bab i pendahuluan 1.1 latar belakangdocshare04.docshare.tips/files/26799/267996551.pdf · vertikal...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam buku “Frederich Silaban dalam Konsep dan Karyanya”, Frederich
Silaban sebagai seorang arsitek, nama dan karyanya telah terukir dalam sejarah
perkembangan dunia arsitektur di Indonesia. Melalui karya-karyanya dengan
Idealisme arsitekturnya, Silaban telah memperjuangkan apa yang disebutnya
“kemurnian arsitektur”, yaitu arsitektur yang mempunyai arti sesungguhnya.
Kemurnian arsitektur secara garis pragmatis dicoba dijewantahkan dalam setiap
karya Frederich Silaban, yaitu bangunan harus tahan lama, bangunan harus
menggaris bawahi fungsi, bangunan mengekspresikan kejujuran, bangunan harus
mampu mengatasi kondisi alam tropis.
Sebagai arsitek, dalam setiap karyanya, F.Silaban benar-benar
memperhitungkan arah datangnya cahaya matahari, angin dan hujan. Menurut beliau,
hujan itu merusak bangunan, maka gedung harus diberi topi. Atap menjadi bagian
yang sangat penting pada setiap karyanya. Silaban mempunyai prinsip untuk
menggunakan materi yang kuat. Tulang-tulang rumah tidak hanya ditopang
konstruksi beton, tetapi juga baja yang biasa digunakan pada konstruksi pabrik
sebagai tulang, penyambung, dan penopang bangunan. Dikarenakan faktor- faktor
yang diperhitungkan Frederich Silaban dalam mendesain karya-karyanya membuat
setiap karya Frederich Silaban bertahan kokoh hingga sekarang.
Gedung Universitas HKBP Nommensen merupakan salah satu desain dari
Frederich Silaban yang berada di kota Medan, Sumatera Utara. Fasad pada gedung
ini di desain tidak berbeda dengan desain beliau yang lainnya. Sebagai contoh,
Mesjid Istiqlal yang berada di Jakarta. Persamaan dari Gedung Universitas
Nommensen dengan karya F.Silaban yang lainnya adalah pemakaian pola/sistem
vertikal pada fasadnya.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
1
Frederich Silaban terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur
dan rancang bangun dimana beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan
bagi daerah tersebut. Sebagai arsitek, dalam setiap karyanya, Frederich benar-benar
memperhitungkan arah datangnya cahaya matahari, angin dan hujan. Sehingga
Gedung Universitas HKBP Nommensen memiliki fasad yang di desain sesuai kriteria
desain Frederich Silaban. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan konsep
pola vertikal pada desain fasadnya.
1.3 Tujuan dan Sasaran PembahasanTujuan dan sasaran dari pembahasan pada penelitian ini, diantaranya:1. Mendeskripsikan konsep desain F.Silaban pada fasad gedung Universitas
HKBP Nommensen Medan 2. Mengidentifikasi elemen-elemen yang terdapat pada fasad gedung
Universitas HKBP Nommensen Medan
1.4 Lingkup PembahasanLingkup yang akan dibahas dari penelitian ini adalah mendeskripsikan
konsep fasad yang pada Gedung Nommensen karya Frederich Silaban serta
mengidentifikasi elemen-elemen pada fasad Gedung Universitas HKBP Nommensen
Medan.
2
1.5 Kerangka pembahasan
3
LATAR BELAKANG(Fasad pada gedung Universitas HKBP Nommensen di desain oleh
F.Silaban sesuai dengan pemakaian pola vertikal hal tersebut di pengaruhidengan konsep F.Silaban yang benar-benar memperhitungkan arah
datangnya cahaya matahari, angin dan hujan)
LINGKUP DAN PEMBAHASAN(mendeskripsikan konsep fasad yang pada Gedung Nommensen
karya Frederich Silaban serta mengidentifikasi elemen-elemen padafasad Gedung Universitas HKBP Nommensen Medan.)
TUJUAN DAN SASARAN
Mendeskripsikan konsep desain fasad gedung Universitas HKBP Nommensen Medan
Mengidentifikasi elemen-elemen yang terdapat pada fasad gedung Universitas HKBP Nommensen Medan
OBSERVASILANGSUNG
PENGUMPULANDATA
KAJIANPUSTAKA
PENCARIAN DATASEKUNDER
HASIL DAN PEMBAHASAN
KESIMPULAN
1.6 Sistematika Pembahasan
Secara garis besar tulisan ini dimulai dengan BAB I yaitu, berupa
pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, alasan pemilihan judul, tujuan dan
sasaran pembahasan, lingkup pembahasan, metode penelitian, kerangka pembahasan,
dan sistematika pembahasan. Selanjutnya pada BAB II berisi tentang Kajian Pustaka
yang berisi hal-hal sebagai berikut, pandangan arsitektural menurut Frederich
Silaban, pengaruh iklim, emper terbuka, arsitektur yang baik, penutup atap, lantai
dan bahan bangunan, bentuk-bentuk arsitektur, diakronik karya-karya Frederich
Silaban, konsep dan karya fisik Frederich Silaban berupa fungsi, teknologi dan bahan
karya Frederich Silaban, ekspresi dan fasad, proporsi, dan komposisi. Pada BAB III
dijelaskan hasil dan pembahasan serta terakhir pada BAB IV berisi kesimpulan.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pandangan Arsitektur Silaban
Silaban mempunyai pandangan yang disebutnya sebagai 'Idealisme
Arsitektur', yang menurut beliau adalah: pendirian atau sikap hidup yang secara terus
menerus mempejuangkan kemurnian arsitektur ditilik dari sudut kepentingan rakyat
dan negara Indonesia dalam arti kata yang seluas-luasnya. Demikian seperti yang
dilaporkan oleh Eko Budihardjo (1983:75).
Maksud Silaban kepentingan rakyat adalah: perumahan rakyat, baik type
paling sederhana, menengah, maupun mewah. Sedangkann kepentingan rakyat
Indonesia, adalah gedung-gedung besar yang dibutuhkan oleh Pemerintah dan badan-
badan swasta yang bermodal, yakni gedung-gedung kantor dalam berbagai ukuran
dan bentuk, gedung-gedung Perguruan tinggi, gedung-gedung Bank, Museum,
Rumah Sakit dan sebagainya.
Rumah atau gedung menurut Silaban adalah perabot hidup manusia, perabot
untuk melindungi manusia terhadap hujan, panas matahari, angin kencang di negeri-
negeri tropis seperti Indonesia dan terhadap salju es dan angin kencang di negara-
negara beriklim temperate (lunak).
Dari tulisan Silaban 'Idealisme Arsitektur dan Kenyataannya di Indonesia'
kesadaran Silaban akan pengaruh iklim tropis Indonesia memang tinggi. Dan ini
terungkap di dalam makalah beliau, yang membahas hal-hal yang menunjang untuk
itu yang berasal dari faktor panas, hujan, angin dan pembayangan matahari untuk
Indonesia. juga upaya untuk menampakkan 'jiwa Indonesia' bangunannya. Yang
terungkap dalam peranan pintu dan jendela, peranan atap, ungkapannya di dalam
bahan yang menunjang, serta arti emperan bagi rumah Indonesia. Meskipun yang
beliau ungkapkan secara teoritis benar, seperti akan terlihat nanti. Penulis merasa,
beliau agaknya kurang teliti di dalam peristilahan sehubungan dengan konteks iklim
tropis yang dibicarakan adalah untuk Indonesia, yang adalah merupakan iklim panas
lembab. Iklim panas lembab (warm humid), iklim panas kering (hot dry arid zones)
dan iklim komposit, yang ke tiganya termasuk di dalam jenis-jenis iklim tropis
seperti yang dikatakan oleh para pakar yang dikutip oleh Mauro PR. (1979:5-34).
5
Pandangan arsitektur beliau, dapat disimak dari point-point berikut ini:
2.1.1 Pengaruh Iklim
Respons untuk hujan: dibutuhkan atap yang betul betul bebas bocor, agar
penghuni/pemakai tidak basah dan sakit. Respons untuk panas matahari: dibutuhkan atap teduh. Respons untuk angin kencang: dibutuhkan dinding pelindung, bus atau
tram di negeri-negeri beriklim temperate atau lunak yang harus memakai
dinding-dinding kaca kecuali di muka.
Dikarenakan angin kencang di Indonesia jarang terjadi, maka yang paling
esensial dalam rumah atau gedung kita menurut beliau adalah atap. Dinding lebih
bersifat sebagai menghalangi pandangan mata, untuk menciptakan privacy,
sedangkan privacy yang mutlak di dalam rumah tinggal adalah untuk kamar mandi
dan wc. saja. Kemudian harus diupayakan pula ter-bentuknya volume udara yang
sebesar mungkin di dalam rumah.
Tentang kolom dan pondasi yang berfungsi sebagai penyalur beban atap ke
tanah, maka esensinya menjadi satu dengan esensi atap. Tentang lantai, yang telah
beratap diberi lapis keras agar dapat dibersihkan/menyehatkan. Tentang dinding yang
bertujuan untuk privacy, maka tak bersifat primer, dicontohkan di Jepang, yang
membuat dinding pintu dan jendela dari rangka kayu yang ditempel kertas dan
tentang volume udara yang besar, dicontohkan Belanda di Indonesia yang berkamar
besar dan tinggi plafondnya, beremper muka (voorgalery) dan emper belakang/
achtergalery yang besar besar.
2.1.2 Emper Terbuka
Menurut Silaban dalam buku : F.Silaban dalam Konsep dan Karyanya,
bahwa rumah-rumah tanpa emper terbuka yang cukup besar (jadi bukan sekedar
emper sempit dengan tambahan dakoverstek yang hanya bersifat platonis) bukanlah
rumah Indonesia dalam arti yang sesungguhnya. Ini semua pertanda bagi Silaban
bahwa bagian rumah yang terbukalah yang paling menyenangkan untuk duduk-
duduk sambil mengobrol melepaskan lelah dan yang penting lagi bahwa harus
dihindarkan sinar matahari dapat mencapai setitikpun dari lantai, bukan dengan
mendirikan dinding, tapi menahannya dengan membuat atap yang demikian melebar
6
keluar garis dinding, sehingga dindingnya selalu membuat 'Solar Shadowgraph'
(gambar pembayangan sinar matahari).
Karena prinsip-prinsip tersebut diatas, maka bagi Silaban, asitektur tropis
(tentu yang dimaksudkan: iklim tropis panas lembab untuk Indonesia), banyak
merupakan permainan antara terang dan gelap yang berimbang dan harmonis. Lebih
banyak yang gelap (tak dapat disinari matahari) lebih tropislah atsitektur gedung itu
kelihatan.
Sampai pada contoh rumah tinggal pribadinya. prinsip-prinsip terbuka ini
tampak jelas, dan nyata fungsional. Namun untuk gedung-gedung kantor beremper
terbuka luas, yang tak dilengkapi sarana parkir dan pengarahan entrance melaluinya,
sebagai misal yang terdapat di Gedung Pola, apakah emper luas ini tidak berarti
kemubaziran, karena entrance masuk gedung dari belakang, halaman depan berfungsi
sebagai taman Proklamasi. Ataukah penggunaan halaman depan sebagai taman
Proklamasi itu menyusul belakangan? Ataukah Silaban mempersamakan entrance
rumah -yang formalitas dari depan pemecahannya sama dengan entrance bangunan
pemerintah yang kini makin tampak nyata dari sudut perilaku orang Indonesia (pada
umumnya), yaitu sering hanya formalitas hanya untuk pejabat dan staf masuk dari
entrance samping ? Mungkin saja bahwa saat pengamatan beliau tentang ini -tahun
1960an, perilaku pemborosan entrance utama dengan tak pernah melewatinya
(termasuk karyawan yang berkamar kerja di dekatnya) belumlah begitu parah.
2.1.3 Arsitektur yang Baik
Bagi Silaban arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana
mungkin, seringkas mungkin dan sejelas mungkin. Semua hal-hal yang tak mutlak
dibutuhkan oleh suatu gedung untuk berfungsi sebaik-baiknya jangan diadakan demi
kesederhanaan dan kejelasan (Budihardjo, 1983:79).
Tentang ornamen, beliau berpendapat : bahwa adakalanya suatu perhiasan
tidak dapat dihindarkan, dalam hal ini biasan itu sebaiknya menggaris bawahi fungsi
gedung yang taaangiggan. Menurut hemat beliau penggunaan terlalu banyak elemen
pada suatu gedung akhirnya tidak menguntungkan, karena mengurangi kejelasan
gedung itu. Timbulnya macam-macam bentuk bangunan dewasa ini yang menurut
beliau serba aneh, bentuk yang dicari-cari, yang seolah-olah bermaksud agar lain dari
7
pada yang lain, adalah disebabkan banyak orang sudah lupa bahwa semua gedung di
dunia ini yang pada umumnya dikaguni oleh banyak orang kini, pada dasarnya
berbentuk sederhana.
2.1.4 Penutup Atap
Bagi silaban atap adalah esensial, maka atap harus mutlak bebas dari segala
kebocoran, juga harus mutlak bebas dari bentuk yang berliku-liku yang mau tidak
mau mengundang kebocoran. Bahan atap yang termasuk baik dan paling tahan lama
jika dilaksanakan secara correct 100%, adalah beton. Tapi karena hakikatnya dapat
menjadi poreus, walaupun pada saat pembuatan 100% waterproof, atap beton harus
dilindungi isolasi yang dapat terdiri (dan menurut puteranya ini adalah ciri-ciri
beliau) dari pasangan lapisan batu bata yang kemudian dilapisi (ditutup) dengan
bahan keras, seperti ubin keramik atau ubin-ubin lain yang tahan terhadap hujan dan
matahari. Diakuinya, pengawetan beton mahal tapi demikianlah konsekuensinya
penggunaan beton sebagai atap. Dicontohkannya kasus kebocoran beton di Gedung
PELNI KPM (dahulu) dan EXIM Bank (dahulu : Factory) juga atap beton gedung
HANKAM (dahulu : Rechts Hooge School).
Tentang atap genteng, menurut beliau juga baik sekali dan kualitas genteng
yang baik dibuat dari tanah liat tanpa campur semen, genteng kualitas tinggi akan
tahan ratusan tahun.
Tentang ketahanan/keawetan bangunan, menurut beliau penting sekali agar
biaya pemeliharaan dapat ditekan seminimal mungkin. Dari sudut kepentingan negara
selain biaya pemeliharaan yang seminimal mungkin, juga setiap pembangunan perumahan
seluruhnya berarti penambahan jumlah rumah, bakan sebagian dari padanya untuk
mengganti rumah yang rusak, maka menurutnya pilihan keawetan bahan dan
konstruksi yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih besar lebih ekonomis daripada
bahan dan konstruksi yang lebih murah dengan biaya yang lebih kecil. Dengan
demikian kualitas penutup atap dan konstruksinya harus terjaga, agar tidak
bocor/awet dalam waktu yang lama.
2.1.5 Lantai dan Bahan Bangunan lain
8
Kualitas lantai : yang paling sedikit dapat dipel/dicuci setiap hari tanpa
merusak lantai itu. Lantai termurah : beton, tapi kurang menyenangkan pandangan, ubin
semen kepala basah, cukup baik tapi bagi perumahan rakyat kecil itu sudah
memberatkan.
Disayangkan oleh beliau, sekarang tidak ada usaha untuk membuat ubin
plavuisen seperti sebelum jaman perang, yaitu ubin tanah liat, warna terra cota,
ukuran 30x30 yang menimbulkan suasana lembut dan enak dalam ruangan. Perhatian
beliau terhadap bahan-bahan lain sangat besar, misalkan kayu yang diawetkan,
bambu yang diawetkan untuk meubeul dan rantang kue kering di Jepang dan
Tiongkok. Menurut beliau saat itu (1982), industri bahan bangunan kita jauh
ketinggalan jika dibandingkan dengan bidang-bidang lain.
2.1.6 Bentuk-bentuk Arsitektur
Menurut Silaban, bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari-cari, sebab
manusia Indonesia sendiri masih dalam proses pembentukan, yang jelas, arsitektur
Indonesia itu harus modern dan harus bersifat tropis. Kenapa harus modern, menurut
beliau karena kita hidup dalam jaman modern dan karena tiap-tiap jaman berhak
mengekspresikan dirinya dalam kebudayaan jamannya. Tentang sikap kita terhadap
arsitektur tradisional, kita sebaiknya jangan mengambil bentuknya, tapi jiwanya.
9
Gambar 2.1 Rumah Pribadi Silaban, ungkapan jiwa tropisnya.Di emper terbuka dan teritis lebar. (Sumber : Buku Frederich
Silaban dalam Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
Kebohongan bentuk di dalam arsitektur seperti penyembunyian konstruksi atap
yang sehenarnya di balik penggunaan level yang menjulang ke atas. Tentang
banyaknya rentetan kolom bebas yang mungkin ada pada suatu bangunan, menurut
pendapat beliau, serentetan kolom bebas memberikan sugesti, bahwa kolom-kolom
itu mengelilingi ruangan terbuka. Jarak antara barisan kolom dengan pembatas ruang
khusus seimbang dengan ukuran-ukuran kolom dan jarak antara kolom. Jadi kolom-
kolom bebas itu berdiri di muka voorgalery besar (seperti Istana Merdeka, Istana
Bogor) atau kolom-kolom itu mengelilingi ruang terbuka seperti Temple Parthenon
atau pada pendopo.
Kolom-kolom dalam colonade di depan gereja St. Pieter di Roma pun
dianggapnya balk, dalam colonade tersebut di atas talc ada dinding tapi terdiri dan 4
barisan kolom, maka bila rentetan kolom-kolom bebas, dekat dibelakangnya ada
dinding tembok atau kaca rusaklah karakteristik kolom-kolom itu. Tentang boog
pada gevel yang ditampung oleh serentetan kolom, lahirnya adalah sebagai
konstruksi untuk memikul masa tembok di atasnya, yakni sebagai pengganti latei
atau balok yang pada waktu itu jarang ada karena belum ada konstruksi beton
bertulang.
10
Gambar 2.2 Gedung Pola/Perintis Kemerdekaan. Ciri emper terbuka yanglebar, dan kemubaziran emper atas/selasar di sekeliling gedung.
(Sumber : Buku Frederich Silaban dalam Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
2.2 Diakronik Karya-karya Frederich Silaban
2.2.1 Diakronik Karya Bangunan Umum Silaban
Bangunan umum karya Silaban mempunyai beberapa persamaan dari segi kesederhanaan, keringkasan, dan kejelasan dari segi
bentuk, segi teknologi pembuatan, dan segi bahan konstruksi. Dan perbedaan pada bahan kerangka atap, yakni perubahan atap limasan
dengan atap kuda-kuda, penutup atap genting menjadi atap datar beton bertulang.
Kurun Waktu Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Proyek1951-1958:Atap Limas
Genting
1951
Poleksosbud:Nasionalisasi perusahaan
asing dan perekonomian yangrendah.
Arsitektur:Tahan pembentukan atau
generasi awal arsitekIndonesia
Karya Awal Arsitek Indonesia
1958
11
Gambar 2.3 Gedung SPMA, Bogor
1960-1962:Atap Pelat Datar
Beton
1960
Poleksosbud:Pembangunan Semesta dan
Nation & Character Building,Awal Orde Baru,
Pembangunan lima tahun.
Arsitektur:Proyek Mercusuar dalam
kaitan Nation & CharacterBuilding.
Karena sebagian besar karyaSilaban dalam kurun ini untukmendukung politik mercusuar,maka dapat dikatakan makna
proyek ini adalah karyaMercusuar
12
Gambar 2.4 Bank Indonesia, Jakarta
Gambar 2.5 Bank BNI 1946, Medan
Gambar 2.6 Bank Indonesia, Surabaya
Gambar 2.7 Gedung Nommensen, Medan
1962
13
Gambar 2.8 Markas Besar TNI
Gambar 2.9 Gedung Pola, Jakarta
Tabel 2.1 Diakronik Karya Bangunan Umum Silaban (Sumber : Buku Frederich Silaban dalam Konsep dan
Karyanya, tahun 1992)
2.2.2 Diakronik Karya Rumah TinggalKarya - karya rumah tinggal rancangan Silaban mempunyai kesamaan dalam menampilkan jiwa tropis. Perbedaan yang dapat
ditemukan adalah penggunaan bentuk atap pelana (pada kurun waktu awal) dan bentuk atap limasan (pada kurun waktu akhir).
Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Karya
1958Atap Pelana
Rumah Abdullah Alwahab, Jl. Cisadane19, Bogor. (Gambar tidak ditemukan)
Poleksosbud :Nasionalisasi perusahaan asing, transisi sisa-
sisa budaya Belanda ke budaya Indonesia
Arsitektur :Tahap pembentukan / generasi awal arsitek
Indonesia. Dapat dikatakan masyarakatIndonesia kurang bercukupan, maka atap
pelana yang relatif murah disambutmasyarakat.
Karya rumahtinggal awal arsitek
Indonesia.
1968Atap Limas
Rumah A Lie Hong(Gambar tidak ditemukan)
Poleksosbud:Awal orde baru, pembangunan 5 tahun I–III
Arsitektur:
Perkembanganlanjutan moderumah tinggal.
14
Gambar 2.10 Rumah F.Silaban
(Jl. Gedong Sawah II/19, Bogor)
Tahap pembangunan baru arsitektur rumahtinggal disebabkan lebih banyaknya
informasi arsitektur.
2.2.3 Diakronik Karya Monumen
Bangunan monumen karya Silaban mempunyai perbedaan pada bahanbentuk dan ciri pokok dari monumen.
Tahun Ciri Pokok Karya Latar Belakang Makna Karya
1953Non-monumen
Berkesan hening,Bentuk seperti
candi
Poleksosbud:Nasionalisasi,
penghormatan pahlawan.
Arsitektur:Indonesia belum
mengenal istilah karyamonumentalkontemporer.
Bangunan pengantarrasa hormat untuk
pahlawan
15
Tabel 2.2 Diakronik Karya Rumah Tinggal (Sumber : Buku Frederich Silaban dalam Konsep dan
Karyanya, tahun 1992)
Gambar 2.11 Gerbang Taman Makam
Pahlawan Kalibata
1954Monumen
Bentuk Konkretseperti bambu
runcing dan lilinraksasa
Poleksosbud:Nasionalisasi, butuh
simbol persatuannasionalisme.
Arsitektur:Belum mengenal istilahmonumen kontemporer
di Indonesia.
Melambangkanpersatuan Indonesia
dan kekokohan bangsaIndonesia.
1963Monumen
Bentuk-bentukmodern dariIndonesia
Poleksosbud:kemenangan atas
kembalinya Irian Barat.
Peringatan ataskejayaan bangsa danpemimpin Indonesia
16
Gambar 2.12 Tugu Nasional ke I
17
Gambar 2.13 Monumen Pembebasan
Irian Barat
Tabel 2.3 Diakronik Karya Monumen (Sumber : Buku Frederich Silaban dalam Konsep dan
Karyanya, tahun 1992)
2.3 Konsep dan Karya Fisik Frederich Silaban2.3.1 Fungsi
Melalui karya-karya Silaban dengan faham idealisme arsitekturnya, telah
memperjuangkan dan mempertahankan apa yang disebutnya sebagai kemurnian
arsitektur. Kemurnian arsitektur dimaksudkan sebagai arsitektur yang mempunyai
arti sesungguhnya , yaitu arsitektur yang baik.
Menurut Silahan arsitektur yang baik bukan sesuatu yang muluk-muluk,
tetapi merupakan perwujudan idealisme arsitektur yang sederhana, ringkas dan jelas.
"..bagi saya arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin,
seringkas mungkin dan sejelas mungkin" (Budiharjo, Eko, Menuju arsitektur Indonesia,
1983).
Sesederhana mungkin, seringkas mungkin, sejelas mungkin, menyiratkan
bubungan atau kaitan antara elemen-elemen atau unsur-unsur bangnan dengan fungsi
bangunan. Pernyataan berikut ini mensuratkan apa sebenamya fungsionalitas arsitektur
menurut idealisme arsitektur Silaban." Semua hal-hal yang tidak mutlak dibutuhkan oleh
suatu gedung untuk berfungsi sebaik-baiknya, sebaiknya jangan diadaan, demi
keseerhanaan dan kejelasan.perhiasan itu apabila tidak bisa dihindari,tetap
sebaiknya menggaris bawahi fungsi gedung yang bersangkutan”.( Budiharjo, Eko,
Menuju Arsitektur Indonesia, 1983).
2.3.1.1 Ungkapan Fungsionalitas Arsitektur Bangunan Umum
Bangunan umum karya Silaban terdiri dari bangunan tempat ibadat (mesjid),
kantor, pendidikan, ekshebisi (pameran). Nilai- nilai fungsionalitas pada bangunan
umum karya Silaban nampaknya lebih menekankan pada pengungkapan "fungsi
penunjukkan setting lokasi dan lingkungan", serta pada "fungsi fisik yang meliputi
bentuk, aktivitas, perlindungan dan keamanan".
Fungsi penunjukkan setting lokasi diungkapkan terutama kepekaan Silaban pada
langkah antisipatif dalam rancangan bangunan umum, yang sebagian besar terletak
pada lokasi yang spesifik.
18
Gedung Bank Indonesia berfungsi sebagai titik orientasi dan titik tangkap
pandangan dalam suatu daerah persimpangan penting (jalan protokol). Beberapa
contoh lain seperti Gedung Pola perletakannya ternyata dapat difungsikan sebagai
latar belakang Monumen Proklamator. Mesjid Istiqlal berfungsi sebagai
perlengkapan kawasan lambang pusat pemerintahan.
Ungkapan fungsi fisik bangunan umum karya Silaban menyangkut
fungsionalitas yang mengkaitkan masalah "bentuk -aktivitas-tipologi-perlindungan-
keamanan" . Bangunan Masjid Istiqlal dengan bentuk tempat ibadat yang luas dan
besar, terdiri teras dan emperan raksasa, merupakan ungkapan fungsi kontrol fisik
terhadap pengaruh iklim (tropis).
Demikian juga bangunan SPMA bogor dengan sudut kemiringan atap yang
teritisan dan selasar yang cukup lebar, merupakan ungkapan fungsi kontrol fisik dari
segi perlindungan terhadap pengaruh iklim yang tidak dikehendaki. Fungsi kontrol
fisik lain, yaitu dari segi keamanan, dalam arti aktivitas manusia didalamnya secara
fungsional dapat terlindungi dengan baik, melalui sistem teknologi yang dapat
dipertanggung jawabkan, filter lingkungan dari pengaruh negatif.
Mesjid Istiqlal dengan kubah berkolom, Gedung Pola dengan perpaduan
kolom dan balok serta perletakan bangunan, Bank Indonesia, Gedung Markas
MBAU dengan perletakan setback sebagai filter lingkungan.
19
Gambar 2.14 Ungkapan fungsi penunjukan setting lokasi padalokasi bangunan yang spesifik pada gedung Bank Indonesia
(Sumber: Google)
Dari scgi fungsional dalam sistem arsitektur, bangunan umum karya Silaban
lebih mengungkapkan fungsional konstruktivisme, fungsional geometris dan
fungsional berdaya guna. Hampir seluruh bangunan umum karya Silaban
menggunakan struktur dan bahan yang jelas dan jujur, yang menunjukan kekokohan
bahan dan kekuatan unsur-unsur konstruksinya (konstruktivisme : from follows
structural functioning). Bangunan diarahkan kepada dasar-dasar bentuk geometris,
sehingga kaidah-kaidah geometris mendominasi rancangan, dan selalu menampilkan
bentuk-bentuk sederhana (fungsional geometris). Pandangan Silaban tentang
keawetan bangunan (dengan penggunaan bahan berkwalitas tinggi, harga tinggi)
untuk mengurangi atau memperkecil biaya perawatan, barangkali merupakan
ungkapan. Fungsional berdaya guna adalah meliputi antara lain : memakai
pendekatan aspek ekonomi untuk mencapai hasil yang tepat guna, rasionalisasi
dalam pemecahan masalah, dan menitik beratkan pada optimasi aktivitas.
Bangunan-bangunan umum seperti Masjid Istiqlal , Kantor Bank, Gedung
Pola, Gedung Nasional - Bogor. Ada bangunan umum yang tidak hanya
mengungkapkan ketiga sistem fungsional diatas, tetapi juga mengungkapkan
fungsional organik (penggunaan/pemanfaatan bahan alam dan kenyataan fenomena
alam, yaitu bangunan SPMA di Bogor). Bangunan yang dirancang pada awal karier
profesi Silaban ini sangat memperhatikan kondisi alam dilingkungan sekitar, baik
dalam bentuk- bentuknya, tata ruangnya, maupun dalam penggunaan bahan.
Disamping bangunan SPMA Bogor, bangunan hotel Banteng (sekarang hitel
Borubudur) di Jakarta, yang sebagaian dibangun berdasarkan rancangan Silaban
(lantai dasar), nampaknya cenderung bertolak belakang dengan ungkapan konsep
fungsional berdaya guna. Kamar-kamar hotel banteng dirancang dengan ukuran yang
cukup besar, untuk memperoleh ungkapan simbolis sebagai kamar hotel “terbesar”
diseluruh Asia, tanpa memperhitungkan segi komersial bangunan hotel. Mungkin
karena alasan ini kelanjutan dari rancangan bangunan hotel Bnteng diserahkan pada
pihak lain.
Kecenderungan lain yang dapat terungkap, dalam masalah kandungan nilai-
nilai fungsionalitas bangunan umu karya Silaban adalah terdapatnya bangunan umum
yang bentuknya tetap, tetapi bangunan pameran, menjadi bangunan perkantoran
(BP7, yayasan-yayasan dan lain-lain). Gedung Nasional di Bogor beralih menjadi
20
kantor bersama bank-bank swasta. Nampaknya hal ini menunjukkan bahwa
fungsionalisme Silaban cenderung bukan fungsional kegunaan (form follows
function), dan bukan fungsional ekspresi (kegunaan bangunan).
21
Gambar 2.15 Ungkapan fungsionalkonstruktivisme, menunjukan kekokohan bahan dankekuatan unsur konstruksinya. Kiri: Mesjid Istiqlal,
Kanan: Gedung pola (Sumber: Google)
Gambar 2.16 Fungsi kontrol fisik bangunan karyaSilaban terhadap pengaruh iklim (tropis) terlihatpada selasar Mesjid Istiqlal. (Sumber: Google)
Bangunan umum mengungkapkan kandungan nilai-nilai lungsionalitas
arsitektur pada fungsi penunjukan setting lokasi dan fungsi fisik bangunan.
Kepekaan langkah antisipatif Silaban dalam menempatkan bangunan pada lokasi
spesifik sangat terasa. hingsi fisik dalam hal kontrol fisik terhadap perlindungan
dan kramanan lebih ditekankan, antara lain yang menyangkut pengaruh
iklim, filter lingkungan. Fungsional sistem arsitektur lebih ditekankan pada
fungsional konstrukvisme, fungsional gemnetris dan fungsional berdaya guna,
sedangkan fungsional licgunaan dengan form follows function tidak nampak
bangunan imium karya Silaban.
Khusus untuk SPMA Bogor, terungkap juga fungsional organik dengan
memanfaatkan penggunaan bahan alam setempat dan kondisi/ fenomena alam setempat.
Disamping itu sebagian bangunan umum karya Silaban beralih fungsi tanpa
perubahan pada bentuk bangunan, hal tersebut menandai hahwa pada bangunan
umum karya Silaban dapat berbentuk sama meskipun fungsinya sudah berubah.
Kesederhanaan dari bentuk Bangunan rumah tinggal karya Silaban lebih
mensiratkan adanya tuntutan yang sederhana dari rumah tinggal, yaitu kenyamanan
dan keamanan. Hal tersebut terungkap pada penekanan fungsi kontrol fisik
(perlindungan dan keamanan) bangunan rumah tinggal, terutama terhadap pengaruh
iklim Bentuk bangunan rumah tinggal karya Silaban mengungkapkan
fungsional kegunaan (forms follows function) dan fungsional ekspresi, disamping
fungsional konstruktivisme, geometris, organik. Nampak pada rancangan bangunan
rumah tinggal karya Silaban, rancangan detail yang sangat cermat, terutama dalam
menangani penyelesaian bangunan beriklim tropis.
2.3.2 Teknologi dan Bahan Karya Frederich Silaban
2.3.2.1 Mesjid Istiqlal
Mesjid Istiqlal salah satu karya Frederich Silaban. Komponen teknologi pada
mesjid istiqlal menunjukkan hal baru yang belum pernah ada di Indonesia saat
sebelumnya pada bidang kontruksi misalnya kolom beton kubah kecil di atas ring
serta pembuatan kubah baja polyhedron.
Meskipun Meskipun masih ada pemboran didalam pengatasan bentang lebar
dengan adanya jarak kolom 3m yang mungkin mempunyai tujuan lain, dan
22
komponen bahan selain menunjukkan jenis yang dapat menunjang kemampuan
teknologi membangun (bahan beton) dan menunjukkan bahan yang berorientasi
pada iklim tropis (rooster) juga menunjukkan bahan yang berkesan awet dan mahal
(beton, marmer, beton lapis marmer).
23
Gambar 2.17 Podium pada gedung berkubah kecilMesjid Istiqlal (Sumber : Buku Frederich Silaban
dalam Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
Gambar 2.18 Envelope Mesjid Istiqlal(Sumber : Buku Frederich Silaban dalam
Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
2.3.2.2. Bank Indonesia
Pengamatan teknologi menunjukkan kelajiman untuk frame yakni struktur
kolom balok beton bertulang. Envalope menggunakan rooster sebagai pemecahan
berorientasi iklim dan penerangan untuk hall tangga, dimana tangga sebagai bagian
dari podium, diduga beton bertulang. Pemecahan pojok bangunan dengan envelope
masif dari batu bata lapis marmer. pemecahan masif pada pojok, sangat berlawanan
dengan ciri – ciri arsitektur modern yang menggunakn kesan ringan pada pojok yang
dihasilkan Walter Gropius pada “Fogus Work” yang diakibatkan dinding berada
didepan/bebas dari kolom. Demikian pula Frank Lyoid Wright menekankan
keringanan pada sudut /pojok. Dari sini nampak tidak adanya pengaruh dari Frank &
Llyoid Wright maupun Gropius.
Sedangkan untuk kasus lain, seperti gedung Bank Indonesia surabaya yang
mempunyai ciri pojok, mempunyai penekanan balok, demikian juga ciri- ciri Gedung
Nasional Bogor, Gedung perluasan Kompleks Bank Indonesia (ke dua bangunan
terakhir tak terlaksanakan), secara teknologis dapat dikatakan ada kemiripan
pemecahan pojok bangunan seagram Building dari Mies van der Rohe.
Dari bahan-bahan yang digunakan, dapat ditarik kesimpulan pemilihan bahan
yang awet (marmer), mahal dan disesuaikan untuk orientasi terhadap iklim setempat
(rooster). Disamping itu dapat menunjang kemampuan teknologi membangun saat itu
yang telah dapat mengatasi bentang lebar dengan kontruksi portal dari bahan beton
bertulang.
24
Gambar 2.19 Bank IndonesiaSumber: Google
2.3.3. Ekpresi
Menurut F.Silaban, Ekspresi adalah makna yang terkandung dalam arsitektur
dan hanya emosi manusia yang dapat menafsirkannya.
2.3.3.1 Ekpresi Struktur
Hampir semua rancangan F. Silaban dengan sangat tegas menonjolkan
sistem strukturnya. Pemilihan strukturnya adalahsistem rangka dan irama, modul
dan dimensi kolom yang terlihatdengan jelas, terutama pada bagian dasar bangunan,
sedangkanpemilihan bentuk bangunan adalah bentuk geometn' yang sederhana.
Menarik untuk ditelaah pula pandangan beliau tentang bentuk,yang dimuat
dalam buku "Menuju Arsitektur Indonesia" (EkoBudihardjo), yaitu : “Bagi saya
arsitektur yang baik adalah .arsitektur yang sesedzhana mungkin, seringkas munglan
dan sejelas mungkin”.
Dengan prinsipnya seperti itu menyebabkan Silaban tidakmencoba bentuk-
bentuk baru dalam rancangannya, karenamenurut beliau bentuk-bentuk yang serba
aneh dan dicari-caritidak panjang umurnya terhadap tantangan jaman. Bagi F.
Silaban justru bentuk sederhana yang akan selalu dikagumi oleh banyak orang.
Penggunaan terlalu banyak elemen pada suatu gedung akanmengurangi
kejelasan gedung tersebut. Konsep bentuk bangunan rancangan Silaban
mengandung tiga esensi yaitu atap, kolom dan lantai dengan esensi utama adalah
atap.
Atap penting karena pertimbangan bahwa bangunan membutuh- kan atap
yang sungguh-sungguh bebas dari kebocoran dan men- ciptakan keteduhan bagi
penghuninya. Dan untuk menahan berat atap dibutuhkan kolom yang meneruskan
beban ke tanah. Se- dangkan hanya merupakan pengisi struktur dan pembatas agar
privacy dapat terbentuk.
Ciri lain adalah dasar bangunan yang memperlihatkan kolom-kolom dalam
jarak irama yang teratur, karena irama vertikal yang sangat kuat tersebut pada sudut
pandang tertentu seolah-oleh membentuk bidang horisontal yang merupakan
ekspresi dari kaki atau alas bangunan tersebut.
25
2.3.3.2 Ekspresi Tampak
Ekspresi tampak karya Silaban adalah "brise-soleil" atau pemakaian sun
shading. Bisa disebut demikian karena hampir sebagian besar rancangan beliau
memakai penahan matahari sebagai penyelesaian tampaknya. Agaknya beliau
terpengaruh juga oleh gerakan Regionalist di Amerika Latin yang dipelopori oleh
Corbu Niemeyer, Lucio Costa. Gerakan yang diawali sekitar tahun 1930-an
mengambil tema "iklim tropis". Brisesoleil merupakan ciri khas gerakan ini dan
selanjutnya dipakai oleh bangunan dengan ciri arsitektur tropis lainnya.
Bagi Silaban arsitektur tropis banyak merupakan permainan antara gelap dan
terang yang harmonis dan seimbang. Lebih banyak yang gelap (tidak dapat
matahari) makin tropislah arsitektur bengunan tersebut. Pemakaian sun screen pada
bidang tampak mengekspresikan kepekaan beliau pada pemahaman barik. Tetapi
pemakaian sun-shading ini pada beberapa kasus menjadi tidak efektif, karena
fungsinya-sebagai pengatur proporsi tampak, agar ekspresi tampak lebih menyatu
secara keseluruhan. Karena beliau kurang berkenan pada bentuk-bentuk yang
mempunyai permukaan rata dan licin.
Ciri lain dari karya Silaban adalah penyelesaian sudut bangunan yang khas.
Sudut bangunan dibentuk sehingga mempunyai dua arah. Dengan penyelesaian
seperti ini, bangunan akan mempunyai ekspresi tampak yang sama. Apalagi bila
bangunan dilengkapi dengan sun-shading yang sama pada ke-4 sisi-sisinya.
Perbedaannya hanya pada proporsi panjang dan lebar bangunan yang tidak sama.
26
Gambar 2.20 Detail sudut dinding luar pada bangunan-bangunan karya F. Silaban (Sumber : Buku FrederichSilaban dalam Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
2.3.3.3 Ekspresi Teknologi dan Bahan
Sebagian besar karya bangunan umum F. Silaban merupa- kan
perkantoran/kantor pemerintah. terutama adalah kantor-antar bank dan jawatan-
jawatan, selain itu beliau merancang mesjid, gereja, sekolah, restoran, hotel dan lain-
lain.
Pada rancangan bangunan umum, konsep irama kolom sebagai ekspresi
struktur tetap dipertahankan, bahkan pada rancangan Mesjid Istiqlal (1960-1970)
irama ini tetap ada, walaupun pada rancangan sekolah (Sekolah Menengah Pertanian
Atas) yang dibangun sekitar tahun 1950-an -sebagai karya Silaban yang pertama-
irama kolom sudah muncul.
Selain konsep-konsep perancangan, ada prinsip lain dari Silaban yaitu faktor
pemilihan bahan. Prinsip utamanya adalah keawetan dan tahan terhadap perubahan
cuaca di Indonesia. Contohnya adalah pada rancangan Mesjid Istiqlal - Jakarta, untuk
bahan lantai beliau memilih bahan marmer sebagai penyelesaian akhir, juga memakai
bahan keramik yang pada masa itu harus didatangkan dari luar negeri. Pilar-pilar dan
dinding juga dilapisi marmer. Bahkan untuk atap pun beliau memilih keramik
sebagai penyelesaian akhirnya. Bahan logam anti karat yaitu alumunium dan
stainless steel dipilih sebagai elemen tampak. Untuk bahan talang juga dipilih
Stainless steel, tujuannya adalah agar bangunan dalam jangka panjang tidak
memerlukan perawatan.
27
Gambar 2.21 Ekspresi Struktur yangdiperlihatkan melalui irama kolom padaselasar Mesjid Istiqlal. (Sumber:Google)
Dari segi teknisnya, pemilihan bahan yang pemasangannya membutuhkan
keahlian khusus menyebabkan waktu pelaksanaan melebihi yang ditetapkan dan
tenaga akhlinya juga membutuhkan ahli-ahli khusus.
2.3.4 Proporsi
Menurut F.Silaban proporsi merupakan salah satu unsur yang
mengembalikan terbentuknya kesatuan dalam merancang bidang arsitektur. Dalam
arsitektur, proporsi berkait erat dengan perhubungan geometris dari sisi-sisi segi
empat dan isinya, ratio atau perban- dingan dari bagian-bagian yang berbeda dalam
suatu komposisi. Proporsi tidak mengukur perbandingan-perbandingan secara teliti
dengan mata. Faktor pengaruh pembentuk proporsi adalah:
a. Biografis
Segi biografis F. Silaban yang dianggap kuat mempengaruhi bentuk karya-
karyanya adalah sifat teguh dalam memegang prinsip dan pengalaman
pemikiran, wawasan bidang arsitektur yang luas.
b. Kondisi Setting
Yang dimaksud dengan kondisi setting kaitannya dengan pengaruh terhadap
bentuk proporsi karya F. Silaban adalah keadaan lingkup atau sekitar baik fisik
maupun non fisik pada saat karya-karya atau ide-ide F. Silaban muncul. Kondisi
setting yang ditinjau sehubungan dengan karya dan ide F. Silaban adalah
Kondisi Sosial Politik, Arsitektural dan Teknologi bahan, konstruksi bangunan.
Proporsi yang terungkap mencerminkan adanya sistim, modul persegi empat
beraturan, dengan unit terkecil berupa bukaan jendela atau pintu. Bentuk persegi
dihasilkan dari perpaduan unsur vertikal dengan horizontal dari balok, kolom atau
unsir finishing tampak. Pengakhiran atau pembatasan proporsi cukup jelas berupa
elemen atap, penyelesaian sudut atau garis lantai dasar.
28
2.3.5 Komposisi
2.3.5.1 Komposisi dalam Estetika Tampak Bangunan
Telaah komposisi visual karya-karya Silaban mencakup hubungan sintaksis
dari bagian ke bagian dan dari tiap bagian ke keseluruhan melalui prinsip-prinsip
estetika yaitu kesatuan, proporsi, skala, keseimbangan, irama, urutan dan klimaks.
Kesatuan yang dimaksud disini adalah kesatuan dalam komposisi arsitektur.
Untuk mendapatkan kesatuan dalam komposisi arsitektur dipersyaratkan adanya
dominasi, pengulangan dan kesinambungan.
Banyak karya Silaban menunjukkan komposisi dominasi atap. Komposisi
dominasi ini mengungkapkan begitu pentingnya arti atap, dan lebih dikaitkan
kepada fungsi atap itu sendiri. Demikian pula dominasi vertikal dari garis-garis
vertikal yang terbentuk dari struktur rangka. Pentingnya atap sebagai bagian dari
arsitektur tropis terungkap dari idealisme arsitektur dengan pernyataan.
Pada karya-karya bangunan umum, dominasi komposisi vertikal tetap
menonjol, namun diperhalus melalui unsur horisontal dari bentuk yang ditimbulkan
oleh sun shading. Bentuk-bentuk perulangan kadang-kadang menjadi monoton tanpa
mencapai suatu klimaks tertentu. Komposisi ini menjadi ciri khas karya Silaban.
29
Gambar 2.22.Proporsi Gedung BNI Medan. (Sumber :Buku Frederich Silaban dalam Konsep dan Karyanya,
tahun 1992)
2.3.5.2 Komposisi Antar Masa Bangunan dengan Siie
Ditinjau dari komposisi massa bangunan, maka peletakan bangunan pada site
mempertimbangkan komposisi serta tapak yang mengurangi/meniadakan faktor-
faktor merugikan lradiasl matahari yang kuat, dan memanfaatkan faktor-faktor yang
menguntungkan [cahaya langit, aliran udara] sesuai dengan kondisi lokasi untuk
menyesuaikan diri dengan alam.
2.3.5.3 Komposisi antara Fungsi Bangunan, Konstruksi dan Bentuk Bangunan
Bentuk kolom persegi panjang banyak diterapkan pada karya Silaban yang
umumnya mempunyai luas lantai bangunan yang besar, diduga hal itu dimaksudkan
untuk mendapatkan kesan lebih plastis dan ramping. Secara visual, diperoleh
estetika, namun dari segi struktur tidaklah memenuhi ketahanan terhadap gempa.
Pendapat Silaban sendiri, seperti yang di ungkapkannya dalam idealisme
arsitekturnya, yaitu bahwa arsitektur yang baik adalah arsitektur yang tidak
mengada- ada. Dari ungkapan ini diduga dimensi kolom yang diambil memang telah
diperhitungan dan sesuai untuk berfungsi sebagai pengokoh. Sehingga diduga
bahwa penentuan bentuk kolom persegi panjang cenderung kepada pemenuhan akan
kebutuhan estetika.
30
Gambar 2.23 Deretan Kolom pada Mesjid Istiqlal membentukkesatuan bentuk geometris yang sederhana. (Sumber : Buku
Frederich Silaban dalam Konsep dan Karyanya, tahun 1992)
Keinginan Frederich Silaban untuk memberikan komposisi yang seimbang
antara fungsi, konstruksi dan bentuk adalah ungkapan – ungkapannya selama masih
berkarya antara lain:“bentuk-bentuk yang serba aneh, bentuk –bentuk yang dicari
seolah-olah ingin lari dari yang lain “, “gedung – gedung didunia ini yang pada
umumnya dikagumi oleh banyak orang hingga dewasa ini pada dasarnya berbentuk
sederhana”. (Eko Budihajro, menuju Arsitektur Indonesia Silaban dalam Idealisme
Arsitektur)
Komposisi yang dianut Silaban umumnya adalah komposisi Dominasi untuk
mengungkapkan bentuk. Namun selalu diupayakan agar dicapai keseimbangan
antara fungsi, struktur dan bentuk.
Bentuk-bentuk yang dihasilkan diduga bukan dipengaruhi oleh gaya
sejamannya, tetapi lebih tepat bila dinyatakan sebagai diil- hami oleh .bentuk-bentuk
arsitektur tropis. Estetika, yang dianut- nya adalah estetika yang tumbuh dari
kebutuhan untuk memperoleh dan memperkuat ideologinya yaitu arsitektur di
Indonesia. Bahwa Silaban seorang yang kokoh dalam pendirian memang tidak
dipungkiri.
Komposisi yang dianut dalam karya-.karya Silaban bukanlah sekedar
komposisi guna memenuhi kebutuhan estetika dan datang dari pemecahan estetika
saja, namun lebih disebabkan karena pemecahan yang bersifat fungsionil, seperti
pada komposisi fungsi, struktur dan bentuk yang lahir dari kebutuhan akan
pemecahan iklim dan penyesuaian terhadap kondisi alam melahirkan bentuk-bentuk
dominasi atap karena atap merupakan elemen yang paling potensial dalam
pemecahan iklim, baik karena pengaruh panas matahari maupun hujan. Komposisi
fungsi, struktur dan estetika masing-masing diusahakan agar seimbang sehingga
dominasi hanya dimaksudkan untuk menunjukkan tingkat kepentingan suatu bagian
dari bangunan. Bahkan dalam pemecahan komposisi antar massa dan site, lebih
ditentukan oleh pertimbangan penyelesaian terhadap iklim dari pada pertimbangan-
pertimbangan lain.
31
BAB III
METODE PEMBAHASAN
3.1 Sumber Data dan Metode Pembahasan
Data diperoleh dengan metode deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang datanya berupa lisan atau deskripsi dari objek yang
diamati peneliti. Data primer diperoleh melalui proses observasi yang terdiri dari
pengukuran, pengamatan, dan pendokumentasian. Data sekunder diperoleh melalui
studi literatur.
3.2 Pengumpulan Data
Gedung Nommensen berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan No.23, Medan.
Gedung ini didirikan pada 7 Oktober1954 oleh seorang arsitek bernama Frederich
Silaban. Objek yang akan dibahas berupa fasad bangunan. Berikut ini adalah batas-
batas yang terdapat pada kawasan gedung perkuliahan Nommensen:
Batas Utara : Kecamatan Medan Timur Batas Timur : Kecamatan Medan Tembung Batas Selatan : Kecamatan Medan Kota Batas Barat : Kecamatan Medan Barat
32
Gambar 3.1 Peta Lokasi Gedung UniversitasHKBP Nommensen, Medan (Sumber: Google Earth)
3.3 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat penelitian yang digunakan adalah :
1. Kamera untuk memfoto objek-objek yang diteliti
2. Kertas serta alat tulis untuk menulis hal-hal penting yang ditemui saat penelitian
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data ada 2 yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan
data sekunder.
1. Pengumpulan Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti. Untuk
penelitian ini, sumber data primer diambil dari observasi langsung. Observasi
langsung, yaitu mengamati langsung dan mendokumentasikan fasad pada gedung
Universitas HKBP Nommensen Medan.
2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah pengumpulan data secara tidak langsung yang berkaitan
dengan objek penelitian. Sumber didapat dari buku-buku, dokumen, dan sumber
referensi lainnya yang berkaitan dengan Arsitektur pada bangunan Universitas
HKBP Nommensen Medan.
3.5 Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian dijabarkan sebagai berikut :
1. Mengindentifikasi konsep fasad gedung universitas HKBP Nommensen Medan2. Mendeskripsikan elemen-elemen pada fasad Gedung Nommensen Medan3. Mengumpulkan data
a. Observasi langsungb. Pencarian data sekunder
4. Melakukan analisa sesuai kajian pustaka5. Membuat kesimpulan akhir
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Gedung Universitas HKBP Nommensen Medan
4.1.1 Gambaran Umum Gedung Universitas HKBP Nommensen Medan
Gedung Nommensen berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan No.23, Medan.
Gedung ini didirikan pada 7 Oktober1954 oleh seorang arsitek bernama Frederich
Silaban.
4.1.2 Fasad Gedung
Universitas HKBP
Nommensen Medan
Fasad merupakan Tampak bangunan di sisi
yang berhadapan dengan ruang terbuka
atau jalan. Tampak dapat berupa depan sebuah bangunan.
Fasad pada gedung Nommensen memiliki ciri khas
sendiri yaitu dengan ekspresi pola
vertikal. Menurut Silaban Fasad
Nommensen ini di desain sesuai iklim tropis. Beberapa elemen yang
terdapat pada fasad Nommensen yaitu :
- Atap - Dinding - Lantai
- Jendela dan Pintu - Kusen
- Ventilasi - Kolom
34
Gambar 4.1 Titik-titik penting di sekitar kawasanGedung Universitas HKBP Nommensen, Medan
Atap
Lantai
4.1.3 Material, Warna, dan Tekstur Fasad Gedung Nommensen
4.2. Pembahasan Data Lapangan Berdasarkan Kajian Pustaka
Pembahasan pada penelitian ini mencakup elemen-elemen fasad pada gedung
Universitas HKBP Nommensen berupa atap, jendela, ventilasi, pintu, dinding, kusen,
kolom dan lantai.
4.2.1 Atap Gedung
Bagi Silaban atap adalah esensial, maka atap harus mutlak bebas dari segala
kebocoran, juga harus mutlak bebas dari bentuk yang berliku-liku yang mau tidak
mau mengundang kebocoran. Bahan atap yang baik dan paling tahan lama adalah
beton.
35
Kolom
Ventilasi
Gambar 4.2. Ekspresi Fasad Gedung Nommensen(Sumber: Foto hasil survey)
Tabel 4.1 Material, Warna, dan Tekstur FasadGedung Nommensen
Elemen Material Warna Tekstur
Atap Beton Asli beton Kasar
Dinding Batu Bata Asli bata Halus
Pintu dan Jendela
Kusen
Kaca
Kayu
Transparan
Coklat
Licin
Halus
Ventilasi Beton Asli beton Halus
Kolom Beton Asli beton Halus
Lantai Terra cotta Orange Halus
(POTONGAN ON PROGRESS)
Sesuai konsep Silaban tentang atap, gedung perkuliahan Nommensen
menggunakan atap beton datar. Atap beton datar pada gedung ini merupakan
pelindung untuk respon hujan dikarenakan indonesia memiliki iklim yang tropis.
Selain untuk respon hujan atap beton datar pada gedung ini juga sebagai respons
untuk panas matahari, dimana atap beton datar ini tidak mudah rusak karena kena
sinar matahari.
36
Gambar 4.3 Atap beton datar Gedung Nommensen(Sumber: Foto hasil survey)
Atap beton pada gedung ini dilindungi oleh isolasi yang terdiri dari lapisan
batu bata yang kemudian dilapisi dengan ubin yang tahan terhadap hujan dan
mathari.sehingga atap beton datar pada gedung ini awet dalam jangka yang lama.
4.2.2 Dinding
Dinding pada gedung Nommensen merupakan ciri dari desain Silaban.
Material dinding yang digunakan pada gedung ini adalah batu bata lapis marmer.
Dinding bata pada gedung ini tidak di plester dan di cat namun di lapisi marmer agar
material dinding pada bangunan Nommensen awet dan dapat bertahan lama. Menurut
silaban keindahan suatu bangunan terletak pada ke aslian material itu sendiri.
Gedung Nommensen harus fungsional konstruktivisme, fungsional geometris
dan fungsional berdaya guna. Gedung Nommensen menggunakan struktur dan
bahan yang jelas dan jujur, yang menunjukan kekokohan bahan dan kekuatan unsur-
unsur konstruksinya
4.2.3 Pintu, Jendela, dan Kusen
37
Gambar 4.4 Dinding Gedung HKBP Nommensen(Sumber: Foto hasil survey)
Material pada jendela dan pintu adalah kaca , dan kusen yang digunakan ialah
kayu. Silaban memilih material untuk bangunan Nommensen dari faktor panas,
hujan, angin dan pembayangan matahari, sesuai iklim tropis. Silaban memilih bahan
material juga upaya untuk menampakkan 'jiwa Indonesia' bangunannya.
(MASIH KURANG NEH)
4.2.4 Ventilasi
Pada fasad gedung Nommensen terdapat emper terbuka. Emper terbuka ini
bukan sekedar emper sempit dengan tambahan dakoverstek yang hanya bersifat
platonis namun emper bagi Silaban sangat penting yang harus terhindar dari sinar
matahari. Dari data lapangan emper ini merupakan tempat duduk – duduk para
mahasiswa. Dimana emper pada gedung ini luas dan sejuk. Namun pada bangunan
38
Gambar 4.5 Pintu, jendela dan kusen (Sumber: Foto hasil survey)
ini Silaban sangat memikirkan konsep emper yang baik utnuk iklim tropis. Sehingga
pada emper terbuka ini Silaban membuat ventilasi vertikal.
Ventilasi yang terdapat pada emper gedung Nommensen ini terbuat dari
beton. Ventilasi ini di buat sebagai jalur angin keluar masuk. Agar ketika duduk–
duduk di emper para mahasiswa merasa sejuk dan nyaman. Ventilasi di buat dengan
mode miring 45º agar hujan yang dirembes oleh angin tidak masuk ke emper.
4.2.5 Kolom
Pola vertikal pada gedung Nommensen merupakan ciri dari desain Silaban,
dengan memperlihatkan kolom-kolom dalam jarak irama yang teratur. Karena irama
vertikal yang sangat kuat ini menjadi sudut pandang tertentu seolah-olah membentuk
bidang horisontal yang merupakan ekspresi dari bangunan tersebut. Pola grid pada
bangunan Nommensen merupakan konsep arsitektur tropis bagi Silaban.
39
Gambar 4.6 Suasana Emper pada GedungNommensen (Sumber: Foto hasil survey)
Pola vertikal ini juga merupakan sun screen pada bidang tampak
mengekspresikan kepekaan pada barik. Pada bangunan Nommensen semua tampak
ekspresinya sama hanya saja proporsi panjang dan lebar bangunan yang tidak sama.
Banyaknya rentetan kolom bebas pada gedung ini menunjukkan bahwa kolom-kolom
itu mengelilingi ruangan terbuka. Jarak antara barisan kolom dengan pembatas ruang
khusus seimbang dengan ukuran-ukuran kolom dan jarak antara kolom.
Pola vertikal dibentuk oleh kolom pada fasad bangunan nommensen berbentuk
persegi panjang. Bentuk ini mendapatkan kesan lebih plastis dan ramping.dimensi
kolom pada fasad ini telah diperhitungkan dan berfungsi sebagai pengokohan dan
kebutuhan estetika.
Bentuk kolom yang besar dan memanjang di pada gedung ini di desain
Silaban sebagai sun shading untuk emper terbuka gedung ini. Namun kolom-kolom
ini dibuat dengan sistem rangka dan irama, modul dan dimensi kolom yang jelas agar
selain berfungsi sebagai sun shading dan struktur kolom ini berfungsi sebgai estetika
ekspresi tampak gedung Nommensen.
40
Gambar 4.10 Bentuk Kolom (Sumber: Foto hasil survey)
4.2.6 Lantai
Lantai pada Bangunan Nommensen berupa ubin terra cota. Sebelum dilapisi
ubin terra cota lantai pada gedung Nommensen memakai beton. Karena penggunaan
beton untuk lantai kurang menonjolkan estetika maka lantai pada gedung ini di lapisi
ubin terra cota. Jenis lantai ini merupakan material yang mudah dibersihkan dan
tidak mudah rentan pada kerusakan sesuai dengan konsep desain F.Silaban , selain itu
jenis ubin ini menimbulkan suasana lembut dan enak dalam ruangan
BAB V
KESIMPULAN
41
Gambar 4.11 Lantai Terra-Cota (Sumber: Foto hasil survey)
Gedung Universitas HKBP Nommensen karya Frederich Silaban memakai
konsep Arsitektur Tropis. Elemen-elemen yang terdapat pada fasad Nommensen
berupa atap, pola vertikal, emper terbuka, dan lantai.
Gedung Gedung Universitas HKBP Nommensen menggunakan atap beton
datar dimana atap beton pada bangunan ini merupakan konstruksi yang tahan
terhadap hujan sehingga bangunan ini awet dalam jangka yang lama.
Gedung Universitas HKBP Nommensen sangat tegas menunjukkan sistem
strukturnya berupa sistem rangka dan irama, modul dan dimensi kolom yng terlihat
dengan jelas, terutama pada dasar bangunan. Ekspresi tampak pada gedung
Nommensen memakai pola vertikal, dari segi materialnya pola vertikal tersebut di
buat dari beton karena beton merupakan material yang tahan terhadap perubahan
iklim di indonesia. Pola vertikal di buat sebagai shading untuk melindungi dinding
dan selasar pada gedung Nommensen agar terhindar dari matahari.
Emper terbuka pada gedung Nommensen di desain Silaban semaksimal
munkgin harus terhindar dari sinar matahari. Emper ini merupakan tempat duduk –
duduk para mahasiswa.
Lantai pada gedung Nommensen berupa ubin terra cota Jenis ubin ini
merupakan material yang mudah dibersihkan dan tidak mudah rentan pada
kerusakan. Kemudian jenis ubin ini dapat menimbulkan suasana lembut dalam
ruangan.
42
DAFTAR PUSTAKA
Odang, Astuti SA. 1992. Arsitek dan Karyanya : F.Silaban dalam Konsep dan Karya.
Bandung : NOVA.
Alisyahbana, Iskandar, Prof. Dr. Ir. 1976. Beberapa Masalah Utama Dalam Proses
Pemindahan, Penerapan Dan Pengambangan Teknologi, Dalam Symposium
Tentang Patent, Oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman. Penerbit Bina Cipta.
Boedhi, Andri. 1984. Mengenang Arsitek Silaban. Majalah ASRI No. 19.
Budiharjo, Eko, Ir.MSc. 1991. Arsitek Bicara Tentang Arsitektur Indonesia.
Bandung: Alumni.
Catatan Diskusi Konsep Dan Karya F. Sillaban, Bandung, 22 Juni 1991.
Kunto, Haryoto. 1986. Semerbak Bunga Di Bandung Raya. Bandung: PT. Granesia.
Majalah 'ASRI’ Agustus 1984.
Majalah Kontruksi, Februari 1978
Nurger, D.H. 1983. Perubahan-Perubahan Sturuktur Dalam Masyarakat Jawa.
Jakarta: Bhatara Karya Aksara.
Sachari, Agus (ed). 1986. Seni Desain & Teknologi, Antologi Kritik, Opini Dan
Pilosofi, Bandung: Pustaka.
Smithies, K. W. 1987. Principle 0f Design In Architecture. Bandung: Intermatra
Suria Sumamri, Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan
http://artvisualizer.blogspot.com/2009/04/frederich-silaban.html Diakses 27-11-2014
http://www.silaban.net/2006/06/03/ Diakses 27-11-204.
43