bab i pendahuluan 1.1. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Serat Babad Sunan Prabu merupakan salah satu naskah koleksi perpustakaan
Pura Pakualaman Yogyakarta dengan nomor koleksi 0104/PP/73, ukuran naskah
27x38 cm, ukuran kolom teks 16x32,2 cm, jumlah halaman 206 halaman, jumlah
baris perhalaman 17 baris perhalaman, jenis kertas yang digunakan adalah kertas
Eropa, berbentuk puisi/tembang macapat terdiri dari delapan pupuh yaitu
Dhandhanggula (8 bait), Mijil (23 bait), Dhandhanggula (25 bait), Mijil (31 bait),
Dhandhanggula (32 bait), Durma (243 bait), Sinom (278 bait) dan Dhandhanggula
(43 bait), jumlah keseluruhan bait 683 bait, nama pemrakarsa dan nama
penulis/penyalin tidak disebutan dalam teks.
Serat Babad Sunan Prabu berisi gambaran umum peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa Prabu Amangkurat IV. Teks diawali dengan peristiwa wafatnya
Paku Buwana I dan dilanjutkan dengan pengangkatan Pangeran Dipati yang
selanjutnya bergelar Prabu Amangkurat Senapati Ngalaga di Murti menggantikan
Paku Buwana I. Teks dilanjutkan dengan masa bertahtanya Prabu Amangkurat IV,
dimana cara untuk mempertahankan kepemimpinannya salah satunya dengan
mencabut sejumlah benda kehormatan milik kedua adiknya yaitu Pangeran Purbaya
dan Pangeran Blitar sehingga menimbulkan perlawanan.
Diceritakan juga intrik-intrik dan perlawanan yang dilakukan oleh Kompeni
di bawah komando Tuan Atmral Baritman yang memihak kepada Prabu
Amangkurat IV. Kerjasama Prabu Amangkurat IV dengan Kompeni untuk
melawan kedua pangeran berhasil, dimana mereka telah berhasil mengasingkan
2
Pangeran Purbaya ke Pulau Kap. Hal ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk
suksesi kepemimpinan.
Suksesi kepemimpinan terdiri dari dua kata yaitu suksesi yang berarti suatu
proses pergantian dan kepemimpinan yang berarti cara memimpin (KBBI, 1992).
Arianto Sam (2008) mengatakan Suksesi adalah suatu proses perubahan,
berlangsung satu arah secara teratur yang terjadi pada suatu komunitas dalam
jangka waktu tertentu hingga terbentuk komunitas baru yang berbeda dengan
komunitas semula.
Suksesi mengisyaratkan terjadinya pergantian kekuasaan. Kekuasaan adalah
kemampuan seseorang (golongan) untuk mempengaruhi orang (golongan) lain
(KBBI, 1988: 468). Arti yang lebih tegas, kekuasaan adalah kemampuan untuk
memaksakan kehendak pada orang lain, untuk membuat orang lain melakukan
tindakan-tindakan seperti yang dikehendaki oleh pemegang kekuasaan itu (Suseno,
1984: 98). Makna pokok kekuasaan itu terjadi oleh karena kekuasaan itu tidak dapat
dibagi rata kepada semua anggota masyarakat (Soemardjan, 1984: 337).
Paham Jawa, pembagian kekuasaan itu memang dapat berubah (Suseno,
1984: 100). Perubahan pembagian kekuasaan itulah yang merupakan bentuk
suksesi. Kepemimpinan merupakan sikap dari seorang individu yang memimpin
berbagai kegiatan dari suatu kelompok menuju suatu tujuan yang ingin dicapai
bersama-sama (Hemhill dan Coon, 1995).
Teori Kartini Kartono (1994 : 48) Kepemimpinan itu karakternya khas,
spesifik, dibutuhkan pada satu situasi tertentu. Sebab di dalam sebuah kelompok
yang melakukan kegiatan-kegiatan tertentu & memiliki sebuah tujuan serta
berbagai macam peralatan yang khusus. Pemimpin sebuah kelompok dengan ciri-
3
ciri yang karakteristik adalah fungsi dari situasi tertentu. Suksesi kepemimpinan
yaitu suatu proses peralihan dari suatu generasi ke generasi yang lain, selanjutnya
untuk memimpin sekelompok orang dalam satu wilayah atau lokal tertentu dan
untuk jangka waktu tertentu.
Penelitian terdahulu yang menggunakan tinjauan sosiologi sastra dan
dijadikan refrensi dalam penelitian ini diantaranya:
1. Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman el Shirazy dengan
Tinjauan Sosiologi sastra skripsi milik Anis Handayani (2009) dari
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas
Maret (UNS) Penelitian Anis Handayani mengusung sebuah novel karya
Habibburrahman el Shirazy yang menepis anggapan kaum sekuler bahwa
novel islami telah kehilangan nilai sastranya.
2. Skripsi berjudul Aspek Moralitas dalam Novel Edensor karya Andrea
Hirata dengan Tinjauan Sosiologi Sastra milik Anggun Khitriana Lestari
(2012) dari fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegori. Novel
Edensor adalah salah satu novel karya Andrea Hirata yang merupakan
potret latar belakang pendidikan di Indonesia. Dalam novel ini Andrea
Hirata melukiskan perjuangan dan kerja keras, serta pengalaman lahir
batin tokoh Ikal dan Arai ketika tinggal di Sorbonne, Prancis. Berbagai
konflik terjadi dalam novel menimbulkan aspek moralitas yang menjadi
pesan dalam novel ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap
kaitan antarunsur struktur dan mengungkapkan aspek moralitas dalam
novel Edensor. Hasil analisis novel Edensor adalah terdapat beberapa
nilai moralitas yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari,
4
misalnya tidak pernah putus asa pada cobaan berat dari Tuhan, ketulusan
dan kasih sayang kepada sesama, berusaha dan bekerja keras untuk
meraih cita-cita, menuntut ilmu, kesetiaan dan cinta sejati, dan
memegang teguh prinsip
3. Aspek Sosial Dalam Kumpulan Cerpen Protes karya Putu Wijaya dengan
Tinjauan Sosiologi Sastra skripsi milik Tri Sakti Murti Astuti (2010) dari
Fakuktas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universistas
Muhamadiah Surakarta (UMS). kumpulan cerpen Protes karya Putu
Wijaya terkandung nilai sosial karena sebagian besar cerpennya memuat
kritik yang ditujukan terhadap ketimpangan sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Ketimpangan tersebut dapat berupa kemiskinan, Perilaku
sewenang -wenang penguasa, dan kesenjangan sosial . Kemiskinan
merupakan hal yang paling penting untuk dibahas karena termasuk aspek
sosial yang paling banyak terjadi.
4. Disertasi Nilai- nilai Kehidupan Masyarakat Buton : Kajian Fisiologi
dan Sosiologi Sastra Suntingan Teks dan Terjemahan terhadap Naskah
Kabanti Ajonga Yinda Malusa oleh Drs. Ali Rosdin M.hum (2015) dari
Universitas Gajah Mada. Kajian sosiologi sastra menunjukkan bahwa
teks KAYM adalah sebuah karya sastra berbentuk puisi yang ditulis
untuk tujuan naratif, yakni membawakan cerita yang panjang mengenai
suatu hal, tersusun dalam bentuk empat baris dengan skema rima akhir
tidak beraturan, setiap larik atau beberapa larik merupakan kesatuan ide,
dan dapat digolongkan ke dalam puisi kata yang disajakkan.
5
5. Skripsi berjudul Cerminan Zaman Kolonial: Analisis Sosiologi Sastra
pada Novel Soekarno Kuantar ke Gerbang Karya Ramadhan K.H oleh
Dwi Hastuti (2015) dari Universitas Gajah Mada yang bertujuan untuk
mengetahui cerminan zaman kolonial dan situasi sosial pengarang dalam
melatarbelakangi penciptaan novel Soekarno Kuantar ke Gerbang.
Berdasarkan penelitian terdahulu sebagai referensi dan sebatas
sepengetahuan penulis belum terdapat penelitian terhadap suntingan teks Babad
Sunan Prabu menggunakan kajian sosiologi sastra, maka perlu diadakan penelitian
terhadap suntingan teks Babad Sunan Prabu dengan menggunakan pendekatan
sosiologi Sastra.
Alasan pememilihan suntingan teks Babad Sunan Prabu ini sebagai objek
penelitian, karena Serat Babad Sunan Prabu ini mengandung tentang suksesi
kepemimpinan yang sangat menarik untuk dikaji. Pendekatan Sosiologi Sastra
dilipih sebagai pendekatan dalam penelitian ini karena masalah yang terdapat dalam
Serat Babad Sunan Prabu merupakan masalah sosial yaitu suksesi kepemimpinan.
Sosiologi sastra merupakan suatu pendekatan yang memperhitungkan nilai
penting berhubungan antara sastra dan masyarakat. Sastra dan masyarakat
dikatakan mempunyai suatu hubungan, hal tersebut berdasarkan pada: (1). Karya
sastra diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan
orang banyak, (2). Pengarang merupakan anggota suatu masyarakat yang terikat
oleh status sosial tertentu, (3). Bahasa yang digunakan dalam karya sastra adalah
bahasa yang ada dalam suatu masyarakat, jadi bahasa itu merupakan ciptaan soaial,
(4). Karya sastra mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan oleh pengarang dan
6
pikiran-pikiran itu pantulan hubungan seseorang sebagai pengarang dengan orang
lain atau masyarakat (dalam Yudiono KS, 2000:3).
Tiga komponen pokok dalam pendekatan sosiologi sastra ada menurut
pendapat Waren dan Wellek (1990), ada tiga hal yaitu:
1. Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideology
sosial, jenis kelamin penagarang, umur, profesi, agama atau keyakinan
pengarang, dll yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.
2. Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri,
yaitu karya sastra dan tujuan karya sastra dan hal-hal yang tersirat dalam
karya sastra dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Sosiologi pembaca, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra terhadap masyarakatnya. (dalam Kasnadi&Sutejo, 2010:59).
Sosiologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang bergerak dan melihat
faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu, sehingga
dapat dikatakan bahwa faktor sosial sebagai mayornya dan sastra sebagai minornya.
Penelitian lain mengatakan bahwa sosiologi sastra bergerak dari faktor-faktor sosial
yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya dipakai untuk memahami
fenomena sosial yang ada di luar teks sastra. Berdasarkan kedua pengertian tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa sosiologi sastra merupakan suatu disiplin yang
memandang teks sastra sebagai pencerminan dari realitas sosial (Sangidu,2004: 27-
28). Penelitian menggunakan sosiologi sastra sebagai sarana pendekatan terhadap
objek kajian karena dipandang bahwa pendekatan sosiologi sastra yang paling tepat.
Mengingat bahwa penelitian ini bertujuan dapat mengangkat aspek-aspek
7
kemasyarakatan di dalam Serat Babad Sunan Prabu, khususnya yang berhubungan
dengan suksesi kepemimpinan.
Penelitian ini diharapkan berhasil dengan baik, mampu menghasilkan laporan
yang sistematis dan bermanfaat secara teoretis maupun secara praktis.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat teoretis sebagai berikut.
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
studi analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang
penelitian Babad yang memanfaatkan teori sosiologi sastra.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan teori
sosiologi sastra dalam mengungkapkan Serat Babad Sunan Prabu.
c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi penelitian karya sastra
Jawa dan menambah wawasan kepada pembaca tentang aspek
suksesi kepemimpinan dengan teori sosiologi sastra.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut.
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada
kita tentang aspek suksesi kepemimpinan dengan teori sosiologi
sastra.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam
mengaplikasikan aspek suksesi kepemimpinan dengan tinjauan
sosiologi sastra.
c. Melalui pemahaman mengenai aspek suksesi kepemimpinan dengan
teori sosiologi sastra diharapkan dapat membantu pembaca dalam
8
mengungkapkan makna yang terkandung dalam Serat Babad Sunan
Prabu.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penelitian ini diberi judul
Sukesi Kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Prabu (Sebuah Pendekatan
Sosiologi Sastra).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di
atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut:
1) Bagaimanakah keterkaitan antarunsur struktural yang terdapat pada Serat
Babad Sunan Prabu berdasarkan teori Roman Ingarden meliputi lapis bunyi,
lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis?
2) Bagaimanakah latar belakang terjadinya suksesi kepemimpinan dalam Serat
Babad Sunan Prabu?
3) Bagaimanakah dampak suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan
Prabu?
1.3. Tujuan Pembahasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, penelitian ini akan
mengkaji suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Parbu dengan tinjauan
Sosiologi Sastra. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1) Mendeskripsikan keterkaitan keterkaitan antarunsur struktural yang terdapat
pada Serat Babad Sunan Prabu berdasarkan teori Roman Ingarden meliputi
lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis.
9
2) Mendeskripsikan latar belakang terjadinya suksesi kepemimpinan dalam
Serat Babad Sunan Prabu.
3) Mendeskripsikan dampak suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan
Prabu.
1.4. Batasan Masalah
Penelitian terhadap Serat Babad Sunan Prabu sebenarnya dapat dilakukan
dengan banyak pendekatan, namun dalam penelitian ini lebih memilih
menggunakan pendekatan Sosiologi Sastra karena masalah yang terdapat dalam
Serat Babad Sunan Prabu merupakan masalah sosial yaitu suksesi kepemimpinan.
Pembatasan masalah digunakan untuk membatasi mengenai kajian teori yang
digunakan untuk menganalisis data, pembatasan masalah juga berfungsi sebagai
pembatas kajian agar lebih terarah, tidak meluas dan sesuai tujuan penelitian.
Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1) Unsur-unsur struktural yang terdapat pada Serat Babad Sunan Prabu
berdasarkan teori Roman Ingarden meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek,
lapis dunia dan lapis metafisis.
2) Latar belakang terjadinya suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan
Prabu.
3) Dampak suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Prabu.
10
1.5. Landasan Teori
1.5.1. Teori Suksesi
Suksesi merupakan perpindahan kepemimpinan dari pendahulu kepada
penerus (Sharma et al., 2001). Istilah suksesi diambil dari kata bahasa Inggris
succession, atau bahasa Latin succeio, yang berarti penggantian, urutan,
pewarisan ( Andi Hamzah, 1986).
Suksesi mengisyaratkan terjadinya pergantian kekuasaan. Kekuasaan
adalah kemampuan seseorang (golongan) untuk mempengaruhi orang
(golongan) lain (KBBI, 1988: 468). Arti yang lebih tegas, kekuasaan adalah
kemampuan untuk memaksakan kehendak pada orang lain, untuk membuat
orang lain melakukan tindakantindakan seperti yang dikehendaki oleh
pemegang kekuasaan itu (Suseno, 1984: 98). Makna pokok kekuasaan itu
terjadi oleh karena kekuasaan itu tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota
masyarakat (Soemardjan, 1984: 337). Dalam paham Jawa, pembagian
kekuasaan itu memang dapat berubah (Suseno, 1984: 100). Perubahan
pembagian kekuasaan itulah yang merupakan bentuk suksesi.
Suksesi dalam pengertiannya dipandang sebagai proses perubahan
sosial politik dalam pengertian yang luas. Suksesi berkaitan dengan sistem
pembagian otoritas yang mengakibatkan timbulnya dua macam kategori sosial
di dalam masyarakat. Mereka yang menduduki sebagai pemenang otoritas,
yang baik secara substansial maupun arahnya berlawanan satu sama lain dalam
mencapai kepentingannya, sedangkan proses peralihan kewenangan atau
suksesi itu sendiri terdapat tiga cara. Yang pertama, secara turun temurun.
11
Artinya bahwa peralihan suatu jabatan atau kewenangan yang dialihkan kepada
keturunan atau keluarga pemegang jabatan terdahulu, hal ini biasanya terjadi
pada pemerintahan otokrasi tradisional. Kedua, secara paksa yaitu jabatan atau
kewenangan yang terpaksa dialihkan kepada orang lain tidak menurut prosedur
yang sudah disepakati, melainkan dengan kekerasan seperti kudeta dan
revolusi. Ketiga, secara pemilihan yaitu dilakukan secara langsung melalui
badan perwakilan rakyat (Amien Rais, 1997:13).
Suksesi dan Keajaiban Kekuasaan dalam bukunya, Amien Rais
mengemukakan bahwa terdapat lima alasan mengapa harus terjadi sebuah
suksesi dalam sistem kekuasaan negara. Alasan-alasan tersebut antara lain :
1. Penguasa yang terlalu lama berkuasa akan cenderung melakukan tindak
korupsi.
2. Pimpinan nasional yang terlalu lama berkuasa akan melahirkan kultus
individu (the cult of individual), yang mana hal ini akan mengabaikan
rasionalisme manusia.
3. Suksesi, rotasi, atau regenerasi elit adalah sebuah keharusan dalam sebuah
sistem demokrasi yang ditandai dengan tingginya partisipasi rakyat dalam
menentukan kedudukan seorang pemimpin ataupun pengambilan
keputusan atau kebijakan negara.
4. Kelompok elit yang terlalu lama memegang kekuasaan cenderung
kehilangan misi ataupun kreativitas.
5. Sebuah lapisan yang sudah lama memegang kekuasaan secara perlahan
akan meyakini bahwa dirinya adalah personifikasi stabilitas dan eksistensi
negara.
12
Suksesi politik sendiri memiliki kaitan yang erat dengan krisis legitimasi.
Bentuk konkrit dari hal ini adalah fenomena penurunan kepercayaan rakyat
terhadap suatu pemimpin bisa berdampak pada perubahan politik.
Dimaksudkan dengan legitimasi adalah legitimasi dari pemerintahan yang
sebelumnya. Apabila tingkat legitimasi rendah, maka sebuah suksesi politik
akan mudah terjadi. Begitu juga sebaliknya, apabila tingkat legitimasi tinggi
maka sebuah suksesi politik akan sulit terjadi karena dukungan masyarakat
pada pemerintah besar. Dalam ilmu politik, legitimasi diartikan seberapa jauh
masyarakat mau menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau
kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin. Pada intinya legitimasi
merupakan kepatuhan dari yang diperintah terhadap yang memerintah.
Legitimasi ini merupakan wujud dukungan sukarela terhadap suatu pemimpin
atau pemerintahan. Dalam konteks legitimasi ini, hubungan antara pemimpin
dan masyarakat yang dipimpin lebih ditentukan oleh keputusan masyarakat
untuk menerima atau menolak kebijakan yang diambil oleh seorang pemimpin
(Amien Rais, 1997).
1.5.2. Teori Kepemimpinan
Teori Great Man dalam buku (Wuradji, 2009) mengatakan bahwa
pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not
made) dan dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin merupakan orang yang
memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan kualitas istimewa yang
dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai
macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang
13
sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada
dengan hal tersebut, (Kartono, 1994) dalam bukunya membagi definisi teori ini
dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir
menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan
yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi
kondisi yang bagaimanpun juga. James (1980), menyatakan bahwa setiap
jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para
pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang
lain yang berusaha membawa masyarakat kearah yang berlawanan.
Judith R. Gordon dalam buku (Wuradji, 2009) menyatakan bahwa
seorang pemimpin harus memiliki karakter, seperti kemampuan intelektual,
kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relations,
motivasi instrinsik dan dorongan untuk maju (achievement drive). Pendapat
Sondang P. Siagian (1994:75-76), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki
ciri-ciri ideal diantaranya :
1. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas,
obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa
depan.
2. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi,
keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan
menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
3. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan
skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan
mendidik dan berkkomunikasi secara efektif.
14
Kepemimpinan merupakan sikap dari seorang individu yang memimpin
berbagai kegiatan dari suatu kelompok menuju suatu tujuan yang ingin dicapai
bersama-sama (Hemhill dan Coon, 1995)
Definisi kepemimpinan mencakup tiga elemen yaitu sebagai berikut:
(Pidekso dan Harsiwi, 2001:2)
a. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept).
Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para
pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat
dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus
mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan
para pengikut mereka.
b. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin
harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner
(1986-1988) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas.
Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong
proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak
menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
c. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil
tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara,
sepertimmenggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model
(menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum,
restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
15
1.5.3. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi merupakan ilmu yang mengkaji segala aspek kehidupan sosial
manusia (Kasnadi&Sutejo, 2010: 56). Sosiologi sastra merupakan suatu
pendekatan yang memperhitungkan nilai penting berhubungan antara sastra
dan masyarakat. Sastra dan masyarakat dikatakan mempunyai suatu hubungan,
hal tersebut berdasarkan pada: (1). Karya sastra diciptakan oleh pengarang
untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan orang banyak, (2). Pengarang
merupakan anggota suatu masyarakat yang terikat oleh status sosial tertentu,
(3). Bahasa yang digunakan dalam karya sastra adalah bahasa yang ada dalam
suatu masyarakat, jadi bahasa itu merupakan ciptaan sosial, (4). Karya sastra
mengungkapkan hal-hal yang dipikirkan oleh pengarang dan pikiran-pikiran
itu pantulan hubungan seseorang sebagai pengarang dengan orang lain atau
masyarakat (dalam Yudiono KS, 2000:3).
Tiga komponen pokok dalam pendekatan sosiologi sastra ada menurut
pendapat Waren dan Wellek (1990), ada tiga hal yaitu:
1. Sosiologi pengarang, yang mempermasalahkan status sosial, ideology
sosial, jenis kelamin penagarang, umur, profesi, agama atau keyakinan
pengarang, dll yang menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.
2. Sosiologi karya sastra, yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri,
yaitu karya sastra dan tujuan karya sastra dan hal-hal yang tersirat dalam
karya sastra dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
3. Sosiologi pembaca, mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra terhadap masyarakatnya. (dalam Kasnadi&Sutejo, 2010:59).
16
Sosiologi sastra merupakan sebuah pendekatan yang bergerak dan
melihat faktor sosial yang menghasilkan karya sastra pada suatu masa tertentu,
sehingga dapat dikatakan bahwa faktor sosial sebagai mayornya dan sastra
sebagai minornya. Penelitian lain mengatakan bahwa sosiologi sastra bergerak
dari faktor-faktor sosial yang terdapat di dalam karya sastra dan selanjutnya
dipakai untuk memahami fenomena sosial yang ada di luar teks sastra.
Berdasarkan kedua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
sosiologi sastra merupakan suatu disiplin yang memandang teks sastra sebagai
pencerminan dari realitas sosial (Sangidu,2004: 27-28).
Penelitian menggunakan sosiologi sastra sebagai sarana pendekatan
terhadap objek kajian karena dipandang bahwa pendekatan sosiologi sastra
yang paling tepat. Mengingat bahwa penelitian ini bertujuan dapat mengangkat
aspek-aspek kemasyarakatan di dalam Serat Babad Sunan Prabu, khususnya
yang berhubungan dengan suksesi kepemimpinan.
1.5.4. Teori Struktural berdasarkan teori Roman Ingarden meliputi lapis
bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia dan lapis metafisis
Analisis struktural pada dasarnya bertujuan memaparkan secermat
mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara
bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tidak
cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi,
misalnya peristiwa, plot tokoh, latar atau yang lain. Namun, yang lebih penting
adalah menunjukkan bagaimana hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa
17
yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin
dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2000: 37).
Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsic karya
sastra yang bersangkutan (Nurgiyantoro, 1995: 37).
Roman Ingarden (dalam Rachmat Djoko Pradopo, 1995: 15)
menganalisis norma-norma puisi sebagai berikut: lapis suara/bunyi, lapis arti,
lapis objek yang dikemukakan, lapis dunia, dan lapis metafisis.
1. Lapis Bunyi
Puisi berupa satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, dan
berangkai merupakan seluruh bunyi/suara sajak: suara frasa dan suara
kalimat. Dalam puisi analisis lapis bunyi ditujukan pada bunyi-bunyi atau
pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang dipergunakan
untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni.
2. Lapis Arti
Berupa rangkaian fonem, suku kata, frase dan kalimat. Rangkaian
kalimat menjadi alinea, bab dan totalitas puisi.
3. Lapis Objek
Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga, berupa objek-
objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Pelaku atau
tokoh, latar waktu, latar tempat. Dunia pengarang adalah ceritanya, yang
merupakan dunia yang diciptakan oleh pengarang. Ini merupakan
18
gabungan dan jalinan antara objek-objek yang dikemukakan, latar, pelaku,
serta struktur cerita (alur).
4. Lapis Dunia
Lapis dunia yang tak usah dinyatakan atau dikemukakan, tetapi
sudah implisit dalam cerita ataupun karya sastra yang disampaikan.
5. Lapis Metafisis
Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca
berkontemplasi/merenung dengan apa yang disampaikan dalam karya
sastra.
1.5.5. Serat Babad Sunan Prabu
Babad merupakan titik temu antara sastra dan sejarah. Realitas dalam
babad telah berpadu dengan kreativitas. Maka realitas itu telah menunjukkan
wajah baru. Dengan demikian, babad bukanlah mutlak dipandang sebagai
dokumen sejarah, tetapi juga dipandang sebagai teks yang secara kreatif, dan
menurut konvensi kebudayaan Bali, menafsirkan dan membayangkan hal – hal
sejarah dan bukan sejarah dalam rangka pandangan dunia masyarakat Bali.
Teks babad merupakan kenyataan yang diberi nilai dan makna lewat
cerita. Oleh karena itu, babad menjadi semacam model gaya bercerita yang
laku dalam kebudayaan Bali pada zaman itu. Demikian, seorang penulis babad
lebih menekankan pemberian makna dan eksistensi manusia lewat cerita,
peristiwa yang barangkali tidak benar secara faktual tetapi masuk akal secara
maknawi. Jadi, dalam membaca babad kita selalu sadar bahwa kita berada
dalam tegangan history dan story dengan kata lain, manusia dapat hidup dalam
perpaduan antara kenyataan dan impian yang kedua – duanya hakiki untuk kita
19
sebagai manusia. Oleh karena itu, keobjektifan mutlak tidak pernah tercapai
karena beberapa hal, yaitu: (1) Fakta – fakta tidak pernah lengkap, selalu
fragmentaris; (2) Penulis babad mau tak mau harus berlaku selektif, tidak
semua fakta dan data sama penting dan relevennya. Ia harus memilih dan
kriteria objektif untuk penyelesaian tidak ada sehingga cendrung menulis apa
yang sebaiknya ditulis bukan apa yang seharusnya ditulis; (3) Penulis babad
adalah manusia yang latar belakang, kecendrungan, pendiriannya bersifat
subjektif, ditentukan oleh pengalaman, situasi, dan kondisi hidupnya sebagai
manusia sosio – budaya pada masa dan masyarakat tertentu (Teeuw, 1988).
Serat Babad Sunan Prabu adalah salah satu naskah koleksi perpustakaan
Pura Pakualaman nomor koleksi 0104/PP/73, ukuran naskah 27x38 cm, ukuran
kolom teks 16x32,2 cm, jumlah halaman 206 halaman, jumlah baris
perhalaman 17 baris perhalaman, jenis kertas yang digunakan adalah kertas
Eropa, berbentuk puisi/tembang macapat terdiri dari delapan pupuh yaitu
Dhandhanggula (8 bait), Mijil (23 bait), Dhandhanggula (25 bait), Mijil (31
bait), Dhandhanggula (32 bait), Durma (243 bait), Sinom (278 bait) dan
Dhandhanggula (43 bait), jumlah keseluruhan bait adalah 683 bait, nama
pemrakarsa dan naman penulis/penyalin tidak disebutan dalam teks.
Serat Babad Sunan Prabu berisi gambaran umum peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada masa Prabu Amangkurat IV. Teks diawali dengan peristiwa
wafatnya Paku Buwana I dan dilanjutkan dengan pengangkatan Pangeran
Dipati yang selanjutnya bergelar Prabu Amangkurat Senapati Ngalaga di Murti
menggantikan Paku Buwana I. Teks dilanjutkan dengan masa bertahtanya
Prabu Amangkurat IV, dimana cara untuk mempertahankan kepemimpinannya
20
salah satunya dengan mencabut sejumlah benda kehormatan milik kedua
adiknya yaitu Pangeran Purbaya dan Pangeran Blitar sehingga menimbulkan
perlawanan.
Dikisahkan juga intrik-intrik dan perlawanan yang dilakukan oleh
Kompeni di bawah komando Tuan Atmral Baritman yang memihak kepada
Prabu Amangkurat IV. Kerjasama Prabu Amangkurat IV dengan Kompeni
untuk melawan kedua pangeran berhasil, dimana mereka telah berhasil
mengasingkan Pangeran Purbaya ke Pulau Kap. Teks diakhiri dengan wafatnya
Prabu Amangkurat IV.
1.6. Metode Penelitian
Metode dalam suatu penelitian sangatlah diperlukan, karena berhasil tidaknya
suatu penelitan dipengaruhi oleh tepat tidaknya metode yang dipakai. Metode
adalah suatu cara kerja untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif.
1.6.1. Bentuk Penelitian dan Strategi Penelitian
Penelitian yang digunakan untuk mengkaji teks Babad Sunan Prabu
adalah penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,
2004:3), metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan
data deskriptif. Data deskriptif dalam penelitian ini berupa analisis kutipan-
kutipan wacana pada “Babad Sunan Prabu” untuk memberi gambaran.
Strategi penelitian yang digunakan peneliti adalah strategi penelitian
terpancang (embedded Research). Penelitian terpancang adalah penelitian yang
21
sudah memilih dan menentukan variabel yang menjadi fokus utama (Sutopo,
2002:112). Variabel utama dalam penelitian ini adalah suksesi kepemimpinan
“Babad Sunan Prabu” yang sudah ditentukan sebelumnya.
Ditinjau dari kasusnya, merupakan studi kasus tunggal (case study).
Studi kasus tunggal yaitu penelitian terarah hanya pada satu karakteristik
(Sutopo, 2002:112). Studi kasus tunggal dalam penelitian ini hanya pada
suntingan teks “Babad Sunan Prabu”. Penelitian ini menggunakan metode
embedded research and case study.
1.6.2. Data dan Sumber data
1.6.2.1. Data
Data pada dasarnya adalah bahan mentah yang dikumpulkan oleh
peneliti dari dunia yang dipelajarinya (Sutopo, 2002:73). Data dalam
penelitian ini berupa data kualitaitf. Data kualitatif adalah data yang tidak
terukur secara numerik, seperti jenis kelamin, agama, atau warna kulit.
Data dalam penelitian ini berupa teks yang berwujud bait-bait (satuan
peristiwa) yang terdapat pada suntingan teks Babad Sunan Prabu.
1.6.2.2. Sumber Data
Sumber data adalah subjek penelitian dari mana data itu diperoleh
(Siswantoro, 2010:63). Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber
data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang langsung dan segera
diperoleh dari sumber data dan penyelidikan untuk tujuan penelitian
(Surachmad, 1990:163). Sumber data primer dalam penelitian ini
22
adalah buku yang berjudul Babad Sunan Prabu oleh Rahmat, yang
diterbitkan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia tahun
2010 dengan ISBN: 978-979-008-355-4, yang merupakan suntingan
teks dari Naskah Babad Sunan Prabu, naskah koleksi perpustakaan
Pakualaman Yogyakarta dengan nomor koleksi 0104/PP/73.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu data yang lebih dulu
dikumpuuulkan orang di luar penyidik, walaupun dikumpulkan orang
itu termasuk data asli (Surachmad, 1990:163). Data sekunder dalam
penelitian ini adalah hasil wawancara dengan Rahmat selaku peneliti
Filologi.
1.6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengmupulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik content analysis dan interview.
Teknik content analysis digunakan dalam penelitian ini, content analysis
adalah metodelogi penelitian yang memanfaatkan prosedur untuk menarik
kesimpulan yang shahih dari sebuah buku atau dokumen (Lexy J. Moleong,
2011: 163)
Melalui content analysis data yang diperoleh secara cermat untuk dapat
diambil kesimpulan mengenai data yang digunakan dalam penelitian ini, serta
hal penting yang menjadi pokok persoalan penelitian, dengan demikian analisis
tersebut mengacu pada beberapa dokumen atau yang relevan dengan penelitian.
Tenik interview juga digunakan dalam penelitian ini. Interview adalah
percakapan dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
23
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan, dan
terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu
(Lexy J. Moleong, 2007 : 186).
Penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam, ini bertujuan
untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi
pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi, Sulistyo-Basuki (2006:173).
Untuk menghindari kehilangan informasi, maka peneliti meminta ijin
kepada informan untuk menggunakan alat perekam. Sebelum dilangsungkan
wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau memberikan sekilas
gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas mengenai topik penelitian.
Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang benar dalam melakukan
wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti ganda,
taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.
b. Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung banyak
pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya dipecah menjadi
beberapa pertanyaan baru. Pewawancara hendaknya mengajukan
pertanyaan yang konkrit dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.
c. Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka
pengalaman konkrit si responden.
d. Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada atau
sama sekali tidak menyebutkan alternatif.
e. Wawancara mengenai hal yang dapat membuat responden marah ,malu
atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang dapat memperhalus.
24
Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada Rahmat selaku
peneliti filologi terhadap Serat Babad Sunan Prabu.
1.6.4. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.
Berbeda dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap
analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensi-
dimensi uraian. Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses
yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan
hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai untuk
memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (dalam Lexy J. Moleong,
2000:103). Berdasarkan definisi di atas dapat disentesiskan menjadi, proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2000:103).
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian adalah teknik analisis
interaktif dengan teknik analisis interaktif yaitu berinteraksi tiga komponen
utama yang meliputi reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan beserta
verifikasinya (Miles dan Humberman dalam HB. Sutopo, 2006:113).
25
1.6.4.1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan, pengabstrakan dari semua jenis informasi yang tertulis
lengkap dalam catatan di lapangan (fieldnote). Sebagaimana diketahui,
reduksi data berlangsung terus menerus (H.B Sutopo, 2006:114).
Tahapan ini dimulai dengan membaca serta mengelompokkan data
berdasarkan deskripsi data yang meliputi struktur pembangun Serat Babad
Sunan Prabu, serta mengenai data tentang aspek sosiologi yang meliputi
latar belakang suksesi kepemimpinan serta dampak dari suksesi
kepemimpinan yang terdapat dalam Serat Babad Sunan Prabu, tahap ini
semua data yang terkumpul kemudian diidentifikasikan dan
diklasifikasikan.
1.6.4.1. Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi,
deskripsi dalam bentuk narasi lengkap yang untuk selanjutnya
memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data disusun
berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data dan disajikan
secara logis (H.B Sutopo, 2006:114-115). Tahapan ini dimulai dengan
membaca dan mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data kemudian
disajikan dalam analisis struktural yang membangun dalam Serat Babad
Sunan Prabu maupun data mengenai aspek sosiologi sastra yang meliputi
suksesi kepemimpinan dalam Serat Babad Sunan Prabu. Tahap ini semua
data yang terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan.
26
Data yang telah dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya
disajikan berdasarkan karakteristik data. Setelah data-data yang ada
disajikan, kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk
mempermudah tahap interprestasi.
1.6.4.2. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Peneliti mulai melakukan usaha untuk menarik kesimpulan dan
verifikasinya berdasarkan semua hal yang terdapat pada reduksi maupun
sajian datanya, setelah sebelumnya sudah mengumpulkan data. Verifikasi
bertujuan untuk memantapkan, penelusuran kembali data. Menurut H.B.
Sutopo, proses ini disebut model analisis interaktif (2006:95). Penarikan
kesimpulan bertujuan untuk merumuskan apa yang sudah didapatkan dari
reduksi ataupun kegiatan penyajian data.
Proses atau siklus dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut :
Skema Analisis Interaktif (HB.Sutopo, 2002: 96)
27
1.7. Validitas Data
Validitas data dalam penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan
data dengan berbagai teknik yang sesuai yang diperlukan untuk penelitian.
Dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi, yaitu teknik yang didasari
pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik
kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang (Sutopo,
2002:78). Menurut Patton (dalam Sutopo, 2002:78) ada empat macam teknik
trianggulasi, yaitu: (1) trianggulasi data (data triangulation), (2) trianggulasi
peneliti (investigator triangulation), (3) trianggulasi metodologis
(methodoological triangulation), (4) trianggulasi teori (theoretical
triangulation).
Berdasarkan keempat teknik trianggulasi di atas, dalam penelitian ini
menggunakan model trianggulasi teori. Model trianggulasi teori delakukan dengan
menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang
dikaji (Sutopo, 2002:82). Dari berbagai perspektif teori tersebut akan diperoleh
pandangan yang lebih lengkap, tidak hanya sepihak sehingga dapat dianalisis dan
ditarik kesimpulan yang utuh dan menyeluruh. Dalam menggunakan trianggulasi
ini, perlu memahami teori-teori yang digunakan dan berkaitan dengan masalah yang
diteliti sehingga mampu menghasilkan simpulan yang lebih mantap.
28
1.8. Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan merupakan tata urutan penulisan yang akan disampaikan
peneliti. Berikut sistematika penulisan Serat Babad Sunan Prabu:
1. Bagian Awal
Bagian ini mencakup 13 hal, yaitu : (a) sampul luar, (b) sampul dalam, (c)
persetujuan pembimbing, (d) pengesahan penguji, (e) halaman pernyataan, (f)
halaman motto, (g) halaman khusus/halaman persembahan, (h) kata pengantar,
(i) daftar isi, (j) daftar singkatan dan lambang, (k) daftar lampiran, (l) daftar
gambar, dan (m) abstrak.
2. Bagian Isi
Bagian isi mencakup 3 hal, yaitu:
a. Bagian pendahuluan meliputi : (1) latar belakang masalah, (2) batasan
masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan pembahasan masalah, (5)
landasan teori, (6) metodologi penelitian, dan (7) sistematika penulisan.
b. Bagian isi merupakan inti dari penelitian yang memaparkan uraian pokok
masalah yang dibahas. Bagian berisi uraian atas masalah yang dibahas.
c. Bagian penutup berisi kesimpulan dan saran.
3. Bagian Akhir
Bagian akhir berisi daftar pustaka dan lampiran.