bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdf · 1.1. latar belakang kehidupan...

40
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku anggota masyarakat agar kehidupan sosial menjadi tertib. Walaupun demikian, ada sebagian anggota masyarakat yang berperilaku tidak sejalan terhadap nilai-nilai dan norma sosial tersebut. Perilaku yang tidak sejalan dengan nilai-nilai dan norma sosial disebabkan oleh : 1. Unsur kesengajaan karena nilai-nilai dan norma sosial dianggap sebagai ikatan yang mengurangi kebebasan perilaku mereka, atau perilaku konformis dianggap tidak menguntungkan bagi kepentingan pribadinya; 2. Unsur ketidaktahuannya karena tidak tersosialisasinya seperangkat nilai- nilai dan norma sosial yang ada. 1 Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, maka perlu adanya pengenalan nilai-nilai serta norma sosial agar anggota masyarakat dapat mengenal dan memahami tatanan nilai serta norma sosial tersebut. Proses pengenalan tatanan nilai-nilai serta norma sosial berlangsung selama masyarakat masih ada, hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat 1 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, 2011, Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial (Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 151.

Upload: phamtuyen

Post on 06-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial

sebagai pedoman perilaku anggota masyarakat agar kehidupan sosial menjadi

tertib. Walaupun demikian, ada sebagian anggota masyarakat yang berperilaku

tidak sejalan terhadap nilai-nilai dan norma sosial tersebut. Perilaku yang tidak

sejalan dengan nilai-nilai dan norma sosial disebabkan oleh :

1. Unsur kesengajaan karena nilai-nilai dan norma sosial dianggap sebagai

ikatan yang mengurangi kebebasan perilaku mereka, atau perilaku

konformis dianggap tidak menguntungkan bagi kepentingan pribadinya;

2. Unsur ketidaktahuannya karena tidak tersosialisasinya seperangkat nilai-

nilai dan norma sosial yang ada.1

Untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang tertib, maka perlu adanya

pengenalan nilai-nilai serta norma sosial agar anggota masyarakat dapat mengenal

dan memahami tatanan nilai serta norma sosial tersebut. Proses pengenalan

tatanan nilai-nilai serta norma sosial berlangsung selama masyarakat masih ada,

hal ini disebabkan oleh keinginan masyarakat agar kelangsungan hidupnya dapat

1 Elly M. Setiadi & Usman Kolip, 2011, Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala

Permasalahan Sosial (Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya), Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hal. 151.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

2

bertahan, sebab tanpa ketertiban sosial maka kehidupan sosial tidak akan bertahan

lama.

Tertib sosial tidak terwujud dengan sendirinya, akan tetapi tertib sosial

selalu diusahakan melalui :

1. Melakukan transfer nilai-nilai dan norma sosial melalui proses sosialisasi

kepada masing-masing individu warga masyarakat, sebab melalui proses

sosialisasi ini nilai-nilai dan norma sosial dapat ditanamkan ke dalam

keyakinan tiap-tiap individu warga masyarakat;

2. Melakukan kontrol sosial, yaitu sarana-sarana pemaksa (sanksi) yang

dilaksanakan dengan menggunakan kekuatan fisik atau psikis jika proses

sosialisasi yang dilaksanakan tidak menghasilkan dampak ketertiban

sebagaimana yang diharapkan dalam kehidupan masyarakat.2

Kehidupan masyarakat adat khusus di Bali dipengaruhi oleh budaya yang

sangat berkaitan erat dengan nilai-nilai yang bersifat religius. Hukum adat yang

hidup dan diakui dalam kenyataan masyarakat banyak berbaur dengan nilai-nilai

keagamaan. Hukum adat Bali yang dilandasi oleh ajaran agama Hindu, selalu

mengusahakan keseimbangan hidup antara Tuhan, manusia serta alam yang

dikonsepsikan dalam ajaran agama hindu yang di kenal dengan ajaran Tri Hita

Karana. Oleh karena itu, setiap perbuatan yang dianggap mengganggu

keseimbangan tersebut adalah merupakan pelanggaran hukum adat dan prajuru

desa adat wajib mengambil tindakan-tindakan untuk memulihkan keseimbangan

tersebut melalui penerapan hukum adat.

Kaitan antara hukum adat dan agama sebenarnya pernah dikemukakan oleh

Van Vollenhoven, bahwa “hukum adat dan agama Hindu di Bali merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai akibat pengaruh agama Hindu demikian

2 Ibid. hal. 153.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

3

kuatnya ke dalam adat istiadat”.3 Keterkaitan antara adat dengan agama di Bali

nampak jelas dari pola penerapan sanksi adatnya selalu dikaitkan dengan

pelaksanaan ritual keagamaan, dalam arti bahwa ketaatan masyarakat adat di Bali

pada hukum adatnya tidak hanya dikokohkan oleh sanksi yang bersifat lahiriah,

tetapi juga sanksi yang bersifat batiniah. Ariawan berpendapat bahwa :

Keterkaitan antara hukum adat dan agama dalam penjatuhan “sanksi adat”

untuk delik-delik adat tertentu yang pelaksanaannya banyak berupa

kewajiban untuk melaksanakan ritual adat keagamaan tertentu. Semua ini

tentunya dilandasi dan berhubungan pula dengan nilai dasar filosofis reaksi

adat, yakni untuk mengembalikan keseimbangan masyarakat karena

perasaan kotor (leteh).4

Masalah kehidupan beragama di dalam masyarakat merupakan masalah

yang sangat peka (sensitive) di antara masalah sosial budaya lainnya. Sesuatu

masalah sosial akan menjadi semakin ruwet (complicated) jika masalah tersebut

menyangkut masalah agama dan kehidupan beragama.5 Masalah tersebut dapat

ditanggulangi melalui pembinaan jiwa keagamaan.

Pembinaan jiwa keagamaan pada umumnya tidaklah lahir dari kesadaran

obyektif atas dasar pilihan dalam arti polos. Ini merupakan kenyataan sosial

masyarakat Indonesia yang religious, kolektif, dan komunal yang turut

memberikan warna dalam mempertebal keimanan terhadap agama yang

dipeluknya sebagai akibat pembinaan dan warisan dari lingkungan

sosialnya.6

3 Van Vollenhoven, 1981, Penemuan Hukum Adat (De Ontdekking Van Het Adatrecht),

Terjemahan Koninklijk Institut Voor Tall, Lan-en Volkenkunde bekerjasama dengan LIPI,

Djambatan, Jakarta, hal. 131.

4 I Gusti Ketut Ariawan, 1992, Eksistensi Delik Hukum Adat Bali Dalam Rangka

Pembentukan Hukum Pidana Nasional, Tesis, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Udayana, Denpasar, hal. 10.

5 Zaidan Djauhari, 1986, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Beragama, Departemen

Agama RI., Jakarta, hal. 52

6 Ibid.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

4

Dalam masyarakat tidak dipungkiri sering terjadi perbedaan kepentingan di

antara warganya atau di antara golongan-golongan tertentu, dimana dalam

pemenuhan kepentingan tersebut tidak jarang menimbulkan suatu pelanggaran-

pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang telah disepakati oleh masyarakat

itu sendiri. Masyarakat adat berusaha untuk terus tetap menjalankan apa yang

menjadi tradisi pada masyarakat sebelumnya. Masyarakat biasa menganggap

bahwa apa yang telah disepakati sebagai peraturan hidup mereka, juga dijadikan

pedoman dan pegangan dalam berlangsungnya kehidupan. Kepercayaan dan

keyakinan menjadi sumber pedoman utama dari awal terbentuknya peraturan yang

di taati oleh masing-masing masyarakat adat.

Dalam rangkaian menegakkan aturan-aturan adat agar kehidupan

masyarakat sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan oleh masyarakat yang

bersangkutan, maka sangat diperlukan suatu mekanisme pengendalian sosial.

Sebagaimana yang dikatakan oleh Soerjono Soekanto bahwa :

Mekanisme pengendalian sosial (mechanism of social control) adalah segala

proses yang direncanakan maupun tidak direncanakan untuk mendidik,

mengajak atau bahkan memaksa para warga masyarakat agar menyesuaikan

diri dengan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang

bersangkutan.7

Salah satu bentuk pengendalian sosial yang efektif pada masyarakat adalah

dengan menerapkan peraturan hukum adat beserta sanksinya. Peraturan adat

merupakan nilai-nilai yang terbentuk atau tercipta dalam suatu masyarakat yang

saling berhubungan dengan perilaku manusia, apabila dilanggar akan

7 Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

hal. 179.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

5

mendapatkan sanksi. Menurut hukum adat, segala perbuatan yang bertentangan

dengan peraturan hukum adat sering disebut dengan “delik adat”.

Suardana menyatakan bahwa delik adat merupakan suatu perbuatan sepihak

dari seseorang atau kumpulan perseorangan, mengancam atau mengganggu

persekutuan bersifat material atau immaterial, terhadap orang seorang atau

terhadap masyarakat sebagai kesatuan.8

Definisi delik adat juga diberikan oleh Widnyana yang menyatakan bahwa :

Delik adat adalah segala perbuatan atau kejadian yang bertentangan dengan

kepatuhan, kerukunan, ketertiban, keamanan, rasa keadilan, dan kesadaran

masyarakat yang bersangkutan, baik hal itu sebagai akibat dari perbuatan

yang dilakukan oleh seorang, sekelompok orang maupun perbuatan yang

dilakukan oleh pengurus adat itu sendiri, perbuatan mana dipandang dapat

menimbulkan kegoncangan karena mengganggu keseimbangan kosmos serta

menimbulkan reaksi dari masyarakat berupa sanksi adat.9

Lesquillier dalam disertasinya “Het Adat Delectenrecht in de Magische

Wereldbeschouwing” mengemukakan bahwa reaksi adat berupa sanksi adat

merupakan tindakan-tindakan yang digunakan untuk mengembalikan ketentraman

magis yang diganggu dan meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial yang

ditimbulkan oleh suatu pelanggaran adat”.10

Sanksi adat berfungsi sebagai menjaga keseimbangan dalam kehidupan

masyarakat, di samping itu juga sanksi adat juga berfungsi sebagai pengikat dan

memberi rasa jera atas pelanggaran hukum yang dibuat. Sanksi hukum adat tidak

8 Suardana, 2007, Delik dan Sanksi Adat Dalam Perspektif Hukum Nasional, dalam

Sudantra, & Parwata, Oka, Editor, Wicara Lan Pamidanda, Udayana University Press, Denpasar,

hal. 75.

9 I Made Widnyana, 1993, Kapita Selekta Hukum Pidana Adat, PT. Eresco, Bandung, hal.

5-6.

10

Suardana, Op.cit..,hal. 76.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

6

berbeda jauh tujuannya dengan hukum yang berlaku di masyarakat umum artinya

hukum adat memiliki tujuan yang universal, namun jenis hukum dan bagaimana

hukum itu dijalankan serta sanksi-sanksi atas pelanggaran hukum adat itu sendiri

yang sesuai dengan budaya masyarakat dalam memberlakukan peraturan adat

tersebut. Penerapan sanksi adat yang dimaksud baik berupa sanksi denda, sanksi

fisik, maupun sanksi psikologi yang bersifat moral dan spiritual. Sanksi adat yang

diterapkan tetap berpedoman pada asas keadilan dan komunalitas, sehingga sanksi

tersebut tidak dianggap perbuatan balas dendam, akan tetapi merupakan proses

sebagai akibat dari reaksi adat untuk mengembalikan keseimbangan dalam

masyarakat.

Sanksi adat dalam hukum adat Bali dapat diklasifikasikan menjadi 3

golongan (tri danda) antara lain :

1. Arta danda

Yaitu golongan sanksi berupa pembayaran uang atau penggantian barang.

Seperti Dedosan saha panikel-nikelnya miwal panikel urunan

2. Sangaskara danda

Yaitu sanksi berupa pelaksanaan upacara tertentu untuk mengembalikan

keseimbangan magis dan dilakukan sesuai dengan ajaran agama Hindu).

Seperti kewajiban melaksanakan upacara mecaru, pemarisuda,

prayascita, dan lain-lain.

3. Jiwa danda, yaitu golongan sanksi berupa penderitaan jasmani dan atau

rohani/jiwa. Seperti Mengaksama, mapilaku, lumaku, mengolas-olas,

nyuaka (minta maaf).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

7

Demikian pula dalam Awig-awig desa pakraman saat ini terdapat sanksi-

sanksi adat yang masih berlaku, antara lain :

1. Denda

2. Membuat upacara agama/pembersih (maprayascita)

3. Diberhentikan sebagai warga desa (karma desa/banjar)

4. Dirampas (kerampag)

5. Ngingu atau nyanguin banjar (menjamu banjar)

6. Mengawinkan.11

Pasal 1 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang

Desa Pakraman, menyatakan bahwa :

Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat di Propinsi Bali

yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup

masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga

atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan

sendiri serta berhak megurus rumah tangganya sendiri.

Berdasrkan pengertian tersebut, P. Wayan Windia juga memberikan

pendapatnya yang menyatakan bahwa :

Desa pakraman memiliki peran dalam menyelesaikan permasalahan yang

muncul di desa pakraman. Warga desa yang terbukti melakukan

pelanggaran adat, akan tetapi bersikukuh dengan pendiriannya, tidak

bersedia mentaati keputusan rapat, dapat dijatuhi sanksi oleh desa

pakraman, mulai dari sanksi yang paling ringan berupa permintaan maaf

(pangaksama), sampai yang paling berat seperti diberhentikan dan

dikucilkan sebagai warga desa pakraman (kasepekang).12

11

I Made Widnyana, Op.cit.., hal. 21.

12

P. Wayan Windia, 2010, Dari Bali Mawacara Menuju Bali Santi, Udayana University

Press, Denpasar, hal. 17.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

8

Berdasarkan data yang dikemukakan oleh P. Wayan Windia13

bahwa jumlah

konflik yang terjadi di desa Pakraman dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005

sebanyak 112 konflik yang tersebar di 9 kabupaten, dengan rincian sebagai

berikut :

Tabel 1

Jumlah Konflik Desa Pakraman

Kabupaten

Klasifikasi konflik berdasarkan pihak-pihak

Jumlah

KAD KDKD KDLL KDP KDKT

Karangasem 5 10 1 1 - 17

Klungkung 1 4 2 2 - 9

Bangli 1 8 1 - - 10

Gianyar 13 18 6 - 2 39

Badung 2 6 2 1 - 11

Denpasar 1 1 - - - 2

Tabanan 5 5 - 4 - 14

Buleleng 4 4 - - - 8

Jemberana - 1 1 - - 2

Jumlah 22 57 13 8 2 112

% 19,6% 50,9% 11,6% 7,1% 1,8% 100%

Sumber : Wayan P. Windia dalam Wicara Lan Pamidanda Hal.134.

13

P.Wayan Windia, 2007, “Menyelesaikan Konflik Adat”, dalam Sudantra, & Parwata,

Oka, Op.cit.., hal. 134-135.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

9

Berdasarkan data tersebut, yang dapat dikategorikan sebagai konflik adat

adalah sebanyak 57 kasus (50,9%), dan Kabupaten Gianyar memiliki konflik adat

yang terbanyak dari kabupaten yang lain yaitu sebesar 18 kasus.

Desa Pakraman Keramas merupakan salah satu desa pakraman yang ada di

kabupaten Gianyar. Pengendalian sosial di Desa Pakraman Keramas dilakukan

dengan menerapkan Awig-awig dan Peraremnya yang lebih banyak mengandung

sanksi moral terhadap pelanggarnya. Sanksi yang diterapkan di Desa Pakraman

Keramas selalu dikaitkan dengan upacara keagamaan, hal ini dapat dilihat dari

penerapan sanksi adat Prayascitta kepada salah seorang warga masyarakat pada

saat dilangsungkannya upacara Piodalan di pura. Penerapan sanksi adat

Prayascita ini dapat dilihat dari kasus yang dialami seorang pemangku, dimana

pemangku tersebut dalam kondisi mabuk karena minuman yang beralkohol

sehingga mengeluarkan kata-kata berupa caci maki. Pada saat bersamaan anak

kandungnya marah terhadap sikap dan tingkah laku orang tuanya, oleh karena itu

terjadilah perkelahian antara anak kandung dan ayah (pemangku), akibatnya

kejadian itu dilaporkan kepada Bendesa. Berdasarkan hasil rapat prajuru dengan

keluarga Dadya diputuskan untuk melakukan upacara Prayascita dan Pawintenan

yang bertujuan untuk mengukuhkan kembali status kepemangkuannya. Selain itu

ada juga penerapan sanksi seperti Arta danda adalah sanksi dalam wujud materi,

berupa uang atau benda yang mempunyai nilai ekonomi, seperti beras atau benda

lainnya. Tetapi apabila denda (dedosan) tidak dibayar dalam tempo yang sudah

ditentukan, Awig-awig Desa Pakraman Keramas menentukan Pamidanda yang

lebih berat lagi secara berjenjang, yaitu katikelang (hutangnya dilipatgandakan)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

10

dan kerampang (hartanya disita untuk melunasi utangnya kepada desa). Dalam

Hukum Adat Bali bentuk sanksi demikian dikwalifikasikan sebagai artha danda.

Penelitian ini sangat penting dilakukan karena begitu banyaknya sanksi-

sanksi yang diterapkan selalu dikaitkan dengan upacara keagamaan seperti yang

diatur dalam Awig-awig dan Perarem Desa Pakraman Keramas. Penerapan sanksi

adat ini memerlukan kesadaran hukum masyarakat agar dapat menjamin

kehidupan Desa Pakraman Keramas yang tertib, aman, dan sejahtera.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

lebih lanjut tentang peranan sanksi adat dengan judul penelitian “Hakikat dan

peranan sanksi adat dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap

Awig-awig (studi kasus di Desa Pakraman Keramas Kecamatan Blahbatuh

Kabupaten Gianyar)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka masalah yang akan

dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah hakikat sanksi adat dalam Awig-awig Desa Pakraman Keramas?

2. Bagaimanakah peranan sanksi adat terhadap kesadaran hukum

masyarakat Desa Pakraman Keramas?

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah Hakikat dan Peranan sanksi adat

dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Awig-awig Desa

Pakraman Keramas. Secara khusus penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

11

yang berkenaan dengan hakikat sanksi adat dalam Awig-awig Desa Pakraman

Keramas dan peranannya dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

1.4. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Demikian

pula halnya dengan penelitian ini, memiliki maksud dan tujuan tertentu yang ingin

dicapai. Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu :

1.4.1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan

menganalisis hakikat dan peranan sanksi adat dalam meningkatkan

kesadaran hukum masyarakat terhadap Awig-awig, Desa Pakraman

Keramas, Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui hakikat sanksi adat dalam Awig-awig Desa

Pakraman Keramas.

b. Untuk mengetahui peranan sanksi adat terhadap kesadaran

hukum masyarakat Desa Pakraman Keramas.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

12

1.5.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara

teoritis bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum adat,

serta dapat digunakan sebagai acuan oleh pihak-pihak yang ingin melakukan

penelitian lebih mendalam tentang hakikat dan peranan sanksi adat dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di Desa Pakraman Keramas

1.5.2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan desa pakraman

pada khususnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil

kebijakan yang berkaitan dengan penyelesaian permasalahan yang

terjadi dalam masyarakat adat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan adat.

1.6. Orisinalitas Penelitian

Penerapan sanksi adat bertujuan untuk pemulihan keseimbangan materil dan

spiritual. Penerapan sanksi adat ini selalu mengutamakan kerukunan dan rasa

kepatutan dalam masyarakat (asas paras paros salulung sabayantaka) serta

dilaksanakan bertahap sesuai dengan kesalahan pelanggaran (wenang

masorsinggih manut kasisipan ipun) dengan didasari atas falsafah Tri Hita

Karana. Untuk menunjukkan originalitas penelitian ini, maka dibawah ini

disajikan beberapa hasil penelitian yang berkenaan dengan penerapan sanksi adat

Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan hakikat dan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

13

peranan sanksi adat dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, antara

lain :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Kurniawati dalam bentuk tesis Tahun

2006 dengan judul penerapan sanksi adat Kesepekang ditinjau dari

hukum pidana adat dan hukum positif (studi kasus di Desa

Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng) dari

Universitas Muhammadiyah Malang. Permasalahan yang diangkat dalam

penelitiannya, antara lain :

a. Bagaimana proses penerapan sanksi adat kesepekang dalam

masyarakat adat, khususnya di desa pakraman Kubutambahan

Kecamatan Kubutambahan Kabupaten Buleleng?

b. Bagaimana kedudukan sanksi adat bagaimana kedudukan sanksi adat

menurut ketentuan hukum positif di Indonesia?

2. Penelitian yang dilakukan oleh Budi Kresna Aryawan dalam bentuk tesis

Tahun 2006 dengan judul penerapan sanksi terhadap pelanggaran Awig-

awig desa adat oleh krama desa adat Mengwi Kecamatan Mengwi

Kabupaten Badung Propinsi Bali dari Program Pasca Sarjana Universitas

Diponegoro, Semarang. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian

tersebut antara lain :

a. Bagaimana penerapan sanksi Awig-awig Desa Adat Mengwi

terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Krama Desa Adat

Mengwi?

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

14

b. Bagaimanakah hambatan-hambatnnya dalam penerapan sanksi Awig-

awig desa adat terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Krama

Desa Adat Mengwi?

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nyoman Roy Mahendra Putra dalam

bentuk tesis tahun 2009 dengan judul penyelesaian pelanggaran adat di

Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Menurut Hukum Adat Bali

dari Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian tersebut, antara lain :

a. Jenis-jenis perbuatan apa yang dapat digolongkan ke dalam

pelanggaran adat menurut hukum adat Bali?

b. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian pelanggaran adat di

Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng menurut hukum adat

Bali?

4. Penelitian yang dilakukan oleh I Wayan Kurma dalam bentuk Tesis

Tahun 2006 dengan judul Upacara Prayascitta dalam menyelesaikan

pelanggaran adat di Desa Pakraman Keramas (Sebuah Studi kasus) dari

Program Pascasarjana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Adapun

rumusan masalah yang diangkat antara lain :

a. Bagaimana bentuk upakara Prayascitta dalam menyelesaikan

pelanggaran adat di Desa Pakraman Keramas?

b. Apa fungsi upakara Prayascitta di dalam pelanggaran adat di Desa

Pakraman Keramas?

c. Apa makna upacara Prayascitta dalam Agama Hindu?

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

15

5. Penelitian yang dilakukan oleh Wayan Resmini dalam bentuk Disertasi

Tahun 2013 dengan judul lembaga penyelesaian sengketa dan penerapan

sanksi adat desa pakraman di Bali dalam perspektif pembaharuan

hukum pidana nasional dari Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Brawijaya, Malang. Dalam penelitiannya menekankan peran

penting penerapan hukum adat dalam hukum pidana nasional.

Penyelesaian sengketa melalui hukum adat dapat membantu beban badan

peradilan dalam menangani berbagai kasus hukum yang cenderung

semakin menumpuk dengan jumlah hakim yang terbatas. Dengan

diakuinya keberadaan lembaga penyelesaian sengketa dan penerapan

sanksi adat dalam pembaharuan hukum pidana nasional akan membawa

peradilan adat kepada tempat yang lebih terhormat.

Berdasarkan pemaparan judul dan rumusan masalah yang telah dikaji dalam

penelitian sebelumnya, khususnya mengenai hakikat dan peranan sanksi adat

dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Awig-awig Desa

Pakraman Keramas belum pernah dilakukan penelitian, sehingga masih relevan

untuk dilakukan penelitian. Atas pertimbangan tersebut, maka penulis tertarik

melakukan penelitian dengan judul hakikat dan peranan sanksi adat dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Awig-awig Desa Pakraman

Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

16

1.7. Landasan Teoritis Dan Kerangka Berpikir

1.7.1. Landasan Teoritis

Dalam setiap penelitian selalu disertai dengan pemikiran-pemikiran

teoritis. Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum

umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum,

norma-norrma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk

membahas permasalahan penelitian”.14

Secara garis besarnya, ilmu hukum dapat dikaji melalui studi law in

books dan studi law in action, dan tersimpul dari uraian dari Roman

Tomasic berikut ini : The focus of the sociology of law, however it is

defined, need to be seen as the studi of the law in action rather the

traditional lawyer is concern with the law in the books.15

Untuk mengkaji permasalahan hukum secara lebih mendalam, maka

diperlukan teori yang berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi, dan

proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis

dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.16

Suatu teori pada hakekatnya merupakan hubungan antara dua fakta

atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut

14

Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Unud, 2013, Pedoman

Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan Tesis, Program Studi Magister Ilmu Hukum

Program Pascasarjana Unud, Denpasar, hal. 44.

15

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode penelitian Hukum, PT Raja

Grafindo, Persada, Jakarta, hal 197.

16

Burhan Ashsofa, 2004, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, hal 19.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

17

merupakan sesuatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara

empiris. Oleh sebab itu dalam bentuknya yang paling sederhana, suatu teori

merupakan hubungan antara dua variabel atau lebih yang telah diuji

kebenarannya.17

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik

atau proses tertentu terjadi. Suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada

fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.18

Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis diantara

perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai

kerangka fikir (Frame of thinking) dalam memahami serta menangani

permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut.19

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk

dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.20

Dalam membahas

permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini, akan digunakan teori, asas-

asas hukum, pendapat sarjana serta norma-norma hukum sebagai landasannya.

Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang

digunakan untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam suatu penelitian.

17

Soerjono Sukamto, Op.cit.., hal 30.

18

J.J.J. M. Wuisman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI

Press, Jakarta, hal 203.

19

Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustofa Adidjoyo,1988, Teori dan Strategi Pembangunan

Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, hal 12.

20

Lexy J. Moleong, 1993, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung,

hal 35.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

18

Dalam Penelitian ini digunakan landasan teoritis berupa Teori Sistem Hukum

(Legal Sistem Theory) dari Lawrence M. Friedman, Ajaran mengenai penanganan

perkara adat dari Moh. Koesnoe, Fungsi Hukum serta Konsep Kesadaran Hukum.

Landasan teori tersebut berfungsi sebagai sarana dalam mengkaji permasalahan

yang ada.

1. Teori Sistem Hukum (Legal Sistem Theory) dari Lawrence M. Friedman

Suatu peraturan perundang-undangan hendaknya memenuhi Teori Sistem

Hukum seperti yang dikemukakan oleh L. M. Friedman yang meliputi :21

a. Struktur Hukum (legal structure)

b. Substansi Hukum (legal substance)

c. Budaya Hukum (legal culture)

Ketiga komponen ini mendukung berjalannya sistem hukum di suatu

negara.22

Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Lawrence M. Friedman bahwa “a legal

sistem in actual operation is a complex organism in which structure, substance,

and culture interact”.23

Komponen substansi hukum (legal substance) terdiri dari aturan substantif

dan aturan tentang bagaimana lembaga-lembaga harus bertindak. Hal ini dapat

21

H. R. Otje Salman Soemodiningrat dan Anthon F. Susanto, 2008, Teori Hukum

(Mengingat, Mengumpulkan, dan Membuka Kembali), selanjutnya disebut H. R. Otje Salman

Soemodiningrat dan Anthon F Susanto I, PT. Refika Aditama, Bandung, hal.153-154.

22

Saifullah, 2007, Refleksi Sosiologi Hukum, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 26.

23 Lawrence M. Friedman, 1975, The Legal Sistem : A Social Science Perspective, Rusell

Sage Foundation, New York, hal. 16.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

19

dilihat dari pernyataan Lawrence M. Friedman bahwa “The substance is

composed of substantive rules and rules about how institutions should behave”.24

Substansi yang dimaksud adalah aturan atau norma, substansi juga berarti produk

atau aturan baru yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam hukum itu, yang

dipakai pada waktu melaksanakan. Dalam hal ini substansi hukum yang dimaksud

adalah aturan atau norma-norma yang ada dalam Awig-awig baik bidang

parhyangan, pawongan dan palemahan.

Komponen struktur hukum (legal structure) merupakan unsur nyata dari

hukum. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Lawrence M. Friedman bahwa

“Structure, to be sure, is one basic and obvious element of the legal sistem .... The

structure of a sistem is its skeletal fremework, it is the elements shape, the

institutional body of the sistem”.25

Artinya struktur dalam sebuah kerangka

permanen, atau unsur tubuh lembaga dengan berbagai fungsinya dalam rangka

mendukung bekerjanya hukum tersebut. Dalam hal ini adalah institusi penegak

hukum yang merupakan unsur nyata dari suatu hukum.

Komponen budaya hukum (legal culture) merupakan sikap perilaku manusia,

kebiasaan-kebiasaan yang dapat membentuk kekuatan-kekuatan sosial untuk

mentaati hukum atau sebaliknya melanggar hukum. Budaya hukum bagian dari

budaya pada umumnya, berupa adat istiadat, pandangan, cara berpikir dan

bertingkah laku, kesemuanya itu dapat membentuk kekuatan sosial yang bergerak

mendekati hukum dan cara-cara tertentu. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan

Lawrence M. Friedman bahwa “Legal culture refers, then, to those parts of

24

Ibid., hal. 14.

25 Ibid.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

20

general culture, customs, opinion, ways of doing and thinking, that bend social

forces toward or away from the law and in particular ways”.26

Artinya budaya

hukum adalah bentuk prilaku masyarakat bagaimana hukum digunakan, dipatuhi

dan ditaati.

Menurut H. L. A. Hart bahwa “a legal sistem is the union of primary and

secondary rules”.27

hukum merupakan persatuan antara aturan primer dan

sekunder. Aturan primer (primary rules) mengatur perilaku manusia untuk

bertindak atau tidak bertindak, sedangkan aturan sekunder (secondary rules)

merupakan aturan yang ditujukan kepada pejabat dan yang ditetapkan untuk

mempengaruhi pengoperasian aturan utama. Aturan sekunder menangani tiga

masalah yaitu :

1. Aturan tentang validitas/sahnya suatu peraturan (rule of recognition);

2. Aturan tentang perubahan suatu peraturan (rule of change);

3. Aturan tentang bagaimana menyelesaikan sengketa hukum (rule of

adjudication).

Legal sistem Theory di Indonesia dijabarkan lebih lanjut oleh Soerjono

Soekanto yang dikenal dengan nama efektivitas hukum. Inti pendapat Soerjono

Soekanto adalah hukum berlaku efektif ditentukan oleh lima faktor. Kelima faktor

yang menentukan efektivitas berlakunya hukum adalah :

a. Faktor Hukumnya sendiri.

26

Ibid, hal. 15.

27

HAL. L.. A. Hart, 1961, The Concept of Law, Oxford University Press, London, hal. 91.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

21

b. Faktor Penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

e. Faktor Kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.28

Apabila hukum berlaku efektif maka akan menimbulkan perubahan, dan

perubahan itu dapat dikatagorikan sebagai perubahan sosial. Dalam hal ini

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa “dalam setiap proses perubahan senantiasa

akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, baik yang berasal

dari dalam masyarakat itu sendiri maupun yang berasal dari luar masyarakat

tersebut”.29

Teori Sistem Hukum (legal system Theory) digunakan untuk mengkaji

Hakikat dan Penerapan sanksi adat menurut Awig-awig Desa Pakraman Keramas.

2. Ajaran Mengenai Penanganan Perkara Adat Dari Moh. Koesnoe

Menurut Moh. Koesnoe, ada dua cara dalam menangani perkara adat yaitu

dengan cara menyelesaikan dan memutus. Menyelesaikan diartikan bahwa segala

persoalan yang menyangkut kepentingan bersama hendaknya dipecahkan

bersama-sama secara musyawarah mufakat oleh anggota-anggotannya atas dasar

kebulatan kehendak bersama. Musyawarah merupakan tindakan seseorang

28

Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Rajawali Pers, Jakarta, hal. 8.

29

Soerjono Soekanto, 1993, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta,

hal. 17.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

22

bersama orang lainnya untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas

suatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh masyarakatnya. Kemudian

mufakat digunakan dalam penyelesaian perbedaan kepentingan-kepentingan

pribadi seseorang terhadap orang lain, sebaiknya dilakukan atas dasar

perundingan antara yang bersangkutan. Diupayakan sampai ada persamaan

pendirian mengenai hal yang dipermasalahkan melalui suatu proses pemufakatan.

Mufakat yang dikehendaki oleh adat, bukanlah mufakat asal mufakat saja,

mufakat itu hanya suatu cara atau alat adalah sesuatu yang menurut alur dan patut,

oleh sebab itu suatu mufakat yang tidak berdasarkan alur dan patut adalah hampa

dan kosong. Disini bukan soal “menang-kalah” dari salah satu pihak, melainkan

kembalinya keadaan keseimbangan yang terganggu sehingga masing-masing

pihak dapat hidup bersama kembali dalam kehidupan secara tenang, tentram dan

sejahtera.

Memutus dimaksudkan bahwa tidak semua perkara adat dapat diselesaikan,

terutama segi-segi yang membahayakan kehidupan bersama begitu berat, sehingga

perlu adanya langkah-langkah yang bersifat tegas dan jelas. Dalam hal ini,

pengambilan keputusan tidak boleh secara sewenang-wenang, akan tetapi harus

mengutamakan asas musyawarah mufakat, keputusan yang di ambil harus dapat

dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan menjunjung

tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

Dalam ajaran memutus ini hak dan kewajiban masing-masing pihak mendapat

perhatian pokok dalam memberi keputusan terhadap permasalahan yang dihadapi.

Hak-hak dan kewajiban masing-masing dirumuskan secara rinci dan tegas, tanpa

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

23

mempertimbangkan apakah pihak-pihak yang bersangkutan akan kembali atau

tidak dalam kehidupan seperti semula. Ajaran memutus lebih menitik beratkan

pada pertimbangan-pertimbangan akal sehat dan apa yang sebanarnya. Kedua

ajaran itu menekankan pentingnya faktor teknik, pikiran dan perasaan.30

Penyelesaian pelanggaran adat dengan menggunakan hukum adat, berarti

menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, kemudian menerapkannya

secara adil dan bijaksana. Dalam penyelesaian pelanggaran adat tidak ada yang

menang atau kalah, melainkan diupayakan agar keseimbangan yang terganggu

pulih kembali, dan para pihak yang bersengketa dapat berhubungan secara

harmonis. Upaya untuk menyelesaikan pelanggaran adat dengan pendekatan

hukum adat yaitu berdasarkan asas rukun, patut dan laras.

Asas rukun merupakan suatu asas yang berhubungan erat dengan pandangan

hidup dan sikap seseorang dalam menghadapi hidup bersama di dalam suatu

lingkungan dengan sesamanya untuk mencapai masyarakat yang aman, tenteram,

dan sejahtera.31

Penerapan asas rukun dalam penyelesaian pelanggaran adat

dimaksudkan untuk mengembalikan keadaan kehidupan seperti keadaan semula,

status dan kehormatannya, serta terwujudnya hubungan yang harmonis sesama

krama desa.

Asas patut menekankan perhatian pada status para pihak, agar dapat

diselamatkan nama baiknya setelah terjadinya pelanggaran adat. “Pendekatan asas

30

Koesno, Mohal., 1979, Catatan-cataran Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga

University Press, Surabaya, hal. 49

31

I Nyoman Sirtha, 2008, Aspek Hukum Dalam Konflik Adat di Bali, Udayana University

Press, Denpasar, hal. 78.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

24

patut dimaksudkan agar penyelesaian konflik adat dapat menjaga nama baik pihak

masing-masing sehingga tidak ada yang merasa diturunkan atau direndahkan

status dan kehormatannya selaku krama desa”.32

Asas laras mengandung anjuran untuk memperhatikan kenyataan dan

perasaan yang hidup dalam masyarakat, yang telah tertanam menjadi tradisi secara

turun temurun.33

Penggunaan asas keselarasan dilakukan dengan memperhatikan

tempat, waktu, dan keadaan sehingga putusan terhadap konflik adat diterima oleh

para pihak dan masyarakat.

Penerapan asas-asas tersebut dalam penyelesaian pelanggaran adat,

berpedoman pada :

1. Pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa harus berusaha

mengarahkan para pihak supaya mau saling mengerti, saling member dan

saling menerima, saling menjaga perasaan satu sama lain, saling

berkorban dan saling memaafkan.

2. Para pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa, perlu mengetahui

bahwa penyelesaian persoalan berdasarkan prinsip-prinsip adat tidak

bertujuan mendapatkan kalah menang, melainkan untuk mengembalikan

keadaan harmonis yang terganggu, sehingga masing-masing pihak dapat

hidup bersama kembali dalam ikatan keseluruhan secara tenang, tenteram

dan damai.

32

Ibid., hal. 80.

33

Ibid., Op.cit., hal. 81.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

25

3. Pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa, harus berusaha

menempatkan status para pihak pada tempatnya.

4. Pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa harus berusaha

memberikan pemecahan atau penyelesaian terhadap persoalan para pihak

berdasarkan hasil musyawarah dan atau mufakat sehingga pemecahan

yang diberikan dapat melegakan para pihak dan juga masyarakat.

5. Dalam mencari pemecahan terhadap persoalan adat yang dihadapi,

pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa dapat berpedoman pada

pengalaman-pengalaman di masa lampau. Untuk itu, para pemuka adat

dapat pula minta nasehat dan petunjuk dari para tetua-tetua adat yang

berpengalaman.

6. Para pemuka adat sebagai Hakim Perdamaian Desa juga perlu

memperhatikan keadaan-keadaan yang telah berubah dan berusaha

memahami rasa keadilan dan kepatutan yang hidup pada masyarakat di

saat itu.34

Ajaran mengenai penanganan perkara adat dari Moh. Koesno ini digunakan

untuk mengkaji permasalahan mengenai hakikat dan pernanan sanksi adat

menurut Awig-awig Desa Pakraman Keramas.

3. Fungsi Hukum

Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (ubi societas ibi ius). Hukum ada

pada setiap masyarakat, kapan pun, di manapun, dan bagaimanapun keadaan

masyarakat tersebut. Artinya eksistensi hukum bersifat sangat universal, terlepas

34

Tjok Istri Putra Astiti, 2010, Desa Adat Menggugat dan Digugat, Udayana University

Press, Denpasar, hal. 80-81.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

26

dari keadaan hukum itu sendiri sangat dipengaruhi oleh corak dan warna

masyarakatnya (hukum juga memiliki sifat khas, tergantung dengan

perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam sebuah komunitas).

Dalam sejarah pemikiran ilmu hukum, terdapat dua paham mengenai fungsi

dan peran hukum dalam masyarakat yaitu :

a. Fungsi hukum adalah mengikuti dan mengabsahkan (justifikasi)

perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, artinya hukum

sebagai sarana pengendali sosial;

b. Fungsi hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahan-perubahan

dalam masyarakat.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai sarana pengendali dan perubahan

sosial, hukum memiliki tujuan untuk menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,

damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan

individu dan masyarakat dapat terlindungi. Hukum dapat berperan di depan untuk

memimpin perubahan dalam kehidupan masyarakat, mewujudkan perdamaian dan

ketertiban bagi seluruh masyarakat.

Menurut Subekti bahwa “hukum tidak hanya dapat dipakai untuk

mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam

masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan-tujuan yang

dipandangnya tidak sesuai lagi, serta menciptakan pola-pola kelakuan baru”.35

Hukum memiliki fungsi yang sangat penting dalam mewujudkan perdamaian dan

35

Suteki, 2013, Hukum dan Alih Teknologi, Thafa Media, Yogyakarta, hal. 14.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

27

ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Menurut Otje Salman Soemodiningrat

bahwa fungsi hukum dibagi menjadi 4 (empat), antara lain :

a. Hukum sebagai pedoman perilaku masyarakat

b. Hukum sebagai pengawasan atau pengendalian sosial (social control)

c. Hukum sebagai penyelesaian sengketa (dispute settlement), dan

d. Rekayasa sosial (social engineering).36

Fungsi hukum ini digunakan untuk mengkaji peranan sanksi adat dalam

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

4. Konsep Kesadaran Hukum

Menurut Salman Soemodiningrat bahwa “Suatu aturan hukum hanya akan

efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat”.37

Walaupun

hukum yang dibuat itu memenuhi persyaratan yang ditentukan secara filosofis dan

yuridis, tetapi kalau kesadaran hukum masyarakat tidak mempunyai respon yang

baik untuk mentaati dan mematuhi peraturan hukum tidak ada, maka peraturan

hukum yang dibuat itu tidak akan efektif berlakunya.38

Efektivitas suatu aturan hukum, selain berisikan norma-norma yang hidup

dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran

hukum masyarakat. Tujuan dari hukum adalah tercapainya keadilan, ketertiban

36

H. R. Otje Salman Soemodiningrat, 1999, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, selanjutnya

disebut H. R. Otje Salman Soemodiningrat II, Alumni, Bandung, hal. 37-38.

37

H. R. Otje Salman Soemodiningrat I, Op.cit. hal. 72.

38

Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,

hal. 97.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

28

dan kepastian. “selain kepastian hukum juga diharapkan suatu kesadaran hukum,

karena kesadaran hukum terkait dengan ketaatan terhadap hukum”.39

Batasan-batasan terhadap kesadaran hukum adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan terhadap hukum

2. Penghayatan fungsi hukum, dan

3. Ketaatan terhadap hukum.40

Batasan-batasan mengenai kesadaran hukum juga diberikan oleh Soerjono

Soekanto yaitu :

Derajat tinggi rendahnya kepatuhan hukum terhadap hukum positif tertulis

ditentukan oleh tingkat kesadaran hukum yang didasarkan pada faktor-faktor

sebagai berikut :

1. Pengetahuan tentang peraturan,

2. Pemahaman hukum,

3. Sikap hukum, dan

4. Pola perilaku hukum.41

Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa ketaatan hukum terbentuk dari

adanya sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum (legal behavior).

Yang dimaksud dengan sikap hukum (legal attitude) dan pola perilaku hukum

(legal behavior).

39

H. R. Otje Salman Soemodiningrat I, Op.cit.., hal. 52.

40

Simposium BPHN, 1975, “Kesadaran Hukum Masyarakat dalam Masa Transisi”, Jakarta,

dalam Muslan Abdurrahman, 2009, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press,

Malang, hal. 34.

41

Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Pres,

Jakarta,, hal. 272.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

29

Sikap hukum adalah suatu kecenderungan untuk menerima hukum karena

adanya penghargaan terhadap hukum sebagai sesuatu yang bermanfaat atau

menguntungkan jika hukum itu ditaati. Sedangkan pola perilaku hukum

merupakan hal yang utama dalam kesadaran hukum, karena disini dapat dilihat

apakah suatu peraturan berlaku atau tidak dalam masyarakat.42

Setelah peraturan adat disahkan dalam hal ini adalah penetapan Awig-awig,

maka masyarakat dianggap mengetahui isi dari norma yang ada dalam Awig-awig

tersebut, baik perilaku yang dilarang maupun perilaku yang diperbolehkan dalam

bidang parhyangan, pawongan dan palemahan, sehingga pengetahuan terhadap

norma yang diatur dalam Awig-awig merupakan unsur penting dalam awal proses

kesadaran hukum itu sendiri. Pemahaman hukum berkaitan dengan pengertian

dari adanya norma dalam Awig-awig tersebut, baik dari segi tujuan yang ingin

dicapai maupun manfaatnya bagi yang diaturnya.

Kesadaran hukum masyarakat tidak identik dengan kepatuhan hukum

masyarakat itu sendiri. Kepatuhan hukum pada hakikatnya adalah kesetiaan

seseorang atau subyek hukum terhadap hukum itu yang diwujudkan dalam bentuk

prilaku nyata, sedangkan kesadaran hukum masyarakat dipengaruhi oleh beberapa

indikator seperti pengetahuan masyarakat terhadap aturan, pemahaman

masyarakat terhadap aturan, sikap hukum masyarakat terhadap aturan dan pola

perilaku hukum masyarakat terhadap aturan.

Dalam Kamus Pintar Bahasa Indonesia, yang disebut dengan “kesadaran

hukum adalah kesadaran seseorang akan nilai-nilai yang terdapat dalam diri

42

Muslan Abdurrahman, Op cit, hal. 36.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

30

manusia mengenai hukum yang ada, kesadaran seseorang akan pengetahuan

bahwa suatu prilaku tertentu diatur oleh hukum”.43

Berdasarkan uraian tersebut,

maka batasan-batasan kesadaran hukum yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah :

1. Pengetahuan masyarakat terhadap peraturan adat dalam hal ini adalah

pengetahuan terhadap isi Awig-awig Desa Pakraman Keramas;

2. Pemahaman masyarakat terhadap peraturan adat, dalam hal ini berkaitan

dengan tujuan dan manfaat dari ditetapkannya norma yang termuat dalam

Awig-awig Desa Pakraman Keramas;

3. Sikap Hukum masyarakat dalam hal menghargai peraturan adat yang

termuat dalam Awig-awig Desa Pakraman Keramas; dan

4. Pola hukum masyarakat terkait dengan pelaksanaan dari peraturan adat

yang termuat dalam Awig-awig Desa Pakraman Keramas.

43

Istiyono Wahyu Y. & Ostaria Silaban, 2006, Kamus Pintar Bahasa Indonesia, Karisma

Publishing Group, Jakarta, hal. 499.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

31

1.7.2. Kerangka Berpikir

HAKIKAT DAN PERANAN SANKSI ADAT DALAM MENINGKATKAN

KESADARAN HUKUM MASYARAKAT TERHADAP AWIG-AWIG (STUDI

KASUS DI DESA PAKRAMAN KERAMAS KECAMATAN BLAHBATUH

KABUPATEN GIANYAR

1. Teori Sistem Hukum

a. Substansi Hukum

b. Struktur Hukum

c. Budaya Hukum

1. Teori Sistem Hukum

a. Substansi Hukum

b. Struktur Hukum

c. Budaya Hukum

2. Ajaran Penanganan Perkara Adat

(Moh. Koesnoe)

a. Menyelesaikan

b. Memutus

3. Fungsi Hukum

4. Konsep Kesadaran Hukum

HAKIKAT SANKSI ADAT SANKSI ADAT DAPAT

MENINGKATKAN KESADARAN

HUKUM MASYARAKAT

Latar Belakang

1. Perubahan pola hidup dan tingkah laku masyarakat di Desa Pakraman Keramas

diikuti dengan aturan yang ditetapkan dalam Awig-awig yang berpedoman pada

konsep Tri Hita Karana.

2. Sanksi adat Desa Pakraman Keramas diharapkan dapat memberikan efek jera

sehingga mampu meingkatkan kesadaran hukum masyarakat

Hasil :

Peranan Sanksi Adat di Desa Pakraman Keramas tidak hanya memiliki

tujuan untuk mengembalikan keseimbangan desa dan memberikan efek

jera, tetapi juga dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

terhadap Awig-awig Desa Pakraman Keramas

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

32

Keterangan :

Kehidupan masyarakat adat di Bali dipengaruhi oleh budaya yang berkaitan

erat dengan nilai-nilai yang bersifat religius. Hukum adat yang hidup dan diakui

dalam kenyataan masyarakat banyak berbaur dengan nilai-nilai keagamaan.

Peraturan adat merupakan nilai-nilai yang terbentuk atau tercipta dalam suatu

masyarakat yang saling berhubungan dengan perilaku manusia dimana apabila ada

yang melanggarnya akan mendapatkan sanksi.

Dalam masyarakat sering terjadi perbedaan kepentingan di antara warganya

atau di antara golongan-golongan tertentu, dimana dalam pemenuhan kepentingan

tersebut tidak jarang menimbulkan suatu pelanggaran-pelanggaran terhadap

peraturan-peraturan yang telah disepakati. Oleh karena itu perlu adanya suatu

rangkaian atas penyelesaian terhadap pelanggaran aturan-aturan yang berlaku.

Dalam menegakkan aturan-aturan adat agar kehidupan masyarakat sesuai dengan

nilai-nilai yang diharapkan oleh masyarakat yang bersangkutan, maka diperlukan

suatu mekanisme pengendalian sosial. Salah satu bentuk pengendalian sosial yang

efektif bagi masyarakat adalah sanksi adat. Hakikat sanksi adat menurut Awig-

awig dapat dilihat dari 3 hal yaitu bentuk sanksi adat, tujuan sanksi adat dan

penerapan sanksi adat yang termuat dalam Awig-awig. Hakikat sanksi adat

menurut Awig-awig Desa Pakraman Keramas dikaji secara mendalam dengan

menggunakan Teori sistem Hukum (Legal Sistem Theory), dan ajaran Moh.

Koesnoe dengan memperhatikan asas rukun, patut dan laras.

Efektivitas suatu aturan hukum, selain berisikan norma-norma yang hidup

dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesadaran

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

33

hukum masyarakat. Sanksi adat selain menimbulkan efek jera bagi pelanggar,

sanksi adat juga memiliki peranan untuk meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat. Peranan sanksi adat dalam meningkatkan kesadaran hukum

masyarakat dikaji secara mendalam dengan menggunakan teori sistem hukum,

ajaran Moh. Koesnoe, fungsi hukum dan konsep kesadaran hukun itu sendiri. Dari

hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam meningkatkan

kesadaran hukum masyarakat melalui pembaharuan perilaku masyarakat yang

mengarah pada kepatuhan dan ketaatan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dilihat hasilnya adalah Peranan

Sanksi Adat di Desa Pakraman Keramas tidak hanya memiliki tujuan untuk

mengembalikan keseimbangan desa dan memberikan efek jera, tetapi juga dapat

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat terhadap Awig-awig Desa Pakraman

Keramas

1.8. Metode Penelitian

1.8.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, yaitu

penelitain hukum positif tidak tertulis mengenai perilaku (behavior) anggota

masyarakat dalam hubungan hidup bermasyarakat. Perilaku itu meliputi

perbuatan yang seharusnya dipatuhi, bersifat perintah maupun larangan.44

44

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, hal 155.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

34

Dalam penelitian hukum dengan aspek empiris, hukum dikonsepkan sebagai

suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Dalam

konteks ini hukum tidak semata-mata dikonsepkan sebagai suatu gejala

normatif yang otonom, sebagai ius constituendum (law as what ought to be),

dan tidak pula semata-mata sebagai ius constitutum (law as what it is in the

book), akan tetapi secara empiris sebagai ius operatum (law as what it is in

society).45

Penelitian empiris ini berguna untuk mengetahui peranan sanksi adat

dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat di Desa Pakraman

Keramas dengan mengacu pada Awig-awig Desa Pakraman Keramas

Kecamatan Blahbatuh Kabupaten Gianyar.

1.8.2. Sifat Penelitian

Penelitian hukum empiris dapat dibedakan menurut sifatnya yaitu

eksploratif, deskriptif dan eksplanatoris. Dalam penelitian hakikat dan

peranan sanksi adat dalam meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

terhadap Awig-awig Desa Pakraman Keramas Kecamatan Blahbatuh

Kabupaten Gianyar adalah penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan menggambarkan

secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau

untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menetukan ada

45

Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Loc.cit., hal 34.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

35

tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam

masyarakat.46

Penelitian ini menggunakan teori-teori, ketentuan peraturan, norma-

norma hukum, karya tulis yang dimuat baik dalam literatur maupun jurnal,

doktrin, serta laporan penelitian terdahulu sudah mulai ada dan bahkan

jumlahnya cukup memadai, segingga dalam penelitian ini hipotesis tidak

mutlak diperlukan.47

1.8.3. Data dan Sumber Data

Data dan Sumber Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang bersumber dari pihak-pihak yang

terlibat dalam kasus atau masalah yang menjadi obyek penelitian

atau data lapangan (Field Research), diperoleh langsung dari

sumber pertama di lapangan yaitu dari informan serta yang

dianggap paling tahu dan yang mengalami langsung tentang

pelaksanaan performans right Awig-awig Desa Pakraman

Keramas.

46

Amiruddin dan Zainal Asikin, Op.cit. hal 25.

47 Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, Loc.cit., hal 34-35.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

36

2. Data Sekunder.

Data sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian

kepustakaan (Library Research) yaitu suatu data yang diperoleh

tidak secara langsung dari sumber pertamanya, melainkan

bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan dalam

bentuk bahan-bahan hukum yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan,

catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan

perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan

hukum primer terdiri dari Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang No.5 Tahun 1979

Tentang pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa, Peraturan Daerah Propinsi Bali

Nomor 3 Tahun 2003 Tentang Revisi Atas Peraturan Daerah

Propinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman,

Awig-awig dan Pararem Desa Pakraman Keramas.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi.

Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

37

kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar

atas putusan pengadilan, literatur-literatur yang berkaitan

dengan hukum adat, makalah atau hasil penelitian yang

berkaitan dengan hakikat dan peranan sanksi adat, Awig-awig

desa pakraman, dan kesadaran hukum masyarakat.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier yaitu terdiri dari kamus-kamus hukum

serperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa

Inggris dan Black Law Dictionary.

1.8.4. Teknik Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan studi

lapangan yaitu suatu cara untuk memperoleh data dengan cara

observasi langsung yaitu dengan mengadakan pengamatan secara

langsung atau tanpa alat terhadap gejala-gejala subyek yang

diselidiki baik pengamatan dilakukan dalam situasi sebenarnya

maupun dilakukan dalam situasi buatan, yang khusus diadakan

seperti interview (wawancara).

Interview adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta

keterangan dan penjelasan-penjelasan sambil menilai jawaban-

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

38

jawabannya, sekaligus interview mengadakan paraphrase,

mengingat dan mencatat jawaban-jawabannya.48

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi

kepustakaan (dokumentasi) yaitu serangkaian usaha untuk

memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah,

mengklasifikasikan dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-

bahan hukum berupa peraturan, konvensi, serta buku-buku

literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan dalam

penelitian ini. Hasil dari pengkajian tersebut kemudian dibuat

ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian

suatu dokumen.

1.8.5. Lokasi Penelitian dan Teknik Penentuan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi penelitian adalah di Desa Pakraman Keramas,

Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar. Pemilihan lokasi

penelitian ini dengan dasar pertimbangan bahwa Desa Pakraman

Keramas yang merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten

Gianyar yang memiliki presentase konflik adat yang cukup besar.

Dalam penerapan sanksi adatnya, Desa Pakraman Keramas lebih

menekankan pada sanksi moral dengan tujuan mengembalikan

48

Ronny Hanitijo, 2002, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, hal 72.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

39

kesucian dan keseimbangan desa. Alasan lainnya yaitu di Desa

Pekraman Keramas terdiri dari enam banjar. Salah satu banjar

yaitu Banjar Lebah, mayoritas kramanya adalah Non Hindu

(Islam) yang tetap taat dan patuh terhadap aturan (Awig-awig)

Desa Pakraman Keramas. Dengan demikian, peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian di desa tersebut.

2. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik non probability sampling yaitu tidak

semua subyek atau individu mendapat kemungkinan yang sama

untuk dijadikan informan.49

Dari beberapa jenis teknik non

probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Snowball Sampling. Dalam teknik Snowball Sampling, pertama-

tama peneliti menentukan informan kunci dan informan

selanjutnya dipilih berdasarkan rekomendasi dari informan kunci.

Informan kunci yang dipakai dalam penelitian ini adalah Bendesa

Adat Desa Pakraman Keramas Kecamatan Blahbatuh Kabupaten

Gianyar.

1.8.6. Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian ilmu hukum aspek empiris ada 2 (dua) model

analisis yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif tergantung

49

Bahder Johan Nasution, Op.cit.. hal. 156.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · 1.1. Latar Belakang Kehidupan masyarakat diatur berdasarkan nilai-nilai dan serta norma sosial sebagai pedoman perilaku

40

dari sifat penelitian dan sifat data yang dikumpulkan peneliti. Dalam

penelitian ini, oleh karena bersifat deskriptif, maka analisis data yang

digunakan adalah analisis data kualitatif.

Analisis data kualitatif yaitu analisis data dengan cara

mengumpulkan data yang terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi

angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat

diukur dalam struktur klasifikasi serta pengumpulan datanya menggunakan

pedoman wawancara dan observasi. Keseluruhan data yang terkumpul, akan

diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis. Proses

analisis dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data dilapangan

kemudian akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.