bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id - bab i.pdf · pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,
merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945. Seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap
pendanaan yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tersebut yang diperoleh melalui kegiatan pinjam – meminjam kredit. Agar
transaksi pinjam meminjam ini dapat berlangsung dengan baik, maka dalam
praktek dikenal adanya jamininan/agunan dari pihak yang berhutang kepada pihak
yang berpiutang. Hal ini dilakukan untuk menjamin agar hutang tersebut akan
dibayar sesuai dengan perjanjian dan jika yang berhutang ingkar janji maka benda
yang dijadikan jaminan dapat dijual oleh pihak yang berpiutang untuk
menggantikan hutang yang tidak dibayar tersebut.1
Suatu Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dengan demikian mengikat
para pihak secara hukum, untuk mendapatkan hak atau melaksanakan kewajiban
yang ditentukan dalam perjanjian itu.2 Pada prakteknya, pemberian atas suatu
1 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 2001, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok – pokok
Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset Yogyakarta, Yogyakarta. h. 44 2 Artadi I Ketut dan I Dewa Nyoman Rai Asmara, 2010, Hukum Perjanjian ke Dalam
Perancangan Kontrak, Udayana University Press, Bali. h. 28
1
2
utang, untuk mendapatkan jaminan atas pengembalian utang tersebut maka
dikenal lembaga jaminan. Salah satunya yaitu jaminan fidusia.
Dalam Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889, selanjutnya disebut UUJF)
menyatakan bahwa :“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas
dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya
dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Berdasarkan ketentuan
yang termuat dalam Pasal ini dapat diketahui bahwa fidusia adalah pengalihan hak
yang didasarkan atas kepercayaan dari pihak debitor pada pihak kreditor untuk
jaminan atas suatu utang, yang mana penguasaan atas kepemilikan benda tersebut
masih berada pada tangan debitor.
Pengertian jaminan fidusia sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 1
angka 2 UUJF adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan Pemberi Fidusia,sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap
kreditor lainnya.
Untuk memberikan kepastian hukum sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 11 UUJF menyatakan bahwa benda yang dibebani dengan jaminan
fidusia, baik yang berada di wilayah Negera Republik Indonesia maupun berada
3
di luar wilayah Negera Republik Indonesia wajib untuk didaftarkan.
Pendaftarannya pada kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia.
Kewajiban ini tetap berlaku meskipun kebendaan yang dibebani dengan jaminan
fidusia berada di luar wilayah Negera Republik Indonesia.
Pemberian kredit dengan jaminan fidusia dengan berdasarkan kepercayaan,
karena benda yang dijadikan jaminan tersebut tetap berada di tangan atau di
bawah penguasaan pemilik benda, yaitu pihak yang berhutang debitor. Kontruksi
fidusia adalah penyerahan hak milik atas barang – barang bergerak kepunyaan
debitor melunasi hutangnya maka kreditor harus mengembalikan hak milik atas
barang – barang itu kepada kreditor.3 Lembaga jaminan fidusia memungkinkan
kepada para pemberi fidusia untuk menguasai benda yang dijaminkan, untuk
melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan
jaminan fidusia. Dalam hal ini yang “diserahkan hanyalah hak kepemilikan dari
benda tersebut secara yuridis” atau yang dikenal dengan istilah consititutum
possesorium. Pada awalnya, benda yang menjadi objek fidusia hanya terbatas
pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk benda – benda dalam
persedian (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan
bermotor.4
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa Undang – undang Jaminan
Fidusia secara tegas menyatakan Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan
3 Oey Hoey TIong, 1984. Fidusia Sebagai Jaminan Unsur – unsur Peringkatan, Jakarta,
Ghalia Indonesia. h. 12 4 Salim HS,2008. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h. 46
4
atau jaminan kebendaan (Zakelijke Zekerheid, Security Right In Rem) yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak
yang didahulukan terhadap kreditor lainnya (droit deprefeence).5 Hak ini tidak
hapus karena adanya kepailitian dan atau likuidasi pemberi fidusia, apabila
terhadap benda yang sama terdapat lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia,
maka hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada pihak yang terlebih dahulu
mendaftarkannya ke Kantor Pendaftaran Fidusia.
Pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan
fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 30 UUJF yang menyatakan bahwa : “Pemberi Fidusia wajib
menyerahkan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka
pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia.” Apabila pemberi fidusia tidak
menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi
dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek
jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang.
(diatur dalam Penjelasan Pasal 30 UUJF). Peraturan mengenai jaminan fidusia
tidak mengatur lebih lanjut dengan jelas siapa pihak yang berwenang untuk
dimintai bantuan dalam eksekusi jaminan fidusia. Namun dalam kenyataannya
tidak jarang pihak yang memberikan kredit meminta bantuan pada aparatur
kepolisian untuk membantu pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia.
5 Gunawan Widjaja dan ahmad Yani, 2007. Jaminan Fidusia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h. 131
5
Kepolisian Republik Indonesia adalah alat negara yang bertugas dan
berperan untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, adalah
yang paling berwenang didalam memberikan bantuan pengamanan pelaksanaan
eksekusi jaminan fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan
hukum mengikat yang sama dengan putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Atas dasar itu dibentuklah Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan
Fidusia. Lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai
suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan
dalam negeri.
Kewenangan Kepolisian didalam mengamankan pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia adalah bertujuan agar terselenggaranya pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia secara aman, tertib, lancar dan dapat dipertanggung jawabkan
serta terlindunginya keselamatan dan keamananan Penerima Jaminan Fidusia ,
Pemberi Fidusia dan/ atau masyarakat dari perbuatan yang dapat menimbulkan
kerugian harta benda dan keselamatan. Artinya ruang lingkup Kepolisian dalam
rangka pengamanan eksekusi Jaminan Fidusia adalah dalam lingkup melindungi
6
keselamatan dan keamanan para Pihak (Pemberi dan Penerima Fidusia) serta
masyarakat secara umum dari tindakan, perbuatan dan hal-hal yang merugikan
harta benda dan keselamatan.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 20 PERKAPOLRI No.8
Tahun 2011, dapat diketahui bahwa dalam hal termohon eksekusi merasa telah
membayar atau melunasi kewajibannya kepada Petugas lain yang ditunjuk oleh
pemohon eksekusi, yang mengakibatkan timbulnya perselisihan pada saat atau
sedang dilaksanakan eksekusi, maka personel Polri yang melaksanakan
pengamanan dengan mengadakan pendekatan persuasif antara pemohon dan
termohon melalui musyawarah, menanyakan dengan sopan dan humanis kepada
termohon, untuk menunjukan dokumen pendukung atau bukti pembayaran atau
pelunasan, mengamankan lingkungan sekitar eksekusi untuk mencegah
meningkatnya eskalasi keamanan dan apabila termohon mempunyai bukti
pembayaran atau pelunasan yang sah, maka personel Polri melakukan beberapa
hal diantaranya:
1. Menunda atau menghentikan pelaksanaan eksekusi;
2. Membawa dan menyerahkan petugas yang ditugaskan oleh pemohon
kepada penyidik Polri untuk penanganan lebih lanjut; dan
3. Membawa pihak termohon dan pemohon eksekusi ke kantor kepolisian
terdekat untuk penanganan lebih lanjut.
Sebagaimana dalam Pasal yang disebutkan di atas, maka Tugas dan
kewenangan Kepolisian dalam rangka ikut mengamankan pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia telah memasuki ruang lingkup yang tidak lagi menjadi
7
kewenangannya, yaitu memasuki ruang lingkup Hukum Perdata. Keberadaan
polisi sebagai pelindung masyarakat, dalam kaitannya dengan pelaksanaan
eksekusi objek jaminan fidusia, maka diharapkan peran serta polisi agar proses
eksekusi tersebut tidak berjalan ricuh, dan tidak dengan kekerasan, sehingga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut di lapangan terutama di wilayah Resor
Kabupaten Tabanan mengenai penerapan dari Perka Polri No. 8 Tahun 2011.
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas, maka menarik untuk diteliti
lebih lanjut dalam skripsi ini mengenai penerapan dari Perka Kapolri No. 8 Tahun
2011 dalam pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan dengan
mengangkat judul : Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Kabupaten
Tabanan Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas serta dengan
memperhatikan judul yang diajukan, maka dapat ditarik beberapa permasalahan
pokok dan mendapat pembahasan lebih lanjut yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam memberikan
pengamanan eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan?
2. Apakah hambatan yang dihadapi oleh Kepolisian Resor Tabanan dalam
menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia di
Kabupaten Tabanan?
8
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Di dalam suatu karya tulis maka perlu kiranya ditetapkan secara tegas
tentang isi pokok yang akan dibahas agar tidak jauh menyimpang dari pokok
permasalahan yang ada, maka focus pembahasan akan menitik beratkan pada hal
– hal sebagai berikut :
Dalam hal permasalahan yang pertama akan membahas mengenai
Kewenangan Kepolisian Resor Tabanan dalam pemberian keamanan terhadap
eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten Tabanan, Sedangkan dalam permasalahan
yang kedua yaitu meliputi tentang hambatan Kepolisian Resor Tabanan dalam
menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia di Kabupaten
Tabanan.
1.4 Orisinalitas Penelitian
Penelitian Terhadap eksekusi jaminan fidusia dengan diberlakukannya
Perkapolri Nomor 8 Tahun 2011 sangat menarik, karena sangat sering terjadi
pelaksanaan eksekusi . Penelusuran kepustakaan yang dilakukan, ada beberapa
penelitian yang berkaitan dengan penyelesaian kredit macet yaitu :
a. Srikpsi dari Safira Angela Islami, NIM. 0910110229, alumni Program Studi
Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang, Tahun 2013
dengan judul skripsi “Hambatan Pelaksanaan Peranan Polisi Dalam
Pengamanan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Di Polres Malang Kota”.
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian skripsi tersebut
yakni:
9
1. Bagaimana peranan polisi dalam pelaksanaan pengamanan eksekusi
objek jamiann fidusia di Polres Malang menurut Peraturan Kapolri
Nomor 8 Tahun 2011 tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia ?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi oleh Polres Malang Kota dalam
menjalankan perannya sebagai pengaman eksekusi jaminan fidusia??
b. Skripsi dari Vileza Aldyan, NIM. 0807101092, alumni Program Studi Ilmu
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Jember, Tahun 2012
dengan judul skripsi “Eksekusi Jaminan Fidusia Akibat Kredit Macet (Kajian
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi
Jaminan Fidusia”. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian skripsi tersebut yakni :
1. Apakah yang menjadi prinsip-prinsip jaminan fidusia menurut Undang-
Undang Jaminan Fidusia?
2. Bagaimanakah pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia menurut Undang-
Undang Jaminan Fidusia?
3. Bagaimanakah kesesuaian Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011
dengan hukum acara perdata?
Berdasarkan penelusuran dari skripsi dengan judul dan pokok permasalahan
seperti yang dijelaskan di atas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul
Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia Di Kabupaten Tabanan Berdasarkan
Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 belum ada yang membahasnya, sehingga
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah orisinalitas atau
keasliannya.
10
1.5 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1.5.1 Tujuan umum
1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Pengurusan Tinggi Khususnya
dalam bidang penelitian atau analisis suatu permasalahan hukum.
2. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan hukum.
3. Untuk pengembangan diri pribadi khususnya didalam kehidupan
bermasyarakat.
4. Untuk mengembangkan serta memperdalam pengertian dan
penghayatan terhadap ilmu hukum.
5. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi jenjang
strata 1 (satu) di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Peraturan Kapolri No. 8 Tahun
2011 Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia yang
dilaksanakan oleh Kepolisian Resor Tabanan.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan faktor – faktor yang menjadi
penghambat berlakunya Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011 Tentang
Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia yang dilaksanakan oleh
Kepolisian Resor Tabanan.
11
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Manfaat teoritis
Adapun manfaat teoritis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini
yaitu sebagai berikut :
a. Memperdalam pengetahuan dan wawasan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan pelaksanaan pengamanan eksekusi jaminan fidusia
yang di lakukan oleh pihak Kepolisian Resor Tabanan di Kabupaten
Tabanan.
b. Memperdalam pengetahuan dalam cara berfikir dan bekerja sehingga
tidak hanya mengenal teori tetapi sekaligus juga mengenal praktek di
lapangan.
1.6.2 Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini
yaitu sebagai berikut:
1. Secara praktis hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat
memberikan kontribusi berupa masukan bagi pemerintah maupun
lembaga Kepolisian dalam rangka melaksanakan Peraturan
Kapolri No. 8 Tahun 2011 Tentang Pengamanan Eksekusi
Jaminan Fidusia, terutama dalam menghadapi faktor – faktor
yang menghambat dalam peraturan tersebut di wilayah Kepolisian
Resor Tabanan.
12
1.7 Landasan Teoritis
Teori dapat diartikan sebagai serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep”6 adapun yang menjadi fungsi dari teori
dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan
meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.
Landasan Teoritis atau Kerangka Teori adalah upaya untuk mengidentifikasi
teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan
hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk
membahas permasalahan penelitian. Untuk menjawab permasalahan dalam skripsi
ini, maka teori yang dipergunakan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Teori Penegakan Hukum Dalam Masyarakat
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diangkat kedalam skripsi ini,
penulis menggunakan teori yang relevan untuk membedah permasalahan tersebut
dengan menggunakan teori yang berkaitan dengan penegakan hukum. Satjipto
Rahardjo, menggambarkan kembali pendapat dari Robert B Seidman tentang
analisa bekerjanya hukum di dalam masyarakat, dengan model analisa yang
digambarkannya dalam bagan berikut ini :
6 Burhan Ashofa, 1996, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 19
13
Teori Penegakan Hukum
oleh : Satjipto Rahardjo
Dari bagan di atas dapat diuraikan dalil-dalil sebagai berikut :
a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang seorang pemegang peranan
(role occupant) itu diharapkan bertindak.
b. Bagaimana seorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu
respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan
hukum yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas kekuatan
sosial, politik, dan lain-lainnya mengenai dirinya
c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons
terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum
yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks,
Faktor Sosial Personal
Lembaga Pembuat
Aturan
Pemegang Peranan
Lembaga Penerapan
Aturan
Faktor Sosial Personal
Faktor Sosial Personal
14
kekuata-kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri
mereka serta umpan balik yang datang dari pemerang peranan.
d. Bagaimana pembuat Undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi
peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya,
keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis, dan lain-lainnya
yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang
peranan serta birokrasi. 7
Bekerjanya hukum dalam perspektif sosial tidak pada ruang hampa.
Hubungan antara hukum dengan variabel-variabel lain dalam masyarakat.
Disamping hukum berfungsi sebagai alat untuk pengendalian sosial (as a tool of
social control), bekerjanya hukum dalam masyarakat melibatkan beberapa unsur
atas aspek yang saling memiliki keterkaitan sebagai suatu sistem. Beberapa aspek
tersebut yaitu :
a. Lembaga Pembuat Hukum (Law Making Instituion)
b. Lembaga Penerap Sanksi.
c. Pemegang Peran (Role occupant)
d. Kekuatan Sosiental Personal (Sociental Personal Force).
e. Budaya Hukum
7 Satjipto Rahadjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, h.76
15
f. Unsur-Unsur Umpan Balik (Feed Back) dari proses bekerjanya hukum
yang sedang berjalan. 8
Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi penegakan hukum di Indonesia,
antara lain :
a. Faktor Undang-undang itu sendiri.
Hal ini dapat disebabkan oleh tidak diikutinya asas-asas berlakunya
Undang-undang, belum adanya peraturan pelaksanaan yang sangat
dibutuhkan untuk menerapkan undang-undang, atau ketidakjelasan arti
kata dalam Undang-undang yang biasanya menimbulakan multi tafsir.
b. Faktor penegak hukum yakni pihak yang secara langsung dan tidak
langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum.
Biasanya para penegak hukum mengalami keterbatasan untuk
menempatkan diri, kurang aspiratif, sulit membuat proyeksi untuk
memikirkan masa depan, atau kurang inovatif.
c. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Tanpa adanya sarana dan fasilitas, maka tidak mungkin penegakan
hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas ini antara
lain mencangkup sumber daya manusia manusia yang berpotensi, trampil,
dan berpendidikan, serta peralatan dan faktor yang memadai.
8 Ronny H Soemitro, 1989, Perspektif Sosial dalam Pemehaman Masalah Hukum, CV
Agung, Serang, h. 26.
16
d. Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku dan
diterapkan.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan untuk mencapai
kedamaian didalam masyarakat, oleh karna itu masyarakat sedikit banyak
dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Biasanya yang selulu
menjadi masalah dalam penegakan hukum dalam masyarakat adalah
masyarakat tidak mengetahui atau tidak menyadari apabila hak-hak
mereka dilanggar, tidak mengetahui upaya hukum yang harus dititempuh,
kurangnya pengetahuan sosial atau politik, kurangnya kemampuan
finansial, serta masalah psikis.
e. Faktor kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya merupakan nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku. 9
Dalam kaitannya dengan skripsi ini maka penegakan hukum terkait dengan
pelaksanaan dari Perkapolri No. 8 Tahun 2011 dalam kaitannya dengan
melakukan pengamanan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia yang ada di
Kabupaten Tabanan. Dalam hal ini Polisi memiliki peran untuk membantu
melakukan pengamanan terhadap eksekusi yang dilakukan oleh pihak kreditur
baik itu bank maupun lembaga pembiayaan lainnya.
9 Soerjono Soekanto, 1985, Efektivikasi Hukum dan Peranan Sanksi, Remadja Karya,
Bandung, h.24
17
b. Teori Kewenangan (Theorie Van Bevoegdhaid)
Keabsahan tindakan pemerintahan diukur berdasarkan wewenang yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Perihal kewenangan dapat dilihat dari
Konstitusi Negara yang memberikan legitimasi kepada Badan Publik dan
Lembaga Negara dalam menjalankan fungsinya.Wewenang adalah kemampuan
bertindak yang diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan
hubungan dan perbuatan hukum.10
Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan
sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu.
Hassan Shadhily menerjemahkan wewenang (authority) sebagai hak atau
kekuasaan memberikan perintah atau bertindak untuk mempengaruhi tindakan
orang lain, agar sesuatu dilakukan sesuai dengan yang diinginkan.11
Setiap tindakan pemerintahan dan/atau pejabat umum harus bertumpu pada
kewenangan yang sah. Kewenangan itu diperoleh melalui 3 sumber antara lain:
1. Atribusi: wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu.
Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada
suatu jabatan.
2. Pelimpahan ada dua macam antara lain;
a. Delegasi: wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ
pemerintahan kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-
undangan
10
SF. Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di
Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 154. 11
Tim Penyusun Kamus-Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1989, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, h.170.
18
b. Mandat: wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan
dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah
(atasan bawahan). 12
Dalam kaitannya dengan wewenang sesuai dengan konteks penelitian ini, standar
wewenang yang dimaksud adalah kewenangan dari pihak kepolisian untuk
melakukan pengamanan terhadap eksekusi objek jaminan fidusia yaitu
sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011.
c. Teori Efektivitas Hukum
Efektivitas peraturan perundang-undangan didukung dengan adanya faktor
- faktor yang mempengaruhi hukum. Efektivitas suatu peraturan menurut
Lawrence Meir Friedman, dalam sistem hukum ada 3 (tiga) hal yang
mempengaruhi efektivitas hukum, yakni :
Subtansi hukum, sistem substansial yang menentukan bisa
atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.
Struktur atau pranata hukum, sistem struktural yang yang
menentukan hukum itu bisa atau tidaknya dilaksanakan
dengan baik. Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun
1981 Tentang Hukum Acara Pidana menentukan struktur
hukum adalah kepolisian, pengadilan, kejaksaan, dan badan
pelaksana pidana (Lapas). Sebaik – baiknya peraturan
perundang – undangan harus di tegakan, namun apabila
12
Indroharto, 1993, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Pustaka Harapan, Jakarta , h. 90.
19
tidak ditegakan oleh struktur (Aparat) penegak hukum,
maka hukum itu tidak berfungsi.
Budaya hukum, sikap manusia terhadap hukum dan sistem
hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.
Tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum yang
berlaku.
1.8 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara guna mencapai tujuan yang telah
digariskan, oleh karena itu agar suatu karya tulis menjadi ilmiah, maka
diperlukan suatu data yang bersifat obyektif. Untuk keperluan tersebut
diperlukan metode – metode antara lain :
1.8.1 Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah jenis
penelitian hukum empiris, yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi
ketentuan dan mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum
normatif (kodifikasi, Undang-Undang atau kontrak) secara in action/in abstracto
pada setiap peristiwa hukum yang terjadi dalam masyarakat (in concreto).13
Penelitian hukum empiris dalam skripsi ini dilakukan dengan mengkaji Perka
Kapolri No. 8 Tahun 2011 sebagai das sollen (teori) dengan kenyataan atau
13
Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h. 134
20
penerapan dari aturan ini dilapangan, kesenjangan antara teori dan kenyataan di
lapangan inilah yang menarik untuk diteliti lebih lanjut.
1.8.2 Jenis pendekatan
Pendekatan dalam penelitian hukum dimaksudkan adalah bahan untuk
mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti
untuk melakukan analisis. Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan
namun yang dipergunakan dalam skripsi ini yaitu :
1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach) hal ini
dimaksudkan bahwa peneliti menggunakan peraturan perundang-
undangan sebagai dasar awal melakukan analisis.
2) Pendekatan kasus (case approach), pendekatan kasus dalam penelitian
hukum bertujuan untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum
yang dilakukan dalam praktik hukum.14
Dalam penulisan karya ilmiah ini menggunakan pendekatan perundang –
undangan yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah peraturan
perundang – undangan, serta pendekatan kasus yaitu pendekatan masalah yang
didasarkan pada fakta – fakta yang terjadi dilapangan yang ada kaitannya dengan
permasalahan yang dibahas.
14Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, h. 185-190
21
1.8.3 Sifat penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini bersifat deskriptif analitis.
Penelitian yang bersifat deskriptif analitis bertujuan untuk memberikan data yang
seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya,15
maka
dapat diambil data obyektif karena ingin menggambarkan kenyataan yang terjadi
pada pengamanan pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia yang dilakukan
oleh dinas kepolisian pada kasus yang terjadi di Kabupaten Tabanan.
1.8.4 Data dan sumber data
Dalam penelitian hukum empiris data dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh terutama dari penelitian yang
dilakukan langsung didalam masyarakat.16
Sumber data primer yang
diperoleh dari penelitian ini dengan melakukan penelitian yang berlokasi
Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali, yaitu dengan melakukan penelitian
pada Dinas Kepolisian Kabupaten Tabanan atas pelaksanaan pengamanan
eksekusi objek jaminan fidusia yang terjadi di Kabupaten Tabanan.
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan
informan dan responden yang ada pada lokasi penelitian tersebut.
Informan, adalah orang atau individu yang memberikan informasi data
yang dibutuhkan oleh peneliti sebatas yang diketahuinya. Informan
diperlukan didalam penelitian empiris untuk mendapatkan data secara
kualitatif. Responden, adalah seseorang atau individu yang akan
15
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI press, Jakarta, h. 10.
16
Ibid, h. 156
22
memberikan respons terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.
Responden ini merupakan orang atau individu yang terkait secara langsung
dengan data yang dibutuhkan.17
2. Data Sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library
Research) dengan menggunakan bahan-bahan hukum sebagai berikut:
i. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang terdiri dari :
(a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
(b) Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
(c) Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia
(d) Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia No. 8 Tahun 2011
tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.18
ii. Bahan hukum sekunder, yang terdiri dari literatur-literatur, buku-
buku, makalah, dan jurnal yang ditulis oleh para ahli dan dokumen-
dokumen yang berkenaan dengan masalah yang dibahas.
iii. Sedangkan Bahan hukum tersier, yang terdiri dari kamus dan
ensiklopedi.19
17Ibid, h. 174
18 Ronny Hanitijo Soemitro, 2002, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h. 24. 19
Amiruddin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta,
h. 120
23
1.8.5 Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data guna menunjang tulisan ini, maka teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik wawancara / interview dan
teknik kepustakaan, teknik wawancara yakni suatu proses Tanya jawab lisan
dalam rangka dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat
melihat muka dan dapat mendengar dengan telinga sendiri suaranya sebagai alat
informan yang langsung tentang beberapa data sosial baik yang terpendam
maupun yang bermanfaat.20
Wawancara dalam penelitian skripsi ini dilakukan
terhadap pihak Kepolisian Resor Kabupaten Tabanan sebagai informan sekaligus
responden.Sedangkan teknik kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan
oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau
masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-
buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,
peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia, dan
sumber-sumber tertulis baik tercetakmaupunelektroniklain.
1.8.6 Teknik penentuan sampel penelitian
Adapun lokasi Penelitian dalam penyusunan penelitian ini Dinas
Kepolisian Resosr Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Terpilihnya lokasi tersebut
sebagai lokasi penelitian dikarenakan peneliti menemukan kasus mengenai
pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia yang pengamanannya dilakukan oleh pihak
kepolisian.
20 Hadi Sutrisno dan Sri Manuji, 1977, Metodologi Research. Julid III, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta, hal. 159.
24
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
mempelajari dan kemudin ditarik kesimpulannya,21
sedangkan sampel adalah
bagian dari populasi yang akan diteliti yang dianggap mewakili populasinya. Oleh
karena populasi biasanya sangat besar dan luas, maka kerapkali tidak mungkin
untuk meneliti seluruh populasi itu tetapi cukup diambil sebagian saja untuk
diteliti sebagai sampel.22
Dalam Penelitian ini metode sampel yang digunakan adalah dengan cara
menentukan sampel dimana peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri
sampel dalam penelitiannya. Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini
maka dalam penelitian ini sampel yang digunakan yaitu pegawai kepolisian resor
Tabanan yang terlibat langsung dalam pengamanan proses eksekusi jamiann
fidusia yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Tabanan.
1.8.7 Teknik pengolahan dan analisis data
Pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil pengumpulan data di
lapangan sehingga siap pakai untuk dianalisa.23
Setelah data dikumpulkan
kemudian data diolah secara kualitatif dengan melakukan studi perbandingan
antara data lapangan dengan data kepustakaan sehingga akan diperoleh data yang
bersifat saling menunjang antara teori dan praktik.
Dalam menganalisa data yang telah dikumpulkan tersebut, digunakan
metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat
21 Soegiono, 2001, Metode Penelitian Administrasi, Alfabeta, Bandung, h. 57
22
Ibid, h. 47
23
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, h. 72.
25
yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.24
Dalam
metode analisis deskriptif, setelah data dianalisis kemudian disusun kembali
secara sistematis sehingga mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum
dalam penelitian ini.
24Suharsini Arikunto, 2001, Prosedur Penelitian, Cetakan Ke empat, Bina Aksara, Jakarta, h.
194.