bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...
TRANSCRIPT
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pembangunan ekonomi Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peran
beberapa pihak antara lain pemerintah, lembaga-lembaga sektor keuangan dan
pelaku-pelaku usaha. Salah satu pelaku usaha yang memiliki peran strategis dalam
membangun ekonomi Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM). Hal ini ditinjau dari jumlah UMKM di Indonesia 56,53 juta unit
dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto 59,08%, serta berperan
terhadap penyerapan tenaga kerja sekitar 97,16% atau 107 juta orang (Bank
Indonesia 2013).
Lembaga keuangan yang tepat dan strategis untuk melayani jasa
perbankan bagi masyarakat tersebut adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Kunci keberhasilan BPR dalam pemberian pelayanan kepada UMKM antara lain
adalah lokasi BPR yang dekat dengan masyarakat yang membutuhkan, prosedur
pelayanan yang sederhana dan proses yang cepat, serta mengutamakan
pendekatan personal dengan masyarakat setempat.
Perkembangan BPR tanah air menunjukkan indikasi yang mengembirakan,
ditunjukan dalam Statistik Perbankan Indonesia (SPI) mencatat BPR memiliki
aset sebesar RP 91,55 triliun dengan total penyaluran kredit mencapai Rp 70,41
miliar, tumbuh 12,39 persen secara year on year (yoy) (Bank Indonesia 2014).
Meskipun skala ekonomi BPR masih kecil namun kemampuannya dalam
memberikan akses keuangan yang lebih luas kepada UMKM di Indonesia
sangatlah penting.
Sementara itu, terdapat perkembangan lainnya yang perlu dicermati terkait
dengan efisiensi BPR. Saat ini indikator yang biasa dipakai untuk mengukur
efisiensi perbankan dengan menggunakan rasio BOPO. Menurut Selamet, R
(2006:159) BOPO merupakan rasio yang menunjukkan besaran perbandingan
antara beban atau biaya operasional terhadap pendapatan operasional suatu
perusahaan pada periode tertentu. Rasio BOPO digunakan untuk mengukur
2
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
tingkat efisiensi kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.
Semakin rendah rasio BOPO menunjukkan bahwa bank tersebut sudah melakukan
efisiensi dalam mengeluarkan biaya-biaya operasionalnya.
Menurut sumber statistik perbankan Bank Indonesia (2014) perkembangan
rasio BOPO Industri BPR dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan, hal
tersebut dikarenakan rasio BOPO BPR meningkat di tahun 2014. Berikut
gambaran BOPO BPR konvensional secala nasional dari tahun 2009-2014.
Sumber: www.bi.go.id data diolah
GAMBAR 1.1
BOPO BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) KONVENSIONAL
SKALA NASIONAL PERIODE 2009-2014
Berdasarkan Gambar 1.1 di atas memberikan informasi bahwa rasio BOPO
BPR berfluktuatif bahkan mengalami kenaikan dari 77,65% tahun 2013 menjadi
80,30% di tahun 2014. Dengan meningkatnya rasio BOPO menunjukkan adanya
indikasi kinerja BPR di Indonesia belum efisien.
Di Indonesia BPR berjumlah 1.643 dengan Pulau Jawa yang mendominasi
jumlah BPR sebanyak 1.022. Pulau Jawa mempunyai enam Provinsi yaitu
Provinsi DKI Jakarta dengan 26 BPR, Provinsi Banten 66 BPR, Provinsi Jawa
Barat 299 BPR, Provinsi D.I Yogyakarta 54 BPR, Provinsi Jawa Tengah 252
BPR, dan Provinsi Jawa Timur 325 BPR. Dari keenam Provinsi yang ada,
Provinsi Jawa Timur mendominasi jumlah BPR dan Jawa Barat di posisi ke dua.
75.00%
76.00%
77.00%
78.00%
79.00%
80.00%
81.00%
82.00%
83.00%
2009 2010 2011 2012 2013 2014
BOPO
BOPO
3
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Kedua provinsi besar yang berpengaruh terhadap perkembangan BPR secara
Nasional. Namun, dilihat dari data laporan tahunan kinerja BPR Pulau Jawa yang
dirilis oleh Bank Indonesia menyatakan Provinsi Jawa Barat mempunyai tingkat
efisiensi yang tidak stabil. Berikut perkembangan kinerja BPR Provinsi Jawa
Barat dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014:
TABEL 1.1
PERKEMBANGAN RASIO BOPO BPR JAWA BARAT
TAHUN 2009-2010 DALAM PERSEN
Tahun Rasio BOPO
Jawa Barat
2009 87,01%
2010 85,51%
2011 85,79%
2012 84,67%
2013 83,65%
2014 85,44%
Sumber: www.bi.co.id data diolah
Tabel 1.1 di atas memberikan informasi tentang perkembangan rasio
BOPO BPR Jawa Barat tahun 2009 sampai 2014. Pada Tabel 1.1 terlihat rasio
BOPO BPR Jawa Barat dalam beberapa tahun memiliki nilai yang cukup besar.
Untuk lebih jelasnya perkembangan rasio BOPO Jawa Barat tersaji dalam Gambar
1.2 dibawah ini:
Keterangan : ------Acuan BOPO Bank Indonesia maksimal 85%
Sumber: www.bi.co.id data diolah
GAMBAR 1.2
87
.01
85
.51
85
.79
84
.67
83
.65
85
.44
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
2 0 0 9 2 0 1 0 2 0 1 1 2 0 1 2 2 0 1 3 2 0 1 4
BOPO
4
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
PERKEMBANGAN RASIO BOPO BPR PROVINSI JAWA BARAT
TAHUN 2009-2014 DALAM PERSEN
Dari Gambar 1.2 memberikan informasi bahwa kinerja BPR Provinsi Jawa
Barat yang tergambar pada rasio BOPO dari tahun 2009 sapai tahun 2014
berfluktuatif. Menurut Bank Indonesia sebagai regulator perbankan Indonesia,
memberikan acuan rasio BOPO Bank Umum dan BPR antara 60 sampai 85
persen. Namun terlihat pada Gambar 1.1 beberapa tahun terakhir rasio BOPO
Provinsi Jawa Barat lebih dari acuan. Hal ini menunjukkan bahwa BPR Provinsi
Jawa Barat sedang mengalami inefisiensi dalam penggunaan biaya operasionalnya
sehingga diperlukan studi analisis untuk mengukur kinerja efisiensi terhadap BPR
Provinsi Jawa Barat. Karena BPR Provinsi Jawa Barat tersebar di 27 kabupaten
dan kota, maka perlu untuk mengetahui BPR mana yang mengalami inefisiensi
dengan memilih bank yang rata-rata rasio BOPO nya besar. Berikut gambaran
kinerja BPR di kawasan Bandung dari tahun 2009 sampai 2014:
TABEL 1. 2
PERKEMBANGAN RASIO BOPO BPR DI KAWASAN BANDUNG
TAHUN 2009-2014 DALAM PERSEN
No Kabupaten/
Kota
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab.
Bandung
Barat
84,85% 78,75% 88,76% 94,45% 94,11% 99,02%
2 Kab.
Bandung
67.92% 68.63% 71.95% 66.89% 63.94% 61.91%
4 Kota
Bandung
112.11
%
107.49
%
108,20
%
115,47
%
117,69
%
130,77
%
Keterangan : Acuan BOPO Bank Indonesia maksimal 85%
Sumber: www.bi.co.id data diolah
Tabel 1.2 di atas memberikan informasi tentang perkembangan rasio
BOPO BPR di kawasan Bandung tahun 2009 sampai 2014. Untuk lebih jelasnya
perkembangan rasio BOPO BPR di kawasan Bandung tersaji dalam Gambar 1.3
dibawah ini:
5
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Sumber: www.bi.go.id data diolah
GAMBAR 1.3
PERKEMBANGAN RASIO BOPO BPR KAWASAN BANDUNG
TAHUN 2009-2014 DALAM PERSEN
Berdasarkan Gambar 1.3 di atas memberikan informasi bahwa kinerja
BOPO BPR di kawasan Bandung yang terdiri dari Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung belum efisien, hal tersebut
tergambar pada rasio BOPO dari tahun 2009 sampai 2014. Untuk rasio BOPO
Kabupaten Bandung masih efisien dengan tidak melebihi acuan BI, namun
Kabupaten Bandung Barat, dan Kota Bandung memiliki BOPO yang melebihi
acuan BOPO BI maksimal 85%. Oleh karena itu, BPR di Kawasan Bandung
sedang mengalami inefisiensi dalam pengelolaan biaya operasionalnya sehingga
harus segera dicarikan solusinya untuk mengetahui input dan output mana yang
penggunaannya kurang efisien.
Dengan belum efisiennya BPR akan berdampak pada penyusutan jumlah
BPR di Bandung. Terbukti dengan berkurangnya jumlah BPR di kawasan
Bandung dari 77 tahun 2009 menjadi 62 di tahun 2014. Seperti yang di lansir oleh
Merdeka.com (26/8/2013), Ketua Perbarindo (Perhimpunan Bank Perkreditan
Rakyat Indonesia) Joko Suyatno menyebutkan jumlah BPR yang beroperasi di
Tanah Air semakin menyusut. Penyusutan disebabkan oleh pencabutan izin usaha,
0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
140.00%
Kab. Bandung Barat Kab. Bandung Kota Bandung
BOPO
2009 2010 2011 2012 2013 2014
6
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
penggabungan (merger) antar BPR, maupun akuisisi oleh lembaga keuangan.
Pada masa sebelumnya pada setiap kecamatan terdapat BPR, sementara sekarang
di merger menjadi BPR tingkat kabupaten. Begitu pula BPR kabupaten yang
menjadi provinsi, Joko menekankan bahwa menyusutnya jumlah BPR lebih
disebabkan oleh faktor penggabungan usaha, guna meningkatkan efisiensi.
Sementara itu, BPR dengan tingkat efisiensi yang tinggi diperlukan karena
mempunyai dampak positif, sehubungan dengan perannya yang strategis dan
berbeda dengan perbankan secara umum. Keberadaan BPR yang efisien dalam
melakukan kegiatan operasionalnya diperlukan oleh berbagai pihak, yaitu baik
nasabah deposan maupun nasabah debitur, pemilik dan manajemen bank, serta BI
sebagai regulator dan supervisor BPR. Mengingat begitu besarnya peranan
BPR, maka efisiensi BPR sangat diperlukan. (Bank Indonesia, 2007).
Menurut Hendi, S dan Tatik (2010) BPR dituntut untuk dapat bertahan
menghadapi krisis ekonomi global yang terjadi saat ini karena BPR berperan
penting dalam memberikan pembiayaan pada sektor (UMKM) di seluruh daerah.
BPR memiliki prosedur pelayanan yang sederhana, proses yang cepat dan skema
kredit yang lebih mudah disesuaikan serta lokasi tersebar di seluruh daerah baik
perkotaan maupun pedesaan dibandingkan dengan bank umum. Mengingat
begitu besarnya peranan BPR, maka efisiensi BPR sangat diperlukan.
Iswardono S. Permono dan Darmawan, (2000:1-13) menyatakan “terdapat
empat faktor yang berpengaruh terhadap efisiensi perusahaan: (1) efisiensi karena
arbitrase ekonomi, (2) efisiensi karena ketepatan penilaian dasar aset-asetnya, (3)
efisiensi karena lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi resiko yang akan
muncul dan (4) adalah efisiensi fungsional yang berkaitan dengan mekanisme
pembayaran yang dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan”. Dengan demikian
perkembangan kualitas aktiva produktif (asset) BPR menjadi hal yang sangat
diperhatikan untuk menjaga kestabilan suatu bank.
Endri et.al, (2008: 1-13) juga menyatakan “efisiensi bagi industri
perbankan merupakan aspek yang paling penting diperhatikan untuk mewujudkan
suatu kinerja keuangan yang sehat dan berkelanjutan (sustainable)”. Hal tersebut
diperkuat oleh Tecles, P. dan Tabak et.al, (2010: 1587-1598) menyatakan bahwa
7
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
“pengukuran efisiensi perbankan merupakan alat bagi para manajemen dan
pengambil keputusan untuk meningkatkan kinerja bank, menyediakan informasi
terkait internal maupun eksternal bank yang berhubungan dengan keuntungan
efisiensi”.
Menurut Muhammad dalam Rusydiana, A. S (2013:63) Pengukuran
efisiensi dengan menggunakan analisis berdasarkan rasio BOPO saja tidak dapat
menggambarkan kondisi bank yang sebenarnya serta hasilnya tidak mudah pula
diinterpretasikan. Untuk itu perlu alternatif lain dalam penilaian tingkat efisiensi
BPR. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisien secara ekonomi jika perusahaan
tersebut dapat meminimalkan biaya produksi untuk menghasilkan output tertentu
dengan suatu tingkat teknologi yang umumnya digunakan serta harga pasar yang
berlaku.
Menurut Kumbhaker, S.C dan Lovell et.al, (2000), “efisiensi teknis hanya
merupakan satu komponen dari efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Namun,
dalam rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien
secara teknis”. Dalam rangka mencapai tingkat keuntungan yang maksimal,
sebuah perusahaan harus memproduksi output yang maksimal dengan jumlah
input tertentu (efisiensi teknis) dan memproduksi output dengan kombinasi yang
tepat dengan tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).
Penelitian yang dikemukakan oleh Oral, M dan R, Yolalan (1990) serta
Berger dan Humphey (1991) menyatakan bahwa penilaian efisiensi tidak dapat
dilakukan secara parsial seperti misalnya pengukuran rasio biaya tenaga kerja
dengan pendapatan, tetapi harus diperhitungkan seluruh output dan seluruh input
yang ada. Sehingga pendekatan yang lebih tepat dalam pengukuran kinerja
efisiensi adalah dengan menggunakan pendekatan frontier berupa analisa
parametrik dan non-parametrik. Hasil studi menunjukkan pengukuran efisiensi
yang dilakukan dengan non-parametrik maupun parametrik akan menunjukkan
hasil yang tidak terlalu jauh berbeda dan relatif konsisten.
Pernyataan sama dikemukakan Barr, R. S et.al dalam Rusydiana, A. S
(2013:10) bahwa “beberapa tahun terakhir ini perhitungan kinerja lembaga
keuangan lebih difokuskan kepada frontier efficiency atau x-efficiency, yang
8
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengukur penyimpangan dari lembaga keuangan berdasarkan best practice atau
berlaku umum pada frontier efisiennya”. Barr, R.S et al dalam Rusydiana, A. S
(2013:10) juga mengungkapkan “perusahaan agar efisien dalam produksinya
melakukan salah satu dari dua cara ini yaitu memaksimalkan output dengan input
yang sudah ditetapkan atau meminimumkan input yang sudah ditetapkan”.
Pilihan perusahaan di antara dua hal tersebut ditentukan oleh reaksi pasar yang
ada. Efisiensi frontier dari suatu lembaga keuangan diukur melalui bagaimana
kinerja lembaga keuangan tersebut relatif terhadap pikiran kinerja lembaga
keuangan terbaik dari industri tersebut.
Menurut Bauer et. al dalam Rusydiana, A. S (2013:11) pendekatan frontier
dapat dibedakan menjadi pendekatan parametrik dan non-parametrik. Pendekatan
parametrik melakukan pengukuran dengan menggunakan ekonometrik yang
stokastik dan berusaha untuk menghilangkan gangguan dari pengaruh
ketidakefisienan. Ada tiga pendekatan parametrik ekonometrik Menurut Bauer et.
al dalam Rusydiana, A. S (2013:12) yaitu: 1) Stochastic Frontier Approach
(SFA), 2) Thick Frontier Approach (TFA), dan 3) Distribution-free Approach
(DFA).
Sementara itu, pendekatan non-parametrik dengan program linier (Non-
parametric Linear Programming Approach) melakukan pengukuran non-
parametrik dengan menggunakan pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung
mengkombinasikan gangguan dan ketidakefisienan. Hal ini dibangun berdasarkan
penemuan dan observasi dari populasi dan mengevaluasi efisiensi relatif terhadap
unit-unit yang diobservasi. Pada metode non-parametrik, pendekatan yang dapat
dipergunakan ialah dengan Data Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal
Hull (FDH).
Charnes, Cooper dan Rhodes (1978) memperkenalkan pertama kali DEA
untuk menghitung tingkat efisiensi. Pemrograman linier sangat tergantung kepada
populasi yang dijadikan sampel sehingga cenderung jauh dari kesalahan
spesifikasi. Kemudian dikembangkan oleh Denizer, Cevdet A. et.al (2000) yang
menyatakan “pendekatan DEA juga dapat melihat bagaimana suatu Unit
Pengambil Keputusan (UPK) itu melakukan penyempurnaan kinerja keuangannya
9
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
sendiri sehingga menjadi efisien”. Kemudian diterapkan oleh peneliti yang lain
oleh Mohamed, M. (2007) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
kinerja beberapa bank adalah sub-optimal, menyarankan potensi signifikan
perbaikan kemungkinan pengurangan sumber daya yang digunakan, dan
penghematan yang signifikan, dan menyarankan pentingnya mendorong
peningkatan efisiensi seluruh industri perbankan di dunia Arab.
Penelitian selanjutnya Sufian, F. Dan Muzafar, S. H (2010) menunjukkan
hasil penelitian bahwa tingkat efisiensi pinjaman dan modal mendapatkan tingkat
efisisiensi yang tinggi pada sektor bank di Thailand. Kemudian pada penelitian
Sufian, F (2011) menemukan hasil bahwa operasi bank di Korea menunjukkan
hasil konsisten yang tinggi sebelum adanya nilai tambah pada input.
Penelitian untuk mengukur efisiensi bank di Indonesia salah satunya juga
dilakukan Hadad, M.D. Santoso, W. Ilyas, D (2003) menyatakan bahwa penelitian
mengenai efisiensi perbankan dengan menggunakan pendekatan DEA dapat
memperoleh hasil yang akurat dibandingkan dengan menggunakan analisis rasio
keuangan. Salah satu alasan melakukan penelitian tersebut di Indonesia adalah
untuk menilai kinerja perbankan yang disebabkan meningkatnya persaingan
industri perbankan di Indonesia.
Pada penelitian ini menggunakan metode perhitungan Data Envelopment
analysis (DEA ) untuk menghitung tingkat efisiensi yang diperkenalkan pertama
kali oleh Charnes, Cooper dan Rhodes (1978). Metode data yang dibuat sebagai
alat bantu untuk evaluasi kinerja suatu aktivitas dalam sebuah unit entitas
(organisasi). DEA merupakan pendekatan non-parametrik yang sering banyak
dipilih dalam banyak penelitian karena beberapa alasan. Menurut Rusydiana, A. S
(2013:26), menyatakan bahwa:
Pendekatan non-parametrik merupakan pendekatan yang modelnya tidak
menetapkan syarat-syarat tertentu yaitu parameter populasi yang menjadi
induk sampel penelitiannya, penggunaan lebih sederhana, dan mudah
digunakan karena tidak membutuhkan banyak spesifikasi bentuk fungsi
(sehingga kemungkinan kesalahan pembentukan fungsi lebih kecil).
Kemudian DEA memiliki keunggulan-keunggulan. Menurut Rusydiana,
A. S. (2013:36), menyatakan bahwa :
10
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
DEA mempunyai keunggulan yaitu : 1) Dapat menangani banyak input dan
output, 2) Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input
dan output, 3) Unit kegiatan ekonomi dibandingkan secara langsung dengan
sesamanya, 4) Dapat membentuk garis frontier fungsi efisiensi terbaik atas
variabel input-output dari setiap sampelnya, 5) Input dan output dapat
memiliki satuan pengukuran yang berbeda.
Cooper, T.G. Bjorndahl, L. Vreeburg, J. Nieschlag, E. (2002:306–311)
menyatakan bahwa:
DEA sebagai alat analisis untuk mengukur efisiensi memiliki beberapa
keunggulan, yaitu dapat digunakan untuk menganalisis kasus yang
memiliki hubungan kompleks diantara berbagai input dan output dalam
suatu lembaga atau aktivitas yang tidak mampu dipecahkan dengan
menggunakan alat analisis lain, serta dapat mengidentifikasi sejumlah
variabel disertai hubungan yang banyak seperti halnya program
matematika”.
Menurut Hadad, M.D. Santoso, W. Ilyas, D. Dan Mardanugraha, E (2003)
“kelebihan DEA adalah dapat mengidentifikasi input atau output satu bank yang
digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan
jalan keluar dari sumber ketidakefisienan suatu bank. Dapat dikatakan bahwa
DEA dapat mengukur tingkat efisien bank secara umum”.
Pengukuran efisiensi dengan menggunakan metode DEA dilakukan dengan
mengidentifikasi unit-unit yang digunakan sebagai referensi yang dapat
membantu untuk mencari penyebab dan solusi dari adanya ketidakefisienan.
Keuntungan dari penggunaan DEA adalah bahwa pendekatan ini tidak
memerlukan spesifikasi yang eksplisit dari bentuk fungsi dan hanya memerlukan
sedikit struktur untuk membentuk frontier efisiensinya.
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang penting untuk diteliti ialah
masih rendahnya tingkat efisiensi operasional BPR dengan menggunakan metode
pengukuran efisiensi non-parametrik Data Evelopment Analysis (DEA).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dipaparkan dapat
diidentifikasi bahwa Rasio BOPO BPR saat ini mengalami fluktuasi, sehingga
berdampak pada kinerja industri BPR. Melihat perkembangan industri BPR di
Indonesia pada kenyataannya di lapangan terdapat beberapa perusahaan yang
11
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
mengalami inefisiensi karena peningkatan rasio BOPO. Hal tersebut menunjukkan
adanya indikasi kinerja industri BPR yang belum efisien.
Mengatasi hal tersebut, maka suatu perusahaan dalam menilai efisiensi
harus memperhitungkan seluruh output dan seluruh input yang ada. Sehingga
pendekatan yang lebih tepat dalam pengukuran kinerja efisiensi adalah dengan
menggunakan pendekatan frontier berupa analisa parametrik dan non-parametrik.
Hasil studi menunjukkan pengukuran efisiensi yang dilakukan dengan non-
parametrik maupun parametrik akan menunjukkan hasil yang tidak terlalu jauh
berbeda dan relatif konsisten. terdapat tiga pendekatan parametrik ekonometrik,
yaitu: 1) Stochastic Frontier Approach (SFA), 2) Thick Frontier Approach (TFA),
dan 3) Distribution-free Approach (DFA). Sementara itu pada pendekatan metode
non-parametrik, pendekatan yang dapat dipergunakan ialah dengan Data
Envelopment Analysis (DEA) dan Free Disposal Hull (FDH). Pendekatan DEA
dapat melihat bagaimana suatu UPK itu melakukan penyempurnaan kinerja
keuangannya sendiri sehingga menjadi efisien.
Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi masalah penelitian ini
dapat diidentifikasikan ke dalam tema sentral sebagai berikut:
Menurunnya rasio BOPO BPR menjadi salah satu penyebab
rendahnya efisiensi BPR, maka dari itu penting mengetahui tingkat
efisiensinya. Metode data yang dibuat sebagai alat bantu untuk evaluasi
kinerja suatu aktivitas dalam sebuah unit entitas (organisasi) adalah
dengan Data Envelopment Analysis (DEA). Pengukuran dilakukan
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dalam penggunaan
sumber daya yang dapat dilakukan untuk menghasilkan output yang
optimal. Produktivitas yang dimaksudkan yaitu jumlah dalam
penghematan yang dapat dilakukan pada faktor sumber daya (input)
tanpa harus mengurangi jumlah output yang akan dihasilkan atau
peningkatan jumlah output yang mungkin dihasilkan tanpa perlu
dilakukan penambahan sumber daya.
Melihat fenomena yang terjadi, maka penulis merasa penting untuk
mengetahui tingkat efisiensi BPR menggunakan Data Envelopment Analysis
(DEA). Untuk itu, yang menjadi judul penelitian ini adalah “Analisis Tigkat
Efisiensi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Mengguakan Data Envelopment
Analysis (DEA) (Suatu Kasus Pada BPR di Kawasan Bandung tahun 2013-
2014)”.
12
Wini Welani, 2016 ANALISIS TINGKAT EFISIENSI BANK PERKREDITAN RAKYAT(BPR) MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi di atas, maka rumusan masalah yang
dijadikan sebagai dasar penelitian yang dilaksanakan, yakni:
Bagaimana gambaran efisiensi BPR di kawasan Bandung dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA).
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian
yaitu sebagai berikut:
Untuk mengetahui gambaran tingkat efisiensi BPR di kawasan Bandung
dengan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA).
1.5 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis
maupun praktis sebagai berikut.
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam aspek teoritis
(keilmuan) umumnya berkaitan dengan kinerja bank yaitu tingkat efisiensi
dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi referensi dalam aspek praktis
yaitu dapat digunakan sebagai salah satu input atau masukan bagi para
pemegang kebijakan (pemerintah), Bank Indonesia sebagai regulator
perbankan, dan untuk industri perbankan yang ada di Indonesia dalam
menganalisis unit-unit mana dalam kegiatan itu yang kurang efisien sehingga
dapat dioptimalkan dan unit-unit mana potensi yang harus dioptimalkan
sehingga mencapai efisiensi yang optimum.
3. Hasil Penelitian ini dapat menjadi referensi dalam penelitian selanjutnya
perihal kinerja bank dan pengukuran efisiensi bank.