bab i pendahuluan 1.1. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Geografi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan kenampakan muka bumi
baik hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan
lingkungan sekitar dan juga mempelajari semua aspek permasalahan yang terkandung
di dalamnya (Bintarto dan Surastopo, 1979). Dengan kata lain geografi juga bisa
disebut sebagai ilmu yang mempelajari suatu wilayah dengan segala aspeknya. Salah
satu pendekatan untuk memecahkan berbagai masalah dalam geografi adalah
digunakannya cara analisis keruangan/spasial. Masalah dalam geografi diantaranya
perubahan yang terjadi di permukaan bumi secara terus menerus. Perubahan itu baik
dalam skala wilayah yang besar seperti benua, kawasan ataupun negara maupun
dalam skala kecil seperti kabupaten, kota atau kecamatan bahkan sampai ke
kelurahan. Perubahan ini sering dikatakan sebagai perkembangan.
Perkembangan setiap kota berpotensi menimbulkan berbagai
permasalahan kekotaan. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai pada
negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia adalah adanya urbanisasi.
Fenomena urbanisasi berkaitan dengan daya tarik perkotaan, dimana dibangunnya
industri dan jasa sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat dan
terbukanya lapangan usaha. Selain daya tarik lapangan usaha dan pertumbuhan
ekonomi, daya tarik kota lainnya adalah tersedianya sarana pendidikan yang lebih
tinggi (Perguruan Tinggi), bervariasinya fasilitas hiburan dan kehidupan modern
yang menyenangkan (Baiquni, 2004). Mengalirnya kalangan muda untuk mencari
2
pekerjaan di perkotaan memicu tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan menjadi
tinggi karena berada mereka berada pada usia subur.
Permasalahan-permasalahan ini perlu ditangani secara komprehensif dan
sistematis. Jika dilakukan secara terpisah hanya menyelesaikan satu permasalahan
tetapi berpotensi menimbulkan permasalahan lainnya sehingga terjadi
penyelesaian tambal sulam (Soekamto dan Karseno, 2001).
Kota Gorontalo yang merupakan ibukota Provinsi Gorontalo juga
mengalami permasalahan perkotaan seperti kota-kota yang ada di Indonesia pada
umumnya. Permasalahan yang terjadi di Kota Gorontalo diantaranya terjadi alih
fungsi lahan pertanian ke non pertanian (lahan sawah pada tahun 2000 sebesar
1154,828 ha berkurang menjadi 1034,365 ha pada tahun 2010 atau terjadi
pengurangan sebesar 120,463 ha dan perkebunan kelapa pada tahun 2000 luasnya
986,628 ha berkurang menjadi 478,040 ha pada tahun 2010, atau terjadi pengurangan luas
lahan sebesar 508,588 ha) (tabel 5.6) serta terjadinya perkembangan kota yang tidak
sesuai dengan arahan pengembangan seperti yang tertuang dalam Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Gorontalo.
Provinsi Gorontalo sendiri merupakan hasil pemekaran dari Provinsi
Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38
Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo. Peresmiannnya oleh
Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada tanggal 16 Februari 2001,
sehingga mengubah status Kota Gorontalo yang sebelumnya sebagai Pusat
Kegiatan Lokal menjadi Pusat Kegiatan Nasional (Bappeda, 2009). Adanya
perubahan dari Pusat Kegiatan Lokal menjadi Pusat Kegiatan Nasional maka
3
fungsi pelayanan yang awalnya masih kecil seperti kecamatan dan kelurahan
berubah menjadi tingkat pelayanan yang luas bahkan sampai ke antar provinsi.
Dengan demikian, Kota Gorontalo harus siap menghadapinya dengan menambah
sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana ini seperti sarana
perkantoran tingkat provinsi, aksessibiltas yang bisa menunjang kegiatan yang
lebih besar, serta permukiman yang lebih banyak untuk menampung para
pendatang yang akan beraktivitas di Kota Gorontalo.
Peningkatan jumlah permukiman di Kota Gorontalo ini dapat dilihat dari
perubahan luas lahan permukiman dimana pada tahun 2000 sebesar 853,960 ha
menjadi 1420,160 ha pada tahun 2010 (terjadi penambahan luas lahan permukiman
sebesar 566,200 ha atau 66,303 %) (tabel 5.6). Peningkatan kebutuhan lahan
permukiman berdampak pada konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Perubahan ini salah satunya dalam hal pemanfaatan ruang (space) sehingga
penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan (spatial approach). Secara
lebih spesifik menggunakan spatial process, spatial structure dan spatial pattern
analysis dimana perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan
secara kualitatif maupun kuantitatif.
Spatial process digunakan untuk mengetahui proses perkembangan Kota
Gorontalo, spatial structure digunakan untuk mengetahui elemen-elemen pengisi
ruang dan spatial pattern analysis untuk mengungkapkan kekhasan distribusi
ruang (spasio) dari perkembangan Kota Gorontalo. Setiap analisis perubahan
keruangan tidak dapat dilaksanakan tanpa mengemukakan dimensi kewaktuannya
(temporal). Dengan demikian, dimensi temporal juga mempunyai peranan utama,
4
dimana untuk dapat mengungkapnya minimal harus ada 2 (dua) titik waktu yang
berbeda. Hal ini untuk menjawab mengapa terjadi perubahan, bagaimana
perubahan itu terjadi dan dampak apa saja yang mungkin timbul dari perubahan
tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian tentang perkembangan Kota
Gorontalo, maka disinilah pentingnya penelitian ini dilakukan.
1.2. Perumusan Masalah
Perkembangan Kota Gorontalo dilihat dari perkembangan jumlah
penduduk yang signifikan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Gorontalo
mencapai 180.127 jiwa dimana pada tahun 2000 baru 134.931 jiwa (Tabel 1.1).
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kota Gorontalo
Kecamatan Jumlah Penduduk (orang) Laju Pertumbuhan
Penduduk per Tahun (%) Peningkatan Persentase
pertambahan penduduk 1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010
Kota Barat 13.583 15.449 20.220 1,30 2,73 1,43 Dungingi 9.426 12.941 21.568 3,22 5,24 2,02 Kota Selatan 30.357 30.737 35.988 0,12 1,59 1,47 Kota Timur 31.239 34.031 42.155 0,86 2,16 1,30 Kota Utara 20.577 24.144 33.149 1,61 3,22 1,61 Kota Tengah 14.561 17.629 27.047 1,93 4,37 2,44 Kota Gorontalo 119.743 134.931 180.127 1,20 2,93 1,73 Sumber : BPS Kota Gorontalo, Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2011
Dari Tabel 1.1 diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 1990
berjumlah 119.743 jiwa dan meningkat menjadi 134.931 jiwa pada tahun 2000.
Terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 15.188 jiwa dalam kurun waktu
sepuluh tahun (tahun 1990 sampai 2000). Jika dibandingkan jumlah penduduk
pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 180.127 jiwa,
5
terjadi peningkatan jumlah penduduk sebanyak 45.196 jiwa hanya dalam kurun
waktu sepuluh tahun. Terjadi lonjakan jumlah penduduk dalam kurun waktu tahun
2000 sampai 2010. Dari tahun 1990 ke tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah
penduduk sebesar 60.384 jiwa. Jika diprosentasekan jumlah penduduk tahun 1990
ke tahun 2010, terjadi lonjakan penduduk sebesar 50,428 % atau terjadi
pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata 2,52 % pertahun.
Laju perkembangan jumlah penduduk tahun 1990 sampai tahun 2000
sebesar 1,20 % pertahun dan laju perkembangan jumlah penduduk tahun 2000
sampai tahun 2010 melonjak menjadi 2,93 % pertahun. Laju perkembangan
jumlah penduduk untuk tahun 2000 sampai tahun 2010 dua kali lebih besar jika
dibandingkan laju perkembangan jumlah penduduk tahun 1990 sampai tahun
2000. Persentase laju perkembangan penduduk berurutan dari tertinggi sampai
terendah yaitu Kecamatan Dungingi sebesar 5,24 % pertahun, Kecamatan Kota
Tengah 4,37, Kecamatan Kota Utara sebesar 3,22 %, Kecamatan Kota Barat 2,73
%, Kecamatan Kota Timur 2,16 % dan Kecamatan Kota Selatan 1,59 %.
Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan
perkembangan jumlah penduduknya rendah karena sebagian besar wilayahnya
adalah perbukitan terjal sehingga kurang baik untuk dijadikan lokasi permukiman.
Perkembangan jumlah penduduk ini baik secara alami maupun akibat
terjadinya migrasi. Migrasi terjadi baik berasal dari luar Kota Gorontalo tetapi
masih dalam lingkup Provinsi Gorontalo maupun dari luar Provinsi Gorontalo.
Daya tarik ini antara lain karena terbukanya peluang lapangan kerja yang cukup
luas di daerah kekotaan. Lapangan kerja ini terbuka untuk memenuhi kebutuhan
6
tenaga kerja Pegawai Negeri Sipil di tingkat provinsi yang belum bisa dipenuhi
oleh tenaga lokal. Hal ini karena keterbatasan sumber daya manusia serta
kebutuhan akan sumber daya di bidang swasta seperti perbankan dan jasa yang
berinvestasi di Provinsi Gorontalo karena terbentuknya provinsi ini.
Para pencari kerja umumnya mencoba-coba peluang kerja yang tersedia di
Kota Gorontalo. jika berhasil, mereka akan menetap, dan jika belum berhasil,
umumnya kembali ke daerah asalnya atau mencoba lagi di daerah lain. Jumlah
migran menetap umumnya merupakan lulusan SMA dan sarjana yang merupakan
usia produktif karena persyaratan usia maksimum menjadi PNS. (Tabel 1.2). Hal
ini tentu semakin mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk secara alami.
Tabel 1.2. Jumlah Pencari Kerja yang Mendaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin, 2006-2009
Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
2006 ... ... 2 505 2007 ... ... 5 807 2008 2 585 3 280 5 865 2009 2 813 3 615 6 428
Sumber : Kota Gorontalo Dalam Angka 2010
Pada Tahun 2006, jumlah pencari kerja pendidikan SMA ke atas yang
mendaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Gorontalo berjumlah 2.505
orang. Pada Tahun 2009 menjadi 6.428 orang. Peningkatan ini lebih dari dua kali
selain karena jumlah lulusan yang ada di Kota Gorontalo, ditambah dengan
pendatang yang ingin mengikuti seleksi Pegawai Negeri Sipil yang ada di Kota
Gorontalo maupun tingkat provinsi. Para pendatang selain tertarik mengikuti
seleksi Pegawai Negeri Sipil juga tertarik bekerja di sektor swasta seperti sektor
perhotelan, perbankan, perdagangan maupun industri/jasa lainnya.
7
Sektor swasta yang berkembang diantaranya perhotelan/penginapan,
penjahitan, service electronik, perbengkelan, sulaman kain tradisional (karawo),
industri makanan, penggergajian kayu dan meubeler (Tabel 1.3). Perkembangan
sektor swasta ini menarik para pendatang untuk bekerja di sektor swasta tersebut.
Tabel 1.3. Lapangan Usaha Swasta di Kota Gorontalo
Tahun Hotel/penginapan
Tukang Jahit
Servis Elektronik
Bengkel Sulaman Kain
Industri Makanan
Penggergajian Kayu
Meubeler
2002 23 - - - - - - - 2003 32 309 32 141 603 1.045 59 330 2004 34 329 37 143 610 1.108 64 354 2005 34 461 39 148 1.204 1.108 67 392 2006 37 525 41 172 1.218 1.170 72 424 2007 38 626 41 198 1,222 1,324 76 447 2008 - 886 43 209 1 221 1 409 72 443 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Gorontalo Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2007 Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2009
Berdasarkan tabel 1.3, sektor perhotelan berkembang dari Tahun 2002
sebanyak 23 hotel menjadi 38 hotel pada tahun 2007. Usaha jahit menjahit pada
tahun 2003 sebanyak 309 unit usaha, berkembang menjadi 886 unit usaha pada
tahun 2008. servis elektronik bertambah sebanyak 11 unit usaha pada tahun 2008
dibandingkan pada tahun 2003. Usaha perbengkelan pada tahun 2003 sebanyak
141 unit usaha, berkembang menjadi 209 unit usaha pada tahun 2008. Sektor
sulaman kain (karawo) perkembangannya cukup signifikan yaitu pada tahun 2003
baru berjumlah 603 unit usaha, meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2008
yaitu sebanyak 1.221 unit usaha. Industri makanan pada tahun 2008 sebanyak
1.409 unit usaha, meningkat sebanyak 364 unit usaha dibandingkan tahun 2003.
Penggergajian kayu peningkatannya hanya 13 unit usaha antara tahun 2003
8
sampai tahun 2008. Industri meubeler pada tahun 2003 sebanyak 330 unit usaha,
berkembang menjadi 443 unit usaha pada tahun 2008. Perkembangan lapangan
usaha sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan akan perkembangan Kota
Gorontalo. Dengan terbukanya lapangan usaha sektor swasta ini, menarik para
pendatang untuk mencari pekerjaan di Kota Gorontalo.
Para pendatang yang tertarik untuk mengisi lapangan kerja di Kota
Gorontalo baik sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun di sektor swasta ini semakin
menambah jumlah penduduk Kota Gorontalo. Perkembangan jumlah penduduk
ini secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan akan areal
permukiman. Kegiatan perkotaan seperti kebutuhan akan areal permukiman
mengakibatkan munculnya developer perumahan. Oleh karena keterbatasan lahan
non pertanian yang ada di Kota Gorontalo khususnya di tengah kota, maka para
developer mulai melakukan alih fungsi lahan diantaranya merubah sawah dan
perkebunan menjadi areal perumahan. Hal ini secara kasat mata jelas terlihat
dengan adanya areal persawahan yang sudah berubah fungsi menjadi kompleks
perumahan terutama areal persawahan yang berada di tengah Kota Gorontalo.
Para developer berlomba-lomba membangun perumahan di tengah kota
karena pertimbangan aksesibilitas ke pusat-pusat perdagangan, jasa dan pusat-
pusat perkantoran/pemerintahan. Hal ini mengakibatkan pusat kegiatan hanya
terkonsentrasi pada lokasi-lokasi tertentu, sehingga nilai lahan menjadi sangat
mahal. Jumlah unit rumah yang dibangun di beberapa kompleks perumahan di
Kota Gorontalo dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebanyak 3.876 unit
rumah. Semua kompleks perumahan yang baru dibangun ini berdiri di areal yang
9
awalnya merupakan kawasan pertanian sawah dan perkebunan kelapa. Hal ini
tentu saja mengganggu daerah resapan air dan ruang terbuka hijau Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Dua Kompleks Perumahan yang berada di Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara Sumber : Tuloli, 2009
Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. dimana kompleks permukiman
baru yang dibangun para developer berada persis di atas sawah yang masih
produkstif. Contoh yang terlihat di Gambar 1.1. memberikan gambaran para
developer membangun kompleks perumahan tanpa memperhitungkan dampak
dari konversi lahan. Fenomena yang terjadi di Kota Gorontalo, begitu suatu
kompleks perumahan dibangun di atas persawahan produktif, lama kelamaan
kompleks perumahan itu akan melakukan ekspansi ke sekitar lahan terbangun.
Lama kelamaan semakin besar konversi lahan pertanian yang terjadi.
Adanya kebutuhan akan lahan untuk menampung aktivitas perkotaan
seperti permukiman, konsentrasi perdagangan, jasa dan pusat pemerintahan
mengakibatkan harga lahan perkotaan meningkat sehingga mendorong aglomerasi
daerah pinggiran Kota. Fenomena ini sudah mulai nampak, seperti daerah Telaga
terjadi aktivitas perdagangan dan perumahan serta Wongkaditi menjadi kompleks
10
perkantoran dan perumahan. Akibatnya terjadi pergeseran fungsi-fungsi kekotaan
ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang berupa proses perembetan fisik
kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Proses ini mengakibatkan wilayah
pinggiran Kota Gorontalo mengalami proses transformasi spasial seperti
densifikasi permukiman dan transformasi sosio-ekonomi. Densifikasi
permukiman di wilayah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya
kebutuhan ruang di daerah perkotaan (Giyarsih, 2001).
Adanya perkembangan yang terjadi di daerah Wongkaditi dan Telaga
menunjukkan daerah pinggiran kota mulai dilirik untuk dijadikan daerah
permukiman dan perkantoran baru. Selanjutnya daerah pinggiran kota yang oleh
Yunus (2008) diistilahkan dengan Wilayah Peri Urban/WPU. Pakar ini
menjelaskan daerah pinggiran kota sebagai suatu daerah yang juga dikenal
sebagai daerah urban fringe atau daerah peri–urban atau nama lain yang mucul
kemudian. Daerah tersebut akan berperan penting terhadap peri kehidupan
penduduk baik desa maupun kota di masa yang akan datang sehingga memerlukan
perhatian yang serius. Hal ini karena daerah ini terletak di antara wilayah yang
mempunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan wilayah yang mempunyai
kenampakan kedesaan di sisi yang lain. Di daerah antara ini muncul atribut
khusus yang merupakan hibrida dari wilayah kota dan desa yang mempunyai
dimensi kehidupan yang sedemikian kompleks.
Bentuk kehidupan kekotaan di masa mendatang sangat ditentukan oleh
bentuk, proses dan dampak perkembangan perkotaan yang terjadi di urban fringe
ini. Segala bentuk perkembangan fisikal baru akan terjadi di wilayah ini sehingga
11
menentukan peri kehidupan kekotaan. Oleh karena itu menurut Yunus (2008),
wilayah ini perlu perhatian khusus untuk menghindari bentuk dan proses
perkembangan fisikal kekotaan baru yang mengarah ke dampak negatif.
Di wilayah ini, pertambahan luas lahan permukiman berlangsung dengan
cepat dan merupakan konsekuensi logis dari makin banyaknya penduduk baik
sebagai akibat dari pertambahan penduduk secara alami maupun karena migrasi
(Yunus, 2008). Pertambahan penduduk ini menyebabkan semakin tinggi pula
tuntutan akan ruang tempat tinggal. Perubahan luas tempat areal tinggal menurut
pakar ini disebabkan oleh :
a. bertambahnya lahan permukiman karena bertambahnya bangunan rumah
mukim yang dibangun oleh perorangan (individual). Proses ini hanya
membutuhkan areal yang sempit dan bersifat sporadis, namun secara
kumulatif akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
bertambahnya luasan lahan permukiman. Bertambahnya bangunan-bangunan
yang dibangun oleh perorangan ini dapat dikategorisasikan sebagai proses
formatif yang bersifat infiltratif. Proses formatif infiltratif berjalan dalam
waktu yang terus-menerus sejalan dengan bertambahnya tuntutan ruang bagi
penduduk yang membutuhkan dan akan memberikan sumbangan yang
signifikan terhadap bertambahnya lahan permukiman dalam waktu yang relatif
lama
b. bertambahnya lahan permukiman sebagai akibat bertambahnya kelompok
bangunan yang dibangun oleh para pengembang. Proses ini membutuhkan
areal yang luas. Karena pembangunan kompleks rumah mukim ini dalam
12
jumlah yang banyak dan meliputi areal yang jauh lebih luas dan kompak maka
proses ini dikategorikan sebagai proses formatif yang bersifat invasif. Proses
formatif invasif dalam waktu yang relatif lebih singkat telah memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap bertambah luasnya lahan permukiman.
Kedua proses ini baik infiltratif maupun invasif sudah nampak di Kota
Gorontalo. Proses infiltratif terlihat dengan dibangunnya rumah secara individu.
Walaupun jumlahnya hanya sedikit, namun karena dalam proses yang cukup
panjang maka sudah memakan areal yang cukup luas terhadap penggunaan lahan.
Proses invasif sangat jelas dengan dibangunnya kompleks perumahan baru di
pinggiran kota (masih dalam wilayah administrasi kota) dalam kurun waktu
sepuluh tahun terakhir.
Daerah pinggiran kota yang perkembangannya cukup pesat yaitu di daerah
Huangobotu dan Tomulabutao di Kecamatan Dungingi serta di daerah
Wongkaditi Kecamatan Kota Utara. Semua kompleks perumahan yang baru
dibangun ini awalnya adalah areal pertanian. Hal ini tentu saja merupakan
perkembangan kota yang negatif karena mengurangi daerah resapan air sehingga
bisa meningkatkan potensi banjir Kota Gorontalo.
Selain kebutuhan akan lahan permukiman, terbentuknya Provinsi
Gorontalo juga ini berdampak pada kebutuhan lahan untuk membangun kawasan
perkantoran tingkat pemerintah provinsi. Hal ini terjadi karena kompleks
perkantoran yang ada, merupakan kompleks perkantoran milik pemerintah Kota
Gorontalo. Pembangunan kompleks perkantoran pemerintah provinsi ini
membutuhkan areal yang lebih luas yang tidak memungkinkan lagi untuk
13
membangunnya di tengah kota. Dampaknya akan terjadi perkembangan ruang
kekotaan yang berjalan ke arah pinggiran kota (proses perkembangan spasial
sentrifugal).
Selain keterbatasan lahan perkantoran, keterbatasan lahan di tengah kota
khususnya untuk membangun pusat-pusat perdagangan juga terjadi. Lahan pusat
perdagangan yang sudah ada, tidak bisa lagi untuk dikembangkan. Keterbatasan
lahan untuk membangun pusat perdagangan ini berdampak terjadinya perubahan
penggunaan lahan. Untuk membangun pusat perdagangan, kurang
menguntungkan jika harus dibangun di pinggiran kota. Oleh karena itu, fenomena
yang nampak sekarang ini adalah terjadinya perkembangan spasial sentripetal
(proses penambahan bangunan-bangunan kekotaan yang terjadi di bagian tengah
kota (the inner parts of the city)). Perkembangan spasial sentripetal untuk
pembangunan pusat perdagangan salah satunya terjadi di Kelurahan Limba U II,
dimana terjadi konversi lahan sawah yang berada di tengah kota.
Dari uraian di atas, diketahui bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun
(tahun 2000 sampai tahun 2010) di Kota Gorontalo telah terjadi pembangunan
jumlah perumahan oleh developer dalam jumlah besar (seperti yang terlihat dalam
lampiran 4 berjumlah 3.876 unit rumah baru), kawasan-kawasan perkantoran,
public service dan kawasan perdagangan yang semuanya dibangun di areal
pertanian. Akibatnya terjadi alih fungsi lahan yang cukup besar di Kota
Gorontalo. Pemerintah Kota Gorontalo harus segera mengantisipasi hal ini dengan
mengeluarkan kebijakan tentang alih fungsi lahan supaya tidak terjadi proses
perubahan/perkembangan kota ke arah yang negatif karena mengurangi daerah
14
resapan air sehingga bisa mengakibatkan banjir saat musim hujan serta
mengancam swa sembada pangan.
Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh para developer salah satu
pertimbangannya karena harga sawah masih lebih murah dibandingkan jika
membeli lahan siap bangun. Harga lahan yang sebelumnya persawahan masih
relatif jauh lebih murah dibandingkan setelah persawahan itu dijadikan kompleks
perumahan. Selain faktor harga lahan, salah satu faktor penyebab pembukaan
areal perumahan baru di Kota Gorontalo adalah adat istiadat, dimana di Kota
Gorontalo ada kebiasaan menguburkan keluarga yang meninggal di halaman
rumah. Halaman rumah yang sudah ada kuburan ini tentu saja sudah tidak
menarik lagi untuk dibeli oleh orang yang bukan keluarganya. Umumnya
penduduk Kota Gorontalo khususnya para pendatang akan menolak untuk
membeli lahan yang sudah ada kuburan di atasnya. Akibatnya para pendatang
lebih cenderung untuk membuka/membangun perumahan baru di daerah
pertanian.
Adanya perubahan status Kota Gorontalo dari kota biasa menjadi ibukota
provinsi dimana terjadi perkembangan jumlah penduduk yang tinggi serta
dampaknya, adanya adat istiadat masyarakat Kota Gorontalo menguburkan
keluarganya di halaman rumah dan hal-hal lain seperti diuraikan sebelumnya
merupakan masalah-masalah yang akan dibahas. Selain masalah-masalah di atas,
satu hal yang mendorong untuk meneliti perkembangan Kota Gorontalo adalah
karena selama ini penelitian tentang perkembangan kota-kota di Indonesia, lebih
15
banyak tentang kota-kota di Jawa. Masih sangat kurang penelitian tentang
perkembangan kota di luar Jawa, khususnya Pulau Sulawesi.
1.3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. mengkaji pola dan struktur spasial (spatial pattern and spatial structure)
perkembangan Kota Gorontalo dalam kurun waktu dari Tahun 2000 sampai
Tahun 2010;
2. mengevaluasi proses perubahan spasial (spatial process) Kota Gorontalo
dalam kurun waktu Tahun 2000 sampai Tahun 2010;
3. mengungkapkan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan
spasial Kota Gorontalo;
4. mengetahui dan menganalisis kecenderungan arah perkembangan spasial Kota
Gorontalo yang dominan;
5. mengungkapkan dan menganalisis dampak dari perkembangan spasial yang
terjadi dan prospek ke depannya.
1.4. Manfaat
a. Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian sejenis
tentang perkembangan kota, dimana selama ini berdasarkan penelitian yang
dilakukan Lee (1979) di Amerika, terdapat 6 faktor perkembangan kota.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah masih ada faktor lain
16
yang bisa mempengaruhi perkembangan kota karena dilaksanakan di kota
negara berkembang yang kondisinya berbeda dengan negara maju seperti
Amerika.
b. Manfaat praktis, dapat dijadikan bahan masukan tentang kondisi
perkembangan Kota Gorontalo (khususnya fisik) bagi pemerintah daerah
sehingga bisa menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk
perencanaan Kota Gorontalo ke depan. Pemerintah daerah dalam
melaksanakan pengembangan kota Gorontalo selain berpatokan kepada
RTRW Kota Gorontalo, mempertimbangkan juga masukan-masukan
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini.
1.5. Keaslian Penelitian
Sebelum penelitian dilakukan, harus diketahui dahulu berbagai penelitian
tentang masalah perkembangan kota yang sejenis. Hal ini untuk menghindari
terjadinya plagiarisme dalam penelitian. Untuk memastikan keaslian penelitian
ini, berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu sebagai pembanding seperti
pada Tabel 1.4.
Dari Tabel 1.4, diketahui bahwa penelitian tentang perkembangan kota
yang pernah dilakukan di Indonesia adalah meneliti tentang pola perkembangan
kota dengan mengggunakan teknik Penginderaaan Jauh (PJ) dan SIG. Berikut
disajikan beberapa penelitian terdahulu sebagai pembandingnya untuk mengetahui
keaslian penelitian. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Arminah (1997)
untuk mengetahui perkembangan Kota Surakarta, Riyadi (2000) untuk
mengetahui arah dan pertumbuhan permukiman Bagian Utara Kota Bogor, Yunus
17
(2001) untuk mengkaji pola perubahan pemanfaatan lahan di daerah pinggiran
kota Yogyakarta khususnya mengenai pola pengurangan lahan pertanian dan pola
penambahan lahan non pertanian, proses perubahan pemanfaatan lahan
(kecenderungan proses perubahan dan kekuatan penariknya).
Dari hasil penelitian ini dengan judul Perspektif Spasio Temporal
Perkembangan Kota Gorontalo diketahui pola perkembangan spasial Kota
Gorontalo menunjukkan pola terkonsentrasi (kompak) di bagian utara dan barat
laut serta bentuk terserak di bagian lain kota. Struktur ruang tahun 2000 Kota
Gorontalo menunjukkan Kecamatan Kota Selatan dan Kota Tengah merupakan
kawasan padat penduduk karena letaknya yang berada di tengah kota. Struktur
ruang tahun 2010, terlihat Kecamatan Kota Utara yang merupakan daerah resapan
air (persawahan) sudah cukup besar alih fungsi lahannya dari persawahan ke
permukiman proses perubahan spasial Kota Gorontalo.
Proses perubahan spasial yang terjadi di Kota Gorontalo diakibatkan oleh
kebutuhan akan ruang sebagai, tempat tinggal dan beraktivitas dari warga
Gorontalo. Dari enam faktor perkembangan kota yang dikemukakan Lee (1979),
hanya faktor aksessibilitas, faktor karakteristik lahan dan faktor prakarsa
pengembang yang berpengaruh. Faktor yang lainnya kurang sesuai dengan
keadaan yang terjadi di lapangan. Selain ketiga faktor tersebut masih terdapat satu
faktor di luar teori Lee (1979) yang dianggap berpengaruh terhadap
perkembangan spasial Kota Gorontalo yaitu faktor adat istiadat.
Terdapat kebiasaan masyarakat Kota Gorontalo untuk menguburkan
anggota keluarganya yang meninggal di halaman rumah, sehingga orang sudah
18
tidak lagi tertarik untuk membeli lahan tersebut jika ingin dijual. Perkembangan
spasial Kota Gorontalo mengarah ke arah Utara dan Barat Laut Kota Gorontalo.
Pada wilayah ini terlihat perkembangan kota yang cukup pesat untuk kurun waktu
tahun 2000 sampai tahun 2010. Perkembangan spasial Kota Gorontalo terjadi
karena adanya akibat alih fungsi lahan yang cukup besar. Alih fungsi lahan ini
disebabkan oleh jumlah perumahan yang dibangun developer, pembangunan
kantor-kantor pemerintah dan swasta serta kompleks perdagangan dan jasa,
dimana penyebarannya tidak merata. Hal ini mengakibatkan terjadinya
perkembangan spasial yang hanya terkonsentrasi di bagian tertentu dari Kota
Gorontalo.
Kebutuhan akan ruang aktivitas ini mengakibatkan harga lahan di tengah
kota meningkat sehingga mendorong aglomerasi daerah pinggiran Kota
Gorontalo. Dampak lain adalah semakin bervariasinya pekerjaan/lapangan usaha.
Peralihan jenis lapangan usaha ini juga didorong karena jumlah lahan pertanian
yang akan digarap semakin berkurang.
19
Tab
el 1
.4.
Perb
andi
ngan
Pen
eliti
an T
enta
ng P
erke
mba
ngan
Kot
a ya
ng S
udah
Dila
ksan
akan
den
gan
Pene
litia
n ya
ng
Dila
ksan
akan
NO
N
AM
A
TA
HU
N/
LO
KA
SI
TU
JUA
N
AN
AL
ISIS
D
AT
A
HA
SIL
1 2
3 4
5 6
1 Le
e 19
79/
U.S
.A.
Men
geta
hui f
akto
r-fa
ktor
yan
g de
term
inan
te
rhad
ap p
erke
mba
ngan
kot
a A
nalis
is
Kua
ntita
tif
Terd
apat
6 fa
ktor
yan
g be
rpen
garu
h te
rhad
ap p
erke
mba
ngan
kot
a, y
aitu
: 1)
ka
rakt
eris
tik la
han,
2) p
erat
uran
pe
mer
inta
h, 3
) kar
akte
ristik
pem
ilik
laha
n,
4) p
elay
anan
pub
lik, 5
) aks
essi
bilit
as d
an
6) in
isia
tif d
evel
oper
2 V
alen
tina
1997
/ Su
raka
rta
1.M
enge
tahu
i lua
s per
kem
bang
an K
ota
Sura
karta
2.
Men
geta
hui p
enye
bab
perk
emba
ngan
Kot
a Su
raka
rta
Inte
rpre
tasi
di
gita
l citr
a SP
OT,
serta
an
alis
a ke
ruan
gan
dan
tem
pora
l den
gan
mem
anfa
atka
n G
IS
1.Lu
as p
erta
mba
han
Kot
a Su
raka
rta
sebe
sar 1
7,79
km
2
2.pe
nyeb
ab u
tam
a pe
rkem
bang
an K
ota
Sura
karta
ada
lah
pertu
mbu
han
pend
uduk
ya
ng ti
nggi
3 R
iyad
i 20
00/
Bog
or
Men
geta
hui a
rah
dan
pertu
mbu
han
perm
ukim
an
Bag
ian
Uta
ra K
ota
Bog
or
Perb
andi
ngan
Pe
ta d
an F
oto
Uda
ra
Perk
emba
ngan
per
muk
iman
men
gala
mi
pertu
mbu
han
yang
cep
at k
e ar
ah u
tara
K
ota
Bog
or
4 Y
unus
20
01/
Yog
yaka
rta
Men
gkaj
i pol
a pe
ruba
han
pem
anfa
atan
laha
n di
da
erah
pin
ggira
n K
ota
Yog
yaka
rta k
husu
snya
m
enge
nai p
ola
peng
uran
gan
laha
n pe
rtani
an d
an
pola
pen
amba
han
laha
n no
n pe
rtani
an, p
rose
s pe
ruba
han
pem
anfa
atan
laha
n (k
ecen
deru
ngan
pr
oses
per
ubah
an d
an k
ekua
tan
pena
rik)
Ana
lisis
pet
a an
alis
is
desk
riptif
ku
alita
tif
Pros
es p
erub
ahan
pem
anfa
atan
laha
n :
perc
epat
an p
engu
rang
an la
han
perta
nian
da
n pe
nam
baha
n la
han
non
perta
nian
yan
g tin
ggi b
eras
osia
si d
enga
n ja
lur -
jalu
r jal
an
utam
a ya
ng m
engh
ubun
gkan
Yog
yaka
rta
deng
an k
ota
- kot
a la
in.
20
NO
N
AM
A
TA
HU
N/
LO
KA
SI
TU
JUA
N
AN
AL
ISIS
D
AT
AH
ASI
L
1 2
3 4
5 6
5 La
uren
sius
20
02/
Ked
iri
Men
geta
hui p
enga
ruh
peru
baha
n sp
asia
l Kot
a K
ediri
A
nalis
is
desk
riptif
/ Pe
ndek
atan
penj
ajak
an
(exp
lora
tion)
Gam
bara
n pe
ruba
han
dan
peng
elom
poka
n fa
ktor
yan
g m
empe
ngar
uhi p
erub
ahan
spas
ial
Kot
a K
ediri
tahu
n 19
76 –
200
0
6 Sy
ahar
20
03/
Pada
ng
1.M
enge
tahu
i pol
a pe
rkem
bang
an K
ota
Pada
ng
2.M
enge
tahu
i fak
tor y
ang
berp
enga
ruh
terh
adap
pe
rkem
bang
an K
ota
Pada
ng
Ana
lisis
pet
a da
n an
alis
is
desk
riptif
1.Po
la d
an a
rah
perk
emba
ngan
Kot
a Pa
dang
2.
Sara
na d
an p
rasa
rana
air
bers
ih, m
anus
ia
dan
daer
ah h
inte
rland
seba
gai f
akto
r yan
g m
empe
ngar
uhi p
erke
mba
ngan
nya
7 B
enu
2004
/ SoE
1.
Men
gkaj
i lua
s dan
ara
h pe
rkem
bang
an fi
sik
kota
SoE
2.
Men
gkaj
i im
plik
asi p
erke
mba
ngan
fisi
k K
ota
SoE
terh
adap
kon
disi
ruan
g te
rbuk
a hi
jau,
dr
aina
se d
an sa
nita
si
Pend
ekat
anpe
ta se
rta
anal
isa
data
pr
imer
dan
se
kund
er
1.Pe
rkem
bang
an fi
sik
Kot
a So
E ke
arah
uta
ra
dan
bara
t leb
ih c
epat
dib
andi
ngka
n ar
ah
sela
tan
dan
timur
2.
Perk
emba
ngan
fisi
k K
ota
SoE
berp
enga
ruh
terh
adap
kon
disi
ruan
g te
rbuk
a hi
jau,
dr
aina
se d
an sa
nita
si
8 N
urko
lisiy
ah
2005
/ K
ediri
1.
Men
geta
hui d
istri
busi
per
kem
bang
an fi
sik
Kot
a K
ediri
2.
Fakt
or p
erke
mba
ngan
fisi
k K
ota
Ked
iri
3.A
rah
perk
emba
ngan
fisi
k K
ota
Ked
iri
Ana
lisis
pet
a un
tuk
pros
es
keru
anga
n de
ngan
m
eman
faat
kan
SIG
.
1.Te
rjadi
pen
amba
han
peng
guna
an la
han
terlu
as p
ada
laha
n pe
rmuk
iman
selu
as
466,
01 h
a/ra
ta-r
ata
66,5
7 pe
rtahu
n da
n pe
nyus
utan
laha
n te
rluas
pad
a la
han
iriga
si
selu
as 5
37,2
4 ha
2.
Fakt
or p
enen
tu p
erke
mba
ngan
fisi
k ko
ta
yaitu
aks
esib
ilita
s, ka
rakt
eris
tik la
han
dan
terd
apat
nya
pela
yana
n um
um
3.m
enga
rah
ke p
ingg
iran
kota
(ara
h te
ngga
ra)
Tabe
l 1.4
(lan
juta
n)
21
10
Suha
ryad
i 20
12/
Yog
yaka
rta
1.M
emet
akan
den
sifik
asi b
angu
nan
daer
ah
perk
otaa
n Y
ogya
karta
tahu
n 19
94 –
tahu
n 20
062.
Men
gkaj
i kar
akte
ristik
den
sifik
si b
angu
nan
deng
an p
ende
kata
n st
atis
tik sp
asia
l
Peng
inde
raan
ja
uh d
an
anal
isis
st
atis
tik sp
asia
l se
derh
ana
3.Pe
ta k
epad
atan
ban
guna
n da
pat
diek
stra
ksi d
ari c
itra
sate
lit
sum
berd
aya
men
enga
h 4.
Stat
istik
spas
ial s
eder
hana
dap
at
digu
naka
n un
tuk
men
gana
lisis
ka
rakt
eris
tik d
ensi
fikas
i ban
guna
n
11
Tulo
li 20
10/
Gor
onta
lo
1.m
enga
nalis
is p
ola
dan
stru
ktur
spas
ial
perk
emba
ngan
spas
ial K
ota
Gor
onta
lo
2.pr
oses
per
ubah
an sp
asia
l Kot
a G
oron
talo
, 3.
men
gana
lisis
fakt
or-f
akto
r yan
g de
term
inan
te
rhad
ap p
erke
mba
ngan
spas
ial K
ota
Gor
onta
lo
4.m
enga
nalis
is a
rah
perk
emba
ngan
spas
ial
dom
inan
5.
men
gana
lisis
dam
pak
perk
emba
ngan
sp
asia
l yan
g te
rjadi
Ana
lisis
K
ualit
atif
dan
Kua
ntita
tif,
Surv
ei,
Sam
plin
g,
(ana
lisis
pet
a)
1.po
la p
erke
mba
ngan
spas
ial K
ota
Gor
onta
lo b
erbe
ntuk
ters
erak
. St
rukt
ur ru
ang
tahu
n 20
00 K
ota
Gor
onta
lo K
ecam
atan
Kot
a Se
lata
n da
n K
ota
Teng
ah a
dala
h ka
was
an
pada
t. St
rukt
ur ru
ang
tahu
n 20
10,
Kec
amat
an K
ota
Uta
ra su
dah
cuku
p be
sar a
lih fu
ngsi
laha
nnya
. 2.
Pros
es p
erub
ahan
spas
ial y
ang
terja
di d
i Kot
a G
oron
talo
di
akib
atka
n ol
eh k
ebut
uhan
aka
n ru
ang
seba
gai,
tem
pat t
ingg
al d
an
bera
ktiv
itas d
ari w
arga
Gor
onta
lo.
NO
N
AM
A
TA
HU
N/
LO
KA
SI
TU
JUA
N
AN
AL
ISIS
DA
TA
H
ASI
L
1 2
3 4
5 6
9B
ing-
Shen
g W
u20
09/
Taip
ei
(Chi
na)
1.B
agai
man
a in
tera
ksi a
ntar
a gl
obal
isas
i ek
onom
i den
gan
aktiv
itas s
osia
l eko
nom
i di
wila
yah
desa
kot
a di
Asi
a?
2.B
agai
man
a ka
rakt
eris
tik w
ilaya
h de
sa k
ota
di
Asi
a di
era
glo
balis
asi e
kono
mi
Ana
lisis
pet
a de
ngan
mem
anfa
atka
n ci
tra sa
telit
.
1.Te
rdap
at in
tera
ksi y
ang
kuat
an
tara
glo
balis
asi e
kono
mi d
enga
n ak
tivita
s sos
ial e
kono
mi
2.M
odel
des
akot
a di
Asi
a m
engu
ngka
pkan
kar
akte
ristik
yan
g be
rbed
a da
ri m
odel
per
kota
an B
arat
ko
nven
sion
al.
Tabe
l 1.4
(lan
juta
n)
22
NO
NA
MA
T
AH
UN
/ L
OK
ASI
T
UJU
AN
A
NA
LIS
IS
DA
TA
H
ASI
L
1 2
3 4
5 6
3.
Dar
i ena
m fa
ktor
per
kem
bang
an
kota
yan
g di
kem
ukak
an L
ee
(197
9), h
anya
fakt
or
akse
ssib
ilita
s, ka
rakt
eris
tik la
han
dan
prak
arsa
pen
gem
bang
yan
g de
term
inan
. Sel
ain
ketig
a fa
ktor
te
rseb
ut fa
ktor
ada
t ist
iada
t de
term
inan
terh
adap
pe
rkem
bang
an sp
asia
l Kot
a G
oron
talo
. 4.
Perk
emba
ngan
spas
ial K
ota
Gor
onta
lo m
enga
rah
ke a
rah
Uta
ra d
an B
arat
Lau
t Kot
a G
oron
talo
. Pad
a w
ilaya
h in
i te
rliha
t per
kem
bang
an k
ota
yang
cu
kup
pesa
t unt
uk k
urun
wak
tu
tahu
n 20
00 sa
mpa
i tah
un 2
010.
5.
Dam
pak
perk
emba
ngan
Kot
a G
oron
talo
yai
tu te
rjadi
te
rjadi
nya
perk
emba
ngan
ko
nsen
tris d
i bag
ian
utar
a da
n ba
rat l
aut s
erta
ters
erak
di b
agia
n la
in K
ota
Gor
onta
lo, k
enai
kan
harg
a la
han,
per
ubah
an la
pang
an
usah
a, k
esen
jang
an
perk
emba
ngan
spas
ial a
ntar
w
ilaya
h.
Tabe
l 1.4
(lan
juta
n)
23
Berdasarkan uraian tentang penelitian-penelitian terdahulu dan penelitian
yang dilakukan terdapat beberapa hal yang membedakan antara penelitian ini
dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu
kebanyakan hanya meninjau secara parsial tentang perkembangan kota. Ada yang
hanya meneliti tentang polanya, strukturnya, faktornya, dampaknya ataupun
arahnya. Penelitian ini meneliti perkembangan kota secara komprehensif tidak
secara parsial yaitu mengkaji pola dan struktur spasial perkembangan spasial Kota
Gorontalo beserta proses perubahan spasialnya dalam kurun waktu Tahun 2000
sampai 2010. Menguji faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan
spasial yang dikemukakan oleh Lee (1979) apakah berlaku juga di Kota Gorontalo
serta menguji faktor adat istiadat sebagai salah satu faktor yang determinan
terhadap perkembangan spasial Kota Gorontalo. Mengungkapkan kecenderungan
arah perkembangan spsaial yang dominan serta tujuan terakhir adalah
menganalisis dampak dan prospek dari perkembangan spasial yang terjadi di Kota
Gorontalo.
.