bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/53274/2/bab i.pdf · 2019. 9. 12. · 1 bab i...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perang Saudara di Suriah yang terjadi mulai tahun 2011 dilatarbelakangi
oleh peristiwa Arab Spring, yaitu rangkaian gelombang revolusi demonstrasi yang
terjadi di dunia Arab atau negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Berawal
pada Maret 2011, ketika terjadi perlawanan oleh orangtua yang anak-anaknya
ditahan oleh polisi setempat dan disiksa di dalam penjara karena membuat grafiti
di dinding sebuah bangunan dengan tulisan As-Shaab Yoreed Eskaat el Nizam
(Rakyat inigin menumbangkan rezim). Aparat keamanan menganggap bahwa anak-
anak tersebut adalah perpanjangan tangan para demonstran. Tindakan kekerasan
yang dilakukan aparat keamanan tersebut mengakibatkan warga melakukan aksi
protes yang ditujukan kepada Gubernur kota Deraa, Faisal Khaltoum. Tetapi, protes
tersebut dihadapi dengan pemukulan dan pembubaran paksa dengan
menyemprotkan gas air mata, air, dan tembakan ke arah para demonstran hingga
mengakibatkan korban jiwa.1
Aksi tersebut membuat para demonstran semakin marah dan menyebar ke
seluruh warga di Suriah. Tuntutan warga juga semakin beragam dari yang pada
awalnya hanya ingin pembebasan anak-anak yang ditahan tersebut, hingga menjadi
1 Trias Kuncahyono, 2012, Musim Semi di Suriah: Anak-Anak Penyulut Revolusi, Jakarta: Penerbit
Kompas, hal. 114-116.
2
penurunan rezim yang berkuasa. Pemerintah pun meluncurkan serangan berupa
tembakan kepada para demonstran secara massif.2 Gerakan para demonstran
kemudian dimanfaatkan oleh oposisi untuk membantu menumbangkan rezim yang
berkuasa, Bashar Al-Assad. Hingga tahun 2017 pun belum ada tanda-tanda
berakhirnya konflik Suriah tersebut karena kedua belah pihak yang berkonflik,
yaitu pemerintahan Bashar Al-Assad dan oposisi mempunyai kekuatan yang
seimbang dan dipersulit dengan intervensi dari negara-negara luar Suriah seperti
Turki, Iran, Yordania, Russia, dan Amerika Serikat hingga terjadi deadlock yang
menyebabkan konflik ini sulit diatasi dan menjadi permasalahan internasional.3
Konflik dalam negeri Suriah ini juga merupakan konflik terpanjang
dibandingkan dengan negara-negara Arab Spring lainnya seperti Tunisia, Irak,
Mesir, Libya, dan Yaman.4 Konflik berkelanjutan tersebut mengakibatkan jatuhnya
banyak korban jiwa berjumlah kurang lebih 321.000 orang dan dari warga sipil
sendiri yang memaksa mereka untuk mengungsi di negara lain untuk bertahan
hidup.5 Hingga Maret 2017, jumlah pengungsi Suriah di wilayah negara-negara
tetangga mencapai 5.020.470 jiwa yang mengungsi di negara Turki, Lebanon,
2 Serangan terhadap demonstran, VOA Indonesia, 62 tewas di Suriah, diakses dalam https://www.voaindonesia.com/a/serangan-terhadap-demonstran-62-tewas-di-suriah-
121002049/92682.html diakses pada 27/01/18, 12:02 WIB. 3 Fox, Syria’s war: Who is fighting and why , Vox,diakses dalam
https://www.youtube.com/watch?v=JFpanWNgfQY&t=312s, diakses pada 27/01/18 11:43 WIB. 4 Shafira Elnanda Yasmine, Arab Spring: Islam dalam gerakan sosial dan demokrasi Timur
Tengah, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Airlangga, Surabaya, hal. 110. Diakses dalam https://e-
journal.unair.ac.id/MKP/article/download/2508/1825 diakses pada 27/01/18 12:17 WIB 5 “Total korban tewas dan hilang di Suriah capai 466 ribu jiwa”, diakses dalam
http://mediaindonesia.com/news/read/96349/total-korban-tewas-dan-hilang-di-suriah-capai-466-
ribu-jiwa/2017-03-14 diakses pada 27/01/18, 12:18 WIB.
3
Yordania, Mesir dan Iraq.6 Salah satu negara tetangga yang berbatasan langsung
dengan Suriah dan menjadi tempat bagi pengungsi adalah Lebanon. Lebanon
merupakan negara yang termasuk menerima pengungsi paling banyak, yaitu sekitar
1,011,366 pengungsi pada tahun 2017.7
Selain karena kedekatan geografis yaitu sebelah Utara dan Timur Lebanon
yang berbatasan langsung dengan Suriah ada 2 kemiripan masyarakat Lebanon
lainnya yang membuat mereka menerima pengungsi dari Suriah. Pertama,
kemiripan sosial budaya. Lebanon dan Suriah pada awalnya merupakan satu negara
yang sama dibawah nama Greater Syria, ketika berada dibawah kekuasaan
kekaisaran Turki Utsmani. Wilayah ini kemudian dikuasi oleh Perancis dan
akhirnya terpecah oleh kolonialisme. Sejak kemerdekaan kedua negara pada tahun
1943, terjadi penggambaran batas wilayah teritori masing-masing negara yang
sayangnya dilaksanakan tanpa mempertimbangkan unsur kekerabatan,
kebudayaan, dan etnisitas. Hal ini utamanya terjadi di wilayah yang saat ini menjadi
perbatasan antara Suriah dan Lebanon. Persinggungan ini yang membuat relevansi
etnis, kekerabatan, dan homogenitas tetap terjaga sampai saat ini.8 Kedua adalah
agama. Demografi masyarakat Lebanon yang seimbang antara Sunni dan Syiah9
membuat masyarakat Lebanon menerima pengungsi yang datang.
6 UNHCR, 2017, Syria Regional Refugee Response, Inter-agency Information Sharing Portal,
diakses dalam http://data.unhcr.org/syrianrefugees/regional.php (4/4/2017, 14:36 WIB) 7 UNHCR, 2017, Syria Regional Refugee Response, Inter-agency Information Sharing Portal,
Lebanon, Total Persons are Concern, diakses dalam
http://data.unhcr.org/syrianrefugees/country.php?id=122, diakses pada 17/4/2017, 16.00 WIB. 8 Karam, M, How Lebanon is coping with more than a million Syrian Refugees, 2015, diakses
dalam http://www.spectator.co.uk/2015/11/how-lebanon-is-coping-with-more-than-amillion-
syrian-refugees/ , diakses pada 30/01/18, 12.02 WIB. 9 Lebanon 2012 International Religious Freedom Report, diakses dalam
https://www.state.gov/documents/organization/208612.pdf , diakses pada 30/01/18, 11.54 WIB.
4
Meskipun demikian, Lebanon bukanlah termasuk dalam negara peratifikasi
Konvensi 1951 tentang pengungsi seperti Turki dan negara penerima pengungsi
lainnya. Selain itu pemerintah Lebanon juga masih belum memiliki undang-undang
dan peraturan yang efektif tentang pengungsi. Jumlah penduduk Suriah di Lebanon
pada akhir tahun 2015 telah mencapai 1,5 juta orang dari 4,1 juta orang penduduk
Lebanon dan dari total 5,9 juta orang total populasi manusia di Lebanon. Ini berarti
jumlah penduduk Suriah di Lebanon telah mencapai 25% dari total populasi
manusia di Lebanon dan telah mencapai 1/3 dari total penduduk Lebanon.
Parahnya, penduduk Lebanon yang hidup di bawah rata-rata juga sama banyak
dengan total penduduk Suriah yang mencari perlindungan ke Lebanon yang juga
dalam kesusahan.10
Antonio Gutteres, Komisaris Tinggi UNHCR (United Nations High
Commissions of Refugees) pada tahun 2014 dalam wawancaranya dengan Bruno
Giussani dalam acara TED (Technology, Entertaiment, and Desaign) menyatakan
bahwa Lebanon adalah negara dengan krisis pengungsi terparah dibandingkan
Eropa dan kawasan Timur tengah lain yang menjadi negara penampung pengungsi.
Pengungsi di kawasan Eropa dengan jumlah penduduk 550 juta orang adalah
1:2000. Sedangkan Turki yang merupakan negara penerima pengungsi Suriah
terbesar adalah 1:30, yakni 75 juta penduduk Turki dan menampung 2,5 juta orang
pengungsi. Namun Lebanon saat ini dalam keadaan yang sangat parah, yakni 1 dari
10 Government of Lebanon and United Nations, “Lebanon Crisis Response Plan 2015-2016”,
(Government of Lebanon and United Nations: 2015), hal. 3-4, diakses dalam
http://data.unhcr.org/syrianrefugees/download.php?id=7722, diakses pada 7/12/2017, 14.28 WIB
5
3 manusia di Lebanon adalah pengungsi. Hal ini sangat memprihatinkan dan
berdampak pada menurunnya aktivitas ekonomi, kemiskinan, kebutuhan makanan,
pembangunan dan penggunaan fasilitas publik.11
Kondisi Lebanon yang tidak meratifikasi Konvensi 1951 tentang pengungsi
ini membuat pemerintah Lebanon tidak memiliki tanggung jawab serta kewajiban
penuh dalam penanganan pengungsi di negaranya, meskipun di satu sisi masyarakat
Lebanon tetap menerima pengungsi yang masuk ke negaranya. Selain itu, Lebanon
juga tidak bisa mendapat bantuan internasional melalui UNHCR dalam upaya
penanganan pengungsi yang berada di negaranya karena tidak meratifikasi
Konvensi 1951. Meskipun demikian, Lebanon merupakan negara yang meratifikasi
Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 yang membuat Lebanon tidak
bisa begitu saja untuk menolak, mengembalikan, atau mengirimkan pengungsi ke
suatu wilayah yang mengakibatkan mereka akan berhadapan dengan hal-hal yang
dapat membahayakan hidup mereka (non-refoulement).12
Keadaan yang paling memprihatinkan lagi, yaitu setengah dari jumlah
pengungsi Suriah tersebut adalah perempuan dan anak-anak.13 Meskipun
Kementerian Pendidikan Lebanon telah mengambil beberapa langkah positif untuk
mendaftarkan anak-anak Suriah di pendidikan formal, tetapi sistem tersebut masih
terus berjuang untuk dilaksanakan. Dalam banyak kasus, salah satu perempuan
11
TED Talks: Refugees Have The Right to be Protected | Antonio Guterres, Diakses dari:
https://www.youtube.com/watch?v=potB0voQzNg, diakses pada 7/12/2017, pukul 14:46 WIB. 12 The Assement Capacities Project (ACAPS), Legal Status Individuals Fleeing Syria: SNAP
Project hal. 5, diakses dalam https://www.alnap.org/help-library/legal-status-of-individuals-
fleeing-syria-snap-project diakses pada 7/12/2017, pukul 14:19 WIB. 13Lebanon Crisis Response Plan 2015-16, diakses dalam
data.unhcr.org/syrianrefugees/download.php?id=7723, diakses pada 17/4/2017, 16.20 WIB
6
Suriah mengatakan, “Anak-anak kita tumbuh tanpa pendidikan”.14 Padahal
pendidikan untuk generasi muda merupakan hal yang sangat penting bagi masa
depan suatu negara.
Pada 2014, Kementerian Pendidikan Lebanon memperkenalkan RACE
(Reaching All Children with Education) yang mendaftarkan anak-anak Suriah
untuk sistem pendidikan sekolah umum formal untuk tahun akademik 2014-2015
tetapi hanya terbatas hingga 150.000 anak. Banyak juga beberapa kendala yang
menghambat pemenuhan hak pendidikan anak pengungsi Suriah termasuk biaya
transportasi yang tinggi, keengganan orang tua, bullying di sekolah, dan
kekurangan bantuan pada pekerjaan rumah. Ditambah lagi, angka anak-anak
pengungsi yang membutuhkan pendidikan tersebut melebihi jumlah sekolah publik
yang siap menampung.15 Pada tahun 2015 terdapat 617.000 anak-anak pengungsi,
dan sekitar 400.000 dari mereka adalah usia sekolah. Dalam data yang diambil dari
laporan UNHCR tentang pengungsi Suriah di Lebanon, lebih banyak anak-anak
pengungsi Suriah yang membutuhkan sekolah umum daripada anak-anak Lebanon
karena sistem sekolah umum di Lebanon secara historis kurang diminati, yang pada
akhirnya membuat kebanyakan masyarakat Lebanon mendidik anak-anaknya
dalam sekolah privat.
Munculnya permasalahan ini pun mendorong beberapa organisasi
internasional baik IGO (International Governmental Organization) maupun INGO
14 Growing Up Without an Education: Barriers to Education for Syrian Refugees Children in
Lebanon, diakses dalam https://www.hrw.org/report/2016/07/19/growing-without-
education/barriers-education-syrian-refugee-children-lebanon, diakses pada 17/4/2017, 16.51 WIB 15 Refugees from Syria: Lebanon, UNHCR, 2015, hal. 10, diakses dalam
data.unhcr.org/syrianrefugees/download.php?id=8649 diakses pada 17/04/17, 16.20 WIB.
7
(International Non- Governmantal Organization) seperti UNICEF (United Nation
Children Fund) dan UNHCR untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan seperti
bantuan untuk permasalahan kesehatan, tenda pengungsian, makanan, fasilitas
pemandian, dan pendidikan. Salah satu organisasi internasional non pemerintah
yang berperan mengatasi permasalahan pendidikan terutama untuk anak-anak
pengungsi adalah Malala Fund.
Peran organisasi internasional tersebut seperti UNICEF sendiri melakukan
intervensi kemanusiaan dengan program-program yang diimplementasikan pada
seluruh pengungsi Suriah tidak hanya di Lebanon. Tujuannya adalah untuk
mengurangi jumlah anak-anak yang menjadi korban akibat krisis dan memberi
jaminan hak pada anak-anak Suriah. Sedangkan UNHCR memberikan kontribusi
berupa tenda-tenda pengungsian yang bertempat di Lembah Bekaa, Lebanon.
Untuk Malala Fund sendiri membuat program-program yang dikhususkan pada
pendidikan anak-anak perempuan pengungsi Suriah yang ada di Lebanon sehingga
membantu menghindari lost generations dari masyarakat Suriah.
Malala Fund merupakan organisasi internasional non pemerintah non-profit
yang memiliki fokus utama berupa hak pendidikan untuk anak perempuan. Malala
Fund dipimpin oleh Malala Yousafzai, seorang aktivis kepemudaan yang
memperjuangkan hak pendidikan untuk anak perempuan. Dengan bekerjasama
dengan mitra lokal dan global, Malala Fund tersebut fokus pada tiga tujuan utama
yaitu, 1) Investasi dalam pendidikan anak perempuan melalui solusi-solusi inovatif
untuk memberikan pendidikan yang berkualitas tinggi bagi masyarakat yang
kurang beruntung di seluruh dunia, 2) memperkuat suara para pendukung
8
pendidikan untuk menceritakan kisah-kisah mereka yang berjuang untuk hak
pendidikan, 3) penyaluran tindakan kolektif untuk membuat pendidikan anak
perempuan menjadi prioritas.16
Selain terus melaksanakan advokasi dan kerjasama dengan organisasi
lainnya, Malala Fund mempunyai beberapa program yang fokus pada 4 tempat,
yaitu di Pakistan, Nigeria, Pengungsi Suriah dan Kenya. Tiap negara tujuan
mempunyai program masing-masing yang dijalankan. Salah satunya program untuk
pengungsi Suriah, seperti Malala Yousafzai #All-GirlsSchool, upaya lobi kepada
pemerintah, upaya advokasi, kerjasama dengan Kayany Foundation, salah satu
organisasi non-profit lokal di Lebanon, dengan berbagai perusahaan, serta program-
program lainnya yang akan dibahas dalam penelitian ini.
Upaya Malala Fund ini menjadi menarik untuk dibahas karena masih jarang
organisasi pemuda dalam lingkup internasional yang berfokus pada pendidikan
anak dan dapat menggerakkan masyarakat internasional untuk membantu
meringankan beban kepada yang membutuhkan. Beda dari organisasi-organisasi
sosial yang kebanyakan dibangun oleh seseorang yang mempunyai modal atau
seorang kaya raya, Malala Fund merupakan organisasi yang dipimpin dan dibangun
oleh seorang anak perempuan yang mempunyai trauma besar yaitu tertembak pada
saat ia pulang dari sekolahnya, dan di negaranya hak pendidikan terutama bagi
perempuan sangat dibatasi. Berangkat dari situlah Malala dan Ayahnya berhasil
membawa organisasi ini hingga dapat menggerakkan anak muda dan masyarakat
16ABC News, The Malala Fund: Supporting Girls Education Around the Globe, diakses dalam
http://abcnews.go.com/International/malala-fund-supporting-girls-education-
globe/story?id=18399402 diakses pada 17/4/2017, 13.14 WIB
9
global lainnya untuk ikut memperjuangkan pendidikan dasar bagi anak-anak dan
perempuan yang belum mendapatkan haknya.
Dalam penelitian ini, dapat diketahui upaya apa saja yang dilakukan oleh
Malala Fund dalam menangani pengungsi Suriah yang ada di Lebanon sebagai
salah satu negara yang paling banyak menampung pengungsi, terutama usahanya
dalam mengatasi pendidikan untuk anak-anak perempuan disana serta program-
program dan organisasi lain mana saja yang turut terlibat dalam penanganan
masalah pengungsi Suriah ini.
10
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: Bagaimana upaya Malala Fund dalam mengatasi masalah pendidikan
anak-anak perempuan pengungsi Suriah yang ada di Lebanon?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat upaya apa saja yang dilakukan oleh
Malala Fund sebagai organisasi internasional kepemudaan yang fokus pada anak-
anak perempuan dalam mengatasi masalah pendidikan anak-anak perempuan
pengungsi Suriah yang ada di Lebanon.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk memperdalam kajian
keilmuan Hubungan Internasional dalam pengembangan kajian organisasi
internasional yang fokus pada anak perempuan khususnya dengan studi kasus
bagaimana upaya Malala Fund dalam mengatasi masalah pendidikan anak-anak
perempuan pengungsi Suriah di Lebanon. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan
mampu memberikan gambaran dan pemahaman tentang bagaimana Malala Fund
melakukan upayanya sebagai Global Civil Society.
2. Manfaat Praktis
11
Penelitian ini dapat menambah wawasan terkait upaya Malala Fund dalam
mengatasi masalah pendidikan anak-anak perempuan pengungsi Suriah di
Lebanon, dan harapannya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak
yang terkait serta bagi masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai upaya
Malala Fund dalam mengatasi masalah pendidikan anak-anak perempuan
pengungsi Suriah di Lebanon.
1.4 Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini terdapat beberapa penelitian terdahulu dari berbagai
sumber sebagai pembanding. Pertama, salah satu penelitian tentang upaya Malala
Fund dalam mengatasi permasalahan anak telah ditulis oleh Marsha Tria Putri tahun
2017 dalam eJournal di Universitas Mulawarman dengan judul “Upaya Malala
Fund Dalam Mengatasi Masalah Pelarangan Sekolah di Pakistan”.17 Jurnal ini
membahas upaya-upaya yang dilakukan oleh Malala Fund dalam mengatasi
pelarangan sekolah di Pakistan, yang mana adalah negara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, namun hak pendidikan untuk anak perempuan
khususnya sangat kurang. Jurnal ini menggunakan kerangka dasar Teori Gender
dan Teori Organisasi Internasional dengan metode penelitian kualitatif.
Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa selain karena budaya patriarki,
kurangnya hak pendidikan terutama untuk anak perempuan mulai meningkat sejak
kehadiran Taliban di Utara Pakistan pada tahun 2007. Mereka melarang anak
17 Marsha Tria Putri, 2017, Upaya Malala Fund Dalam Mengatasi Masalah Pelarangan Sekolah
Bagi Perempuan Di Pakistan, Skripsi, Samarinda: Jurusan Hubungan Internasional, Universitas
Mulawarman. Diakses dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/?cat=47
12
perempuan untuk bersekolah, bahkan mereka dapat membunuh seorang perempuan
apabila perempuan tersebut telah melakukan sesuatu yang bertentangan dengan
ajaran Islam.
Upaya yang dilakukan oleh Malala Fund dalam mengatasi pendidikan
perempuan tersebut yakni membuat program umum, yaitu menggalakan program
wajib belajar 12 tahun dan meningkatkan kualitas akses pendidikan anak
perempuan yang aman dan relevan. Selain itu Malala Fund juga memiliki program
khusus seperti Pendidikan untuk Anak Perempuan, Program Belajar Alternatif,
Pendidikan untuk Anak Korban Perang atau Bencana Alam dan Pendidikan
Kecakapan Hidup. Dalam pelaksanaannya, terdapat empat aktor penting yang
berperan antara lain Malala Fund, UNESCO, Pemerintah Pakistan, dan Organisasi
Lokal.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis, adalah objek penelitian
yang membahas bagaimana upaya Malala Fund dalam menjalankan tujuannya yang
berfokus pada pendidikan anak perempuan. Perbedaannya adalah, dalam penelitian
Marsha, menjelaskan upaya Malala Fund mengatasi masalah pendidikan di
Pakistan, yang merupakan tempat asal Malala Yousafzai, selaku pendiri Malala
Fund. Sedangkan dalam penelitian ini membahas bagaimana upaya Malala Fund
dalam mengatasi masalah pendidikan bagi pengungsi Suriah yang ada di Lebanon.
Kemudian yang kedua, penelitian oleh Fatahillah, dari Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yaitu penelitian skripsi yang berjudul “Upaya
United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) Dalam Menangani
13
Pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013”.18 Dalam penelitian yang
menggunakan metode deskriptif ini, disebutkan bahwa Lebanon merupakan negara
tetangga dengan arus pengungsi Suriah paling besar dikarenakan faktor geografis,
dan hubungan yang kuat antara Suriah dan Lebanon.
Pengungsi Suriah yang masuk ke Lebanon sejak tahun 2011 semakin
meningkat dan membawa beberapa dampak yang dirasakan oleh pemerintah
Lebanon. Akibat kepadatan penduduk, menjadikan fasilitas seperti air, listrik,
makanan dan akses kesehatan semakin berkurang sehingga terjadi permasalahan
dalam negeri dan ketegangan sosial antara penduduk Lebanon dengan pengungsi
Suriah.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut, pemerintah Lebanon
mengerahkan beberapa upaya, yaitu dengan membuka perbatasan antara Lebanon
dan Suriah dengan melaksanakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan
UNHCR dan membentuk Komite Tripartit sebagai payung utama untuk penyaluran
bantuan pada pengungsi Suriah yang ada di Lebanon yang terdiri dari the Lebanese
High Relief Commission (HRC), Departemen Sosial, dan UNHCR dengan naungan
PBB.
Kemudian untuk meneliti bagaimana upaya UNHCR dalam menangani
pengungsi Suriah di Lebanon, Fatahillah menggunakan konsep organisasi
internasional yang menjelaskan peranannya sebagai inisiator, fasilitator, dan
mediator. Pertama, UNHCR sebagai inisiator dilihat setelah UNHCR membawa
18 Fatahillah, 2015, Upaya United Nations High Commisioner for Refugees (UNHCR) Dalam
Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon Tahun 2011-2013, Skripsi, Jakarta: Jurusan Hubungan
Internasional, Universitas Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses dalam
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/29194/1/FATAHILLAH-FISIP.pdf
14
permasalahan pengungsi dengan memberikan informasi mengenai keadaan
pengungsi yang membutuhkan bantuan masyarakat internasional melalui
Konferensi Donor yang diadakan di Kuwait pada 2013. Lalu UNHCR sebagai
fasilitator dalam permasalahan tempat tinggal dengan menyediakan pemukiman,
dalam permasalahan kesehatan dengan pelayanan medis kerjasama dengan
berbagai organisasi mitra, dan UNHCR sebagai mediator dengan membantu
pemerintah memverifikasi status pengungsi yang sesuai dengan Konvensi 1951 dan
Protokol 1967.
Jika dibandingkan dengan penelitian penulis, persamaan kedua penelitian
ini adalah sama-sama membahas upaya organisasi internasional dalam penanganan
masalah pengungsi Suriah yang ada di Lebanon. Perbedaannya ialah, Fatahillah
meneliti upaya dari UNHCR, sedangkan penulis meneliti upaya dari Malala Fund.
Hal yang membedakan lagi adalaha, dalam skripsi Fatahillah lebih membahas
upaya penanganan dalam berbagai bidang permasalahan yang dialami pengungsi
Suriah di Lebanon, sedangkan penulis lebih fokus membahas upaya dalam
mengatasi hak pendidikan anak dan perempuan pengungsi Suriah di Lebanon.
Ketiga, adalah penelitian oleh Andi Ulfah Tiara Patunru dari Fakultas
Hukum Universitas Hasanuddin Makassar dengan judul yang hampir sama dengan
bahasan sebelumnya, “Peranan United Nation High Comissioner for Refugees
(UNHCR) Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara di Suriah”.19 Andi
19 Andi Ulfah Tiara Patunru, Peranan United Nation High Commisioner for Refugees (UNHCR)
Terhadap Pengungsi Korban Perang Saudara di Suriah, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin Makassar. Diakses pada
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/11169/SKRIPSI%20LENGKAP-HI-
ANDI%20ULFAH%20TIARA%20PATUNRU.pdf?sequence=1
15
menggunakan metode deskriptif dan konsep pengungsi secara yuridis, khususnya
tentang status pengungsi dalam penelitiannya. Dalam penelitiannya dijelaskan
sejarah UNHCR, tugas dan peranannya secara umum, gambaran sejarah terjadinya
konflik saudara di Suriah hingga peran UNHCR terhadap penangangan pengungsi
disana. Andi menjelaskan peran determinan dari UNHCR, sebagai penentu status
pengungsi dan inisiator dan fasilitator perlindungan dan bantuan kemanusiaan.
Selain itu, berdasarkan penelitiannya, terdapat beberapa organisasi internasional
maupun regional yang terlibat secara aktif bekerjasama dengan UNHCR seperti
UNICEF, WHO (World Health Organization), UNFPA (United Nations
Population Fund), UNWFP (United Nations World Food Programme) dan ICRC
(International Committee of the Red Cross).
Persamaan dari penelitian Andi dengan penelitian penulis yaitu meneliti
tentang peran dari organisasi internasional dalam penanganan pengungsi Suriah.
Tetapi jika penelitian Andi menjelaskan semua peran dan upaya yang dilakukan
untuk penanganan bantuan pengungsi Suriah secara umum, penulis lebih
menekankan pada aspek pendidikan bagi anak dan perempuan pengungsi Suriah
yang berada di negara Lebanon. Organisasi internasional yang dibahas pun berbeda,
yakni UNHCR dan Malala Fund.
Penelitian terdahulu yang keempat berjudul tidak jauh beda, yaitu “Peran
United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Dalam Menangani
Pengungsi Suriah di Lebanon” yang ditulis oleh Linda Purwitasari dalam eJournal
16
Ilmu Hubungan Internasional Universitas Mulawarman.20 Linda menggunakan
kerangka dasar teori peran organisasi internasional dan konsep pengungsi dalam
penelitian ini.
Penelitian yang menggunakan metode deskriptif ini menunjukkan peran
UNHCR sebagai inisiator, fasilitator, dan determinator. Peran inisiator dilihat dari
sikap UNHCR yang membawa permasalahan pengungsi yang membutuhkan
bantuan dari masyarakat internasional melalui Konferensi Donor di Kuwait tahun
2013, lalu peran sebagai fasilitator dilihat dari peran UNHCR dalam mengatasi
permasalahan tempat tinggal pengungsi dengan bekerjasama dengan organisasi
internasional lainnya seperti Save the Children UK, DRC (Danish Refugee Council)
dan masih banyak lagi dan sebagai fasilitator dalam permasalahan kesehatan
dengan pemberian bantuan dalam perawatan kesehatan primer dan sekunder.
UNHCR sebagai determinator dilihat dari kewenangan UNHCR dalam
menentukan status bagi pengungsi dengan mekanisme RSD (Refugee Status
Determination). Dalam penelitian ini dijelaskan juga hambatan UNHCR dalam
menangani permasalahan pengungsi Suriah yang ada di Lebanon.
Penulis melihat persamaan dengan penelitian ini, adalah membahas
organisasi internasional yang berupaya mengatasi permasalahan pengungsi Suriah
yang berada di Lebanon. Perbedaannya ialah, organisasi internasional yang
diangkat berbeda, yaitu UNHCR dan Malala Fund. Upaya yang dibahas dalam
penelitian Linda lebih mengarah pada permasalahan pengungsi secara umum,
20 Linda Purwitasari, Peran United Nations High Commissioner for Refugee (UNHCR) Dalam
Menangani Pengungsi Suriah di Lebanon, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Universitas
Mulawarman. Diakses dalam http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/?p=1859
17
sedangkan milik penulis, lebih berfokus pada permasalahan pengungsi anak dan
perempuan khususnya di bidang pendidikan.
Penelitian terdahulu yang kelima ditulis oleh Indah Fitria, mahasiswi
Jurusan Hubungan Internasional Universitas Riau yang berbentuk jurnal dengan
judul “United Nations Children’s Fund (UNICEF) Dalam Intervensi Kemanusiaan
Pada Konflik Suriah Tahun 2011-2015”.21 Jurnal ini menggambarkan bagaimana
kontribusi UNICEF dalam penanganan akibat konflik yang terjadi kepada anak-
anak pengungsi Suriah yang diwujudkan melalui program-program terencana
berkelanjutan.
Jurnal ini memakai perspektif pluralisme sebagai kerangka teorinya yang
menganggap bahwa aktor non negara juga merupakan bagian penting dalam
hubungan internasional. Sedangkan level analisa yang digunakan dalam penelitian
ini adalah perilaku kelompok di mana level analisa perilaku kelompok menganggap
perilaku kelompok terhadap proses politik lebih dominan dibandingkan dengan
individu.
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan program-program yang dibuat
oleh UNICEF, di antaranya Program Perlindungan Anak (Child Protection
Programe), Syrian Humanitarian Response Plan dan No Lost Generations
Initiative yang telah menjangkau 1,4 juta orang yang berada di daerah sulit dicapai
dan angka tersebut meningkat hingga 193% dan menunjukkan hasil positif dari
berbagai program kerja UNICEF di Suriah tersebut. Penulis melihat persamaan
21 Indah Fitria, United Nations Children’s Fund (UNICEF) Dalam Intervensi Kemanusiaan Pada
Konflik Suriah Tahun 2011-2015, Jurnal, Jurusan Hubungan Internasional Universitas Riau.
Diakses dalam https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/article/view/14358
18
penelitian ini dengan penelitian penulis adalah membahas mengenai peranan
organisasi internasional dalam konflik kemanusiaan di Suriah dengan berbagai
program yang dicanangkan, hanya saja organisasi internasional yang dibahas
adalah UNICEF.
Kemudian ada penelitian terdahulu keenam dari Dedi Julio Cesar Guterres
De Oliveira dengan judul “Peranan UNICEF Dalam Mengembangkan Pendidikan
Anak-Anak di Timor Leste”.22 Penelitian ini dikerjakan dalam bentuk skripsi
Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP, Universitas Muhammadiyah
Malang dengan metode penelitian deskriptif dan menggunakan konsep organisasi
internasional sebagai alat penelitiannya.
Dalam penelitian ini Dedi menemukan bahwa UNICEF melakukan strategi
umum melalui pendekatan dan kerjasama dengan berbagai pihak yang mempunyai
kesamaan dan rasa peduli terhadap permasalahan anak yang berhubungan dengan
permasalahan kemanusiaan dalam hal ini, dengan pemerintah Timor Leste yang
didukung oleh berbagai pihak. UNICEF dapat mengkoordinir, memfasilitasi
berbagai program yang dijalankan baik melalui pemerintah, NGO, INGO, maupun
organisasi internasional lainnya.
Persamaan dari penelitian Dedi dengan penelitian penulis adalah
pembahasan mengenai organisasi internasional yang berperan dalam bidang
pendidikan anak-anak. Hanya saja organisasi internasional yang dibahas adalah
peran UNICEF pada pengembangan pendidikan anak-anak di Timor Leste
22 Dedi Julio Cesar Guterres De Oliveira, 2017, Peranan UNICEF Dalam Mengembangkan
Pendidikan Anak-Anak di Timor Leste, Malang: Jurusan Hubungan internasional , Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
19
sedangkan penulis membahas mengenai upaya Malala Fund terhadap penyelesaian
masalah pendidikan anak-anak pengungsi Suriah yang ada di Lebanon.
Penelitian terdahulu ketujuh berjudul “Peranan UNICEF Dalam Upaya
Melindungi Anak-Anak Pengungsi Suriah di Turki Melalui Program No Lost
Generation” dengan bentuk Skripsi yang ditulis oleh Amalia Indar Yati.23
Mahasiswi Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas
Muhammadiyah Malang ini menggunakan metode deskriptif serta kerangka konsep
organisasi internasional dan konsep perlindungan anak dalam penelitiannya. Dalam
penelitian ini dikatakan bahwa peran UNICEF sebagai organisasi internasional
dalam upaya melindungi anak-anak pengungsi Suriah di Turki melalui program No
Lost Generation yakni sebagai arena diwujudkan dengan membangun mitra
kerjasama dengan berbagai pihak untuk mendiskusikan pendanaan sekaligus
menggalang dana bagi anak-anak Suriah dan negara-negara yang menerima
pengungsi Suriah.
Penulis melihat persamaan penelitian Amalia dengan penelitian penulis,
adalah peran atau upaya yang dilakukan oleh organisasi internasional dalam
melindungi hak-hak anak-anak penungsi Suriah dengan konsep organisasi
internasional. Perbedaannya adalah organisasi yang dibahas adalah upaya UNICEF
serta tempat anak-anak pengungsi Suriah yang ada di Turki, bukan di Lebanon.
Penelitian terdahulu selanjutnya ditulis oleh Agusta Wira Digdaya dengan
judul “Peran United Nations Mission in Liberia (UNMIL) Dalam Menyelesaikan
23 Amalia Indar Yati, 2017, Peranan UNICEF Dalam Upaya Melindungi Anak-Anak Pengungsi
Suriah di Turki Melalui Program No Lost Generation, Malang: Jurusan Hubungan internasional ,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
20
Konflik di Liberia Tahun 2003-2009” dengan bentuk penelitian Skripsi Jurusan
Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Malang.24 Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan
kerangka konseptual Konsep Operasi Militer dan Resolusi Konflik dengan tiga
kerangka proses, yakni peacekeeping, peacemaking, dan peacebuilding.
Penelitian ini mengatakan bahwa operasi militer selain perang merupakan
bentuk dari upaya pasukan UNMIL melakukan resolusi konflik di lapangan
berdasarkan mandat yang telah dikeluarkan oleh PBB. Dalam hal ini, peran UNMIL
di Liberia melaluli intervensi militer tidak hanya sebagai mediator penyelesaian
konflik diantara pihak-pihak yang bertikai, namun juga mengupayakan
pembangunan kembali Liberia termasuk reformasi hukum dan keamanan, hak asasi
manusia dan pemberdayaan masyarakat Liberia menuju sebuah negara yang
demokratis yang aman dan damai di masa depan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah membahas
mengenai peran yang dilakukan suatu organisasi internasional untuk penyelesaian
konflik kemanusiaan di suatu negara. Sedangkan perbedaannya adalah peran
organisasi internasional yang dibahas adalah UNMIL dalam upaya penyelesaian
konflik di Liberia serta kerangka konsep yang digunakan berbeda.
Kemudian terdapat penelitian mengenai pengungsi Suriah dan masyarakat
Lebanon yang berjudul “Lebanese Contradictory Responses to Syrian Refugees
Include Stress, Hospitality, Resentment” oleh Mona Christophersen dan Catherine
24 Agusta Wira Digdaya, 2017, Peran United Nations Mission in Liberia (UNMIL) Dalam
Menyelesaikan Konflik di Liberia Tahun 2003-2009, Malang: Jurusan Hubungan internasional ,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
21
Thorleifsson.25 Penelitian ini menjelaskan bahwa masuknya pengungsi Suriah ke
Lebanon diterima dengan baik oleh masyarakatnya. Akan tetapi terjadi pergeseran
sikap masyarakat Lebanon terhadap pengungsi Suriah dikarenakan beberapa aspek
salah satunya adalah persaingan pekerjaan antara kedua belah pihak sehingga
menimbulkan ketegangan diantara mereka.
Penelitian yang ditulis di Issam Fares Institute for Public Policy and
International Affairs, American University of Beirut ini menghasilkan beberapa
rekomendasi untuk permasalahan yang dihadapi antara pengungsi Suriah dengan
masyarakat Lebanon antara lain: 1) Memisahkan antara uang gaji dengan uang
bantuan bagi pengungsi Suriah yang bekerja, untuk mengurangi ketegangan
persaingan tenaga kerja dengan masyarakat Lebanon; 2) Mentargetkan bantuan
kepada masyarakat Lebanon yang miskin dan pengungsi Suriah tetapi dengan
kehati-hatian untuk mencegah terjadinya masalah baru; 3) Memperkuat proses
registrasi yang terkoordinasi saat pengungsi tiba di tempat lokal dan sebaiknya
memberdayakan pemerintah daerah untuk memiliki gambaran umum pengungsi
yang terdaftar, bantuan yang mereka terima, dan koordinasi antara LSM lokal dan
jaringan bantuan di lapangan. 4) Memberikan bantuan tambahan kepada pengungsi
yang rentan tidak dapat tempat tinggal dan bantuan terbuka, terutama selama dua
bulan pertama.
25 Mona Christophersen dan Catherine Thorleifsson, 2013, Lebanese Contradictory Responses to
Syrian Refugees Include Stress, Hospitality, Resentment, Jurnal, Issam Fares Institute for Public
Policy and International Affairs, American University of Beirut. Diakses dalam
https://website.aub.edu.lb/ifi/Documents/policy_memo/20130705ifi_memo_Fafo_IFI_Policy_brie
f_Syrians_in_Lebanon.pdf di akses pada 31/01/18, 21.30 WIB
22
Persamaan penelitian ini dengan penelitian penulis adalah pada fokus
pembahasan yaitu masalah pengungsi Suriah di Lebanon. Sedangkan perbedaannya
ialah penelitian ini membahas masalah mengenai respon yang paling banyak
diterima oleh masyarakat Lebanon atas datangnya pengungsi Suriah serta
pergesekan sikap yang membuat kedua pihak sempat tegang. Pada penelitian
penulis, lebih membahas bagaimana upaya suatu organisasi internasional dalam
mengatasi salah satu permasalahan yakni pendidikan anak-anak pengungsi Suriah
yang ada di Lebanon.
Dari beberapa penelitian terdahulu yang telah diuraikan, diperolah data
yang menyatakan bahwa beberapa organisasi internasional telah mempunyai peran
dalam mengatasi beberapa permasalahan hak-hak perempuan. Sedangkan yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini
berfokus pada upaya Malala Fund sebagai organisasi internasional dalam mengatasi
dan memperjuangkan pendidikan untuk anak khususnya, untuk para pengungsi
Suriah yang berada di Lebanon.
Tabel 1.1. Posisi Penelitian
No. Nama
Penulis dan Judul
Penelitian
Metode
Penelitian dan
Konsep
Hasil Penelitian
1. Marsha Tria Putri,
“Upaya Malala Fund
Dalam Mengatasi
Deskriptif,
Eksplanatori.
Teori Gender dan
- Hasil Penelitian menunjukkan
bahwa upaya Malala Fund untuk
mengatasi masalah pelarangan
23
Masalah Pelarangan
Sekolah di Pakistan”.
Teori Organisasi
Internasional
sekolah di Pakistan cukup sukses
dengan kerjasama dengan
UNESCO sebagai mediator, dan
pemerintah menyediakan dan
memfasilitasi akses ke area fokus
dan organisasi lokal untuk
membantu Malala Fund dalam
melaksanakan program.
2. Fatahillah, “Upaya
United Nations High
Commisioner for
Refugees (UNHCR)
Dalam Menangani
Pengungsi Suriah di
Lebanon Tahun
2011-2013”.
Deskriptif.
Konsep
Organisasi
Internasional,
Konsep
Pengungsi dan
Keamanan
Manusia
Upaya UNHCR dalam menangani
pengungsi Suriah antara lain
sebagai inisiator, fasilitator dan
determinator. Selain itu UNHCR
juga melakukan berbagai kerjasama
di beberapa bidang yang menjadi
masalah oleh pengungsi Suriah di
Lebanon dengan banyak organisasi
lokal dan internasional lainnya.
3. Andi Ulfah Tiara
Patunru, “Peranan
United Nation High
Commisioner for
Refugees (UNHCR)
Terhadap Pengungsi
Deskriptif.
Definisi
Pengungsi dan
Tipologi
Pengungsi.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa UNHCR berperan penting
sebagai determinator status
pengungsi dan sebagai
inisiator/fasilitator perlindungan
dan bantuan terhadap para
24
Korban Perang
Saudara di Suriah”.
pengungsi. Selain itu dalam
menangani pengungsi Suriah
misalnya di Turki, UNHCR
melakukan berbagai kerjasama
strategis dengan organisasi
regional/internasional lainnya
seperti UNICEF, UNDP, UNWFP,
WHO, juga dengan ICRC.
4. Linda Purwitasari,
“Peran United
Nations High
Commissioner for
Refugee (UNHCR)
Dalam Menangani
Pengungsi Suriah di
Lebanon”.
Deskriptif. Teori
Peran Organisasi
Internasional dan
Konsep
Pengungsi.
Penelitian ini menunjukkan peran
UNHCR sebagai inisiator,
fasilitator, dan determinator. Peran
inisiator dilihat dari sikap UNHCR
yang membawa permasalahan
pengungsi yang membutuhkan
bantuan dari masyarakat
internasional melalui Konferensi
Donor di Kuwait tahun 2013. Peran
sebagai fasilitator, dilihat dari peran
UNHCR dalam mengatasi
permasalahan tempat tinggal
pengungsi dengan bekerjasama
dengan organisasi internasional
lainnya dan sebagai fasilitator
25
dalam permasalahan kesehatan
dengan pemberian bantuan dalam
perawatan kesehatan primer dan
sekunder. UNHCR sebagai
determinator dilihat dari
kewenangan UNHCR dalam
menentukan status bagi pengungsi
dengan mekanisme RSD (Refugee
Status Determination).
5. Indah Fitria, “United
Nations Children’s
Fund (UNICEF)
Dalam Intervensi
Kemanusiaan Pada
Konflik Suriah
Tahun 2011-2015”
Deskriptif.
Perspektif
Pluralisme, Teori
Peranan
Organisasi
Internasional.
Hasil dari penelitian ini adalah
menunjukkan program-program
yang dibuat oleh UNICEF,
diantaranya Program Perlindungan
Anak (Child Protection Programe),
Syrian Humanitarian Response
Plan dan No Lost Generations
Initiative yang telah menjangkau
1,4 juta orang yang berada di daerah
sulit dicapai dan angka tersebut
meningkat hingga 193% dan
menunjukkan hasil positif dari
berbagai program kerja UNICEF di
Suriah tersebut.
26
6. Dedi Julio Cesar
Guterres De Oliveira,
2017, “Peranan
UNICEF Dalam
Mengembangkan
Pendidikan Anak-
Anak di Timor
Leste”
Deskriptif.
Konsep
Organisasi
Internasional.
UNICEF melakukan strategi umum
melalui pendekatan dan kerjasama
dengan berbagai pihak yang
mempunyai kesamaa dan rasa
peduli terhadap permasalahan anak
yang berhubungan dengan
permasalahan kemanusiaan dalam
hal ini, dengan pemerintah Timor
Leste yang didukung oleh berbagai
pihak.
7. Amalia Indar Yati,
“Peranan UNICEF
Dalam Upaya
Melindungi Anak-
Anak Pengungsi
Suriah di Turki
Melalui Program No
Lost Generation”
Deskriptif.
Konsep
Organisasi
Internasional dan
Konsep
Perlindungan
Anak
Peran UNICEF sebagai organisasi
internasional dalam upaya
melindungi anak-anak pengungsi
Suriah di Turki melalui program No
Lost Generation yakni sebagai
arena diwujudkan dengan
membangun mitra kerjasama
dengan berbagai pihak untuk
mendiskusikan pendanaan
sekaligus menggalang dana bagi
anak-anak Suriah dan negara-
negara yang menerima pengungsi
Suriah.
27
8. Agusta Wira
Digdaya, “Peran
United Nations
Mission in Liberia
(UNMIL) Dalam
Menyelesaikan
Konflik di Liberia
Tahun 2003-2009”
Deskriptif.
Konsep Operasi
Militer dan
Resolusi Konflik
Penelitian ini mengatakan bahwa
operasi militer selain perang
merupakan bentuk dari upaya
pasukan UNMIL melakukan
resolusi konflik di lapangan
berdasarkan mandat yang telah
dikeluarkan oleh PBB. Dalam hal
ini, peran UNMIL di Liberia
melaluli intervensi militer tidak
hanya sebagai mediator
penyelesaian konflik diantara
pihak-pihak yang bertikai, namun
juga mengupayakan pembangunan
kembali Liberia termasuk reformasi
hukum dan keamanan, hak asasi
manusia dan pemberdayaan
masyarakat Liberia menuju sebuah
Negara yang demokratis yang aman
dan damai di masa depan
9.
Mona
Christophersen dan
Catherine
Deskriptif, Penelitian ini menjelaskan bahwa
masuknya pengungsi Suriah ke
Lebanon diterima dengan baik oleh
28
Thorleifsson
“Lebanese
Contradictory
Responses to Syrian
Refugees Include
Stress, Hospitality,
Resentment”
Resolusi Konflik
dan Konsep
Pengungsi
masyarakatnya. Akan tetapi terjadi
pergeseran sikap masyarakat
Lebanon terhadap pengungsi Suriah
dikarenakan beberapa aspek salah
satunya adalah persaingan
pekerjaan antara kedua belah pihak
sehingga menimbulkan ketegangan
diantara mereka.
10. Nanda Aulia Dina,
“Upaya Malala Fund
Dalam Mengatasi
Masalah Pendidikan
Anak-Anak
Perempuan
Pengungsi Suriah di
Lebanon”
Deskriptif,
Konsep
Organisasi
Internasional dan
Strategi Global
Civil Society
Malala Fund sebagai organisasi
internasional non pemerintah
menjadi salah satu bagian dari
Global Civil Society, dimana
upaya-upaya Malala Fund dapat
dikategorikan menjadi 3 strategi
Global Civil Socity. Upaya lobi dan
pendekatan kepada pemerintah
Lebanon menjadi strategi lobbying,
upaya kerjasama dengan berbagai
organisasi lokal maupun
internasional lain menjadi strategi
networking, dan upaya kampanye
dan donasi dalam rangka
memperjuangkan hak-hak
29
pendidikan anak pengungsi Suriah
masuk dalam strategi visibility dan
audibility.
30
1.5 Kerangka Konseptual
1.5.1 Konsep Organisasi Internasional
Dalam upaya menyelesaikan masalah-masalah yang ada di dunia
internasional, organisasi internasional mempunyai peranan penting dalam
kontribusinya. Organisasi Internasional bisa diartikan sebagai sebuah badan formal
dengan struktur berkelanjutan yang dibentuk berdasarkan perjanjian antara dua
pihak atau lebih dengan tujuan mengejar kepentingan umum dari anggotanya.26
Menurut T. May Rudy, organisasi internasional akan lebih lengkap jika
didefinisikan sebagai pola kerjasama yang melintasi batas-batas negara, dengan
didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau
diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara
berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan
yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dengan
pemerintah maupun antara sesama kelompok non-pemerintah pada negara yang
berbeda.27
Organisasi internasional terbagi menjadi beberapa golongan dan dapat
sekaligus masuk ke dalam beberapa kategori. Berdasarkan kegiatan
administrasinya, organisasi internasional terbagi menjadi dua, yakni Organisasi
Internasional Antar-Pemerintah (Inter-Governmental Organization) atau disingkat
IGO dan Organisasi Internasional Non-Pemerintah (International Non-
Governmental Organization) atau disingkat INGO. Perbedaan antara keduanya,
26 Clive Archer, 1993, International Organizations,Second Edition, London & New York:
Routledge, hal. 67-79. 27 Teuku May Rudy, 2005, Administrasi dan Organisasi Internasional, Bandung: PT. Refika
Aditama, hal. 3.
31
anggota IGO adalah pemerintah atau instansi yang mewakili pemerintah dengan
administrasi yang berlandaskan hukum publik. Contohnya PBB (Perserikatan
Bangsa Bangsa), ASEAN (Association of South East Asia Nations), SAARC (South
Asian Association for Regional Cooperation), dan sebagainya. Sedangkan INGO
pada umumnya merupakan organisasi di bidang olahraga, sosial, keagaman,
kebudayaan, atau kesenian dengan administrasinya diatur berlandaskan hukum
perdata. Contohnya IBF (International Badminton Federation), Dewan Gereja
Sedunia dan banyak lainnya.
Berdasarkan tujuan dan luas-bidang kegiatan organisasinya, organisasi
internasional terbagi menjadi Organisasi Internasional Umum yang tujuan dan
bidang kegiatannya bersifat luas dan umum seperti PBB, dan Organisasi
Internasional Khusus dengan tujuan dan kegiatannya menyangkut bidang tertentu
saja contohnya OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), badan-
badan yang berada dibawah naungan PBB seperti UNESCO (United Nations
Educational, Scientific, and Cultural Organization) , UNICEF, UNHCR dan
sebagainya. Berdasarkan penjelasan diatas, Malala Fund sebagai organisasi
internasional yang memiliki ruang lingkup cukup besar, bisa digolongkan sebagai
INGO karena anggota-anggotanya bukan dari institusi pemerintahan dan juga
sebagai organisasi internasional khusus karena Malala Fund hanya fokus pada
bidang sosial, yakni pendidikan anak-anak dan perempuan.
Menurut T. May Rudy, organisasi internasional mempunyai antara lain
adalah sebagai wadah atau forum untuk menggalang kerjasama serta untuk
mencegah atau mengurangi intensitas konflik sesama anggota, sebagai sarana untuk
32
perundingan dan menghasilkan kegiatan yang diperlukan seperti untuk kegiatan
sosial, kemanusiaan, bantuan untuk pelestarian lingkungan hidup, dan lain-lain.
Malala Fund disini bisa disebut sebagai organisasi internasional non-pemerintah
karena independen dan mempunyai tujuan tersendiri, yakni memperjuangkan hak-
hak anak dan perempuan di seluruh dunia.28
Eksistensi dari INGO sudah muncul dari paruh kedua abad ke-19 meskipun
beberapa survei menyebutkan bahwa beberapa organisasi semacam ini mungkin
ada sebelum tahun 1850.29 Contohnya perkembangan organisasi perempuan
internasional (international women’s organization) juga merupakan salah satu
organisasi internasional yang berkembang pesat hingga sekarang. Salah satunya
adalah Malala Fund, yaitu organisasi non-pemerintah yang sangat mengangkat hak-
hak pendidikan anak-anak terutama perempuan agar diterapkan di seluruh dunia.30
Selain Organisasi Internasional Non-Pemerintah, terdapat suatu wilayah
sosial yang lebih luas dan melewati batas negara yang berinteraksi satu sama lain
dan biasanya terbentuk dalam suatu struktur, asosiasi, dan jaringan dimana
pelaku/aktor individu dan kelompok saling terkait dan bergantung satu sama lain
secara fungsional. Sebagai pembangunan jaringan transnasional yang didasarkan
pada kesadaran global, gagasan bahwa ada dunia yang lebih luas diatas negara dan
masyarakat nasional, diatas individu dan kelompok tidak peduli dimana mereka
28 Ibid,. 29 John Boli and George M.Thomas, eds., Constructing World Culture: Internastional
Nongovernmental Organiations since 1875, Stanford, hal. 22, dalam Akira Iriye, 2002, Global
Community: The Role of International Organizations in The Making of The Contemporary World,
Berkeley, Los Angeles, London: University of Caliornia Pres, hal. 28 30Ibid., hal 29-30.
33
berada, mereka berbagi kepentingan tertentu dan kesadaran pada dunia yang lebih
luas, penulis akan mengkerangkai penelitian ini dalam konsep Global Civil Society.
1.5.2 Konsep Global Civil Society
Global Civil Society adalah salah satu jenis dari civil society yang
merupakan wilayah sosial yang terorganisir dan bercirikan antara lain kesukarelaan,
keswasembadaan, dan keswadayaan yang mengarah pada hidup masyarakat yang
mandiri dalam segala hal. Bisa juga diartikan sebagai forum, kelompok, atau
aktifitas kemasyarakatan yang fokus pada kepentingan publik dan hanya fokus
hanya pada satu dimensi dari kepentingan publik, bukan secara umum.
Dengan pertumbuhan isu global yang kontemporer, komunikasi global,
organisasi global, solidaritas global, maka aktivitas kemasyarakatan tidak lagi
dapat dipahami dengan konsepsi teritorial tentang hubungan negara-masyarakat.31
Maka hadirlah konsep Global Civil Society yang merupakan ruang sosial antar
berbagai aktor yang saling terikat proses sosial, non-pemerintah yang melewati
batas negara yang berinteraksi satu sama lain dan biasanya terbentuk dalam suatu
struktur, asosiasi, dan jaringan dimana pelaku/aktor individu dan kelompok saling
terkait dan bergantung satu sama lain secara fungsional.32 Dalam bukunya, John
Keane menyebutkan Global Civil Society merupakan ruang sosial, organisasi,
gerakan, atau kelompok yang saling terhubung, aktornya lebih dari satu, lintas
batas, yang berinteraksi satu sama lain yang menghubungkan dimensi-dimensi
lokal ke global atau sebaliknya.33
31 Jan Aart Scholte, 1999, Global Civil Society: Changing The World?, Centre for the Study of
Globalisation and Regionalisation (CSGR), University of Warwick, United Kingdom, hal.13 32 John Keane, Global Civil Society?, United Kingdom: Cambridge University Press, hal. 11. 33 Ibid,.
34
Dalam working paper Scholte disebutkan, Global Civil Society mencakup
aktivitas berupa: a. menghubungkan isu-isu antar negara, b. melibatkan komunikasi
lintas batas, c. memiliki organisasi global, dan d. bekerja pada premis solidaritas
suprateritorial.34 Disini mnunjukkan, bahwa Global Civil Society telah telah
menunjukkan eksistensinya, apalagi dalam era modernisasi saat ini yang
memudahkan seseorang atau suatu badan untuk membawa massa demi tujuan atau
kepentingannya melalui alat komunikasi atau internet. Media massa elektronik
contohnya, memungkinkan kelompok Global Civil Society untuk mengumpulkan
dan menyebarkan informasi mengenai isu-isu dunia yang terkait dengan
kepentingannya.35
Dalam bukunya Global Community, Akira Iriye mendeskripsikan peran dari
organisasi internasional yang berada dalam dunia yang sedang mengalami
peningkatan globalisasi atau menjadi ter-globalisasi. Global Community pada
terminologinya, diartikan sebagai pembangunan jaringan transnasional yang
didasarkan pada kesadaran global, gagasan bahwa ada dunia yang lebih luas diatas
negara dan masyarakat nasional, diatas individu dan kelompok tidak peduli dimana
mereka berada, mereka berbagi kepentingan tertentu dan kesadaran pada dunia
yang lebih luas. Kesadaran ini harus diberi beberapa bentuk institusional jika ingin
efektif atau bisa disebut organisasi internasional. Dengan melihat sejarah mereka,
maka kita akan mendapatkan pemahaman tentang satu aspek dari fenomena
globalisasi dan proses historis yang telah diciptakan dalam membentuk kekuatan
34Op. Cit,. 35Ibid,. hal.11.
35
atau gerakan transnasional, global, dan manusia yang membawa dunia sekarang
ini.36
Dalam penelitian ini, penulis dapat melihat Malala Fund sebagai bentuk
Global Civil Society karena Malala Fund merupakan ruang sosial antar berbagai
aktor yang saling terikat proses sosial, lewat kerjasama mitranya dengan berbagai
organisasi lain lokal maupun internasional, kemudian ia juga non-pemerintah,
cakupannya internasional dan terbentuk dalam suatu jaringan dimana para aktor
atau individu Malala dan kelompok lainnya saling terkait dan bergantung satu sama
lain secara fungsional. Malala Fund juga telah menunjukkan eksistensinya dalam
membawa massa untuk peduli terhadap permasalahan pendidikan perempuan
melalui internet.
Untuk mencapai tujuannya masing-masing, menurut Scholte dan Edelman,
Global Civil Society mempuyai beberapa strategi atau model pergerakan dalam
perilakunya, strategi ini antara lain yaitu dengan lobbying, networking, visibility,
dan audibility. Dalam strategi lobbying, yaitu melakukan upaya-upaya persuasif,
berkoordinasi, dan bernegosiasi dengan decision makers, atau pihak-pihak yang
dianggap memiliki pengaruh pada suatu isu tertentu. Untuk networking, merujuk
pada penguatan koneksi antar komunitas, berkoalisi, serta membangun jaringan
advookasi dengan kelompok atau organisasi internasional lain. Sedangkan visibility
dan audibility merupakan strategi yang sifatnya lebih menekankan pada publikasi
36Ibid.
36
yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan dan pendengaran, misalnya melalui
aksi demonstrasi atau publikasi melalui media massa.37
Dalam konteks ini, upaya Malala Fund dalam penelitian ini oleh penulis
dicerminkan dengan beberapa poin strategi yang dilakukan oleh Global Civil
Society. Pertama lobbying, yaitu dengan melakukan upaya-upaya persuasif,
berkoordinasi, dan bernegosiasi dengan decision makers, atau pihak-pihak yang
dianggap memiliki pengaruh pada suatu isu tertentu. Pada kasus ini, Malala Fund
melakukan upaya persuasif kepada Kementerian Pendidikan Lebanon dengan
meminta mereka untuk memberikan gelar sarjana muda atau kejuruan bagi
pengungsi Suriah yang telah diberikan pelatihan sarjana dan keterampilan oleh
LSM mitra lokal Malala Fund, yaitu Yayasan Kayany dari Lebanon.38
Sedangkan untuk strategi networking Malala Fund melakukan penguatan
koneksi antar komunitas, berkoalisi, serta membangun jaringan advokasi dengan
kelompok atau organisasi internasional lain seperti melakukan mitra dengan NGO
lokal, Yayasan Kayany untuk memberikan pelatihan sarjana dan pelatihan
keterampilan bagi 200 pengungsi Suriah yang berusia 14 sampai 18 tahun dengan
kurikulum baru yang memungkinkan siswa untuk menerima gelar sarjana muda
atau kejuruan melalui Kementerian Pendidikan Lebanon.39 Selain itu, bersama
yayasan ini, Malala membuka Malala Yousafzai #All-GirlsSchool, yaitu satu-
satunya sekolah informal gratis yang dikhususkan untuk perempuan pengungsi
37 Marc Edelman, 2001, Social Movements: Changing Paradigms and Forms of Politicis, Annual
Review of Anthropology, Vol. 30, hal. 285-371. 38 Malala Fund, Malala Marks 18th Birthday in Solidarity with Syrian Refugee Girls, diakses dalam
https://blog.malala.org/malala-marks-18th-birthday-in-solidarity-with-syrian-refugee-girls-
67e8cc8b4b23 (3 Mei 2017, pukul 16:24) 39 Ibid,.
37
Suriah yang tinggal di Perkemahan Bekaa, Lebanon.40 Untuk strategi visibility dan
audibility, Malala Fund menggunakan internet sebagai media untuk menggerakkan
masyarakat dalam mencapai tujuannya, yatu membantu memperjuangkan
pedidikan bagi anak-anak perempuan. Salah satunya dengan website resmi, yaitu
www.malala.org dan berbagai media sosial.
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
Untuk menjelaskan tentang upaya Malala Fund dalam mengatasi masalah
pendidikan anak-anak perempuan pengungsi Suriah di Lebanon, penulis
menggunakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha memberikan
gambaran atau mendeskripsikan keadaan objek serta permasalahan dengan
menggunakan analisa data dan dalam penelitian ini penulis akan menjawab
permasalahan yang ada dalam penelitian secara objektif.41 Penelitian deskriptif juga
bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala,
atau kelompok tertentu yang disajikan melalui data dan fakta.42 Dalam konteks ini
penulis menjelaskan melalui beberapa data dan fakta dengan fokus bagaimana
upaya Malala Fund dalam mengatasi masalah pendidikan anak-anak perempuan
pengungsi Suriah di Lebanon.
40 Malala Fund, Our Supporters Helped Make it Happen: The Malala Yousafzai All Girls School!,
diakses dalam https://blog.malala.org/our-supporters-helped-make-it-happen-the-malala-
yousafzai-all-girls-school-ee739aa6b4ea (3 Mei 2017, pukul 16.39) 41 Lexy J, 1998, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, hal.6. 42 Ulber Silalahi, 2009, Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Mediatama, hal.7.
38
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
literatur dengan sumber penelitian yang diperoleh dari buku, majalah, jurnal/e-
journal, serta sumber internet yang memuat informasi mengenai Malala Fund dan
anak-anak perempuan pengungsi Suriah yang ada di Lebanon dan beberapa
penelitian terdahulu dalam membantu mengumpulkan data dan referensi yang
relevan.
1.6.3 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisa data deskriptif
yakni dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan penelitian
kemudian diuraikan untuk menggambarkan dan menganalisis mengenai peranan
Malala Fund sebagai organisasi internasional dalam upaya mengatasi masalah
pendidikan anak-anak perempuan pengungsi Suriah yang ada di Lebanon.
1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian
1.6.4.1 Batasan Materi
Batasan Materi dalam penelitian ini adalah dalam lingkup Malala Fund
sebagai organisasi internasional non-pemerintah dan upayanya dalam mengatasi
masalah hak pendidikan untuk anak-anak perempuan pengungsi Suriah di Lebanon.
1.6.4.2 Batasan Waktu
Batasan waktu dari penelitian ini adalah upaya Malala Fund terhadap anak-
anak perempuan pengungsi Suriah di Lebanon yang telah dilakukan mulai dari
39
tahun 2015 hingga tahun 2018 karena hingga Agustus tahun 2018 Upaya Malala
Fund masih berjalan.
1.7 Argumen Pokok
Sebagai organisasi internasional non-pemerintah, Malala Fund memiliki
beberapa upaya untuk mengatasi masalah pendidikan anak-anak perempuan
pengungsi Suriah yang ada di Lebanon. Malala Fund disebut sebagai organisasi
internasional non pemerintah karena anggota-anggotanya bukan dari institusi
pemerintahan dan juga sebagai organisasi internasional khusus karena Malala Fund
hanya fokus pada bidang sosial, yakni pendidikan anak-anak perempuan.
Upaya Malala Fund dalam penelitian ini oleh penulis dicerminkan dengan
beberapa poin strategi yang dilakukan oleh Global Civil Society. Pertama lobbying,
yaitu dengan melakukan upaya-upaya persuasif, berkoordinasi, dan bernegosiasi
dengan decision makers, atau pihak-pihak yang dianggap memiliki pengaruh pada
suatu isu tertentu.
Sedangkan untuk strategi networking Malala Fund melakukan penguatan
koneksi antar komunitas, berkoalisi, serta membangun jaringan advokasi dengan
kelompok atau organisasi internasional lain berupa melakukan mitra dengan NGO
lokal. Untuk strategi visibility dan audibility, Malala Fund menggunaka internet
sebagai media untuk menggerakkan masyarakat dalam mencapai tujuannya, yatu
membantu memperjuangkan pedidikan bagi anak-anak perempuan.
1.8. Sistematika Penulisan
40
Untuk memudahkan penelitian, secara keseluruhan tulisan ini terdiri dari
lima bab yang pembahasannya akan dikhususkan dalam tiap tema dimana setiap
tema terdiri dari sub-sub bab, yaitu:
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1.3.2 Manfaat Akademis
1.3.3 Manfaat Praktis
1.4 Penelitian Terdahulu
1.5 Kerangka Konseptual
1.5.1 Konsep Organisasi Internasional
1.5.2 Konsep Global Civil Society
1.6 Metode Penelitian
1.6.1 Jenis Penelitian
1.6.2 Teknik Pengumpulan Data
1.6.3 Teknik Analisa Data
1.7 Argumen Pokok
1.8 Sistematika Penulisan
BAB II: Masalah Pengungsi Suriah di Lebanon dan Eksistensi Malala Fund
2.1 Pengungsi Suriah di Lebanon
41
2.1.1 Latar Belakang Masuknya Pengungsi Suriah di Lebanon
2.1.2 Kondisi Pengungsi Suriah di Lebanon
2.2 Masalah pendidikan anak-anak perempuan Pengungsi Suriah
di Lebanon
2.2.1 Kurangnya kesadaran pendidikan
2.2.2 Kurangnya kapasitas
2.2.3 Akses pendidikan
2.2.4 Tidak cukupnya penghasilan
2.2.5 Bullying dan mistreatment (penindasan dan penganiayaan)
2.2.6 Kekerasan seksual dan Pernikahan dini
2.2.7 Problematika bahasa
2.3 Eksistensi Malala Fund
2.3.1 Sejarah Terbentuknya Malala Fund
2.3.2 Visi Misi dan Tujuan Malala Fund dan Masuknya Malala ke Lebanon
BAB III: Upaya Lobi dan Kerjasama Malala Fund Dalam Mengatasi
Permasalahan Pendidikan Anak-Anak Perempuan Pengungsi Suriah di
Lebanon
3.1 Upaya pendekatan kepada pihak pemerintah Lebanon
3.2 Upaya kerjasama dengan berbagai aktor
3.2.1 Kerjasama dengan berbagai negara
3.2.2 Kerjasama dengan NGO dan INGO
3.2.2.1 Kerjasama dengan Kayany Foundation
42
3.2.2.2 Kerjasama dengan Spanx by Sara Blakely Foundation
3.2.3 Kerjasama dengan perusahaan
3.2.3.1 Kerjasama dengan Apple Inc.
3.2.3.2 Kerjasama dengan Celebrity Cruises
BAB IV: Upaya Advokasi Malala Fund Dalam Mengatasi Permasalahan
Pendidikan Anak-Anak Perempuan Pengungsi Suriah di Lebanon
4.1 Upaya Advokasi Malala Fund
4.1.1 Pidato dalam berbagai forum
4.1.2 Upaya Advokasi
4.2 Upaya kampanye melalui media sosial
4.2.1 Kampaye pada sosial media Facebook, Twitter dan Instagram
4.2.2 Website MalalaFund.org dan Assembly
4.3 Upaya penggalangan donasi
BAB V: Penutup
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
43