bab i lagi bu murni.docx
DESCRIPTION
biologiTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pencemaran ekosistem alam, bukanlah hal yang baru, namun telah ada
sejak manusia menggunakan lingkungan untuk memenuhi hidupnya. Pencemaran
tersebut terjadi salah satunya adalah disebabkan oleh kegiatan manusia dalam
rangka usaha pemenuhan kebutuhan manusia seperti sandang, pangan, papan,
pemukiman, bahan bakar dan lain-lain. kegiatan-kegiatan manusia tersebut dapat
menghasilkan limbah, baik itu limbah domestik dan limbah industri yang
menyebabkan terjadinya pencemaran bila mengkontaminasi lingkungan darat
maupun lingkungan perairan
Pesatnya laju pertumbuhan pembangunan terutama dibidang industri,
pertanian, pertambangan, memungkinkan manusia memanfaatkan berbagai jenis
bahan kimia termasuk logam berat untuk proses kegiatan-kegiatan tersebut.
Dimana, kecenderungan pembangunan industri dan pertambangan yang
dijalankan oleh manusia yang menggunakan logam berat sebagai pendukung
kegiatannya, akan menghasilkan limbah, yang limbahnya tidak dikelola agar tidak
terbuang ke lingkungan. Fakta-fakta tersebutlah yang telah terjadi pada beberapa
daerah di pulau Lombok, lebih khususnya di Kecamatan Janapria Lombok
Tengah. Kegiatan perindustrian tambang tradisional yang marak terjadi,
dikarenakan hasil yang menjanjikan. Kegiatan industri pertambangan yang banyak
dilakukan adalah usaha penggelondongan emas tradisional.
2
Pada penelitian ini, diambil sampel berupa air, tanah/sedimen, tanaman
yang berada di sekitar area pertambangan dan rambut pekerja industri
pertambangan emas tradisional, yaitu tepatnya di daerah Desa Saba dan Desa
Loangmaka di Kecamatan Janapria Kabupaten Lombok Tengah yang dimulai
sejak 3 tahun lalu. Penambangan emas ini secara proses menggunakan bahan
kimia yaitu merkuri (Hg).
Dalam kegiatan pertambangan emas rakyat (artisanal mining), salah satu
proses untuk mendapatkan emas adalah proses amalgamasi, di mana proses
amalgamasi adalah proses percampuran antara emas dan merkuri (Hg). Teknik
amalgamasi dilakukan dengan cara mencampur batuan yang mengandung logam
emas dan merkuri dengan menggunakan tromol. Dalam kegiatan tersebut
dibutuhkan aliran air untuk memisahkan batuan halus dan amalgam (campuran
merkuri dan emas) yang dialirkan ke kolam penampungan limbah (tailling).
Proses pertambangan emas tradisional tersebut menggunakan logam merkuri (Hg)
untuk proses produksi emas, sudah pasti menghasilkan limbah dan limbah yang
dikeluarkan dari pertambangan tersebut adalah limbah cair yang selanjutnya
limbah tersebut dibuang pada suatu wadah yang alirannya menuju ke beberapa
titik penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup, antara lain menuju daerah
persawahan dan selokan.
Adanya pertambangan emas tradisional di Kabupaten Lombok Tengah
memberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat dan meningkatkan perekonomian
masyarakat setempat. Namun disamping itu, ternyata pertambangan emas
tradisional ini juga memberi dampak negatif, berdasarkan observasi, banyak
3
masyarakat yang mengalami keluhan penyakit seperti gatal-gatal setelah
menyentuh limbah, baik itu berupa tanah ataupun sedimen maupun air limbah
yang ditampung dalam wadah seperti kolam yang salurannya menuju ke daerah
sebagai penghasil pangan bagi manusia seperti sawah dan kebun. Bahkan tak
tanggung-tanggung pengelola industri pertambangan kerap mengonsumsi buah
dari tanaman yang ditanam hanya berjarak beberapa sentimeter dari wadah
penampung limbah. Bukan hanya itu saja, tanaman yang ditanam oleh pengelola
industri pertambangan emas dimakan oleh hewan peliharaan. Berdasarkan
informasi tersebut, maka perlu dilakukan analisis kandungan logam berat seperti
merkuri. Untuk pemeriksaan logam secara kuantitatif dilakukan dengan metode
Spektrofotometri UV visible karena metode ini tidak memerlukan pemisahan
unsur-unsur logam dalam cuplikan dan cocok untuk pengukuran sampel dengan
konsentrasi yang rendah. Spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk mengukur
energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang.
Pada penelitian ini, diterapkan metode baru dengan menggunakan bahan
Thio Michlers Ketone dalam menganalisis logam berat khususnya merkuri, guna
mengidentifikasi logam merkuri. Thio Michlers Ketone diharapkan akan
memberikan hasil yang lebih optimal dalam analisis logam berat, khususnya
logam merkuri. Sebelumnya, telah banyak peneliti lain yang telah mengangkat
mengenai analisis logam berat merkuri dengan metode spektrofotometri UV-Vis
namun menggunakan reagen pengompleks yang biasa disebut dengan ditizon,
namun nampaknya ada beberapa kekurangan dari pelarut ditizon, yaitu bahan
ditizon kurang selektif karena dalam pengujiannya, banyak kation lain yang ikut
4
bereaksi. Hal ini maksudnya, selain dengan logam Hg, ditizon dalam waktu yang
bersamaan sangat mudah membentuk kompleks dengan logam pengganggu lain
seperti Pb, Cu, Cd, Zn dan Ag. Apabila kompleks logam-ditizonat mempunyai
energi transisi elektronik yang berdekatan maka pengukuran absorbansi dari salah
satu kompleks akan terganggu bila kompleks tersebut bercampur dengan
kompleks lain, selain itu kompleks raksa-ditizonat sangat sensitif terhadap cahaya,
warna dan kestabilannya akan terganggu bila dibiarkan kontak secara langsung
dengan sinar, sehingga agar kondisi larutan kompleks dan absorbansi yang
dihasilkan lebih stabil, maka larutan kompleks harus disimpan di tempat yang
relatif gelap (Imansyah, 1992). Oleh karena zat pengompleks Thio Michlers
Ketone lebih bersifat spesifik, selektif, serta efektif terhadap ion Hg, maka
diharapkan metode tersebut dapat lebih efektif dalam menganalisis logam berat
termasuk merkuri dibandingkan ditizon. Pada penelitian ini pula, bertujuan untuk
mengaplikasikan metode analisis menggunakan Thio Michlers Ketone pada
berbagai sampel, baik itu sampel padat maupun cair, agar dapat membuktikan
keberhasilan dari bahan pengompleks Thio Michlers Ketone pada berbagai jenis
sampel.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang dibahas di atas, baik itu
mengenai pembuangan limbah pada lingkungan, juga masalah analisis merkuri
(Hg) yang diharapkan lebih efektif dan selektif menggunakan metode
spektrofotometri dengan bahan Thio Michlers Ketone dibandingkan dengan
ditizon, sehingga diterapkan metode baru yaitu spektrofotomerti UV-visible
dengan bantuan Thio Michler Ketone sebagai bahan yang sangat sensitif dalam
5
menganalisis logam berat, khususnya merkuri (Hg), penulis mengangkat
penelitian dengan judul “Penggunaan Thio Michlers Ketone (TMK) Dalam
Menganalisis Merkuri (Hg) Dalam Air, Tanah, Tanaman dan Rambut Secara
Spektrofotometri UV-Vis”
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah yang disajikan pada penelitian ini supaya lebih terarah
dan tidak terbawa pada kajian yang tidak terbatas adalah sebagai berikut.
1. Logam berat yang dianalisis adalah logam merkuri (Hg)
2. Objek penelitian ini adalah di beberapa daerah penggelondongan emas di
Desa Saba dan Desa Loangmaka di Kecamatan Janapria, Kabupaten Lombok
Tengah yang sampelnya berupa sampel air, tanah/sedimen, tanaman dan
rambut.
3. Metode yang digunakan adalah dengan metode spektrofotometri UV-Vis
dengan pereaksi Thio Michler Keton (TMK)
1.3 Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang dikaji dalam penelian ini adalah sebagai berikut.
1. Berapa λ maksimum senyawa kompleks Hg-Thio Michler’s Ketone
berdasarkan pengukuran secara spektrofotometri UV-Vis ?
2. Berapakah kandungan logam merkuri dalam air dan tanah pada penampungan
limbah, tanaman yang tumbuh di sekitar penampungan limbah serta rambut
pekerja gelondongan emas di beberapa desa di Kecamatan Janapria?
6
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Menentukan λ maksimum senyawa kompleks Hg-Thio Michler’s Ketone
berdasarkan pengukuran secara spektrofotometri UV-Vis
2. Menentukan kandungan logam merkuri dalam air dan tanah pada
penampungan limbah, tanaman yang tumbuh di sekitar penampungan limbah
serta rambut pekerja gelondongan emas di beberapa desa di Kecamatan
Janapria.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumbangsih bagi pengembang ilmu pengetahuan yang ingin
mendalami mengenai studi analisis merkuri dengan metode spektrofotometri
UV-vis.
2. Memberi informasi kepada pembaca mengenai analisis merkuri (Hg) dengan
4,4bis-(Dimethylamino) thiobenzophenone dengan metode spektrofotometri
sinar tampak.
3. Mengemukakan metode baru mengenai analisis merkuri (Hg) dengan metode
spektrofotometri sinar tampak dengan bantuan suatu bahan yang sangat
sensitif dan efektif dalam menganalisis logam berat yaitu 4,4bis-
(Dimethylamino) thiobenzophenone atau Thio Michler Ketone.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran
Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang No 23 tahun
1997 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran perairan adalah
suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem
perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi
kehidupan dan proses industri (Bryan, 1984). Darmono (1995) mengklasifikasikan
sumber pencemaran logam berat berdasarkan lokasinya, pada perairan estuaria,
pencemaran memiliki hubungan yang erat dengan penggunaan logam oleh
manusia. Pada perairan laut lepas kontaminasi logam berat biasanya terjadi secara
langsung dari atmosfer atau karena tumpahan minyak dari kapal-kapal tanker.
Sedangkan di perairan sekitar pantai kontaminasi logam kebanyakan berasal dari
mulut sungai yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri atau
pertambangan.
2.2 Logam Berat
Logam berat adalah unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5
gram/cm3, terletak di sudut kanan bawah periodic, mempunyai afinitas yang tinggi
8
terhadap unsure S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4
sampai 7 (Purnama, 2009).
Logam adalah unsur yang dapat diperoleh dari lautan, erosi batuan
tambang dan vulkanisme (Clark, 1986). Proses alam seperti perubahan siklus
alami mengakibatkan batuan-batuan dan gunung berapi memberikan kontribusi
yang sangat besar ke lingkungan. Selain itu masuknya logam berat juga berasal
dari aktivitas manusia, seperti pertambangan minyak, emas dan batu bara,
pembangkit tenaga listrik, pestisida, keramik, peleburan logam dan pabrik-pabrik
pupuk serta kegiatan industri lainnya (Suhendrayatna, 2001).
Logam berat memiliki pengaruh spesifik biokimiawi di dalam hewan dan
tumbuhan. Terdapat 80 jenis dari 109 unsur kimia di muka bumi ini yang telah
teridentifikasi sebagai jenis logam berat. Beberapa logam berat yang berbahaya
dan sering mencemari lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb),
arsenik (As), kadmium (Cd), chromium (Cr), dan nikel (Ni). Di alam, logam
sangat jarang ditemukan dalam elemen tunggal, biasanya dalam bentuk
persenyawaan dengan unsur lain.
Logam berat memiliki tingkat atau daya racun yang berbeda bergantung
pada jenis, sifat kimia dan fisik logam berat. Kementerian Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup 1990 membagi kelompok logam berat berdasarkan sifat
toksisitas dalam 3 kelompok, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-
unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn; bersifat toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr,
Ni, dan Co dan bersifat toksik rendah yang terdiri atas unsur Mn dan Fe (Sanusi,
2006). Sutamihardja et al. (43, 1992) mengurutkan berdasarkan sifat kimia dan
9
fisikanya, maka tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat
diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut : merkuri (Hg), cadmium (Cd),
seng (Zn), timah hitam (Pb), krom (Cr), nikel (Ni), dan kobalt (Co).
Adanya logam berat di perairan memiliki dampak yang berbahaya baik
secara langsung terhadap kehidupan organisme maupun efeknya secara tidak
langsung terhadap kesehatan manusia (Sutamihardja et al., 1992; Sanusi, 2006).
Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit didegradasi, sehingga
mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan dan keberadaannya secara alami
sulit terurai (dihilangkan), selain itu dapat terakumulasi dalam organisme
termasuk kerang dan ikan serta akan membahayakan kesehatan manusia yang
mengonsumsi organisme tersebut, serta mudah terakumulasi di sedimen, sehingga
konsentrasinya selalu lebih tinggi dari konsentrasi logam dalam air (Harun, 2008).
Sifat toksik dan sifat terurainya suatu logam berat dalam perairan
ditentukan oleh karakteristik fisik dan kimia suatu jenis logam berat dan
ditentukan juga oleh faktor lingkungan. Lingkungan atau ekosistem laut yang
mengalami gangguan kesetimbangan akibat polutan, dapat bersifat tetap
(irreversible) atau sementara (reversible) bergantung pada (Sanusi, 2006)
kemantapan ekosistem atau constancy (kecilnya pengaruh perubahan), persistensi
ekosistem atau persistent (lamanya waktu untuk kelangsungan proses-proses
normal ekosistem), kelembaman ekosistem atau inertia (kemampuan bertahan
terhadap gangguan eksternal), elastisitas ekosistem atau elasticity (kekenyalan
ekosistem untuk kembali ke keadaan semula setelah mengalami gangguan),
10
amplitudo ekosistem (besarnya skala gangguan yang masih memungkinkan
adanya daya pulih atau recovery).
Menurut Hutagalung (1984) faktor-faktor yang memengaruhi tingkat
toksisitas logam berat antara lain suhu, salinitas, pH, dan kesadahan. Penurunan
pH dan salinitas perairan menyebabkan toksisitas logam berat semakin besar.
Peningkatan suhu menyebabkan toksisitas logam berat meningkat. Sedangkan
kesadahan yang tinggi dapat mengurangi toksisitas logam berat, karena logam
berat dalam air dengan kesadahan tinggi membentuk senyawa kompleks yang
mengendap dalam air.
Tingkat toksisitas logam berat untuk biota perairan dipengaruhi oleh jenis
logam, spesies biota, daya permeabilitas biota, dan mekanisme detoksikasi,serta
lingkungan seperti pH, suhu dan salinitas (Darmono, 2001). Logam berat dapat
mengumpul (terakumulasi) di dalam tubuh suatu biota dan tetap tinggal dalam
tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun (Fardiaz, 2006). Pada batas
dan kadar tertentu semua logam berat dapat menimbulkan pengaruh yang negatif
terhadap biota perairan.
Setiap logam memiliki sifat-sifat menurut bentuk dan kemampuannya
(Palar, 2004) sebagai penghantar daya listrik (konduktor), sebagai penghantar
panas yang baik, memiliki rapatan yang tinggi, dapat membentuk alloy dengan
logam lainnya serta sebagai logam yang padat, dapat ditempa dan dibentuk.
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
11
menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, teratogen, atau karsinogen bagi manusia
maupun hewan (Widowati et al., 2008). Logam berat sebagian bersifat essensial
bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain
dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik pada biota
(Darmono, 1995).
2.3 Merkuri (Hg)
Logam merkuri (Hg) adalah salah satu trace element yang mempunyai
sifat cair dan daya hantar listrik yang tinggi (Budiono, 2003). Raksa pada fase cair
berwarna putih perak, sedangkan pada fase padat berwarna abu-abu. Logam ini
merupakan satu-satunya unsur logam berat yang berbentuk cair pada suhu kamar
(25oC) (Hutagalung, 1985). Merkuri dalam tabel periodic terdapat pada golongan
XII D, periode VI, memiliki nomor atom 80 dan berat atom 200,59 g/mol (Cotton
dan Geoffrey, 1989:61).
Menurut Fardiaz (2006) merkuri merupakan satu-satunya logam yang
berbentuk cair pada suhu kamar (25oC) dan memilki titik beku yang paling rendah
dibanding logam lainnya, yaitu 39°C. Merkuri dalam bentuk cair memiliki kisaran
suhu yang luas, yaitu 396°C, memiliki volatilitas yang tinggi dibanding logam
lainnya. Merupakan konduktor yang baik karena memilki ketahanan listrik yang
rendah. Banyak logam yang dapat dalam merkuri yang membentuk komponen
yang disebut alloy. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat toksik terhadap
semua makhluk hidup.
12
Fardiaz (2006) mengatakan bahwa merkuri di alam ditemukan dalam
bentuk gabungan dengan elemen lainnya, dan jarang ditemukan dalam bentuk
terpisah. Beliau juga mengklasifikasikan bentuk merkuri di alam menjadi dua
bentuk, yaitu merkuri anorganik, termasuk logam merkuri (Hg2+ ) dan garam-
garamnya seperti merkuri klorida (HgCl2) dan merkuri oksida (HgO2) dan
komponen merkuri organik atau organomerkuri yang terdiri dari aril merkuri yang
mengandung hidrokarbon aromatik seperti fenil merkuri asetat, adapula alkil
merkuri yang mengandung hidrokarbon alifatik dan merupakan merkuri yang
paling beracun, misalnya metil merkuri dan etil merkuri serta alkoksialkil merkuri
(ROHg).
Di perairan alami logam berat merkuri terdapat dalam bentuk Hg, Hg+ dan
Hg2+ yang ditentukan oleh kondisi reduksi atau oksidasi. Perairan dengan oksigen
terlarut cukup baik, maka Hg2+ terlarut menjadi dominan. Dalam keadaan reduksi
atau fakultatif akan terbentuk Hg dan Hg+ , dan apabila terdapat sulfit akan
terbentuk senyawa HgS (Sanusi, 2006). Kelarutan merkuri di perairan laut dalam
bentuk HgCl4 dan HgCl3 dengan klorida yang dominan. Merkuri tidak hanya larut
dalam air tetapi juga akan terabsorpsi oleh partikel-partikel tersuspensi. Dalam
substrat anoksida, merkuri ada dalam bentuk HgS dan HgS2. Sistem mikroba
dalam laut dapat mengubah semua bentuk merkuri anorganik menjadi metil
merkuri, untuk selanjutnya dapat diakumulasi oleh organisme hidup (Clark,
1999). Hal senada juga dikatakan oleh Lu (2006) bahwa unsur merkuri akan
menjadi senyawa anorganik melalui proses oksidasi dan kembali menjadi unsur
merkuri lewat reduksi.
13
Proses metilasi terpengaruh dengan adanya dominasi unsur sulfur (S),
yaitu pada keadaan anaerob dan redoks potensial yang rendah. Faktor-faktor yang
sangat berpengaruh di dalam pembentukan metil merkuri antara lain : suhu, kadar
ion Cl, kandungan organik, derajat keasaman (pH), dan kadar merkuri. Hasil akhir
dari proses metilasi adalah metil merkuri (CH3Hg) yang memiliki daya racun
tinggi dan sukar terurai dibandingkan zat asalnya.
Unsur merkuri di perairan laut secara alamiah berada dalam kadar yang
rendah, yaitu 102-10-5 mg/L. Suatu perairan dikategorikan tidak tercemar jika
kadar Hg2+ terlarut sekitar 0,020 mg/L untuk air tawar dan kurang dari 0,010 mg/L
untuk air laut (Sanusi, 2006). Kadar merkuri yang diperbolehkan untuk air minum
tidak lebih dari 0,3 μg/liter. Kadar merkuri untuk biota laut sebaiknya tidak
melebihi 0,2 μg/l. Sedangkan berdasarkan baku mutu air laut untuk budidaya
perikanan/biota laut yang tercantum Keputusan Menteri Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004, adalah 0,001 ppm.
Merkuri yang terdapat dalam limbah atau waste di perairan umum diubah
oleh aktivitas mikroorganisme menjadi komponen metil merkuri (CH3-Hg) yang
memiliki sifat racun dan daya ikat yang kuat disamping kelarutannya yang tinggi
terutama dalam tubuh hewan air. Hal tersebut mengakibatkan merkuri
terakumulasi melalui proses bioakumulasi dan biomagnifikasi dalam jaringan
tubuh hewan-hewan air, sehingga kadar merkuri dapat mencapai level yang
berbahaya baik bagi kehidupan hewan air maupun kesehatan manusia, yang
makan hasil tangkap hewan-hewan air tersebut (Budiono, 2003). Sanusi (1980)
mengemukakan bahwa terjadinya proses akumulasi merkuri di dalam tubuh
14
hewan air, karena kecepatan pengambilan merkuri (up take rate) oleh organisme
air lebih cepat dibandingkan dengan proses eksresi.
Terdapatnya merkuri di perairan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu
pertama oleh kegiatan perindustrian seperti pabrik cat, kertas, peralatan listrik,
klorin dan soda kaustik dan yang kedua oleh alam itu sendiri melalui proses
pelapukan batuan dan peletusan gunung berapi. Pencemaran merkuri yang
disebabkan kegiatan alam pengaruhnya terhadap biologi maupun ekologi tidak
signifikan (Budiono, 2003). Sanusi (1980) mengemukakan beberapa
kemungkinan bentuk merkuri yang masuk ke dalam lingkungan perairan alam,
yaitu sebagai inorganik merkuri, melalui hujan/run-off ataupun aliran sungai,
unsur ini bersifat stabil terutama pada keadaan pH rendah. Selain itu dalam
bentuk organik merkuri, yaitu fenil merkuri (C6-H5-Hg), metilmerkuri (CH3-Hg)
dan alkoksialkil merkuri atau metioksi-etil merkuri (CH3O-CH2-CH2-Hg+). Bentuk
merkuri organik yang terdapat di perairan alam dapat berasal dari kegiatan
pertanian (pestisida).
2.3.1 Efek dan Manfaat Merkuri Terhadap Manusia
Dalam tubuh manusia memiliki ketahanan homeostatis untuk mengontrol
logam berat. Walaupun begitu dalam konsentrasi yang berlebihan akan
memberikan efek keracunan secara kronik atau akut. Beberapa logam toksik,
dalam hal ini logam merkuri, mempunyai separuh hayat biologi yang panjang dan
menyebabkan akumulasi didalam tubuh.
Merkuri mempunyai tekanan uap yang tinggi dan sukar larut dalam air.
Bila ada oksigen, merkuri diasamkan langsung kedalam bentuk ionic. Uap
15
merkuri wujud (hadir) dalam bentuk monoatom yang apabila terserap kedalam
tubuh akan dibebaskan ke dasar alveolar. Merkuri anorganik (Hg+ dan Hg2+),
dimana diantara 2 tahapan pengoksidaan, Hg2+ adalah lebih reaktif. Ia dapat
membentuk kompleks dengan ligan organik, termasuk golongan sulfurhidril.
Merkuri organik yang merupakan senyawa merkuri yang terikat dengan satu
logam karbon, contohnya metil merkuri. Saluran pernapasan adalah jalan utama
penyerapan raksa dalam bentuk unsur. Persen pengendapan dan akumulasinya
adalah tinggi, lebih kurang 80 %, karena sifatnya yang larut didalam lipida. Di
dalam bentuk penyerapannya dari saluran gastrointestin sangat sedikit, mungkin
kurang dari 0,01%, karena merkuri berbentuk partikel globular yang besar. Oleh
karena itu sukar untuk melintasi selaput mukosa. Senyawa merkuri organik
dianggap lebih berbahaya dan ia dapat larut dalam lapisan lemak pada kulit yang
meliputi korda syaraf. Metil merkuri merupakan merkuri organik yang selalu
menjadi perhatian serius dalam toksikologi. Ini karena metil merkuri dapat diserap
secara langsung dalam pernapasan dengan kadar penyerapan 80% uapnya dapat
menembus membran paru-paru. Dan apabila terserap ke tubuh, ia akan terikat
dengan protein sulfurhidril seperti sistein dan glutaimine. Di dalam darah, 90%
dari metil merkuri diserap kedalam sel darah merah dan metil merkuri juga
dijumpai di dalam rambut (Hammond, 2000 : 404).
Toksisitas merkuri pada manusia dibedakan menurut bentuk senyawa Hg
yang sudah dikenal sejak abad ke 18 dan ke 19 yang disebut “Hatter’s Shakes”
(topi bergoyang), karena pada saat itu banyak pekerja di pabrik topi dan wol
menderita gejala tersebut. Gejala berlanjut dengan tremor pada otot muka, yang
16
kemudian merambat ke jari-jari, tangan dan seluruh tubuh hingga menyebabkan
kematian. Selain toksisitas Hg anorganik, bentuk Hg organik juga menimbulkan
toksisitas yang sangat berbahaya. Kasus toksisitas metil merkuri pada manusia,
baik anak maupun orang dewasa, diberitakan besar-besaran pasca perang dunia
kedua di Jepang, yang disebut Minamata Disease, yang berdasarkan penelitian
ditemukan penduduk disekitar kawasan tersebut memakan ikan yang berasal dari
laut sekitar teluk minamata yang mengandung merkuri yang berasal dari buangan
sisa industri plastik. Gejala keanehan mental dan cacat saraf mulai tampak
terutama pada anak-anak. System saraf pusat adalah target organ dari toksisitas
metil merkuri tersebut, sehingga gejala yang terlihat erat hubungannya dengan
kerusakan saraf pusat. Gejala yang timbul adalah gangguan saraf sensori
(paraethesia, kepekaan menurun dan sulit menggerakkan jari tangan dan kaki,
penglihatan menyempit, daya pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan
dan paha), gangguan saraf motorik (lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia,
tremor, gerakan lambat dan sulit berbicara) serta gangguan lain seperti gangguan
mental, sakit kepala dan hipersalivasi.
Pemanfaatan logam merkuri pada saat ini sudah hampir mencakup seluruh
aspek manusia dan lingkungan. Selama kurun waktu beberapa tahun, merkuri
telah banyak digunakan dalam bidang kedokteran, pertanian dan industri. Bidang
kedokteran telah menggunakan merkuri sejak abad 15. Dimana merkuri
digunakan untuk mengobati penyakit kelamin. HgCl digunakan untuk pembersih
luka dan sebagai bahan kosmetik. Dalam bidang pertanian, merkuri digunakan
untuk membunuh jamur sehingga baik digunakan sebagai pengawet produk
17
pertanian. Merkuri organik juga digunakan untuk pembasmi hama. Dalam bidang
industri, terbanyak adalah pabrik-pabrik alat listrik yang menggunakan lampu-
lampu merkuri untuk penerangan jalan raya. Ini disebabkan biaya pemasangan
dan operasi yang murah dan arus listriknya dapat dialiri dengan voltase yang
tinggi. Merkuri juga digunakan pada pembuatan baterai, karena baterai dengan
bahan yang mengandung merkuri dapat tahan lama dan tahan kelembaban yang
tinggi. Selain itu, merkuri juga digunakan dalam industri pembuatan klor alkali
yang menghasilkan klorin (Cl2), dimana perusahaan air minum memanfaatkan
klorin untuk penjernihan air dan pembasmi kuman (proses klorinasi), juga di
dalam pembuatan kaustik soda. Merkuri juga digunakan dalam campuran cat yang
digunakan untuk mengecat pada daerah yang mempunyai kelembaban tinggi
sehingga dapat mencegah tumbuhnya jamur. Dalam hal ini merkuri digunakan
dalam bentuk organik fenil merkuri asetat (PMA). Industri lain yang
menggunakan merkuri sebagai bahan katalis terutama pada industri vinil klorida
yang mensintesis plastic (Fardiaz, 2006).
2.4 Thio Michlers Ketone
Merupakan suatu bahan yang sangat selektif dan efektif dalam analisis
logam berat, terutama merkuri. Berbentuk bubuk berwarna merah, bersifat polar
karena larut dalam pelarut etanol. Dalam proses analisisnya menggunakan
spekrtofotometri sinar tampak, lebih stabil pembacaan absorbansinya jika
larutannya dibuat tidak pekat (0,001%). Warna larutannya yang sebelumnya
adalah kuning akan berwarna biru kehijauan jika bercampur dengan zat yang
mengandung logam berat Karen adanya bantuan dari indicator kalium
18
permnganat, sebab kalium permanganat berfungsi sebagai pewarna, sehingga
absorbansinya dapat terbaca dan ditangkap oleh spektrofotometri UV-Vis.
2.5 Metode Analisa
2.5.1 Spektrofotometri Sinar Tampak
Bila seberkas cahaya melewati larutan berwarna, maka sebagian cahaya itu
dapat ditransmisikan dan dapat pula diserap atau diadsorpsi, sesuai dengan energi
cahaya dan konsentrasi larutan itu. Energi cahaya yang diserap menyebabkan
terjadinya transisi elektron terluar atau elektron valensi (Pecksok, 1976).
Dalam spektrofotometri cahaya yang digunakan merupakan cahaya
monokromatis yang mempunyai panjang gelombang tunggal. Studi mengenai
reaksi warna dilakukan pada daerah spektrum tampak. Menurut energi cahayanya,
spektrofotometri terbagi atas daerah sinar ultra violet (220-400 nm), sinar tampak
(400-700 nm) dan sinar infra merah (700-1500 nm). Spektrofotometri ultra violet
dan infra merah biasanya digunakan untuk mempelajari dan menentukan senyawa
organik dan jarang digunakan dalam analisa runutan (Skoog, 1980).
2.5.1.1 Perangkat Peralatan Untuk Spektrofotometi Sinar Tampak
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitans atau absorban
larutan yang secara umum dapat dibagi dalam 5 komponen pokok, seperti yang
terlihat dalam gambar 2.5.1.1
Gambar 2.5.1.4 Lima komponen pokok spektrofotometer.
Sumber Cahaya
Monokromator Kuvet Detektor
Alat Penguat dan Pencatat
19
1) Sumber
Sumber radiasi untuk pengukuran serapan adalah sumber radiasi yang
mempunyai spektrum kontinyu, berintensitas yang tinggi dan stabil selama
pengukuran radiasi mula-mula (Io) maupun radiasi setelah melalui contoh (It).
Sumbe radiasi yang biasa digunakan pada daerah tampak adalah lampu
pijar dengan filamen Wolfram dan dapat digunakan pada daerah panjang
gelombang 350 sampai 2500 nm.
2) Monokromator.
Monokromator merupakan peralatan optik untuk mengisolasi panjang
gelombang tertentu dengan kemurnian spektral yang tinggi dari sumber radiasi
kontinyu. Unsur-unsur terpenting dari sebuah monokromator adalah sistim celah
dan unsur dipersif.
3) Sel atau Kuvet.
Tempat sampel, terbuat dari bahan yang tidak menyerap pada daerah
panjang gelombang yang digunakan. Kaca silikat biasa dapat digunakan pada
daerah 350 nm sampai 3,0 μm. Kuarsa dan leburan silika dapat digunakan untuk
daerah UV dibawah 350 nm. Keduanya juga dapat digunakan didalam daerah
tampak. Sel yang digunakan untuk daerah ultra violet tampak (UV-vis)
mempunyai panjang jalan sinar 1 cm.
4) Detektor
Foton-foton sinar ultra violet dan tampak mempunyai energi yang cukup
besar untuk menyebabkan dibebaskannya elektron-elektron, bila foton-foton
tersebut mengenai permukaan yang dilapisi dengan jenis-jenis senyawa tertentu.
20
Peristiwa ini akan menghasilkan arus listrik yang berbanding lurus dengan
intensitas foton yang diserap.
5) Alat Pencatat dan Penguat
Sebelum hasil yang didapat detektor dicatat, signalnya perlu diperbesar
dahulu melalui suatu amplifier. Kemudian dicatat oleh recorder melaui bentuk
grafik antara panjang gelombang versus absorbans.
2.6 Kerangka Berfikir
Industri penambangan emas secara tradisional yang dilakukan di beberapa
daerah di pulau Lombok, khususnya daerah Desa Saba dan Desa Loangmaka di
Kecamatan Janapria, memberikan keuntungan dan kerugian yang sangat berarti.
Keuntungan dari industri penambangan emas tradisional ini adalah, membuka
lapangan kerja bagi penduduk yang bertempat tinggal di area penambangan emas.
Namun, kerugiannya adalah merusak lingkungan akibat dari limbah hasil dari
penambangan emas tradisional tersebut, yaitu berupa merkuri yang merupakan
jenis logam berat yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup di sekitarnya jika
mengkontaminasi lingkungan. Maka dari hal tersebut dilakukan penelitian guna
mengetahui kadar logam berat terutama logam merkuri pada air, tanah/sedimen,
tanaman dan rambut.
Analisis logam berat merkuri telah kerap kali dilakukan dengan bantuan
pelarut ditizon. Metode analisis menggunakan ditizon kurang selektif karena
banyak kation lain yang ikut bereaksi. Oleh karena itu peneliti menyarankan
metode lain yaitu menggunakan zat pengompleks yang bersifat sangat efektif
dalam menganalisis logam berat terutama merkuri. Oleh karena zat pengompleks
21
Thio Michlers Ketone bersifat spesifik terhadap ion Hg, maka diharapkan metode
tersebut dapat lebih efektif dalam menganalisis logam berat dibandingkan ditizon.