bab i pendahuluan 1.1. alasan pemilihan judul hukum...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Penulis memilih judul : “Transaksi Elektronik Via EDC dalam Perspektif
Hukum Mayantara” mengingat alasan yang akan dikemukakan dibawah ini ;
Pertama, sudah tidak terhitung lagi jumlah dan jenis transaksi di dalam
masyarakat yang menggunakan media elektronik dan telekomunikasi. Namun, apakah
semua transaksi tersebut telah memperoleh suatu cover atau jaminan landasan yuridis
yang bersifat khusus, baik yang diatur dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik1 maupun karena tuntutan asas
konvergensi tidak dapat dipisahkan dari Undang-Undang No. 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi2?
Jawaban atas pertanyaan tersebut belum terlalu mendapat perhatian yang
serius di kalangan ilmuan hukum atau para jurists di Indonesia.
Adapun satu dari berbagai jenis transaksi dalam masyarakat yang
menggunakan media elektronik dan telekomunikasi yang belum memeroleh perhatian
yang serius dari para jurists di Indonesia yaitu EDC. Abdul Halim Barkatullah &
Teguh Prasetyo, SH, M.Si serta Dr. Danrivanto Budhijanto, SH., LLM (in IT Law)
1 Selanjutnya disebut UU ITE. 2 Selanjutnya disebut UU Telekomunikasi.
2
pernah menyinggung dalam buku mereka tentang EDC akan tetapi dalam kedua buku
itu sama sekali belum membahas secara khusus transaksi via EDC tersebut.Yang
dimaksud dengan EDC adalah Electronic Data Capture. EDC adalah satu dari alat
yang digunakan dalam layanan pembayaran elektronik, antara lain yang dilakukan
bank.
Mengingat alasan sebagaimana telah dikemukakan di atas tersebut, Penulis
tertarik menggunakan kesempatan penyusunan skripsi kesarjanaan Penulis ini untuk
memelajari aspek hukum (mayantara) tentang transaksi elektronik via EDC tersebut.
Dalam hal ini perlu dikemukkan bahwa EDC adalah suatu alat yang berfungsi
seperti komputer biasa, dengan processor, RAM, hard-disk dan operating system
sendiri, dalam membantu suatu transaksi elektronik.
Menurut data dari sebagian responden3 yang telah mengisi kuisoner yang
telah dibuat dan disebarkan oleh Penulis, dapat disimpulkan bahwa EDC adalah
sebuah alat yang digunakan sebagai media pembayaran menggunakan kartu kredit
dan kartu debet. Faktor-faktor pendukung agar alat tersebut dapat bekerja dengan
baik adalah jaringan internet atau network dan/atau jaringan telepon yang baik pula
dikarenakan transaksi EDC adalah transaksi yang dilakukan secara on-line maupun
secara off-line. On-line artinya terhubung dengan jaringan telekomunikasi, sedangkan
off-line adalah transaksi dengan menggunakan EDC namun terputus dengan jaringan
telekomunikasi.
3 Penulis menyebar dua belas kuisioner sedangkan yang dijawab hanya empat dari kedua belas kuisioner tersebut.
3
Keuntungan yang dapat diperoleh dari transaksi via EDC ini adalah: 1)
Praktis. Praktis dalam hal ini pihak nasabah dapat melakukan transaksi tanpa harus
mengeluarkan uang tunai. 2) Dengan transaksi menggunakan EDC dapat
meminimalkan penggunaan uang palsu yang beredar di tengah masyarakat. 3)
Nasabah dapat memperoleh berbagai program-program menarik dari bank tertentu
(dalam hal ini Bank CIMB Niaga) berupa tawaran cicilan tetap dengan bunga 0%.
Sedangkan kekurangan dari transaksi menggunakan EDC adalah untuk pengambilan
tunai dibatasi maksimal per transaksinya (dalam hal ini sesuai dengan perjanjian
pihak penyedia jasa atau bank terkait) dan mesin EDC tersebut tidak dapat
mendeteksi secara langsung apakah kartu yang digunakan untuk bertransaksi adalah
asli atau palsu.4
Cara kerja dari transaksi menggunakan mesin EDC tersebut adalah sebagai
berikut; pihak konsumen memberikan kartu kesepakatan dengan pihak bank yang
berupa ATM dan/atau kartu kredit kepada operator mesin/ teller (kasir). Selanjutnya
teller atau kasir memasukan data sesuai permintaan konsumen tersebut. Lalu mesin
akan mengirim data kepada bank yang bersangkutan untuk diproses. Setelah data
diproses, kemudian penyelesaian transaksi (realtime) ditandai dengan keluarnya bukti
4 Diolah dari data kuisioner yang telah diisi oleh: 1) Dini Rinta Utami, Operasional Bank CIMB Niaga, Jalan Jendral Sudirman No. 93 Salatiga, diisi tanggal 16 Juli 2012. 2) Wiwid Saddam Ali Syahbana, Asisten Kepala Toko Indomaret Patimura, diisi tanggal 3 Juli 2012. 3) Respati B D, Manager Hotel Le Beringin, Jalan Jendral Sudirman Nomor 160, diisi tanggal 6 Juli 2012. 4) Susi Hendrayatni, Kasir Toko Alfamart cabang UKSW, diisi tanggal 6 Juli 2012.
4
berupa struk yang dikirim sistem komputer bank kepada mesin EDC dan terletak di
counter (kasir ) yang dioperasikan oleh teller (kasir).
Selain transaksi secara on-line, transaksi via EDC juga dapat dilakukan secara
off-line atau manual. Meskipun ”mungkin” tidak dimaksudkan untuk
menggambarkan cara kerja EDC, namun ada penulis yang mengatakan bahwa saat
kartu digesek, huruf timbul pada kartu akan mencetak slip yang berkarbon. Slip
berkarbon inilah yang akan dikirim pedagang (merchant) pada saat proses capture.
Meskipun merchant tidak melakukan otorisasi on-line, terkadang merchant
memeriksa keaslian (keotentikan) kartu tersebut dengan menelpon bank penerbit
kartu, atau memeriksa kartu tersebut masuk dalam daftar kartu blacklist dari daftar
kartu yang dikeluarkan oleh perusahaan kartu kredit secara periodik.5
Per definisi menurut hukum positif Indonesia, transaksi elektronik adalah
perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya.6
Dalam kaitan dengan fungsi EDC seperti fungsi komputer di atas, hukum
positif Indonesia (mayantara) mendefinisikan komputer sebagai alat untuk
memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
5 Abdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, SH, M.Si., Bisnis e-Commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia., Yogyakarta., Pustaka Pelajar., 2005., hal. 57. Hal ini menunjukan bahwa dalam transaksi elektronik Via EDC, tidak dapat dipisahkan dengan kartu yang juga disebutkan dan menjadi milik bank serta dipegang oleh nasabah bank yang bersangkutan. 6 Pasal 1 Angka (2) UU ITE.
5
logika, aritmatika, dan penyimpanan.7 Definisi ini berkonvergensi dengan
telekomunikasi.8
Suatu manifestasi yang konkret dari asas konvergensi9 tersebut adalah bahwa
dengan demikian, asas-asas dan kaedah-kaedah yang terkandung di dalam UU ITE
tidak dapat dipisahkan dari UU Telekomunikasi.
Perspektif asas konvergensi tersebut mendikte atau memberikan inspirasi
kepada Penulis bahwa ada beberapa masalah yang dapat dideskripsikan melalui suatu
kegiatan penelitian, dan pada akhirnya menulis suatu skripsi kesarjanaan. Oleh sebab
itu Penulis memilih judul di atas dengan alasan yang kedua.
Alasan kedua itu adalah bahwa judul itu menuntun penelitian untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan antara lain; 1) Apa hakekat dari transaksi elektronik via EDC
sebagaimana diatur dalam UU ITE dan prinsip konvergensi dari UU Telekomunikasi?
2) Kapan suatu transaksi elektronik via EDC dimulai atau dinyatakan berlaku. 3)
Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik via EDC yang
7 Pasal 1 Angka (14) UU ITE. 8 Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik lainnya (Pasal 1 UU Telekomunikasi). 9 Konvergensi merupakan konsep yang dipergunakan sebagai upaya untuk penyatuan sistem-sistem hukum, konsepsi, prinsip-prinsip atau norma-norma (Dr. Danrivanto Budhijanto, SH., LLM (in IT Law)., Hukum Telekomunikasi, Penyiaran & Teknologi Informasi: Regulasi & Konvergensi., Bandung., PT Refika Aditama., 2010., hal. xi). Istilah konvergensi dalam perspektif mayantara dipergunakan oleh pembuat UU ITE dan dicantumkan dalam penjelasan I Umum, paragraf kedua “... Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika... Kenyataan ini menunjukan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan baru di bidang informasi, media, dan komunikasi... .”
6
menggunakan sarana telekomunikasi? 4) Apa sajakah yang bisa atau dapat menjadi
objek dalam sebuah transaksi Via EDC? 5) Apakah hak-hak dan kewajiban dari para
pihak yang terlibat dalam sebuah Via EDC? 6) Kapan suatu transakasi elektronik Via
EDC dinyatakan telah berakhir dan 7) Bagaimana penyelesaian sengketa dalam suatu
transaksi elektronik Via EDC? plus bukan hanya itu saja, melainkan masih banyak
pula aspek hukum yang dapat diteliti dari kegiatan transaksi elektronik.
Ketiga, sehubungan dengan uraian di atas, penelitian dalam rangka
mengungkap prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang menganut permasalahan
di atas penting (urgent) terutama nantinya akan dibandingkan dengan prinsip-prinsip
hukum yang mengatur tentang transaksi pada umumnya (konvensional). Karena
walaupun transaksi elektronik terjadi di dunia siber, namun dampak yang
ditimbulkannya baik positif maupun negatif dapat langsung terasa di dunia nyata.10
1.2. Latar Belakang Permasalahan
Teknologi informasi11 di dunia tidak terkecuali yang ada di Indonesia selalu
berkembang dari waktu ke waktu. Satu hasil dari dampak perkembangan teknologi
informasi yang pesat ini adalah teknologi di bidang perbankan, yang memberikan
10 Penjelasan umum UU ITE paragraf ketujuh “Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyberspace), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.” 11 Perlu dikemukakan di sini bahwa yang Penulis maksudkan dengan Teknologi Informasi di sini adalah bukan hardware dan software, komputer, antara lain. Hal ini berada di luar kompetensi juris. T.I di mata seorang juris adalah prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang menjawab mengenai T.I.
7
akses bagi nasabah untuk dapat melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun
mereka berada, yaitu terdapat suatu layanan pembayaran yang dilakukan melalui
sistem elektronik yang disediakan oleh bank maupun lembaga bukan bank.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat tersebut telah
memberikan dampak terhadap munculnya inovasi-inovasi baru dalam pembayaran
elektronik (e-payment). Beberapa contoh pembayaran yang dilakukan secara
elektronik yang dikenal di Indonesia adalah phone banking, internet banking, dan
pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan kartu kredit serta kartu debit atau
kartu ATM yang dilakukan melalui mesin EDC.12 Seperti telah Penulis singgung di
atas, transaksi menggunakan mesin EDC ini dapat dilakukan jika faktor-faktor
pendukung seperti jaringan internet berjalan dengan baik.
Internet merupakan kependekan kata dari interconnection-networking yang
mengandung arti sistem hubungan berbagai komputer dengan berbagai tipe yang
membentuk sistem jaringan mencakup seluruh dunia (jaringan computer global)
dengan melalui jalur telekomunikasi seperti kabel telepon dan satelit.13
Dengan internet, seorang manusia atau badan hukum dapat berinteraksi
(dalam hal ini disebut transaksi elektronik) dengan manusia dan/atau badan hukum
lain yang berada pada belahan dunia lain tanpa harus mengadakan pertemuan secara
12 Samuel Adityo Utomo, S.Tek, Aplikasi Contaclesssmart Card Sebagai Alat Jual Beli Gedung C UKSW, Fakultas Teknik Elektro dan Komputer, hal -1, 2011. 13 Abdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, SH, M.Si., Op. Cit ., hal. 14.
8
konvensional, melainkan diciptakan transaksi elektronik yang lebih praktis tanpa
perlu kertas (papperless) dan dapat tidak bertemu secara fisik (face to face).14
Transaksi elektonik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan
menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.15
Dari pengertian tersebut di atas maka, dapat diuraikan unsur-unsur dari
transaksi elektronik itu sendiri yaitu, bahwa transaksi elektronik adalah suatu
perbuatan hukum. Perbuatan hukum merupakan perbuatan yang menimbulkan akibat
hukum. Akibat hukum adalah timbunya hak dan kewajiban.16
Selanjutnya, transaksi elektronik juga berarti komputer. UU ITE
mendefenisikan komputer sebagai alat untuk memproses data elektronik, magnetik,
optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
Unsur selanjutnya adalah bahwa transaksi elektronik adalah jaringan
komputer. Jaringan komputer adalah himpunan “interkoneksi” antara 2 (dua)
komputer autonomous atau lebih yang terhubung dengan media transmisi kabel atau
tanpa kabel (wireless).17 Akhirnya unsur dari transaksi elektronik adalah media
elektronik.
14 Ibid., hal vii. 15 Pasal 1 Angka (2) UU ITE.
16 Salim H.S. SH., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Indonesia., Sinar Grafika Offset., Jakarta., 2003., hal. 17. 17 Melwin Syafrizal., Pengantar Jaringan Komputer., C.V Andi Offset., Yogyakarta., 2005., hal 2.
9
Dari pengertian transaksi elektronik di atas terlihat perbedaan yang sangat
mendasar antara transaksi yang menggunakan media elektronik dengan transaksi
konvensional atau transaksi yang terjadi pada umumnya.18
Transaksi elektronik pada hakekatnya adalah bertujuan agar para pihak yang
terlibat melakukan transaksi tidak harus bertemu atau berhadapan secara langsung.
Bisa saja para pihak yang telah melakukan transaksi tersebut berada pada tempat atau
bahkan Negara yang berbeda sehingga tuntutan untuk melakukan transaksi secara
konvensional tidak dapat dilakukan.
Dalam transaksi secara elektronik para pihak yang terlibat dalam transaksi
elektronik itu adalah sebagai berikut: 1) Pihak Penjual atau merchant atau pengusaha
yang menawarkan sebuah produk melalui internet sebagai pelaku usaha; 2) Pihak
Pembeli atau konsumen yaitu setiap orang yang tidak dilarang oleh undang-undang,
yang menerima penawaran dari Penjual atau Pelaku Usaha dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi jual beli produk yang ditawarkan oleh Penjual/Pelaku
Usaha/merchant; 3) Pihak Bank sebagai pihak penyalur dana dari pembeli atau
konsumen kepada Penjual atau Pelaku Usaha/merchant, karena pada transaksi jual
beli secara elektronik, Penjual dan Pembeli tidak berhadapan langsung, sebab mereka
berada pada lokasi yang berbeda sehingga pembayaran dapat dilakukan melalui
perantara dalam hal ini bank; 4) Pihak Penyedia jasa pengangkutan sebagai pihak
yang memfasilitasi penjual dan pembeli dalam hal mengirim dan mengantar barang
18 Abdul Halim Barkatullah & Teguh Prasetyo, SH, M.Si., Op. Cit., hal. vii.
10
sebagai obyek transaksi. Pada beberapa kasus, para pihak tidak menggunakan jasa
pengangkutan melainkan para pihak menentukan dan kemudian menyepakati satu
tempat di mana mereka dapat bertemu dan kemudian melakukan penyerahan uang
dan barang. Media elektronik hanya digunakan untuk melakukan penawaran. Praktek
ini dikenal dengan nama COD yang merupakan singkatan dari Cash On Delivery; 5)
Pihak Provider sebagai penyedia jasa layanan akses internet.
Adapun hak dan kewajiban para pihak dalam transaksi elektronik adalah
sebagai berikut19: Pihak Penjual. Hak dari Pihak Penjual adalah menerima sejumlah
uang sesuai harga yang telah disepakati sebelumnya dengan Pembeli. Selain itu,
Pihak Penjual juga berhak mendapat perlindungan dari Pembeli yang tidak beritikad
baik. Sedangkan kewajiban dari Pihak Penjual adalah memberikan informasi yang
sejelas-jelasnya, benar dan jujur kepada calon Pembeli dikarenakan dalam transaksi
elektronik Penjual dan Pembeli tidak harus bertemu secara langsung sehingga calon
Pembeli tidak dapat mengecek secara langsung barang yang akan dibeli.
Pihak Pembeli. Hak dari Pihak Pembeli adalah mengetahui informasi yang
sejelas-jelasnya dari Penjual dari barang yang akan dibeli. Kewajiban Pihak Pembeli
adalah menyerahkan sejumlah uang dari harga yang telah disepakati bersama dengan
Pihak Penjual kepada Pihak Penjual.
19 Edmon Makarim., Kompilasi Hukum Telematika., Jakarta., PT. RajaGrafindo Persada., 2000, hal. 65.
11
Pihak Bank. Pihak Bank berkewajiban untuk memfasilitasi penyerahan
sejumlah uang dari harga yang telah disepakati Pihak Penjual dengan Pihak Pembeli
untuk barang yang menjadi obyek transaksi.
Pihak Penyedia jasa pengangkutan. Pihak Penyedia jasa pengangkutan
berkewajiban mengirim dan mengantar barang yang menjadi obyek transaksi dari
Pihak Penjual sampai pada tangan Pihak Pembeli dengan selamat.
Pihak Provider. Pihak Provider berkewajiban untuk menyediakan jasa
layanan internet kepada Pihak Pembeli dan Pihak Penjual dengan akses 24 jam penuh
agar transaksi elektronik tersebut dapat berjalan. Dalam menjalankan hak dan
kewajibannya, para pihak yang terdapat dalam transaksi elektronik ini haruslah
berlandaskan iktikad baik sebagai perwujudan dari Pasal 17 Ayat (2) UU ITE.
Iktikad baik dari para pihak ini dapat dilakukan pada waktu mulai berlakunya
suatu hubungan hukum dan pada waktu pelaksanaan hak-hak dan kewajiban yang
termaktub dalam hubungan hukum itu.20
Iktikad baik tersebut adalah asas yang digunakan para pihak dalam melakukan
transaksi elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain
tersebut.21
20 Dr. Agus Yudha Hernoko, SH, MH., Hukum Perjanjian : Asas Proposionalitas dalam Kontrak Komersil., Yogyakarta., Laksbang Mediatama bekerja sama dengan Kantor Advokat “Hufron & Hans Simaela”., 2008., hal. 119. 21Penjelasan Pasal 3 UU ITE.
12
Selain itu pula dalam Pasal 1338 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata menyatakan bahwa : “ Perjanjian-perjanjian harus dilakukan dengan iktikad
baik”. Rumusan tersebut berarti bahwa sebagai sesuatu yang disepakati dan disetujui
oleh para pihak, pelaksanaan prestasi dalam tiap-tiap perjanjian harus dihormati
sepenuhnya, sesuai dengan kehendak para pihak saat perjanjian ditutup.22
Dari paparan di atas, maka dapat diketahui beberapa hakekat perbedaan antara
transaksi elektronik dengan transaksi konvensional. Transaksi elektronik bertujuan
untuk memudahkan Penjual dan Pembeli dalam melakukan pemindahan barang atau
hak tanpa harus bertemu secara langsung sebagaimana yang terjadi pada transaksi
konvensional. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana apabila transaksi
elektronik itu sendiri dilakukan melalui EDC?
Maksudnya, bagaimana transaksi elektorinik Via EDC dalam perspektif UU
ITE atau mayantara? Tambahan pula, bagaimana perspektif atas EDC menurut UU
ITE itu dihubungkan lagi dengan UU telekomunikasi melalui asas konvergensi? Hal
tersebut itulah yang diteliti lebih lanjut melalui penelitian ini.
1.3. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan pemaparan, mengenai perbedaan mendasar antara
transaksi elektronik dan transaksi konvensional di atas, maka berikut ini Penulis
merumuskan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah perspektif mayantara dalam transaksi elektronik via EDC? 22 Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, SH., MH., Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian., Jakarta., PT RajaGrafindo Persada., 2003., hal. 79.
13
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Apa hakekat dari transaksi
elektronik via EDC sebagaimana diatur dalam UU ITE dan prinsip konvergensi dari
UU Telekomunikasi? 2) Kapan suatu transaksi elektronik via EDC dimulai atau
dinyatakan berlaku. 3) Siapakah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi elektronik
Via EDC yang menggunakan sarana telekomunikasi? 4) Apa sajakah yang bisa atau
dapat menjadi objek dalam sebuah transaksi Via EDC? 5) Apakah hak-hak dan
kewajiban dari para pihak yang terlibat dalam sebuah Via EDC? 6) Kapan suatu
transakasi elektronik Via EDC dinyatakan telah berakhir dan 7) Bagaimana
penyelesaian sengketa dalam suatu transaksi elektronik Via EDC?
1.5.Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif, dengan pendekatan yang digunakan adalah statute
approach dan conceptual approach. Penulis meneliti dan menemukan prinsip-prinsip
atau asas-asas dan kaedah-kaedah yang mengatur mengenai transaksi elektronik via
EDC dalam perspektif mayantara.
Satuan amatan dalam penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan
tentang UU ITE yang berkonvergensi dengan UU Telekomunikasi dan aturan-aturan
yang berkaitan. Sedangkan satuan analisis penelitian ini adalah bagaimana perspektif
mayantara atas transaksi via EDC.