januari sampai
dengan November tahun 2011 adalah 46,2%, masih tergolong jauh dari target yang
sudah ditetapkan Dinas Kesehatan yaitu 65%.
5. Masih ditemukan adanya Angka Kematian Bayi
Berdasarkan laporan pelaksanaan program KB-KIA tentang kematian bayi pada bulan
Januari sampai November di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan, didapatkan
angka kematian bayi masih cukup tinggi, dimana terdapat empat kematian bayi.
Berdasarkan laporan pelaksanaan program KB-KIA tentang kematian bayi pada bulan
Januari sampai November di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan, didapatkan
angka kematian bayi masih cukup tinggi.
Tabel 4.11 Data kematian bayi berdasarkan penyebab per kelurahan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2011 ( Januari – November )
No Penyebab Kl. Batu Gadang
Kl. Indarung
Kl. Padan
g Besi
Kl. Bandar
Buat
Kl. Koto
Lalang
Kl. Baringin
Kl. Taranta
Total
61
ng1 BBLR 0 0 0 1 0 1 22 IUFD 0 0 0 0 0 0 0 0
3 Gastroenteritis 0 0 0 0 00 0 0
4Kelainan golongan darah
0 0 0 1 00 0 1
5Inf sal nafas akut
0 0 0 0 00 0 0
6 Aspirasi 0 0 0 0 0 0 0 07 Asfixia berat 0 0 0 1 0 0 0 18 Susp Pneumoni 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah 0 0 0 3 0 0 1 4Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2011
Berdasarkan tabel diatas tersebut didapatkan bahwa angka kematian bayi di wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Kilangan masih tinggi. Selama Januari sampai November 2011
sudah terdapat empat kematian neonatus. Tiga kematian bayi di Kelurahan Bandar Buat
dan satu kematian neonatus di Kelurahan Tarantang. Dua bayi yang meninggaldilaporkan
akibat dari berat badan lahir yang rendah.
Tabel 4.12 Jumlah kasus BBLR per kelurahan Puskesmas Lubuk Kilangan Tahun 2011 (Januari- November )
No Kelurahan Jml BBLR Jumlah kelahiran/neonatus
%
1 Batu Gadang 2 org 277 0,722 Indarung 10 org 131 7,633 Padang Besi 6 org 190 3,154 Bandar Buat 10 org 105 9,525 Koto Lalang 1 123 0,816 Baringin 0 33 07 Tarantang 1 39 2,56
Jumlah 30 org 898 3,34Sumber: Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun 2011
Kelahiran Bayi dengan Badan Lahir yang Rendah (BBLR) Masih terdapat diseluruh
kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan selama Januari-November 2011.
Terbanyak di Kelurahan Bandar Buat, 9,52 % dari kelahiran bayi di kelurahan tersebut.
62
Dengan masih tingginya angka kelahiran BBLR Puskesmas Lubuk Kilangan, maka
resiko kematian bayi masih akan ada.
4.2 Prioritas Masalah
Banyaknya masalah yang ditemukan dalam program Puskesmas tidak
memungkinkan untuk diselesaikan sekaligus atau seluruhnya, sehingga perlu ditentukan
prioritas masalah yang merupakan masalah terbesar. Dalam hal ini metode yang kami
gunakan adalah teknik scoring, yaitu :
- Urgensi: merupakan masalah yang penting untuk diselesaikan
Nilai 1 : tidak penting
Nilai 2 : kurang penting
Nilai 3 : cukup penting
Nilai 4 : penting
Nilai 5 : sangat penting
- Intervensi
Nilai 1 : tidak mudah
Nilai 2 : kurang mudah
Nilai 3 : cukup mudah
Nilai 4 : mudah
Nilai 5 : sangat mudah
- Biaya
Nilai 1 : sangat mahal
Nilai 2 : mahal
Nilai 3 : cukup murah
63
Nilai 4 : murah
Nilai 5 : sangat murah
- Kemungkinan meningkatkan mutu
Nilai 1 : sangat rendah
Nilai 2 : rendah
Nilai 3 : cukup sedang
Nilai 4 : tinggi
Nilai 5 : sangat tinggi
64
Tabel 4.13 Prioritas MasalahKriteria Urgensi Intervensi Biaya Mutu Total Rank
Rendahnya penjaringan
suspek TB (Case Detection
Rate= CDR) di Wilayah kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan
3 4 4 4 15 I
Masih tingginya angka
kejadian diare di Wilayah
kerja Puskesmas Lubuk
Kilangan
4 3 3 4 14 II
Masih tingginya angka gizi
buruk di Wilayah kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan
4 2 3 4 13 III
Masih rendahnya pencapaian
D/S di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Kilangan
3 2 3 3 11 V
Masih adanya kematian Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Kilangan
4 1 2 5 12 IV
65
Berdasarkan prioritas masalah dan diskusi lebih lanjut dengan kepala dan staf
puskesmas, maka yang menjadi prioritas utama adalah “Rendahnya penjaringan suspek
TB di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan pada tahun 2011”, pada urutan kedua
adalah “Masih tingginya angka kejadian diare di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk
Kilangan”. Oleh karena itu kami mengangkat masalah “Upaya peningkatan cakupan
penjaringan suspek TB di Wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan” sebagai topik
POA.
4.3 Analisis Sebab Akibat Masalah
No Faktor penyebab
Masalah Tolak Ukur Keterangan
1
2
Manusia Kader P2 TB
Masyarakat
Tidak adanya kader yang khusus untuk program P2TB sehingga tidak optimalnya penemuan kasus TB di lapangan.
Masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru, dan program penanggulangan TB paru di Puskesmas.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan kepala Pusksmas
Kuesioner yang dibagikan ke pasien yang berkunjung ke Puskesmas dan wawancara dengan penanggungjawab program P2 TB.
Terdapat 172 orang kader yang tersebar di 43 Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan. Setiap kader bertanggung jawab untuk pelaksanaan semua program yang ada di Puskesmas, sehingga tidak ada kader yang secara khusus dilatih dan difokuskan untuk penemuan kasus TB di lapangan.
Dari 35 responden didapatkan bahwa masyarakat yang punya pengetahuan baik adalah 8,57%, pengetahuan rendah 60%, pengetahuan rendah 31,43%.
66
3 Tenaga Kesehatan
Tidak adanya petugas yang dikhususkan untuk kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif di wilayah kerja Puskesmas.
Kurangnya petugas laboratorium untuk pemeriksaan dahak suspek TB.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan kepala Puskesmas.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan kepala Puskesmas.
Petugas puskesmas Lubuk Kilangan memiliki 1 orang penanggung jawab program P2TB yang juga bertanggung jawab untuk program lainnya, sehingga kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif masih kurang.
Puskesmas Lubuk Kilangan hanya memiliki 1 orang petugas labor yang sekaligus menjadi penanggung jawab program lainnya sehingga petugas labor sering tidak berada di tempat pada saat terjaring pasien suspek TB sehingga tidak bias dilakukan pemeriksaan dahak.
No Faktor penyebab
Masalah Tolak ukur Keterangan
1 Material Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru di tempat-tempat umum.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan penanggung jawab program promkes serta wawancara dengan masyarakat setempat.
Kurang dimanfaatkannya papan pengumuman baik itu di puskesmas ataupun di posyandu serta di tempat-tempat umum untuk menginformasikan kepada masyarakat tentang pentingnya penyakit TB paru dan penemuan dini kasus baru TB.
67
2 Kurangnya alokasi dana untuk penjaringan suspek TB secara aktif ke masyarakat.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan bendahara Puskesmas.
Pengalokasian dana khusus untuk TB ini sangat diharapkan untuk meningkatkan kinerja petugas dalam penjaringan suspek TB sehingga penemuan dini kasus baru TB bisa dilaksanakan.
No Faktor penyebab
Masalah Tolak ukur Keterangan
1 Metode Kurangnya penyuluhan di dalam dan luar gedung mengenai penyakit TB Paru, cara dan program penanggulangan TB Paru di puskesmas.
Kurangnya kegiatan penjaringan suspek TB Paru secara aktif ke masyarakat.
Kurangnya kerjasama dengan kader atau kelurahan dalam hal pencatatan dan pelaporan kasus suspek TB.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB.
.Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB.
Penyuluhan seputar TB Paru masih sangat minim dan informasi yang diberikan oleh kader saat posyandu tidak optimal.
Kegiatan penjaringan suspek TB paru secara aktif ke masyarakat hanya dilakukan 10x dalam setahun akibat keterbatasan dana.Puskesmas Lubuk kilangan belum membentuk sistem sistem pencatatan dan pelaporan kasus suspek TB yang melibatkan kerja sama lintas sektoral baik dengan kelurahan, kader, maupun bidan praktek swasta.
68
Tidak adanya pemberian reward bagi kader yang menemukan dan melaporkan kasus suspek TB.
Kurangnya kerja sama dengan organisasi masyarakat ataupun pihak swasta yang bergerak dalam upaya penanggulangan TB.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan kepala Puskemas.
Wawancara dengan penanggung jawab program P2 TB dan kepala Puskemas.
Puskesmas Lubuk Kilangan belum menerapkan sistem pemberian reward bagi kader yang menemukan dan melaporkan temuan suspek TB sesuai dengan kriteria suspek TB yang telah ditentukan. Pemberian reward ini cukup penting dalam meningkatkan semangat para kader dalam membantu penjaringan suspek TB.
Puskesmas Lubuk Kilangan belum melakukan kerja sama lintas sektoral dengan organisasi masyarakat (LSM) ataupun pihak swasta yang juga bergerak dalam penanggulan TB paru.
No Faktor penyebab
Masalah Tolak ukur Keterangan
1 Lingkungan Adanya stigma di masyarakat bahwa TB paru adalah penyakit yang memalukan.
Wawancara dengan masyarakat dan penyebaran kuesioner
Dari 30 responden didapatkan bahwa masyarakat yang menganggap TB paru sebagai penyakit yang memalukan 62%
69
Gambar 4.4 Diagram Ischikawa “Rendahnya Cakupan Penjaringan Suspek TB di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan”
70
ManusiaKader P2 TB
Tidak adanya kader yang khusus untuk program P2TB sehingga tidak optimalnya penemuan kasus P2TB di lapangan.
MasyarakatMasih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru, dan program penanggulangan TB paru di Puskesmas.
Tenaga Kesehatan Tidak adanya petugas Puskesmas yang
dikhususkan untuk pnjaringan suspek TB secara aktif ke masyarrakat di wilayah kerja Puskesmas
Kurangnya petugas laboratorium untuk pemeriksaan dahak pasien TB.
Material Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti
papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru di tempat-tempat umum.
Kurangnya alokasi dana untuk penjaringan suspek TB secara aktif oleh petugas puskesmas.
Rendahnya Cakupan Penjaringan Suspek TB di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
Metode Kurangnya penyuluhan di dalam dan luar gedung
mengenai penyakit TB Paru dan program penanggulangan TB Paru di puskesmas.
Kurangnya kegiatan penjaringan suspek TB Paru secara aktif ke masyarakat oleh petugas khusus penjaringan suspek TB yang ditunjuk oleh kepala Puskesmas.
Kurangnya kerjasama lintas sektoral dengan kelurahan atau masyarakat (kader) dalam hal sistem pencatatan dan pelaporan kasus suspek TB.
Tidak adanya pemberian reward bagi kader yang menemukan dan melaporkan kasus suspek TB.
Kurangnya kerja sama dengan organisasi masyarakat atau pihak swasta yang juga bergerak dalam upaya penanggulangan TB.
Lingkungan Adanya stigma di masyarakat bahwa TB
paru adalah penyakit yang memalukan.
4.4 Alternatif Pemecahan Masalah
1. Manusia
Melakukan penyuluhan individu dan massal di dalam dan di luar gedung
mengenai bahaya dan perlunya pengobatan dini pada TB.
Pelaksana : Petugas pemberantasan penyakit TB (P2TB), petugas
promosi kesehatan, dan kader pemberantasan penyakit
TB (P2TB).
Pelaksanaan :
- Dalam gedung : Sebelum pelayanan/pengobatan untuk penyuluhan massal
dan selesai pengobatan untuk pasien yang datang dengan
keluhan batuk lama atau berdarah.
- Luar gedung : Penyuluhan massal saat Majlis Ta’lim, kegiatan PKK,
karang taruna, wirid remaja, sekolah.
Sasaran : Pengunjung puskesmas Lubuk Kilangan dan posyandu
serta masyarakat di wilayah kerja.
Waktu : 1 x sebulan di dalam dan 1x sebulan di luar gedung di
kelurahan yang berbeda tiap bulannya.
Tempat : Di puskesmas, posyandu, masjid, kantor lurah, sekolah
Target :
- Dalam gedung : Semua pengunjung puskesmas dan posyandu
mendapat penyuluhan tentang pemberantasan
penyakit menular.
71
- Luar gedung : Penyuluhan diikuti oleh minimal 25 orang disetiap
kelurahan
Pembentukan kader yang khusus untuk program P2TB pada setiap
Posyandu yang ada di wilayah kerja.
Pelaksana :Kepala Puskesmas yang bekerja sama dengan pejabat
setempat.
Pelaksanaan : Merekrut kader baru dan memberikan pelatihan kepada
kader baru tersebut.
Sasaran : Masyarakat setempat.
Waktu : Minggu pertama bulan januari 2012.
Tempat : Puskesmas.
Target : Adanya kader khusus untuk P2TB yang membantu dalam
pencapaian target penemuan kasus baru TB paru.
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk menempatkan 1 orang
petugas Puskesmas yang khusus untuk penjaringan aktif suspek TB di
wilayah kerja Puskesmas.
Pelaksana : Kepala Puskesmas, P2TB.
Pelaksanaan : Musyawarah dalam staff meeting Puskesmas untuk
menunjuk 1 petugas puskesmas yang ditugaskan untuk
kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif.
Sasaran : Petugas penjaringan suspek TB
Waktu : Januari 2012
72
Target : Tersedianya petugas Puskesmas yang ditugaskan khusus untuk
melakukan penjaringan suspek TB secara langsung ke
lapangan.
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas agar dapat menambah 1 orang
petugas laboratorium.
Pelaksana : Kepala Puskesmas
Pelaksanaan : Mengusulkan kepada Dinas Kesehatan Kota untuk
menambah 1 orang petugas laboratorium di puskesmas
Lubuk Kilangan.
Sasaran : Petugas laboratorium
Waktu : Januari 2012
Target : Tersedianya petugas laboratorium yang selalu berada di tempat
terutama setiap terjaringnya pasien suspek TB.
2. Material
Penyebaran dan penempelan leaflet dan poster mengenai penyakit
tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan.
Pelaksana : Petugas Promosi Kesehatan, petugas P2TB dan kader
P2TB.
Pelaksanaan : Penyebaran pamflet sewaktu penyuluhan di Posyandu
dan penyebaran pamflet pada pengunjung Puskesmas.
Penempelan poster di puskesmas dan tempat-tempat
umum lainnya.
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Lubuk Kilangan.
73
Waktu : Pamflet dan poster disebar dan ditempel pada waktu
penyuluhan.
Tempat : Puskesmas, Posyandu dan tempat-tempat umum.
Target :
- Minimal tertempel pamflet di 5 tempat strategis pada masing-masing
kelurahan.
- Minimal tersebar 25 lembar leaflet tiap penyuluhan.
Mengusulkan kepada kepala puskesmas untuk meningkatkan alokasi
dana untuk penjaringan suspek TB aktif melalui kerja sama lintas sektor
baik dengan kecamatan, organisasi masyarakat, ataupun pihak swasta.
Pelaksana : Kepala puskesmas dan pemegang program TB.
Pelaksanaan : Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff
meeting dan LOKMIN puskesmas.
Sasaran : Alokasi dana untuk penjaringan suspek TB
Waktu : Januari 2012 dan April 2012
Tempat : Puskesmas.
Target : Pengalokasian dana khusus untuk penjaringan suspek TB
secara aktif oleh petugas Puskesmas.
3. Metode
Mengadakan penyuluhan dengan menggunakan sarana audiovisual dalam
penyuluhan-penyuluhan tentang TB.
Pelaksana : Petugas Promosi Kesehatan, petugas P2TB, dan kader
kesehatan.
74
Pelaksanaan : Membuat film pendek tentang TB dan bahayanya.
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas.
Waktu : 3 kali setahun
Tempat : Di puskesmas, posyandu, dan kantor lurah.
Target : Tercapainya penyuluhan yang informatif, komunikatif dan
menarik.
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk meningkatkan kegiatan
penjaringan suspek TB secara aktif di wililayah kerja Puskesmas oleh
petugas khusus penjaringan suspek TB.
Pelaksana : Kepala puskesmas dan pemegang program TB.
Pelaksanaan : Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff
meeting dan LOKMIN puskesmas.
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Waktu : Januari 2012 dan April 2012
Tempat : Puskesmas.
Target : Kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif di wilayah
kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk membentuk sistem
pencatatan dan pelaporan kasus suspek TB yang melibatkan kerja sama
dengan masyarakat (kader) atau kelurahan.
Pelaksana : Kepala puskesmas dan pemegang program TB.
Pelaksanaan : Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff
meeting dan LOKMIN puskesmas.
75
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Waktu : Januari 2012 dan April 2012
Tempat : Puskesmas.
Target : Pembentukan sistem yang pencatatan dan pelaporan suspek
TB yang melibatkan kerja sama dengan masyarakat (kader)
atau kelurahan
Pemberian reward untuk setiap kader P2TB yang dapat menemukan kasus
baru TB paru di wilayahnya.
Pelaksana : Kepala Puskesmas dan pemegang program.
Pelaksanaan : Musyawarah dalam staff meeting Puskesmas dalam
penyediaan anggaran khusus untuk pemberian reward
pada kader yang dapat menemukan kasus baru TB paru.
Sasaran : Kader P2TB.
Waktu : Januari 2012 dan Februari 2012
Target : Tersedianya dana khusus untuk memberikan reward pada
setiap kader yang dapat menemukan kasus baru TB paru.
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk menjalin kerja sama
dengan organisasi masyarakat (LSM) ataupun pihak swasta yang
bergerak dalam upaya penanggulangan TB.
Pelaksana : Kepala puskesmas dan pemegang program TB.
Pelaksanaan : Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff
meeting dan LOKMIN puskesmas.
76
Sasaran : organisasi masyarakat atau pihak swasta yang bergerak
dalam upaya penanggualangan TB.
Waktu : Januari 2012.
Tempat : Puskesmas.
Target : Terlaksananya kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif
dengan lebih optimal melalui kerja sama lintas sektoral
dengan organisasi masyarakat maupun pihak swasta.
4. Lingkungan
Mensosialisasikan bahwa penyakit TB bukan merupakan suatu aib bagi
keluarga atau invidu tersebut, tapi TB merupakan penyakit menular yang
berbahaya yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur.
Pelaksana : Dokter Puskesmas dan pimpinan puskesmas.
Pelaksanaan : Mengadakan penyuluhan atau talk show dengan
narasumber dokter Pukesmas atau dokter ahli paru dan
mantan penderita TB yang telah dinyatakan sembuh.
Sasaran : Masyarakat di wilayah kerja puskesmas Lubuk kilangan
Waktu : 1 – 2 kali setahun.
Tempat : Puskesmas atau Kantor camat.
Target : Masyarakat lebih memahami bahwa TB bukan aib,
sehingga masyarakat mau memeriksakan diri ke
puskesmas.
77
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pencapaian Puskesmas Lubuk Kilangan untuk cakupan penjaringan suspek TB
paru pada tahun 2009 yaitu 52,94%, % dari target yang seharusmya dicapai adalah 100%.
Sementara pada tahun 2010, angka penjaringan suspek TB paru terdapat penurunan yang
signifikan dimana pada tahun 2010 angka penjaringan suspek hanya mencapai 27%. Hal
ini sangat jauh dari target yang diharapkan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan cakupan penjaringan suspek TB paru belum
mencapai target adalah :
Tidak adanya kader khusus untuk P2TB di setiap posyandu.
Tidak adanya petugas yang dikhususkan untuk kegiatan penjaringan suspek TB
langsung ke lapangan.
Masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB Paru,
dan program penanggulangan TB paru di Puskesmas
Kurangnya penyuluhan di dalam dan di luar puskesmas mengenai penyakit TB Paru
khususnya dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri
segera apa bila terdapat gejala klinis yang menyerupai gejala TB Paru.
Tidak adanya kegiatan penjaringan suspek TB Paru secara aktif ke masyarakat.
Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet,
dan leaflet tentang penyakit TB paru.
Kurangnya alokasi dana untuk pelaksanaan kegiatan penjaringan suspek TB secara
aktif ke masyarakat.
78
5.2 Saran
Promosi kesehatan :
1. Melakukan penyuluhan rutin kepada masyarakat tentang penyakit TB
paru, pengambilan dahak yang benar, dan program puskesmas tentang
penanggulangan TB paru.
2. Memanfaatkan media informasi seperti poster, leaflet dan pamflet untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang TB paru.
Penanggung jawab P2TB:
1. Melakukan penjaringan suspek TB Paru secara aktif ke masyarakat.
2. Mengadakan penyuluhan dengan menggunakan sarana audiovisual
dalam penyuluhan-penyuluhan tentang TB.
Kepala Puskesmas:
1. Mengoptimalkan penggunaan dana yang ada di puskesmas dalam rangka
meningkatkan penjaringan suspek TB Paru.
2. Pembentukan kader yang khusus untuk program P2TB pada setiap
Posyandu yang ada di wilayah kerja, bekerja sama dengan tokoh
masyarakat setempat.
3. Pemberian reward untuk setiap kader P2TB yang dapat menemukan
kasus baru TB paru di wilayahnya.
79
DAFTAR PUSTAKA
1. Media, Yulfira. Rekomendasi hasil studi kajian pengembangan model
penanggulangan penyakit Tuberkulosis (TB) paru melalui pendekatan social
budaya di provinsi Sumatera barat. BPPD. Padang: 2010
2. Depkes RI. Pedoman nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan pertama
edisi ke 2. Jakarta: 2008.
3. Depkes RI. Pedoman nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan pertama
edisi ke 2. Jakarta: 2007.
4. Depkes RI. Pharmaceutical care untuk penyakit Tuberkulosis. Jakarta: 2005
5. Puskesmas Lubuk Kilangan. Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun
2010. Padang.
6. Widodo, Eddy. Upaya peningkatan peran masyarakat dan tenaga kesehatan
dalam pemberantasan Tuberkulosis. IPB. Bogor: 2004.
7. Depkes RI. Buku Pedoman Penysunan Strategi KIE. Jakarta: 2001
8. Depkes RI. Pedoman penemuan dan pengobatan penderita Tuberkulosis Paru.
Jakarta: 1994.
9. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas. Diunduh dari:
http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011.
10. Puskesmas Lubuk Kilangan. Laporan Tahunan P2 TB Paru 2010. Padang.
11. Puskesmas Lubuk Kilangan. Laporan Triwulan III P2 TB Paru 2011. Padang.
12. Puskesmas Lubuk Kilangan. Laporan tahunan Program Gizi Puskesmas Lubuk Kilangan
tahun 2010. Padang.
80
13. Puskesmas Lubuk Kilangan. Laporan tahunan Puskesmas Lubuk Kilangan tahun
2011(bulan januari-november). Padang.
81
Lampiran 1
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Setelah dijelaskan maksud penelitian, saya bersedia menjadi responden dalam
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG, dengan judul
“UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN PENJARINGAN SUSPEK
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK
KILANGAN”.
Demikian persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa paksaan dari
siapapun.
Padang, Desember 2011
Responden,
(…………………………)
82
KUESIONER
UPAYA PENINGKATAN CAKUPAN PENJARINGAN SUSPEK
TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LUBUK
KILANGAN
KARAKTERISTIK
Nama :...................................................................................
Umur :...................................................................................
Alamat :...................................................................................
Pekerjaan : 1. PNS
2. Wiraswasta
3. Ibu Rumah Tangga
4. Petani
Pendidikan : 1. Tidak tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Sarjana
Jumlah orang di rumah :........................................................................
Petunjuk pengisian kuesioner
• Pada halaman berikut terdapat sejumlah pertanyaan yang berhubungan dengan
pengetahuan masyarakat tentang tuberkulosis paru
• Beri tanda (√) pada kotak yang tersedia
PERTANYAAN
1. Tuberkulosis paru adalah ?
□ Penyakit infeksi yang menular
□ Penyakit keturunan
83
□ Penyakit karena tua
□ Tidak tahu
2. Apa penyebab Tuberkulosis Paru?
□ Virus
□ Kuman
□ Pertahanan tubuh menurun
□ Tidak tahu
3. Apa saja cara penularan Tuberkulosis paru ?
□ Bersin dan batuk
□ Batuk saja
□ Bersentuhan dengan penderita Tuberkulosis paru
4. Apakah gejala dan tanda penderita tuberkulosis?
□ Batuk berdahak lebih dari 2 minggu
□ Batuk berdahak campur darah
□ Berat badan tidak naik/kurus
□ Semua benar
□ Tidak tahu
84
5. Apa jenis pemeriksaan yang dilakukan untuk memastikan tuberkulosis di
puskesmas?
□ Pemeriksaan dahak
□ Pengukuran berat badan
□ Pengukuran tensi
6. Apakah anda tahu pemeriksaan penyakit tuberkulosis di Puskesmas gratis?
□ Tahu
□ Tidak tahu
7. Apakah anda tahu pengobatan penyakit tuberkulosis di Puskesmas gratis?
□ Tahu
□ Tidak tahu
8. Apakah anda tahu penyakit tuberkulosis bisa menular?
□ Tahu
□ Tidak tahu
9. Bagaimana cara mencegah penularan penyakit tuberkulosis?
□ Menutup mulut dan hidung ketika batuk dan bersin
□ Tidak berkontak lama dengan penderita tuberkulosis
10. Dari mana mendapatkan informasi tentang tuberkulosis?
□ Penyuluhan
85
□ Iklan di TV
□ Tidak pernah dapat
11. Berapa lama jika seorang penderita TB Paru harus minum obat?
□ Sampai batuk hilang
□ Minimal 6 bulan
□ 2 bulan
12. Apa yang anda lakukan jika anda batuk lebih dari 2 minggu?
□ Minum kecap ditambah jeruk nipis
□ Berobat ke dukun kampung
□ Berobat ke Puskesmas
□ Diamkan saja, bisa sembuh sendiri
13. Menurut anda apakah penyakit TB penyakit yang memalukan?
□ Iya
□ Tidak
14. Apakah TB bisa disembuhkan?
□ Bisa
□ Tidak bisa
86
Lampiran 2
87
9
60
31
Persentase tingkat pengetahuan masyarakat Lubuk Kilangan tentang TB
tingkat pengetahuan tinggitingkat pengetahuan sedangtingkat pengetahuan rendah
88
Rencana dan Jadwal Kegiatan Upaya Peningkatan Cakupan Penjaringan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Lubuk Kilangan
No. Kegiatan PelaksanaanBulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1.
Melakukan penyuluhan individu dan massal di dalam dan di luar gedung
mengenai bahaya dan perlunya pengobatan dini pada TB.
• Konsultasi dan edukasi individu yang dirujuk ke bagian P2TB dari BP
• Pelaksana : P2TB• Tempat : Puskesmas• Penyuluhan massal rutin dalam
gedung• Pelaksana : PromKes, P2TB• Tempat : Puskesmas• Penyuluhan massal rutin luar gedung• Pelaksana : PromKes, P2TB• Tempat
- Posyandu- Mesjid/Kelurahan/kecamatan- Sekolah
2
Pembentukan kader yang khusus untuk program P2TB pada setiap Posyandu yang
ada di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
• Pertemuan lintas sektor dalam membahas pembentukan dan perekrutan Kader khusus TB Posyandu
• Pelaksana : P2TB, PromKes, Lurah, Camat, RW, RT, Kader Posyandu
• Tempat : kantor Lurah
• Pelatihan Kader khusus TB• Pelaksana : Dokter puskesmas, P2TB,
Promkes• Tempat : Puskesmas
No Kegiatan Pelaksanaan Bulan
89
Lampiran 3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk menem patkan 1 orang petugas
Puskesmas yang khusus untuk penjaringan aktif suspek TB di wilayah kerja
Puskesmas.
• Musyawarah dalam staff meeting Puskesmas untuk menunjuk 1 petugas puskesmas yang ditugaskan untuk kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif.
• Pelaksana : staf puskesmas• Tempat : Puskesmas
4
Penyebaran dan penempelan leaflet dan poster mengenai penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Kilangan
• Penyebaran leaflet sewaktu penyuluhan di Posyandu dan penyebaran leaflet pada pengunjung Puskesmas.
• Pelaksana : P2TB, PromKes, Kader Posyandu
• Tempat : Puskesmas dan Posyandu
• Penempelan poster di puskesmas dan tempat-tempat umum lainnya.
• Pelaksana : PromKes, P2TB, Kader posyandu
• Tempat : Puskesmas, Posyandu, TTU
5
Mengusulkan kepada kepala puskesmas untuk meningkatkan alokasi dana untuk
penjaringan suspek TB aktif melalui kerja sama lintas sektor baik dengan kecamatan
ataupun pihak swasta.
• Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff meeting dan LOKMIN puskesmas.
• Pelaksana : Staf Puskesmas• Tempat : Puskesmas
No Kegiatan Pelaksanaan Bulan
90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
6
Mengadakan penyuluhan dengan menggunakan sarana audiovisual dalam
penyuluhan-penyuluhan tentang TB
Membuat film pendek tentang TB dan bahayanya
Pelaksana : Staf Puskesmas Tempat : Puskesmas
Penyuluhan melalui film pendek Pelaksana : PromKes, P2TB Tempat : kelurahan, puskesmas,
sekolah
7
Mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk mengadakan kegiatan penjaringan suspek TB secara aktif di wilayah kerja
Puskesmas oleh petugas khusus penjaringan suspek TB.
• Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff meeting dan LOKMIN puskesmas.
• Pelaksana : Staf Puskesmas• Tempat : Puskesmas
8
Mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk membentuk sistem pencatatan dan
pelaporan kasus suspek TB yang melibatkan kerja sama dengan masyarakat
(kader) atau kelurahan.
• Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff meeting dan LOKMIN puskesmas.
• Pelaksana : Kepala puskesmas, P2TB, Camat, Lurah, Kader posyandu.
• Tempat : Puskesmas dan Kelurahan.• Memberlakukan sistem pencatatan dan
pelaporan bertingkat mulai dari masyarakat, kader kesehatan dan organisasi terkait.
• Pelaksana : Masyarakat, Kader TB di posyandu, LSM, P2TB, PromKes
• Tempat : Posyandu, kelurahan, puskesmas
No Kegiatan PelaksanaanBulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
91
9
Mengusulkan kepada kepala Puskesmas untuk menjalin kerja sama dengan
organisasi masyarakat (LSM) ataupun pihak swasta yang bergerak dalam upaya
penanggulangan TB
• Musyawarah dengan staff puskesmas pada saat staff meeting dan LOKMIN puskesmas.
• Pelaksana : kepala puskesmas, P2TB• Tempat : puskesmas
10
Pemberian reward untuk setiap kader P2TB yang dapat menemukan kasus baru
TB paru di wilayahnya.
• Musyawarah dalam staff meeting Puskesmas dalam penyediaan anggaran khusus untuk pemberian reward pada kader yang dapat menemukan kasus baru TB paru.
• Pelaksana : Staf Puskesmas• Tempat : Puskesmas
• Mensosialisasikan tentang pemberian reward kepada kader TB di masyarakat (bersamaan saat pelatihan kader TB)
• Pelaksana : kepala puskesmas, P2TB• Tempat : Puskesmas
11
Mensosialisasikan bahwa penyakit TB bukan merupakan suatu aib bagi keluarga,
tapi TB merupakan penyakit menular yang berbahaya yang dapat disembuhkan
dengan pengobatan yang teratur.
• Mengadakan penyuluhan dan talk show dengan narasumber dokter Spesialis Paru dan mantan penderita TB yang telah dinyatakan sembuh.
• Pelaksana : P2TB, PromKes, dokter Sp.P, mantan penderita TB
• Tempat : Kantor Camat
92
Lampiran 4
93
Lampiran 5. Foto – foto Analisis Situasi
Ket : Kurangnya pemanfaatan media informasi seperti papan informasi, poster, pamflet, dan leaflet tentang penyakit TB paru dimedia informasi di Puskesmas Lubuk Kilangan.
94