bab i pendahuluan 1.1 latar belakangdigilib.unimed.ac.id/38880/9/9. 8176164005 bab i.pdf · 2020....
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja (performance) organisasi adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi perencanaan
organisasi (Mahsun, 2006:25). Kinerja organisasi juga dapat didefenisikan
kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya dengan menggunakan sumber
daya secara efisien dan efektif (Dahshan et al., 2018). Dari pengertian tersebut,
maka sangat penting bagi manajer untuk mengetahui faktor-faktor mana yang
mempengaruhi kinerja organisasi agar mereka mampu mengambil langkah-
langkah yang tepat untuk memulainya (Milky, 2013:27).
Obi dan Agwu (2017) dari Lagos Nigeria dan Wu et al., (2017) dari Cina
melihat bahwa pengambilan keputusan sangat penting dan bahkan menempati
posisi kunci dalam mencapai kinerja organisasi, dan Ceschi et al. (2017) juga
menjelaskan bahwa beragam faktor kondisi dan latar belakang karyawan dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan yang dapat secara positif atau negatif akan
mempengaruhi kinerja organisasi. Selain faktor pengambilan keputusan, hal lain
yang dapat mempengaruhi kinerja organisasi adalah bakat individu (Dahshan et
al., 2019), perencanaan (Chepchirchir et al., 2018), kekuatan perencanaan dan
adaptasi (Prayag et al., 2018), informasi akuntansi (Nyathi et al., 2018), budaya
organisasi (Kamau & Wanyoike, 2019) dan Spiritualitas di tempat kerja (Garg,
2017). Sedangkan pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu
-
2
pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternative yang dihadapi dan
mengambil tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling
tepat (Hasan, 2002). Maka dalam usaha mencapai kinerja organisasi yang baik,
pengelola harus memiliki keahlian dalam pengambilan keputusan agar keputusan
yang diambil merupakan tindakan yang paling tepat berdasarkan beragam factor
yang telah dianalisis.
Ada empat perspektif dalam pengukuran kinerja organisasi sector public
yang menjadi pertimbangan penting yang mau dicapai dalam pengambilan
keputusan pengelola organisasi. Keempat perspektif tersebut adalah perspektif
financial, perspektif proses internal, perspektif pelayanan dan perspektif inovasi
dan pembelajaran (Mahsun, 2006:129). Sedangkan aspek pengambilan keputusan
yang baik menurut Mincemoyer & Perkins (2003) terdiri dari pengidentifikasian
masalah, merumuskan alternative-alternatif, mempertimbangkan resiko atau
konsekuensi, memilih alternative dan evaluasi. Sedangkan Dermawan, (2004)
berpendapat bahwa factor-faktor penentu dalam pengambilan keputusan terkait
dengan landasan waktu adalah masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
Ketidak mampuan organisasi dalam merangkum keempat perspektif
kinerja organisasi dalam aspek-aspek pengambilan keputusan dengan faktor
landasan waktu mengakibatkan beberapa organisasi akhirnya menyatakan
bangkrut dan tutup. Hal ini semakin marak di era revolusi industri 4.0 saat ini.
Beberapa contoh perusahaan besar yang akhirnya tutup karena tidak mampu
bersaing dalam mempertahankan kinerjanya adalah 7-Eleven (Sevel), PT.
Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana), PT. Matahari Department Store Tbk
-
3
dan Lotus. Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution (2019)
mengatakan, bangkrutnya sejumlah toko ritel ini disebabkan oleh pola belanja
yang semakin berubah yang tidak diimbangi dengan pengambilan keputusan
untuk melakukan inovasi bisnis oleh pihak perusahaan.
Demikian juga dengan perguruan tinggi dan sekolah-sekolah yang dikelola
oleh yayasan pendidikan swasta. Keterlambatan dalam menentukan keputusan
untuk melakukan perubahan dan pengembangan unit pendidikan merupakan
faktor utama unit pendidikan berkembang ke arah negatif yang menyebabkan
terhentinya pertumbuhan unit pendidikan. Hal ini terjadi karena pengelola
lembaga tidak bisa menggali dan mendiagnosa permasalahan yang ada dalam
internal dan eksternal lembaga, sehingga alasan-alasan yang ada sebagai dasar
pengembangan dan pertumbuhan lembaga tidak teridentifikasi dan dianalisa
secara benar dalam pengambilan keputusan (Kartika, 2017).
Yayasan Pendidikan yang mau bertahan diera persaingan yang semakin
ketat harus berubah. Yayasan perlu mengevaluasi pengelolaan yayasan dalam
pengambilan kebijakan untuk menentukan program kerja dan strategi yang perlu
dipertahankan atau dirubah dalam usaha mencapai kinerja yayasan dimasa
mendatang (Bastian, 2007:54). Berikut adalah beberapa contoh daerah yang
menyatakan unit pendidikan didaerahnya terpaksa tutup dan sebagian lagi
terancam tutup. Menurut Dian Armanto selaku kepala lembaga layanan Dikti
Wilayah I Sumut bahwa ada 9 PTS di Sumut akan tutup berdasarkan SK
penutupan PTS di Sumut yang dikeluarkan pada 21 Desember 2018 oleh
Kemenristekdikti berdasarkan hasil evaluasi kerja akademik yang tidak
-
4
menunjukkan peningkatan kinerja (Kahfi, 2019). Dan Menristekdikti Mohammad
Nasir menyatakan bahwa pada tahun 2019 pemerintah akan melakukan merger
atas 1000 PTS untuk tujuan meningkatkan kinerja perguruan tinggi (Informasi
Publik, 2018).
Sekretaris BMPS Kota Bekasi, Ayung Sardi Dauly menyatakan bahwa ada
8 SMP swasta yang terancam tutup karena ketidakmampuan dalam membiaya
operasional karena kekurangan murid (Radar, 2019). Ketua Badan Musyawah
Perguruan Swasta (BMPS) Jembrana (Bali) I Ketut Udara Narayana menyatakan
12 SMAS/SMKS juga terancam tutup karena jumlah pendaftar siswa yang sangat
minim sehingga mengalami kerugian dalam pembiayaan operasional sekolah
(Factual News, 2019). Banyak sekolah-sekolah swasta terancam tutup karena
kekurangan siswa, dan beberapa sekolah swasta yang dulunya jayapun mengalami
hal serupa yaitu penurunan jumlah siswa. Menanggapi hal ini Mendikbud
Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sekolah swasta agar dikejar masyarakat
harus berbenah memacu kualitas pendidikan dengan menggencarkan terobosan-
terobosan baru mulai dari sarana dan prasarana dan SDM tenaga pendidik yang
professional (Asyari, 2018).
Ignatius Budi sebagai anggota komisi Pendidikan Katolik juga
mengatakan bahwa pengelola yayasan pendidikan swasta, khususnya sekolah
Katolik tidak boleh terlena dengan masa kejayaan sekolah-sekolah Katolik di
masa lalu tanpa memutuskan melakukan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
sesuai dengan perubahan zaman (Mangu, 2018). Senada dengan hal itu Waruwu
(2017) mengatakan sekolah katolik yang dulu terkenal unggul mengalami
-
5
kecenderungan menurun bahkan ada yang terancam tutup. Sementara ada sekolah-
sekolah swasta lain yang mampu bertahan dan tetap diminati atau dikejar
masyarakat yaitu sekolah yang dikelola dengan manajemen modern.
Berkurangnya jumlah siswa akan mempengaruhi kemampuan pembiayaan
operasional sekolah swasta, sehingga hal ini berpengaruh besar terhadap
kelangsungan atau keberlanjutan operasional sekolah di masa depan.
Berikut beberapa contoh data tentang sekolah Katolik yang akhirnya tutup
dan sedang berjuang untuk bertahan hidup. Beberapa unit sekolah dasar (SD)
Kanisius di Yogyakarta merger menjadi satu karena kekurangan murid. SMP
Donbosco Pondok Indah terhimpit oleh sekolah-sekolah modern berbasis
internasional, pada tahun ajaran (TA) 2019/2020 hanya memiliki siswa
seluruhnya 60 orang. SMP St. Maria Magelang TA 2019/2020 memiliki jumlah
siswa seluruhnya hanya 143 siswa. SMA St. Andreas Kedoyo pada tahun ajaran
2016/2017 menyatakan tidak menerima murid baru lagi dan operasional berjalan
hanya untuk menamatkan siswa yang sudah ada. SMK Sint Yoseph Kramat
Jakarta menutup jurusan elektronika dan tinggal menamatkan siswa yang ada
karena kekurangan siswa dan hanya mempertahankan 1 jurasan yaitu otomotif
mesin dan TA 2019/20120 hanya memiliki siswa sebanyak 67 orang (Dapodik
2019/2020). Sekolah-sekolah tersebut di atas diketahui adalah sekolah-sekolah
Katolik yang dikejar dan diminati masyarakat pada tahun 1990an (Elu et al.,
2017).
SMK Pariwisata Paramitha Bekasi pada TA 2019/2020 hanya memiliki
siswa seluruhnya 60 orang. TK St. Lusia Medan Perjuangan pada TA 2015/2016
-
6
memiliki siswa sebanyak 250 siswa dan pada TA. 2019/2020 tinggal 122 siswa.
Dan SMP St. Lusia Bekasi pada TA 2015/2016 memiliki jumlah siswa seluruhnya
sekitar 700 orang dan pada TA 2018/2019 jumlah tinggal 559. Meski masih
tergolong memiliki jumlah siswa banyak tapi sudah menunjukkan terjadi
penurunan secara signifikan. Demikian juga unit-unit sekolah Katolik yang lain
juga menunjukkan penurunan meski saat ini masih bertahan hidup. Dan sebagian
kecil sekolah lainnya yaitu sekolah yang dikelola yayasan, yang secara cepat dan
tepat mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atas tuntutan zaman
masih tetap menjadi sekolah-sekolah favorit.
Dari data di atas, peneliti melihat bahwa salah satu penyebab kinerja
sekolah negative sehingga sekolah terpaksa tutup dan terancam tutup adalah
keterlabatan mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau terobosan
baru dalam pengelolaan sekolah. Hal ini terjadi karena pengelola tidak menggali
dan mendiagnosa persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan keputusan
saat menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab tantangan yang
ada. Keputusan penetapan program kerja, yang diuraikan dalam anggaran biaya
dan pendapatan dengan tidak melalui analisis yang baik dan tepat dapat
mengakibatkan kinerja organisasi buruk. Penilaian kinerja organisasi ditunjukkan
dengan pencapaian penggunaan dana secara efektif dan efisien, proses kerja
internal terkontrol dengan baik, terjadi inovasi dan pembelajaran dalam kerja, dan
tercapainya sasaran pelayanan yang terbaik bagi pelanggan (Mahsun, 2006).
Pengelola yayasan pendidikan agar dapat menjawab tantangan zaman
perlu tanggap atas fenomena yang sedang terjadi di masyarakat yang dapat
-
7
berpengaruh terhadap kinerja lingkungan yayasan saat ini dan dimasa mendatang.
Saat ini fenomena teknologi semakin mendominasi hampir di setiap lini
kehidupan dan merupakan sebuah realitas yang tidak bisa dihindari (Soesatyo,
2018). Revolusi industry 4.0 yang bercirikan serba digital, menuntut lulusan atau
output dunia pendidikan mampu berkolaborasi dengan tehnologi informatika.
Untuk itu, pemerintah telah menetapkan mata pelajaran tehnik informatika masuk
dalam kurikulum pembelajaran di sekolah untuk menjawab tantangan era revolusi
industry 4.0 tersebut (Permendikbud No.36 Tahun 2018).
Pemenuhan tuntutan era industri 4.0 membutuhkan pengadaan fasilitas
yang lebih baik dan tenaga yang lebih kompoten, dan tentu membutuhkan biaya
yang lebih besar lagi. Hal ini akan berpengaruh pada stabilitas keuangan yayasan.
Kenaikan beban pembiayaan tersebut akan ditanggung anak didik, dan efeknya
adalah menaikkan uang sekolah, maka biaya pendidikan akan lebih mahal lagi.
Pemerintah juga telah menetapkan pembatasan jumlah siswa perombel yaitu
maksimal 28 untuk SD, 32 untuk SMP, 36 untuk SMA (Permendikbud No. 17
Tahun 2017). Pembatasan ini akan semakin memberatkan pembiayaan
operasional sekolah kepada orang tua siswa, karena pembiayaan yang semakin
besar akan ditanggung jumlah anak didik yang semakin sedikit.
Sekolah swasta harus membiayai seluruh kegiatan diklatnya secara
mandiri. Implikasinya, sekolah swasta harus menarik biaya pendidikan yang lebih
mahal dari orangtua. Namun untuk menjaga stabilitas keuangan yayasan
pendidikan dengan memutuskan menaikkan uang sekolah bukanlah persoalan
yang mudah. Maka sekolah swasta sebaiknya dikelola oleh yayasan pendidikan
-
8
dengan sumber dana yang kuat, seperti mempunyai cabang usaha lain yang bisa
melakukan subsidi silang untuk membantu biaya pendidikan yang dibebankan
pada orang tua siswa khususnya yang kurang mampu (Helmi, 2018).
Yayasan pendidikan Indonesia dalam menyediakan output SDM yang
cerdas dan berkarakter tidak hanya dihadapkan pada kondisi keuangan saja, tapi
juga persoalan-persoalan lain. Di era revolusi teknologi komunikasi, yang buruk
muncul dimana saja dan kapan saja memasuki sistem proteksi norma-norma yang
ada. Karena itu, lambat laun sistem sosial budaya mengalami entropi, pelan-pelan
mati dan hancur (Rachbini, 2018). Urgensi Spiritualitas juga dirasakan menurun
disebabkan adanya kepentingan politik yang menyebabkan terkikisnya nilai-nilai
moral dan karena adanya kecenderungan mengandalkan logika semata dalam
mengatasi berbagai masalah dan penolakan terhadap nilai-nilai spiritualitas agama
resmi (Amalia, 2019).
Wajah masyarakat kita yang dulu khas dengan nilai humanis, religius
lambat laun dapat berubah menjadi masyarakat garang, kurang humanis dan acuh
terhadap budaya nasional sebagai efek dari derasnya globalisasi. Maka setiap
sektor baik pemerintah maupun swasta, baik organisasi profit maupun non-profit
diharapkan dapat bersama-sama menghambat efek negative dari era industri 4.0
tersebut. Dunia pendidikan berperan penting dalam menciptakan output SDM
yang berakarakter dalam menghadapi tantangan era industri 4.0 harus berefleksi,
bahwa lembaga pendidikan tidak hanya membentuk manusia yang cerdas secara
intelektual saja. Praktek pendidikan harus menyeimbangkan lulusan sekolah yang
pintar (ngerti), berakhlak dan mampu melakoninya. Kecerdasan emosional,
-
9
kecerdasan spiritual dan kecerdasan kultural merupakan bagian integral yang
harus dikembangkan dalam dunia pendidikan (Fauzan, 2018).
Stabilitas keuangan penting untuk menjamin kualitas pelayanan yayasan
pendidikan saat ini dan dimasa depan. Organ pengurus harus memikirkan
investasi atau unit usaha yang dapat meningkatkan pendapatan yayasan untuk
menunjang pembiayaan pendidikan yang bermutu di unit sekolah yang
dilayaninya. Hal ini dimungkinkan bagi yayasan mendirikan badan usaha dan atau
ikut serta dalam suatu usaha terutama untuk menunjang pencapaian maksud dan
tujuan yayasan (Bastian, 2007). Maka untuk itu organ pengurus harus memiliki
pengetahuan atau kemampuan pengelolaan keuangan, dan mampu memanfaatkan
informasi akuntansi dan nonakuntasi secara maksimal dalam pengambilan
keputusan untuk menetapkan program dan strategi yayasan yang tepat dalam
mencapai tujuannya.
Jezovita (2015) mengatakan bahwa informasi yang digunakan dalam
proses keputusan organisasi dapat bersifat kualitatif dan kuantitatif. Informasi
tersebut berupa informasi nonkeuangan yaitu semua bagian organisasi, dan
informasi keuangan yaitu informasi yang diperoleh dari sistem akuntansi
organisasi. Informasi akuntansi dan nonakuntansi dibutuhkan dalam pengambilan
keputusan untuk menetapkan strategi perencanaan organisasi dalam usaha
mencapai kinerja organisasi. Hal ini dapat diperoleh dari output yang disediakan
dari akuntansi keperilakukan. Djasuli (2017) merujuk dari penelitian-penelitian
sebelumnya menyatakan bahwa akuntansi keperilakuan menyajikan informasi
yang bersifat non keuangan. Informasi tersebut dapat berupa motivasi, absensi,
-
10
gaya kepemimpinan, budaya organisasi, komitmen organisasi, agama dan
spiritualitas yang dapat melatarbelakangi perilaku pengambil keputusan dalam
mengambil kebijakan organisasi.
Ameen et al., (2018) melihat bahwa keberadaan akuntansi manajeman
yang berfungsi menyediakan informasi akuntansi dapat menjadi budaya organisasi
dalam pengambilan keputusan, karena dalam setiap pengambilan keputusan
senantiasa di konsultasikan pada akuntan manajemen. Lebih dalam lagi Anco
(2017) menjelaskan bahwa koridor utama dalam proses pengambilan keputusan
adalah budaya organisasi, dimana pemimpin bersama seluruh elemen organisasi
sejatinya melakukan pengambilan keputusan secara bersama dalam organisasi.
Jalal (2017) menunjukkan bahwa budaya organisasi dapat menjadi bagian
dari kunci untuk pengambilan keputusan kepemimpinan dan pencapaian
organisasi. Budaya ini dibangun dari kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan yang
dipegang teguh secara mendalam tentang bagaimana organisasi seharusnya
dijalankan atau beroperasi (Robbins dan Judge, 2013). Budaya organisasi juga
berpengaruh terhadap kinerja organisasi. Penelitian yang menyatakan hal ini
ditemukan dalam penelitian Kamau dan Wanyoike (2019) di Kenya berbicara
tentang budaya kerja tim, keterlibatan karyawan dan kepemimpinan. Sedangkan
penelitian Saad dan Abbas (2018) di Arab berbicara tentang budaya pengelolaan
perubahan, pencapaian tujuan dan kerjasama tim. Pemimpin yang kurang
memahami budaya organisasi dapat menimbulkan adanya kesalahan dalam
pengambilan keputusan, sehingga kinerja yang diharapkanpun tidak tercapai.
-
11
Selain budaya organisasi, spiritualitas di tempat kerja menjadi hal yang
sangat penting saat ini dalam suatu organisasi. Spiritualitas ini tidak dapat
dipisahkan dari perilaku individu yang terkait dengan kepribadian individu
manusia (Sahertian et al., 2019). Pandey (2017) menyatakan seseorang yang
hidup dengan spiritualitas yang baik didalam dirinya akan selalu berorientasi
untuk menebarkan kebaikan kepada sesama. Ia akan melihat segala peristiwa dari
sudut pandang yang positif, mengambil hikmah dari setiap peristiwa (Habib,
2019). Dengan adanya spiritualitas maka keputusan-keputusan yang diambil akan
selalu mengarahkan kepada pilihan-pilihan positif dan berguna bagi kepentingan
sesama.
Yayasan sebagai organisasi non-profit didirikan dengan nilai-nilai
spiritualitas yang melekat pada tujuan organisasi, dan membudaya dalam setiap
aktivitasnya. Maka selain dari informasi akuntansi, kedua hal ini dipandang
penting dan dapat mempengaruhi nilai-nilai financial yang akan ditetapkan dalam
pengambilan keputusan baik dalam pembiayaan maupun pendapatan. Selain itu,
budaya organisasi dan spiritualitas dipandang penting oleh penulis karena
merupakan bagian dari identitas dari organisasi yang dapat membedakannya
dengan organisasi lain, dan juga penting untuk menciptakan output atau lulusan
yang mampu berkompetisi dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan
spiritualitas yang diprediksi dapat menghambat efek negative dari era industry 4.0
(Habib, 2018).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik dan termotivasi untuk
melakukan penelitian yang lebih utuh tentang pengaruh informasi akuntansi,
-
12
budaya organisasi dan spiritualitas di tempat kerja terhadap pengambilan
keputusan serta kinerja organisasi. Penelitian ini dimungkinkan dalam bidang
penelitian akuntansi keperilakuan dengan menggunakan pendekatan teori
contingency, yaitu dengan menempatkan informasi akuntansi, budaya organisasi
dan spritualitas di tempat kerja sebagai variable contigensi yang diprediksi
berpengaruh terhadap pengambilan keputusan sebagai variabel rancangan
pengendalian terbaik bagi yayasan, serta pengaruhnya terhadap kinerja organisasi
sebagai variabel konsekuensi yang diuji secara langsung maupun tidak langsung.
Penelitian ini akan dilakukan pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia,
dimana penulis melihat bahwa penelitian di Yayasan masih belum banyak
dilakukan.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah di atas, maka peneliti dapat
mengidentifikasi masalah sehingga penelitian ini dipandang sebagai suatu hal
yang baru, yaitu sebagai berikut:
1. Kinerja yayasan cenderung menurun karena adanya keterlambatan
mengambil keputusan untuk melakukan perubahan atau terobosan baru
dalam pengelolaan unit sekolah yayasan pendidikan.
2. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang menggali dan mendiagnosa
persoalan yang ada lebih awal dalam pengambilan keputusan saat
menentukan program kerja dan strategi yang bisa menjawab tantangan
zaman.
-
13
3. Pengambilan keputusan kurang melalui analisis alternative-alternative
pilihan terbaik sebagai terobosan baru sesuai dengan tuntutan zaman yang
dapat dimasukkan dalam program kerja yayasan.
4. Pengelola yayasan pendidikan Katolik kurang memanfaatkan secara
maksimal informasi akuntasi dan nonakuntansi dalam proses pengambilan
keputusan yang tepat dan terbaik untuk meningkatkan kinerja yayasan.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini dilakukan
dalam batasan Yayasan pendidikan Katolik yang ada di Indonesia, maka dengan
demikian variable-variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dalam
cakupan yang berlaku dalam organisasi tersebut.
1.4 Rumusan Masalah Dan Tujuan Penelitian
1.4.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latarbelakang dan identifikasi masalah yang dijelaskan
sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian diajukan sebagai berikut:
1. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
2. Apakah informasi akuntansi berpengaruh terhadap kinerja organisasi pada
yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
3. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
-
14
4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja organisasi pada
yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
5. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
6. Apakah spiritualitas di tempat kerja berpengaruh terhadap kinerja organisasi
pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia?
7. Apakah pengambilan keputusan berpengaruh terhadap kinerja organisasi
pada yayasan Katolik di Indonesia?
1.4.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latarbelakang, identifikasi masalah dan perumusan
masalah penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam
melakukan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh informasi akuntansi, budaya
organisasi dan spiritualitas terhadap pengambilan keputusan pada yayasan
pendidikan Katolik di Indonesia.
2. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh secara langsung maupun tidak
langsung informasi akuntansi, budaya organisasi dan spiritualitas terhadap
kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia.
3. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh pengambilan keputusan terhadap
kinerja organisasi pada yayasan pendidikan Katolik di Indonesia.
-
15
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memberikan manfaat dan kontribusi bagi berbagai
pihak antara lain:
1. Bagi seluruh Yayasan pendidikan secara umum dan Yayasan pendidikan
Katolik secara khusus. Hasil penelitian ini dapat memberi pengetahuan,
pemahaman dan sebagai referensi untuk semakin mengenal kekuatan
yayasan yang perlu dipelihara, dikembangkan dan dipertahankan dalam
mencapai tujuan yayasan pendidikan. Penelitian ini dapat digunakan
sebagai panduan praktis untuk membangun iklim kerja yang sehat pada
organisasi.
2. Bagi akademisi dan peneliti selanjutnya. Hasil penelitian ini dapat
menambah referensi tentang pentingya informasi akuntansi, budaya
organisasi dan spiritualitas dalam pengambilan keputusan untuk mencapai
kinerja organisasi.