bab i pendahuluanrepository.uinbanten.ac.id/3821/3/bab i - copy edit.pdf · rasa aman merupakan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rasa aman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang
paling penting setelah kebutuhan fisik terpenuhi. Kebutuhan rasa
aman ini bisa meliputi kebutuhan akan perlindungan, keamanan,
hukum, kebebasan dari rasa takut dan kecemasan.1 Ketakutan menjadi
sesuatu yang tersimpan didalam diri manusia, seperti ketakutan yang
mendorong manusia untuk melakukan sesuatu, atau bahkan menjadi
bahaya yang melemahkan manusia itu sendiri.
Rasa takut dan cemas adalah salah satu yang berbeda dalam
kaitannya dengan phobia. Takut dapat diartikan sebagai bentuk emosi
primitif dari makhluk hidup saat menghadapi ancaman atau bahaya
dari lingkungannya. Dikatakan sebagai emosi primitif makhluk hidup
karena hewanpun dapat merasakan takut.2
Takut merupakan mekanisme perlindungan diri untuk
memberikan sinyal pada tubuh tentang peringatan adanya bahaya atau
1 Alex Sobur,Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2011), h.275 2 Suhendri Cahya Purnama, Phobia? No Way!!, (Yogyakarta: CV Andi
Offset, 2016), h. 6
2
ancaman. Rasa takut merupakan hal yang wajar dimiliki oleh
manusia. Pada dasarnya rasa takut itu bersifat netral, bisa bersifat
positif dan juga negatif. Emosi tersebut dapat bersifat positif ketika
adanya rasa takut, seseorang bisa menjadi lebih berhati-hati (tidak
ceroboh), meninggatkan ketelitian bahkan bisa menjadi hiburan
seperti aktifitas olahraga ekstrem yang memicu adrenalin namun
sering dicari untuk dinikmati. Adapun rasa takut dapat bersifat negatif
ketika emosi itu sudah sampai membuat ketidak nyamanan secara
fisik maupun psikis. Namun emosi itu masih dianggap normal ketika
tidak bersifat melumpuhkan dan objek dari ketakutan merupakan
sesuatu yang masuk akal (memang berbahaya). Namun, saat emosi itu
sudah menjadi ketakutan yang berlebihan terhadap objek yang
lazimnya tidak berbahaya, dan kejadian itu terus berulang, maka rasa
takut itu telah berkembang menjadi phobia.3
Pada hakekatnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan
keadaan yang sebaik baiknya, sebagaimana Allah SWT berfirman
dalam surat At-Tin ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah
3 Suhendri Cahya Purnama, Phobia? No Way!!..., h.8
3
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”(QS.At-tin
: 4)4
Walaupun manusia hakikatnya memiliki rasa takut yang
disebut dengan khauf didalam Al-quran, akan tetapi disisi lain
berdasarkan ayat tersebut bahwa phobia merupakan buah dari
ketakutan berlebihan yang ada dalam diri manusia sebagai salah satu
kesalahan prilaku oleh manusia itu sendiri, karena pada dasarnya
Allah menciptakan manusia dengan keadaan baik.
Penjelasan dari surat At-Tin ini dapat disimpulkan bahwa
Allah SWT menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya yaitu
dengan penuh keseimbangan, walaupun manusia diciptakan rasa takut
namun rasa takut itu telah Allah ciptakan dengan sesuai
keseimbangan tanpa berlebih-lebihan. Jika melihat manusia yang
memiliki gangguan phobia bukanlah semata-mata karna takdir dari
Allah SWT namun rasa takut itu adalah kesalahan hasil dari prilkau
manusia itu sendiri, maka dari itu permasalahn phobia ini harus
diatasi dengan cara menyembuhkannya.
Tak dapat dipungkiri phobia juga bisa menimbulkan efek
yang kurang baik kepada penderitanya, seperti yang terjadi pada AN
4 Depertemen Agama RI, al-Quran Terjamah, (Semarang:CV. Toha
Putra,1980), h. 587
4
remaja usia 20 tahun yang mengalami zoophobia atau ketakutan
irasional pada binatang yaitu kecoa. Saat melihat kecoa dari jauh saja
dia bisa merasakan tubuhnya menjadi panas dingin, bakan berlari tak
tentu arah hingga membuatnya tak menyadari keadaan disekitarnya
yang tak jarang membuatnya mendapatkan luka karena menabrak
tembok atau hal lainnya.
ES remaja usia 19 tahun yang mengalami zoophobia yaitu
pada tikus. Saat dia membicarakan tikus saja sudah membuat dia
menjadi tak nyaman dan jika melihat tikus secara langsung maka dia
akan merasa mual bahkan sampai muntah. Tentu saja hal ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja, karena akan menyebabkan orang yang
mengalami phobia menjadi terpenjara seumur hidup oleh rasa takut
yang irasional.
Salah satu teknik untuk menyembuhkan phobia yaitu dengan
menggunakan hipnoterapi. Hipnoterapi dikembangkan berdasarkan
teori psikoanalisis Freud, yang mengatakan bahwa ketakutan
irasional pada phobia bersumber dari alam bawah sadar manusia.
Oleh karena itu, dikembangkan suatu bentuk sugesti alam bawah
sadar kepada pengidap phobia. Isi sugesti berupa penanaman
kesadaran baru bahwa individu tersebut mampu mengatasi phobia -
5
nya. Bentuk sugesti ini kemudian dikenal dengan nama teknik
hipnosis yang diyakini dapat memberikan kesembuhan secara cepat,
optimal dan permanen.5
Berdasarkan kenyataan tersebut maka saya mencoba untuk
mengkaji lebih jauh mengenai penerapan hipnoterapi untuk mengatasi
zoophobia pada remaja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa dampak zoophobia terhadap remaja di Fakultas Dakwah UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten?
2. Bagaimana hipnoterapi diterapkan untuk mengatasi zoophobia
pada remaja di Fakultas Dakwah UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten?
3. Bagaimana hasil dari hipnoterapi yang diterapkan untuk
mengatasi zoophobia pada remaja di Fakultas Dakwah UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dampak zoophobia terhadap remaja di Fakultas
Dakwah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten.
5 Suhendri Cahya Purnama, Phobia? No Way!!..., h.44
6
2. Untuk mendeskripsikan penerapan hipnoterapi untuk mengatasi
zoophobia pada remaja di Fakultas Dakwah UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten.
3. Untuk menemukan hasil dari hipnoterapi untuk mengatasi
zoophobia pada remaja di Fakultas Dakwah UIN Sultan Maulana
Hasanuddin Banten.
D. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini, maka diharapkan akan diperoleh
manfaat sebagai berkut:
1. Manfaat teoritis
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini bagi Fakultas
Dakwah UIN Sultan Maulan Hasanudin adalah sebagai bahan
masukan dalam bidang kesehatan mental khususnya
permasalahan menyangkut zoophobia dan sebagai bahan
pertimbangan untuk segenap dosen ataupun mahasiswa Fakultas
Dakwah UIN Sultan Maulana Hasanudin Banten dalam
menyikapi orang yang memiliki zoophobia.
2. Manfaat praktis
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini
adalah :
7
a. Manfaat bagi penulis
Akan mendapatkan pengetahuan serta peningkatan
kualitas keilmuan dan pemahaman terhadap penerapan
hipnoterapi dalam mengatasi zoophobia pada remaja.
b. Bagi remaja
Remaja dapat memahami pentingnya penanganan terhadap
zoophobia dalam mengahadapi rutinitas kehidupan setiap hari
di lingkungan kampus dan sebagai pengetahuan baru
mengenai manfaatnya hipnoterapi terhadap pengobatan
kesehatan mental.
c. Bagi orang tua
Diharapkan dapat memberikan bahan masukan terhadap
keluarga untuk dapat memerhatikan kesehatan mental anaknya
yang memiliki zoophobia agar tidak berkelanjutan demi masa
depan yang baik untuk kelangsungan hidup keluarga bangsa
dan Negara.
E. Kajian Pustaka
Penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan judul
yang akan dibahas oleh peneliti sudah banyak ditemukan diantaranya:
8
Pertama, skripsi karya Rahmatul Hidayat dari Jurusan
Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah Universitas Islam
Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2018, yang berjudul
“Penerapan Hipnoterapi Pada Remaja Broken Home”. Skripsi ini
menjelaskan bahwa adanya perubahan prilaku dari maladaptif
menjadi adaptif terhadap remaja yang mengalami broken home
setelah diberikan treatment berupa hipnoterapi. Namun tingkat
perubahan perilaku yang terjadi bisa berbeda-beda yag dipengaruhi
oleh dua faktor utama yaitu faktor lingkungan dan dirinya sendiri. 6
Perbedaan yang terdapat dalam penelitian ini dengan
penelitian yang akan peneliti lakukan adalah objek dari
hipnoterapinya itu sendiri. Dalam penelitian ini objeknya adalah
remaja yang mengalami broken home, sedangkan objek yang akan
peneliti lakukan adalah untuk mengatasi zoophobia pada remaja.
Kedua, skripsi karya Amal Lia Solihah Musfiroh dari Jurusan
Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN
Purwokerto 2016, yang berjudul “Terapi SEFT Untuk Mengatasi
Gangguan Phobia Spesifik”. Penelitian ini dilakukan untuk
6 Rahmatul Hidayat,”Penerapan Hipnoterapi Pada Remaja Broken Home:
studi kasus di SMK Negeri 1 Ciruas Serang-Banten” (Skripsi, UIN Sultah Maulana
Hasanuddin Banten , 2018).
9
mengetahui bagaimana efektivitas terapi SEFT dalam mengatasi
phobia terhadap ular yang dilakukan kepada tiga orang klien. Dalam
penelitian ini menyimpulkan terapi dengan menggunakan SEFT
(tapping) seringkali kurang berefek maksimal jika tidak diiringi
dengan membangun sisi spiritual klien.7
Perbedaan penelitian yang terdapat dalam penelitian ini
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah peneliti akan
lebih mendalami apakah metode hipnoterapi dapat berpengaruh atau
dapat membantu mengatasi masalah zoophobia pada remaja.
Sedangkan dalam penelitian ini fokus terhadap metode SEFT untuk
mengatasi gangguan phobia spesifik.
Ketiga, skirpsi karya Yuni Rosita dari Jurusan Bimbingan Dan
Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2008, yang berjudul “Pelaksanaan Konseling
Behavioral Dalam Mengatasi Phobia Kucing Seorang Klien”.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektivitas dari
penggunaan konseling behavioral dalam mengatasi phobia pada
kucing. Dalam penelitian ini penggunaan konseling behavioral
terbukti efektiv untuk mengatasi phobia kucing pada seorang klien,
7 Amal Lia Solihah Musfiroh, “Terapi SEFT Untuk Mengatasi Gangguan
Phobia Spesifik” (Skripsi, IAIN Purwokerto, 2016).
10
bahkan klien tersebut mengutarakan niatnya untu memelihara
kucing.8
Perbedaan penelitian yang terdapat dalam penelitian ini
dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah peneliti akan
lebih mendalami apakah metode hipnoterapi dapat berpengaruh atau
dapat membantu mengatasi masalah zoophobia pada remaja.
Sedangkan dalam penelitian ini fokus terhadap konseling behavioral
untuk mengatasi phobia kucing pada seseorang.
F. Kerangka Teori
1. Remaja
a. Pengertian Remaja
Remaja atau dikenal dengan istilah adolesecence yang
berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan
menjadi dewasa.9 Istilah adolesecence,seperti yang
dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas,
mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik.10
8 Yuni Rosita, “ Pelaksanaan Konseling Behavioral Dalam Mengatasi
Phobia Kucing Seorang Klien Dirasamala 2 Menteng Dalam Tebet Jakarta Selatan”
(Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008) 9 Desmita,Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya,
2015), h. 189 10
Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentan Kehidupan,(Jakarta: Erlangga, 1990),h.206
11
Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para
ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun. Rentang waktu remaja
ini biasanya dibedakan menjadi tiga yaitu, 12-15 tahun adalah
masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja
pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.11
Menurut F.Neidhart dikutip oleh Singgih dan Yulia
Singgih, melihat masa adolescentia sebagai masa peralihan
ditinjau dari kedudukan ketergantungannya dalam keluarga
menuju kehidupan dengan kedudukan “mandiri”.12
Menurut Elizabeth B. Hurlock dalam bukunya
Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, terdapat beberapa ciri-ciri pada masa
remaja, yaitu:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Masa remaja menjadi masa penting karena pada masa ini
terjadi perkembangan fisik dan mental yang cepat yang
menimbulkan adanya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru.
11
Desmita,Psikologi Perkembangan...,h.190 12
Singgih D. Gunarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja,(Jakarta: Libri,2017), h.235
12
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Disebut demikian karena pada masa ini remaja akan
mengalami peralihan menuju masa dewasa.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Seridaknya ada empat pada masa ini, yaitu meningginya
emosi, perubahan tubuh, berubahnya minat dan pola
prilaku, dan sebagian besar remaja pada masa ini bersikap
ambivalen terhadap setiap perubahan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Identitas yang dicari remaja menurut Erikson sebagimana
dikutip oleh Elizabeth B. Hurlock berupa usaha untuk
menjelaskan siapa dirinya, apa peranannya untuk
masyarakat, apakah ia mampu peraya diri , secara
keseluruhan apakah ia akan berhasil atau gagal.
e. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode memiliki masalah sendiri, namun masalah
pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit
diatasi karena pada saat ini mereka merasa dirinya sudah
mandiri dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri
yang terkadang malah menyulitkan mereka sendiri.
13
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Banyak anggapan tentang remaja yang mempunyai arti
bernilai, dan banyak juga yang bersifat negatif. Sehingga
menyebabkan ketakutan untuk mempercayai remaja dan
memberikan tanggung jawab pada remaja.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan sebagaimana
yang ia inginkan dan bukan sebagimana adanya, terlebih
dalam hal cita-cita. Hal ini menyebabkan meningginya
emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Remaja mulai memberikan kesan bahwa mereka sudah
hampir dewasa, dengan cara mereka berpakaian dan juga
bertindak seperti orang dewasa.13
Ditinjau dari teori kognitif Piaget, maka pemikiran
masa remaja telah sampai pada tahap pemikiran oprasional
formal, pada tahap ini anak sudah dapat berpikir secara
abstrak dan hipotetis. Pada masa ini, anak sudah mampu
13 Elizabeth Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentan Kehidupan..., 207-209
14
memikirkan sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu
yang abstrak.14
Menurut Andi Mappiare sebagaimana dirujuk oleh
Sri Rumini dan Siti Sundari, menuliskan bahwa
perkembangan kognitif remaja dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, yaitu:
a. Bertambahnya informasi yang disimpan (dalam otak)
remaja mampu berpikir efektif.
b. Banyaknya pengalaman dan latihan pemecahan masalah
sehingga remaja dapat berpikir proporsional.
c. Adanya kebebassan berpikir menimbulkan keberanian
remaja menyusun hipotesis, memecahkan masalah,
menarik kesimpulan, dan berpikir kreatif.
Maka agar remaja dapat berpikir formal selain
mempunyai kecerdasan normal-keatas, sedikitnya dipengaruni
oleh tiga faktor tersebut.15
14
Desmita, Psikologi Perkembangan..., h. 195 15
Sri Rumini dan Siti Sundari, Perkembangan Anak Dan Remaja, (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2013),h.78-79
15
2. Phobia
1) Pengertian Phobia
Phobia didefinisikan sebagai an irrational, excessive,
and persistent fear of some particular thing or situation.
Dalam bahasa Indonesia, artinya perasaan takut yang
irasional, berlebihan dan bersifat terus menerus terhadap
sesuatu atau situasi.16
Sementara itu dalam kamus psikologi mendefinisikan
phobia sebagai suatu ketakutan yang kuat, tegar terus-
menerus, dan irrasional. Yang ditimbulkan oleh suatu
perangsang atau situasi khusus, seperti misalnya suatu
ketakutan abnormal terhadap binatang.17
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa
phobia merupakan ketakutan yang tidak irrasional dan
berlebihan yang menimbulkan kecemasan juga emosi yang
tidak terkendali pada objek yang memicu ketakutan tersebut.
16
Adi W Gunawan, Hypnotherapy The Art of Subconscious Restructuring,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,2009), h. 73 17
James P. Caplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 1999), h. 366
16
2) Sejarah phobia
Cerita-cerita tentang orang-orang phobia berasal dari
setidaknya 2.400 tahun, ketika dokter Yunani Kuno
Hippocrates menulis tentang seorang pria Pecu bernama
Damocles yang tidak akan mendekati tepi parit dengan alasan
apa pun. Hippocrates juga menulis tentang lelaki lain, musuh
penakluk Yunani Alexander the Great yang dikejutkan oleh
horor jika dia mendengar seseorang memainkan seruling
setelah gelap.18
Masyarakat Yunani percaya bahwa rasa takut yang
dialami manusia berasal dari Phobos. Hal ini karena mereka
yakin jika segala hal yang terjadi dalam kehidupan manusia,
dikarenakan ulah para dewa/dewi. Begitupun untuk
memberikan penjelasan masuk akal ketika seseorang dilanda
ketakutan hebat terhadap objek yang cenderung tidak
berbahaya. Ketika hal tersebut terjadi, dikatakan karena ulah
Phobos, sang Dewa Takut.
Adapun orang Yunani yang pertama kali secara luas
memperkenalkan istilah phobia adalah Hippocrates (460-377
18
Jenny MacKay, Diseases & Disorder Phobias, (Amerika Serikat: Gale
Cengage Learning,2009), h. 10
17
SM). Ia merupakan seorang filsuf terkemuka Yunani dan
dokter terkenal pada masanya. Berkaitan dengan phobia,
Hippocrates telah melakukan penelitian mendalam mengenai
hal tersebut.
Salah satu kesimpulannya tertuang pada tulisan
Hippocrates tentang sosok Damocles. Seseorang yang boleh
jadi merupakan sosok fiksi, tapi peristiwanya berdasarkan
prilaku nyata. Dituliskan jika Damocles mengalami ketakutan
jika berada ditepi selokan. Ketakutan ini tergolong aneh bagi
masyarakat sekitar karena jarang terjadi. Namun ketakutan
irasional itu dapat dialami oleh siapa saja dan dapat
ditemukan diberbagai belahan dunia. Hippocrates pun
menamakan setiap jenis ketakutan irasional (tidak masuk
akal/di luar kelaziman) yang dialami atau dirasakan seseorang
dengan istilah phobos.19
3) Jenis-jenis phobia
Secara umum, para ahli membagi phobia menjadi tiga
kategori sebagai berikut:
(1) Agoraphobia (takut berada di tempat ramai).
19
Suhendri Cahya Purnama, Phobia? No Way!!..., h.26-27
18
(2) Phobia sosial (takut atau menghindari situasi sosial).
(3) Phobia yang spesifik, yaitu ketakutan yang irasional
terhadap suatu objek atau situasi.20
Phobia spesifik juga
terdapat beberapa macam seperti aviataphobia (ketakutan
terbang), claustrophobia (ketakutan terhadap ruang
tertutup), hemophobia (ketakutan terhadap darah),
zoophobia ( ketakutan pada hewan, acoraphobia
(ketakutan pada ketinggian), dan lainnya.
Adapun dalam penelitian kali ini peneliti akan meneliti
jenis phobia spesifik yaitu zoophobia atau ketakutan irasional
terhadap hewan.
Ketakutan terhadap hewan lazim disebut sebagai
zoophobia ini terkadang dirasa aneh dan janggal. Apalagi
ketika hewan itu merupakan merupakan hewan peliharaan
seperti kucing, ayam, dan lain-lain, atau setidaknya bukan
termasuk hewan yang berbahaya/buas, seperti ulat, laba-laba,
cacing, dan sebagainya.
Ketakutan teerhadap binatang ternyata termasuk ke
dalam jenis phobia yang banyak dialami oleh manusia.
20
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi Stres, Fobia,
Trauma, & Gangguan Mental Lainnya, (Jakarta: Visi Media,2010), h. 60
19
Ketakutan ini didasari oleh adanya phobia (ketakutan luar
biasa), jadi bukan karena jijik atau sekedar ngeri melihat
rupa/bentuk dari hewan tersebut.
4) Faktor penyebab zoophobia
Zoophobia tentunya tidak terjadi begitu saja, ada
beberapa faktor yang memiliki peran menjadikan resiko
zoophobia menjadi lebih besar. Berikut adalah faktor-faktor
pemicu zoophobia:
a. Peristiwa traumatis atau pengalaman buruk.
Phobia sering dikaitkan dengan peristiwa traumatis
yang dialami sebelumnya atau pengalaman buruk yang
terjadi pada masa kecil.21
Misalnya, seseorang yang
pernah di kejutkan dengan cicak yang tiba-tiba menempel
pada wajahnya saat masa kecil yang membuatnya menjadi
histeris cenderung mengalami Phobia pada cicak pada saat
dewasa.
b. Pola pendidikan yang keliru
Faktor kesalahan dalam mendidik sebenarnya masih
berkaitan dengan pengalaman traumatis masa lalu.
21
Marianti, “Fobia” http://www.alodokter.com/fobia.html, diakses pada 19
Nov. 2018, pukul 22:36 WIB
20
Kaitannya terletak pada rasa takut yang diakibatkan dari
kekeliruan dalam mendidik. Contohnya, orang tua sering
menakuti anaknya yang tidak susah diatur dengan
menyebutkan nama binatang seperti awas jangan lari ke
sana,di sana ada laba-laba, kecoa dan lain nya. Kebiasaan
ini tanpa disadari telah membuat anak mengembangkan
rasa takut berlebihan terhadap hantu binatang.
c. Faktor genetik (keturunan)
Yang dimaksud dengan keturunan di sini berkaitan
dengan gen pembawaan sifat pada diri seseorang. Artinya,
seseorang yang mengidap phobia memiliki kemungkinan
menurunkan phobia kepada anak cucunya.22
5) Gejala zoophobia
Berikut adalah beberapa gejala umum dari zoophobia, di
antaranya:
a. Adanya rasa ketakutan yang intens dan konsisten ketika
melihat hewan tertentu. Bahkan sebuah gambar pun
mampu memicu rasa cemas dan takut yang berlebihan.
b. Nafas menjadi lebih cepat atau menderu.
22
Suhendri Cahya Purnama, Phobia? No Way!!...,h.31& 33
21
c. Berteriak adalah suatu reaksi langsung ketika melihat
hewan tertentu, bahkan disertai dengan menangis sambil
berusaha lari.
d. Terkena serangan panik yang ditandai dengan susah
bernafas, berkeringat, mual, gemetar, perut tak enak,
pusing, detak jantung meningkat, muntah, bahkan bisa
sampai pingsan.
e. Terus muncul pikiran bahwa hewan yang dijumpai akan
menyerang.
f. Beberapa kasus penderita diam mematung ketika melihat
hewan yang ditakuti.23
3. Hipnoterapi
a. Pengertian hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan terapi yang dilakukan dengan
menggunakan hipnosis. Dengan sugesti penyembuhan (hypno-
therapeutic), hipnoterapi bisa memodifikasi prilaku klien, dari
emosional, sikap, hingga berbagai macam kondisi. Dalam hal
ini termasuk kebiasaan bururk, kecemasan, stres juga phobia.
23
http://halosehat.com/penyakit/gangguan-jiwa-mental/zoophobia,
diakses pada 16 Des. 2018, pukul 22:31WIB
22
Seseorang yang melakukan hipnosis untuk terapi disebut
dengan hypnotherapist.24
Hipnoterapi dapat digunakan untuk membawa orang
mundur kemasa lampau atau past life regression untuk
mengobati trauma dengan memberikan kesempatan mengubah
“fokus” perhatian. Khusus untuk phobia, hipnoterapi
digunakan untuk mereduksi kecemasan yang mengambil alih
kontrol individu atas dirinya. 25
b. Sejarah hipnoterapi
Catatan tertua tentang Hipnosis yang diketahui saat ini
berasal dari Ebers Papyurs yang menjelaskan teori dan praktek
pengobatan bangsa Mesir Kuno pada tahun 1552 SM. Dalam
Ebers Papyurs diceritakan di sebuah kuil yang dinamai “kuil
tidur”, para pendeta mengobati pasien dengan cara
menempelkan tangannya di kepala pasien, sambil
mengucapkan sugesti untuk penyembuhan. Para pendeta
24
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi Stres, Fobia,
Trauma, & Gangguan Mental Lainnya..., h. 32 25
Toni Setiawan, Hipnotis & Hipnoterapi, ( Jogjakarta: Ar Ruzz Media,
2014), h.185
23
penyembuh tersebut dipercaya memiliki kekuatan magis oleh
masyarakat.26
Hipnosis sendiri memiliki perjalanan yang panjang,
sebagaimana Roy Hunter dalam bukunya „The Art of
Hypnosis’ yang dirujuk oleh Alguskha Nelendra, membagi
masa-masa perkembangan hipnosis ke dalam 4 fase:
1. The Early Unscientific Group
Merupakan masa dimana hipnosis dipraktekan tanpa
mengetahui bahwa yang dilakukan adalah hipnosis, dengan
kata lain ini adalah periode di mana fenomena kondisi
hipnosis masih dianggap sebagai frnomena gaib dan mistis.
2. The Semi-scientific Group
Periode di mana beberapa percobaan mulai dilakukan
untuk mengeksplorasi proses penyembuhan berbasis
perpindahan kesadaran (Trance) namun istilah hipnosis masih
belum resmi digunakan.
3. The Scientific Group
Masa di mana hipnosis mulai memasuki masa non-
magis, penelitian yang dilakukan pada masa ini mulai menitik
26
Toni Setiawan, Hipnotis & Hipnoterapi..., h. 28
24
beratkan pada aspek bagaimana kondisi hipnosis terjadi dan
mulailah ditemukan fakta bahwa bukan sang pengipnosislah
yang membuat seseorang memasuki kondisi hipnosis,
melainkan faktor tertentu yang ada dalam diri subjek dan hal
eksternal yang lain.
4. The Modern Group
Zaman dimana hipnosis sudah diformulasikan dari
sudut pandang ilmiah dan diakui secara resmi oleh dunia
medis, psikologi dan psikiatri.27
c. Tahapan hipnoterapi
Sama seperti teknik lainnya hipnoterapi juga memiliki
beberapa tahapan dalam pelaksanaannya, berikut adalah
tahapan hipnoterapi:
a) Pre-induction
Pre-induction merupakan proses untuk
mempersiapkan suatu situasi dan kondisi yang bersifat
kondusif antara klien dan terapis. Proses pre-induction
27
Alguskha Nalendra, The Big Book Of Profesional Hypnotherapist,
(Malang: Litera Media Tama, 2017), h. 51-52
25
merupakan proses yang paling menentukan dalam setiap sesi
hipnoterapi.28
b) Induction
Induction yaitu teknik yang digunakan untuk
membawa kondisi klien menuju kondisi trance.29
c) Deepening
Deepening merupakan tahapan dalam hipnoterapi
untuk memperdalam dan mempertahankan kondisi klien
dalam keadaan alpha dan delta. Pada saat terapis melakukan
induction pada klien, kondisi kesadaran klien berpindah dari
kondisi beta ke kondisi alpa maupun theta. Namun, untuk
memperdalam dan mempertahankan kondisi alpa/theta
tersebut, diperlukan tekhnik deepening.30
d) Depth level test
Depth level test dilakukan untuk memastikan bahwa
klien telah benar-benar masuk kedalam trance.31
28
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi
Stres,Fobia,Trauma, & Gangguan Mental Lainny..., h. 73 29
Adi W Gunawan, Hypnotherapy The Art of Subconscious
Restructuring..., h. 91 30
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi
Stres,Fobia,Trauma, & Gangguan Mental Lainnya..., h. 121-122 31
Adi W Gunawan, Hypnotherapy The Art of Subconscious
Restructuring..., h.131
26
e) Hypnotherapeutic
Dalam proses hipnoterapi hypnotherapeutic
merupakan inti dari sebuah proses kesembuhan atau mengatasi
masalah klien. Dalam sesi ini diberikan sugesti-sugesti positif
pada alam bawah sadar klien.32
f) Termination
Setelah terapis memberikan hypnotherapeutic dan
sugesti-sugestinya, diperlukan langkah untuk menutup
serangkaian proses hipnoterapi dengan teknik yang biasa
disebut termination. Teknik termination diperlukan untuk
mengembalikan gelombang pikiran klien dari gelombang
alpha atau theta menuju ke kondisi semula atau menuju ke
gelombang beta.33
d. Hipnoterapi dalam pandangan Islam
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi
yang mempelajari manfaat sugesti positif untuk mengatasi
masalah pikiran, perasaan, dan prilaku dengan penerapan
dalam kondisi tenang yang sangat dalam (trance). Dalam
32
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi
Stres,Fobia,Trauma, & Gangguan Mental Lainnya...,h.131 33
Andri Hakim, Hipnoterapi Cara Tepat& Cepat mengatasi
Stres,Fobia,Trauma, & Gangguan Mental Lainnya...,h.187-188
27
Islam manfaat sugesti positif merupakan suatu cara untuk
mengembalikan kesehatan mental seseorang sebagaimana
menurut Imam Buchori sebagimana dikutip oleh Jalaludin
yaitu orang yang sehat mentalnya ialah orang yang dalam
rohani atau dalam hatinya selalu merasa tenang, aman dan
tentram34
Beberapa temuan di bidang kedokteran ditemukan
sejumlah kasus pikiran, perasaan dan prilaku yang
membuktikan adanya hubungan antara jiwa (psyche) dan
badan (soma) seperti rasa takut, kesal, jengkel, dan gelisah
yang membuat kehilangan nafsu makan, atau perut terasa
kembung.35
Sebelum hipnoterapi muncul sesungguhnya Islam lebih
dulu mendasari unsur-unsur pengobatan yang sama dengan
hipnoterapi, dalam Islam sendiri hipnosis yang merupakan
suatu teknik komunikasi persuasif digunakan dalam
penyampaian dakwah yang bertujuan untuk mengajak dan
menasehati sesama agar tercapainya ketenagan batin karena
34
Jalaludin, psikologi agama, (Jakarta,Rajawali Pers, 2015), h.143 35 Jalaludin, psikologi agama…, h. 144
28
tertanamnya keyakinan yang kuat dalam diri manusia akan
kebesaran Tuhan nya.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam skripsi ini,
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif.
Menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana dirujuk oleh Andi
Prastowo mendeskripsikan metodologi kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif kualitatif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.36
Alasan penulis menggunakan penelitian kualitatif ini
sebagimana diungkapkan Mahi M. Hikmat bahwa penelitian kualitatif
menyusun desain yang secara terus menerus disesuaikan dengan
kenyataan yang ada dilapangan, tidak harus menggunakan desain
yang telah disusun secara ketat atau kaku, sehingga tidak dapat
dirubah lagi.37
36
Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif,(jogjakarta:Ar-Ruzz
Media,2012),h.22 37
Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi
dan sastra, (jogjakarta: Graha Ilmu,2011),h.38
29
Sedangkan jenis penelitian ini adalah metode penelitian studi
kasus (case study). Menurut Maxfield yang dirujuk oleh Moh. Nazir,
penelitian studi kasus adalah penelitian tentang status subjek
penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari
keseluruhan personalitas. Subjek dari penelitian ini dapat saja
individu, kelompok, lembaga maupun masyarakat.38
Ciri dari penelitian kasus ini di antaranya cenderung untuk
meneliti jumlah unit yang kecil namun penelitian studi kasus ini
penelitian yang lebih mendalam mengenai unit sosial tertentu yang
hasilnya merupakan gambaran yang lengkap dan terorganisasi baik
mengenai unit tersebut.39
2. Subjek dan objek penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja-remaja akhir yang
berusia 18-21 tahun, yang menjadi mahasiswa di Fakultas Dakwah
UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, yang diteliti adalah remaja
yang memiliki masalah dengan zoophobia. Kemudian objek dari
penelitian ini adalah masalah zoophobia itu sendiri.
38
Moh.Nazir, Metode Penelitian,(Bogor: Ghalia Indonesia,2014),h.45 39
Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada,2013), h. 80
30
3. Lokasi dan waktu Penelitian
Lokasi Penelitian dilakukan di lingkungan kampus UIN
Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan di tempat tinggal klien.
Waktu penelitian dilakukan mulai bulan November 2018 s/d Maret
2019.
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu terjadi proses pengumpulan data
yang menggunakan satu atau beberapa metode, jenis metode yang
dipilih dan digunakan dalam pengumpulan data, tentunya harus sesuai
dengan sifat dan karakteristik penelitian yang dilakukan.
Adapun dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang
digunakan yaitu:
a. Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan
mengamati prilaku, pristiwa, atau mencatat karakteristik fisik
dalam pengaturan yang alamiah.40
Observasi dilakukan pada lima
orang klien dengan mengamati klien secara langsung, untuk
mengetahui bagaimana pengaruh penerapan metode hipnoterapi
yang digunakan terapis pada klien.
40
Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii, Action Research Teori,
Model, Dan Aplikasi,(Jakarta: Kencana, 2014),h.112
31
b. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang
menghendaki komunikasi langsung antara peneliti dengan subjek
atau re sponden.41
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan
pada lima responden yang mengalami zoophobia.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya
menumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap
dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Hasil penelitian dari observasi atau
wawancara, akan lebih kredibel/ dapat dipercaya jika didukung
dengan dokumen-dokumen terkait.42
5. Analisis data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh, dengan cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, memilih mana
41
Yatim Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya :
Penerbitsic, 2010) ,h. 82-83 42
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung:
Alfabeta,2013), h. 240
32
yang penting dan akan dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga
mudah difahami oleh diri sendiri maupun orang lain.
Dalam penelitian kualitatif menurut Nasution yang dirujuk
oleh Sugiono, menyatakan bahwa “analisis telah dimulai sejak
merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan,
dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.”43
Reduksi data merupakan proses dalam menyeleksi,
memusatkan menyederhanakan, memisahkan, mengubah bentuk data
yang terdapat pada catatan lapangan atau transkip. Hal ini dilakukan
untuk untuk memperdalam, menyortir, memusatkan, menyingkirkan
dan mengorganisasi data untuk disimpulkan dan diverifikasi.44
Setelah proses reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah
penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan kategori dan
sejenisnya. Dalam hal ini Miles dan Huberman sebagimana dirujuk
oleh Sugiono menyatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk
43
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D..., h. 244,
245 44
Muhammad Yaumi dan Muljono Damopolii, Action Research Teori,
Model, Dan Aplikasi..., h. 138
33
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif.45
Selanjutnya yaitu menarik kesimpulan, penarikan kesimpulan
merupakan tahapan akhir dari analisis data di mana kesimpulan yang
akan diperoleh berasal dari irisan dan benang merah tema pada tahap
penyajian data yang akan menjawab tujuan penelitian.46
F. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam skripsi ini dibagi dalam lima bab, setiap bab
dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan, yang didalamnya meliputi latar belakang
masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka pemikiran, metode
penelitian dan sistemtika penelitian.
Bab II Gambaran umum Fakultas Dakwah UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten, sejarah Fakultas Dakwah UIN Sultan
Maulana Hasanuddin Banten, visi dan misi fakultas, struktur
kepengurusan, program studi dan gelar akademik.
45
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D..., h. 249 46
Haris Herdiansyah, Wawancara, Observasi, Dan Focus Groups Sebagai
Instrumen Penggalian Data Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015),
h. 350
34
Bab III Profil klien yang mengalami zoophobia, identitas
klien, latar masalah klien, dan dampak zoophobia yang dialami klien.
Bab IV Penerapan hipnoterapi pada remaja yang mengalami
zoophobia, meliputi langkah-langkah penerapan hipnoterapi pada
klien dan hasil hipnoterapi pada klien.
Bab V berisi penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.