bab i pendahuluan 1.1 latar belakang · minimal, dan juga dapat mengurangi beban kerja dari...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknik kontrol secara umum merupakan suatu teknik atau cara yang digunakan
untuk mengontrol / mengatur suatu sistem mekanis dari manual menjadi otomatis
dengan tujuan untuk memudahkan mengontrol sistem dalam pekerjaan maupun kegiatan
manusia pada umumnya. Bersamaan dengan perkembangan zaman dan majunya
teknologi, teknik kontrol menjadi salah satu solusi bagi kelancaran pekerjaan maupun
kegiatan manusia yang menginginkan sesuatu yang efektif dan efisien.
Dalam dunia medis, infus merupakan alat yang paling sering digunakan. Fungsi
infus sendiri yaitu untuk memberikan cairan kepada pasien secara berkala. Infus
digunakan sebagai alat pengganti cairan tubuh yang dialirkan melalui pipa plastik
menuju aliran darah pada penderita / pasien. Seperti yang kita ketahui cara kerja infus
sangatlah sederhana, yaitu dengan menggunakan ketinggian dan perbedaan tekanan
antara kantong infus dengan tekanan darah dalam tubuh manusia serta pengontrol
manual untuk mengatur laju aliran, sehingga cairan infus dapat masuk ke dalam aliran
darah. Oleh sebab itu, tekanan dalam kantong infus haruslah lebih tinggi dari tekanan
dalam tubuh manusia. Infus dengan sistem sederhana tersebut membutuhkan suatu
pengecekan secara teratur untuk menghindari kelebihan ataupun kekurangan cairan agar
tidak terjadi kesalahan dalam pemberian cairan infus yang dapat berakibat buruk kepada
pasien, juga apabila terjadi masalah seperti penyumbatan atau kehabisan cairan jika
tidak segera ditangani akan berbahaya bagi pasien. Infus yang ada saat ini karena
2
penggunaannya masih secara manual, maka kesalahan – kesalahan seperti tersebut masih
sering terjadi.
Untuk menghindari terjadinya kesalahan tersebut maka perlu dirancang dan
dibuat sebuah perangkat yang digunakan untuk mengatur dan memonitor tingkat aliran
infus pada pasien. Perangkat ini dapat menjadi pilihan yang menarik dalam
memonitoring laju aliran infus dengan sumber daya kesehatan (paramedis) yang
minimal, dan juga dapat mengurangi beban kerja dari paramedis. Perangkat tersebut
menggunakan mikrokontroller untuk mengontrol ketepatan parameter laju aliran dari
infus untuk memberikan sinyal-sinyal listrik dalam perubahan laju aliran infus.
Dalam penelitian ini, semakin banyak kebutuhan-kebutuhan manusia yang
sifatnya kompleks, maka banyak muncul berbagai inovasi-inovasi untuk sebuah desain /
perancangan dengan tujuan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Berdasarkan
kenyataan tersebut, munculah ide untuk mendesain / merancang suatu pengontrol
otomatis untuk mengatur gerakan pada katup infus sehingga bisa mengatur jumlah laju
alir cairan yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Dalam perancangan alat tersebut
digunakan dasar teori dari mekanika fluida untuk sistem mekanisme dan teknik kontrol
otomatis.
1. 2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah mengatur laju aliran cairan
infus disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem kontrol untuk mengalirkan cairan
infus yang akurat sesuai kebutuhan pasien.
3
1. 3 Batasan Masalah
Dalam penyusunan penelitian ini yang menjadi batasan masalah adalah
1. Perancangan mikrokontroller hanyalah untuk mengalirkan cairan infus sesuai dengan
kondisi pasien.
2. Tidak membahas proses pembuatan pada mikrokontrollernya.
3. Headloss pada aliran diabaikan.
1. 4 Tujuan
Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah mengatur laju
aliran cairan infus disesuaikan dengan kondisi pasien dengan sistem kontrol untuk
mengalirkan cairan infus yang akurat sesuai kebutuhan pasien.
1. 5 Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah pemecahan masalah yang
didapatkan dari lapangan dengan menggunakan aplikasi dari pengendalian otomatik,
mekanika fluida dan sistem kontrol yang bermanfaat untuk mengetahui sejauh mana
peranan teknik kontrol dengan kemajuan maupun perkembangan teknologi. Selain itu
memungkinkan sebagai suatu bahan pertimbangan yang dapat digunakan dalam dunia
kedokteran berdasarkan masalah di lapangan yang muncul.
4
BAB II
DASAR TEORI
2. 1 Pengertian Infus
Infus merupakan alat bantu bagi para pasien untuk mengalirkan cairan bagi tubuh
melalui aliran darah. Infus digunakan apabila penderita / pasien mengalami kekurangan
cairan dalam tubuhnya, sehingga diperlukan adanya cairan pengganti untuk
menggantikan cairan yang hilang dalam tubuh. Berdasarkan hal tersebut maka
diperlukan alat untuk mengalirkan cairan ke dalam aliran darah. Sebagaimana kita
ketahui, infus terdiri dari beberapa bagian yaitu:
• Kantung infus
Dimana digunakan sebagai tempat cairan infus. Biasanya Kantong infus berkapasitas
cairan 500 CC.
• Katup keluaran
Sebagai pengukur banyaknya laju aliran (debit) yang keluar.
• Pengontrol mekanik
Digunakan sebagai pengatur banyaknya laju aliran (debit) yang keluar dari katup
keluaran.
• Selang plastik
Sebagai media perantara untuk mengalirkan cairan dari kantung infus menuju jarum.
• Jarum
Sebagai media untuk mengalirkan cairan kedalam pembuluh darah.
5
2. 2 Sistem Mekanisme Infus
Prinsi kerja dari infus adalah menggunakan perbedaan tekanan yang terdapat
antara kantung infus dengan tekanan darah dalam tubuh kita. Dimana tekanan dalam
kantung infus memiliki tekanan yang lebih besar dari pada tekanan darah dalam tubuh
kita (dalam keadaan normal), Sehingga cairan dalam kantung infus dapat mengalir
masuk ke dalam pembuluh darah. Selain itu prinsip kerjanya menggunakan beda
ketinggian antara kantung infus dengan permukaan tanah untuk memungkinkan
mengalirnya cairan tersebut.
2. 2. 1 Persamaan Kontinuitas
Persamaan kontinuitas mengungkapkan persyaratan bahwa suatu fluida harus
kontinyu serta bahwa massa fluida bersifat kekal, yakni tidak dapat diciptakan ataupun
dimusnahkan. Persamaan ini boleh dituliskan dalam beberapa bentuk. Kekekalan massa
fluida mempersyaratkan bahwa dalam suatu volume zat masa selalu konstan, dan karena
itu laju perubahan massa nya sama dengan nol. Berbagai bentuk persamaan kontinuitas
untuk suatu volume kontrol diturunkan dengan menyatakan secara matematik bahwa
laju netto influks massa ke dalam suatu daerah tertentu sama dengan laju perubahan
massa di daerah tersebut.
Persamaan-persamaan kontinuitas dikembangkan dari asas-asas umum kekekalan
energi, persamaan yang menyatakan bahwa massa di dalam suatu sistem adalah tetap
konstan terhadap waktu, yakni
6
……………... (2.1)
Apabila e merupakan jumlah energi potensial, energi kinetik, dan energi intrinsik
persatuan massa, u adalah energy dalam disebabkan oleh jarak serta gaya molekular
(yang bergantung pada p, ρ atau T) serta z adalah ketinggian, maka persamaan energi
untuk mengalirkan infus menjadi:
………………………………………………………....... (2.2)
Persamaan Kontinuitas di Dalam Pipa
Pipa adalah lintasan aliran yang dibatasi oleh garis-garis arus atau streamline, dan
karena itu tidak ada fluida yang dapat mengalir melalui dindingnya. Untuk aliran satu
dimensi dalam sebuah pipa, persamaan kontinuitas dapat diturunkan dengan
mempersamakan laju netto aliran massa yang masuk ke dalam sebuah elemen pipa arus
yang panjangnya (ds) serta luasnya (A) dengan laju perubahan massa dalam elemen
volume kontrol ini. Jadi jika kita mengambil harga rata-rata untuk sifat-sifat aliran dan
fluida
......................................... (2.3)
7
Gambar 2.2.1 Aliran steady melalui tabung aliran
Sehingga sesudah pembagian dengan ds (yang panjangnya tetap)
....................................................................................... (2.4)
Untuk aliran yang steady, suku pertama sama dengan nol, akibatnya suku kedua juga
sama dengan nol, sehingga laju aliran massa yang konstan dinyatakan sebagai:
…………..…………………………………………………………. (2.5)
Untuk aliran incompressible
ν . A = Q laju aliran volumetrik konstan …………………………………………......(2.6)
Untuk aliran kerapatan konstan, baik yang stedy maupun unsteady, persamaannya
menjadi
…………………………………………………………………….. (2.7)
8
2. 2. 2 Internal Flow
Fluida adalah suatu zat yang dalam keadaan setimbang tidak dapat menahan gaya
atau tegangan geser (shear force). Suatu sifat dasar fluida, yaitu tahanan terhadap aliran
yang diukur sebagai tegangan geser yang terjadi pada bidang geser yang dikenai
tegangan tersebut adalah viskositas atau kekentalan zat fluida tersebut. Aliran fluida
yang mengalir pada suatu ruangan yang dikelilingi atau tertutupi oleh permukaan padat
disebut sebagai aliran internal. Maka itu aliran yang mengalir pada suatu sistem
perpipaan adalah masuk kedalam jenis aliran internal. Pada Gambar 2.2, diperlihatkan
aliran laminer yang melalui suatu pipa. Pada saat masuk pipa aliran uniform (sama)
dengan kecepatan Uo. Karena aliran fluida mempunyai sifat viscous maka pada dinding
pipa terjadi lapisan batas (boundary layer). Akibat dari pengaruh viskositas di dalam
lapisan batas maka profil kecepatan berubah menjadi tidak uniform lagi. Selanjutnya
lapisan batas terus berkembang sampai bertemu disuatu titik. Setelah itu profil kecepatan
aliran tidak pernah berubah lagi dan aliran demikian disebut aliran yang sudah
berkembang penuh (fulley developed flow). Jarak dari saat mula-mula aliran masuk pipa
sampai menjadi fulley developed flow disebut dengan entrance length.
Gambar 2.2.2 Aliran pada kawasan masuk pipa
9
Panjang entrance length L untuk aliran laminar adalah fungsi dari angka Reynolds yaitu
:
atau ………………………………………. (2.8)
Untuk aliran dalam pipa adalah aliran laminer maka Re < 2300 :
Keterangan :
- L = Entrance length (m).
- D = Diameter pipa (m).
- Re = Angka Reynold.
- ρ = Massa jenis (Kg / m3 ).
- µ = Viskositas (Kg / ms).
- V = Kecepatan rata-rata fluida (m / s).
Fluida dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
- Fluida gas.
- Fluida cair.
Untuk fluida gas, sifat aliran yang dimiliki adalah dianggap laminer, sedangkan yang
terjadi pada fluida cair ada dua yaitu laminer dan turbulen.
10
2. 2. 3 Persamaan Bernoulli
Untuk aliran internal dapat dipergunakan persamaan Bernoulli yaitu :
…………….….…………...………………..……. (2.9)
Bila dibagi dengan ‘g’ (gaya gravitasi) menjadi :
+ ………………….….………...………………......…. (2.10)
Dimana :
……………………….………………….………...……………..……. (2.11)
Maka :
……………………......………...……………..……. (2.12)
………..…………….………..……….……. (2.13)
Menjadi :
………………………………………………………………... ( 2.14)
Keterangan :
- p1 = Tekanan fluida pada kondisi 1 (N / m2 ).
- p2 = Tekanan fluida pada kondisi 2 (N / m2 ).
- V1 = Kecepatan rata-rata fluida pada kondisi 1 (m / s).
- V2 = Kecepatan rata-rata fluida pada kondisi 2 (m / s).
11
- ρ = Massa jenis fluida yang mengalir (Kg / m3 ).
- g = Percepatan gravitasi (m / s2 ).
- z1 = Ketinggian pada kondisi 1 (m).
- z2 = Ketinggian pada kondisi 2 (m).
- γ = Berat jenis fluida yang mengalir (N / m3 )
2. 2. 4 Head Losses
Head losses adalah kehilangan energi sebagai akibat terjadinya gesekan antara
fluida yang mengalir dengan dinding pipa. Head losses total adalah kerugian mayor
ditambah dengan kerugian minor.
2. 2. 4. 1 Kerugian mayor
Kerugian mayor adalah kerugian yang diakibatkan oleh gesekan pada dinding pipa lurus
yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
………………...……………………...…………………..…… (2.15)
Untuk aliran laminer (Re < 2300):
………………………………………...……………………………………. (2.16)
Keterangan :
- HLma = Kerugian gesek mayor pada pipa (m).
- L = Panjang pipa lurus (m).
- D = Diameter dalam pipa (m).
12
- V = Kecepatan rata-rata aliran fluida (m / s).
- g = Percepatan gravitasi (m / s2 ).
- f = Faktor kerugian gesekan.
- k = Koefisien kerugian gesekan.
- Re = Reynold Number.
Untuk aliran turbulen (Re > 2300), faktor gesekan (f) dipengaruhi oleh kekasaran
permukaan ekuivalen dan angka Reynold seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.2.4.1
Gambar 2.2.4.1 Faktor gesek untuk aliran dalam pipa.
2. 2. 4. 2 Kerugian minor
Kerugian minor atau minor losses adalah kerugian energi yang disebabkan oleh elbow,
fitting, entrance, perubahan luas penampang jalan aliran dan lainnya kecuali pipa lurus.
13
Kerugian minor sangat berhubungan dengan nilai dari k (koefisien kerugian gesek)
untuk perencanaan suatu sistem perpipaan. Minor losses dapat dirumuskan sebagai
berikut
…………………………...…………………...………..…………. (2.17)
Untuk mendapatkan nilai k adalah :
……………………………………………………………….. (2.18)
Keterangan :
- HLmi = Kerugian gesek minor pada pipa (m).
- k = Koefisien kerugian gesek.
- V = Kecepatan rata-rata (m / s).
- g = Percepatan gravitasi (m / s2
).
(Sumber : Buku Pompa dan Kompressor, Penulis : Sularso)
2. 2. 5 Sistem Hidrolik
Proses pengisian tangki melalui pipa-pipa / saluran air adalah salah satu contoh
dari sistem ini, dimana pengaturan-pengaturan aliran ke dalam tangki dapat dilakukan
melalui keran, lubang-lubang yang dapat diatur dan sebagainya. Dalam menganalisis
sistem cairan ini kita memberikan anggapan-anggapan sebagai berikut:
• Tangki/reservoir dianggap mengandung cairan yang permukaannya bebas.
• Pipa penghubung dipenuhi seluruhnya oleh cairan
14
Tinggi cairan (head) menghasilkan suatu tekanan yang menimbulkan suatu
tekanan yang menimbulkan aliran cairan dari tangki dan keadaan ini merupakan
kebalikan dari pada sifat pipa hambatan-hambatan lain terhadap aliran. Untuk suatu
tangki yang mengeluarkan cairan karena tekanan head-nya, tahanan hidrolik
didefinisikan sebagai perubahan head yang diperlukan agar menyebabkan perubahan
aliran. Secara matematis dituliskan sebagai berikut :
……………………………………………………………….….. (2.19)
dimana,
R = tahanan hidraulik (s/m2)
h = head (m)
q = laju aliran (m3/s)
Untuk aliran laminer dimana kurva antara head (h) terhadap aliran (q) adalah linier,
persamaan 2.24 dapat dituliskan menjadi :
……..…………………………………………………………………… (2.20)
Dalam aliran laminer ini kecepatan cairan adalah relatif kecil. Pada aliran turbulen,
kurva antara h dan q tersebut tidak linear, sehingga aliran yang keluar dari tangki karena
tekanan head-nya sendiri adalah (diperoleh dengan menggunakan Hukum Bernoulli).
(Bentuk Parabola) ………..……………………………………... (2.21)
dimana,
k = koefisien buang (discharge coefficient) (m2)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
15
Tahanan hidrolik untuk aliran turbulen ini adalah :
……………………...…………………………………...…….. (2.22)
Selanjutnya setelah mengetahui harga qo ini, maka untuk cairan di dalam tangki berlaku
Hukum Kekekalan Massa, yaitu :
Aliran masuk – aliran keluar = laju akumulasi
Atau secara matematis :
Untuk aliran laminer,
atau
sehingga persamaan tersebut menjadi
atau ………………….…..…………………. (2.23)
Persamaan ini adalah persamaan diferensial linear orde satu tidak homogen, dimana t
sebagai variabel bebas, h tidak bebas.
.......................................................................................................... (2.24)
Sebagai masukan. Fungsi komplementer untuk persamaan diferensial tersebut adalah:
…………………………………………….…………….……….… (2.25)
Sedang persamaan solusi khususnya menjadi,
16
………………….……………….…….……………………… (2.26)
Sehingga solusi umumnya menjadi,
………………………………………………….…………….… (2.27)
Harga k ditentukan melalui syarat-syarat batas, sedangkan komponen lain dalam sistem
hidrolik adalah kapasitas hidrolik (C) yaitu,
……………………………………………………..……... (2.28)
(Sumber: http://ardianzsite.files.wordpress.com/2010/02/bahan-ajar-tmd218-pneumatik-
hidrolik.pdf)
2.3 Mikrokontroller
Mikrokontroler saat ini tidak asing lagi dalam dunia elektronika, hampir semua
peralatan elektronik dewasa ini menggunakan perangkat ini, Penggunaan mikrokontroler
sangat luas, tidak hanya untuk akuisisi data melainkan juga untuk pengendalian di
pabrik-pabrik, kebutuhan peralatan kantor, peralatan rumah tangga, automobil, dan
sebagainya. Dalam perkembangannya, mikroprosesor dibuat menurut kebutuhan
aplikasinya yang lebih spesifik, dalam hal ini menjadi beberapa jenis, yaitu:
• Mikoprosesor RISC (Reduced instruction Set of Computing) dan CISC (Complex
Instruction Set of Computing). Jenis ini yang digunakan untuk pengolahan informasi
dengan software yang rumit dan digunakan untuk kebanyakan PC saat ini.
17
• Pengolah Sinyal Digital — DSP (Digital Signal Processor). Memiliki software dan
hardware yang ditujukan untuk mempermudah memproses sinyal - sinyal digital.
Digunakan pada perangkat audio — video modem seperti VCD, DVD, home teatre
dan juga pada card-card multimedia di komputer.
• Mikrokontroler, adalah mikroprosesor yang dikhususkan untuk instrumentasi dan
kendali. Contoh aplikasi pada kendali motor, berperan seperti PLC (Programmable
Logic Controller), pengaturan pengapian dan injeksi bahan bakar pada kendaraan
bermotor atau alat mengukur suatu besaran, seperti suhu, tekanan, kelembaban dan
lain-lain. Hal ini disebabkan mikrokontroler merupakan sistem mikroprosesor (yang
didalamnya terdapat CPU, ROM, RAM dan I / O) yang telah terpadu pada satu keping
mikrokontroller merupakan pengendali utama dalam peralatan elektronik saat ini,
maka mikrokontroller merupakan suatu hal yang penting dalam dunia elektronika.
Hampir semua fungsi rangkaian digital dapat diambil alih oleh suatu sistem
mikroprosesor atau mikrokontroller, tetapi tidak perlu semua rangkaian digital harus
dengan Sistem mikroprosesor. Secara umum suatu sistem mikroprosesor akan
memiliki kelebihan dibanding sistem diskrit atau dengan digital IC sebagai berikut.
• Reprogrammable, artinya dapat diprogram ulang untuk mendapatkan fungsi yang
berbeda.
• Rangkaian lebih terintegrasi, lebih kompak, sederhana dan tidak rumit, memudahkan
membuat PCB.
• Fleksibel dalam pengembangannya.
18
Selain itu perlu diperhatikan kekurangannya sebagai berikut.
• Banyak jenis mikroprosesor dengan bahasa yang berbeda, yang mana kadang tidak
kompatibel, sehingga menyulitkan pemakai dalam pengembangannya.
• Kerusakan software berakibat sistem macet dan tidak dapat diperbaiki jika tidak
diketahui kode-kodenya.
• Ketergantungan pada pembuat software
• Sistem mikroprosesor lebih sensitif terhadap gangguan derau dari luar.
• Kecepatan relatif rendah.
• Cepat usang (obsolete).
Mikrokontroler yang digunakan untuk pengaturan katup pada infus yaitu
Mikrokontroller AT89s51
AT89s51 merupakan salah satu mikrokontroler buatan Atmel yang memiliki banyak
kegunaan. Harga mikrokontroller ini tergolong murah saat ini. Jenis Mikrokontroler ini
pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengolah data per bit ataupun data 8 bit secara
bersamaan.
19
Gambar 2.3 Chip AT89s51
AT89s51 merupakan salah satu produk dari ATMEL. Mikrokontroller ini
memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1. Sebuah CPU (Central Processing Unit) 8 bit yang termasuk keluarga MCS51.
2. Osilator internal dan rangkaian pewaktu, RAM internal 128 byte (on chip).
3. Empat buah Programmable port I/O,masing-masing terdiri atas 8 jalur I/O
4. Dua buah Timer Counter 16 bit.
5. Lima buah jalur interupsi (2 interupsi external dan 3 interupsi internal )
6. Sebuah port serial dengan kontrol serial full duplex UART.
7. Kemampuan melaksanakan operasi perkalian, pembagian dan operasi Boolean (bit)
8. Kecepatan pelaksanaan instruksi per siklus 1 microdetik pada frekuensi clock 12
MHz
9. 4 Kbytes Flash ROM yang dapat diisi dan dihapus sampai 1000 kali
10. In-System Programmable Flash Memory
20
Gambar 2.3.1 Blok diagram dari mikrokontroler 89S51
(Sumber : http://www.atmel.com/Images/doc2487.pdf)
2.3.1 Konfigurasi Hardware
Gambar 2.3.2 Pin-pin AT89s51
21
Mikrokontroler AT89S51 memiliki pin berjumlah 40 dan umumnya dikemas dalam DIP
(Dual Inline Package). Masing-masing pin pada mikrokontroler AT89S51 mempunyai
kegunaan sebagai berikut:
Port 0
Port 0 merupakan port dua fungsi yang berada pada pin 32-39 dari AT89S51. Dalam
rancangan sistem sederhana port ini sebagai port I/O serbaguna. Untuk rancangan yang
lebih komplek dengan melibatkan memori eksternal jalur ini dimultiplek untuk bus data
dan bus alamat.
Port 1
Port 1 disediakan sebagai port I/O dan berada pada pin 1-8. Beberapa pin pada port ini
memiliki fungsi khusus yaitu P1.5 (MOSI), P1.6 (MISO), P1.7 (SCK) yang digunakan
untuk jalur download program.
Port 2
Port 2 ( pin 21-28 ) merupakan port dua fungsi yaitu sebagai I/O serbaguna, atau sebagai
bus alamat byte tinggi untuk rancangan yang melibatkan memori eksternal.
Port 3
Port 3 adalah port dua fungsi yang berada pada pin 10-17, port ini memiliki multi fungsi,
seperti yang terdapat pada tabel 1.1 berikut ini :
BIT NAME BIT ADDRESS ALTERNATE FUNCTION
P3.0 RXD B0h Receive data for serial port
P3.1 TXD B1h Transmit data for serial port
P3.2 INT0 B2h External interrupt 0
P3.3 INT1 B3h External interrupt 1
22
P3.4 T0 B4h Timer/counter 0 external input
P3.5 T1 B5h Timer/counter 1 external input
P3.6 WR B6h External data memory write strobe
P3.7 RD B7h External data memory read strobe
PSEN (Program Store Enable)
adalah sebuah sinyal keluaran yang terdapat pada pin 29. Fungsinya adalah sebagai
sinyal kontrol untuk memungkinkan mikrokontroler membaca program (code) dari
memori eksternal. Biasanya pin ini dihubungkan ke pin EPROM. Jika eksekusi program
dari ROM internal atau dari flash memori (ATMEL AT89SXX), maka berada pada
kondisi tidak aktif (high).
ALE (Address Latch Enable)
Sinyal output ALE yang berada pada pin 30 fungsinya sama dengan ALE pada
microprocessor INTEL 8085, 8088 atau 8086. Sinyal ALE dipergunakan untuk
demultiplek bus alamat dan bus data. Sinyal ALE membangkitkan pulsa sebesar 1/6
frekuensi oscillator dan dapat dipakai sebagai clock yang dapat dipergunakan secara
umum.
EA(External Access)
Masukan sinyal terdapat pada pin 31 yang dapat diberikan logika rendah (ground) atau
logika tinggi (+5V). Jika diberikan logika tinggi maka mikrokontroler akan mengakses
program dari ROM internal (EPROM/flash memori). Jika diberi logika rendah maka
mikrokontroler akan mengakses program dari memori eksternal.
23
RST (Reset)
Input reset pada pin 9 adalah reset master untuk AT89S51. Pulsa transisi dari tinggi
selama 2 siklus ke rendah akan mereset mikrokontroler.
Oscillator
Oscillator yang disediakan pada chip dikemudikan dengan XTAL yang dihubungkan
pada pin 18 dan pin 19. Diperlukan kapasitor penstabil sebesar 30 pF. Besar nilai XTAL
sekitar 3 MHz sampai 33 MHz. XTAL1 adalah input ke pembalikan penguat osilator
(inverting oscillator amplifier) dan input ke clock internal pengoperasian rangkaian.
Sedangkan XTAL2 adalah output dari pembalikan penguat osilator.
Gambar 2.3.3 Konfigurasi Xtal Osilator
Dalam mikrokontroler dikenal istilah Machine Cycle (MC) / SiklusMesin, dimana: 1
MC = 6 state = 12 periode clock Jika frekuensi crystal yang digunakan adalah 12 MHz
maka1 MC = 12/frekuensi crystal = 12/12 MHz =1uS
Gambar 2.3.4 Machine Cycle mikrokontroller
24
Power
AT89S51 dioperasikan pada tegangan supply +5v, pin Vcc berada pada nomor 40 dan
Vss (ground) pada pin 20.
(Sumber : http://www.docstoc.com/docs/26093477/TUTORIAL-LENGKAP-AT89S51)
2.3.2 Port Sebagai Input/Output Digital
AT89s51 mempunyai empat buah port yang bernama Port A, Port B, Port C, dan Port
D. Keempat port tersebut merupakan jenis bi-directional dengan pilihan internal pull-
up. Tiap port mempunyai tiga buah register bit, yaitu DDxn, PORTxn dan PINxn. Huruf
”x” mewakili nama huruf dari port sedangkan huruf “n” mewakili nomor bit. Bit DDxn
terdapat pada I/O address DDRx, bit PORTxn terdapat pada I/O address PORTx dan bit
PINxn terdapat pada I/O address PINx. Bit DDxn dalam register DDRx
(DataDirectionRegister) menentukan arah pin. Bila DDxn diset 1 maka Px berfungsi
sebagai pin output. Bila DDxn diset 0 maka Px berfungsi sebagai pin input. Bila
PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin masukan, dengan demikian
maka resistor pull-up akan diaktifkan. Untuk mematikan resistor pull-up, PORTxn harus
diset 0 atau pin dikonfigurasi sebagai pin luaran. Pin port adalah tri-state setelah kondisi
reset. Bila PORTxn diset 1 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin output maka pin port
akan berlogika 1. Dan bila PORTxn diset 0 pada saat pin terkonfigurasi sebagai pin
output maka pin port akan berlogika 0. Saat mengubah kondisi port dari kondisi tri-state
(DDxn=0, PORTxn=0) ke kondisi output high (DDxn=1,PORTxn=1) maka harus ada
kondisi peralihan apakah itu kondisi pull-upenabled (DDxn=0, PORTxn=1)atau kondisi
output low (DDxn=1, PORTxn=0). Pada umumnya kondisi pull-upenabled dapat
25
diterima sepenuhnya. Jika hal ini bukan suatu masalah, maka bit PUD pada register
SFIOR dapat diset “1” untuk mematikan semua pull-up dalam semua port. Peralihan
dari kondisi input dengan pull-up ke kondisi output low juga menimbulkan masalah
yang sama. Kita harus menggunakan kondisi tri-state (DDxn=0, PORTxn=0) atau
kondisi output high (DDxn=1, PORTxn=0) sebagai kondisi transisi.
(Sumber : http://www.docstoc.com/docs/26093477/TUTORIAL-LENGKAP-AT89S51)
2.3.3 Fitur AT89s51
Kapabilitas detail dari AT89s51 adalah sebagai berikut :
1. Sistem mikroprosesor 8 bit berbasis RISC dengan kecepatan maksimal 16MHz
2. Kapabiltas memori flash 8 Kb, SRAM sebesar 512 byte, dan EEPROM
(Electrically Erasable Programmable Read Only Memory) sebesar 512 byte.
3. ADC internal dengan fidelitas 10 bit sebanyak 8 channel.
4. Portal komunikasi serial (USART) dengan kecepatan maksimal 2,5 Mbps.
5. Enam pilihan mode sleep menghemat penggunaan daya listrik.
(Sumber:http://www.muhamadrizal.com/web/mikrokontroller/78-mikrokontroller-
at89s51)
2.3.4 Timer Counter
Mikrokontroler AT89S51 memiliki dua buah timer / counter yang disebut
Timer0 dan Timer1 dengan kapasitas 16 bit. Istilah timer dan counter keduanya memiliki
kesamaan yaitu, adanya sumber detak yang akan mengaktifkannya. Keduanya juga
merupakan pencacah atau penghitung. Berikut hal yang membedakan antara keduanya
yaitu:
26
• Timer memiliki sumber detak yang tetap, yaitu oscillator.
• Counter memiliki sumber detak yang tidak tetap, yaitu berasal dari
mikrokontroler eksternal.
Berikut beberapa register untuk timer / counter yaitu :
1. THx, TLx (register timer / counter high dan low)
Subscript x dapat berarti 0 atau 1. X diisi 0 jika dimaksudkan timer0 dan x
bernilai 1 jika dimaksudkan timer1.
2. TMOD (register timer mode)
Register ini digunakan untuk mengatur mode timer. Register ini juga digunakan
untuk mengatur penggunaan timer saja atau counter saja.
3. TCON (register timer control)
Register ini digunakan untuk menyimpan hasil limpahan suatu cacahan /
penghitungan. Dalam register ini, terdapat juga register bit untuk mengaktifkan
atau menonaktifkan suatu timer.
Register THx dan TLx digunakan untuk menampung hasil hitungan timer /
counter kapasitas maksimum TH dan TL seluruhnya adalah 16 bit. Namun, ada
dua mode timer yang tidak menggunakannya secara maksimum melainkan hanya
13 bit dan 8 bit saja.
27
Pembagian bit register THx dan TLx
Register TMOD berfungsi untuk mengatur penggunaan mode suatu timer, pemakaian
counter atau timer, dan pengaturan Gate.
Register TMOD
28
Bit register TMOD
Mode timer menentukan kapasitas maksimal penggunaan register TH dan TL. Berikut
pembahasan mode 0, mode 1, mode 2, dan mode 3.
1 Mode 0
Mode ini dikenal dengan nama mode timer / counter 13 bit.
Bit THx dan TLx pada mode 0
1 Mode 1
Mode 1 menggunakan kapasitas register TLx dan THx secara maksimal sehingga
dinamakan mode 16 bit.
2 Mode 2
Mode 2 sering disebut sebagai pencacah biner 8 bit dengan isi ulang (auto reload).
Register yang digunakan untuk mencacah adalah TLx sedangkan THx digunakan
sebagai tempat menyimpan data yang akan dituliskan ke TLx saat terjadi limpahan pada
TLx. Isi THx diisikan pertama kali oleh pemrogram sedangkan isi TLx akan terus
bertambah sesuai adanya detak. Setiap kali nilai TLx berubah dari FF heksa menjadi 00
heksa akan terjadi overflow sehingga TFx (pada register TCON) akan bernilai 1. Nilai
TFx perlu di-nol-kan secara manual untuk kembali menggunakan timer.
3 Mode 3
Timer mode 3 sering disebut sebagai two 8 bit timer / counter karena memang
menggunakan dua buah timer 8 bit yang kerjanya sendiri-sendiri.register yang
29
digunakan adalah TL0 dan TH0 dengan masing-masing pengaturan adalah sebagai
berikut:
• TL0 dapat berfungsi sebagai counter maupun timer 8 bit dengan sumber detak
yang dapat dipilih yaitu sumber detak yang berasal dari P3.4 (T0) atau dari
osilator/12.
• TH0 hanya dapat difungsikan sebagai timer 8 bit karena sumber detak hanya
berasal dari osilator/12.
Register TCON digunakan untuk menampung bit overflow dan digunakan untuk
mengaktifkan timer / counter. Hanya bit ke-7 sampai dengan bit ke-4 yang digunakan
untuk operasi timer / counter sedangkan bit ke-3 sampai dengan bit ke-0 digunakan
untuk interrupt.
Register TCON
• Bit TFx bernilai 1 jika ada limpahan timer dan perlu di-nol-kan kembali secara
manual.
• Bit TRx digunakan untuk mengaktifkan timer / counter
(Sumber : Timer Counter AT89S51 Desylvia's World.htm)
30
2.4 Solenoid Valve
Solenoid valve adalah katup yang digerakan oleh energi listrik, mempunyai
kumparan sebagai penggeraknya yang berfungsi untuk menggerakan piston yang dapat
digerakan oleh arus AC maupun DC, solenoid valve atau katup (valve) solenoid
mempunyai lubang keluaran, lubang masukan dan lubang exhaust, lubang masukan,
berfungsi sebagai terminal / tempat cairan masuk atau supply, lalu lubang keluaran,
berfungsi sebagai terminal atau tempat cairan keluar yang dihubungkan ke beban,
sedangkan lubang exhaust, berfungsi sebagai saluran untuk mengeluarkan cairan yang
terjebak saat piston bergerak atau pindah posisi ketika solenoid valve bekerja.
Prinsip kerja dari solenoid valve/katup (valve) solenoida yaitu katup listrik yang
mempunyai koil sebagai penggeraknya dimana ketika koil mendapat supply tegangan
maka koil tersebut akan berubah menjadi medan magnet sehingga menggerakan piston
pada bagian dalamnya ketika piston berpindah posisi maka pada lubang keluaran dari
solenoid valve akan keluar cairan yang berasal dari supply, pada umumnya solenoid
valve mempunyai tegangan kerja 100/200 VAC namun ada juga yang mempunyai
tegangan kerja DC
31
Gambar 2.4 Solenoid Valve
Gambar Solenoid Valve Pada Infus
Gambar 2.4.1 Struktur fungsi solenoid valve
Keterangan Gambar :
1. Valve Body
2. Terminal masukan (Inlet Port)
3. Terminal keluaran (Outlet Port)
4. Koil / koil solenoid
5. Kumparan gulungan
6. Kabel suplai tegangan
32
7. Plunger
8. Spring
9. Lubang / exhaust
2.5 Relay
Relay adalah komponen elektronika berupa saklar elektronik yang digerakkan oleh arus
listrik. Secara prinsip, relay merupakan tuas saklar dengan lilitan kawat pada batang besi
(solenoid) di dekatnya. Ketika solenoid dialiri arus listrik, tuas akan tertarik karena
adanya gaya magnet yang terjadi pada solenoid sehingga kontak saklar akan menutup.
Pada saat arus dihentikan, gaya magnet akan hilang, tuas akan kembali ke posisi semula
dan kontak saklar kembali terbuka. Relay biasanya digunakan untuk menggerakkan
arus/tegangan yang besar (misalnya peralatan listrik 4 ampere AC 220 V) dengan
memakai arus/tegangan yang kecil (misalnya 0.1 ampere 12 Volt DC). Relay yang
paling sederhana ialah relay elektromekanis yang memberikan pergerakan mekanis saat
mendapatkan energi listrik.
Secara sederhana relay elektromekanis ini didefinisikan sebagai berikut :
• Alat yang menggunakan gaya elektromagnetik untuk menutup (atau membuka) kontak
saklar.
• Saklar yang digerakkan (secara mekanis) oleh daya/energi listrik.
Dalam pemakaiannya biasanya relay yang digerakkan dengan arus DC
dilengkapi dengan sebuah dioda yang di-paralel dengan lilitannya dan dipasang terbaik
yaitu anoda pada tegangan (-) dan katoda pada tegangan (+). Ini bertujuan untuk
mengantisipasi sentakan listrik yang terjadi pada saat relay berganti posisi dari on ke off
agar tidak merusak komponen di sekitarnya.
33
Konfigurasi dari kontak-kontak relay ada tiga jenis, yaitu:
• Normally Open (NO), apabila kontak-kontak tertutup saat relay dicatu
• Normally Closed (NC), apabila kontak-kontak terbuka saat relay dicatu
Change Over (CO), relay mempunyai kontak tengah yang normal tertutup, tetapi ketika
relay dicatu kontak tengah tersebut akan membuat hubungan dengan kontak-kontak
yang lain.
Penggunaan relay perlu memperhatikan tegangan pengontrolnya serta kekuatan
relay men-switch arus/tegangan. Biasanya ukurannya tertera pada body relay. Misalnya
relay 12VDC/4 A 220V, artinya tegangan yang diperlukan sebagai pengontrolnya adalah
12Volt DC dan mampu men-switch arus listrik (maksimal) sebesar 4 ampere pada
tegangan 220 Volt. Sebaiknya relay difungsikan 80% saja dari kemampuan
maksimalnya agar aman, lebih rendah lagi lebih aman. Relay jenis lain ada yang
namanya reedswitch atau relay lidi. Relay jenis ini berupa batang kontak terbuat dari
besi pada tabung kaca kecil yang dililitin kawat. Pada saat lilitan kawat dialiri arus,
kontak besi tersebut akan menjadi magnet dan saling menempel sehingga menjadi saklar
yang on. Ketika arus pada lilitan dihentikan medan magnet hilang dan kontak kembali
terbuka (off).
Gambar 2.5 Relay
(Sumber : http://meriwardana.blogspot.com/2011/11/prinsip-kerja-relay.html di akses
kapan??)
34
2.5.1 Prinsip Kerja Relay
Relay terdiri dari coil dan contact, coil adalah gulungan kawat yang mendapat
arus listrik, sedang contact adalah sejenis saklar yang pergerakannya tergantung dari
ada tidaknya arus listrik di coil. Contact ada 2 jenis : Normally Open (kondisi awal
sebelum diaktifkan open), dan Normally Closed (kondisi awal sebelum diaktifkan
close). Secara sederhana berikut ini prinsip kerja dari relay : ketika coil mendapat
energi listrik (energized), akan timbul gaya elektromagnet yang akan menarik armature
yang berpegas, dan contact akan menutup.
Gambar 2.5.1 Prinsip Kerja Relay
(Sumber : http://meriwardana.blogspot.com/2011/11/prinsip-kerja-relay.html)
2.6 Serial RS 232
RS-232 adalah standar komunikasi serial yang didefinisikan sebagai antarmuka
antara perangkat terminal data (data terminal equipment atau DTE) dan perangkat
komunikasi data(data communications equipment atau DCE) menggunakan pertukaran
data biner secara serial. Di dalam definisi tersebut, DTE adalah perangkat computer dan
DCE sebagai modem walaupun pada kenyataannya tidak semua produk antarmuka
adalah DCE yang sesungguhnya. Komunikasi RS-232 diperkenalkan pada 1962 dan
pada tahun 1997, Electronic Industries Association mempublikasikan tiga modifikasi
pada standar RS-232 dan menamainya menjadi EIA-232. Pada saat itu RS-232 lahir
35
karena muncul dari ide-ide pada sebuah komite (Electronic Industries Association-
EIA) yang mengembangkan sebuah interface untuk pertukaran data digital antara
komputer mainframe yang sebagai pusatnya dengan komputer lain, tetapi perangkat ini
dihubungkan dengan jaringan telepon sehingga dibutuhkan modem untuk
menerjemahkan sinyal tersebut. Saat ini sudah ada RS-232 yang dianggap dapat
diandalkan dalam melakukan komunikasi data (pertukaran data).
Standar RS-232 mendefinisikan kecepatan 256 kbps atau lebih rendah dengan
jarak kurang dari 15 meter, namun belakangan ini sering ditemukan jalur kecepatan
tinggi pada komputer pribadi dan dengan kabel berkualitas tinggi, jarak maksimum juga
ditingkatkan secara signifikan. Dengan susunan pin khusus yang disebut null modem
cable, standar RS-232 dapat juga digunakan untuk komunikasi data antara dua komputer
secara langsung.
Gambar 2.6 Serial RS 232
Sebuah port RS-232 pernah menjadi fitur standar dari komputer pribadi untuk
koneksi ke modem, printer, mouse, penyimpanan data, un-interruptible daya listrik, dan
perangkat periferal lainnya. Namun, kecepatan transmisinya terbatas, ayunan tegangan
36
yang relatif besar, dan konektor standar yang besar, sehingga termotivasi untuk
pengembangan universal serial bus (USB) untuk menggantikan RS-232. Banyak
komputer pribadi modern tidak memiliki port RS-232 dan harus menggunakan konverter
eksternal untuk terhubung ke peripheral yang lebih tua. Beberapa perangkat RS-232
masih ditemukan terutama di mesin-mesin industri atau instrumen ilmiah.
Gambar 2.6.1 bentuk kepala (colokan) serial RS 232
(Sumber : http://materi1.lecture.ub.ac.id/)
2.7 Kebutuhan Cairan Tubuh
Setiap pasien berbeda - beda memerlukan kebutuhan cairannya, ada yang
memerlukan banyak, ada yang memerlukan sedikit tergantung dengan kondisi tubuhnya.
Oleh sebab itu dibuatkan skor – skor untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Skor ini
adalah nilai besaran volume cairan yang harus dikeluarkan sesuai kebutuhan pasien,
setiap Skor – skor ini ditentukan oleh banyak hal, sehingga dibuatkan Tabel 2.7.1
sebagai berikut :
37
2.7.1 Tabel Skor Kebutuhan Cairan Infus
Skor di tentukan dari Skor
Rasa Haus / Muntah 1
Tekanan Darah Sistolik 60 - 90 mmHg 1
Tekanan Darah sistolik < 60 mmHg 2
Frekuensi Nadi > 120 kali / menit 1
Kesadaran apati 1
Kesadaran Sommolen, sopor/ koma 2
Frekuensi napas > 30 kali / menit 1
facies cholerica 2
Vox cholerica 2
Turger kulit menurun 1
Washer woman's hand 1
Ekstremitas dingin 1
Sianosis 2
umur 50 - 60 tahun 1
umur> 60 tahun 2
TOTAL 21
Dari tabel tersebut dimasukan kedalam rumus :
Kebutuhan Volume cairan perhari (ml/hari) =
38
Ket : W = berat badan pasien
(Sudoyo, Ilmu Penyakit Dalam, jilid 1,2,3, dan edisi 5)
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental (true
experimental research), yaitu melakukan pembuatan alat dan pengamatan langsung
untuk mengetahui pengaruh bukaan katup sekian waktu dengan jumlah volume yang
keluar dari kantong infus.
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan 2 variabel yaitu : Variabel bebas, dan Variabel
terikat.
1. Variabel Bebas: variabel yang besarnya ditentukan berdasarkan kondisi
pasien berupa (Tekanan darah, berat badan, umur, frekuensi nafas, frekuensi
nadi, dll.
2. Variabel Terikat: variabel yang besarnya ditentukan yakni jumlah volume
cairan infus yang keluar (ml / menit) .
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
3.3.1 Alat Penelitian
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
1. Alat infus lengkap
40
Untuk mengetahui tekanan (P) dalam kantong infus, luas penampang (A)
kantung infus maupun pipa plastik, jumlah debit (Q) yang dihasilkan dari
alalt infus tersebut.
2. Travo
Komponen electromagnet untuk menyalurkan tenaga atau daya listrik dari
tegangan tinggi ke tegangan rendah atau sebaliknya, dengan frekuensi sama.
3. Solenoid Valve
Berfungsi untuk mengatur cairan infus yang keluar.
4. Relay
Alat yang menggunakan gaya elektromagnetik untuk menutup atau membuka
kontak skalar.
5. Mikrokontroller
Berfungsi sebagai otak yang mengatur Solenoid Valve.
6. Serial RS 232
Penghubung dari mikrokontroller ke PC / laptop.
3.3.2 Bahan Penelitian
Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah : Cairan Glukosa 5 %
C6H12O6H2O
41
3.4 Perancangan Sistem
Keterangan :
1. Travo
2. Travo
3. Mikrokontroller AT89s51
4. Relay
5. Serial RS 232
Gambar 3.4 Diagram cara infus bekerja
Perancangan sistemnya adalah menggunakan mikrokontroller AT89s51, Solenoid Valve,
Travo, Serial RS 232, dan Relay. Data dimasukkan ke dalam mikrokontroller sebagai
input dengan menyambungkan serial RS 232 ke laptop. Dari Input tersebut memberi
perintah kepada solenoid valve untuk membuka katup. Katup akan membuka / menutup
sekian detik sesuai yang diperintahkan mikrokontroller kepada solenoid valve. Pada saat
ML
4
3
1 2
5
42
katup terbuka maka relay akan bekerja untuk membuka skalar yang mengalir ke
solenoid valve sehingga volume cairan keluar dan jumlah volume cairan tersebut sesuai
yang diinginkan. Motor yang digunakan adalah motor DC yang berada didalam solenoid
valve dengan sumber tegangan 24 V.
43
3.5 Diagram Alir Penelitian
TIDAK
YA
START
Persiapkan alat
dan bahan
Pembuatan alat
kontrol
Apakah alat
control
bekerja ?
volume cairan infus keluar (ml/menit)
Analisa data
Kesimpulan
STOP
Pencatatan volume cairan infus yang keluar
dengan perbandingan waktu
44
3.6 Diagram Alir Cara Kerja Alat
TIDAK
START
Pengaturan lewat PC / laptop
menggunakn Serial RS 232
Mikrokontroller
STOP
Solenoid Valve
Membuka / menutup
katup
Mendapatkan volume
yang di inginkan
Apakah Volume cairan
yang keluar sesuai
dengan yang diinginkan
dengan skor ?
45
3.7 Metode Pengambilan Data
Adapun pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu:
1. Tahap persiapan alat dan bahan
Siapkan alat dan bahan yang di jelaskan pada 3.3.1 dan 3.3.2
2. Tahap pembuatan Alat
Semua alat disatukan atau dirakit mulai dari infus, solenoid valve, relay, serial
RS 232, travo, dan Mikrokontroller. Dalam perakitan alat, semua di rakit saling
berhubungan.
3. Tahap pencatatan data
Pencatatan data dilakukan pada jumlah volume cairan infus yang keluar dengan
perbandingan waktu bukaan katup.
4. Tahap analisa data
Setelah data diperoleh, selanjutnya data tersebut di buat grafik jumlah volume
yang keluar pada infus dengan waktu yang dibutuhkan.
46
BAB IV
ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Analisa Data
Data awal yang diperoleh disini yaitu variasi tekanan darah dalam tubuh manusia
(P darah), diameter selang infus (d selang), panjang selang infus (L infus),
infus = 1040 kg/m3
D selang = 2,5 mm
L infus = 160 cm
D kantong infus = 7 cm
Tinggi kantong infus = 15 cm (cairan penuh 500 ml)
Volume tabung infus = V= x r2 x t (m
3 )
= V = 3,14 x (0,035)2 x 1,6 = 0,0061544 M
3
A selang = A = x d2
/ 4
= A = 3,14 x (0,0025)2
/ 4 = 0,490625 -5
m2
Jarak antara tabung infus dengan solenoid valve
= 45 cm (dari selang infus paling atas)
47
Untuk mengetahui karakteristik debit infus tanpa variasi bukaan katup infus, diperoleh
dengan menampung cairan infus digelas ukur selama 1 menit kemudian diukur
volumenya. Adapun hasilnya sebagai berikut :
Debit infus = Jumlah volume / menit
= 210 ml/60 detik
= 3,5 ml/s
Untuk mengetahui besaran tetesan, diperoleh dengan menampung cairan infus digelas
ukur selama 1 menit kemudian diukur volumenya dibagi dengan jumlah tetesan. Adapun
hasilnya sebagai berikut:
Volume setiap 1 tetesan = Jumlah volume dalam 1 menit / jumlah tetesan dalam 1 menit
= 3 ml / 66 tetesan
= 0,045 ml / tetes
4.2 Bahasa Pemograman Pada Mikrokontroller
4.2.1 Bahasa yang digunakan Pada Skor 1 Pada Berat Badan 40 kg
48
Gambar 4.2.1. Bahasa Pemrograman menggunakan Visual Basic
49
Gambar 4.2.2 Tampilan Skor Pada Visual Basic
4.3 Kebutuhan cairan Infus Untuk Setiap Skor
4.3.1 Kebutuhan Cairan Infus Untuk Berat Badan 40 kg
Skor
Kebutuhan
Volume
Kebutuhan
Volume
Kebutuhan
Volume
Kebutuhan
Volume
Jumlah
Tetesan
Cairan per
Hari
(ml/hari)
Cairan per
Jam
(ml/jam)
Cairan per
Menit
(ml/menit)
Cairan per
Detik (ml/s)
Yang Keluar
Dalam 1
Menit
Skor 1 266.6667 11.1111 0.1852 0.0031 4
Skor 2 533.3333 22.2222 0.3704 0.0062 8
Skor 3 800.0 33.3333 0.5556 0.0093 12
Skor 4 1066.6667 44.4444 0.7407 0.0123 16
Skor 5 1333.3333 55.5556 0.9259 0.0154 21
Skor 6 1600.0 66.6667 1.1111 0.0185 25
Skor 7 1866.6667 77.7778 1.2963 0.0216 29
Skor 8 2133.3333 88.8889 1.4815 0.0247 33
Skor 9 2400.0 100.0000 1.6667 0.0278 37
50
Skor 10 2666.6667 111.1111 1.8519 0.0309 41
Skor 11 2933.3333 122.2222 2.0370 0.0340 45
Skor 12 3200.0 133.3333 2.2222 0.0370 49
Skor 13 3466.6667 144.4444 2.4074 0.0401 53
Skor 14 3733.3333 155.5556 2.5926 0.0432 58
Skor 15 4000.0 166.6667 2.7778 0.0463 62
Skor 16 4266.6667 177.7778 2.9630 0.0494 66
Skor 17 4533.3333 188.8889 3.1481 0.0525 70
Skor 18 4800.0 200.0000 3.3333 0.0556 74
Skor 19 5066.6667 211.1111 3.5185 0.0586 78
Skor 20 5333.3333 222.2222 3.7037 0.0617 82
Skor 21 5600.0 233.3333 3.8889 0.0648 86
Keterangan :
• Rumus kebutuhan volume cairan perhari (ml/hari)
=
W = Berat badan pasien
Untuk kebutuhan cairan infus pada pasien dengan berat badan 45 kg sampai dengan
berat badan 100 kg terdapat di Lampiran 2.
4.4 Hasil Pengolahan Data
4.4.1 Perhitungan Bukaan Katup Untuk Pasien Dengan Berat badan 40 kg
Untuk pasien dengan berat badan 40 kg kebutuhan cairan infus berdasarkan tiap
skornya diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut :
51
Dimana :
Q1 = Debit infus tanpa variasi katup (ml/detik)
Q2 = Debit infus sesuai skor (ml/detik)
V1 = Volume tanpa variasi katup (ml)
V2 = Volume infus sesuai skor (ml)
t1 = Waktu yang diperlukan untuk menampung volume cairan infus tanpa variasi katup
(1 detik)
t2 = Waktu yang diperlukan untuk menampung volume cairan infus sesuai skor (detik)
=
Untuk Skor 1:
52
Pada skor 1 dengan berat badan 40 kg, katup akan membuka 0,0008857 per detik.
Dalam perancangan, alat diatur untuk bekerja setiap 5 detik dalam membuka valve,
maka bukaan valve 0,0008857 /detik dikalikan 5 sehingga bukaan katupnya menjadi
0.004583333 / 5 detik.
4.4.2 Data Yang Diperoleh Untuk Setiap Skornya
4.4.2.1 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 40 kg
Skor
Kebutuhan Volume
Cairan per Menit
(ml/menit)
Waktu Bukaan
Katup (Detik)
Waktu Bukaan Katup
untuk bergerak 12 kali
(Detik)
Skor 1 0.1852 0.055 0.004583333
Skor 2 0.3704 0.1006 0.008383333
Skor 3 0.5556 0.16 0.013333333
Skor 4 0.7407 0.2101 0.017508333
Skor 5 0.9259 0.265 0.022083333
Skor 6 1.1111 0.317 0.026416667
Skor 7 1.2963 0.37 0.030833333
Skor 8 1.4815 0.423 0.03525
Skor 9 1.6667 0.476 0.039666667
Skor 10 1.8519 0.53 0.044166667
Skor 11 2.0370 0.582 0.0485
Skor 12 2.2222 0.635 0.052916667
Skor 13 2.4074 0.688 0.057333333
Skor 14 2.5926 0.7406 0.061716667
Skor 15 2.7778 0.793 0.066083333
Skor 16 2.9630 0.846 0.0705
Skor 17 3.1481 0.899 0.074916667
53
Skor 18 3.3333 0.952 0.079333333
Skor 19 3.5185 1,005 0.08375
Skor 20 3.7037 1.058 0.088166667
Skor 21 3.8889 1.111 0.092583333
4.4.2.2 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 45 kg
Skor 1 0.2083 0.06 0.005
Skor 2 0.4167 0.12 0.01
Skor 3 0.6250 0.18 0.015
Skor 4 0.8333 0.24 0.02
Skor 5 1.0417 0.30 0.025
Skor 6 1.2500 0.36 0.03
Skor 7 1.4583 0.42 0.035
Skor 8 1.6667 0.48 0.04
Skor 9 1.8750 0.54 0.045
Skor 10 2.0833 0.6 0.05
Skor 11 2.2917 0.66 0.055
Skor 12 2.5000 0.72 0.06
Skor 13 2.7083 0.78 0.065
Skor 14 2.9167 0.84 0.07
Skor 15 3.1250 0.90 0.075
Skor 16 3.3333 0.96 0.08
Skor 17 3.5417 1.02 0.085
Skor 18 3.7500 1.072 0.089333333
Skor 19 3.9583 1.13 0.094166667
Skor 20 4.1667 1.19 0.099166667
Skor 21 4.3750 1.25 0.104166667
54
4.4.2.3 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 50 kg
Skor 1 0.2315 0.066 0.0055
Skor 2 0.4630 0.132 0.011
Skor 3 0.6944 0.198 0.0165
Skor 4 0.9259 0.264 0.022
Skor 5 1.1574 0.33 0.0275
Skor 6 1.3889 0.396 0.033
Skor 7 1.6204 0.462 0.0385
Skor 8 1.8519 0.528 0.044
Skor 9 2.0833 0.594 0.0495
Skor 10 2.3148 0.66 0.055
Skor 11 2.5463 0.727 0.060583333
Skor 12 2.7778 0.792 0.066
Skor 13 3.0093 0.858 0.0715
Skor 14 3.2407 0.925 0.077083333
Skor 15 3.4722 0.99 0.0825
Skor 16 3.7037 1.056 0.088
Skor 17 3.9352 1.122 0.0935
Skor 18 4.1667 1.188 0.099
Skor 19 4.3981 1.254 0.1045
Skor 20 4.6296 1.32 0.11
Skor 21 4.8611 1.39 0.115833333
4.4.2.4 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 55 kg
Skor 1 0.2546 0.0726 0.00605
Skor 2 0.5093 0.146 0.012166667
Skor 3 0.7639 0.218 0.018166667
Skor 4 1.0185 0.29 0.024166667
55
Skor 5 1.2731 0.364 0.030333333
Skor 6 1.5278 0.436 0.036333333
Skor 7 1.7824 0.508 0.042333333
Skor 8 2.0370 0.58 0.048333333
Skor 9 2.2917 0.654 0.0545
Skor 10 2.5463 0.724 0.060333333
Skor 11 2.8009 0.796 0.066333333
Skor 12 3.0556 0.87 0.0725
Skor 13 3.3102 0.94 0.078333333
Skor 14 3.5648 1.02 0.085
Skor 15 3.8194 1.084 0.090333333
Skor 16 4.0741 1.164 0.097
Skor 17 4.3287 1.237 0.103083333
Skor 18 4.5833 1.31 0.109166667
Skor 19 4.8380 1.372 0.114333333
Skor 20 5.0926 1.444 0.120333333
Skor 21 5.3472 1.528 0.127333333
4.4.2.5 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 60 kg
Skor 1 0.2778 0.08 0.006666667
Skor 2 0.5556 0.16 0.013333333
Skor 3 0.8333 0.24 0.02
Skor 4 1.1111 0.32 0.026666667
Skor 5 1.3889 0.4 0.033333333
Skor 6 1.6667 0.48 0.04
Skor 7 1.9444 0.56 0.046666667
Skor 8 2.2222 0.64 0.053333333
Skor 9 2.5000 0.714 0.0595
Skor 10 2.7778 0.8 0.066666667
Skor 11 3.0556 0.88 0.073333333
Skor 12 3.3333 0.96 0.08
56
Skor 13 3.6111 1.03 0.085833333
Skor 14 3.8889 1.12 0.093333333
Skor 15 4.1667 1.19 0.099166667
Skor 16 4.4444 1.27 0.105833333
Skor 17 4.7222 1.35 0.1125
Skor 18 5.0000 1.42 0.118333333
Skor 19 5.2778 1.5 0.125
Skor 20 5.5556 1.59 0.1325
Skor 21 5.8333 1.67 0.139166667
4.4.2.6 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 65 kg
Skor 1 0.3009 0.086 0.007166667
Skor 2 0.6019 0.172 0.014333333
Skor 3 0.9028 0.26 0.021666667
Skor 4 1.2037 0.344 0.028666667
Skor 5 1.5046 0.43 0.035833333
Skor 6 1.8056 0.516 0.043
Skor 7 2.1065 0.602 0.050166667
Skor 8 2.4074 0.688 0.057333333
Skor 9 2.7083 0.77 0.064166667
Skor 10 3.0093 0.856 0.071333333
Skor 11 3.3102 0.944 0.078666667
Skor 12 3.6111 1.03 0.085833333
Skor 13 3.9120 1.116 0.093
Skor 14 4.2130 1.203 0.10025
Skor 15 4.5139 1.289 0.107416667
Skor 16 4.8148 1.375 0.114583333
Skor 17 5.1157 1.46 0.121666667
Skor 18 5.4167 1.548 0.129
Skor 19 5.7176 1.633 0.136083333
Skor 20 6.0185 1.72 0.143333333
Skor 21 6.3194 1.806 0.1505
57
4.4.2.7 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 70 kg
Skor 1 0.3241 0.093 0.00775
Skor 2 0.6481 0.185 0.015416667
Skor 3 0.9722 0.28 0.023333333
Skor 4 1.2963 0.37 0.030833333
Skor 5 1.6204 0.461 0.038416667
Skor 6 1.9444 0.555 0.04625
Skor 7 2.2685 0.648 0.054
Skor 8 2.5926 0.75 0.0625
Skor 9 2.9167 0.842 0.070166667
Skor 10 3.2407 0.926 0.077166667
Skor 11 3.5648 1.02 0.085
Skor 12 3.8889 1.11 0.0925
Skor 13 4.2130 1.203 0.10025
Skor 14 4.5370 1.296 0.108
Skor 15 4.8611 1.39 0.115833333
Skor 16 5.1852 1.48 0.123333333
Skor 17 5.5093 1.573 0.131083333
Skor 18 5.8333 1.666 0.138833333
Skor 19 6.1574 1.76 0.146666667
Skor 20 6.4815 1.851 0.15425
Skor 21 6.8056 1.944 0.162
4.4.2.8 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 75 kg
Skor 1 0.3472 0.099 0.00825
Skor 2 0.6944 0.198 0.0165
Skor 3 1.0417 0.297 0.02475
Skor 4 1.3889 0.396 0.033
Skor 5 1.7361 0.495 0.04125
58
Skor 6 2.0833 0.594 0.0495
Skor 7 2.4306 0.693 0.05775
Skor 8 2.7778 0.792 0.066
Skor 9 3.1250 0.891 0.07425
Skor 10 3.4722 0.99 0.0825
Skor 11 3.8194 1.089 0.09075
Skor 12 4.1667 1.188 0.099
Skor 13 4.5139 1.289 0.107416667
Skor 14 4.8611 1.39 0.115833333
Skor 15 5.2083 1.488 0.124
Skor 16 5.5556 1.587 0.13225
Skor 17 5.9028 1.686 0.1405
Skor 18 6.2500 1.785 0.14875
Skor 19 6.5972 1.884 0.157
Skor 20 6.9444 1.983 0.16525
Skor 21 7.2917 2.083 0.173583333
4.4.2.9 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 80 kg
Skor 1 0.3704 0.106 0.008833333
Skor 2 0.7407 0.211 0.017583333
Skor 3 1.1111 0.317 0.026416667
Skor 4 1.4815 0.423 0.03525
Skor 5 1.8519 0.53 0.044166667
Skor 6 2.2222 0.635 0.052916667
Skor 7 2.5926 0.74 0.061666667
Skor 8 2.9630 0.845 0.070416667
Skor 9 3.3333 0.952 0.079333333
Skor 10 3.7037 1.056 0.088
Skor 11 4.0741 1.164 0.097
Skor 12 4.4444 1.267 0.105583333
Skor 13 4.8148 1.371 0.11425
Skor 14 5.1852 1.48 0.123333333
59
Skor 15 5.5556 1.581 0.13175
Skor 16 5.9259 1.686 0.1405
Skor 17 6.2963 1.791 0.14925
Skor 18 6.6667 1.896 0.158
Skor 19 7.0370 2.01 0.1675
Skor 20 7.4074 2.106 0.1755
Skor 21 7.7778 2.22 0.185
4.4.2.10 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 85 kg
Skor 1 0.3935 0.112 0.009333333
Skor 2 0.7870 0.225 0.01875
Skor 3 1.1806 0.337 0.028083333
Skor 4 1.5741 0.45 0.0375
Skor 5 1.9676 0.563 0.046916667
Skor 6 2.3611 0.676 0.056333333
Skor 7 2.7546 0.789 0.06575
Skor 8 3.1481 0.902 0.075166667
Skor 9 3.5417 1.015 0.084583333
Skor 10 3.9352 1.128 0.094
Skor 11 4.3287 1.241 0.103416667
Skor 12 4.7222 1.354 0.112833333
Skor 13 5.1157 1.467 0.12225
Skor 14 5.5093 1.58 0.131666667
Skor 15 5.9028 1.693 0.141083333
Skor 16 6.2963 1.806 0.1505
Skor 17 6.6898 1.919 0.159916667
Skor 18 7.0833 2.032 0.169333333
Skor 19 7.4769 2.145 0.17875
Skor 20 7.8704 2.258 0.188166667
Skor 21 8.2639 2.371 0.197583333
60
4.4.2.11 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 90 kg
Skor 1 0.4167 0.119 0.009916667
Skor 2 0.8333 0.238 0.019833333
Skor 3 1.2500 0.357 0.02975
Skor 4 1.6667 0.476 0.039666667
Skor 5 2.0833 0.595 0.049583333
Skor 6 2.5000 0.714 0.0595
Skor 7 2.9167 0.833 0.069416667
Skor 8 3.3333 0.952 0.079333333
Skor 9 3.7500 1.071 0.08925
Skor 10 4.1667 1.19 0.099166667
Skor 11 4.5833 1.309 0.109083333
Skor 12 5.0000 1.428 0.119
Skor 13 5.4167 1.547 0.128916667
Skor 14 5.8333 1.666 0.138833333
Skor 15 6.2500 1.785 0.14875
Skor 16 6.6667 1.904 0.158666667
Skor 17 7.0833 2.023 0.168583333
Skor 18 7.5000 2.142 0.1785
Skor 19 7.9167 2.261 0.188416667
Skor 20 8.3333 2.38 0.198333333
Skor 21 8.7500 2.5 0.208333333
61
4.4.2.12 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 95 kg
Skor 1 0.4398 0.125 0.010416667
Skor 2 0.8796 0.25 0.020833333
Skor 3 1.3194 0.378 0.0315
Skor 4 1.7593 0.502 0.041833333
Skor 5 2.1991 0.627 0.05225
Skor 6 2.6389 0.755 0.062916667
Skor 7 3.0787 0.88 0.073333333
Skor 8 3.5185 1.005 0.08375
Skor 9 3.9583 1.13 0.094166667
Skor 10 4.3981 1.256 0.104666667
Skor 11 4.8380 1.382 0.115166667
Skor 12 5.2778 1.508 0.125666667
Skor 13 5.7176 1.627 0.135583333
Skor 14 6.1574 1.76 0.146666667
Skor 15 6.5972 1.885 0.157083333
Skor 16 7.0370 2.01 0.1675
Skor 17 7.4769 2.136 0.178
Skor 18 7.9167 2.261 0.188416667
Skor 19 8.3565 2.387 0.198916667
Skor 20 8.7963 2.513 0.209416667
Skor 21 9.2361 2.639 0.219916667
62
4.4.2.13 Tabel Data Yang Diperoleh Untuk Pasien Dengan Berat Badan 100 kg
Skor 1 0.4630 0.132 0.011
Skor 2 0.9259 0.264 0.022
Skor 3 1.3889 0.396 0.033
Skor 4 1.8519 0.528 0.044
Skor 5 2.3148 0.66 0.055
Skor 6 2.7778 0.793 0.066083333
Skor 7 3.2407 0.925 0.077083333
Skor 8 3.7037 1.057 0.088083333
Skor 9 4.1667 1.19 0.099166667
Skor 10 4.6296 1.322 0.110166667
Skor 11 5.0926 1.454 0.121166667
Skor 12 5.5556 1.586 0.132166667
Skor 13 6.0185 1.718 0.143166667
Skor 14 6.4815 1.851 0.15425
Skor 15 6.9444 1.983 0.16525
Skor 16 7.4074 2.115 0.17625
Skor 17 7.8704 2.248 0.187333333
Skor 18 8.3333 2.38 0.198333333
Skor 19 8.7963 2.513 0.209416667
Skor 20 9.2593 2.645 0.220416667
Skor 21 9.7222 2.777 0.231416667
63
4.5 Grafik Hasil
4.5.1 Grafik Untuk Berat Badan 40 kg
Gambar 4.5.1 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 40 kg
Untuk Pasien dengan berat badan 40 kg dari skor 1 sampai skor 21 diperlukan Waktu
bukaan katup dari 0,05291 detik sampai 1,050 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke
skor 2 dan seterusnya sekitar 0,052 detik.
4.5.2 Grafik Untuk Berat Badan 45 kg
Gambar 4.5.2 Grafik Waktu Bukaan katup Untuk Berat Badan 45 kg
Waktu
bukaan
katup
(detik)
Waktu
bukaan
katup
dalam
(detik)
Skor
Skor
64
Untuk pasien dengan berat badan 45 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,06 sampai 1,25 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,060 detik.
4.5.3 Grafik Untuk Berat Badan 50 kg
Gambar 4.5.3 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 50 kg
Untuk pasien dengan berat badan 50 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,066 sampai 1,32 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,066 detik.
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
65
4.5.4 Grafik Untuk Berat Badan 55 kg
Gambar 4.5.4 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 55 kg
Untuk pasien dengan berat badan 55 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,0726 sampai 1,528 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,072 detik.
4.5.5 Grafik Untuk Berat Badan 60 kg
Gambar 4.5.5 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 60 kg
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit(dt)
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
Skor
66
Untuk pasien dengan berat badan 60 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,08 sampai 1,67 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,08 detik.
4.5.6 Grafik Untuk Berat Badan 65 kg
Gambar 4.5.6 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 65 kg
Untuk pasien dengan berat badan 65 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,086 sampai 1,806 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,086 detik.
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
67
4.5.7 Grafik Untuk Berat Badan 70 kg
Gambar 4.5.7 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 70 kg
Untuk pasien dengan berat badan 70 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,093 sampai 1,944 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,093 detik.
4.5.8 Grafik Untuk Berat Badan 75 kg
Gambar 4.5.8 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 75 kg
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
Skor
68
Untuk pasien dengan berat badan 75 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,099 sampai 2,083 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,099 detik.
4.5.9 Grafik Untuk Berat Badan 80 kg
Gambar 4.5.9 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 80 kg
Untuk pasien dengan berat badan 80 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,106 sampai 2,22 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,106 detik.
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
69
4.4.10 Grafik Untuk Berat Badan 85 kg
Gambar 4.5.10 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 85 kg
Untuk pasien dengan berat badan 85 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,112 sampai 2,371 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,112 detik.
4.5.11 Grafik Untuk Berat Badan 90 kg
Gambar 4.5.11 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 90 kg
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
Skor
Skor
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
70
Untuk pasien dengan berat badan 90 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,119 sampai 2,5 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,119 detik.
4.5.12 Grafik Untuk Berat Badan 95 kg
Gambar 4.5.12 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 95 kg
Untuk pasien dengan berat badan 95 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu bukaan
katup dari 0,125 sampai 2,639 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2 dan
seterusnya sekitar 0,125 detik.
Skor
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
71
4.5.13 Grafik Untuk Berat Badan 100 kg
Gambar 4.5.13 Grafik Waktu Bukaan Katup Untuk Berat Badan 100 kg
Untuk pasien dengan berat badan 100 kg dari skor 1 sampai 21 diperlukan waktu
bukaan katup dari 0,132 sampai 2,777 detik. Perbandingan waktu dari skor 1 ke skor 2
dan seterusnya sekitar 0,132 detik.
Skor
Waktu
bukaan
katup
dalam 1
menit
(dt)
72
4.5.14 Grafik Keseluruhan Untuk Berat Badan Dari 40 kg sampai Berat Badan
100 kg
Gambar 4.5.14 Grafik Waktu Bukaan Katup Keseluruhan Dari Badan 40 kg Sampai
Berat Badan 100 kg
Berat pasien mempengaruhi waktu bukaan katup yang diperlukan, berat pasien
berbanding lurus dengan waktu bukaan katup artinya pasien yang berat badannya
semakin berat maka semakin lama rentang waktu bukaan katupnya. Dari data
keseluruhan berat badan dari 40 kg sampai berat badan 100 kg dari skor 1 sampai 21
diperlukan waktu bukaan katup terrendah yaitu 0,05291 detik dan bukaan waktu
Waktu
bukaan
katup
(detik)
Skor
73
tertinggi yaitu 2,777 detik. Dari grafik diatas perbandingan waktu dari berat badan 40 kg
sampai berat badan 100 kg terlihat mengalami kenaikan yang konstan.
4.6 Pengujian Kalibrasi Alat Selama 2 Jam
Dari data volume dan bukaan waktu katup yang sudah didapat, alat diuji kembali
selama 2 jam untuk melihat keakuratan alat yang sudah dibuat. Data yang diuji yaitu
pada berat badan 40 kg dan pada skor 1, 5, 10, 15, 20
4.6.1 Tabel Pengujian Kalibrasi Alat Selama 2 Jam Pada Skor 1
No Waktu Pencatatan Volume Yang Dihasilkan (ml) Volume Teroritis (ml)
1 15 Menit 2.7 ?
2 30 Menit 5.4 ?
3 45 Menit 8.1 ?
4 60 Menit 10.8 ?
5 75 Menit 13.5 ?
6 90 Menit 16.1 ?
7 105 Menit 18.7 ?
8 120 Menit 21.3 ?
74
4.6.2 Tabel Pengujian Kalibrasi Alat Selama 2 Jam Pada Skor 5
No Waktu Pencatatan Volume Yang Dihasilkan (ml) Volume Teroritis (ml)
1 15 Menit 13.5 ?
2 30 Menit 27 ?
3 45 Menit 40.5 ?
4 60 Menit 54 ?
5 75 Menit 67.5 ?
6 90 Menit 80.5 ?
7 105 Menit 93.5 ?
8 120 Menit 106.5 ?
4.6.3 Tabel Pengujian Validasi Alat Selama 2 Jam Pada Skor 10
No Waktu Pencatatan Volume Yang Dihasilkan (ml)
1 15 Menit 27
2 30 Menit 54
3 45 Menit 81
4 60 Menit 108
5 75 Menit 134.5
6 90 Menit 161
7 105 Menit 187
8 120 Menit 213
75
4.6.4 Tabel Pengujian Validasi Alat Selama 2 Jam Pada Skor 15
No Waktu Pencatatan Volume Yang Dihasilkan (ml)
1 15 Menit 40.5
2 30 Menit 81
3 45 Menit 121.5
4 60 Menit 162
5 75 Menit 202
6 90 Menit 241
7 105 Menit 280
8 120 Menit 319
4.6.5 Tabel Pengujian Validasi Alat Selama 2 Jam Pada Skor 20
No Waktu Pencatatan Volume Yang Dihasilkan (ml)
1 15 Menit 55
2 30 Menit 110
3 45 Menit 164
4 60 Menit 219
5 75 Menit 272
6 90 Menit 322
7 105 Menit 370
8 120 Menit 418
76
4.7 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan
Pengujian Alat Selama 2 Jam
4.7.1 Grafik Pada Skor 1
Gambar 4.7.1 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan Pengujian Alat
Selama 2 Jam pada skor 1, berat badan 40 kg
Terjadi perbedaan keakuratan volume sekitar 0,9 ml pada saat alat diuji 2 jam
yaitu kemungkinan terjadi kesalahan mengukur dikarenakan gelas ukur yang tidak ada
satuan sampai desimal. Selain itu yang berpengaruh terhadap keakuratan volume yang
keluar yaitu tekanan pada kantong infus sehingga kantong infus semakin mengempis,
hal tersebut berpengaruh terhadap keakuratan volume yang keluar.
Presentase ketidakakuratan volume sekitar 4,149 % , didapatkan perhitungan dari :
100 – ((Volume yang didapatkan (ml) / Volume berdasarkan teori (ml)) x 100%)
100 – ((21,3 ml / 22,222 ml) x 100 %)
Volume
cairan
yang
keluar
(ml)
Waktu Pencatatan Data
77
100 – (0,9585096 x 100%)
100 – 95,85096
= 4,149 %
4.7.2 Grafik Pada Skor 5
Gambar 4.7.2 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan Pengujian Alat Selama
2 Jam pada skor 5, berat badan 40 kg
Terjadi perbedaan keakuratan volume sekitar 4,6 ml pada saat alat diuji 2 jam
yaitu kemungkinan terjadi kesalahan mengukur dikarenakan gelas ukur yang tidak ada
satuan sampai desimal. Selain itu yang berpengaruh terhadap keakuratan volume yang
keluar yaitu tekanan pada kantong infus sehingga kantong infus semakin mengempis,
hal tersebut berpengaruh terhadap keakuratan volume yang keluar.
Presentase ketidakakuratan volume sekitar 4,15 % , didapatkan perhitungan dari :
Volume
cairan
yang
keluar
(ml)
Waktu Pencatatan Data
78
100 – ((Volume yang didapatkan (ml) / Volume berdasarkan teori (ml)) x 100%)
100 – ((106,5 ml / 111,1111 ml) x 100 %)
100 – (0,9585001 x 100%)
100 – 95,85001
= 4,15 %
4.7.3 Grafik Pada Skor 10
Gambar 4.7.3 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan Pengujian Alat Selama
2 Jam pada skor 10, berat badan 40 kg
Terjadi perbedaan keakuratan volume sekitar 9,2 ml pada saat alat diuji 2 jam
yaitu kemungkinan terjadi kesalahan mengukur dikarenakan gelas ukur yang tidak ada
satuan sampai desimal. Selain itu yang berpengaruh terhadap keakuratan volume yang
Volume
cairan
yang
keluar
(ml)
Waktu Pencatatan Data
79
keluar yaitu tekanan pada kantong infus sehingga kantong infus semakin mengempis,
hal tersebut berpengaruh terhadap keakuratan volume yang keluar.
Presentase ketidakakuratan volume sekitar 4,15 % , didapatkan perhitungan dari :
100 – ((Volume yang didapatkan (ml) / Volume berdasarkan teori (ml)) x 100%)
100 – ((213 ml / 222,2222 ml) x 100 %)
100 – (0,958501 x 100%)
100 – 95,8501
= 4,15 %
80
4.7.4 Grafik Pada Skor 15
Gambar 4.7.4 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan Pengujian Alat Selama
2 Jam pada skor 15, berat badan 40 kg
Terjadi perbedaan keakuratan volume sekitar 14,3 ml pada saat alat diuji 2 jam
yaitu kemungkinan terjadi kesalahan mengukur dikarenakan gelas ukur yang tidak ada
satuan sampai desimal. Selain itu yang berpengaruh terhadap keakuratan volume yang
keluar yaitu tekanan pada kantong infus sehingga kantong infus semakin mengempis,
hal tersebut berpengaruh terhadap keakuratan volume yang keluar.
Presentase ketidakakuratan volume sekitar 4,3 % , didapatkan perhitungan dari :
100 – ((Volume yang didapatkan (ml) / Volume berdasarkan teori (ml)) x 100%)
100 – ((319 ml / 333,3333 ml) x 100 %)
100 – (0,9570001 x 100%)
Waktu Pencatatan Data
Volume
cairan
yang
keluar
(ml)
81
100 – 95,70001
= 4,3 %
4.7.5 Grafik Pada Skor 20
Gambar 4.7.5 Grafik perbandingan Volume Berdasarkan Teori Dan Berdasarkan Pengujian Alat Selama
2 Jam pada skor 20, berat badan 40 kg
Terjadi perbedaan keakuratan volume sekitar 26,4 ml pada saat alat diuji 2 jam
yaitu kemungkinan terjadi kesalahan mengukur dikarenakan gelas ukur yang tidak ada
satuan sampai desimal. Selain itu yang berpengaruh terhadap keakuratan volume yang
keluar yaitu tekanan pada kantong infus sehingga kantong infus semakin mengempis,
hal tersebut berpengaruh terhadap keakuratan volume yang keluar.
Presentase ketidakakuratan volume sekitar 5,94 % , didapatkan perhitungan dari :
100 – ((Volume yang didapatkan (ml) / Volume berdasarkan teori (ml)) x 100%)
Waktu Pencatatan Data
Volume
cairan
yang
keluar
(ml)
82
100 – ((418 ml / 444,4444 ml) x 100 %)
100 – (0,9405001 x 100%)
100 – 94,05001
= 5,94 %
83
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Mengacu pada latar belakang dan permasalahan yang ada maka dapat
disimpulkan bahwa pengaturan laju aliran cairan infus yang disesuaikan dengan kondisi
pasien (tekanan darah, berat badan, umur, frekuensi nafas, frekuensi nadi, dan lain - lain)
dengan sistem control untuk mengeluarkan cairan infus yang akurat sesuai kebutuhan
pasien telah berhasil dibuat. Dari alat yang dibuat dan diuji selama 2 jam didapatkan
hasil keakuratan sekitar 94% - 96% atau tingkat eror sekitar 4% – 6% dikarenakan
kemungkinan kesalahan dalam mengukur tekanan pasien, pengabaian perhitungan head
losses dan tekanan dalam kantong infus yang semakin kecil dikarenakan volume di
dalam kantong infus yang berkurang.
5.2 Saran
Dari pengolahan dan penelitian alat ini dapat dianjurkan sebagai berikut:
1. Menggunakan alat ukur yang lebih canggih, karena alat ukur yang digunakan masih
sederhana.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan antara tekanan darah pasien dan
volume infus yang diperlukan dan gelembung udara di dalam selang, agar hasil
penelitian ini dapat digunakan secara langsung.
84
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,M.Irene. (2004). Perawatan Maternitas dan Gynekologi.Bandung: VIA PKP.
Carpenito, L.J. (2001). Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Doenges, Marylinn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman untuk
perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. Jakarta: EGC.
Hamilton, Persis. (1995). Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6. EGC: Jakarta.
Hidayati, Ratna. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Kehamilan Fisiologis dan
Patologis. Jakarta : Salemba Medika.
Manuaba, Ida Bagus Gde. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde.(1998). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Arcan:
Jakarta.
Marjati,dkk. (2010). Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis.Jakarta: Salemba
Medika.
Masjoer, Arif. (1999). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. (1998). Synopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri patologi. EGC:
Jakarta.
Pantikawati, Ika. Saryono. (2010). Asuhan Kebidanan.