bab i pendahuluan 1.1 latar belakang -...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan kepemimpinan selalu memberikan kesan yang menarik, oleh
sebab itu permasalahan kepemimpinan merupakan topik yang menarik dan dapat
dimulai dari sudut mana saja bahkan dari waktu ke waktu menjadi perhatian
manusia. Ada yang berpendapat masalah kepemimpinan itu sama halnya dengan
sejarah manusia, kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu
keterbatasan dan kelebihan-kelebihan, tetapi pada manusia di satu pihak manusia
terbatas kemampuannya untuk memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan
pemimpin dan kepemimpinan.
Kalau ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan
kepemimpinan dalam suatu kelompok organisasi jika terjadi suatu konflik atau
perselisihan antara orang-orang dalam kelompok tersebut, maka organisasi
mencari alternative pemecahannya supaya terjamin keteraturan dan dapat ditaati
bersama, dengan demikian terbentuklah aturan-aturan, norma-norma atau
kebijakan untuk ditaati agar konflik tidak terulang lagi. Ketika itulah orang-orang
mulai mengidentifikasikan dirinya pada kelompok, dalam hal ini peranan
pimpinan sangat dibutuhkan.
Melihat pentingnya sudut situasi dan waktu yang dipengaruhi oleh
lingkungan kerja organisasi, maka dipandang perlu pemimpin yang melihat
kondisi dan lingkungan berdasarkan gaya kepemimpinan yang diperannya. Para
pemimpin yang melihat situasi dalam mengembangkan karyawannya, dimana
keterkaitan ini menguntungkan bagi karyawan dengan adanya kesempatan mereka
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan prestasi kerja (kinerja) dapat didukung secara informal oleh
pemimpin yang bersifat melihat situasi kecenderungan karakteristik sifat dan
tingkat prestasi karyawannya.
Studi kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung
bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam literatur menajemen dan
perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir. Secara umum, kajian
perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga
tahap penting (Ogbonna dan Harris, 2000 : 25). Pertama, tahap awal studi tentang
kepemimpinan menhasilkan teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang
mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa
dia memiliki sifat atau atribusi personal yang membedakannya dari mereka yang
bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya
mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori
perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini, penekanan yang
semula diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang
dianut oleh para pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar
organisasi dapat berjalan secara efektif, terhadap penekanan suatu gaya
kepemimpinan terbaik (one best way of leading). Ketiga, berdasarkan anggapan
bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku
kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan peranan
penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan,
kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situasional theories).
Dari pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan
orientasi dari one best way leading menjadi context-sensitive leadership. Jika
Universitas Sumatera Utara
ditelusuri lebih lanjut, perkembangan ketiga teori kepemimpinan tersebut tidak
dapat dipisahkan dari paradigma riset kepemimpinan.
Perilaku kepemimpinan situasional yang diterapkan oleh seorang
pemimpin dalam membangun kemajuan perusahaan dengan melihat factor situasi
dan kondisi diperlukan adanya peningkatan mutu sumber daya manusia yang
menjadi landasan suatu organisasi untuk menunjukkan output dalam bekerja
menjadi maksimal. Peningkatan sumber daya manusia ini dapat dilihat oleh
pimpinan menjadi suatu bagian yang utuh yaitu, adanya kualitas pencapaian hasil
kerja karyawan dalam perusahaan, serta kuantitas dari segi efisiensi dan
efektivitas yang dilakukan karyawan. Menurut Pamungkas (2005 : 38) bahwa
yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan cara-cara untuk menghasilkan
sesuatu hasil yang diperoleh dengan aktifitas yang dicapai dengan suatu unjuk
kerja. Maka dengan demikian dibutuhkan kinerja dalam suatu perusahaan atau
organisasi yang dapat mengukur seberapa besar tingkat kemampuan pelaksanaan-
pelaksaan tugas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan.
Peningkatan kinerja karyawan secara perorangan akan mendorong
peningkatan kinerja karyawan secara keseluruhan pada Bank Syariah Bukopin
Cabang Medan. Hal ini tidak terlepas dari peranan perilaku seorang pemiimpin
yang situasional yang menggunakan tehnik waktu, kondisi dan situasi dalam
meningkatkan mutu kualitas karyawannya. Dengan demikian, penilaian kinerja
sangat dibutuhkan sebagai faktor penting untuk memberikan feed back kepada
pimpinan untuk memberikan kapasitas lebih kepada karyawan dalam
meningkatkan kinerja mereka. Maka, seorang karyawan juga akan dibantu oleh
karyawan yang lain dalam megembangkan karirnya di perusahaan Bank Syariah
Universitas Sumatera Utara
Bukopin Cabang Medan, dimana para Staff seperti Customer service, Teller,
Human Resourse Departement dan lain sebagainya, membantu dan saling bekerja
sama untuk dapat dinilai dalam meningkatkan kinerja karyawannya.
Bank Syariah Bukopin Cabang Medan yang sudah berdiri sejak tahun
2006 ini memeiliki kaedah system prosedur pelayanan yang baik. Mulai dari
pimpinan cabang yang menerapkan kepemimpinan yang efektik dengan melihat
situasi kondisi lingkup kerja karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.
Pimpinan cabang yang berperan aktif dan cekatan yang selalu mementingkan
persahabatan yang ideal kepada bawahannya. Pimpinan cabang dan manager pada
Bank Syariah Bukopin Cabang Medan tidak heran memberikan kepemimpinan
yang efektif dalam membina karyawannya. Dari hasil pengamatan sementara yang
dilakukan oleh penulis dalam pra penelitian, belum terdapat permasalahan yang
krusial dalam penerapan kinerja karyawan oleh pimpinan, dalam permasalahan
kepemimpinan yang diterapkan oleh Pimpinan Cabang Bank Syariah Bukopin
Cabang Medan dalam membangun kinerja karyawannya tidak lain adanya gaji
karyawan di Bank Syariah Bukopin Cabang Medan kurang mencukupi.
Adanya masalah yang dihadapi Bank Syariah Bukopin Cabang Medan
merupakan hambatan bagi para karyawan dalam memacu kinerja mereka. Dengan
demikian peran kepemimpinan yang dituangkan Pimpinan Cabang Bank Syariah
Bukopin Cabang Medan sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kinerja mereka.
Apalagi Bagian Customer Service yang berhubungan langsung dengan
masyarakat, dimana masyarakat akan timbul kepercayaan yang negatif kepada
Bank Syariah Bukopin Cabang Medan dalam mengelola pelayanan kepada
nasabah.
Universitas Sumatera Utara
Kurang meningkatnya kualitas kinerja karyawan pada staff Bank Syariah
Bukopin Cabang Medan yang menjadi pandangan buruk oleh segelintir karyawan
yang bekerja baik sebagai pegawai tetap maupun honorer. Hal ini dipicu oleh
kepemimpinan situasional yang harus diterapkan oleh Manager Bank Syariah
Bukopin Cabang Medan dalam mengelola kinerja karyawannya yaitu seluruh
karyawan yang berada di Bank Syariah Bukopin Cabang Medan ini.
Hubungan antara kepemimpinan situasional dengan kinerja karyawan jelas
sangat terkait pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan, dimana seorang
pimpinan cabang menggunakan gaya kepemimpinan dengan melihat kondisi
waktu baik informal maupun formal dan dengan melihat kondisi situasi dari
seorang karyawan. Kepemimpinan situasional terjadi jika pimpinan melihat
berbagai kondisi dari seorang karyawan, dimana dengan menggunakan 4 perilaku
kepemimpinan situasional yaitu tindakan mengarahkan (telling) dengan peran
directive yang tinggi, perilaku pimpinan yang menjual (selling) dengan
mengajukan beberapa alternatif, perilaku pimpinan menggalang partisipasi
(participation) dengan memberi keyakinan kepada karyawan, dan kemudian
mendelegasikan (delegating) kemampuan pimpinan kepada karyawan untuk
bertanggung jawab. Beberapa perilaku kepemimpinan situasional inilah yang
membuat pimpinan cabang Bank Syariah Bukopin Cabang Medan selalu
mengutamakan karyawannya untuk meningkatkan kinerja mereka.
Kepemimpinan situasional yang dijalankan oleh Pimpinan Cabang Bank
Bukopin Syariah Cabang Medan mengharuskan bahwa seorang pemimpin dapat
dengan tegas mengatur dalam mendorong kinerja karyawannya. Hal ini,
menentukan seorang pemimpin dalam menjalankan fungsi kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
situasional. Maka hal ini membuat penulis tertarik untuk mengadakan penelitian
mengenai “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja
Karyawan pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.”
1.2 Perumusan Masalah
Suatu masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan atau diskongruensi
antara kenyataan dengan harapan. Perumusan masalah dalam penelitian adalah
suatu pernyataan yang mengidentifikasikan fenomena yang diteliti berpatok pada
proses dan tindakan. (Anselm Strauss dan Juliet Corbin, 2003 : 27)
Dengan sistematika uraian latar belakang diatas, maka penulis melihat
yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Seberapa Besar
Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Situasional Terhadap Kinerja Karyawan
pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan?”
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi fokus tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perilaku Pimpinan Cabang Bank Syariah Bukopin
Cabang Medan.
2. Untuk mengetahui kinerja karyawan Bank Syariah Bukopin Cabang
Medan
3. Untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan situasional terhadap
kinerja karyawan pada Bank Syariah Bukopin Cabang Medan.
1.4 Manfaat Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Adapun manfaat dari penelitian yang penulis teliti adalah:
1. Penelitian ini diharapkan mampu melatih dalam menerapkan teori-teori
yang telah di dapat dan meningkatkan kemampuan berfikir dalam
penulisan karya ilmiah tentang perilaku kepemimpinan situasional
terhadap kinerja karyawan.
2. Secara Teoritis/Akademis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat
yang baik secara langsung maupun tidak langsung bagi akademisi untuk
khasanah kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, serta memberikan informasi yang
bermanfaat bagi kalangan penulis lain yang ingin mengeksplor penelitian
ini dengan metode dan responden yang lebih baik lagi.
3. Secara Praktis, hasil penelitian ini sangat diharapkan dapat bermanfaat
untuk memberikan sumbangan pemikiran, saran dan sebagai bahan
pertimbangan bagi Pimpinan Cabang dan karyawan Bank Syariah
Bukopin Cabang Medan tentang perilaku kepemimpinan situasional
terhadap kinerja karyawan.
1.5 Kerangka Teori
Sebagai tolak ukur dalam memecahkan masalah, perlu digunakan
pedoman teoritik. Adanya landasan teoritik yang digunakan peneliti dalam
menjelaskan fenomena social yang menjadi objek penelitian. Menurut Sugiyono
(2006 : 55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi, dan generalisasi yang logis
yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam
berbagai organisasi.
Universitas Sumatera Utara
1.5.1 Perilaku Kepemimpinan
1.5.1.1 Definisi Perilaku Kepemimpinan
Pendekatan perilaku kepemimpinan adalah suatu pendekatan yang
menekankan pada apa yang dilakukan secara nyata oleh seorang pemimpin di
dalam jabatannya. Pendekatan ini muncul setelah pendekatan berdasarkan cirri-
ciri keperibadian mengalami kegagalan. Pendekatan perilaku pemimpin
menggunakan factor bawaan dan faktor situasional yang berkombinasi menjadi
konsep perilaku pemimpin yang merupakan deskripsi dari perilaku pemimpin.
Mengingat beragamnya fungsi-fungsi kegiatan pemimpin, maka tujuan
utama penelitian perilaku kepemimpinan adalah untuk mengidentifikasi efektifitas
perilaku kepemimpinan dengan menggunakan konsep yang konsiderasi dan
struktur inisiasi dalam pemimpin.
Kemampuan manajerial seorang pemimpin yang tampak dalam
merencanakan, menggerakkan, mengkordinasikan, dan mengawasi serta
mengendalikan kegiatan di lingkungan organisasi/perusahaan sangat dipengaruhi
oleh perilaku (behaviour) pemimpin sebagai kegiatan nyata yang dilakukannya
dalam jabatannya. Konsep Yulk (dalam J. Kaloh 2009 : 9) tentang perilaku
kepemimpinan yaitu menyebarkan informasi (informing); merencanakan
(planning); mengorganisir (organizing); memecahkan masalah (problem solving);
merumuskan peranan dan tujuan (clarifying); memonitoring (controlling);
memotivasi (motivating); mencegah konflik dan mengembangkan kelompok
(managing conflict and team building); serta membuat jaringan (networking),
telah dijadikan acuan untuk mengetahui perilaku kepemimpinan manakah yang
sering digunakan dan perilaku mana yang jarang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Rensis Likert (dalam J. Kaloh 2009 : 9) pakar perilaku kepemimpinan,
membagi gaya atau perilaku kepemimpinan menjadi 4 (empat) sistem, yaitu
system exploitative authoritative (otokrasi pemerasan), system benevolent
authoritative (otokratis bijak), system consultative leadership (kepemimpinan
konsultatif) dan system participative group leadership (kepemimpinan partisipatif,
kelompok). Perilaku kepemimpinan merupakan suatu tindakan yang dilakukan
pemimpin secara terus menerus yang karena kemampuannya dapat menggerakkan
orang lain untuk melakukan sesuatu dalam rangka pencapaian tujuan. Perilaku
kepemimpinan yang efektif yaitu tindakan nyata yang dilakukan pemimpin di
dalam pekerjaannya, sehingga kegiatan organisasi berlangsung secara efektif.
1.5.1.2 Jenis-jenis Perilaku Kepemimpinan
Penjabaran menurut Yuk (dalam J. Kaloh 2009 : 150) adanya indikator
perilaku kepemimpinan dituangkan dalam alat ukur baku yang digunakan untuk
mengetahui profil perilaku pemimpin dan kategori perilaku kepemimpinan
sehingga dapat digunakan pemimpim untuk mengetahui aspek-aspek
kepemimpinan dituangkan dalam jenis-jenis kepemimpinan, yaitu:
1. Perilaku Menyebarkan Informasi (Informating)
Penyebaran informasi merupakan alat organisasi dalam rangka
pengembangan organisasi maupun untuk membina hubungan kerja antara
para anggota organisasi. Perilaku menyebarkan informasi, yaitu perilaku
atau tindakan pemimpin dalam menyebarkan informasi yang relevan
seperti keputusan dan rencana, memberikan informasi teknis yang
dibutuhkan bawahan dalam melakukan pekerjaannya, menginformasikan
Universitas Sumatera Utara
kepada bawahan tentang kemajuan yang dicapai organisasi secara
keseluruhan.
2. Perilaku Konsultasi dan Delegasi (Consulting and Delegating)
Perilaku konsultasi dan delegasi, yaitu perilaku atau tindakan pemimpin
untuk membahas bersama pihak lain sebelum membuat keputusan,
memberikan saran yang dapat mendorong kemajuan, memberikan
kesempatan atau keluesan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan secara mandiri, menampung ide dan saran dari bawahan
sebelum mengambil keputusan serta memberi kesempatan kepada
bawahan untuk melaksanakan tanggung jawab atas pelaksanaan tugas
pokok. Dengan perilaku ini, keputusan yang diambil pemimpin didukung
oleh semua pihak dan pada akhirnya bobot keberhasilannya akan lebih
besar.
3. Perilaku Perencanaan dan Pengorganisasian (Planning and Organizing)
Perilaku perencanaan dan pengorganisasian yaitu perilaku atau tindakan
pemimpin dalam wujud merumuskan tujuan dan strategi untuk dapat
menyesuaikan dengan perubahan lingkungan, merumuskan bagaimana
mengalokasikan dan memanfaatkan sumber daya manusia dalam rangka
pencapaian tujuan, merumuskan bagaimana mengembangkan efesiensi
dalam pelaksanaan kegiatan dan bagaimana melakukan koordinasi yang
baik dengan pihak lain.
4. Perilaku Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Perilaku pemecahan masalah yaitu perilaku atau tindakan pemimpin
dalam mengidentifikasikan masalah-masalah yang berhubungan dengan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan, menganalisis masalah secara sistematis dan terus-menerus guna
mengidentifikasi penyebab dan menemukann pemecahannya. Konsekuen
melaksanakan keputusan dan tugas dalam mengatasi atau krisis yang
dihadapi organisasi.
5. Perilaku Merumuskan Peranan dan Tujuan (Clarifying)
Perilaku merumuskan peranan dan tujuan, yaitu perilaku atau sikap dan
tindakan pemimpin dalam mewujudkan perumusan tugas-tugas,
menetapkan arah pekerjaan, memberi pengertian tentang tanggung jawab
yang diemban sehubungan dengan jabatan, merumuskan tujuan yang akan
dicapai, menentukan batas waktu penyelesaian tugas dan mengarahkan
bawahan dalam penyelenggaraan tugas-tugas organisasi. Perilaku
merumuskan peranan dan tujuan dari pemimpin akan membentuk persepsi
staf terhadap tugas organisasi serta meningkatkan kapabilitas pimpinan
terhadap pelaksanaan tugas organisasi.
6. Perilaku Pemantauan (Monitoring)
Perilaku pemantauan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin
guna memperoleh informasi tentang kegiatan kerja, melakukan
pengecekan tentang kemajuann dan kualitas pekerjaan, evaluasi kinerja
bawahan dan unit instansi di lingkungan organisasi dan melakukan
pengamatan untuk mengetahui berbagai peluang dan hambatan yang
dihadapi dalam pelaksanaan tugas-tugas dan program organisasi.
Pemantauan dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai kegiatan
kerja, pengamatan dan evaluasi terhadap kemajuan dan kualitas pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
serta menjadi masukan bagi pemimpin dalam melanjutkan dan
mengembangkan apa yang telah dicapai.
7. Perilaku Motivasi
Perilaku motivasi yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin untuk
mempengaruhi emosi bawahan dengan menggunakan nilai-nilai serta
logika guna mendorong antusiasme atau semangat kerja karyawan,
menumbuhkan komitmen terhadap tujuan dan tugas, bersedia melakukan
kerjasama, memberi bantuan dan dukungan. Pemberian motivasi
dimaksudkan untuk mempengaruhi emosi bawahan dan menumbuhkan
komitmen terhadap tugas dan tujuan serta mengembangkan hubungan
kerjasama, yang diharapkan dapat meningkatkan semangat dan kegairahan
bawahan dalam menjalankan tugasnya.
8. Perilaku Pengakuan dan Penghargaan
Perilaku pengakuan dan penghargaan, yaitu perilaku atau sikap dan
tindakan pemimpin untuk menyediakan hadiah, pengakuan dan
penghargaan kepada bawahan yang kecakapannya baik dan yang
memberikan kontribusi bagi keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas
dilingkungan organisasi. Pemgakuan dan penghargaan erat kaitannya
dengan motivasi. Pengakuan dan penghargaan diberikan kepada karyawan
dengan harapan agar tindakan tersebut tercipta semangat kerja yang tinggi.
Dalam organisasi pemerintah pengakuan dan penghargaan terhadap
karyawan yang berprestasi biasanya dalam bentuk pujian yang kadang-
kadang disertai dengan pemberian piagam penghargaan dan hadiah
lainnya.
Universitas Sumatera Utara
9. Perilaku Dukungan (Supporting)
Perilaku dukungan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin yang
terungkap dalam bentuk sifat bersahabat, baik budi, suka membantu,
selalu menunjukkan dukungan dan simpati kepada bawahannya dan
melakukan sesuatu untuk mendorong bawahan agar skill-nya meningkat
dan kariernya berkembang.
10. Perilaku Mencegah Konflik dan Mengembangkan Kelompok (Managing
Conflict and Team Building)
Perilaku mencegah konflik dan mengembangkan kelompok kerja yaitu
perilaku atau sikap dan tindakan pemimpin untuk mendorong dan
menyediakan fasilitas yang konstruktif dalam pemecahan masalah dan
mendorong atau mengembangkan kerjasama kelompok yang cocok dalam
penyelenggaraan tugas-tugas atau program organisasi. Perran pemimpin
dalam pencegahan konflik adalah untuk mendorong dan menyediakan
fasilitas yang sifatnya konstruktif yang dapat membantu proses
pemecahan masalah. Demikian pula perilaku pemimpin dalam
mengembangkan kelompok hanya digunakan pada situasi dan kondisi
tertentu.
11. Perilaku Membuat Jaringan
Perilaku membuat jaringan yaitu perilaku atau sikap dan tindakan
pemimpin dalam wujud membaur secara informal, membangun hubungan
dengan orang yang memiliki sumber informasi dan dukungan,
memantapkan hubungan dengan semua pihak yang terkait secara periodic
Universitas Sumatera Utara
melalui kunjungan, telepon, surat-menyurat dan kehadiran dalam rapat-
rapat serta kegiatan social.
1.5.2 Kepemimpinan
1.5.2.1 Definisi Kepemimpinan
Secara etimologi kepemimpinan bersal dari kata dasar “pimpin” yang
artinya bimbing atau tuntun. Dari kata pimpin lahirlah kata kerja “memimpin”
yang artinya membimbing atau menuntun dan kata benda “pemimpin” yaitu orang
yang berfungsi memimpin atau orang yang membimbing atau menuntun.
Kepemimpinan menurut John C. Maxwel (1997 : 7) yaitu:“inilah definisi menurut saya tentang kepemimpinan, yakni suatu deskripsi satu kata, singkat, dan sederhana, yang menempatkan kepemimpinan dalam jangkauan setiap orang. Semua dari kita dapat melatih sejumlah pengaruh pada seseorang, pada masalah yang sama dan ditempat yang sama. Kepemimpinan bukan jabatan, posisi atau bagan alir (flowchart). Kepemimpinan adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan orang lain”.
Penguasaan seni dan ilmu kepemimpinan menurut J. Kaloh (2009 : 9)
merupakan syarat utama bagi seorang pimpinan karena:
1. Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin
yang berupa sifat-sifat tertentu seperti keperibadian (personality),
kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability)
2. Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang
terkait dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu
sendiri.
3. Kepemimpinan adalah sebagai proses antar hubungan atau interaksi antar
pemimpin, bawahan dan situasi.
Kepemimpinan juga merupakan aspek penting dalam organisasi
khususnya lingkup administrasi pemerintahan daerah. Menurut Jyuji Misumi
Universitas Sumatera Utara
(dalam J. Kaloh, 2009 : 12) bahwa kepemimpinan merupakan subjek penting di
dalam manajemen dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan
langsung saling berhubungan antara atasan dengan bawahan dalam sebuah
organisasi.
Menurut Slamet (2002 : 29) menyebutkan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan, proses atau fungsi pada umumnya untuk
mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Selanjutnya dikemukakan oleh Slamet (2002 : 30) bahwa kepemimpinan
penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada
orang dan kepemimpinan itu harus mengena kepada orang yang dipimpinnya. Hal
ini berarti harus diakui secara timbale balik, misalnya sasaran yang dipimpin
harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pemimpinnya.
Selain itu, kepemimpinan menurut Stogdill (dalam J. Kaloh, 2009 : 10)
mengandung pengertian sebagai berikut:
1. Kepemimpinan sebagai titik pusat proses-proses kelompok
2. Kepemimpinan adalah suatu keperibadian yang mempunyai pengaruh
3. Kepemimpinan adalah seni untuk menciptakan kesesuaian paham atau
kesetiaan, kesepakatan
4. Kepemimpinan adalah pelaksaan pengaruh
5. Kepemimpinan adalah tindakan atau perilaku
6. Kepemimpinan adalah suatu bentuk persuasi
7. Kepemimpinan adalah suatu hubungan kekuatan/kekuasaan
8. Kepemimpinan adalah suatu hasil dari interaksi
9. Kepemimpinan adalah peranan yang dipilihkan
Universitas Sumatera Utara
10. Kepemimpinan sebagai inisiasi (permulaan) dari struktur
Kepemimpinan menurut Sunarto (2005 : 34) adalah proses memberi
inspirasi kepada seluruh karyawan agar bisa bekerja sebaik-baiknya untuk
mencapai hasil yang diharapkan. Kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan
agar bertindak secara benar, mencapai komitmen dan memotivasi untuk mencapai
tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki dua peran penting, yaitu:
1. Menyelesaikan tugas, artinya tujuan utama dibentuknya kelompok
dibawah pemimpin. Para pemimpin harus memastikan bahwa tujuan
kelompok akan tercapai.
2. Menjaga hubungan yang efektif, yaitu hubungan pemimpin dengan
anggota kelompoknya maupun hubungan antar kelompok.
Selain itu pemimpin harus memiliki: pertama, intuisi yaitu keterlibatan
pemimpin dalam menatap situasi, mengantisipasi perubahan, mengambil resiko
dan membangun kejujuran. Kedua, pandangan yaitu keterlibatan pemimpin dalam
mengimajinasikan suatu kondisi untuk memperbaiki lingkungan organisasi.
Ketiga, nilai keselarasan yaitu kemampuan pemimpin untuk mengetahui dan
memahami nilai-nilai yang berkembang dalam organisasinya, nilai-nilai yang
dimiliki bawahannya, serta dapat memadukan kedua nilai tersebut menuju
organisasi yang efektif. Keempat, kepastian akan maksud dan arah tujuan.
Stone dan Sachs (dalam J. Kaloh, 2009 : 11) mengemukakan, empat hal
stategis bagi pemimpin dalam memimpin organisasi, yaitu: (1) memberdayakan
anggota organisasi; (2) menciptakan lingkungan pelatihan; (3) mengupayakan
agar visi misi dan nilai-nilai organisasi menjadi milik anggota organisasi; (4)
Universitas Sumatera Utara
membuka diri terhadap perkembangan dan mudah menyesuaikan diri dengan
perkembangan.
1.5.2.2 Teori Kepemimpinan
Teori-teori kepemimpinan pada umumnya berusaha menerangkan factor-
faktor yang memungkinkan munculnya kepemimpinan dan sifat dari
kepemimpinan (Pramudji, 1992 : 145).
Study tentang kepemimpinan bisa dikelompokan menjadi 4 (empat)
pendekaten. Fiedler (dalam Nawawi, 2003 : 44), menyatakan keempat teori
kepemimpinan tersebut, yaitu:
1. Teori “Great Man” dan Teori “Big Bang”
Teori ini mengemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan
sejak seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nannus (dalam
Nawawi, 2003 : ), menyatakan pemimpin dilahirkan bukan diciptakan.
Teori ini melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang
melalui peroses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena
keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin.
Teori Big-Bang mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota
organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi
pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan,
pemberontakan, reformasi dan lain-lain.
2. Teori Sifat atau Karakteristik Keperibadian
Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin
apabila memiliki sifat-sifat atau karakteristik kepribadian yang dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan
seorang pemimpin. Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimipin ditentukan oleh sifat-sifat/karakteristik kepribadian
yang dimiliki.
3. Teori Perilaku
Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk
mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap
atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan demikian berarti teori ini
juga memusatkan perhatiannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan
kata lain, keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan
organisasi, sangat tergantung dari perilakunya dalam melaksanakan
fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya.
4. Teori Kontingensi atau Teori Stuasional.
Teori situasional dapat disimpulkan bahwa seorang peminpin yang efektif
memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam
organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka
diperlukan kemampuan dari peminpin untuk mengadaptasi kepeminpinan
yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.
1.5.2.3 Fungsi – fungsi kepeminpinan
Fungsi kepeminpinan menurut Sondang P. Siagian (2003 : 48) sebagai
fungsi manajemen mencakup beberapa tugas kewajiban dan dalam rangaka
kepeminpinan menjalankan pemerintahan, yang diantaranya :
1. Peminpin Sebagai Penentu Arah
Universitas Sumatera Utara
Peminpin mampu mengarahkan strategi dan taktik keputusan organisasi
yang hendak di tempuh menuju tujuan sehingga mengoptimalkan
pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Pengambilan
keputusan yang diungkapkan S. Pramudji (1992 : 127) ialah kewajiban
sorang peminpin dalam organisasi ialah mengambil keputusan dalam
rangka menjalankan kekuasaan atau dalam rangka memecahkan masalah -
masalah dalam organisasinya. Dikemukakan oleh John. D millet (dalam
Pramudji, 1992 : 127) bahwa salah satu kemapuan peminpin ialah
kemampuan berani mengambil keputusan.
2. Pimpinan Sebagai Wakil Dan Juru Bicara Organisasi
Peminpin puncak organisasi yang menjadi wakil dan juru bicara resmi
akan mampu mncapai tujuannya tanpa memelihara hubungan yang baik
dengan berbagi pihak diluar organisasi yang bersangkutan sendiri. Sebagai
wakil dan juru bicara organisasi fungsi pimpinan tidak terbatas hanya
pemeliharaan hubungan baik saja tetapi harus membuahkan perolehan
dukungan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan organisasi.
Pemeliharaan hubungan yang baik agar pihak yang berkepentingan
mempunyai persepsi yang baik terhadap organisasi.
3. Pimpinan Sebagai Komunikator yang Efektif
Adanya pemeliharaan hubungan yang baik dilakukan dengan proses
komunikasi. Keputusan yang telah diambil disampaikan kepada para
pelaksana melalui jalur komunikasi yang terdapat dalam organisasi.
Adanya interaksi pesan yang terjadi antara atasan dengan bawahan, antara
sesama pejabat pimpinan dan antara sesama petugas pelaksana kegiatan
Universitas Sumatera Utara
operasional dengan serasi berkat terjadinya komunikasi yang efektif
sehingga dimungkinkan terjadi umpan balik yang bermanfaat bagi
organisasi.
4. Pimpinan Sebagai Mediator
Fungsi pimpinan sebagai mediator difokuskan pada penyelesaian situasi
konflik yang mungkin timbul dalam satu organisasi, tanpa mengurangi
pentingnya situasi konflik yang mungkin timbul dalam hubungan keluar
harus dihadapi dan diatasi oleh pimpinan.
5. Peranan Pimpinan Selaku Integrator
Pemimpin selaku integrator haruslah meletakkan sikap yang objektif dan
netral sebagai pimpinan. Dalam situasi berfikir dan bertindak para anggota
organisasi dapat bersikap negatif maupun positif. Untuk mencapai
keberhasilan satu kelompok organisasi secara utuh dan bukan terkotak-
kotak, peranan integrator diutamakan dimana menghasilkan menhasilkan
keberhasilan yang tidak merugikan kecenderungan bagi kelompok-
kelompok tertentu.
Fungsi kepemimpinan tidak luput dari ciri-ciri kepemimpinan yang
dimiliki oleh seorang pemimpin. Analisis kepemimpinan berdasarkan ciri
kepemimpinannya yang diungkapkan oleh Sondang P. Siagian (2003:75)
memberikan petunjuk bahwa ciri-ciri kepemimpinan ideal yaitu :
1. Pengetahuan yang luas
2. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang
3. Sifat inkuisitif
4. Kemampuan analitik
Universitas Sumatera Utara
5. Daya ingat yang kuat
6. Kapasitas integrative
7. Keterampilan berkomunikasi secara efektif
8. Keterampilan mendidik
9. Rasionalisme dan objektivitas
10. Pragmmatisme
11. Kemampuan menentukan skala prioritas
12. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting
13. Rasa tepat waktu
14. Rasa kohesi yang tinggi
15. Naluri relevasi
16. Keteladanan
17. Kesediaan menjadi pendengar yang baik
18. Adaptabilitas
19. Fleksibelitas
20. Ketegasan dan keberanian
21. Orientasi
22. Sikap yang antisipatif
1.5.2.4 Tipologi Kepemimpinan
Seseorang yang menduduki jabatan pimpinan mempunyai kapasitas untuk
”membaca” situasi yang dihadapinya secara tepat dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya agar sesuai dengan tuntutan situasi yang dihadapinya meskipun
penyesuaian itu mungkin hanya bersifat sementara.
Universitas Sumatera Utara
Karena penyesuaian-penyesuaian tersebut memang merupakan kehidupan
manajerial seseorang yang menduduki posisi jabatan pimpinan. Adanya
penyesuaian yang dilakukan seseorang manajerial terhadap tempat ia melakukan
pekerjaan, perlu kiranya seorang manajerial terhadap tempat ia melakukan
pekerjaan, perlu kiranya seorang pemimpin memiliki tipe-tipe kepemimpinan
yang perlu melakukan perubahan terhadap penyesuaian situasi yang berada di
lingkup kerjanya.
Tipologi kepemimpinan yang secara luas banyak diterapkan oleh
kepemimpinan dewasa ini, Prof. Dr. Sondang P. Siagian (2003: 27) memandang
sebelum meletakkan tipe-tipe dalam kepemimpinan dalam situasi pemimpin perlu
melihat kategori dari berbagai karakter yaitu :
1. Persepsi seorang pimpinan tentang peranannya selaku pimpinan
2. Nilai – nilai yang di anut
3. Sikap dalam mengemudikan jalannya organisasi
4. Perilaku dalam memimpin
5. Gaya kepemimpinan yang dominan
Dari kelima karakteristik tersebut haruslah dimiliki seorang pemimpin dari
berbagai tipe kepemimpinan yang memberdakan antara yang satu dengan yang
lainnya. Ada lima tipe kepemimpinan yang diakui keberadaannya diantaranya :
1. Tipe Ototkratik
Segi kepemimpinan yang otokratik memiliki serangkaian karakteristik
yang dapat dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Dilihat dari segi
persepsinya, seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang
sangat egois besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan yang
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya. Sehingga peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam
kehidupan organisasional seperti kekuasaan, serta memiliki nilai
kepemimpinan organisasional yang membenarkan segala cara yang
ditempuh untuk mencapai tujuannya. Seorang pemimpin yang otoriter
akan menunjukkan sikapnya yang menonjol ”keakuan” dalam berbagai
bentuk seperti :
a) Cenderung memperlakukan para bawahan sama dengan alat – alat lain
dalam organisasi dan kurang menghargai harkat dan martabat mereka.
b) Pengutamaan oerientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas
tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas ini dengan kebutuhan dan
kepentingan para bawahan
c) Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan
keputusan dengan cara hanya menginformasikan kepada bawahannya
dan menuntut mereka untuk melakukan pekerjaan.
Sikap pemimpin demikian akan mewujudkan diri pada perilaku pemimpin
kepada bawahannya. Karena baginya tujuan organiisasi identik dengan
tujuan pribadinya, maka perilakunya akan sedemikian rupa sehingga orang
lain akan memperoleh kesan bahwa pemimpin tersebut memandang
organisasi sebagai milik pribadinya yang dapat diperlakukan sekehendak
hati. Dengan demikian ia tidak mau menerima saran dan kritik dai para
bawahannya. Pemimpin yang otokratik dalam prakteknya akan
menggunakan gaya kepemimpinan yang :
a) Menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
b) Dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuan
Universitas Sumatera Utara
c) Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi
d) Menggunakan pendekatan punitif dalam hal terjadi penyimpangan
oleh bawahan.
2. Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat
agraris. Popularitas pemimpin yang paternalistik disebabkan oleh
beberapa faktor seperti:
a) Kuatnya ikatan primordial
b) Extended family system
c) Kehidupan masyarakat yang komunalistik
d) Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan
bermasyarakat
e) Masih dimungkinkannya hubungann pribadi yang intim antara
seseorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lain.
Persepsi seorang pemimpin paternalistik tentang peranannya dalam
kehidupan organisasional dapat dikatakan diwarnai oleh harapan pada
umumnya berwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu beperan
sebagai bapak yang bersifat melindungi dan yang layak dijadikan sebagai
tempat bertanya dan memperoleh petunjuk. Legitimasi kepemimpinannya
dipandang sebagai hal yang wajar dan normal, dengan implikasi
organisasionalnya seperti kewenangan memerintah dan mengambil
keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan para bawahannya.
Universitas Sumatera Utara
Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternalistik mengutamakan kebersamaan. Artinya
pemimpin yang bersangkutan berusaha memperlakukan semua orang dan
semua satuan kerja yang terdapat didalam organisasi seadil dan serata
mungkin. Dimata seorang pemimpin yang paternalistik para bawahannya
belum dewasa dalam cara bertindak dan berfikir sehingga memerlukan
bimbingan dan tuntutan terus menerus. Konsekuensi dari perilaku seorang
pimpinan yang paternalistik demikian ialah para bawahannya tidakk
dimanfaatkan sebagai sumber informasi, ide dan saran.
3. Tipe Kharismatik
Kepemimpinan yang kharismatik memiliki karekteristik yang khas yaitu
daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh
pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Seorang pemimpin
yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut
meskipun para pengikutnya tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara
konkret mengapa orang tertentu dikagumi.
Mungkin pula seorang pemimpin yang kharismatik menggunakan gaya
yang paternalistik, tetap ia tidak kehilangan daya demokratik atau
partisipatif.pemimpin yang tergolong kharismatik ini jumlahnya tidak
besar dan mungkin jumlah yang sedikit ini pulalah yang menyebabkan
sehingga tidak cukup data empiris yang dapat digunakan untuk
menganalisis secara ilmiah karakter pemimpin yang kharismatik.
4. Tipe Laissez Faire
Universitas Sumatera Utara
Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire tentang peranannya sebagai
seorang pemimpin berkisar pandangannya bahwa pada umumnya
organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota
organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui
apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin
dicapai, tugas apa yang harus dijalankan oleh masing-masing anggota dan
seorang pimpinan tidak perlu sering melakukan intervensi dalam
kehidupan organisasional. Seorang pemimpin yang Laissez faire melihat
peranannya sebagai ”polisi lalu lintas”. Dengan anggapan bahwa para
anggota organisasisudah mengetahui dan cukup dewasa untk taat kepada
peraturan permainan yang berlaku, seorang pemimpin yang laissez faire
cenderung memilih peranan yang pasif dan membiarkan organisasi
berjalan sesuai dengan temponya sendiri tanpa harus banyak mencampuri
bagaimana organisasi harus dijalankan. Nilai-nilai yang dianut oleh
seorang pemimpin yang laisses faire dalam menjalankan fungsi-fungsi
kepemimpinannya sangat bertolak dari filsafat hidup manusia pada
dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam kehidupan bersama, mempunyai
kesetiaan kepada sesama dan kepada organisasi, taat kepada norma-norma
dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai tanggungjawab
yang besar terhadap tugas yang harus diembannya. Karena demikian,
pemimpin yang memiliki tipe laissez faire memiliki nilai yang tepat dalam
hubungan atasan – bawahan adalah nilai yang saling mempercayai yang
besar. Melihat dari karakteristik dari pimpinan bertipe laissez faire ini
memiliki gaya kepemimpinan yang digunakan yakni :
Universitas Sumatera Utara
a) Pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif
b) Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan
yang lebih rendah dan kepada para petugas oerasional, kecuali dalam
hal-hal tertentu yang nyatanya menuntut keterlibatan secara langsung
c) Status quo organisasional tidak terganggu
d) Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan bertindak
yang inovatif dan kreatif didasarkan kepada para anggota organisasi
yang bersangkutan sendiri.
e) Sepanjang dan selama paran anggota organisasi menunjukkan perilaku
dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam
perjalanan organisasi berada pada tingkatan yang minimum.
5. Tipe Demokratik
Bagi kebanyakan seseorang dalam menjalankan organisasinya cenderung
menerima perlakuan demokratik dari pimpinannya. Tipe kepemimpinan
yang demokratik adalah tipe ideal yang sangat diinginkan oleh para
bawahannya. Ditinjau dari persepsinya, seorang pemimpin yang
demokratik biasanya memandang peranannya selaku kordinator dan
integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi sehingga bergerak
sebagai suatu titik tolak. Pendekatan dalam menjalankan fungsi
kepemimpinannya adalah pendekatan holistik dan integralistik. Seorang
pimpinan yang demokratik dihormati dan disegani dan bukan ditakuti
karena perilakunya dalam kehidupan organisasional.
Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau
kelompok menuju tujuan tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa
Universitas Sumatera Utara
faktor. Faktor-faktor itu berasal dari diri kita sendiri, pandangan kita terhadap
manusia, keadaan kelompok dan situasi waktu kepemimpinan kita laksanakan.
Orang yang memandang kepemimpinan sebagai status dan hak unntuk
mendapatkan fasilitas, uang, barang, jelas akan menunjukkan praktek
kepemimpinan yang tidak sama dengan orang yang mengartikan kepemimpinan
sebagai pelayanan kesejahteraan orang yang dipimpinnya.
1.5.3 Kepemimpinan Situasional
15.3.1 Defenisi Kepemimpinan Situasional
Menyangkut konsistensi gaya kepemimpinan seseorang bersifat ”fixed”
sehingga tidak berubah meskipun dihadapkan dengan kondisi yang berlainan
dengan gaya kepemimpinannya. Kepemimpinan seseorang tidaklah berubah
dalam menghadapi situasi yang bagaimanapun. Jika seseorang pada hakikatnya
memiliki ciri-ciri kepemimpinan otokratik, gaya kepemimpinannya pun akan
otokratik pula, terlepas dari situasi organisasional yang dihadapinya. Sebaliknya,
jika seseorang yang berpandangan demokratik akan secara konsisten memiliki
peran partisipatif meskipun situasi organisasonal yang dihadapinya sesungguhnya
menunut gaya kepemimpinannya yang lain.
Gaya kepemimpinan seseorang yang bersifat situasional, dalam
prakteknya pandangan ini berarti bahwa tidak ada seorang pemimpin yang sangat
konsisten menggunakan satu gaya kepemimpinan tertentu terlepas dari situasi
yang dihadapinya. Artinya efektifitas seseorang sangat tergantung pada
kemampuannya membaca situasi yang dihadapinya dan menyesuaikan gaya
kepemimpinannya dengan situasi tertentu, sehingga pemimpin yang efektif akan
menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya.
Universitas Sumatera Utara
Menurut teori situasional, seorang pemimpin yang paling otokratik
sekalipun akan mengubah gaya kepemimpinannya yang otokratik itu dengan gaya
lain, misalnya gaya yang agak demokratik, apabila situasi tertentu menurutnya
untuk dipakai. Adanya sejarah yang memberikan banyak bukti mengenai
pimpinan di Indonesia yang bersifat otokratik dan pada akhirnya mengalah pada
tuntutan rakyat. Kepemimpinan situasional mengatakan seseorang yang biasanya
mennggunakan gaya kepemimpinan yang demokratik mungkin saja bertindak
otoriter apabila situasi menghendakinya, seperti pelanggaran kepada pegawai
terhadap disiplin organisasi, mengoreksi penyelewengan atau sangat didesak oleh
situasi krisis.
1.5.3.2 Teori Situasional
Belajar dari konsep Hersey and Blancard, perilaku dan gaya
kepemimpinan bersifat situasional. Pemimpinan atau manajer harus menyesuaikan
responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan
dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon
seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah
pengarahan dan dukungan yang bersifat sosioemosional. Sementara itu manajer
harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.
Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat
kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilaku dalam
bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat kematangannya, menurut Hersey dan
Blancard (www.edymartin.wordpress.com) ada empat jenis karyawan, yaitu: (1)
karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawan yang tidak mampu,
Universitas Sumatera Utara
tetapi mau, (3) karyawan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawan yang
mampu dan mau.
Teori situasi dalam kepemimpinan pemerintahan menurut Inu Kencana
Syafe’I (2003 : 21) adalah teori dimana pemimpin memanfaatkan situasi dan
kondisi bawahannya dalam kepemimpinannya. Ada empat respon kepemimpinan
dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu
mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan mendelegasikan dengan
memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan (directif), sebagai berikut :
1. Mengarahkan (telling)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon
kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan
lemah dalam kemampauan, minat dan komitmennya. Sementara itu,
organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam
situasi seperti ini Hersey dan Blancard menyarankan agar manajer
memainkan peran directive yang tinggi, memeberi saran bagaimana
menyelesaikan tugas-tugas itu tanpa mengurangi intensitas hubungan
sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan.
2. Menjual (selling)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas,
takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga memproporsikan
struktur tugas dengan tanggung jawab karyawan. Selain itu, manajer harus
menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi serta
masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi ini, karyawan
sudah mulai mampu mengerjakan tugas-tugas dengan lebih baik, akan
Universitas Sumatera Utara
memicu perasaan timbulnya over confident. Kondisi ini, memungkinkan
karyawan menhadapai permasalahan baru yang muncul. Oleh karena itu,
setelah memberikan pengarahan, manajer harus memerankan gaya
menjual dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan masalah.
3. Menggalang Partisipasi (participation)
Perilaku kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus
diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak
memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena
ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan
tugas/tanggung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan.
Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah
dan secara aktif mendengarkan mendukung usaha – usaha yang dilakukan
para bawahan.
4. Mendelegasikan (delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan
yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya
”delegasi”. Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi
pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau
melaksanakan tugas/tanggungjawabnya. Mereka diperkenankan untuk
melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan dan
dimana pekerjaan mereka harus diselesaikan. Pada gaya delegasi ini tidak
terlalu diperlukan komunikasi dua arah.
1.5.3.3 Tipe Pemimpin Situasional
Universitas Sumatera Utara
Seorang pemimpin sama halnya dengan seorang pembimbing. Seorang
pembimbing sebagai conseler pelatih yang selalu membimbing orang-orang ketika
ia memberikan instruksi. Sama halnya seperti seorang manajer atau pimpinan
yang selalu mengembangkan karyawannya dalam memberikan instruksi kepada
mereka. Perilaku seorang pemimpin haruslah diberikan bawahan/karyawan sesuai
dengan perilaku yang dimiliki karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat
meningkatkan kinerja karyawan, perilaku kepemimpinan situasional haruslah
melihat bagaimana karakteristik perilaku karyawannya. Jack Cullen dan Len
D’Innopcenzo (2005 : 25) seorang pembimbing harus mengetahui tipe-tipe yang
menggambarkan seorang karyawan bekerja. Ada dua tipe yang efektif yang
digunakan oleh pemimpin situasional untuk menyesuaikan pendekatan kepada
karyawan dalam meningkatan kinerja karyawan.
1. Tipe Dominan (High D)
Kebiasaan yang paling mudah dilihat seorang pemimpin adalah karyawan
yang memiliki tipe dominan. Tipe dominan tampak tegas dan suka
memaksa. Mereka biasanya berbicara, membuat keputusan, memulai
tidakan, dan membuahkan hasil dengan cepat dan memiliki pendapat yang
sudah jelas serta gemar membuat sesuatu yang nyata. Mereka berkembang
dan membentuk lingkungan sekitarnya dengan mengalahkan lawan
mereka dan berusaha mewujudkan hasil yang mereka capai. Beberapa dari
tipe dominan ini menyukai pekerjaan lapangan yang memberikan mereka
kesempatan untuk mendapatkan otoritas, prestasi, dan pengakuan. Mereka
mempunyai kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan mereka dan
mereka akan mengatasi segala rintangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Tipe Pengaruh (High i)
Tipe kebiasaan kedua ini, seorang karyawan yang dibutuhkan bimbingan
seorang pemimpin dalam meningkatkan kinerjanya yaitu tipe pengaruh.
Karyawan yang memiliki karakter seperti ini membentuk lingkungannya
dengan mengajak orang lain menjadi sekutunya untuk mendapatkan hasil.
Karyawan bertipe ini menginginkan hasil, sama halnya dengan mereka
yang bertipe dominan. Namun, mereka juga menaruh pada orang-orang
disekitar mereka. Meraka mempengaruhi publik melihat dari sesuatu apa
yang mereka lihat dan menikmati pengakuan publik atas keberhasilan
mereka dalam menyelesaikan sesuatu. Tipe seperti ini menikmati
hubungan dengan orang lain, mengobrol dan menciptakan suasana
motivasional, dan melihat orang lain dan situasi dengan optimis.
1.5.4 Kinerja Karyawan
1.5.4.1 Definisi Kinerja
Seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi dari situasi ke masa depan,
harus memahami mengenai kinerja dan bagaimana mengukur serta bagaimana
strategi atau perilaku pemimpin yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan
organisasinya. Kinerja (Mahsun, 2006 : 25) merupakan gambaran mengenai
tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk
menyebutkan prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok
individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini
berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.
Kinerja berasal dari akar kata ”to performance”, menurut Joko Widodo
(2005 : 78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya
sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedang
kinerja menurut Suryadi Prawirosentono (dalam Widodo, 2005 : 78) kinerja yaitu
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam
rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar
hukum dan sesuai dengan moral dan etika.
Kinerja individu perorangan (individual performance) dan organisasi
(organizational performance) memiliki keterkaitan yang sangat erat. Tercapainya
tujuan organisasi tidak bisa dilepaskan dari sumber daya yang dimiliki oleh
organisasi yang digerakkan atau dijalankan oleh sekelompok orang yang berperan
aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Kinerja sumber daya manusia merupakan istilah yang berasal dari kata
Job Performance atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestai
sesungguhnya yang dicapai seseorang). Defenisi kinerja yang dikemukakan oleh
Bambang Kusriyanto (dalam Mangkunegara, 2006 : 9) adalah: ”perbandingan
hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (per jam)”.
Menurut Faustino Cardosa Gomes (dalam Mangkunegara, 2006 : 9)
mengemukakan defenisi kinerja pegawai sebagai: ”ungkapan seperti output,
efisiensi serta efektivitas sering dihubungkan dengan produktivitas”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut John Whitmore (dalam situs wikipedia, 1997 : 104) ”kinerja
adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseornag, kinerja adalah
suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.
Defenisi kinerja menurut Anwar Prabu Mengkunegara (2000 : 67) bahwa
”kinerja karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuatitas
yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”.
Dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi kerja atau
hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber daya
manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
1.5.4.2 Evaluasi / Penilaian Kinerja
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi pegawai dikemukakan oleh Leon
C. Mengginson (dalam Mangkunegara, 2000 : 69), ”penilaian prestasi kerja
(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk
menentukan apakah karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan
tanggungjawabnya”. Andrew E. Sikula (dalam Mangkunegara, 2000 : 69)
mengemukakan ”penilaian karyawan merupakan evaluasi yang sistematis dari
pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses
penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari beberapa obyek orang
ataupun sesuatu (barang)”.
Dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja karyawan adalah penilaian
yang dilakukan secaa sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan
kinerja organisasi. Selain itu evaluasi kinerja untuk menentukan kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
pelatihan kerja secara tepat. Memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada
karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa
mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi
jabatan atau penentuan imbalan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa
prinsip dasar evaluasi kinerja karyawan adalah :
1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan
yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja setiap saat.
2. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil
diskusi anatara pegawai dengan penyelia langsung, suatu diskusi yang
konstruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu.
3. Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan
kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate
planning, dilakukan secara periodic, terarah dan terprogram.
1.5.4.3 Pengukuran Kinerja Karyawan
Menurut Bernandin dan Russel (dalam Gomes 1993 : 135) mengemukakan
ukuran-ukuran dari kinerja karyawan yaitu sebagai berikut:
1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.
2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.
4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.
5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.
6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.
Universitas Sumatera Utara
8. Personal qualities yaitu menyangkut keperibadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.
Sedangkan Agus Dharma (2003 : 355) mengatakan hampir semua cara
pengukuran kinerja mempertimbangkan beberapa hal. Pertama kuantitas, yaitu
jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran kuantitatif melibatkan
perhitungan keluaran dari proses atau pelaksanaan kegiatan. Kedua kualitas, yaitu
mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Ketiga, ketepatan waktu yaitu sesuai
tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Pengukuran ketepatan waktu
merupakan khusus dari pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu
penyelesaian pekerjaan.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2002 : 56) kinerja dapat dikatakan baik
atau dapat dinilai dari beberapa hal, antara lain:
1. Kesetiaan 2. Prestasi kerja 3. Kedisiplinan 4. Kreativitas 5. Kerjasama 6. Kecakapan 7. Tanggungjawab 8. Efektifitas dan efisiensi
Kesetiaan karyawan dapat dilihat dari tekad dan kesanggupan menaati,
melaksanakan, dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran
dan tanggungjawab. Sehingga menghasilkan prestasi kerja yang maksimal.
Prestasi kerja merupakan kinerj yang dicapai oleh seorang karyawan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Kinerja karyawan dinilai berdasarkan kedisiplinannya dalam menjalankan
tugasnya sebagai karyawan yaitu kesadaran dan kesediaan seorang karyawan
Universitas Sumatera Utara
untuk menghormati, menghargai, mematuhi dan menaati peraturan-peraturan yang
berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankanya.
Selain kreativitas karyawan juga perlu dibangun. Kreativitas ini berupa
kemampuan pengetahuan yang dimiliki klarywan dan juga kemampuan untuk
mengemukakan atau menciptakan suatu program kerja baru dalam menghadapi
tantangan kerja, baik secara individu maupun dalam tim. Sehingga karyawan juga
dituntut untuk mempunyai kemampuan bekerjasama dengan orang lain dalam
menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga
mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Pekerjaan yang
dilakukan karyawan harus berjalan secara efektif dan efisien agar dapat
meningkatkan kinerjanya, dan yang terpenting dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaan yang dieserahkan kepadanya karyawan terseut mempunyai
kesanggupan untuk menyelesaikan dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu sert
berani memikul resiko atas keputusan yang telah diambilnya.
1.5.4.4 Tujuan Penilaian / Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja karyawan adalah untuk memperbaiki atau
meningktkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari sumber daya
manusia organisasi. Selain itu, Agus Sunyoto (dalam Mangkunegara, 2006 : 10)
menjelaskan tujuan dari evaluasi kinerja adalah:
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan
kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan
dan aspirasinya dalam meningkatkan kepedulian terhadap karier atau
terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusu rencana diklat dan kemudian menyetuji
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Adapun kegunaan dari penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah:
1. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunkan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2. Untuk mengukur sejauh mana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya
3. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan
4. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektivan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja
dan pengawasan.
5. Sebagai indicator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi
karyawan yang berada di dalam organisasi
6. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga
dicapai performance yang baik.
7. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan
kemampuan karyawan selanjutnya
Universitas Sumatera Utara
8. Sebagai criteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan
9. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan
karyawan.
10. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description).
1.5.4.5 Sasaran Penilaian/Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja karyawan merupakan sarana/alat untuk memperbaiki
karyawan yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi.
Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan
terpercaya dalam bidangnya. Oleh karena itu, sangat tergantung para
pelaksanaannya, yaitu para karyawan agar mereka mencapai sasaran yang telah
ditetapkan oleh organisasi dalam corporate planning-nya. Fokusnya adalah kepada
kegiatan bagaimana usaha untuk slalu meningkatkan kinerja dalam melaksakan
kegiatan sehari-hari.
Agus sunyoto (dalam Mangkunegara, 2006 : 11) mengembangkan adanya
sasaran-sasaran dalam evaluasi kinerja karyawan yaitu:
1. Membuat kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan
periodic, baik kinerja pegawai maupun kinerja organisasi.
2. Membuat evaluasi kebutuhan penelitian dari para pegawai melalui audit
keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan
kemampuan dirinya.
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk analisis periode
Universitas Sumatera Utara
selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh pegawai, mutu dan sarana
yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja pegawai.
4. Menentukan potensi pegawai yang berhak memperoleh promosi dan
imbalan dari hasil evaluasi pimpinan dan pegawainya.
1.5.4.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja
Factor kinerja karyawan adalah kecenderungan apa yang membuat
pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas
maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan.
Menurut Keith Davis (dalam Mangkunegara, 2000 :67) ada beberapa
factor yang mempengaruhi pencapaian kinerja pegawai yaitu:
a. Faktor Kemampuan (Ability)
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan
karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan
pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam
mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai
hasil kinerja maksimal.
b. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan sebagai sikap (attitude) pimpinan yang terhadap situasi
keja di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap
situasinya akan mewujudkan motivasi yang tinggi sebaliknya jika mereka
mewujudkan sikap negative maka redahlah motivasinya. Situasi kerja
dimaksud adalah hubungan kerja, fasilitas kerja, kebijakan pimpinan, pola
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Universitas Sumatera Utara
Menurut A. Dale Timple (dalam Mangkunegara, 2006 : 15) fakor-faktor
kinerja terdiri dari factor internal dan factor eksternal. Factor internal
(disposisional) yaitu factor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang,
misalnya kinerja seseorang baik disebabkan kemampuan tinggi dan pekerja keras
atau sebaliknya. Factor eksternal yaitu factor-faktor seseorang berasal dari
lingkungan. Seperti perilaku,sikap,tindakan-tindakan rekan kerja, bawahan atau
pimpinan, fasilitas kerja, dan iklim organisasi.
Factor penentu prestasi kerja yang mempengaruhi karyawan menurut
Anwar Prabu Mangkunegara (2006 : 16) ada dua yaitu:
1. Factor Individu
Individu yang memiliki kinerja yang baik terlihat dari integritas yang
tinggi antara fungsi psikis dan fisik, maka individu tersebut memiliki
konsentrasi yang baik dalam dirinya. Konsentrasi yang baik dalam dirinya
merupakan modal utama untuk mengelola potensi diri secara optimal.
2. Faktor Lingkungan Organisasi
Factor lingkungan kerja organisasi yang mempengaruhi prestasi kerja
adalah jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang
menantang, pola komunikasi kerja efektif, hubungan kerja yang harmonis,
iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarier dan fasilitas kerja yang
memadai.
1.6 Hipotesis
Adanya permasalahan yang akan diteliti masih perlu pembuktiannya
dengan pengujian. Hipotesis menurut Earl Babbie (2006 : 75) merupakan
Universitas Sumatera Utara
kumpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan
dengan membuktikan kebenaran hipotesis itu melalui penelitian. Pembuktian itu
hanya dapat dilakukan dengan menguji hipotesis dimaksud dengan data di
lapangan.
Dari uraian di atas, makapenelitian membuat hipotesis untuk penelitian ini
adalah:
1. Hipotesis Alternatif (Ha), yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara
variable independent (X) dengan variable dependen (Y); maka adanya
pengaruh yang positif antara perilaku kepemimpinan situasional dengan
kinerja karyawan.
2. Hipotesis Nol (Ho), yaitu adanya hubungan yang mempengaruhi antara
variable independent (X) dengan variable dependen (Y); adanya pengaruh
negative antara perilaku kepemimpinan situasional dengan kinerja
karyawan.
1.7 Defenisi Konsep
Konsep menurut Singarimbun (1995 : 37) merupakan istilah dan definisi
yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu social. Untuk
mendapatkan batasan yang jelas dari variable yang akan diteliti, maka penulis
mengungkapkan definisi konsep sebagai berikut:
1. Perilaku Kepemimpinan Situasional
Perilaku Kepemimpinan Situasional adalah dimana suatu tindakan atau
perilaku seorang pemimpin dalam menggerakkan para karyawannya
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan posisi dan peran yang dimainkan pemimpin kepada
bawahannya serta meletakkannya sesuai dengan kondisi karyawan untuk
memotivasi mereka dalam pencapaian tujuan organisasi pemerintah.
2. Kinerja Karyawan
Kinerja karyawan merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai
tamggung jawab yang diberikan kepadanya.
1.8 Definisi Operasional
Operasionalisasi secara sederhana mengacu paada langkah-langkah,
prosedur-prosedur atau operasi-operasi yang akan melalui pengukuran dan
identifikasi variable-variable yang akan di observasi. Definisi operasional menurut
Singaribun (1995 : 46) ialah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana
caranya mengukur suatu variable. Dengan kata lain bahwa definisi operasional
adalah sebagai petunjuk pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan untuk
operasionalisasi kerangka teori yang dituangkan menjadi indicator-indikator agar
mempermudah operasionalisasi dari suatu penelitian.
Penelitian ini terdiri atas dua variable, yaitu:
1. Variable bebas atau Independent Variable (X), yaitu perilaku
kepemimpinan situasional dengan menggunakan indicator sebagai berikut:
1. Perilaku mengarahkan (telling)
a. Menjelaskan kepada bawahan tentang apa yang harus dikerjakan,
bagaimana, dimana dan kapan
b. Pemimpin memecahkan masalah
Universitas Sumatera Utara
c. Membuat keputusan
d. Mengawasi dengan ketat pelaksanaan tugas
2. Perilaku Menjual (selling)
a. Menggunakan komunikasi dua arah
b. Meminta saran dari bawahan
c. Memberi dukungan yang besar kepada bawahan karena beberapa
gagasan yang disarankan bawahan adalah baik
d. Selalu mengukuhkan inisiatif dan pengambilan resiko
e. Mengajarkan bawahan menilai pekerjaannya sendiri
3. Perilaku Mendukung (participation)
a. Mendukung usaha-usaha bawahan
b. Mendengarkan saran dari bawahan
c. Memudahkan interaksi bawahan dengan orang lain
d. Mendorong dan memuji bawahan
e. Mengajukan pertanyaan yang memperluas pemikiran bawahan
f. Mendorong keberanian mengambil resiko
4. Perilaku Mendelegasikan (delegating)
a. Menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya kepada bawahan
b. Menyerahkan pengambilan keputusan kepada bawahan
c. Menyerahkan pemecahan masalah sehari-hari kepada orang yang
melaksanakan tugas
2. Variabel Terikat atau dependent variable (Y), yaitu kinerja pegawai yang
indikatornya ialah:
Universitas Sumatera Utara
1. Quantity of work yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu
periode yang ditentukan.
2. Quality of work yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-
syarat kesesuaian dan kesiapannya.
3. Job Knowledge yaitu luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan
keterampilannya.
4. Creativeness yaitu keaslian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan
tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
timbul.
5. Cooperation yaitu kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain
atau sesama anggota organisasi.
6. Dependability yaitu kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja.
7. Initiative yaitu semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan
dalam memperbesar tanggungjawabnya.
8. Personal qualities yaitu menyangkut keperibadian, kepemimpinan,
keramahtamahan dan integritas pribadi.
9. Efektivitas dan efisiensi yaitu menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-
baiknya dan mempergunakan waktu yang efisien.
1.9 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesis,
definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sample, teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor dan
teknik analisa data
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan gambaran umum lokasi penelitian yang relevan
dengan topic penelitian
BAB IV PENYAJIAN DATA
Bab ini menguraikan hasil data dari kajian dan analisa data yang
diperoleh dari lapangan dan menyajikannya.
BAB V ANALISA DATA
Bab ini berisikan uraian data-data yang diperoleh setelah
penelitian dari lapangan
BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari sebuah penelitian
yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara