bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah i.pdflatar belakang masalah salah satu kegiatan yang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Salah satu kegiatan yang memacu pertumbuhan ekonomi adalah kegiatan
pembangunan di sektor industri. Pertumbuhan suatu negara dapat dikatakan maju
apabila didukung oleh majunya perindustrian yang dimiliki. Perindustrian yang
semakin bertumbuh dan berkembang ikut menopang kemajuan dan kesejahteraan
suatu negara. Kemajuan perindustrian tidak lepas dari peran pemerintah dalam
memberikan dukungan terhadap pelaku industri. Dukungan pemerintah bagi para
pelaku industri dapat melalui berbagai cara, salah satunya dengan memberi
kemudahan di sektor perizinan industri.
Menurut N.M.Spelt dan Ten Berge, dalam buku Pengantar Hukum
Perizinan, menetapkan izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan oleh
pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang
dianjurkannya guna mencapai suatu tujuan konkret.1 Pada umumnya pemerintah
memperoleh wewenang untuk mengeluarkan izin itu ditentukan secara tegas
dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut.
Organ-organ pemerintahan yang menerima wewenang untuk melakukan tindakan
tertentu menjalankan tindakannya tidak hanya terikat pada peraturan perundang-
undangan hukum tertulis, disamping itu organ-organ pemerintahan harus
1 Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pres, Jakarta, h.217
1
2
memperhatikan hukum tidak tertulis, yaitu asas-asas umum pemerintahan yang
baik selanjutnya disingkat AAUPB.2
Proses penetapan keputusan yang telah memenuhi AAUPB akan dapat
menjadikan keputusan yang ditetapkan secara sah secara hukum dan responsif
dalam arti memperhatikan berbagai kepentingan yang terkait. Dengan demikian,
AAUPB disamping sebagai pedoman dalam proses penetapan suatu keputusan
juga dapat sebagai sarana untuk menguji dari segi hukum terhadap penggunaan
kekuasaan bebas pemerintah yang seakan-akan tidak terjamah oleh penilaian
hukum.
Pada awalnya dengan adanya kewenangan bagi administrasi negara untuk
bertindak secara bebas dalam melaksanakan tugas-tugasnya maka ada
kemungkinan bahwa administrasi negara melakukan perbuatan yang menyimpang
dari peraturan yang berlaku sehingga merugikan masyarakat luas. Oleh sebab itu
perlu adanya asas-asas untuk membatasi dari wewenang administrasi tersebut
sehingga terhindar dari pelampauan wewenang. Dalam Perundangan-undangan
formal kita yang tertulis dalam sebuah naskah Undang-Undang untuk mengatur
mengenai AAUPB.
Pengakuan secara normatif terhadap keberadaan AAUPB sebagai
instrumen pengujian terhadap tindakan pemerintahan mendapat penguatan lagi
dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 (LN
RI tahun 2004 Nomor 35, TLN RI No 4380) mengenai Perubahan Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 (LN RI Tahun 1986 Nomor 77, TLN RI Nomor
2 Ibid, h.235
3
3344) tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu perubahannya ditemukan
pada Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang secara limitatif
menetapkan 2 (dua) alasan yang dapat dijadikan dasar gugatan penggugat (orang
atau badan hukum perdata) kepada badan/pejabat Tata Usaha Negara, yakni
karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
karena bertentangan dengan AAUPB.
Selanjutnya pada bagian penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b dikemukakan
mengenai ruang lingkup dari AAUPB meliputi asas asas kepastian hukum, asas
tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 (LN RI Tahun
1999 No 75, TLN RI No 3851) tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme. Penjelasan ini menunjukkan AAUPB
disamakan dengan asas-asas penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Secara teoritis, seharusnya asas-asas penyelenggaraan negara lebih luas
daripada AAUPB mengingat pemerintah (dalam arti sempit) dalam konteks
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 merupakan bagian dari
penyelenggaraan negara (pemerintahan dalam arti luas). Pada Pasal 1 angka 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 disebutkan
“Penyelenggaraan negara yang bersih adalah penyelenggara negara yang mentaati
4
asas-asas umum penyelenggara negara dan bebas dari praktik korupis, kolusi, dan
nepotisme serta perbuatan tercela lainnya.
Selanjutnya pada Pasal Pasal 1 angka 6 dikemukakan pengertian Asas
Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah asas yang menjunjung tinggi
norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan
Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kemudian dijelaskan pada Pasal 3 bahwa asas-asas umum penyelenggaraan
negara meliputi 7 (tujuh) asas yaitu “asas kepastian hukum, asas tertib
penyelenggara negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan asas akuntabilitas”.
Oleh karena itu AAUPB secara material dapat dijadikan indikator
penilaian atas tindakan-tindakan pemerintah dalam menjalankan tugas dan
wewenang pemerintahannya, termasuk dalam hal menetapkan produk hukum
perizinan daerah, baik berupa produk legislasi yang menjadi dasar perizinan
maupun produk hukum berupa perizinan itu sendiri. Selain itu AAUPB juga diatur
pada Pasal 58 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 (LN RI Tahun 2014
Nomor 244, TLN RI Nomor 5587) tentang Pemerintahan Daerah.
Bilamana AAUPB yang dikembangkan secara doktrinal dikaitkan dengan
tindakan Pemerintah Daerah menerapkan perizinan, maka AAUPB tersebut pada
hakikatnya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu asas-asas bersifat formal dan
asas-asas yang bersifat material. Asas formal yang berhubungan dengan proses
perumusan perizinan terdiri atas asas bertindak cermat dan asas permainan yang
layak. Adapun asas material yang berhubungan dengan perumusan keputusan
5
perizinan adalah asas motivasi untuk setiap keputusan badan/pejabat Tata Usaha
Negara. Berbeda dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang tidak
secara jelas menerapkan perizinan dalam asas-asas umum penyelenggara negara
dan bebas dari praktik korupis, kolusi, dan nepotisme.
Mengingat AAUPB yang terdapat dalam perundang-undangan formal
maka seharusnya juga ada pada pemberian izin. Berkaitan dengan ketentuan
Perizinan di bidang Perindustrian pada Peraturan Walikota Denpasar Nomor 23
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Perijinan Di Bidang Perindustrian Pasal 5
ayat (1) disebutkan bahwa setiap pendirian perusahaan industri wajib memiliki
Izin Usaha Industri (IUI), kecuali bagi Industri Kecil. Kata kecuali disini
ditegaskan untuk pengecualian wajib memiliki Izin Usaha Industri bagi Industri
Kecil, tapi bagaimana jika Industri Kecil inilah yang dapat mencemari lingkungan
hidup mengingat dari hal kecil yang dapat berdampak besar. Maka disinilah peran
Pemerintah sebagai Tata Kepemerintahan Yang Baik perlu lebih selektif dalam
pemberian izin usaha industri.
Dibandingkan dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 12 Tahun
2002 tentang Ijin Usaha Industri pada Pasal 2 ayat (1) menetapkan bahwa setiap
pendirian perusahaan industri wajib memperoleh Izin Usaha Industri dari
Walikota. Kemudian pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa Jenis Usaha Industri
sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari IUI Kecil, IUI Menengah, IUI
Besar. Penjelasan Perda tersebut menunjukkan bahwa tidak ada pengecualian
wajib memiliki IUI diantara Jenis Usaha Industri, sehingga antara Peraturan
Walikota Kota Denpasar Nomor 23 Tahun 2013 Pasal 5 ayat (1) terdapat konflik
6
norma dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 12 Tahun 2002 Pasal 2
ayat (1) dan ayat (2).
Dalam pemberian izin usaha industri yang dilakukan secara sepihak oleh
pemerintah tidak boleh membuat atau menentukan prosedur dan persyaratan
menurut kehendaknya sendiri secara sewenang-wenang. Penetapan perizinan
selain harus memenuhi AAUPB juga harus sejalan dengan peraturan perundang-
undangan yang menjadi dasar dari perizinan tersebut, serta tata kepemerintahan
yang baik (good governance). Keberadaan good governance ini muncul dari
ketidakpercayaan masyarakat, dan juga disebabkan oleh penyalahgunaan
wewenang aparatur pemerintah, terhadap aspirasi masyarakat yang mendorong
suburnya praktik KKN.3
Pemerintah belum memiliki peraturan yang mengatur secara khusus
tentang pedoman penerapan good governance. Prinsip-prinsip good governance
tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Berkaitan dengan
pelaksanaan good governance berarti mempertegas arti pentingnya penerapan
prinsip-prinsip good governance, namun sebaiknya asas yang dimasukkan harus
diuraikan lebih lanjut dengan jelas di dalam pasal-pasal undang-undang dan
dijelaskan pada bagian penjelasan. Alternatif yang dapat dipilih adalah dengan
membuat peraturan tentang penerapan good governance dalam pelaksanaan
pemberian izin usaha industri. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
pemerintahan daerah, good governance dalam prakteknya adalah dengan
menerapkan prinsip penyelenggaraan yang baik dalam setiap pembuatan
3Jawade Hafidz Arsyad, 2013, Korupsi dalam Perspektif HAN, Sinar Grafika, Jakarta,
h.281
7
kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh
birokrasi pemerintahan daerah dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik
Di bidang pelayanan publik, harapan masyarakat mengenai terwujudnya
pelayanan, yang cepat, tepat, murah, manusiawi dan transparan serta tidak
diskriminatif belum terlaksana sebagaimana mestinya. Sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara merupakan unsur penting dalam suatu negara. Oleh karena
itu, maka tidak berlebihan apabila salah satu faktor penentu krisis nasional dan
berbagai persoalan yang melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan di
bidang manajemen pemerintahan, terutama birokrasi, yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik.
Penegakkan hukum terhadap kegiatan usaha industri dalam hubungan
dengan pengelolaan lingkungan hidup dapat bersifat preventif maupun represif,
sesuai dengan sifat dan efektivitasnya. Dalam hubungan ini, penegakan hukum
dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran
lingkungan hidup dari kegiatan usaha industri dengan menerapkan ketentuan
perizinan sebagai sarana pencegahan atau pengendalian. Salah satu instrument
hukum yang harus dioptimalkan sebagai tindakan preventif adalah keputusan
administrasi Negara yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang untuk
mencegah perilaku warga masyarakat terhadap pencemaran lingkungan hidup.
Kota Denpasar yang memiliki visi yang berwawasan lingkungan, berarti
setiap kegiatan pembanguanan harus diintegrasikan dengan pembangunan yang
bersandarkan pada pelestarian fungsi lingkungan hidup. Seluruh pembangunan
harus mensinergikan model pembangunan dengan sistem pengendalian
8
lingkungan lingkungan hidup secara terpadu. Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas maka fokus penelitian adalah pengaturan tata kepemerintahan yang baik
dalam pemberian izin usaha industri untuk mencegah pencemaran lingkungan
hidup di Kota Denpasar.
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas,
maka dapat dikemukakan suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1) Mengapa tata kepemerintahan yang baik wajib diterapkan dalam
pemberian izin usaha industri?
2) Bagaimana keterkaitan tata kepemerintahan yang baik pada pemberian izin
usaha industri dalam mencegah pencemaran lingkungan hidup di Kota
Denpasar?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Ruang lingkup penulisan skripsi yang berjudul pengaturan tata
kepemerintahan yang baik dalam pemberian izin usaha industri untuk mencegah
pencemaran lingkungan hidup di Kota Denpasar yaitu permasalahan yang pertama
mengenai kewajiban menerapkan tata kepemerintahan yang baik dalam pemberian
izin usaha industri. Permasalahan yang kedua mengenai keterkaitan tata
kepemerintahan yang baik pada pemberian izin usaha industri dalam mencegah
pencemaran lingkungan hidup di Kota Denpasar.
9
1.4. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian adapun dalam
penelitian kali ini, penelitian akan menampilkan 2 (dua) skripsi terdahulu yang
pembahasannya berkaitan dengan “Pengaturan Tata Kepemerintahan Yang Baik
Dalam Pemberian Izin Usaha Industri Untuk Mencegah Pencemaran Lingkungan
Hidup Di Kota Denpasar”. Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat
didalam dunia pendidikan di Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk
mampu menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang sedang ditulis dengan
menampilkan beberapa judul penelitian skripsi terdahulu sebagai pembanding.
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Peran Serta Masyarakat
Dalam Proses Perizinan
Kegiatan Industri Tekstil
Dalam Mewujudkan
Pemerintahan Yang
Baik Di Bidang
Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Nani Suryani,
Fakultas
Hukum
Universitas
Langlangbuana
.
1. Bagaimanakah Pelaksanaan
Peran Serta Masyarakat
Dalam Proses Perizinan
Industri Tekstil?
2. Apa Saja Kendala Dan
Upaya Terlaksananya
Peran Serta Masyarakat
Dalam Proses Perizinan
Industri Tekstil.
2
Pemberian Izin Industri
Dalam Rangka Publik
Service Pemerintah
Daerah Untuk
Melakukan Upaya
Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup
(Study Di Kota Medan)
Putri Eka
Ramadhani,
Sekolah Pasca
Sarjana
Universitas
Sumatera
Utara, Medan
2007
1. Bagaiamana Upaya
Pemerintah Daerah Kota
Medan Dalam Melakukan
Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup Melalui
Izin Industri Yag Diberikan
Dalam Rangka Pelayanan
Publik?
2. Bagaiamana Hubungan
Antara Pemberi Izin
Dengan Upaya Dampak
Pengendalian Lingkungan
Hidup Dalam Sektor
Industri?
10
1.5. Tujuan Penelitian
Skripsi ini merupakan suatu tulisan ilmiah, sudah tentu mempunyai tujuan
tersendiri yang hendak dicapai. Tujuan dari penulisan skripsi ini meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus seperti berikut ini :
1.5.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk memahami
dan mengerti tentang bagaimana penerapan tata kepemerintahan yang baik dalam
pemberian izin usaha industri dalam mencegah pencemaran lingkungan hidup di
Kota Denpasar. Dengan tujuan tersebut lebih lanjut diharapkan dapat
menyelesaikan masalah-masalah hukum yang terjadi sehingga dapat memberikan
rasa keadilan bagi masyarakat.
1.5.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan laporan akhir/ skripsi yang hendak
dicapai sesuai permasalahan adalah sebagai berikut :
a) Untuk memahami dan melakukan analisis secara mendalam mengenai
kewajiban menerapkan tata kepemerintahan yang baik dalam pemberian
izin usaha industri;
b) Untuk memahami keterkaitan tata kepemerintahan yang baik pada
pemberian izin usaha industri dalam mencegah pencemaran lingkungan
hidup di Kota Denpasar.
11
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat Teoritis
Ditinjau dari manfaat teoritis maka hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran terhadap perkembangan ilmu hukum secara
umum. Bermanfaat secara khusus mengenai kewajiban menerapkan tata
kepemerintahan yang baik dalam pemberian izin usaha industri dan mengenai
keterkaitan tata kepemerintahan yang baik pada pemberian izin usaha industri
dalam mencegah pencemaran lingkungan hidup di Kota Denpasar.
1.6.2 Manfaat Praktis
Adapun terdapat manfaat praktis dari penulisan laporan akhir/ skripsi yang
hendak diberikan adalah sebagai berikut :
a) Untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat dan saran terhadap
suatu permasalahan;
b) Untuk mengetahui kewajiban menerapkan tata kepemerintahan yang baik
dalam pemberian izin usaha industri;
c) Untuk mengetahui keterkaitan tata kepemerintahan yang baik pada
pemberian izin usaha industri dalam mencegah pencemaran lingkungan
hidup di Kota Denpasar.
1.7. Landasan Teoritis
Landasan Teori
menurut pendapat Abdulkadir Muhammad, bahwa
landasan teoritis merupakan pijakan untuk mewujudkan kebenaran ilmu hukum
yang diperoleh dari rangkaian penelusuran terhadap teori hukum, konsep-konsep
12
hukum, asas-asas hukum, dan lain-lain yang digunakan untuk membahas
permasalahan penelitian.4 Landasan Teori sangat penting dalam sebuah penulisan
skripsi yang memiliki acuan landasan teori yang mendukungnya.
Pada umumnya teori bersumber dari Undang-undang, buku atau karya
tulis suatu bidang ilmu, dan laporan penelitian.5 Dalam perkembangannya ilmu
pengetahuan dan teknologi, teori yang dikemukakan oleh para ahli sering
dijadikan acuan didalam memecahkan masalah-masalah yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat, bangsa, dan negara seperti misalnya teori dalam
ilmu hukum.6 Dalam pengkajian masalah penelitian ini, digunakan beberapa teori-
teori antara lain :
1.7.1. Teori Kewenangan
Kewenangan diartikan dengan kemampuan untuk melaksanakan hukum
positif, melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu yaitu tindakan-tindakan
yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dan mencakup mengenai
timbul dan lenyapnya akibat hukum tertentu.7 Kata wewenang disamakan
dengan kata kewenangan, diartikan sebagai hak dan kekuasaan untuk bertindak,
kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab
kepada orang/badan.
4 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Cet.1, PT.Citra Aditya
Bakti, Bandung, h.73 5 Ibid, h.78
6 Salim H.S, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h.1
7 Ridwan HR, op.cit, h.99
13
Dalam kaitan itu, Philipus M. Hadjon,8 menyamakan istilah wewenang
atau kewenangan, bahwa wewenang selalu menjadi bagian penting dan bagian
awal dari hukum administrasi, karena obyek administrasi adalah wewenang
pemerintahan (bestuurs bevoegdheid). Sedangkan, menurut Henc Van
Maarseveen dalam Philipus M. Hadjon wewenang dideskripsikan sebagai
kekuasaan hukum (rechtsmacht), sehingga wewenang dalam konsep hukum
publik berkaitan dengan kekuasaan.9
Menurut H.D. Van Wijk dan Willen Konijnenbelt, terdapat tiga model
penyerahan wewenang, yaitu secara atribusi, delegasi, dan mandat.10
Kewenangan yang diperoleh secara atribusi bersifat asli yang berasal dari
pembentukan undang-undang. Pada model ini, pemberian dan penerimaan
wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang
yang ada.
Pada konsep delegasi, tidak ada penciptaan wewenang dari pejabat yang
satu kepada yang lainnya, atau dari badan administrasi yang satu pada yang
lainnya. Penyerahan wewenang harus dilakukan dengan bentuk peraturan
hukum tertentu. Dengan demikian, menurut Suwoto Mulyosudarmo,
pendelegasian kekuasaan, delegataris adalah melaksanakan kekuasaan atas
nama sendiri dan dengan tanggung jawab sendiri. Oleh sebab itu, pelimpahan
itu disebut pelimpahan kekuasaan dan tanggung jawab. Sementara pada konsep
mandat, mandataris hanya bertindak untuk atas nama pemberi mandat,
8 Philipus M. Hadjon, 1999, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, h.1-2
9 Philipus M. Hadjon, 2011, Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi,
Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, h.10 10
Ibid, h.46
14
sehingga tanggung jawab akhir dari keputusan yang diambil mandataris tetap
berada pada pemberi mandat.11
1.7.2. Teori Tindak Pemerintahan
Menurut F.A.M. Stroink en.J.G. Steenbeek dalam buku “Inleiding in Het
Staats-en Administratief Recht” Pemerintah atau administrasi Negara adalah
sebagai subjek hukum.12
Sebagai subjek hukum pemerintah sebagaimana subjek
hukum lainnya melakukan berbagai tindakan baik tindakan nyata
(feitelijkhandelingen) maupun tindakan hukum (rechtshandelingen).
Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya
dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat-akibat hukum,13
misalnya tindakan pemerintah untuk meresmikan proyek pembangunan irigasi.
Tindakan hukum menurut R.J.H.M. Huisman dalam buku Algemeen
Bestuursrecht, Een Inleiding,14
merupakan tindakan-tindakan yang berdasarkan
sifatnya dapat menimbulkan akibat hukum tertentu. Tindakan hukum adalah
tindakan yang dimaksudkan untuk menciptakan hak dan kewajiban.
Disebutkan bahwa tindakan hukum pemerintah adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh organ pemerintah atau administrasi Negara yang
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum dalam bidang
pemerintahan atau administrasi Negara. Berdasarkan pengertian ini tampak ada
11
Ibid, h.42
12
URL:http://mukliswardana.blogspot.com/2014/09/hubungan-hukum-tata-negara-
dengan-hukum_27.html 13
Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Cet.9, Rajawali Pres,
Jakarta, h.109 14
ibid, h.110
15
beberapa unsur yang terdapat didalamnya. Tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh organ pemerintah atau administrasi Negara yakni sebagai berikut :
1) Tindakan itu dilakukan oleh aparat pemerintah dalam kedudukannya
sebagai penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintah dengan
prakarsa dan tanggung jawab sendiri:
2) Tindakan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan;
3) Tindakan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat
hukum di bidang Hukum Administrasi Negara;
4) Tindakan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan
kepentingan Negara dan rakyat.15
Pemerintah atau administrasi Negara adalah subjek hukum yang mewakili
dua institusi yaitu jabatan pemerintahan dan badan hukum. Pemerintah dalam
mewakili dua institusi maka dikenal ada dua macam tindakan hukum yaitu
tindakan-tindakan hukum publik (publiekrechtshandelingen) dan tindakan hukum
privat (privaatrechtshandelingen). Adapun yang dimaksud dengan kedua tindakan
pemerintah diatas adalah :
1) Tindakan Pemerintah yang Bersifat Hukum Privat
Tindakan Hukum pemerintah yang bersifat privat bukanlah pembagian
yang absolut, karena pemerintah atau alat administrasi Negara sering juga
mengadakan hubungan-hubungan hukum dengan subjek hukum-subjek hukum
lain berdasarkan hukum privat. Misalnya, sewa-menyewa (Pasal 1548
15
ibid, h.113
16
KUHPerdata), jual-beli (Pasal 1546 KUHPerdata) dan perjanjian kerja antara
pemerintah dengan pengusaha berdasarkan Titel 7 dan 7A Buku III KUHPerdata.
2) Tindakan Pemerintah yang Bersifat Hukum Publik
Tindakan hukum pemerintah yang bersifat hukum publik dapat
digolongkan menjadi dua macam. Pertama, tindakan hukum publik bersegi dua
(tweezijdige publiekrechtelijke handeling) yaitu perbuatan yang dilakukan oleh
penyelenggara Negara atau pemerintah di dalam mengadakan hubungan hukum
dengan subyek hukum lainnya. Seperti perjanjian kerja yang diadakan antara
pemerintah sebagai pemberi pekerja dengan pengusaha sebagai pihak penerima
pekerja dengan jangka waktu tertentu.
Kedua, tindakan hukum publik bersegi satu (eenzijdige publiekrechtlijke
handeling) yaitu hukum publik itu lebih merupakan kehendak satu pihak saja
yaitu pemerintah. Tindakan hukum publik yang bersegi satu yaitu tindakan yang
dilakukan oleh alat-alat kelengkapan Negara atau pemerintah menurut suatu
wewenang istimewa, yang diberi nama beschikking atau disebut juga penetapan
atau perbuatan penetapan (beschikking handeling).16
1.7.3. Teori Perizinan
Hukum administrasi mengandung banyak materi, berupa norma yang
mengikat rakyat, sebaliknya bahwa hukum administrasi juga mengatur perlakuan
atas hak rakyat. Tugas mengatur yang dilakukan oleh pemerintahan, salah satunya
melahirkan sistem perizinan.
16
H. Muh. Jufri Dewa, 2011, Hukum Administrasi Negara dalam Perspektif Pelayanan
Publik, Unhalu Press, Kendari, h.76-78
17
Perizinan merupakan keputusan pejabat tata usaha negara untuk
mengendalikan suatu kegiatan, agar kegiatan tersebut tidak melanggar
kepentingan yang dilindungi oleh hukum dengan kata lain, perizinan pada
umumnya dan izin pada khususnya. Perizinan disini berfungsi sebagai instrumen
pengendalian kegiatan dan sebagai sarana untuk menstimulusi perilaku yang baik
untuk lingkungan atau untuk mencegah perilaku yang tidak dikehendaki.
Pemberian izin dalam rangka izin usaha dan pengelolaan lingkungan
merupakan suatu instrument penting untuk mengendalikan suatu kegiatan usaha,
agar kegiatan tersebut tidak melanggar kepentingan hak kolektif masyarakat yang
dilindungi oleh hukum. Kepentingan yang dilindungi oleh hukum adalah tetap
berfungsi ekosistem agar pembangunan berkelanjutan dan tetap terpeliharanya
tingkat kualitas lingkungan agar hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
senantiasa terjamin.
Untuk menyelenggarakan satu kegiatan usaha diperlukan berbagai macam
izin. Memberi pengertian izin adalah bilamana pembuat peraturan tidak umumnya
dilarang suatu perbuatan, maka keputusan tata usaha Negara yang
memperkenankan putusan perbuatan tersebut bersifat suatu izin.17
Fungsi izin usaha industri sebagai alat pemerintah dalam melakukan
pengaturan, pembinaan dan pengembangan untuk menciptakan iklim yang sehat
dan dinamis bagi pengembangan dunia usaha industri diharapkan pada dua
kepentingan. Kedua kepentingan yang dimaksud, yaitu :
17
E. Utrecht, 1963, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Balai Buku
Ichtiar, Jakarta, h.150
18
1) Kepentingan pemerintah sebagai dasar pengaturan dan pengarahan sesuai
rencana pengembangan industri.
2) Kepentingan perusahaan sebagai landasan hukum oprasional, jaminan
kepastian usaha, jaminan perlindungan, dan pembinaan usaha.
1.7.4. Teori Perlindungan Lingkungan Hidup
Hukum lingkungan menjadi pedoman dalam rangka perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Norma perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan perizinan bidang lingkungan
hidup. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya
manusia untuk berinteraksi dengan lingkungan guna mempertahankan kehidupan
mencapai kesejahteraan dan kelestarian lingkungan.
Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan,
dan penegakan hukum. Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
harus seimbang antara kepentingan peningkatan ekonomi dengan kepentingan
melestarikan lingkungan.
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan
pada norma-norma hukum lingkungan berarti secara seimbang antara kepentingan
ekonomi, pelestarian fungsi lingkungan dan kondisi sosial. Perlindungan dan
19
pengelolaan dilakukan secara terpadu mencakup seluruh bidang-bidang
lingkungan hidup untuk keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, administrasi Negara merupakan
pihak yang domain yang merupakan konsekuensi dari sebuah Negara
kesejahteraan.18
Terdapat 14 asas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
yakni tanggung jawab Negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan
keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion,
keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan local, tata
kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.
1.8. Metode Penelitian
1.8.1 Jenis Penelitian
Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter perspektif ilmu hukum. Studi
dalam rangka penelitian skripsi ini menggunakan jenis penelitian normatif, karena
ruang lingkup penelitian adalah melakukan studi hukum dalam implementasinya
yang selalu dibingkai dengan doktrin-doktrin hukum.
1.8.2 Jenis Pendekatan
Adapun Jenis pendekatan yang digunakan yaitu Pendekatan Undang-
Undang sebagai (Statute Approach) dan Pendekatan Konseptual (Conceptual
Approach) yakni sebagai berikut:
18
Helmi, 2013, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta, h.44-46
20
1. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)
Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach) dilakukan dengan
menelaah undang-undang dan semua regulasi yang bersangkut paut dengan isu
hukum yang ditangani.19
Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach),
digunakan yakni dengan melihat peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan AAUPB dan pemberian izin usaha industri untuk mencegah pencemaran
lingkungan hidup di Kota Denpasar.
2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)
Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dalam pendekatan ini
beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di
dalam ilmu hukum.20
Adapun konsep-konsep yang dikaji dalam penulisan ini
adalah Konsep Kewenangan, Konsep Tindak Pemerintahan, Konsep Perizinan dan
Konsep Perlindungan Lingkungan Hidup.
1.8.3 Sumber Bahan Hukum
Dalam penulisan skripsi ini ada 3 sumber bahan hukum, yaitu bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier sebagai berikut :
1. Bahan Hukum Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas
(memiliki kekuasaan). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan perundang-
undangan.21
Bahan hukum primer, merupakan bahan pustaka yang berisikan
pengetahuan ilmiah yang baru atau mutakhir ataupun pengertian baru tentang
19
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, tanpa penerbit,
Jakarta, h.93 20
Ibid, h.95 21
H.Zainuddin Ali, 2009, Metode penelitian Hukum, Sinar Grafika, tanpa penerbit,
Jakarta, h.47
21
fakta yang diketahui maupun mengenai suatu gagasan (ide) yang terdiri dari
peraturan perundang-undangan.22
Bahan Hukum Primer dalam penelitian ini
meliputi :
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 (LN RI
Tahun 1999 No 75, TLN RI No 3851) tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Kolusi, Korupsi dan Nepotisme ;
b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 (LN RI tahun
2004 Nomor 35, TLN RI No 4380) mengenai Perubahan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 (LN RI Tahun 1986 Nomor 77, TLN RI Nomor
3344) tentang Peradilan Tata Usaha Negara
c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 (LN RI
Tahun 2009 Nomor 140, TLN RI Nomor 5059) tentang Perlindungan dan
Pengelolaaan Lingkungan Hidup;
d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 2014 (LN RI
Tahun 2014 Nomor 4, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 46) tentang Perindustrian;
e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 (LN RI
Tahun 2014 Nomor 244, TLN RI Nomor 5587) tentang Pemerintahan
Daerah;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 (LN Tahun 2000 Nomor
198, TLN RI Nomor 4910) tentang Prinsip-Prinsip Kepemerintahan Yang
Baik;
22
Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, h.34
22
g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 (LN RI
Tahun 2012 Nomor 48, TLN RI Nomor 5285) Tentang Izin Lingkungan;
h. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 41/M-
IND/PER/6/2008 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 13) Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha
Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri;
i. Peraturan Menteri Perindustrian Republik Indonesia Nomor 05/M-
IND/PER/2/2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
224) tentang Tata Cara Pemberian Izin Usaha Kawasan Industri dan Izin
Perluasan Kawasan Industri;
j. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 12 Tahun 2002 (Lembaran
Daerah Kota Denpasar Tahun 2002 Nomor 12) tentang Ijin Usaha
Industri;
k. Peraturan Walikota Denpasar Nomor 23 Tahun 2013 (Berita Daerah Kota
Denpasar Tahun 2013 Nomor 23) tentang Penyelenggaraan Perijinan di
Bidang Perindustrian.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan hukum sekunder yang dapat memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian atau hasil karya ilmiah
kalangan hukum dan rancangan undang-undang. Bahan hukum sekunder dalam
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer untuk membantu
mengalisis permasalahan dalam penelitian, yaitu :
23
a. Buku-buku ilmiah yang berkaitan dengan tata kepemerintahan yang baik,
izin usaha industri dan pencemaran lingkungan hidup;
b. Hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian;
c. Berbagai makalah, hasil seminar, majalah, jurnal ilmiah dan media
informasi ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
3. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier yakni bahan-bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan tentang bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder23
. Bahan hukum yang dipergunakan oleh penulis adalah Kamus Besar
Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. Bahan-bahan hukum tersier diperoleh dari
ensiklopedi tentang peraturan perundang-undangan, kamus hukum, serta
dokumen-dokumen penunjang lainnya yang dapat mendukung maupun
memperjelas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan studi
kepustakaan dan studi dokumenter yaitu sebagai berikut :
a. Studi kepustakaan dilakukan untuk melakukan pengkajian terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku, literatur-literatur, karya
ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian.
b. Studi Dokumenter, yakni penelitian terhadap dokumen- dokumen yang
berkaitan dengan obyek penelitian.
23
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press,
Jakarta, h.52
24
1.8.5 Teknik Analisis
Bahan hukum yang diperoleh baik bahan hukum primer dan sekunder di
analisis melalui langkah-langkah deskripsi, sistematisasi dan eksplanasi. Deskripsi
maksudnya uraian apa adanya terhadap suatu kondisi dari proposisi-proposisi
hukum. Sistematisasi maksudnya upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep
hukum antara peraturan perundang-undangan dengan literatur yang terkait.
Eksplanasi (menerangkan) maksudnya menjelaskan hubungan antara bahan-bahan
hukum yang satu dengan yang lainnya serta memberikan argumentasi terhadap
hubungan bahan-bahan hukum tersebut.