bab i pendahuluan 1.1 latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66947/potongan/s1... ·...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan potensi pariwisata yang tinggi. Banyaknya daerah tujuan wisata di seluruh wilayah menjadi bukti potensi wisata Indonesia. Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki keunggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan negara. Sektor pariwasata juga menjadi kunci berkembangnya sektor-sektor lain di suatu daerah. Jika sektor pariwisata daerah dapat dikembangkan, maka sektor lainnya dalam daerah tersebut pun akan ikut berkembang. Salah satu sektor yang akan turut berkembang adalah sektor perekonomian masyarakat. Sayangnya sektor pariwisata belum dikembangkan dengan baik di seluruh daerah. masih banyak daerah yang belum terkelola dengan baik, hingga hanya sedikit orang yang mengetahui keindahan daerah tersebut dan rendahnya kesadaran stakeholder terkait yang seharusnya turut menjaga kelestariannya. Hal ini berimbas pada menjadikan daerah tujuan wisata tersebut tidak terawat sehingga mengakibatkan semakin sedikitnya orang yang menjadikan daerah itu sebagai tujuan wisata. Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan yang tersinergi antar stakeholder untuk membantu mengangkat daerah tersebut menjadi daerah tujuan pariwisata nasional. Terdapat fenomena yang sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan wisata alam (geologi) dan pendidikan di daerah Pantai Parangtritis Yogyakarta yaitu Gumuk pasir Parangtritis. Gumuk pasirtipe Barchan yang terdapat di pantai pantai Parangtritis merupakan satu-satunya di Indonesia, bahkan Asia Tenggara. Terbentuknya gumuk pasir di pantai Parangtritis tersebut merupakan hasil proses yang dipengaruhi oleh Gunung Merapi, Sungai Opak dan Progo, serta oleh kekuatan angin. Gumuk pasir termasuk dalam bentuk lahan Aeolian yang proses pembentukannya selama ratusan tahun bahkan selama ribuan tahun, prosesnya pun sekarang masih berlangsung. Angin yang membawa pasir akan menghasilkan

Upload: lythuy

Post on 04-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara dengan potensi pariwisata yang tinggi. Banyaknya

daerah tujuan wisata di seluruh wilayah menjadi bukti potensi wisata Indonesia.

Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki keunggulan yang dapat

diandalkan sebagai sumber pendapatan negara. Sektor pariwasata juga menjadi

kunci berkembangnya sektor-sektor lain di suatu daerah. Jika sektor pariwisata

daerah dapat dikembangkan, maka sektor lainnya dalam daerah tersebut pun akan

ikut berkembang. Salah satu sektor yang akan turut berkembang adalah sektor

perekonomian masyarakat.

Sayangnya sektor pariwisata belum dikembangkan dengan baik di seluruh

daerah. masih banyak daerah yang belum terkelola dengan baik, hingga hanya

sedikit orang yang mengetahui keindahan daerah tersebut dan rendahnya

kesadaran stakeholder terkait yang seharusnya turut menjaga kelestariannya. Hal

ini berimbas pada menjadikan daerah tujuan wisata tersebut tidak terawat

sehingga mengakibatkan semakin sedikitnya orang yang menjadikan daerah itu

sebagai tujuan wisata. Sehingga dibutuhkan sebuah kebijakan yang tersinergi

antar stakeholder untuk membantu mengangkat daerah tersebut menjadi daerah

tujuan pariwisata nasional.

Terdapat fenomena yang sebenarnya sangat potensial untuk dijadikan wisata

alam (geologi) dan pendidikan di daerah Pantai Parangtritis Yogyakarta yaitu

Gumuk pasir Parangtritis. Gumuk pasirtipe Barchan yang terdapat di pantai pantai

Parangtritis merupakan satu-satunya di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.

Terbentuknya gumuk pasir di pantai Parangtritis tersebut merupakan hasil proses

yang dipengaruhi oleh Gunung Merapi, Sungai Opak dan Progo, serta oleh

kekuatan angin. Gumuk pasir termasuk dalam bentuk lahan Aeolian yang proses

pembentukannya selama ratusan tahun bahkan selama ribuan tahun, prosesnya

pun sekarang masih berlangsung. Angin yang membawa pasir akan menghasilkan

2

bermacam-macam bentuk dan tipe gumuk pasir, bentukan yang khas dijumpai

adalah tipe Barchan. Gumuk pasir di Desa Parangtritis satu-satunya bentang lahan

Aeolian di Indonesia dan salah satu dari hanya dua gumuk pasir di dunia, hal ini

menunjukkan sangat langkanya fenomena bentukan lahan tersebut sehingga perlu

dijaga kelestariannya sebagai aset kekayaan alam Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Semakin menyempitnya areal gumuk pasiryang masih alami (existing) perlu

untuk menjadi perhatian bersama, dikhawatirkan beberapa tahun kedepan tidak

dijumpai lagi bentukan lahan Gumuk pasir. Gumuk pasir hanya akan menjadi

cerita dongeng masa lalu. Manfaat utama dari gumuk pasir sendiri yaitu sebagai

barrier penghalau laju gelombang pasang surut pantai dan gelombang tsunami

akan tetapi keberadaan gumuk pasir terancam oleh permukiman dan vegetasi

tumbuhan yang semakin lama semakin berkembang pesat. Hal ini akan

mengurangi fungsi utama gumuk pasirsebagai penahan gelombang pasang surut

dan tsunami, selain itu bentuk alami dari gumuk pasir juga akan hilang karena

pembentukan gumuk pasir seharusnya tidak boleh ada objek penghalang sehingga

bentukannya alami, dikhawatirkan generasi mendatang hanya akan dapat

mendengar dongeng tentang gumuk pasir di Indonesia.

Konservasi gumuk pasir penting demi menjaga kelestarian gumuk pasir

yang telah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Perlu dilakukan pengaturan zonasi

tata ruang yang telah ada tentang kawasan wisata gumuk pasir yang berorientasi

konservasi lingkungan dan pengembangan potensi ekonomi masyarakat lokal.

Keadaan gumuk pasir sekarang sudah terkontaminasi oleh aktivitas ekonomi

masyarakat sekitar, misal permukiman, pariwisata, penghijauan (reboisasi) dan

pertanian lahan pasir. Konflik antara konservasi lingkungan dengan kegiatan

ekonomi masyarakat harus dilakukan mediasi, sehingga masyarakat dapat

terdorong oleh adanya potensi daerah dan melakukan aktivitas ekonominya tanpa

harus merusak ekosistem gumuk pasir.

Berdasarkan peta konservasi gumuk pasir Parangtritis yang dibuat oleh

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bantul bersama Laboratorium

3

Geospatial Parangtritis telah diatur dan dilakukan pembagian zonasi pemanfaatan

lahan Gumuk pasir Parangtritis sesuai dengan arahan dan peruntukan

kegiatandiantaranya zona inti, zona penyangga, zona pemanfaatan tertentu, zona

perikanan berkelanjutan, zona wisata alam dan budaya, dan zona wisata

kuliner.Pembuatan zonasi tersebut tentu sudah melalui proses perencanaan dan

musyawarah akan tetapi dalam kenyataannya belum sepenuhnya pihak yang

berkepentingan secara langsung mengetahui dan dilibatkan secara aktif dalam

pembuatan zonasi di gumuk pasir. Sosialisasi yang dilakukan baru sampai kepada

tingkat perangkat desa, seharusnya sosialisasi juga perlu mengundang masyarakat

yang mempunyai kepentingan disana serta mengundang dari pihak Kraton

Yogyakarta karena status tanah di gumuk pasir kebanyakan adalah Sultan Ground.

Adapun pertanyaan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pengaturan zonasi konservasi Gumuk pasir Parangtritis

berdasarkan kajian spasial wilayah (analisis tapak) ?

2. Bagaimana persepsi dan aspirasi masyarakat terkait manfaat / fungsi dari

gumuk pasir dan adanya pengaturan zonasi tata ruang di gumuk pasir

Parangtritis?

3. Bagaimanaarahan kebutuhan kebijakan yang seharusnya dilakukan untuk

pengaturan zonasi konservasi Gumuk pasir Parangtritis?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain :

1. Mengidentifikasi pengaturan zona inti di gumuk pasir Parangtritis secara

spasial berdasarkan parameter lingkungan fisik (gumuk pasir yang masih

existing/aktif), dan parameter biotik (kerapatan vegetasi) sehingga dapat

dilakukan klasifikasi menjadisubzonainti, hasil yang diperoleh adalah peta

pengaturan subzona intidi gumuk pasir Parangtritis.

2. Melakukan pemetaan persepsi dan aspirasi masyarakat untuk mengetahui

persepsi terkait pengetahuan masyarakat Parangtritis mengenai definisi,

manfaat/fungsi gumuk pasir dan mengetahuiaspirasi masyarakat

Parangtritis terkait adanya pengaturan zonasi gumuk pasirberupa

4

usulan/masukan serta harapan kedepan, sehingga dapat menjadi

masukan/pertimbangandalam strategi pengaturan zonasi gumuk pasir

Parangtritis.

3. Menyusun arahan kebijakan pengaturan zonasi konservasigumuk

pasirberdasarkan pertimbangan identifikasi analisis spasial dan hasil

pemetaan persepsi dan aspirasi masyarakat Parangtritis serta dari instansi

pemerintah berwenang pembuat kebijakan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Membuat telaah spasial sebagai masukan kebutuhan informasi dalam

pembuatan pengaturan zonasi konservasi di Gumuk pasir Parangtritis.

2. Menjaring persepsi dan aspirasi masyarakat dan instansi / lembaga

pemerintah terkait dalam rencana pengaturan zonasi konservasi gumuk

pasir Parangtritis agar berbagai kepentingan yang ada dapat terwakili.

3. Dari sisi keilmuan pembangunan wilayah sebagai masukan bagi para

perencana dan pengambil keputusan dalam menentukan arahan

kebijaksanaan, merencanakan dan mengembangkan konservasi gumuk

pasir secara berkelanjutan.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian ini menggunakan skripsi dan tesis serta beberapa journal baik

yang dipublikasikan dalam skala nasional maupun internasional sebagai bahan

perbandingan dan rujukan. Penelitian ini secara umum mengambil tema persepsi

dan aspirasi masyarkat terkait pengaturan zonasi konservasi Gumuk pasir

Parangtritis. Ada tiga hal yang penting utama dalam penelitian ini pertama

mengidentifikasi secara keilmuan pengaturan zonasi penataan ruang di Gumuk

pasir Parangtritis bagaimana pandangan secara spasial wilayah (lingkungan biotik

dan lingkungan gumuk pasir). Kedua bagaimana persepsi dan aspirasi masyarakat

terkait pengaturan konservasi gumuk pasir sehingga suara masyarakat dapat

terwadahi dan terkadomodasi di dalam peraturan. Ketiga bagaimana

5

implikasikebijakan yang seharusnya dilakukan untuk pengaturan zonasi

konservasi gumuk pasir Parangtritis.

Terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian –

penelitian sebelumnya yang juga mengangkat tema yang sama. Penelitian ini

menjadi menarik dan unik karena mencoba mengidentifikasi pengaturan zonasi

secara spasial dan mengali persepsi serta aspirasi dari masyarakat terkait rencana

konservasi “Gumuk Pasir” (Sand Dune). Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai

tambahan informasi terkait pengaturan zonasi konservasi Gumuk pasir yang telah

dibuat oleh pemerintah apakah zonasi yang dibuat sudah mempertimbangkan dari

aspek keilmuan dan apakah kepentingan masyarakat sudah terakomodasi di

dalamnya, apabila ada yang masih belum lengkap maka bisa menjadi masukan

dan pertimbangan pada saat sosialisasi peraturan tersebut. Berikut tabel yang

menunjukkan perbandingan antara beberapa penelitian yang pernah dilakukan

sebelumnya terhadap penelitian yang akan dilakukan seperti yang disajikan dalam

tabel 1 di bawah ini.

6

No. Nama dan Tahun Judul Penelitian Tujuan Penelitian Daerah Kajian Hasil Penelitian

1. Departemen Kehutanan

Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam Balai Taman

Nasional Karimunjawa

(2004)

Penataan Zonasi Taman

Nasional Karimunjawa

Kabupaten Jepara Provinsi

Jawa Tengah

1.Mengevaluasi kesesuaian lahan dalam

pemanfaatan sumberdaya alam.

2.Mengatasi konflik pemanfaatan kawasan sehingga

potensi sumberdaya alam dapat dimanfaatkan

secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuan dayadukung lingkungan serta sesuai

dengan kebijakan pengelolaan taman nasional.

3.Memberikan pertimbangan atau masukan dalam

pengambilan keputusan sebagai dasar dalam

penentuan kebijakan pengelolaan.

Taman Nasional Karimunjawa

Kabupaten Jepara Provinsi

Jawa Tengah

1. Usulan lokasi zona inti.

2.Usulan lokasi alternatif zona

inti.

3.Usulan lokasi pengaturan

alat tangkap.

2. Thesis, Annihayah

(2008)

Efektivitas Program Penataan

Kawasan Pariwisata Pantai

Parangtritis Kabupaten Bantul

1.Mengkaji dan menganalisis tingkat efektivitas

program penataan kawasan pariwisata pantai

Parangtritis.

2.Mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi

tingkat efektifitas pelaksanaan program penataan

kawasan Pariwisata pantai Parangtritis.

Pantai Parangtritis Kabupaten

Bantul

1.Pencapaian peningkatan

iklim investasi dan

pemberdayaan masyarakat

tidak efektif.

2.Faktor – faktor sumberdaya

sikap pelaksana, lingkungan

serta koordinasi berpengaruh

terhadap efekttivitas program

ini.

3. Skripsi, Surani Hasanati, S.Si,

M.Sc.

(2009)

Persepsi Stakeholder Terhadap

Penataan Ruang Kawasan

Pesisir Parangtritis (Studi

Kasus : Dusun Mancingan)

1.Mendeskripsikan keragaman stakeholder terhadap

implementasi penataan ruang kawasan pesisir

Parangtritis di Dusun Mancingan

2. Mengkaji harapan stakeholder terhadap

implementasi penataan ruang kawasan Parangtritis

Dusun Mancingan, Desa

Parangtritis, Kecamatan Kretek

Kabupaten Bantul

1. Masyarakat mendukung

adanya penataan tetapi

dengan perhatian beberapa

aspek.

2.Konsep yang dihasilkan dari

induksi tema ada 4 yaitu

Tabel 1. Tinjauan Pustaka

7

di Dusun Mancingan.

(penataan untuk

pengembangan, strategi

masyarakat lokal, partisipasi

dan keberlanjutan)

3.Harapan adanya sinergi

antara pemerintah dengan

masyarakat, kepastian

program penataan dan

peningkatan pendapatan

masyarakat lokal.

4. Thesis, Astekita Ardiarsito

(2011)

Zonasi Lingkungan Taman

Nasional Teluk Cendrawasih

Pada Seksi Pengelolaan

Taman Nasional Wilayah

Rumberpon

1.Menginventarisasi kondisi lingkungan pada zonasi

TNTC di SPTN Wilayah V Rumberpon.

2.Mengetahui kesesuaian kondisi lingkungan zonasi

TNTC di SPTN Wilayah V Rumberpon dengan

kriteria zonasi taman nasional.

3.Membuat strategi pengelolaan lingkungan dari hasil

analisis kesesuaian zonasi TNTC.

Taman Nasional Teluk

Cendrawasih Pada Seksi

Pengelolaan Taman Nasional

Wilayah Rumberpon Papua

Barat

Analisis hasil kesesuaian

kondisi lingkungan existing

1.Sesuai : zona pemanfaatan

umum, zona pemanfaatan

tradisional dan zona

pemanfaatan pariwisata.

2.Sesuai Terbatas : zona inti,

zona perlindungan bahari,

zona rimba dan zona khusus)

8

1.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Pendekatan Geografi

Geografi merupakan studi yang mengkaji persamaan dan perbedaan

fenomena geosfer, lithosfer, hidrosfer, biosfer dan antroposfer. Sebagai ilmu

murni ataupun terapan, geografi berkaitan erat dengan pembangunan suatu

wilayah, karena geografi mampu mengidentifikasi fenomena-fenomena yang

terjadi di permukaan bumi yang merupakan pondasi bagi perencanaan

pembangunan wilayah (Bintarto, 1983).

Secara umum, fenomena geografi terbagi dua, yakni material dan formal

(Bintarto, 1991). Fenomena material berupa fenomena-fenomena di permukaan

bumi yang berkaitan langsung dengan hakekat disiplin ilmu geografi itu sendiri,

fisik maupun sosial. Kemudian Fenomena formal merupakan cara pandang dan

kerangka berfikir dalam mengkaji fenomena material tersebut, yakni secara

spasial, ekologikal dan atau kompleks kewilayahan, dalam rincian pendekatan

sebagai berikut (Yunus, 2005):

a. Pendekatan spasial

Pendekatan ini menggunakan ruang sebagai media analisis dalam memahami

sebaran, pola, struktur, proses, asosiasi, tendensi dan interaksi antar elemen

dalam suatu lingkungan. Pendekatan ini sangat memperhatikan variasi ruang

(bersifat lokalitas).

b. Pendekatan ekologikal

Pendekatan ekologi menekankan pada elaborasi yang intens antar elemen

lingkungan dan manusia beserta aspek-aspek kehidupannya. Selaku “focus of

analysis”, manusia dikaji sebagai makhluk berbudaya (tidak lepas dari aspek

persepsi, tingkah laku dan aktivitas). Segala fenomena dikaji sebagai sebab

akibat dari budaya manusia, sehingga pendekatan ini disebut pula “human

oriented discipline”.

Dalam penelitian ini, pendekatan geografi yang ditekankan adalah

ecological approach (pendekatan ekologikal). Keterkaitan antara organisme

dengan lingkungannya dapat berarti keterkaitan antara manusia dengan

lingkungan abiotik, biotik dan kulturnya; dan keterkaitan antara binatang dan

tumbuhan dengan lingkungan abiotik dan biotiknya. Pengertian organisme dapat

9

berarti dalam satuan individual atau komunitas, dalam arti yang lebih luas

hubungan timbal balik antar organisme berarti hubungan antar individu dengan

komunitas dan hubungan antar komunitas baik masyarakat manusia, binatang

maupun tumbuhan. Mengacu pada satuan individual dan komunitas maka jalinan

yang tercipta antarorganisme dan organisme dengan lingkungannya menjadi

sedemikian luas dan kompleks sebagai suatu ekosistem (ecosystem)(Yunus, 2010:

86).

1.6.2 Proses Terbentuknya Gumuk Pasir Parangtritis

Gumuk pasir tipe Barchan yang terdapat di pantai Parangtritis merupakan

satu-satunya di Indonesi, bahkan Asia Tenggara. Terbentuknya gumuk pasir di

pantai tersebut merupakan hasil proses yang dipengaruhi oleh Gunungapi, Sungai

Opak dan Progo, serta oleh kekuatan angin.

Pengaruh dari Gunungapi.

Material yang ada pada gumuk pasir di Parangtritis berasal dari Gunung

Merapi dan gunung – gunung aktif lain yang ada di sekitarnya. Material

dikeluarkan oleh gunung berupa pasir dan material piroklastik lain. Akibat proses

erosi dan gerak massa batuan, material kemudian terbawa oleh aliran sungai,

misalnya pada Kali Krasak, Kali Gendol, Kali Suci dan Sungai Progo.

Pengaruh Sungai

Pembentukan gumuk pasir pada pantai Parangtritis dipengaruhi oleh

adanya beberapa aliran sungai, yaitu Sungai Opak-Oyo pada bagian timur dan

sungai Progo pada bagian barat. Material dari Merapi terbawa oleh aliran sungai

di sekitarnya, sungai-sungai tersebut kemudian menyatu membentuk orde sungai

yang lebih besar hingga menyatu membentuk sungai Opak, Oyo, dan Progo. Di

wilayah pantai Parangtritis, material tersebut tidak diendapkan pada bagian depan

dari sungai yang pada akhirnya membentuk delta, hal ini disebabkan karena

kuatnya arus dan gelombang laut pantai Parangtritis serta arahnya yang berasal

dari tenggara menyebabkan material terendapkan pada bagian barat sungai.

Di pantai Parangtritis ombaknya sangat kuat sehingga batuan atau sedimen

pasir yang baru saja diendapkan akan terkena ombak. Karena ombaknya sangat

10

besar, maka di pantai Parangtritis disekitar muara Sungai Progo tidak ada delta

yang terbentuk, hal ini disebabkan semua sedimennya di acak-acak lagi oleh

gempuran laut selatan dan disebarkan ke kiri kanan selebar hingga 50-60 Km.

Mulai dari Pantai Parangtritis di selatan Jogja, Pantai Samas, hingga pantai

Congot di sebelah baratnya.

Pengaruh Angin

Kekuatan angin sangat berpengaruh terhadap pembentukan gumuk pasir,

karena kekuatan angin menentukan kemampuannya untuk membawa material

yang berupa pasir baik melalui menggelinding (rolling), merayap, melompat,

maupun terbang. Karena adanya material pasir dalam jumlah banyak serta

kekuatan angin yang besar, maka pasir akan membentuk berbagai tipe gumuk

pasir, baik free dunes maupun impeded dunes. Pada pantai Parangtritis, angin

bertiup dari arah tenggara, hal ini menyebabkan sungai-sungai pada pantai

Parangtritis membelok ke arah kiri jika dilihat dari Samudra Hindia. Karena arah

tiupan angin itu pula, maka gumuk pasir yang terbentuk menghadap ke arah

datangnya angin. Tipe gumuk pasir yang khas di Parangkusumo yaitu gumuk

pasir tipe Barchan (Bulan Sabit). ( Sumber : http://labgeopesisir.org/ Diakses Pada

Tanggal 15 November 2012 Pukul 21.00 WIB )

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa material dari Merapi

terbawa oleh aliran sungai di sekitarnya, sungai-sungai tersebut kemudian

menyatu membentuk orde sungai yang lebih besar hingga menyatu membentuk

sungai Opak, Oyo, dan Progo. Setelah material pasir sampai ke laut, terdapat

interverensi dari ombak laut sehingga material mengendap pada Pantai

Parangtritis dan selanjutnya diterbangkan oleh angin. Pada pantai Parangtritis,

material tersebut tidak diendapkan pada bagian depan dari sungai yang pada

akhirnya membentuk delta, hal ini disebabkan oleh kuatnya arus dan gelombang

laut pantai Parangtritis serta arahnya yang berasal dari tenggara menyebabkan

material terendapkan pada bagian barat sungai. Sehingga, pada bagian Selatan

Jawa (berada pada sekitar Sungai Progo) tidak terbentuk delta.

11

1.6.3 Persepsi dan Aspirasi Masyarakat

Persepsi setiap orang terhadap suatu objek akan berbeda-beda,

seseorangmelihat suatu objek atau persoalan yang dihadapinya tidaklah sama satu

denganyang lain, sehingga persepsi memiliki sifat yang subjektif, karena

bergantungpada perseptor atau orang yang berpersepsi. Menurut Brehm dan

Kassin (1990)persepsi adalah evaluasi positif atau negatif dalam tingkatan

intensitas terhadapsuatu objek. Persepsi yang dibentuk oleh seseorang dipengaruhi

oleh pikiran danlingkungan sekitarnya.Persepsi seseorang juga berkaitan dengan

sikap mereka, sebab sikapadalah bentuk evaluasi atau reaksi perasaan dan

implementasi dari persepsiseseorang, oleh sebab itu persepsi seseorang terhadap

keberadaan suatu objekadalah perasaan mendukung atau menolak (Azwar, 2002).

Aspirasi sendiri merupakan harapan dan tujuan untuk keberhasilan pada masa

yang akan datang (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

1.6.4 Landasan dan Manfaat Penataan Ruang

Perencanaan tata ruang wilayah adalah suatu proses yang melibatkan

banyak pihak dengan tujuan agar penggunaan ruang itu memberikan kemakmuran

yang sebesar-besarnya kepada masyarakat dan terjaminnya kehidupan yang

berkesinambungan. Penataan ruang menyangkut aspek kehidupan sehingga

masyarakat perlu mendapatkan akses dalam proses perencanaan tersebut.

Landasan penataan ruang wilayah di Indonesia adalah Undang-undang Penataan

Ruang (UUPR) Nomor 27 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang

dilakukan pada tingkat nasional, provinsi,dan kabupaten. Setiap rencana tata

ruang harus mengemukakan kebijakan makro pemanfaatan ruang berupa :

a. Tujuan pemanfaatan ruang

b. Struktur dan pola pemanfaatan ruang

c. Pola pengendalian pemanfaatan ruang

Pengaturan penggunaan ruang wilayah bisa berakibat kerugian pada

sebagian masyarakat karena lahan yang dimilikinya tidak bisa bebas digunakan.

Dengan demikian, perlu dipertanyakan apa landasannya sehingga Negara berhak

12

mengatur penggunaan ruang. Di wilayah Republik Indonesia hak Negara jelas

diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamannya dikuasi oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat “ hak Negara ini lebih

lanjut diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah. Di Negara

kapitalis pun yang sangat menjunjung tinggi hak milik perorangan, terdapat

kesadaran masyarakat bahwa penggunaan lahan perlu diatur. Hal ini tidak lain

karena manfaat dari pengaturan ruang tersebut pada seluruh masyarakat adalah

lebih tinggi dibanding dengan kerugian yang mungkin di derita oleh sekelompok

masyarakat.

Dalam sebuah terbitan World Bank, Christine, Whitehead (Dunkerley;

1983;108) menulis “The market merchanism is unlikely, on its own, to produce an

efficient of land uses”. Artinya, mekanisme pasar saja tidak akan menghasilkan

suatu alokasi penggunaan lahan yang efisien. Dengan demikian apabila dibiarkan,

kemakmuran masyarakat tidak akan optimal bahkan merosot. Hal inilah yang

mendorong agar pemerintah perlu campur tangan dalam pengaturan penggunaan

lahan. Whitehead mengemukakan beberapa alasan mengapa pemerintah perlu

campur tangan dalam mengatur penggunaan lahan :

a. perlu tersedianya lahan untuk kepentingan umum;

b. adanya faktor eksternalitas (externalities);

c. informasi yang tidak sempurna;

d. daya beli masyarakat yang tidak merata;

e. perbedaaan penilaian masyarakat antara manfaat jangka pendek dengan

manfaat jangka panjang;

Tema analisis keterkaitan antara kenampakan fisik alami dengan lingkungan

dalam hal ini menempatkan kenampakan fisik alami menjadi fokus sentral.

Performa (performance) / kinerja kenampakan fisik alami yang menjadi tekanan

dalam hal ini dan hal tersebut dapat mengacu pada kualitas gejala maupun

kuantitas gejala. Kinerja kenampakan fisik juga selalu mengalami perubahan,

walaupun perubahannya relatif mengalami waktu yang lama dibandingkan dengan

13

kenampakan fisik budayawi. Dalam beberapa hal memang terdapat perubahan

yang cepat oleh karena adanya campur tangan manusia terhadap elemen

lingkungannya (Yunus, 2010).

Penataan ruang wilayah bukanlah pekerjaan yang mudah, hal ini

dikarenakan banyak aspek yang turut serta menjadi variable-variabel penentu

dalam ruang itu sendiri. Kegagalan dalam menata ruang akan membawa pada

persoalan – persoalan yang timbul sebagai dampak bawaan. Wilayah sebagai

“living system” merefleksikan adanya keterkaitan antara pembangunan dan

lingkungan. Dengan demikian, perubahan dalam ruang wilayah akan

menyebabkan perubahan pada kualitas lingkungan baik positif maupun negatif.

Padahal lingkungan hidup secara alamiah memiliki daya dukung yang terbatas

(carrying capacity). Oleh karena itu perlu adanya inisiatif untuk mengintegrasikan

komponen lingkungan dalam aspek pembangunan (Luthfi,2012).

Permasalahan Umum Tata Ruang (Luthfi,2012) :

a. Terjadinya konflik kepentingan antar-sektor dan antar wilayah, seperti

pertambangan, lingkungan hidup, kehutanan, prasarana wilayah, dan

sebagainya

b. Belum berfungsinya secara optimal penataan ruang dalam rangka

menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan

program sektoral.

c. Terjadinya penyimpangan pemanfaatan ruang dari ketentuan dan norma yang

seharusnya ditegakkan. Penyebabnya adalah inkonsistensi kebijakan terhadap

rencana tata ruang serta kelemahan dalam pengendalian pembangunan.

d. Belum tersedianya alokasi fungsi-fungsi yang tegas dalam pada skala

operasional.

e. Belum adanya keterbukaan dan keikhlasan dalam menempatkan kepentingan

sektor ( Ego Sektoral ) dan wilayah dalam kerangka penataan ruang, serta

f. kurangnya kemampuan menahan diri dari keinginan membela kepentingan

masing-masing secara berlebihan.

14

Kendala Pelaksanaan Tata Ruang Sebagai Instrumen Pengelolaan

Lingkungan (Luthfi,2012) :

a. Perkembangan ekonomi dan tuntutan pasar (terhadap ruang).

b. Proses penyusunan tata ruang sentralistik.

c. Penegakan hukum (law enforcement).

d. Konflik antar perundang-undangan (ketidakselarasan).

e. Dukungan kelembagaan (koordinasi).

f. Sumberdaya manusia.

g. Teknis (skala operasional).

Penataan ruang merupakan instrumen untuk merumuskan tujuan dan

strategi pengembangan wilayah terpadu sebagai landasan pengembangan

kebijakan pembangunan sektoral dan daerah, termasuk sebagai landasan

pengembangan infrastruktur yang efisien sesuai dengan fungsi-fungsi yang telah

ditetapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, pemanfaatan ruang untuk

pembangunan infrstruktur perlu mengacu dan sesuai dengan rencana tata ruang

yang telah ditetapkan.

Pengetahuan asli daerah yang biasanya berupa kebiasaan, kepercayaan,

dan pantangan masyarakat sering dianggap remeh karena dianggap tidak ilmiah.

Di dalam masyarakat kita yang beragam terdapat tradisi - tradisi positif yang telah

teruji oleh jaman akan manfaatnya. Pemanfaatan pengetahuan asli daerah dapat

mendorong tingkat partisipasi masyarakat karena masyarakat telah terbiasa

dengan hal tersebut.Partisipasi masyarakat adalah kunci keberhasilan

memecahkan masalah perencanaan. Apabila partisipasi terbentuk secara penuh

maka akan mengarah pada keadaan ; rasa memiliki, meningkatnya komitmen pada

pencapaian tujuan dan hasil, kelestarian sosial jangka panjang, keberdayaan

masyarakat terwujud.

15

1.6.5 Aturan Zonasi (Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 20 Tahun

2011) :

Peta rencana pola ruang (zoning map) digambarkan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. Rencana pola ruang digambarkan dalam peta dengan skala atau tingkat

ketelitian minimal 1:5.000 dan mengikuti ketentuan mengenai sistem

informasi geografis yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga yang

berwenang

b. Cakupan rencana pola ruang meliputi ruang darat dan/atau ruang laut

dengan batasan 4 (empat) mil laut yang diukur dari garis pantai wilayah

kabupaten/kota atau sampai batas negara yang disepakati secara

internasional apabila kabupaten/kota terkait berbatasan laut dengan negara

lain;

c. Rencana pola ruang dapat digambarkan ke dalam beberapa lembar peta

yang tersusun secara beraturan mengikuti ketentuan yang berlaku

d. Peta rencana pola ruang juga berfungsi sebagai zoning map bagi peraturan

zonasi; dan

e. Peta rencana pola ruang harus sudah menunjukkan batasan persil untuk

wilayah yang sudah terbangun.

Rencana pola ruang RDTR terdiri atas:

A. Zona lindung yang meliputi:

1. Zona hutan lindung;

2. Zona yang memberikan perlindungan terhadap zona di bawahnya yang

meliputi zona bergambut dan zona resapan air;

3. Zona perlindungan setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan

sungai, zona sekitar danau atau waduk, dan zona sekitar mata air;

4. Zona RTH kota yang antara lain meliputi taman RT, taman RW, taman

kota dan pemakaman;

5. Zona suaka alam dan cagar budaya;

6. Zona rawan bencana alam yang antara lain meliputi zona rawan tanah

longsor, zona rawan gelombang pasang, dan zona rawan banjir; dan

16

7. zona lindung lainnya.

B. Zona budidaya yang meliputi:

1. Zona perumahan, yang dapat dirinci ke dalam perumahan dengan

kepadatan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah (bila

diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke dalam rumah susun, rumah kopel,

rumah deret, rumah tunggal, rumah taman, dan sebagainya); zona

perumahan juga dapat dirinci berdasarkan kekhususan jenis perumahan,

seperti perumahan tradisional, rumah sederhana/sangat sederhana, rumah

sosial, dan rumah singgah;

2. Zona perdagangan dan jasa, yang meliputi perdagangan jasa deret dan

perdagangan jasa tunggal (bila diperlukan dapat dirinci lebih lanjut ke

dalam lokasi PKL, pasar tradisional, pasar modern, pusat perbelanjaan,

dan sebagainya);

3. Zona perkantoran, yang meliputi perkantoran pemerintah dan perkantoran

swasta;

4. Zona sarana pelayanan umum, yang antara lain meliputi sarana pelayanan

umum pendidikan, sarana pelayanan umum transportasi, sarana pelayanan

umum kesehatan, sarana pelayanan umum olahraga, sarana pelayanan

umum sosial budaya, dan sarana pelayanan umum peribadatan;

5. Zona industri, yang meliputi industri kimia dasar, industri mesin dan

logam dasar, industri kecil, dan aneka industri;

6. Zona khusus, yang berada di kawasan perkotaan dan tidak termasuk ke

dalam zona sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 5

yang antara lain meliputi zona untuk keperluan pertahanan dan keamanan,

zona Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), zona Tempat Pemrosesan

Akhir (TPA), dan zona khusus lainnya;

7. Zona lainnya, yang tidak selalu berada di kawasan perkotaan yang antara

lain meliputi zona pertanian, zona pertambangan, dan zona pariwisata; dan

8. Zona campuran, yaitu zona budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi

dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa,

perumahan, perdagangan/jasa dan perkantoran.

17

Kriteria pengklasifikasian zona dan subzona :

Zona/ subzona/ sub subzona memiliki luas minimum 5 (lima) hektar di

dalam BWP. Apabila luasnya kurang dari 5 (lima) hektar, zona/ subzona/ sub

subzona dihilangkan dari klasifikasizona dan dimasukkan ke daftar kegiatan di

dalam matriks ITBX.Apabila diperlukan, subzona dapat dibagi lagi menjadi

beberapa subzone. Setiap Sub BWP terdiri atas blok yang dibagi berdasarkan

batasan fisik antara lain sepertijalan, sungai, dan sebagainya. Pengilustrasian

overlay peta yang didelineasi berdasarkanfisik (BWP, Sub BWP, dan blok) hingga

peta yang didelineasi berdasarkan fungsi (zona dansubzona).

Ketentuan teknis zonasi terdiri atas:

Klasifikasi I = pemanfaatan diperbolehkan/diizinkan. Kegiatan dan

penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I memiliki sifat sesuai dengan

peruntukan ruang yang direncanakan. Pemerintah kabupaten/kota tidak dapat

melakukan peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain terhadap kegiatan dan

penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi I.

Klasifikasi T = pemanfaatan bersyarat secara terbatasPemanfaatan

bersyarat secara terbatas bermakna bahwa kegiatan dan penggunaan lahan dibatasi

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. pembatasan pengoperasian, baik dalam bentuk pembatasan waktu

beroperasinya suatu kegiatan di dalam subzona maupun pembatasan

jangka waktu pemanfaatan lahan untuk kegiatan tertentu yang diusulkan;

2. pembatasan intensitas ruang, baik KDB, KLB, KDH, jarak bebas, maupun

ketinggian bangunan. Pembatasan ini dilakukan dengan menurunkan nilai

maksimal dan meninggikan nilai minimal dari intensitas ruang dalam

peraturan zonasi;

3. pembatasan jumlah pemanfaatan, jika pemanfaatan yang diusulkan telah

ada mampu melayani kebutuhan, dan belum memerlukan tambahan, maka

pemanfaatan tersebut tidak boleh diizinkan atau diizinkan terbatas dengan

pertimbangan-pertimbangan khusus.

18

Contoh: dalam sebuah zona perumahan yang berdasarkan standar teknis telah

cukup jumlah fasilitas peribadatannya, maka aktivitas rumah ibadah termasuk

dalam klasifikasi T.

Klasifikasi B = pemanfaatan bersyarat tertentu. Pemanfaatan bersyarat

tertentu bermakna bahwa untuk mendapatkan izin atas suatu kegiatan atau

penggunaan lahan diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu yang dapat berupa

persyaratan umum dan persyaratan khusus. Persyaratan dimaksud diperlukan

mengingat pemanfaatan ruang tersebut memiliki dampak yang besar bagi

lingkungan sekitarnya.

Contoh persyaratan umum antara lain:

1. dokumen AMDAL;

2. dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan

Lingkungan (UPL);

3. dokumen Analisis Dampak Lalu-lintas (ANDALIN); dan

4. pengenaan disinsentif misalnya biaya dampak pembangunan (development

impact fee).

Contoh persyaratan khusus misalnya diwajibkan menambah tempat parkir,

menambah luas RTH, dan memperlebar pedestrian.

Klasifikasi X = pemanfaatan yang tidak diperbolehkan. Kegiatan dan

penggunaan lahan yang termasuk dalam klasifikasi X memiliki sifat tidak sesuai

dengan peruntukan lahan yang direncanakan dan dapat menimbulkan dampak

yang cukup besar bagi lingkungan di sekitarnya. Kegiatan dan penggunaan lahan

yang termasuk dalam klasifikasi X tidak boleh diizinkan pada zona yang

bersangkutan.

Penentuan I, T, B dan X untuk kegiatan dan penggunaan lahan pada suatu

zonasi didasarkan pada:

1.) Pertimbangan Umum : Pertimbangan umum berlaku untuk semua jenis

penggunaan lahan, antara lain kesesuaian dengan arahan pemanfaatan

ruang dalam RTRW kabupaten/kota, keseimbangan antara kawasan

lindung dan kawasan budi daya dalam suatu wilayah, kelestarian

lingkungan (perlindungan dan pengawasan terhadap pemanfaatan air,

udara, dan ruang bawah tanah), toleransi terhadap tingkat gangguan dan

19

dampak terhadap peruntukan yang ditetapkan, serta kesesuaian dengan

kebijakan lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah

kabupaten/kota.

2.) Pertimbangan Khusus : Pertimbangan khusus berlaku untuk masing-

masing karakteristik guna lahan, kegiatan atau komponen yang akan

dibangun. Pertimbangan khusus dapat disusun berdasarkan rujukan

mengenai ketentuan atau standar yang berkaitan dengan pemanfaatan

ruang, rujukan mengenai ketentuan dalam peraturan bangunan setempat,

dan rujukan mengenai ketentuan khusus bagi unsur bangunan atau

komponen yang dikembangkan.

1.7 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berangkat dari suatu fakta bahwa terjadinya konflik

kepentingan (conflict of interest) antardinas, instansi dan masyarakat yang

mempunyai kepentingan masing-masing dalam pengelolaan di wilayah pesisir

Parangtritis. Dinas Kehutanan melakukan kegiatan penghijauan secara intensif

dimaksudkan sebagai langkah penghijauan agar wilayah pesisir tampak lebih

hijau dan rindang, disamping sebagai antisipasi apabila terjadi tsunami sehingga

dapat menjadi pemecah gelombang/laju tsunami. Dinas pertanian mendorong

adanya pertanian hortikultura di wilayah pesisir Parangtritis agar meningkatkan

ekonomi masyarakat. Dari sudut pandang masyarkat program dari dinas pertanian

dan kehutanan dianggap sebagai program yang membantu kehidupan masyarakat.

Disisi lain laboratorium geospasial pesisir sedang gencar mensosialisasikan untuk

konservasi gumuk pasir.

Terjadinya penyimpangan pemanfaatan fungsi ruang gumuk pasir karena

belum adanya payung hukum secara legal formil (dalam proses), banyak dijumpai

permukiman liar baik itu bangunan semi permanen ataupun permanen untuk

pemanfaatan sebagai usaha penginapan, rumah pribadi, warung ataupun jasa foto

kebanyakan dibangun oleh masyarakat pendatang yang terdorong datang sebagai

akibat wilayah Parangtritis menjadi daerah tujuan wisata.Dalam pembuatan

20

rencana pengaturan zonasi konservasi gumuk pasir Parangtritis belum adanya

sosialisasi secara optimal sampai tingkat bawah (masyarakat) dalam rangka

menyelaraskan, mensinkronkan, dan memadukan berbagai rencana dan program

sektoral pengembangan wilayah pesisir pantai lestari. Selanjutnya kerangka

pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

21

KAWASAN GUMUK PASIR

PARANGTRITIS

Kondisi Lingkungan Gumuk

Pasir

Lingkungan Fisik (Kemurnian Gumuk Pasir)

Lingkungan Biotik (Kerapatan Vegetasi)

Lingkungan Sosekbud (Persepsi dan Aspirasi

Masyarakat)

Tipologi Karakteristik Gumuk

Pasir

Identifikasi Zona Inti Gumuk Pasir

Arahan Konservasi di Zona inti Gumuk Pasir

Analisis Pengaturan Kegiatan dan

Peruntukan Lahan di Zona Inti Gumuk

Pasir

Uraian / Penjelasan :

Kelestarian Kawasan Gumuk Pasir Parangtritis dipengaruhi oleh kondisi lingkungan Gumuk Pasir itu sendiri, yang atas 3 komponen penting diantaranya yaitu

Lingkungan Fisik meliputi kemurnian gumuk pasir, Lingkungan Biotik meliputi kerapatan vegetasi, serta Lingkungan Sosial Ekonomi dan Budaya yang meliputi persepsi dan

aspirasi masyarakat. Dari ketiga komponen tersebut diperoleh tipologi karakteristik gumuk pasir yang digunakan sebagai dasar (parameter) untuk menentukan kriteria zonasi

gumuk pasir. Kemudian dari kriteria zonasi gumuk pasir tersebut dapat diperoleh arahan konservasi gumuk pasir yaitu sebagai zona inti, zona penyangga dan zona pendukung

yang digunakan sebagai analisa pengaturan kegiatan dan peruntukan lahan di areal Gumuk Pasir.

Gambar 1 : Kerangka Pemikiran

22

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Daerah penelitian ini dilakukan di Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek,

Kabupaten Bantul Yogyakarta. Penelitian ini di utamakan kepada dusun – dusun

yang berbatasan secara langsung (administrasi) dengan area existing gumuk pasir

diantaranya dusun Depok, dusun Grogol 9, Grogol 10, dan dusun Mancingan akan

tetapi tidak menutup kemungkinan pada semua dusun di Desa Parangtritis karena

lokasi informan kunci tersebar di seluruh Desa Parangtritis. Dengan pertimbangan

bahwa :

Gumuk Pasir Parangtritis merupakan salah satu kekayaan alam yang

berada di Kawasan Pantai Parangtritis, fenomena khas yang satu-satunya ada di

Indonesia bahkan di Asia Tenggara.Kelestarian gumuk pasir terancam hilang

keberadaannya dikarenakan berbagai faktor diantaranya munculnya bangunan liar

di wilayah gumuk pasir, adanya vegetasi yang muncul akibat faktor alam dan

faktor kebijakan (pertanian dan penghijauan).Kondisi gumuk yang masih existing

(yang masih tersisa/aktif)perlu untuk dijaga keberadaan dan kelestariannya.Belum

banyak penelitian yang meneliti secara mendalam memadukan pandangan analisa

(spasial)secara ilmiah akademis, dengan persepsi dan aspirasi masyarakat

sehingga kebutuhan kebijakan yang dibuat dapat memadukan dan memperhatikan

berbagai aspek yang terkait, yan inti utamanya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan bermanfaat bagi keberlanjutan lingkungan (sustainable

environment).