bab i pendahuluan 1.1 latar belakang · 1.1 latar belakang sejak lama, seluruh bangsa indonesia,...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak lama, seluruh bangsa Indonesia, Selalu diingatkan agar selelalu
hidup berdampingan dengan damai dalam masyarakat yang berbeda suku bangsa,
ras, dan golongan. Kita diajak untuk mengerti, menghayati, dan melaksanakan
kehidupan bersama kearah tercapainya kesatuan dan persatuan dalam perbedaan
sebagaimana semboyan Bhineka Tunggal Ika yang selalu mengingatkan kita
untuk menghargai dan menghayati perbedaan didalam kehidupan dengan
masyarakat yang kita namakan sebagai masyarakat majemuk. Utuk mencapai cita-
cita tersebut tidaklah mudah. Karena tidak banyak orang memahami bahwa
hakikat suku bangsa, agama, ras, dan golongan-golongan dalam masyarakat juga
merupakan manifestasi dari etnik yang memiliki latar belakang sosial dan budaya
yang dapat membentuk cara berpikir, sikap, dan Tindakan. (Liliweri, Prasangka,
Konflik, & Komunikasi Antarbudaya, 2018)
Dapat dikatakan bahwa budaya-budaya daerah yang terdapat di Indonesia
merupakan sebuah identitas bangsa yang menjadi ciri khas dan mengalir dalam
tatanan kehidupan manusia yang berada di dalamnya. Sedangkan, Herusatoto
Manusia adalah makhluk berbudaya. Pernyataan ini mengandung pengertian
bahwa, kebudayaan merupakan ukuran bagi tingkah laku serta kehidupan
manusia. Kebudayaan pun menyimpan nilai-nilai bagaimana tanggapan manusia
terhadap dunia, lingkungan serta masyarakatnya. Seperangkat nilai-nilai yang
menjadi landasan pokok bagi penetuan sikap terhadap dunia luar bahkan menjadi
dasar setiap langkah yang dilakukannya (Herusatoto, 2003) Budaya adalah salah
satu faktor besar manusia dalam membuat keputusan atau bereaksi terhadap
semua situasi dan kondisi, termasuk hal-hal yang bersifat personal dalam dirinya
sendiri.
2
Matsumoto (dalam Rosa, 2006) Menjelaskan bahwa budaya adalah suatu
konstruk psikologis. Konsep tersebut mengacu pada sejauh mana sekelompok
orang secara Bersama-sama menganut serangkaian sikap, nilai, keyakinan, dan
perilaku. Budaya disampaikan dari generasi ke generasi berikut melalui Bahasa
atau pengamatan. Budaya bersifat turunan atau diajarkan secara turun temurun
Dari generasi yang lebih tua kepada generasi yang lebih muda dan begitu
seterusnya. Maka dari itu, Budaya dan Kelompok adalah dua kata yang tidak bisa
dipisahkan. Berbicara tentang budaya, tentu juga sangat melekat dari sebuah
identitas suatu yang ada di dunia. Seperti suku papua dengan koteka-nya, Madura
dengan Karapan sapi-nya, suku bali dengan tari kecak-nya, suku Mentawai dan
suku dayak dengan tato-nya, dan masih banyak lagi.
Begitu pula dengan suku lainnya, Suku Dayak tentu punya adat dan
kebudayaan yang kental. Pengelompokan budaya dalam sebuah buku berjudul
“Kebudayaan Dayak : Aktualisasi dan Transformasi” yang ditulis oleh beberapa
peneliti yang meneliti tentang Dayak menyebutkan pengelompokan budaya ada 6,
yaitu : Tarian, Busana Tradisonal, ukiran, struktur kemasyarakatan, bahasa dan
simbol. Tato, masuk kedalam pengelompokan budaya dalam simbol. (Alqadrie,
1994)
Namun, siapakah itu dayak? Menurut King (dalam Maunati, 2003)
menjelaskan bahwa Dayak secara kaidah bahasa sebenarnya bukan nama untuk
sebuah suku. Istilah “Dayak” paling umum digunakan untuk menyebut orang-
orang asli non-muslim, non-Melayu yang tinggal di pulau itu(Kalimantan).
Terdapat beragam penjelasan etimologi untuk memaknai “Dayak”. Menurut
Lindblad, Kata “Dayak” berasal dari bahasa Kenyah, yang berarti hulu (sungai)
atau pedalaman. Sebutan orang Dayak dalam bahasa kalimantan pada umumnya
berarti “orang pedalaman”, yang mana mereka jauh dari kehidupan kota. Namun,
lama kelamaan menjadi sebutan bagi suku asli pulau borneo atau Kalimantan.
Baik itu Kalimantan yang menjadi bagian dari negara indonesia maupun yang
menjadi bagian dari negara Malaysia dan Brunei.
3
Menurut Coomans (dalam Maunati, 2006) ke-dayak-an seseorang pun
dikaitkan dengan agama kristen dan dipertentangkan dengan islam, agama yang
dominan di Indonesia. Bila seorang Dayak masuk Islam, mereka tidak lagi
dianggap sebagai orang Dayak, tetapi justru menjadi seorang “Melayu”. Dengan
nada serupa Winzeler (dalam, Maunati, 2006) menengarai bahwa di kalangan
Dayak Bidayuh “biasanya menjadi Muslim berarti tidak lagi menjadi Bidayuh.”
Berbicara mengenai dayak dan kebudayaan, khususnya dalam penelitian
ini adalah kebudayaan tato dayak. Ada beberapa masyarakat adat yang memiliki
sistem pentatoan selalain dayak. Tato masyarakat adat, memiliki identitas
komunitas yang diusung melalui konvensi masyarakat adat. Keragaman motif
tato, memiliki fungsi social dan makna budaya sebagai bagian dari institusi
tradisional. Di Indonesia Suku yang masih mempertahankan tato sebagai budaya
adalah Suku Dayak dan Suku Mentawai. (Rosa, 2016)
Dalam budaya bertato di Indonesia sendiri, suku Dayak juga mempunyai
kemiripan dengan budaya tato dari Suku Mentawai. Seperti yang terdapat dalam
buku yang berjudul “Tato Masyarakat Adat Mentawai dan Dayak”. Tato
masyarakat adat Mentawai dan Dayak meliputi : (a) sebagai symbol struktur
kebudayaan, kesosialan, kepercayaan, ekonomi dan kesehatan; (b) sebagai tanda
kenal keterampilan/kepiawaian atau profesi seseorang, dan (c) sebagai hiasan atau
dekorasi tubuh. Ini ditunjukan melalui beragam bentuk, fungsi dan makna tato.
Tato tradisional memuat acuan tetang tatanan hidup masyarakat adat Mentawai di
Sumatera Barat dan Dayak di Kalimantan Barat, Motif-motf tato tradisional
Mentawai dan Dayak berdasarkan hasil klasifikasi data, observasi pengumpulan
data, penginvestarisasian data dan cross check data, tanda kenal dan hiasan atau
dekorasi tubuh, diperlihatkan pada bentuk, fungsi dan makna dari beragam motif
tato (Rosa, 2016).
4
Gambar 1.1 Tato Mentawai
(sumber : https://www.kaskus.co.id/thread/51f1239638cb17e603000001/tato-
mentawai-tato-tertua-di-dunia/ diakses pada Rabu 19 Februari 2020 pukul 20.23
wib)
Terdapat perbedaan antara bentuk fisik motif tato dari suku
Mentawai dan suku Dayak. Dapat dilihat pada gambar diatas (gambar1.1)
bahwa suku Mentawai mempunyai motif yang lebih menyerupai wujud
garis-garis melengkung di sekujur tubuh. Sedangkan tato suku Dayak
seperti pada gambar dibawah (gambar 1.2) tato dayak memiliki desain yang
berkumpul menjadi tebal dan memiliki perbedaan motif pada setiap bagian
tubuh.
Gambar 1.2 Tato Dayak
(sumber : https://m.kaskus.co.id/thread/5a41f699947868957d8b4568/tato-
tradisi-rajah-tubuh-manusia-dayak/ diakses pada Rabu, 19 Februari 2020 pukul
20.25 wib)
5
Gambar 1.3. Masyarakat Dayak Sedang Melakukan Ritual Sebelum
Membuat Tato.
(Sumber : https://www.thejakartapost.com/news/2018/07/02/dayak-
tribes-perform-rituals-to-cool-electoral-tensions.html diakses pada Senin
15 April 2019 pukul 22.19 wib)
Menurut Olong (dalam Pradita, 2013) fenomena tato bukan dilahirkan dari
sebuah dunia yang bernama modern dan perkotaan. Secara historis, tato lahir dan
berasal dari budaya pedalaman, tradisional, bahkan dapat dikatakan kuno. Tato di
Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu bahkan merupakan bagian dari
kebudayaan Indonesia khususnya dalam penelitian ini adalah suku Dayak di
Kalimantan. Hiasan tato tersebut bukan semata-mata untuk gaya, namun tato yang
ada pada orang-orang suku Dayak memiliki makna tersendiri. Bagi masyarakat
suku Dayak tato merupakan bagian dari tradisi oleh karenanya tidak boleh dibuat
dengan sembarangan. Tato juga bisa melambangkan status sosial seseorang dalam
masyarakat, juga penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Itulah yang
menyebabkan adanya peraturan dalam pemilihan tato baik gambar maupun
penempatan tato. Di tegaskan juga oleh Pradita (2013) bahwa bagi masyarakat
Dayak secara keseluruhan, banyaknya tato yang tersemat pada tubuh seseorang
menjadi sebuah penanda banyaknya orang tersebut sudah kuat mengembara, atau
merantau di banyak daerah baru. Berbeda pula jika tato yang tersemat di tubuh
seorang Dayak itu adalah sebuah gambar yang mewakili burung, biasanya burung
Enggang yang menjadi endemik pulau kalimantan yang di keramatkan oleh suku
Dayak. Hal ini menandakan bahwa orang tersebut adalah golongan bangsawan.
6
tato oleh suku dayak dipercayai sebagai sesuatu yang sakral. Dipercayai jika nanti
pada saat sang pemilik tato meninggal. Maka, tinta hitam yang terukir pada tubuh
mereka akan berubah menjadi cahaya yang akan menerangi jalan di alam Akhirat.
Sama dengan kebanyakan Suku Dayak pada umumnya. (Pradita, 2013)
Namun, Rosa (2006, 18) mengatakan bahwa dari 7 suku induk Dayak
(Ngaju,apu, kayan, iban Klemantan, Murut, Punan, dan Ot Danum) dengan total
405 sub suku yang terdata. Tidak semuanya mengenal tato atau memiliki sistem
pentatoan yang dijadikan bagian dalam tatanan kehidupan kehidupannya. Dalam
datanya sistem pentatoan hanya dapat ditemui pada suku induk Dayak Iban,
Kayan dan Kenya yang terdapat di Kalimantan Barat. Dalam ketiga suku Dayak
tersebut juga memiliki motif tato Identitas, baik sebagai tanda wilayah datri mana
seseorang berasal maupun kepiawaiannya atau kepakarannya seseorang dalam
bidang kerja yang dimiliki. Namun demikian mereka pun memiliki ruang gerak
untuk berekspresi yang lebih bersifat privasi, dalam menentukan motif-motif tato
yang disenanginya. Ini dimaksudkan agar seseorang menjadi lebih feminim untuk
kaum perempuan atau maskulin untuk kaum laki-laki.
Gambar 1.4. Proses pembuatan Tato Dayak
(Sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2018/11/19/hand-tapping-tato-
tradisional-suku-dayak-yang-kembali-menggeliat?page=2 diakses pada
Senin,15 April 2019 pukul 22.29 Wib)
7
Seperti yang kita ketahui. Bahwa, Warga Negara Indonesia yang bertato
pernah mempunyai kenangan buruk pada masa Orde Baru. Tato dianggap dekat
dengan kriminalitas, dan untuk mewujudkan keamanan nasional serta ketertiban
di masyarakat maka para orang yang bertato pun di singkirkan karena dianggap
mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. (Sukendar, 2015)
begitupun bagi suku Dayak. Hal ini tentu sangat berpengaruh kepada
kebudayaan bertato. Butuh motivasi dan keyakinan bagi pemuda suku Dayak
untuk meneruskan Kebudayaan ini. Yang akhirnya menumbuhkan sebuah
pertanyaan, bagaimana kabarnya dari budaya bertato masyarakat adat dayak ini?
Apakah ada perubahan dari segi pemaknaan terhadap sebuah tato bagi pemuda
keturunan suku Dayak? Masihkah pemuda suku dayak mengenal budaya bertato?
Atau bahkan, mungkinkah pemuda keturunan suku dayak masih melesatarikan
budaya tato tradisional suku dayak? Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari
jawaban dari salah satu sub suku yang berada di Provinsi Kalimantan Barat.
Tepatnya berasal Kabupaten Ketapang, Yaitu Dayak simpakng.
“Dayak simpakng seringkali disebut dengan istilah Dayak Simpang saja .
adalah salah satu subsuku Dayak yang umumnya bermukim di kecamatan
Simpang Hulu dan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang. Istilah Simpakng
sesungguhnya adalah nama sungai yang terdapat di kecamatan Teluk
Melanau yang berjarak kurang lebih 70 kilometer dari tempat tinggal orang
Simpakng. Berdasarkan asal-usul sejarah, mereka pernah hidup di daerah
aliran sungai tersebut. Sehingga mereka menyebut dirinya sebagai Orang
Simpakng atau Banua Simpakng”. (Chrystianto, 2013)
Secara geografis, Sub-suku dayak simpang ini berada di dalam daerah
daerah administrasi Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Hal ini
menegaskan bahwa sub-suku Dayak Simpakng termasuk bagian dalam 405 Sub-
suku Dayak yang ada dalam daerah administrasi Provinsi Kalimantan Barat. Juga,
dalam melakukan penelitian ini, peneliti sempat melakukan kunjungan guna
mencari tahu tentang kebudayaan suku Dayak khususnya budaya tato. Peneliti
menemukan fenomena saat mengadakan beberapa interview dengan seorang
keturunan suku Dayak juga seorang pembuat alat musik tradiosional suku Dayak
yaitu “sape”. Alfonsus Ide Krisma, S,sn anggota Bidang Seni dan Pariwisata
Dewan Adat Dayak Kabupaten Ketapang memberi tanggapan tentang bagaimana
8
pemuda keturunan dayak mempunyai kebebasan untuk turut melestarikan budaya
tato atau tidak. Tetapi dengan syarat harus dengan kelompok sub suku dayak yang
memang memiliki motif asli ::
“Sah-sah saja menggunakan tato, tapi haruslah dengan
orang yang tepat(suku yang memiliki sebuah motif tato). Jangan
meng-general-kan yang harusnya tidak general (motif tato). Disatu
sisi juga bagus untuk menunjukan identitas. Aku Dayak, aku harus
bertato. Padahal ada juga Dayak yang tidak bertato. Jadi ada proses
generalisasi yang harus di luruskan.”
(sumber : Dokumentasi pribadi penulis)
Setiap orang memiliki pandangan dan gambaran sendiri apa yang ada
didalam dirinya. Gambaran tentang diri sendiri itu akan muncul melalui berbagai
pengalaman dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pandangannya dalam
mengambil keputusan didalam hidupnya. Seperti halnya yang Agustiani (dalam
Busro, 2018) menyatakan, bahwa konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang
diperoleh dari internerus dan terdiferensiasi. Dasar dari Konsep diri Individu
Gambar 1.5 Alfonsus Ide Krisma, S,sn
9
ditanamkan pada kehidupan anak saat-saat dini dan menjadi dasar mempengaruhi
tingkah lakunya di kemudian hari.
Menurut Hurlock (dalam Busro, 2018) konsep diri yang positif akan
berkembang jika seseorang mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan
good self esteem, good self confidence, dan kemampuan melihat diri secara
realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk berhubungan baik dengan
orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik dan
memiliki konsep diri yang positif.
Dari Fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti konsep diri pemuda
Dayak keturunan Dayak Simpakng yang berasal dari Kabupaten Ketapang.
Apakah yang membuat mereka ingin menato tubuhnya dengan tato tradisional
suku dayak ini, hingga akhirnya pemuda suku Dayak Simpakng tersebut tetap
memutuskan untuk memebuat tato pada tubuhnya. Apakah para pemuda
keturunan dayak simpakng ini memiliki konsep diri yang positif. Dengan
mengetahui siapa diri mereka dan menyadari keadaan disekitar Pemuda
Keturunan Dayak Simpakng asal Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat, Oleh
karena itu, peneliti hendak mengangkat penelitian dengan judul “KONSEP DIRI
PEMUDA BERTATO KEUTURUNAN DAYAK SIMPAKNG”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas, maka masalah
yang akan diteliti adalah bagaimana konsep diri menurut Pemuda keturunan Suku
Dayak Simpakng Pelaku Budaya Tato Tradisional sehingga peneliti merumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Konsep diri Pemuda Suku Dayak asal Kabupaten Ketapang
yang Bertato?
10
1.3 Fokus Penelitian
Penelitian ini terfokus pada pemaknaan dan konsep diri pemuda suku
dayak asal Kabupaten Ketapang yang bertato terhadap dirinya. Fokus penelitian
pertama adalah konsep diri pemuda suku dayak asal Kabupaten Ketapang yang
bertato. Dalam fokus ini, peneliti akan membahas gambaran diri yang dimiliki
oleh pemuda bertato keturunan suku dayak Simpakng pelaku budaya tato
tradisional suku Dayak. Gambaran atau konsep diri ini dilihat dari dimensi
pengetahuan, harapan dan penilaian atau evaluasi yang telah mereka bangun pada
dirinya mulai dari peristiwa di masa lalunya hingga saat ini.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini, diantaratnya adalah :
1. mengetahui konsep diri pemuda keturunan suku dayak asal Kabupaten
Ketapang yang bertato.
1.5 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini , peneliti mengkaji penelitian dari 2 aspek manfaat,
diantaranya adalah :
1.5.1 Aspek Teoritis
Secara teritis, kegunaan penelitian ini adalah :
1. Menambah literatur dalam dunia ilmu komunikasi, khususnya
komunikasi intrapersonal.
2. Menambah wawasan serta pengetahuan peneliti serta
masyarakat tentang konsep dari dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain yang akan meneliti
tentang konsep diri .
11
1.5.2 Aspek Praktis
1 Menjadi pembelajaran dan tambahan wawasan kepada pembaca
tentang kebudayaan Dayak
2 Memberikan wawasan bagi peneliti , masyarakat, dan
pemerintahan tentang konsep diri pemuda suku dayak yang
bertato.
3 Memberikan wawasan tentang bagaimana keadaan budaya yang
ada di Indonesia khususnya budaya tato tradisional kepada
pembaca dan masyarakat.
1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam pengerjaan penelitian ini peneliti mempertimbangkan lokasi dan
waktu pengerjaan penelitian ini sebagai berikut :
1.6.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten
Ketapang Kalimantan Barat, dan di kampus Telkom University.
1.6.2 Waktu Periode Pengerjaan Penelitian
waktu penelitian dimulai pada April 2019 hingga Januari 2020.
Tabel 1.1 Waktu Penelitian
Tahun
Bulan
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
Pra Penelitian
Penelitian Lapangan
Menyusun Proposal
Desk Evaluation
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Wawancara Informan
Pengerjaan Skripsi
2019 2020
Oktober November Desember Januari Februari MaretApril Mei Juni Juli Agustus September
12
1.7 Sistematika Penulisan
Didalam proses penelitian, sistematika pembahasa yang digunakan adalah
sebagai berikut :
BAB I berisikan tentang gambaran umum objek penelitian, latar belakang
penelitian, perusahaan masalah; tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN
BAB II berisikan tentang konsep tato, teori komunikasi, teori komunikasi
non-verbal, teori interaksi simbolik, dan teori konsep diri.
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III Berisikan tentang jenis penelitian, tahapan penelitian, informan,
pengumpulan data, uji keabsahan data dan analisis data.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V berisikan tentang pembahasan mengenai kesimpulan dari hasil
penelitian berupa data penting yang di peroleh melalui pengolahan data
penelitian yang merupakan jawaban dari identifikasi masalah serta saran
yang di ajukan penelitian sebagai rekomendasi bagi objek penelitian dan
landaasan penelitian selanjutnya.