bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang...

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU Perubahan Atas UUJN). Notaris juga mempunyai wewenang untuk membantu pemerintah dalam melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya, mengingat akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Akta otentik yang dibuat oleh notaris merupakan sebuah alat pembuktian untuk menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna karena memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian

Upload: lamkhanh

Post on 19-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan

dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam

akta otentik, menjamin kepastian pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan

grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu

tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang

ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU

Perubahan Atas UUJN).

Notaris juga mempunyai wewenang untuk membantu pemerintah dalam

melayani masyarakat dalam menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan

hukum melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapannya, mengingat akta

otentik sebagai alat bukti terkuat dan memiliki nilai yuridis yang esensial dalam

setiap hubungan hukum bila terjadi sengketa dalam kehidupan masyarakat. Akta

otentik yang dibuat oleh notaris merupakan sebuah alat pembuktian untuk

menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak.

Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang

sempurna karena memiliki tiga kekuatan pembuktian, yaitu kekuatan pembuktian

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

2

lahiriah, kekuatan pembuktian formil, dan kekuatan pembuktian material.

Kekuatan pembuktian lahiriah (uitwendige bewijskracht) yaitu kemampuan yang

dimiliki oleh akta otentik untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik

yang lahir sesuai dengan aturan hukum mengenai peryaratan sebuah akta otentik.

Kekuatan pembuktian formil (formele bewijskracht), yaitu kemampuan untuk

memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta yang disebutkan dalam

akta memang benar dilakukan, terkait dengan tanggal atau waktu pembuatan,

identitas para pihak, tanda tangan para penghadap, saksi-saksi, dan notaris, tempat

pembuatan akta, serta keterangan atau pernyataan yang dilihat, disaksikan,

didengar atau disampaikan oleh para pihak. Kekuatan pembuktian material

(materiele beswijskarcht) merupakan kepastian mengenai kebenaran materi suatu

akta.1

Notaris dalam melaksanakan tugas dan jabatannya yang berwenang

membuat akta otentik dapat dibebani tanggungjawab atas perbuatannya hal ini

sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU Perubahan Atas UUJN. Tanggungjawab

tersebut sebagai kesediaan dasar untuk melaksanakan kewajibannya.

Pertanggungjawaban notaris meliputi kebenaran materil atas akta yang dibuatnya.

Notaris tidak bertanggung jawab atas kelalaian dan kesalahan isi akta yang dibuat

di hadapannya, melainkan Notaris hanya bertanggung jawab bentuk formal akta

otentik sesuai yang diisyaratkan oleh undang-undang. Setiap wewenang yang

diberikan kepada notaris harus dilandasi aturan hukumnya sebagai batasan agar

jabatan dapat berjalan dengan baik dan tidak bertabrakan dengan wewenang

1Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertangungjawaban Notaris dalam

Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 116-118.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

3

jabatan lainnya. Dengan demikian jika seorang notaris melakukan suatu tindakan

di luar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan

yang melanggar wewenang. Maka akta notaris tersebut tidak mengikat secara

hukum atau tidak dapat dilaksanakan.

Kewenangan notaris adalah membuat akta otentik sesuai dengan ketentuan

Pasal 1 angka 1 UU Perubahan Atas UUJN. Keberadaan akta otentik sangat

diperlukan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat, salah satunya adalah

dalam dunia perbankan. Salah satu kewenangannya adalah membuat perjanjian

kredit.

Pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan mengadakan suatu

perjanjian. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok yaitu perjanjian utang

piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian

jaminan. Agunan atau jaminan merupakan suatu hal yang sangat erat

hubungannya dengan bank dalam pelaksanaan teknis pemberian kredit. Kredit

yang di berikan oleh bank perlu diamankan. Tanpa adanya pengamanan, bank

sulit menghindari risiko yang akan datang..

Untuk mendapatkan kepastian dan keamanan dari kreditnya, bank

melakukan tindakan-tindakan pengamanan dan meminta kepada calon nasabah

agar memberikan jaminan suatu barang tertentu sebagai jaminan di dalam

pemberian kredit dan yang diatur dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata). Dalam

prakteknya jaminan yang paling sering digunakan adalah jaminan kebendaan yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

4

salah satunya adalah tanah atau tanah dan bangunan yang dijadikan jaminan

dengan hak tanggungan.2

Dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), telah diatur suatu

lembaga jaminan hak atas tanah atau tanah dan bangunan yang disebut dengan

Hak Tanggungan, yang pengaturannya akan diatur lebih lanjut dengan suatu

Undang-Undang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka lahirlah Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda

Yang Berkaitan Dengan Tanah (selanjutnya disebut UUHT). Pemberian jaminan

dengan Hak Tanggungan diberikan melalui Akta Pemberian Hak Tanggungan

(selanjutnya disebut APHT) yang didahului dan/atau dengan pembuatan Surat

Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut SKMHT) merupakan

bagian yang terpisahkan dari perjanjian kredit. Adanya aturan hukum mengenai

pelaksanaan pembebanan hak tanggunan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan

untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi senua pihak dalam

memanfaatkan tanah beserta benda-benda sebagai jaminan kredit.

Perjanjian kredit berkedudukan sebagai perjanjian pokoknya. Untuk itu,

praktik pengikatan dengan jaminan hak tanggungan dalam kegiatan perbankan

hendaknya sesuai dengan yang telah diatur dalam UUHT, artinya merupakan

sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang

mengikutinya. Perjanjian kredit dengan Jaminan hak tanggungan bukan

merupakan hak jaminan yang lahir karena undang-undang melainkan lahir karena

2Muchdarsyah Sinungan, 1990, Kredit Seluk Beluk dan Pengelolaannya. Tograf,

Yogyakarta, hal. 12.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

5

harus diperjanjian terlebih dahulu antar bank selaku kreditor dengan nasabah

selaku debitor. Oleh karena itu secara yuridis pengikatan jaminan hak tanggungan

lebih bersifat khusus jika dibandingkan dengan jaminan yang lahir berdasarkan

undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 1131 KUHPerdata.

Wewenang Notaris/PPAT dalam perjanjian kredit adalah pada saat

pembebanan hak tanggungan sebagai jaminan kredit, serta dalam proses

pencoretan atau roya hak tanggungan tersebut. Berdasarkan ketentuan Pasal 22

UUHT, yang dimaksud Roya adalah pencatatan hapusnya hak tanggungan.

Pencatatan hapusnya Hak Tanggungan tersebut dilakukan oleh Kepala Kantor

Pertanahan dengan cara mencoret catatan adanya hak tanggungan yang

bersangkutan pada buku tanah dan sertipikat obyek yang dijadikan jaminan.

Pencoretan catatan tersebut didasarkan pada permohonan dari pihak yang

berkepentingan dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan tersebut

diterima oleh Kantor Pertanahan.3

Terkait dengan hal tersebut diatas, dalam hal kajian penelitian ini adalah

saat debitor akan melakukan proses roya terhadap hak tanggungan sebagaimana

tertulis dalam sertifikat, sedangkan sertifikat Hak Tanggungan yang dipegang oleh

kreditor dalam hal ini bank ternyata hilang. Untuk proses pencoretan sertifikat itu

diperlukan suatu akta khusus yang dibuat oleh notaris guna membantu para pihak

yang terkait untuk mewujudkan keinginannya. Akta tersebut adalah akta konsen

roya.

3Sutardja Sudrajat, 1997, Pendaftaran Hak Tanggungan dan Penerbilan Sertiftkatnya,

Mandar Maju, Bandung, hal. 54.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

6

Akta konsen roya merupakan salah satu akta otentik yang dibuat notaris

atas permintaan bank sebagai pihak yang berisi pernyataan pihak bank bahwa

sertipikat hak tanggungan debitor yang berada dalam kekuasaannya telah hilang,

di mana sertipikat hak tanggungan itu merupakan syarat bagi debitor yang telah

melunasi hutangnya untuk melakukan roya. Keberadaan akta konsen dalam ruang

lingkup hak tanggungan belum diatur secara tegas dalam undang-undang hak

tanggungan maupun oleh undang-undang atau aturan lainnya, sehingga hal ini

menimbulkan permasalahan terhadap kedudukan hukum dari akta yang dibuat

oleh notaris tersebut.

Akta konsen roya walaupun tidak diatur secara spesifik dalam UUJN,

UUHT dan peraturan lainnya, namun notaris dapat berwenang untuk membuat

akta ini menurut Pasal 15 ayat (1) UU Perubahan Atas UUJN. Notaris berwenang

untuk membuat Akta konsen roya karena akta ini merupakan kehendak dari pihak

sendiri (bukan inisiatif dari notaris) dan tidak dikecualikan sebagai wewenang

Pejabat lain.

Akta konsen roya merupakan akta pihak (partij), merupakan akta yang

berisi suatu keterangan dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan

oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya diterangkan oleh pihak lain kepada

notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu

sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau melakukan

perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu dikonstatir

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

7

oleh notaris di dalam suatu akta otentik.4 Akta tersebut berisi pernyataan dari

pihak bank, oleh karena itu tanggung jawab notaris dalam pembuatannya hanya

terbatas pada awal dan akhir akta, tidak termasuk isi akta yang merupakan hasil

dari notaris mengkonstatir pernyataan pihak bank.

Suatu akta notaris dikatakan memiliki kekuatan pembuktian yang

sempurna apabila akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian lahir, formil dan

materil, dan memenuhi syarat otentisitas sebagaimana dipersyaratkan dalam

UUJN sehingga akta yang telah memenuhi semua persyaratan tersebut

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan harus dinilai benar,

sebelum dapat dibuktikan ketidakbenarannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1870 KUH Perdata. Akta otentik memberikan diantara para pihak itu suatu bukti

yang sempurna tentang apa yang diperbuat/dinyatakan didalam akta.

Kekuatan pembuktian sempurna yang terdapat dalam suatu akta otentik

merupakan perpaduan dari beberapa kekuatan pembuktian dan persyaratan yang

terdapat pada akta. Ketiadaan salah satu kekuatan pembuktian ataupun

persyaratan tersebut akan mengakibatkan suatu akta otentik tidak mempunyai

nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat sehingga akta akan

kehilangan keotentikannya. Dalam ketentuan tersebut terdapat adanya norma

kabur. Norma kabur yang dimaksud adalah mengenai kewenangan notaris untuk

membuat akta konsen roya, karena pada Pasal 15 ayat (1) UU Perubahan Atas

UUJN hanya mengatur mengenai kewenangan notaris untuk membuat akta, dan

4G.H.S. Lumban Tobing, 1992, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal

46

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

8

dalam UUHT juga tidak mengatur mengenai ketentuan adanya akta konsen roya

terkait dengan proses pembebanan hak tanggungan.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti dan membahas

sejauh mana Kedudukan Hukum dari akta konsen roya yang dibuat oleh

notaris/PPAT ini dengan judul “KEKUATAN MENGIKAT AKTA KONSEN

ROYA YANG DIBUAT OLEH NOTARIS”.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut dapat diambil beberapa rumusan masalah

yang akan dibahas lebih lanjut. Adapun rumusan masalah tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah Kedudukan Hukum Akta Konsen Roya yang dibuat oleh

Notaris dalam proses Pencoretan atau Roya Hak Tanggungan berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997?

2. Bagaimanakah Tanggung Jawab Notaris terhadap Akta Konsen Roya yang

dibuatnya dalam hal digunakan sebagai syarat Pencoretan atau Roya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dapat dikualifikasikan atas tujuan yang bersifat

umum dan tujuan yang bersifat khusus yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1.3.1. Tujuan Umum.

Tujuan umum penelitian tesis ini adalah untuk pengembangan ilmu hukum

khususnya dalam bidang Hukum Kenotariatan berkaitan dengan kekuatan

mengikat dari akta konsen roya yang dibuat oleh notaris.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

9

1.3.2. Tujuan Khusus.

Dalam penelitian ini, selain untuk mencapai tujuan umum seperti yang

telah disebutkan, juga terdapat tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan

permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yakni:

a. Untuk mengkaji dan menganalisa lahirnya akta konsen roya yang dibuat oleh

Notaris dalam hal Sertipikat Hak Tanggungan yang hilang dalam proses

pencoretan atau roya Hak Tanggungan

b. Untuk mengetahui akibat hukum dari akta konsen roya yang dibuat oleh

Notaris/PPAT yang tidak wenang untuk membuat akta tersebut.

1.4. Manfaat Penelitian.

Setiap penelitian yang dilakukan diharapkan agar dapat memberikan

manfaat baik secara teoritis maupun praktis bagi pengembangan ilmu

pengetahuan. Dalam tesis ini, hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat yaitu

sebabagai berikut:

1.4.1. Manfaat Teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu sumbangan pemikiran

bagi ilmu pengetahuan khususnya perkembangan ilmu hukum Agraria dan hukum

Jaminan, dalam hal kepastian hukum dan perlindungan hukum akta konsen roya

yang dibuat oleh notaris/PPAT dalam hal pencoretan/Roya Hak Tanggungan.

1.4.2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini bagi Pemerintah, Masyarakat, Notaris

serta penulis dalam hal ini adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

10

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, berkaitan dengan lahirnya akta konsen roya

yang dibuat oleh notaris serta hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

solusi tepat bagi pengambil keputusan bila timbul masalah yang berkaitan dengan

pencoretan atau roya hak tanggungan.

1.5. Landasan Teoritis

Landasan teoritis merupakan landasan berfikir yang bersumber dari suatu

teori yang sering diperlukan sebagai tuntutan untuk memecahkan berbagai

permasalahan dalam sebuah penelitian. Begitu pula landasan teori berfungsi

sebagai kerangka acuan yang dapat mengarahkan suatu penelitian. Dalam setiap

penelitian selalu harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis.

Menurut Brian H Bix, “Theories of law will tell one what it is that makes

some rule (norm), rule (norm) system, practice, or institution “legal” or “not

legal”, “law” or “not law”.5 Landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi teori-teori serta konsep-konsep yang terkait dengan permasalahan.

Sejalan dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa penjelasan serta teori yang

dipergunakan sebagai pisau analasis dalam penulisan ini. Berdasarkan pada latar

belakang diatas yang menjelaskan mengenai perjanjian acap kali timbul suatu

masalah apabila tidak terdapat kesesuaian antara penawaran dan penerimaan. Ada

beberapa teori-teori dan konsep yang dapat menjelaskan hal tersebut, antara lain:

1.5.1. Teori Negara Hukum

Pemikiran Negara Hukum bermula dari pemikiran Plato yang menyatakan

bahwa pemyelenggaraan Negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan

5Brian H Bix, 2009, Jurisprudence: Theory and Concept, Thomson Reuters (legal)

Limited, London, hal. 9.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

11

(hukum) yang baik yang disebut dengan istilah “nomoi”.6 Konsep Negara Hukum

ini berkembang dalam 2 (dua) sistem hukum yaitu system hukum Eropa

Kontinental (Rechtsstaat) dan system Anglo Saxon (Rule of Law).

Konsep Negara hukum “Rechtsstaat” dipelopori oleh Immanuel Kant dan

Frederich Julius Stahl. Konsep Negara hukum menurut Immanuel Kant,

menyebutkan unsur-unsur Negara hokum terdiri dari:

1. Perlindungan hak asasi manusia;

2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.

Unsur-unsur Negara hukum menurut Immanuel Kant, merupakan unsur-

unsur Negara hukum formal. Kemudian pada abad ke 19, muncunya pendapat dari

Frederich Julius Stahl yang menyempurnakan unsur-unsur negara hukum formal

tersebut diatas menjadi unsur-unsur negara materiil.7 Adapun konsep negara

hukum menurut Frederich Julius Stahl, ditandai dengan adanya empat unsur

pokok yaitu:

1. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak manusia;

2. Negara didasarkan pada teori trias politika;

3. Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan undang-undang;

4. Adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus

perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.

6Titik Triwulan Tutik, 2011, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandemen UUD 1945, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal.61. 7Ibrahim R, 2003, Sistem Pengawasan Konstitusional Antara Kekuasaan Legislatif dan

Eksekutif Dalam Pembaharuan UUD 1945, Disertasi Program Pascasarjana Universitas

Padjajajaran Bandung, hal 32-33. (selanjutnya disebut R.Ibrahim 1).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

12

Konsep negara hukum yang dianut Negara Kesatuan Republik Indonesia

adalah sistem hukum Eropa Kontinental (Rechtsstaat). Adapun ciri-ciri

Rechtsstaat:8

1. Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan

tertulis tentang hubungan penguasa dan rakyat;

2. Adanya pembagian kekuasaan negara;

3. Diakui serta dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

Pada hakikatnya negara hukum adalah negara yang menolak melepaskan

kekuasaan tanpa kendali. Negara yang pola hidupnya berdasarkan hokum adalah

negara yang adil dan demikrasi. Berdasrkan hal tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa negara Indonesia merupakan negara yang tunduk pada hokum yang

berlaku dan hokum tersebut mengikat seluruh warga Indonesia.

Berdasarkan ciri-ciri negara hukum yang dianut di Indonesia tersebut, maka

relevansi dengan permasalahan ini diperlukan adanya ketegasan dan kepastian

hukum yang tidak bertentangan satu sama lain antara akta konsen roya dalam hal

sertipikat Hak Tanggungan hilang dalam proses pencoretan atau roya Hak

Tanggungan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Teori ini

berguna untuk memberikan kepastian hukum mengenai kekuatan mengikat dari

akta konsen roya yang dibuat oleh notaris.

1.5.2. Teori Kewenangan

Relevansi teori kewenangan dengan penelitian ini ialah dalam rangka

pembenaran tentang wewenang seorang Notaris terkait dengan fungsinya.

8Ni’matul Huda, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, hal 82.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

13

Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang,

artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan oleh undang-

undang, maka dikatakan berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut dalam

kewenangan itu.

Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan

oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.9

Bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang berbeda dengan

wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal

dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu spesifikasi dari

kewenangan, artinya barang siapa (subyek hukum) yang diberikan kewenangan

oleh undang-undang, maka ia berwenang untuk melakukan sesuatu yang tersebut

dalam kewenangan itu.

Kewenangan yang dimiliki oleh organ (institusi) pemerintahan dalam

melakukan perbuatan nyata (riil), mengadakan pengaturan atau mengeluarkan

keputusan selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara

atribusi, delegasi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan

yang asli atas dasar konstitusi. Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu

pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat tidak

terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang

diberi mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat,

9Indroharto,1994, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie

Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 65.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

14

pejabat yang diberi mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama

mandator (pemberi mandat).

J.G. Brouwer10

berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang

diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lembaga Negara oleh

suatu badan legislatif yang independen. Kewenangan ini adalah asli, yang tidak

diambil dari kewenangan yang ada sebelumnya. Badan legislatif menciptakan

kewenangan mandiri dan bukan perluasan kewenangan sebelumnya dan

memberikan kepada organ yang berkompeten.

Atributif merupakan pembentukan wewenang tertentu dan pemberiannya

kepada organ tertentu atau juga dirumuskan pada atribusi terjadi pemberian

wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan.11

Atribusi terjadinya pemberian wewenang pemerintahan

yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Atribusi

kewenangan dalam peraturan perundangundangan adalah pemberian kewenangan

membentuk peraturan perundang-undangan yang pada puncaknya diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut

UUD NRI 1945) atau uu kepada suatu lembaga negara atau pemerintah.

Kewenangan tersebut melekat terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa

sendiri setiap diperlukan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.

Sehingga notaris sebagai Pejabat Umum mempunyai kewenangan atributif yaitu

kewenangan yang bersumber dari UU Perubahan Atas UUJN

10

J.G. Brouwer dan E.A.Schilder, 1998, A survey of dutch administrative law, Ars Aequi

Libri, Nijmegan hal.16-17

11

Indroharto,1996, Usaha Memahami Undang‐undang Tentang Peradilan Tata Usaha

negara,Buku I, Beberapa Pengertian dasar Hukum Tata Usaha negara, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, hal 91

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

15

Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari

suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainnya sehingga delegator

(organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas

namanya. Sedangkan pada Mandat, tidak terdapat suatu pemindahan kewenangan

tetapi pemberi mandat (mandator) memberikan kewenangan kepada organ lain

(mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas

namanya.12

Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada

atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada

delegasi. Berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan

secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan

hukum menentukan menganai kemungkinan delegasi tersebut.

Untuk memperjelas mengenai kewenangan dari delegasi, maka delegasi

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Delegasi harus definitif, artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan

sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya

delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan

untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepagawaian

tidak diperkenankan adanya delegasi;

12

HR.Ridwan, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hal 105

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

16

d. Kewajiban memberi keterangan (penjelasan), artinya delegans

berwenang untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang

tersebut;

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan

instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.13

Kewenangan harus dilandasi oleh ketentuan hukum yang ada (konstitusi),

sehingga kewenangan tersebut merupakan kewenangan yang sah. Dengan

demikian, pejabat (organ) dalam mengeluarkan keputusan didukung oleh sumber

kewenangan tersebut. Stroink menjelaskan bahwa sumber kewenangan dapat

diperoleh bagi pejabat atau organ (institusi) pemerintahan dengan cara atribusi,

delegasi dan mandat.

Kewenangan organ (institusi) pemerintah adalah suatu kewenangan yang

dikuatkan oleh hukum positif guna mengatur dan mempertahankannya. Tanpa

kewenangan tidak dapat dikeluarkan suatu keputusan yuridis yang benar.14

Berkaitan dengan kewenangan notaris yang diatur dalam Pasal 15 UU

Perubahan Atas UUJN, Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua

perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-

undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan

dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,

memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan

akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang

13

Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam

Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya, Bandung, hal 219 14

F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib,2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi

dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung,

hal. 219

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

17

lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Dalam Pasal 15 ayat (2) UU Perubahan

Atas UUJN, Notaris juga berwenang : (a) mengesahkan tanda tangan dan

menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus; (b) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam

buku khusus; (c) membuat kopi dari asli surat dibawah tangan berupa salinan

yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang

bersangkutan; (d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat

aslinya; (e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;

(f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau (g) membuat akta

risalah lelang.

Berdasarkan wewenang yang ada pada notaris sebagaimana tersebut dalam

Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta notaris, maka ada 2 hal yang

dapat dipahami, yaitu :

1. Notaris dalam tugas jabatannya memformulasikan keinginan/tindakan para

pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang

berlaku.

2. Akta notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti

yang lainnya. Jika misalnya ada pihak yang menyatakan bahwa akta tersebut

tidak benar, maka pihak yang menyatakan tidak benar inilah yang wajib

membuktikan pernyataannya sesuai dengan hukum yang berlaku

Setelah menelaah mengenai Teori Kewenangan dan unsur-unsurnya di

atas, maka menurut Teori Kewenangan, wewenang seorang Notaris dalam

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

18

menjalankan fungsinya lahir secara Atributif, karena wewenang seorang Notaris

melekat pada jabatannya. Kewenangan seorang Notaris juga tidak dapat

dilepaskan dari undang-undang yang mengaturnya, yakni Undang Undang Nomor

2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Wewenang seorang Notaris juga bersifat

mandiri dan otonom, sebagai Pejabat Publik yang diangkat oleh Negara, seorang

Notaris dapat menjalankan fungsinya kapan saja, tanpa harus memperoleh ijin

dari pemerintah pusat, Notaris bebas menjalankan fungsi dan wewenangnya

selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

mengaturnya.

1.5.3. Konsep Hak Tanggungan

Sejak bertakunya UUPA sampai dengan saat ini, ketentuan-ketentuan yang

lengkap mengenai hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan yang dapat

dibebankan atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang berkaitan

dengan tanah, belum terbentuk. Ketentuan mengenai Hipotek sebagaimana diatur

dalam Buku II KUH Perdata Indonesia sepanjang mengenai tanah, dan ketentuan

mengenai Credietverband dalam Staatsblad 1908-542 sebagaimana telah diubah

dengan Staatsblad 1937-190, yang berdasarkan Pasal 57 UUPA masih

diberlakukan sementara sampai dengan terbentuknya undang-undang tentang hak

tanggungan, dipandang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan.

Sehubungan dengan perkembangan tata ekonomi Indonesia sedangkan

perkembangan yang telah dan akan terjadi di bidang pengaturan dan administrasi

hak-hak atas tanah serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak, selain

Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan yang telah ditunjuk

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

19

sebagai obyek Hak Tanggungan oleh UUPA, Hak Pakai atas tanah tertentu yang

wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan, perlu juga

dimungkinkan untuk dibebani hak tanggungan. Berhubung dengan hal-hal

tersebut di atas, maka dibentuklah undang-undang yang mengatur hak tanggungan

atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, sebagaimana

dimaksud dalam UUPA, sekaligus mewujudkan unifikasi Hukum Tanah Nasional.

Linda A. Spagnola berpendapat mengenai perjanjian, bahwa “A contract

must be certain in its terms. It is generally accepted that there are four elements

that must be certain in a contract in order for there to be a valid offer : parties,

price, subject matter, and time for performance”15

. (Terjemahannya: Persyaratan-

persyaratan sebuah kontrak harus pasti. Agar sebuah kontrak dapat dikatakan sah,

terdapat empat elemen yang pada umumnya diterima sebagai sesuatu yang harus

pasti dalam sebuah kontrak, yaitu: para pihak, harga, permasalahan dan waktu

pelaksanaannya).

Mariam Darus mengatakan bahwa perjanjian kredit adalah “Perjanjian

Pendahuluan” (Voorovereenkomst) dari penyerahan uang, ini merupakan hasil

permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-

hubungan hukum antara keduanya.16

Dalam hukum jaminan yang merupakan

perjanjian tambahan atau accesoir selalu didahului oleh perjanjian kredit.

Sehingga tiada jaminan tanpa perjanjian kredit.

15 Linda A. Spagnola, 2008, Contacts For Paralegals (Legal Principles and Practical

Applications), McGraw-Hill Companies, United States, hal. 4 16

Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal. 32.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

20

Menurut pendapat Martin Dixon, “Generally, a “Treaty” can be regarded

as legally binding agreement deliberately created by, an between, two or more

subjects, who are recognised as having treaty-making capacity,”17

yang diartikan

bahwa perjanjian dianggap mengikat para pihak secara hukum, yang sengaja

dibuat oleh dan di antara dua atau lebih subyek yang diakui memiliki kapasitas

dalam membuat perjanjian.

Hak tanggungan lahir dengan sebuah perjanjian. Dalam kenyataan, banyak

pihak pemberi hak tanggungan yang ternyata lalai atau sengaja melalaikan

kewajiban dalam pelaksanaan perjanjian, misalnya melakukan penjualan terhadap

barang jaminan sehingga perlu kiranya dikaji lebih jauh kedudukan kreditor

pemegang hak tanggungan dalam hal terjadinya wanprestasi dari pemberi hak

tanggungan.

Dalam setiap pemberian kredit dengan hak tanggungan harus didahului

dengan perjanjian hutang piutang antara debitor dan kreditor dengan membuat

APHT dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selajutnya disebut PPAT).

Disamping itu kreditor meminta agar debitor menyerahkan asli sertifikat tanah

yang menjadi objek hak tanggungan tersebut untuk pelunasan hutang debitor.

Setelah itu PPAT mengecek sertifikat hak atas tanah tersebut ke kantor pertanahan

untuk mengetahui apakah masih ada beban hak tanggungan atau tidak ada, apabila

tidak ada kemudian PPAT mendaftarkan perjanjian tersebut ke kantor pertanahan.

Kemudian kantor pertanahan membuat buku tanah hak tanggungan dan

17

Martin Dixon, 2007, Textbook on International Law, Oxford University Press, New

York, Sixth Edition, Hal. 54.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

21

mencatatnya dalam buku tanah debitor yang ada di kantor pertanahan serta

menyalin catatan tersebut didalam sertifikat hak atas tanahnya.

Sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan kantor pertanahan menerbitkan

sertifikat hak tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi

Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Kemudian sertifikat hak atas

tanah dan sertifikat hak tanggungan disimpan oleh kreditor. Setelah debitor

melunasi hutangnya kepada kreditor kemudian kreditor membuat surat

permohonan roya kepada kantor pertanahan yang isinya menyatakan karena

hutang yang dijamin dengan hak tanggungan sudah lunas maka hak tanggungan

hapus atas dasar itu mohon roya atau pencoretan catatan beban hak tanggungan

pada sertifikat hak atas tanah debitor.

Dalam surat permohonan roya tersebut kreditor melampirkan asli sertifikat

hak atas tanah dan asli sertifikat hak tanggungan dan dalam sertifikat hak atas

tanah disebut klausula roya hutang sudah dibayar lunas. Kemudian kantor

pertanahan melakukan roya atau pencoretan catatan hak tanggungan pada

sertifikat hak atas tanah dan buku tanah debitor, dengan demikian hak tanggungan

tersebut hapus. Setelah di roya sertifikat hak atas tanah dikembalikan pada

debitor, sedangkan sertifikat hak tanggungan ditarik oleh kantor pertanahan dan

dinyatakan tidak berlaku lagi, demikian juga buku tanah hak tanggungan

dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini menggambarkan bagaimana pelaksanaan

roya dalam hal bank selaku kreditor telah menghilangkan sertifikat yang akan

diroya, sehingga akan dijelaskan mengenai syarat-syarat apa yang harus dipenuhi

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

22

dalam pelaksanaan roya tersebut, hambatan-hambatan apa yang terdapat dalam

roya dan bagaimana cara mengatasinya.

1.5.4. Teori Kepastian Hukum

Teori yang berkaitan dengan penelitian ini ialah Teori Kepastian Hukum.

Teori hukum menurut Satjipto Rahardjo18

ialah jiwanya peraturan hukum, karena

ia merupakan dasar lahirnya peraturan hukum, dan ratio legis peraturan hukum.

Asas kepastian hukum adalah kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan

terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Kepastian hukum juga

merupakan asas dalam Negara hukum yang digunakan sebagai landasan peraturan

perundang-undangan, kepatutan, keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara

Negara, kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara logis dan jelas. Jelas dalam

artian tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian menjadi suatu

system norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan

konflik norma dan dengan adanya kepastian hukum tentunya menghindari

terjadinya kekaburan norma dan kekosongan norma.

Akta otentik sebagai alat bukti yang mengikat dan sempurna mempunyai

peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat.

Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan,

kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta

otentik makin meningkat sejalan dengan meningkatnya tuntutan akan kepastian

hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional,

18

Riduan Syahrani, 2008, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung,

hal. 153.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

23

regional maupun global. Dengan demikian melalui akta otentik yang menentukan

secara jelas hak dan kewajiban agar dapat menjamin kepastian hukum.

Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan

terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang

selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena

dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan

kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak

tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah,

dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan

melalui penoramaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan

jelas pulah penerapanya.19

Dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya

dan objeknya serta ancaman hukumanya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin

sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana

yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas

manfaat dan efisiensi. Teori kepastian hukum ini dimaksudkan untuk membahas

dan menganalisis guna meengkapi dan menjawab mengenai kepastian hukum

terkait dengan akta konsen roya yang dibuat oleh notaris.

Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang

untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, baik

dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkentingan, yang mencatat apa yang

dimintakan untuk dimuat di dalamnya oleh yang berkepentingan. Akta otentik

19

M.Yahya Harahap, 2006, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar

Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, hal.76

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

24

terutama memuat keterangan seorang pejabat, yang menerangkan apa yang

dilakukannya dan dilihat di hadapannya.

Dalam Pasal 1 angka 1 UU Perubahan Atas UUJN yang berlaku pada saat

ini, disebutkan bahwa “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam

undang-undang ini.” Apabila diamati ternyata ketentuan Pasal 1 angka 1 UU

Perubahan Atas UUJN lain merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 1868

KUH Perdata mengenai siapa yang dimaksud dengan pejabat umum. Sedangkan

dalam Pasal 1 angka 7 UU Perubahan Atas UUJN menegaskan: “Akta Notaris

yang selanjutnya disebut adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan

Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini”.

Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan

penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam

berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan

sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik

makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum

dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial melalui akta otentik yang

menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan

sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Akta otentik pada

hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para

pihak kepada notaris. Namun, notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan

bahwa apa yang termuat dalam akta notaris benar-benar telah dimengerti dan

sesuai dengan kehendak para pihak yaitu dengan cara membacakan sehingga

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

25

menjadi jelas isi akta notaris. Dengan demikian para pihak dapat menentukan

dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta notaris yang akan

ditandatangani.20

Akta konsen roya merupakan suatu akta yang diperlukan dalam pencoretan

(roya) hak tanggungan, dalam hal terjadi masalah yaitu hilangnya sertifikat hak

tanggungan. Sertifikat hak tanggungan merupakan salah satu syarat untuk

melakukan pencoretan (roya) hak Tanggungan pada Kantor Kepala Badan

Pertanahan. Dimungkinkannya notaris membuat Akta Konsen Roya memenuhi

kebutuhan praktek sebagai wujud dari kebebasan berkontrak dari para pihak yaitu

debiotr dan kreditor. Notaris berkewajiban untuk membuat dokumen atau akta

yang diminta masyarakat. Seorang notaris tidak dapat menolak permohonan

tersebut karena memang itulah salah satu tugas pokok seorang notaris. Atas dasar

inilah Notaris tidak dapat membuat akta Konsen roya, sebab akta ini merupakan

keinginan dan permohonan dari pihak Debitor dan kreditor untuk kepentingan

pencoretan (roya) Hak Tanggungan.

1.5.5. Teori Tujuan Hukum

Kata tujuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki definisi

sebagai arah atau sasaran yang hendak bergantung kacamata yang dipakai untuk

melihatnya dan mencapainya. Hukum merupakan kumpulan aturan yang tertata

dalam bentuk sebuah sistem yang membatasi ruang gerak tingkah laku manusia

sebagai subjek hukum tentang hal-hal yang bisa dan tidak bisa dilakukan dalam

kehidupan bermasyarakat, yang yang apabila aturan tersebut dilanggar maka akan

20

Habib Adjie, 2009,Hukum Notaris Indonesia Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun

2004 tentang Jabatan Notais,Reflika Aditama, Bandung, hal.27

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

26

mendapat sanksi. Dengan uraian antara tujuan dan hukum maka dapat diambil

sebuah kesimpulan tujuan hukum merupakan arah atau sasaran yang hendak

diwujudkan dengan memakai hukum sebagai alat dalam mewujudkan tujuan

tersebut dalam tatanan mengatur masyarakat.

Hukum mengandung tiga nilai identitas yang dikemukakan oleh Gustav

Radbruch, harus ada skala prioritas yang harus dijalankan tiga nilai identitas

tersebut antara lain:

1. Asas kepastian hukum atau rechtmatigheid. Asas ini meninjau dari sisi

yuridis.

2. Asas keadilan hukum atau gerectigheit. Asas ini meninjau dari sisi filosofis.

3. Asas kemanfaatan. Asas ini meninjau dari sisi sosiologis21

.

Hukum menjalankan fungsinya sebagai sarana konservasi kepentingan

manusia dalam masyarakat. Tujuan hukum mempunyai sasaran yang hendak

dicapai yang membagi hak dan kewajiban antara setiap individu didalam

masyarakat. Hukum juga memberikan wewenang dan mengatur cara memecahkan

masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Kepastian hukum dapat diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan

terhadap suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Hukum yang berlaku pada

prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau disimpangkan oleh

subjek hukum. Dengan kepastian hukum maka seseorang memperoleh kejelasan

akan hak dan kewajiban menurut hukum. Kepastian hukum dapat diwujudkan

21Muntasir Syukri, (tanpa tahun), Keadilan dalam Sorotan, diakses dari:

URL:http://badilag.net/data/ARTIKEL/ARTIKEL%20KEADILAN%20DALAM%20SOROTAN

%20(1).pdf, pada hari Rabu, tanggal 15 Januari 2014, pukul 10.00 WITA.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

27

melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang sehingga

kepastian hukum dapat menciptakan suatu ketertiban.

Keadilan adalah keseimbangan antara yang patut diperoleh pihak-pihak,

baik berupa keuntungan maupun berupa kerugian. Keadilan dapat diartikan

sebagai memberikan hak yang setara dengan kapasitas seseorang atau

pemberlakuan kepada tiap orang secara proporsional, tetapi juga bisa berarti

memberi sama banyak kepada setiap orang apa yang menjadi jatahnya

berdasarkan prinsip keseimbangan. Hukum tanpa keadilan tidaklah ada artinya

sama sekali22

. Kemanfaatan hukum dapat dikatakan sebagai adanya suatu manfaat

yang diperoleh dari masyarakat atas adanya suatu hukum yang mengatur.

Maka demi tercapainya tujuan hukum yang menuntut kedamaian,

ketentraman, kesejahteraan dan ketertiban dalam masyarakat. Asas prioritas dalam

tujuan hukum yang ditelurkan Gustav Radbruch dapat dijadikan pedoman.

Apalagi dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berasal dari berbagai latar

belakang. Asas prioritas yang mengedepankan keadilan daripada manfaat dan

kepastian hukum menjawab persoalan kemajemukan di Indonesia.

1.5.6. Konsep Perlindungan Hukum

Dalam penelitian ini digunakan konsep perlindungan hukum menurut

Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum dalam

kepustakaan hukum bahasa Belanda dikenal dengan sebutan

“rechtbescherming van de burgers”23

Pendapat ini menunjukkan kata

22

Rasjuddin Dungge, (tanpa tahun), Kepastian Hukum, diakses dari: http:

//rasjuddin.blogspot.com/, pada hari Jumat, tanggal 21 Maret 2014, pukul 17.05 WITA. 23

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya,hal. 1.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

28

perlindungan hukum merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yakni

”rechsbescherming”. Pengertian kata perlindungan tersebut, terdapat suatu

usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan

kewajiban yang telah dilakukan.

Satijipto Raharjo menyatakan bahwa perlindungan hukum itu adalah

memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan

orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar

dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.24

Sedangkan

Philipus M.Hadjon menyebutkan bahwa pada dasarnya perlindungan hukum

meliputi dua hal yakni perlindungan hukum preventif dan perlindungan

hukum represif. Perlindungan hukum preventif meliputi tindakan yang menuju

kepada upaya pencegahan terjadinya sengketa sedangkan perlindungan

represif maksudnya adalah perlindungan yang arahnya lebih kepada upaya

untuk menyelesaikan sengketa, seperti contohnya adalah penyelesaian

sengketa di pengadilan.25

Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah untuk bersikap

hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan

yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk

penanganannya di lembaga peradilan. Profesi seorang Notaris harus berpedoman

dan tunduk kepada UUJN dan UU perubahan atas UUJN. Landasan filosofis

dibentuknya UUJN dan UU perubahan atas UUJN adalah untuk terwujudnya

24

Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 54. 25

Budi Agus Riswandi dan Sabhi Mahmashani, 2009, Dinamika Hak Kekayaan

Intelektual Dalam masyarakat Kreatif, Total Media, Yogyakarta, hal.12

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

29

jaminan kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum yang

berintikan kebenaran dan keadilan.

Melalui akta yang dibuatnya, maka Notaris harus dapat memberikan

kepastian dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang menggunakan jasa

Notaris. Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian

hukum serta perlindungan hukum bagi masyarakat lebih bersifat preventif

yaitu bersifat pencegahan terjadinya masalah hukum, dengan cara menerbitkan

akta otentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum,

hak, dan kewajiban seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti

yang paling sempurna di pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan

kewajiban terkait.

Akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris dapat menjadi bukti

otentik dalam memberikan perlindungan hukum kepada para pihak

manapun yang berkepentingan terhadap akta tersebut mengenai kepastian

peristiwa atau kepastian perbuatan hukum itu dilakukan.

1.5.7. Teori Tanggung Jawab

Istilah tanggungjawab negara dalam Liability Convention 1972 dan

Deklarasi Stockholm 1972 dituangkan dalam dua istilah yang berbeda, yaitu ;

Responsibility: lebih menunjuk kepada idikator penentu lahirnya

tanggungjawab yaitu standar perilaku yang telah ditetapkan terlebih

dahulu dalam bentuk kewajiban yang harus diataati serta lahirnya suatu

tanggungjawab, serta Liability: lebih menunjuk kepada akibat yang timbul

dari akibat kegagalan untuk memenuhi standar itu, dan bentuk

tanggungjawab yang harus diwujudkan dalam kaitan dengan akibat atau

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

30

kerugian yang timbul akibat kegagalan memenuhi kewajiban tersebut,

yaitu pemulihan (legal redress).26

Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir

semua karakter risiko atau tanggung jawab. Liability meliputi semua karakter hak

dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan,

biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.

Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi

juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan.

Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang

dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada

pertanggungjawaban politik27

.

Persoalan mengenai pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan

Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:

a. Teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu

telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan

pada manusia selaku pribadi.

b. Teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian

terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang

26Ida Bagus Wyasa Putra, 2001. Tanggung Jawab Negara Terhadap Dampak

Komersialisasi Ruang Angkasa. PT. Refika Aditama, Bandung. h.54

27

Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hlm.335-337.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

31

bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan.

Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah

kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan

ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada

tanggung jawab yang harus ditanggung28

.

Dalam teori tradisional, ada dua jenis tanggung jawab:

pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (based on fault) dan

pertanggungjawaban mutlak (absolute responsibility)29

. Tanggung jawab mutlak

yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh

pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan

akibatnya. Tiada hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari

perbuatannya.

Menurut Hans Kelsen dalam teorinya menyatakan bahwa, “seseorang

bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia

memikul tanggung jawab hukum, subyek berarti bahwa dia bertanggung jawab

atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan”30

. Lebih lanjut Hans

Kelsen menyatakan bahwa31

:

Kegagalan untuk melakukan kehati-hatian yang diharuskan oleh hukum

disebut kekhilafan (negligence); dan kekhilafan biasanya dipandang sebagai

satu jenis lain dari kesalahan (culpa), walaupun tidak sekeras kesalahan yang

terpenuhi karena mengantisipasi dan menghendaki, dengan atau tanpa

maksud jahat, akibat yang membahayakan.

28Ibid., hlm.365.

29

Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen tentang Hukum, Konstitusi

Press, Jakarta, hlm.61.

30

Hans Kelsen, 2007, General Theory Of Law and State, Teori Umum Hukum dan

Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriptif Empirik, terjemahan

Somardi, BEE Media Indonesia, Jakarta (selanjutnya ditulis Hans Kelsen II), hlm.81.

31Ibid., hlm.83.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

32

Selanjutnya Hans Kelsen membagi tanggung jawab menjadi 4 (empat) bagian

yang terdiri dari32

:

a. Pertanggungjawaban individu yaitu seorang individu bertanggung jawab

terhadap pelanggaran yang dilakukannya sendiri;

b. Pertanggungjawaban kolektif berarti bahwa seorang individu bertanggung

jawab atas suatu pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain;

c. Pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan yang berarti bahwa seorang

individu bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena

sengaja dan diperkirakan dengan tujuan menimbulkan kerugian;

d. Pertanggungjawaban mutlak yang berarti bahwa seorang individu

bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya karena tidak sengaja

dan tidak diperkirakan.

Apabila dihubungkan dengan penelitian ini maka teori tanggung jawab

dipergunakan untuk mengetahui tanggung jawab Notaris terhadap akta otentik

yang dibuatnya serta dalam menjalankan jabatannya.

1.5.8. Kekuatan Mengikat Akta

Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik adalah

sempurna dan mengikat.33

Akta konsen Roya merupakan akta pihak (partij), yaitu

akta yang berisi suatu keterangan dari apa yang terjadi karena perbuatan yang

dilakukan oleh pihak lain dihadapan notaris, artinya diterangkan oleh pihak lain

kepada notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak

32

Hans Kelsen, 2006, Teori Hukum Murni, terjemahan Raisul Mutaqien, Nuansa &

Nusamedia, Bandung (selanjutnya ditulis Hans Kelsen III), hlm.140.

33

Achmad Ali dan Wiwie Heryani, 2012, Asas-Asas Hukum Pembuktian Perdata, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, hal. 73

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

33

lain itu sengaja datang di hadapan notaris dan memberikan keterangan itu atau

melakukan perbuatan itu di hadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu

dikonstatir oleh notaris di dalam suatu akta otentik. Artinya apabila akta otentik

yang diajukan memenuhi syarat formil dan materiil serta bukti lawan yang

dikemukakan tergugat tidak bertentangan, maka pada akta otentik langsung

melekat kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat. Dengan nilai

kekuatan pembuktian sempurna dan mengikat yang melekat pada akta otentik,

pada dasarnya dapat berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan alat bukti lain dan

dengan sendirinya mencapai batas minimal pembuktian.

Seluruh jenis alat bukti mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas dan

batas minimum pembuktiannya harus memenuhi sekurang-kurangnya 2 (dua) alat

bukti yang sah. Akibat hukum akta otentik yang memuat keterangan palsu hanya

mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan. Sebagaimana

perjanjian yang tertulis dalam akta jual beli tanah adalah batal demi hukum,

artinya sejak lahirnya perjanjian jual beli tanah itu sudah batal atau tidak berlaku

atau dianggap tidak pernah ada. Dengan kata lain sejak awal dibuatnya akta itu

sudah tidak mempunyai kekuatan hukum bagi para pihak.

Dalam KUH Perdata ketentuan mengenai akta diatur dalam Pasal 1867

sampai Pasal 1880. Apabila akta otentik cara pembuatan atau terjadinya akta

tersebut dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat pegawai umum (seperti

Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil), maka untuk akta di

bawah tangan cara pembuatan atau terjadinya tidak dilakukan oleh dan atau

dihadapan pejabat pegawai umum, tetapi cukup oleh pihak yang berkepentingan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

34

saja. Contoh dari akta otentik antara lain akta notaris, vonis, surat berita acara

sidang, proses perbal penyitaan, surat perkawinan, kelahiran, kematian, dsb,

sedangkan akta di bawah tangan contohnya antara lain surat perjanjian sewa

menyewa rumah, surat perjanjian jual beli.

Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta

otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan

ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang

dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang

berarti kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh

hakim, yatiu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak

ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUH

Perdata, jika akta dibawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap

siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat

pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli

warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.

1.6. Orisinalitas

Setelah ditelusuri judul-judul tesis yang ada di Indonesia melalui

penelusuran dengan media internet, ditemukan judul tesis yang menyangkut

kekuatan mengikat akta konsen roya. Penelitian ini merupakan penelitian yang

masih original atau asli karena belum ada penelitian secara khusus menulis tesis

dengan judul ini meskipun demikian ada sejumlah tulisan yang mirip tetapi tidak

sama secara substansial. Adapun judul beserta rumusan masalah penelitian lain

yang tidak sama dengan penelitian ini adalah:

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

35

Tesis yang berjudul “Roya Hak Tanggungan Dalam Hal Bank Dilikuidasi

di Kantor Pertanahan Jakarta Timur” oleh Fatima Syuraini Dewi, mahasiswa S2

Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Diponegoro Semarang, Tahun

2009. Permasalahan yang ditelaah pada tesis ini adalah: 1. Bagaimanakah

pelaksanaan Roya Hak Tanggungan dalam hal bank dilikuidasi Di Kantor

Pertanahan Jakarta Timur, 2. Hambatan/kendala apa yang dihadapi dalam

permohonan Roya, apabila bank selaku kreditor telah dilikuidasi di Kantor

Pertanahan Jakarta Timur dan bagaimana penyelesaiannya. Dalam tesis yang di

bahas berikut ini lebih menekankan pada pelaksanaan roya hak tanggungan dalam

hal bank dilikuidasi serta hambatan dalam permohonan roya.

Tesis yang berjudul “Kedudukan Hukum Akta Konsen Roya Untuk

Kepentingan Pencoretan (Roya) Hak Tanggungan” oleh Dini Pranita, mahasiswa

S2 Program Studi Magister Kenotariatan Universistas Hasanuddin Makasar,

Tahun 2012. Permasalahan yang ditelaah pada tesis ini adalah: 1. Bagaimanakah

kedudukan Akta Konsen Roya yang dibuat oleh Notaris 2. Apakah akibat hukum

Akta Konsen Roya yang dibuat oleh Notaris yang menjalankan jabatan di luar

wilayah jabatannya. Dalam tesis yang di bahas berikut ini lebih menekankan pada

kedudukan akta konsen roya dalam proses pencoretan hak tanggunggan.

Tesis yang berjudul “Implikasi Yuridis Hilangnya Sertifikat Hak

Tanggungan Dalam Proses Roya” oleh Marissa Isabella, mahasiswa S2 Program

Studi Magister Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Tahun 2012.

Permasalahan yang dilatih pada tesis ini adalah: 1. Bagaimana Implikasi yuridis

dari hilangnya sertifikat Hak Tanggungan dalam proses roya, 2. bagaimanakah

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

36

pelaksanaan roya terkait hilangnya sertifikat Hal Tanggungan dalam proses roya

di Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru. Dalam tesis yang di bahas berikut ini lebih

menekankan pada hilangnya sertifikat hak tanggungan yang akan dilakukan

proses roya di kantor pertanahan.

1.7. Metode Penelitian

1.7.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif yaitu

proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-

doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini. Kegunaan metode penelitian hukum normatif adalah untuk

melakukan penelitian dasar (basic research) dibidang hukum, khususnya bila

peneliti mencari asas hukum, teori hukum, dan sistem hukum, terutama dalam hal

penemuan hukum dan pembentukan asas-asas hukum baru, pendekatan hukum

baru dan sistem hukum nasional.34

1.7.2. Jenis Pendekatan

Menurut Peter Mahmud Marzuki35

pendekatan-pendekatan yang

digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang,

pendekatan kasus, pendekatan historis, pendekatan komparatif, dan pendekatan

konseptual. Tetapi untuk membahas permasalah dalam tesis ini pendekatan yang

diterapkan sebagai berikut:

1. Pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach)

34

Sunaryati Hartono, 1994, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,

Alumni, Bandung, hal. 141.

35

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hal. 93.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

37

Pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.36

Dalam

penelitian ini dilakukan dengan menelaah suatu undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan permasahan yang dibahas. Pendekatan undang-undang ini

akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi

dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau

antara undang-undang dan UUD NRI 1945 atau antara regulasi dan undang-

undang. Hasil dari telaah tersebut merupakan suatu argumen untuk memecahkan

isu yang dihadapi.

2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approaach)

Dalam pendekatan konseptual, peneliti merujuk pada prinsip-prinsip

hukum. Prinsip-prinsip ini dapat ditemukan dalam pandangan-pandangan sarjana

ataupun doktrin-doktrin hukum. Meskipun tidak secara eksplisit, konsep hukum

juga dapat ditemukan di dalam undang-undang. Pendekatan ini menjadi penting

sebab pemahaman terhadap pandangan/doktrin yang berkembang dalam ilmu

hukum dapat menjadi pijakan untuk membangun argumentasi hukum ketika

menyelesaikan isu hukum yang dihadapi. Pandangan/doktrin akan memperjelas

ide-ide dengan memberikan pengertian-pengertian hukum, konsep hukum,

maupun asas hukum yang relevan dengan permasalahan.

1.7.3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dari penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder, bahan hukum tertier. Adapun sumber bahan hukum

tersebut antara lain:

36

Ibid

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

38

a. Bahan hukum primer, yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang

berlaku terkait dengan permasalahan yang diangkat yaitu antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 Tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Undang-Undang No 5 Tahun 1960

Tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok Agraria (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 2043);

4. Undang- Undang No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah

beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3632);

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432);

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997

Nomor 59).

b. Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan yang memberikan informasi atau

hal-hal lain yang berkaitan dengan isi dari sumber bahan hukum primer serta

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

39

implementasinya dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan

hukum primer yang dapat berupa :

− Buku-buku literatur;

− Jurnal hukum dan Majalah Hukum;

− Makalah, hasil-hasil seminar, majalah dan Koran

− Tesis, artikel ilmiah dan disertasi.37

c. Bahan hukum tertier, yaitu berupa bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan huum sekunder, seperti

kamus (hukum) dan ensiklopedia.

1.7.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik penggumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini

adalah dengan menggunakan gabungan antara metode bola salju dan metode

system kartu. Metode bola salju (snowball method) adalah metode di mana bahan

hukum dikumpulkan melalui beberapa literature kemudian dari beberapa literature

tersebut diambil sejumlah sumber yang mendukung literature tersebut.38

Bahan

hukum yang diperoleh kemudian dikumpulkan dengan menggunakan system kartu

(card system).

Bahan hukum primer dalam penelitian ini dicatat dalam kartu kutipan

adalah mengenai substansi yang terkait dengan masalah yang dibahas. Selanjutnya

dalam kartu kutipan atas bahan hukum sekunder dicatat mengenai pendapat para

ahli yang dikemukakan dalam kepustakaan yang dibahas beserta komentar atas

37Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif (Suatu

Tinjauan Singkat), PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta, hal.33 38

Djamarah Syaiful Bahri, 2010, Strategi Belajar mengajar – Edisi Revisi, PT. Rineka

Cipta, Jakarta, hal 35

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.pdf · menyatakan adanya suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak. Sebagai alat bukti, akta otentik dikatakan memiliki

40

pendapatnya. Selanjutnya bahan sekunder yang diperoleh melalui studi

kepustakaan digunakan sebagai pendukung hasil penelitian.39

1.7.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Setelah bahan hukum terkumpul, baik bahan hukum yang diperoleh dari

undang-undang maupun dari bahan hukum kepustakaan, kemudian akan

diklasifikasikan secara kualitatif sesuai dengan masalah dan analisis dengan teori-

teori yang relevan. Ini bertujuan untuk menyederhanakan seluruh bahan yang

terkumpul, menyajikan secara sistematik, kemudian mengolah, menafsirkan, dan

memaknai sehingga dapat ditarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang

diajukan, kemudian dapat dipaparkan secara deskriptif dan interpretasi.

39

Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit. hal. 113