bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku
pembangunan kesehatan dalam menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya sendiri serta berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat.
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan berbagi
cara, salah satunya dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). PHBS adalah
sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas hasil pembelajaran
yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat (Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). PHBS mempunyai tatanan sehat yang
terdiri di lima tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan tempat kerja, tatanan
tempat umum, tatanan sekolah, dan tatanan sarana kesehatan. Tatanan yang lain
Menurut (Dinas Kesehatan) Dinkes Provinsi Jatim (2007, dalam Efendi & Makhfudli
2009: 322) Terdapat tatanan PHBS yang lain yaitu PHBS di tatanan Pondok
Pesantren.
Tantanan Pondok Pesantren mempunyai Indikator PHBS yaitu kebersihan
perorangan; penggunaan air bersih; kebersihan tempat wudhu; pengunaan jamban;
kebersihan asrama, halaman dan ruang belajar; ada kader atau santri husada dan
kegiatan poskestren; bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk; Penggunaan
garam beryodium; makanan gizi seimbang; pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan;
2
gaya hidup tidak merokok dan bebas napza; gaya hidup sadar acquired immune deficiency
syndrome (AIDS); peserta jamiman pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM), dana
sehat, atau asuransi kesehatan lainnya (Dinkes Provinsi Jatim, 2007)
Pondok Pesantren dapat didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan
pengajaran yang menekankan pelajaran agama Islam dan didukung sarana sebagai
tempat tinggal santri yang bersifat permanen. (Tuanaya et al, 2007). Pondok
Pesantren selain dikenal sebagai wahana tempat belajar santri dalam mendalami ilmu
agama Islam, namun Pondok Pesantren sampai saat ini masih bermasalah tentang
PHBS seperti kepadatan hunian kamar, sarana pembuangan sampah, sarana
pembuangan kotoran manusia dan penyediaan air bersih (Azwar, 2009), santri sering
menggantung pakaian di kamar, saling bertukar pakaian benda pribadi seperti
pakaian, sisir dan handuk (Nugraheni, 2008). Selain itu program pemerintah yang
diluncurkan pada sejak tahun 2006 yaitu unit kesehatan berbasis masyarakat (UKBM)
Posko kesehatan Pesantren (Poskestren) kurang berjalan lancar karena poskestren di
Jawa Timur yang terbentuk 1089 dari 2573 Pondok Pesantren (Dinkes Prov Jatim,
2012). Sedangkan di Kabupaten Malang sendiri, Poskestren yang telah terbentuk 55
dari 315 Pondok Pesantren (Dinkes Kab Malang, 2012).
Masalah-masalah tersebut menjadikan Pondok Pesantren masih tetap ada
penyakit menular yaitu budukan/gatal agogo/gudik (scabies) pada santri. Scabies adalah
penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei
var, hoonis dan produknya. Gejala utama adalah gatal pada malam hari, lesi kulit
berupa terowongan, papula, vesikula, terutama pada tempat dengan stratu korneu yang
tipis seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat
ketiak, pusar, genetalia eksterna pria, areola mamae, telapak kaki dan telapak tangan.
Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung (kontak kulit dengan kulit) misalnya
3
berjabat tangan, tidur bersama, dan melalui hubungan seksual. Selain itu scabies dapat
ditularkan secara tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei,
bantal, dan selimut (Djuanda, 2010). Penyakit ini biasanya banyak ditemukan di
tempat yang kurang terjaga kebersihannya dan padatnya populasi seperti asrama,
panti asuhan, rumah, penjara dan Pondok Pesantren. Sampai saat ini stempel sahnya
santri apabila terkena scabies masih menjadi fenomena dalam suatu Pondok Pesantren.
Prevalensi scabies di seluruh dunia ± 300 juta kasus per tahun (Setyaningrum,
2013). Di Asia prevalensi scabies sebesar 20,4% (Baur, 2013). Currie & Carapetis (2000
dalam April, Joses & Tolibin, 2008) mengatakan bahwa prevalensi scabies pada anak-
anak Aborigin-Australia di daerah terpencil mencapai 50% dan umumnya mereka
mengalami reinfestasi tungau dari penderita lain yang belum sembuh. Penelitian yang
dilakukan oleh Ma’rufi tahun 2003 di Pondok Pesantren kabupaten Lamongan
didapatkan prevalensi 64,20% dari 338 santri, prevalensi tersebut lebih rendah
dibanding prevalensi dari Pondok Pesantren Pasuruan sebesar 66,70% (Kuspriyanto,
2000). Hasil Penelitian lain oleh Nugroho (2012) didapatkan santri mukim yang
berPHBS positif yang menderita scabies sebanyak 41,1% sedangkan yang tidak
menderita scabies 35,5%, Santri mukim yang berPHBS negatif yang menderita scabies
sebanyak 20% sedangkan yang tidak menderita scabies 3,4%, data tersebut mempunyai
prevalensi scabies 61,1% dari 90 Santri mukim.
Dalam hubungannya santri dengan karakteristik scabies, Santri sering terkena
dan tertular scabies karena PHBS pada umumnya kurang mendapatkan di perhatian
dari santri (Depkes 2007), serta PHBS Pondok Pesantren buruk, seringnya saling
menukar pelaratan pribadi dan tidur bersama di tempat yang sempit. Hal tersebut
yang menjadikan santri mukim beresiko lebih besar timbulnya scabies dan penularan
4
karena santri mukim selalu berinterkasi dengan santri melalui saling bertukar pakaian,
handuk, perlengkapan pribadi, dan tidur bersama (Nugraheni, 2008).
Hasil Penelitian Prawira (2011) tentang “faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Makmur Tungkar
Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2011”. Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan pendekatan analitik dan menggunakan desain Cross Sectional
Study, cara pengambilan sampel dengan random sampling, penelitian dilakukan pada
santri dengan jumlah sample 59 santri. Hasil penelitian di uji dengan chi square. Hasil
penelitian diketahui 49% dari responden menderita penyakit scabies, 25% memiliki
tingkat pengetahuan rendah, 12% dari responden memiliki sikap negatif, 15% dari
responden yang memiliki personal hygiene tidak baik, 34% dari responden memiliki
sanitasi lingkungan tidak baik. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan
dengan kejadian scabies (p=0,263), tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian
scabies (p=0,706), tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian scabies
(p=0,731), ada hubungan antara sanitasi lingkungan dengan kejadian scabies (p=0,044)
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang bermakna antara sanitasi
lingkungan dengan kejadian scabies.
Hasil Penelitian lain oleh Nugroho (2012) tentang sejauh mana “Hubungan
perilaku hidup bersih dan sehat dengan kejadian scabies di Pondok Pesantren Bahrul
Maghfiroh di Kabupaten Malang” dengan membagi menjadi 2 santri yaitu santri
mukim dengan scabies dan santri mukim tanpa scabies yang ditinjau dari PHBS negatif
dan PHBS positif didapatkan santri mukim yang berPHBS positif yang menderita
scabies sebanyak 41,1% sedangkan yang tidak menderita scabies 35,5%, Santri mukim
yang berPHBS negatif yang menderita scabies sebanyak 20% sedangkan yang tidak
5
menderita scabies 3,4%. santri yang berPHBS negatif memiliki resiko menderita
penyakit scabies 5,4 kali lebih besar dari pada santri mukim yang berPHBS positif.
Kecamatan Poncokusumo merupakan salah satu wilayah diantara 33
Kecamatan yang saat ini terdapat di Kabupaten Malang, yang secara geografis
merupakan kawasan dengan kondisi lahan berupa hamparan lahan yang cenderung
berbukit-bukit karena berada di sebelah barat lereng gunung Semeru yang sebagian
besar merupakan lahan produktif berada pada ketinggian antara 600 sampai dengan
1200 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata antara 2300 mm
sampai dengan 2500 mm per tahun dan suhu rata-rata 21,7 derajat celcius serta
berjarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten kurang lebih sejauh 24 Km (Kecamatan
Poncokusumo, 2013).
Pondok Pesantren AL-Ittihad adalah salah satu Pondok Pesantren terbesar di
Kecamatan Poncokusumo. Pondok Pesantren tersebut terletak di desa Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Pondok yang memiliki luas kurang
lebih 800 m2 berada di satu area dengan sekolah Madrasah Aliyah dan Madrasah
Tsanawiyah Al-Ittihad Belung. Sebagian besar murid yang bersekolah di Al-Ittihad
adalah santri dari Pondok Pesantren Tersebut. Tempat tinggal santri mukim di
Pondok Pesantren tersebut terbagi menjadi dua yaitu Pondok Pesantren Al-Ititihad
putra yang berada di selatan dan Pondok Pesantren Al-Ittihad putri yang berada di
utara. Jumlah santri mukim 786 santri, namun jumlah tersebut dapat bertambah
dengan adanya santri kalong disekitar Pondok yang ingin menambah ilmu
keagamaan. Luas kamar santri putra berukuran 4x4 meter diisi 12-15 santri
sedangkan luas kamar santri putri berukuran 5x4 meter diisi 12-20 santri.
Berdasarkan Keterangan dari Ponkesdes desa Belung, di Pondok Pesantren tersebut
banyak santri yang terkena scabies dengan prosentase 37% tahun 2013. Angka
6
Kejadian Scabies dari pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) Poncokusumo tahun
2014, bulan Oktober terdapat 53 kasus, November 55 kasus, bulan Desember 21
kasus. Sedangkan keterangan dari pihak unit kesehatan sekolah (UKS) Pondok
Pesantren bulan Juni 2015 terdapat 34 santri yang gatal-gatal di tangan. Studi
pendahuluan dengan dengan mengambil sample 4 santri mukim di Pondok Pesantren
tersebut, rata-rata 3 santri sering bertukar baju dan peralatan pribadi, rata-rata 3 santri
mempunyai intensitas mandi 2 kali sehari. Santri yang internsitas mandinya kurang
dari 1 kali sehari beralasan udaranya dan airnya dingin, karena sesuai dengan
ketinggian Pondok Pesantren tersebut di kecamatan Poncokusumo.
Intensitas mandi ini dapat di tarik kesimpulan bahwa, intensitas mandi
kurang dari 1 kali sehari tergolong PHBS yang tidak baik menyebabkan resiko besar
terkena scabies, karena scabies banyak di temukan di kepadatan populasi dalam ruangan
seperti Pondok Pesantren dan lingkungan yang kurang terjaga kebersihannya.
Melihat masih adanya penyakit scabies sampai saat ini di Pondok Pesantren
karena kurang berPHBSnya santri mukim dan scabies mudah menular antara santri,
sanitasi Pondok Pesantren kurang diperhatikan oleh pengurus Pondok Pesantren,
serta masalah-masalah diatas, maka penulis ingin meneliti sejauh hubungan mutu
PHBS dengan kejadian scabies santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana mutu PHBS Perorangan di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?
7
2. Bagaimana mutu PHBS lingkungan pada santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad
Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?
3. Bagaimana kejadian scabies pada santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?
4. Bagaimana hubungan mutu PHBS perorangan dengan kejadian scabies pada santri
di Pondok Pesantren Al-Itihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten
Malang?
5. Bagaimana hubungan mutu PHBS lingkungan di Pondok Pesantren dengan
kejadian scabies pada santi mukim di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan mutu PHBS dengan kejadian
scabies santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendeskripsikan mutu PHBS perorangan di Pondok Pesantren Al-Ittihad
Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
2. Mendeskripsikan mutu PHBS lingkungan pada santri di Pondok Pesantren Al-
Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
3. Mendeskripsikan kejadian scabies di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
8
4. Menganalisis hubungan mutu PHBS perorangan dengan kejadian scabies pada
santri di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung Kecamatan Poncokusumo
Kabupaten Malang
5. Menganalisis hubungan mutu PHBS lingkungan di Pondok Pesantren dengan
kejadian scabies pada santri mukim di Pondok Pesantren Al-Ittihad Belung
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang informasi Scabies,
kehidupan di Pondok Pesantren dan sebagai pengalaman proses belajar mengajar
khususnya dalam melakukan penelitian.
1.4.2 Bagi Puskesmas
Mendapatkan data mutu PHBS dan kejadian scabies di Pondok Pesantren pada
santri mukim sehingga kedepanya dapat melakukan pembinaan, penyuluhan PHBS
dan pemberian informasi tentang scabies.
1.4.3 Bagi Pondok Pesantren
Sebagai informasi penyebaran scabies sehingga kedepanya scabies di Pondok
pesntren tersebut menurun dan dapat mencegah penularan scabies.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Sebagai referensi dengan penelitian yang serupa dan hasil penelitian ini
diharapkan dapat menambah informasi PHBS dan kejadian scabies pada santri mukim
9
1.4.5 Bagi Institusi Pendidikan
Dapat digunakan sebagai sumber informasi, wacana kepustakaan serta dapat
digunakan sebagai referensi dalam pembuatan karya ilmiah dan skripsi khususya
tentang PHBS dan kejadian scabies.
1.5 Daftar Istilah
1. PHBS adalah Sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar kesadaran atas
hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong
dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakat (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011)
2. Scabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
terhadap Sarcoptes scabiei var, hoonis dan produknya (Djuanda, 2010).
3. Papula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, padat,
berbatas jelas dan ukurannya tidak lebih dari 1cm (Djuanda, 2010).
4. Vesikula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi dari permukaan kulit, berisi
cairan dan ukurannnya tidak lebih dari 1 cm (Djuanda, 2010).
5. Stratu korneu adalah lapisan terluar epidermis yang terutama terdiri dari sel-sel mati
yang tidak memiliki inti (Djuanda, 2010).
6. Santri Mukim adalah putera atau puteri yang menetap dalam Pondok Pesantren.
(Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877, 2014)
1.6 Keaslian Penelitian
Penelitian relevan dengan penelitian ini adalah oleh Saad (2008) dengan
mengambil judul “Pengaruh Faktor Higiene Perorangan Terhadap Angka Kejadian
scabies di Pondok Pesantren Annajach Magelang”. Tujuan penelitian ini untuk menilai
10
pengaruh higiene perorangan terhadap angka kejadian scabies di Pondok Pesantren
An-Najach Magelang. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik
observasional dengan pendekatan cross-sectional menggunakan metode survey.
Populasi penelitian adalah semua santri tingkat SMP/Mts yang tinggal di Pondok
Pesantren An-Najach Magelang dan sampel penelitian adalah total populasi penelitian
sebanyak 100 sampel. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan analisis
data menggunakan uji chi-square. Hasil dari penelitian ini adalah Dari 100 sampel
ditemukan 43 orang (43%) responden yang menderita scabies, status hygiene santri 42
orang (42%) mempunyai higiene perorangan kurang, 55 orang (55%) mempunyai
higiene perorangan cukup, 3 orang (3%) mempunyai hygiene perorangan baik. Analisis
bivariat dengan chi-square didapatkan nilai p=0,000. Kesimpulan penelitian ini terdapat
hubungan yang bermakna antara higiene perorngan dengan angka kejadian scabies.
Perbedaan penelitian Saad dengan penelitian ini adalah penelitian ini adalah
mencari mutu PHBS perorangan dan PHBS lingkungan santri mukim pada Pondok
Pesantren dengan Kejadian scabies, sedangkan penelitian Saad mencari pengaruh
faktor hygiene perorangan terhadap angka kejadian scabies. Persamaan penelitian Saad
dengan penelitian ini adalah penentuan mutu PHBS Pondok Pesantren dikaji dengan
faktor hygiene perorangan.
Penelitian kedua yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian dari Aini
(2009) tentang “Hubungan faktor lingkungan dan perilaku santri terhadap prevalensi
scabies di Pondok Pesantren putra “Sidogiri” Kecamatan Kraton Kabupaten
Pasuruan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka prevalensi scabies dan
hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku kesehatan santri terhadap prevalensi
scabies di Pondok Pesantren Putra Sidogiri Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan.
Penelitian ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan cross sectional
11
study dengan mengambil sampel sebanyak 98 orang yang diambil secara simple
random sampling. Variabel yang diteliti meliputi faktor lingkungan (sosialbudaya)
dan perilaku kesehatan (pengetahuan, sikap, tindakan dan personal hygiene) terhadap
scabies serta angka prevalensi scabies. Hasil yang diperoleh menunjukkan kondisi
lingkungan (sosialbudaya) (54.1%), perilaku kesehatan terhadap scabies yaitu tingkat
pengetahuan (80.6%), sikap (64.3%) dan personal hygiene (53.1%) berturutturut baik
dan tindakan terhadap scabies (54.1%) buruk. Prevalensi scabies diperoleh sebesar
15.3%. Berdasarkan hasil uji korelasi kontingensi dan chisquare, terdapat hubungan
yang signifikan (p<0.05) antara faktor lingkungan (sosial budaya) dan perilaku
kesehatan santri terhadap prevalensi scabies. Faktor resiko terbesar adalah tingkat
pengetahuan terhadap scabies (PR=6,148). Semakin baik lingkungan (sosialbudaya)
dan perilaku kesehatan santri, maka akan menyebabkan mereka cenderung tidak
menderita scabies.
Perbedaan penelitian Aini dengan penelitian ini adalah penelitian Aini
mengambil faktor lingkungan (sosialbudaya) dan perilaku kesehatan (pengetahuan,
sikap, tindakan dan personal hygiene) terhadap scabies serta angka prevalensi scabies.
Sedangkan penelitian ini mencari mutu PHBS santri pada Pondok Pesantren
berdasarkan PHBS perorangan dan PHBS lingkungan seperti air dan sanitasi dengan
terjadinya scabies, tanpa mencari prevalensi scabies tersebut. Persamaan penelitian Nur
Aini dengan penelitian ini adalah pengambilan faktor perilaku kesehatan (personal
hygiene).
Penelitian ketiga yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Ratna
(2007) dengan mengambil judul “Hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk
dengan kejadian scabies di Pesantren Al-Karimah Sawangan Depok” didapatkan
OR=10,07 pada selang kepercayaan 95%: 3,697-27,196 dari nilai P=0,000 (P<0,05)
12
yang berarti ada hubungan antara kebiasaan tukar menukar handuk dengan kejadian
scabies. secara statistik ada hubungan yang bermakna artinya ada perbedaan antara
santri yang biasa tukar menukar haduk dengan santri yang tidak tukar menukar
handuk dengan kejadian scabies. Sedangkan hasil analisis, santri yang biasa tukar
menukar handuk mempunyai resiko 10,027 kali terkena scabies dibanding dengan
santri yang tidak tukar menukar handuk. Kesimpulan dalam penelitian ini ada
hubungan perilaku santri mengenai penggunaan tempat tidur, kebersihan pakaian,
kebiasaan tukar menukar handuk, kebiasaan tukar menukar tempat tidur dan
kebiasaan lantai kamar dengan kejadian scabies.
Perbedaan penelitian Ratna dengan penelitian ini, penetiian Ratna hanya
mengambil faktor PHBS yaitu tukar menukar handuk dengan scabies, sedangkan
penelitian ini mengambil semua unsur PHBS. Persamaan dalam penelitian ini adalah
faktor tukar menukar baju.