bab i new

Upload: rizky-indah-sari

Post on 07-Mar-2016

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB I

PENDAHULUAN

Dengan semakin pesatnya perkembangan industri didalam negeri memberikan pengaruh besar terhadap lingkungan disekitar. Akan tetapi kebanyakan industri-industri tidak memperhatikan limbah-limbah yang dapat mencemari lingkungan. Dimana limbah ini memberikan dampak yang besar yaitu menurunnya kualitas lingkungan akibat limbah yang dihasilkan dari kegiatan industri baik berupa gas, cair, maupun padat. Limbah merupakan masalah utama dalam pengendalian dampak lingkungan. Limbah akan menjadi suatu yang sangat berguna dan memiliki nilai jual tinggi jika limbah diolah secara baik dan benar. Limbah yang tidak diolah akan menyebabkan berbagai pencemaran baik pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah dan juga pencemaran lain yang akan menjadi sarang penyakit. Beberapa jenis limbah tergolong sebagai limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Salah satu penghasil limbah cair adalah industri tekstil, terutama pada proses pewarnaan. Dalam proses pewarnaan tekstil banyak menggunakan air, maka jumlah air yang hilang tersebut diduga merupakan limbah cair yang pada akhirnya akan mencemari air sungai atau perairan yang mencemarinya. Air limbah tekstil ini bila dibuang ke perairan selain menyebabkan air mempunyai tingkat warna yang tinggi juga akan menyebabkan kenaikan BOD yang nyata (Gupta dkk, 1988). Limbah cair industri tekstil di Indonesia umumnya mengandung zat tersuspensi dengan konsentrasi 750 ppm dan BOD sebesar 500 ppm. Konsentrasi zat warna yang diperbolehkan untuk dibuang kelingkungan adalah 0.005 ppm dengan keasaman 7-8,5 dan bahan-bahan padat tidak melebihi 50 mg/L. (Badan Lingkungan Hidup Indonesia, 2000)Salah satu pencemar organik yang bersifat non biodegradable adalah zat warna tekstil contohnya basic methyl violet. Pewarna tekstil pada umumnya terbuat dari zat organik tak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat Zat warna tekstil pada umumnya dibuat dari senyawa azo senyawa azo bila terlalu lama berada di lingkungan akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogenik. Zat warna methyl violet tergolong dalam zat warna karbon -nitrogen yang terdapat pada gugus benzena. Gugus benzena sangat sulit didegradasi, kalupun dapat didegradasi membutuhkan waktu yang lama (Christina P.M, dkk, 2007). Zat warna dari hasil limbah sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan hingga tuntas. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi kadar pencemaran pada perairan biasanya dilakukan melalui kombinasi proses biologi, fisika dan kimia. Teknologi dengan menggunakan biomassa tumbuhan sebagai biosorben menjadi alternatif teknologi yang berpotensi untuk dikembangkan. Metode ini sangat menjanjikan terutama harganya murah, memiliki kemampuan adsorpsi yang baik, mudah diregenerasi, serta lebih aman bagi lingkungan, teknologi ini disebut biosorpsi (Volesky, 2007). Perkembangan biosorpsi akhir-akhir ini ditujukan pada pemanfaatan biomassa yang mudah didapat dan berpotensi untuk dijadikan biosorben. Pada penelitian ini coba digunakan kulit buah kakao yang diketahui mengandung selulosa dan hemiselulosa yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai biosorben.

Kulit kakao merupakan limbah pertanian yang ketersediaannya cukup melimpah dan belum maksimal dalam pemanfaatannya. Menurut Alamsyah 2007, kulit kakao dapat digunakan sebagai adsorben alternatif penjerap limbah zat warna bermuatan positif. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variasi konsentrasi dengan KNO3, tipe adsorben tanpa modifikasi, adsorben modifikasi asam terimpregnasi basa, adsorben modifikasi basa, dan interaksi antara keduanya memberikan pengaruh yang nyata terhadap kapasitas adsorpsi zat warna. Penelitian tentang penggunaan kulit kakao sebagai sorben sudah dilakukan oleh Muhib 2014 utuk menyisihkan logam berat Pb, hasil yang diperoleh mencapai 99,02%, dengan kapasitas adsorpsi maksimum 9,92 mg/g pada berat adsorben 1 gram, konsentrasi 120 ppm dengan waktu 90 menit. Pada penelitian ini akan dicoba gunakan kulit kakao untuk menyerap zat warna limbah textile yang biasa dibuang kelingkungan. Penelitian sebelumnya tentang penyerapan zat warna dilakukan oleh Paulina, dkk, 2004 dengan menggunakan Karbon mesopori dan karbon aktif dari kulit kakao dapat mengurangi konsentrasi merah reaktif-1 dari larutannya dengan kapasitas adsorpsi 526,32 mg/g untuk adsorpsi oleh karbon mesopori dan 2,33 mg/g untuk adsorpsi oleh karbon aktif dari kulit kakao. Dilanjutkan penelitan oleh Zulfikar, 2007 dengan menggunakan biosorben kulit buah kakao terhadap zat warna biru metilena diperoleh waktu kontak optimum 60 menit dengan kapasitas maksimum 174,8251 mg/g bobot biosorben 2 gr dan PH 3,04. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan digunakan limbah kulit kakao sebagai adsorben pada peneyerapan zat pewarna tekstil jenis basic methyl violet.

1.2. Perumusan Masalah

Limbah zat warna merupakan masalah utama dalam pencemaran lingkungan. Adsorben merupakan bahan yang dipakai di beberapa industri sebagai teknologi pengolahan limbah, sementara harga dari adsorben tersebut relatif mahal. Penelitian ini diharapkan dapat meminimalisir biaya dari suatu industri dengan memanfaatkan limbah kulit kakao menjadi adsorben penyerap zat pewarna jenis basic methyl violet. Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pembuatan biosorben dan tahap uji kinerja biosorben yang meliputi pengaruh waktu kontak dan pengaruh berat adsorben, serta mekanisme sorpbsi melalui pendekatan Langmuir dan Freundlich, analisa hasil penelitian meliputi kinerja adsorben, dan mekanisme adsorbsi.1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji efektifitas kulit kakao dalam menyerap zat warna jenis basic methyl violet.2. Mengkaji pengaruh konsentrasi zat warna terhadap daya serap kulit kakao dan pengaruh waktu kontak terhadap efektifitas penyerapan.3. Menguji mekanisme penyerapan melalui pendekatan isotermis adsorpsi Langmuir dan isotermis adsorpsi Freundlich.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan nilai ekonomis kulit kakao2. Memanfaatkan limbah (kulit) kakao menjadi adsorben.

3. Sebagai bahan pertimbangan bagi industri tekstil dalam menanggulangi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh zat warna tekstil1.5 . Batasan Masalah

Penelitian ini hanya mengevaluasi efektifitas penggunaan kulit kakao sebagai biosorben dalam penyerapan zat pewarna tekstil jenis basic methyl violet dengan mengkaji beberapa varibel yang yang mempengaruhi proses penyerapan diantaranya, pengaruh konsentrasi zat pewarna tekstil basic methyl violet, dan pengaruh waktu kontak terhadap persentase penyerapan. Selanjutnya mengevaluasi mekanisme adsorpsi melalui pendekatan isotherm Langmuir dan freudlich.

1