bab i pendahuluan 1.1 latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang interaksi antara manusia dengan lingkungan melalui mata pencahariannya. Industri marmo merupakan bagian dari aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan pertambangan marmer yang menjadi salah satu mata pencaharian penting bagi masyarakat Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Dipilihnya aspek mata pencaharian dalam kajian ini didasarkan pada pemahaman bahwa melalui aktivitas tersebut, mereka melakukan interaksi dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial. Lingkungan fisik mencangkup daerah tambang dan kandungan sumberdaya alam, senantiasa dipersepsikan, ditanggapi dan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga keberlanjutan atau eksistensi mata pencahariannya tetap dapat dipertahankan. Penggambaran interaksi antara masyarakat lokal yang terlibat dalam kelompok kerja industri marmo dengan lingkungannya, dilakukan dengan mengoperasionalkan pendekatan dalam ilmu antropologi. Kabupaten Tulungagung memiliki kawasan perbukitan yang ditutupi oleh batu gamping yang telah mengeras sehingga menjadi marmer di bagian selatan. Luas wilayah Kabupaten Tulungagung yang mencapai 1.055,65 Km² yang terbagi dalam 19 Kecamatan dan 271 desa/kelurahan 1 . Dengan jumlah penduduk 1.048.472 jiwa di tahun 2012. Daerah ini mempunyai dataran sedang-tinggi dan 1 Sumber: http://www.tulungagung.go.id/index.php/, diakses Jumat, 26 Desember 2014

Upload: buiquynh

Post on 24-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tulisan ini merupakan hasil kajian tentang interaksi antara manusia

dengan lingkungan melalui mata pencahariannya. Industri marmo merupakan

bagian dari aktivitas ekonomi masyarakat di kawasan pertambangan marmer yang

menjadi salah satu mata pencaharian penting bagi masyarakat Desa Besole,

Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung. Dipilihnya aspek mata pencaharian

dalam kajian ini didasarkan pada pemahaman bahwa melalui aktivitas tersebut,

mereka melakukan interaksi dengan lingkungannya baik fisik maupun sosial.

Lingkungan fisik mencangkup daerah tambang dan kandungan sumberdaya alam,

senantiasa dipersepsikan, ditanggapi dan dimanipulasi sedemikian rupa sehingga

keberlanjutan atau eksistensi mata pencahariannya tetap dapat dipertahankan.

Penggambaran interaksi antara masyarakat lokal yang terlibat dalam kelompok

kerja industri marmo dengan lingkungannya, dilakukan dengan

mengoperasionalkan pendekatan dalam ilmu antropologi.

Kabupaten Tulungagung memiliki kawasan perbukitan yang ditutupi oleh

batu gamping yang telah mengeras sehingga menjadi marmer di bagian selatan.

Luas wilayah Kabupaten Tulungagung yang mencapai 1.055,65 Km² yang terbagi

dalam 19 Kecamatan dan 271 desa/kelurahan1. Dengan jumlah penduduk

1.048.472 jiwa di tahun 2012. Daerah ini mempunyai dataran sedang-tinggi dan

1 Sumber: http://www.tulungagung.go.id/index.php/, diakses Jumat, 26 Desember 2014

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

2

dilintasi pegunungan kapur di bagian selatan, Kabupaten Tulungagung

menyimpan sumberdaya alam berupa batuan gamping kualitas baik, sehingga batu

dapat diolah menjadi marmer beserta kerajinan-kerajinan batu turunannya.

Menurut Undang-Undang Dasar Negara Pasal 33 disebutkan bahwa

pemerintah menguasai sumber daya alam yang digunakan sebesar-besarnya untuk

rakyat. Dari dasar hukum tersebut, pemerintahlah yang mengatur pengelolaan air

limbah dan sisa hasil industri lainnya yang tidak terpakai. Dalam pasal 3 pada

Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup pun

disebutkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup bertujuan untuk mewujudkan

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Namun, pada

kenyataannya pihak pemerintah belum dapat melakukan monitoring dan

pengontrolan terhadap air limbah yang semakin bertambah seiring dengan

majunya industri. Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kabupaten Tulungagung perusahaan Industri Kecil dan Kerajinan Rumah tangga

(IKKR) tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 0,76 persen. Secara ekonomi,

peningkatan jumlah industri dipandang sebagai peningkatan dalam kesejahteraan

masyarakat. Namun, disisi lain hal ini juga berpengaruh dalam aspek ekologi,

yakni bagaimana pengelolaan limbah industri-industri kecil termasuk industri

marmoini tidak menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup

masyarakat. Sehingga tidak terjadi pencemaran lingkungan, seperti keruhnya

sumber air, buruknya kualitas udara, dan kumuhnya tempat tinggal di sekitar

industri.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

3

Sebelum adanya industri marmo, Kabupaten Tulungagung sudah dikenal

melalui produksi marmernya. Industri marmer di Tulungagung berpusat di

wilayah Selatan, tepatnya di desa Besole. Sebagai daerah industri pertambangan

dan pengolahan marmer, masyarakat lokal mempunyai cara sendiri untuk bertahan

hidup di kawasan pertambangan. Berdirinya PT Industri Marmer Indonesia

Tulungagung dan PT Dwi Tunggal Marmer Indonesia di desa Besole menjadi

salah satu penanda bagi masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam

berupa marmer untuk diolah menjadi barang bernilai. Pada awal tahun 1980-an

masyarakat lokal mulai mengolah batuan gamping dengan cara pembakaran untuk

mendapatkan serbuk kapur (Wibisono, 1983: 20). Kemudian pada pertengahan

tahun 1990-an limbah marmer berupa potongan batu yang tidak terpakai dari PT

IMIT dan PT DTMI diolah menjadi aspal2. Pada tahun yang sama pembakaran

batu gamping sudah mulai ditinggalkan dan masyarakat mulai mengolah marmer

menjadi kerajinan rumah tangga, seperti vas bunga, asbak, meja, kursi, dan hiasan

lainnya. Pada akhir tahun 1990-an, masyarakat mulai mengolah kerajinan marmer

jenis baru, yakni marmo.

Dalam proses pengambilan data sampai pada tingkat analisa data, penulis

sempat kebingungan dengan penggunaan istilah „marmer‟. Hal ini disebabkan

masyarakat lokal menyebut bahan baku berupa batuan dari tambang sebagai

„marmer‟ dan juga dalam hal produk yang sudah jadi. Hal tersebut membuat

kerancuan di mana „marmer‟ digunakan untuk merujuk bahan baku juga dipakai

sebagai hasil produk „marmer‟ itu sendiri. Sebagai contoh produk berupa

2 Aspal merupakan jenis kerajinan marmer yang diolah melalui pemotongan sehingga berbentuk

pipih, kemudian diperhalus seperti keramik untuk dijadikan lantai. (Wawancara dengan Bapak

Safuan, 7 Februari 2015)

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

4

lempengan tipis yang biasanya digunakan untuk lantai, maupun bahan baku

kerjinan rumah tangga juga disebut sebagai „marmer‟ terbuat dari „marmer‟. Oleh

karena itu, penulis menggunakan istilah „batu gamping‟ untuk merujuk pada

bahan baku yang digunakan dalam industri tersebut, sedangkan „marmer‟ dalam

hal ini untuk merujuk produknya. Pada dasarnya penggunaan istilah ini adalah

untuk memudahkan pembaca dalam memahami alur karya tulis ini.

Marmer merupakan produk jadi yang berasal dari batu gamping. Marmer

ini biasanya berupa lempengan segiempat tipis, dan salah satu permukaannya

halus. Marmer biasanya digunakan sebagai pelapis lantai, juga dapat dibentuk

meja, kursi dan kerajinan rumah tangga lainnya. Tahun demi tahun, industri ini

semakin berkembang sampai pada akhirnya muncul kerajinan jenis baru dengan

bahan baku yang sama yakni marmo. Kerajinan jenis ini pada awalnya merupakan

sisa hasil industri marmo berupa potongan-potongan berukuran sedang, kemudian

diolah menjadi barang komoditi yang bernilai tinggi. Dari langkah awal inilah

kemudian industri marmo menjadi berkembang sampai saat ini, dan banyak

masyarakat yang mendirikan sebuah unit usaha untuk memproduksi marmo.

Marmo ini pada dasarnya merupakan istilah untuk kerajinan yang berasal

dari sisa-sisa potongan marmer yang diolah dengan menggunakan gergaji mesin

untuk mendapatkan ukuran-ukuran tertentu, kemudian dibentuk dengan cara di

thithik3. Umumnya marmo digunakan untuk menghias dinding pagar, perumahan,

maupun gedung. Karajinan Marmo sudah banyak digunakan di berbagai gedung

sekolah, instansi, maupun perkantoran namun belum banyak orang yang

3Thithik merupakan aktivitas khas dalam pembuatan marmo, yakni dengan cara memukul batu

marmer yang sudah dipotong sesuai ukuran untuk mendapatkan sisi yang tidak beraturan dari

pecahan tersebut. (Wawancara dengan Sdr. Anjar, 24 Januari 2015)

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

5

mengenal cerita dibalik kerajinan jenis ini. Saat ini, industri marmo di desa Besole

mencapai puncak keemasan yang ditandai dengan banyaknya pengusaha lokal

skala kecil-menengah yang mendirikan grajen4. Produksi kerajinan marmo ini

berbanding lurus dengan aktivitas penambangan marmer. Sehingga, Industri

marmo ini sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat setempat, terutama

dalam aspek ekonomi dan ekologi. Dalam aspek ekonomi misalnya, industri

marmo ini telah menambah lapangan kerja baru karena terdapat pola ekonomi

baru terkait proses produksi dan pengelolaan limbah industri. Pemanfaatan

marmer lokal sebagai bahan mentah marmo sendiri juga memunculkan masalah-

masalah ekologi, seperti kerusakan lahan di daerah tambang karena cenderung

mengeksploitasi alam. Belum lagi industri pengolahan marmo yang berdiri di

pemukiman setempat juga menimbulkan masalah lingkungan. Proses pengolahan

marmo yang menggunakan mesin diesel untuk menjalankan gergaji, serta lalu-

lalang transportasi pengangkut bahan mentah yang menambah polusi udara di

sekitar pemukiman. Begitu juga dalam aspek politik, bagaimana kebijakan

pemerintah setempat dalam mengelola industri-industri kecil tersebut agar tidak

merugikan masyarakat lain.

Pada dasarnya proses produksi hanya peduli untuk menghasilkan nilai

tukar maksimal bagi setiap biaya yang dikeluarkan. Prioritasnya adalah untuk

menekan biaya produksi serendah mungkin dan menghasilkan keuntungan

semaksimal mungkin. Produsen akan menghindari pembiayaan lebih untuk

melestarikan keseimbangan ekologis. Pembahasan mengenai ekologi tidak

4Grajen merupakan pabrik/ unit pengolahan marmo. Berasal dari kata graji (bahasa jawa) yang

artinya gergaji alat untuk memotong batu marmer. (Wawancara dengan Ibu Yatini, 30 Januari

2015)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

6

terlepas dari aktivitas ekonomi yang menghancurkan lingkungan (Gorz, 2005:

37). Ekologi memberikan perhatiannya pada batas-batas eksternal yang harus

dihormati dan diperhatikan oleh aktivitas ekonomi, sehingga dapat menghindari

dampak-dampak yang bertentangan dengan aktivitas tersebut. Menurut

Soemarwoto (1994: 54), manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang

saling berhubungan. Interaksi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan

ini kemudian saling mempengaruhi dan saling membantu satu sama lain.

Keselarasan antara manusia dan alam menjadi persoalan ekologi dimana

sumberdaya alam menjadi kebutuhan manusia untuk keberlangsungan hidupnya.

Meningkatnya aktivitas manusia akibat dari praktek industrialisasi, telah

meningkatkan pula jumlah limbah sebagai sisa hasil produksi tersebut. Seperti

kasus-kasus dalam studi ekologi-budaya yang mempelajari tentang hubungan

manusia dengan lingkungan dalam perspektif budaya lokal, sebuah industri

umumnya memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan ekonomi dan

mengesampingkan limbah industri yang tidak terpakai. Sehingga limbah industri

tersebut mengakibatkan pencemaran lingkungan, salah satunya sumber air.

Menurut Masbah (2004: 7), pencemaran air adalah “masuknya atau

dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air

oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu

yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”.

Oleh karena itu, pencemaran air yang telah meluas dan berkembang pesat perlu

pengelolaan limbah yang tepat untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

7

Masalah lingkungan yang dibahas dalam studi ini juga tidak terlepas dari

masalah ekonomi akibat dari praktek industrialisasi. Masalah tersebut berdampak

pada perubahan budaya yang terjadi dalam masyarakat yang merespon perubahan

lingkungan yang terjadi. Pengelolaan lingkungan yang akhir-akhir ini banyak

mendapat perhatian adalah rencana proyek pembangunan dan untuk memperbaiki

lingkungan yang mengalami kerusakan. Pengelolaan lingkungan tradisional yang

dilakukan oleh masyarakat pun telah memudar. Di lain pihak, pengelolaan

lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah lebih bersifat reaktif terhadap hasil

pencemaran, bukan sebagai tindakan pemeliharaan lingkungan atau pencegahan

terjadinya pencemaran. Oleh karenanya citra yang terbentuk menjurus pada

anggapan bahwa pengelolaan lingkungan menghambat pembangunan. Dengan

kata lain, ekologi menjadi penghambat perkembangan ekonomi (Gorz, 2005: 37).

Di sisi lain, lingkungan selalu berubah. Kadang-kadang perubahan terjadi dengan

lambat, bahkan dapat pula terjadi dengan cepat. Hal ini terjadi karena adanya

dinamika ekosistem, yaitu kondisi lingkungan yang selalu berubah-ubah dan

terlibat dalam proses evolusi, baik secara alamiah ataupun terjadi karena campur

tangan manusia (Soemarwoto, 1994: 23).

Sebagai masyarakat yang tinggal di kawasan tambang marmer Desa

Besole dalam jangka waktu lama dan turun-temurun beserta generasinya,

masyarakat lokal ini merupakan pihak yang berhubungan paling kuat dengan

sumberdaya marmer. Hubungan yang mendalam antara masyarakat dengan

sumberdaya marmer ini berlangsung secara turun-temurun kemudian dipandang

telah melahirkan kearifan dan pengetahuan tentang sumberdaya tersebut ke dalam

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

8

kehidupan mereka. Dengan asumsi bahwa masyarakat sudah lama menetap di

kawasan tambang marmer memiliki pengetahuan dan pemaknaan tersendiri

tentang marmer dan hal ini cenderung tidak bisa disamakan dengan pengetahuan

umum yang dimiliki oleh masyarakat lain. Kedekatan inilah yang kemudian

membuat mereka menyatu baik sadar maupun tidak dalam kehidupan terutama

dalam aktivitas ekonominya.

Penelitian ini pada dasarnya ingin mengetahui dan memahami budaya

serta pengetahuan masyarakat lokal terhadap kawasan tambang beserta

sumberdaya marmernya. Melalui serangkaian aktivitas dalam industri marmo ini,

diharapkan dapat mengupas berbagai masalah terutama berkaitan dengan

ekonomi, serta lingkungan baik secara fisik maupun sosial.

1.2 Rumusan Masalah

Munculnya usaha pembuatan marmo yang termasuk dalam turunan

industri kerajinan marmer ini,telah membuka harapan baru bagi masyarakat

sekitar terutama dalam penyerapan tenagakerja. Selain itu, masyarakat desa

Besole yang berada tepat kawasan pertambangan diuntungkan dengan berdirinya

perusahaan marmer nasional PT IMIT dan PT DTMI. Disamping memberikan

pengetahuan tentang pemanfaatan sumberdaya alam menjadi barang bernilai,

perusahaan marmer tersebut menyediakan limbah industri sebagai bahan mentah

pembuatan marmo. Limbah kering berupa potongan marmer dari perusahaan

inikemudian distribusikan secara bergilir ke industri-industrilokal skala kecil-

menengah untuk diolah kembali menjadi barang industri. Selain dari limbah

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

9

perusahaan tersebut, bahan baku marmo didapat dari pertambangan lokal/

tambang rakyat yang terletak di sekitar tambang milik perusahaan. Hal ini

menjadikan kawasan tambang yang dulunya berupa perbukitan hutan dan

perladangan mulai terkikis karena gencarnya pemanfaatan sumberdaya alam oleh

industri pengolahan batu marmer ini. Keadaan tersebut ditambah dengan

munculnya industri marmo yang kian tahun berkembang, dan telah

mempengaruhi kualitas udara di lingkungan sekitar akibat dari penggunaan mesin

industri. Ditambah lagi dengan polusi udara dari kendaraan pengangkut batu yang

silih berganti meninggalkan debu, serta bisingnya mesin industri yang tepat

berada di area pemukiman.

Realitas baru atas lingkungan mereka melahirkan pandangan-pandangan

baru tentang lingkungannya hingga terbentuknya perilaku yang berpola dalam

menghadapinya. Lingkungan fisik dalam hal ini telah dipahami, diinterpretasikan,

dan ditanggapi sedemikian rupa sehingga menjadi lingkungan budaya.

Kebudayaan suatu masyarakat kawasan tambang disini menjadi penting sebagai

model-model bagi interpretasi, tindakan, perilaku dan interaksi, baik terhadap

lingkungan maupun sosialnya.

Terkait hal tersebut, maka diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Mengapa industri marmo berkembang pesat dalam periode terakhir ini?

2. Bagaimana strategi adaptasi pengusaha marmo guna menghadapi masalah-

masalah yang mereka hadapi dalam usahanya? Apakah strategi tersebut

memuat prinsip ekonomi moral atau rasional atau keduanya?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

10

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gejala umum desa

Besole khususnya yang berada di dalam kawasan industri pertambangan dan

pengolahan batu marmer sebagai basis penelitian. Penelitian ini juga bertujuan

untuk memahai pola perilaku masyarakat khususnya pelaku usaha, serta masalah-

masalah yang berkaitan dengan pola tersebut. Sedangkan secara khusus penelitian

ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara ilmiah sekaligus memahami variable-

variabel terpenting penelitian, sebagai berikut:

1. Bentuk, situasi dan kondisi masyarakat di kawasan tambang marmer.

Kemudian, interaksi, dan relasi sosial atau pola hubungan masyarakat yang

termasuk dalam pelaku industri marmo.

2. Masalah-masalah yang dihadapi para pelaku usaha marmo, termasuk bentuk-

bentuk strategi yang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini bertujuan untuk memberikan sumbangan

sekaligus menambah khazanah studi antropologi budaya, khususnya yang

berkaitan dengan kondisi budaya masyarakat di kawasan tambang marmer.

Manfaat teoritis lain dalam kasus ini dapat menambah gambaran lain tentang

fenomena sosial-budaya yang dikaitkan dengan studi ekologi. Sedangkan secara

praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak

berkepentingan, sebagai berikut:

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

11

1. Pemerintah, pengambil kebijakan dalam rangka menentukan berbagai

peraturan yang akan dikeluarkan terkait dengan masalah-masalah

lingkungan dan budaya.

2. Pengusaha/ pengelola industri pertambangan dan pengolahan batu marmer,

sebagai bahan pertimbangan dan kesadaran terhadap dampak sosial,

ekonomi dan ekologi yang terjadi dalam jangka panjang.

3. Masyarakat di kawasan pertambangan dan pengolahan batu marmer itu

sendiri untuk lebih kritis terhadap dampak ekologi, serta sadar akan

terbatasnya sumber daya alam sebagai tumpuhan ekonomi mereka.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian ini pada dasarnya melihat interaksi antara manusia dengan

lingkungannya, maka bagian Tinjuan Pustaka ini difokuskan pada isu-isu yang

berkaitan dengan kedua hal tersebut. Lingkungan fisik berupa kawasan tambang

dan sumberdaya di dalamnya dipandang banyak pihak mendapat pengaruh

langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia: masyarakat di kawasan

tambang pada umumnya dan para pelaku industri marmo khususnya. Oleh karena

itu, pada bagian ini akan dibicarakan kedua hal tersebut yakni kondisi fisik

kawasan tambang marmer dan aktivitas masyarakat lokal terkait pemanfaatan

sumber daya alam sebagai salah satu strategi adaptasi ekonomi mereka.

Literatur yang mengulas tentang kehidupan sosial-budaya masyarakat di

Kabupaten Tulungagung masih sangat terbatas, baik dari segi kedalaman kajian

maupun dari segi jumlahnya. Dengan kenyataan ini, tinjauan terhadap beberapa

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

12

publikasi yang membahas isu serupa terhadap masyarakat kawasan tambang

marmer di beberapa tempat di Indonesia dilakukan. Kondisi ini sekaligus

menunjukkan bahwa kajian mengenai kehidupan masyarakat kawasan tambang

marmer di Kabupaten Tulungagung relatif belum dilakukan secara intensif.

Salah satu hasil penelitian yang masih relevan dalam kaitannya tema

pokok penelitian di atas adalah Gunawan Wibisono (1983) yang berjudul “Usaha

Pembuatan Kapur di Desa Besole Kecamatan Besuki Kabupaten Tulungagung

Propinsi Jawa Timur: Suatu Tinjauan Sosial Ekonomi dan Ekologi” sesuai

dengan judul dari laporan penelitian tersebut, berisi tentang aktivitas pengolahan

batu kapur yang ada di desa Besole pada tahun 1980-an. Dalam laporan tersebut

dipaparkan bahwa masyarakat desa Besole secara menyeluruh (bukan hanya yang

berada di kawasan tambang marmer) banyak yang mendirikan usaha pembuatan

kapur. Pembuatan kapur ini, dilakukan dengan cara membakar batu kapur yang

diperoleh melalui penambangan. Menurut Gunawan proses penambangan pada

saat itu secara manual menggunakan peralatan besi seperti palu, paji, bor manual

dan peralatan lainnya. Berbeda dengan penambangan di perusahaan marmer PT

IMIT dan PT DTMI, pada saat itu penambangan dilakukan dengan menggunakan

mesin bor dan peralatan canggih lainnya.

Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa usaha pembuatan kapur di

desa Besole dapat menambah penghasilan ekonomi masyarakat yang terlibat di

dalamnya. Pengusaha lokal telah mengajak masyarakat setempat untuk ikut dalam

usaha ini dengan menjadi buruh di pembakaran kapur. Masyarakat pada saat itu

masih banyak yang bekerja di bidang pertanian, namun di saat-saat tertentu

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

13

menjadi pekerja di industri pembuatan kapur. Proses produksi kapur ini tidak

dilakukan setiap hari, oleh karena itu masyarakat yang terlibat dalam pembakaran

kapur biasanya mempunyai pekerjaan lain, yakni bertani maupun berternak.

Dalam penelitian tersebut dijelaskan pula bagaimana kondisi ekologi di daerah

pertambangan. Saat itu masih sedikit penambang lokal yang memasok batu

gamping untuk pembakaran kapur, sehingga kondisi tambang masih hijau

dipenuhi pepohonan bahkan masih ditemukan primata lokal disamping tambang

perusahaan marmer. Kondisi jalan di desa dan pemukiman warga, pada tahun

1980-an jalanan masih tanah dan hanya jalan utama menuju pantai popoh yang

beraspal. Rumah-rumah warga masih semi-permanen berbahan bambu (gedhek,

istilah masyarakat lokal/ bahasa Jawa). Masalah lingkungan yang muncul dalam

industri pembuatan kapur ini adalah asap pembakaran kapur dan polusi udara dari

transportasi pengangkut batu gamping. Gunawan juga menjelaskan bahwa hal ini

tidak dianggap serius bagi masyarakat, meskipun dampaknya bagi kesehatan

sangat berpengaruh. Hal ini beralasan karena masyarakat mendapatkan

penghasilan tambahan dari pembakaran kapur tersebut.

Hasil penelitian berikutnya berkaitan dengan pengetahuan lokal tentang

pemanfaatan limbah industri. Hal ini masih relevan dengan tema pokok, tentang

ekologi-budaya masyarakat di kawasan pertambangan yakni Nurstiyani (2010)

“Pemanfaatan Limbah Pengolahan Marmer Sebagai Upaya Meningkatkan

Kesejahteraan Masyarakat dan Mengurangi Dampak Pencemaran Lingkungan:

Studi Kasus di Desa Besole, Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung”.

Dalam laporan penelitian tersebut dijelaskan bahwa masyarakat desa Besole

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

14

sangat bergantung pada alam untuk bertahan hidup, sebagian besar masyarakat

bekerja di sektor pertanian dan sebagian yang berada di kawasan tambang

cenderung sebagai pengrajin marmer. Masalah lingkungan sangat diperhatikan

dalam penelitian tersebut, karena pada dasarnya peneliti memfokuskan diri pada

pemanfaatan limbah sebagai jalan untuk meminimalisir dampak lingkungan

disamping hal tersebut juga berpengaruh pada ekonomi warga.

Dengan kondisi lingkungan yang berada di daerah tambang, masyarakat

mampu beradaptasi dengan memanfaatkan limbah marmer sebagai upaya

mengurangi dampak pencemaran lingkungan. Limbah industri ini berasal dari

perusahaan marmer maupun industri lokal yang mengolah kerajinan marmer yang

kemudian dikeringkan menjadi dolosit5 sebagai campuran bahan bangunan

sehingga dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Nurstiyani juga menjelaskan

bahwa pemanfaatan limbah marmer ini berdampak pada kesejahteraan masyarakat

lokal, hal ini dikarenakan adanya peningkatan pendapatan, mengurangi angka

pengangguran, dan adanya perbaikan-perbaikan fasilitas umum seperti adanya

pembangunan jalan, bantuan sosial, serta adanya pembangunan saluran air untuk

pertanian.

Literatur selanjutnya berhubungan dengan masyarakat tambang yang

dipaparkan oleh Howard (1995, dalam Ballard & Banks, 2003) yakni tentang

empat kemungkinan pola hidup masyarakat lokal dalam konteks pertambangan di

Asia Tenggara, yaitu: “Masyarakat lokal dengan gaya hidup pra-industrial; petani

yang mencari keuntungan dari pertambangan; penambang skala kecil yang

5Dolosit merupakan serbuk putih yang berasal dari limbah cair marmer yang diendapkan kemudian

dikeringkan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

15

biasanya bersaing dengan pertambangan skala besar; dan pekerja tambang”.

Kehadiran industri tambang ini memiliki dua sisi yang saling melengkapi, yakni

manfaat dan dampak buruk yang diterima oleh masyarakat lokal. Di sinilah

dilemma posisi masyarakat lokal menghadapi industri pertambangan. Seperti yang

diungkapkan oleh Ballard & Banks (2003), bahwa “The local communities have

swiftly assumed a pivotal position in the politics and analyses of the wider global

mining community. However unequally the might be positioned with respect to the

distribution of the benefits and the negative impacts of the industry”. (Masyarakat

lokal secara cepat telah menjadi posisi yang sangat penting dalam politik dan

analisis komunitas pertambangan global, walaupun begitu secara tidak seimbang

mereka mungkin akan diposisikan dengan hormat atas distribusi keuntungan dan

efek buruk dari industri). Salah satu efek negatif dari hadirnya industri

pertambangan bagi masyarakat lokal, yang sebagian besar bermata pencaharian

sebagai petani adalah hilangnya akses mereka pada aset utama masyarakat

agrarian, yaitu tanah. Kegiatan agraria yang berlangsung secara turun temurun

digusur untuk kepentingan industri pertambangan. Montrie (2003) memaparkan

perbandingan pengelolaan tanah yang dilakukan oleh petani dan perusahaan

tambang, yaitu:

…farmer worked the soil with long-term perspective and their ability to

continue to use the land productively was intimately linked to the stability

of local communities. Strippers, on the other hand, were purportedly

motivated by greed and had little interest in either the health of the soil or

the well-being of the surrounding communities.

(…petani mengerjakan tanah dengan perspektif jangka panjang dan

kemampuan mereka mengelola lahan secara produktif sangat terkait

dengan stabilitas masyarakat lokal. Pertambangan terbuka, di sisi lain,

termotivasi atas dasar ketamakan dan hanya memiliki ketertarikan yang

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

16

sangat kecil terhadap kesehatan tanah atau kehidupan di sekitar

komunitas)

Hasil penelitian di atas memang berbeda dari segi pendekatan dalam

proses penelitiannya. Namun, jika ditarik benang merah akan sama yakni

menjelaskan tentang kondisi masyarakat dari aspek ekologi yang berkaitan

dengan ekonomi ataupun sebaliknya. Studi kasus dari kedua penelitian tersebut

sama-sama di Tulungagung, meskipun tidak secara rinci namun terdapat

gambaran mengenai keadaan masyarakat di kawasan tambang marmer dari aspek

sosial-budaya bahkan situasi politik daerah setempat. Sesuai dengan topik,

peneliti akan memberikan perhatian pada aktivitas masyarakat dalam industri

pengolahan marmer dan marmo. Melalui studi ekologi-budaya yang menerapkan

perspektif dari masyarakat lokal, diharapkan dapat menjelaskan kondisi

masyarakat desa Besole yang berada di kawasan pertambangan marmer. Dengan

demikian, dapat diketahui permasalahan-permasalahan yang terkait dengan

lingkungan dan juga pengetahuan lokal yang berkaitan dengan industri marmer

dan marmo.

1.5 Kerangka Pemikiran

Industri marmo ini merupakan salah satu bentuk usaha yang dilakukan

oleh masyarakat di wilayah Desa Besole. Kabupaten Tulungagung untuk

mempertahankan hidup. Seperti halnya makhluk hidup pada umumnya, masyarkat

Besolejuga harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu untuk dapat

menjalankan kehidupannya, baik kebutuhan biologis maupun kebutuhan lainnya.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

17

Menurut Haviland (1985b, dalam Ahimsa-Putra, 2003) kebutuhan

fundamental yang dipecahkan oleh setiap kebudayaan mempunyai tingkatan.

Pertama, kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti pangan,

penyaluran hasrat; kedua, kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental,

seperti kebutuhan akan hukum dan pendidikan; dan ketiga, kebudayaan harus

memenuhi integratif, seperti agama dan kesenian. Kebutuhan tersebut merupakan

syarat minimal agar makhluk hidup dapat bertahan hidup.

Berkaitan dengan upaya mempertahankan serta kelangsungan

kehidupannya setiap makhluk hidup perlu melakukan adaptasi. Salah satu

perhatian dari kajian antropologi adalah masalah adaptasi kelompok dan adaptasi

budaya (Kaplan dan Manners, 2004: 47). Perspektif antropologi mendefinisikan

adaptasi sebagai suatu strategi yang digunakan oleh manusia di dalam sepanjang

masa hidupnya untuk mengantisipasi perubahan lingkungan, baik fisik maupun

sosial (Alland Jr., 1975). Agar kelangsungan hidup manusia tetap terjaga, maka ia

mengembangkan kapasitas dirinya untuk menghadapi kendala-kendala yang

bersumber dari linkungan mereka. Semakin besar kemampuan adaptasi suatu

makhluk (manusia), maka semakin besar pula kemungkinan untuk

mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan demikian, adaptasi pada

dasarnya merupakan serangkaian proses di mana individu-individu berusaha

memaksimalkan kesempatan hidupnya (Sahlins, 1968).

Teori adaptasi Bennett (Ahimsa-Putra, 2003: 10) mengemukakan bahwa

adaptasi bukan hanya sekedar persoalan bagaimana manusia mendapatkan

makanan dari suatu kawasan tertentu, tetapi juga mencangkup persoalan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

18

transformasi sumberdaya-sumberdaya lokal dengan mengikuti model dan

patokan-patokan, standard-standard konsumsi manusia yang umum, serta biaya

dan harga atau mode-mode produksi tingkat nasional. Selanjutnya Bennett

membedakan antara adaptive behavior (perilaku adaptif) dengan adaptive

strategies (strategi-strategi adaptif) dan adaptive processes (proses-proses

adaptif). Pembedaan semacam ini memudahkan kita dalam mempelajari masalah

adaptasi karena perilaku-perilaku manusia sebagai hal yang mula-mula terlihat

dan mudah diamati, berbeda secara konseptual dengan strategi dan proses. Jika

strategi-strategi adaptif berada pada tingkat kesadaran individu yang

menjalankannya (tineliti) sehingga mampu merumuskan dan menyatakannya,

maka proses-proses adaptif merupakan pernyataan atau formulasi dari pengamat

atau peneliti.

Teori Bannett mengenai perilaku adaptif (adaptive behaviour)

menyulitkan peneliti karena didalamnya mencangkup perilaku-perilaku yang

ditujukan untuk mengatasi kendala-kendala yang sulit, seperti kelangkaan dan

keterbatasan sumberdaya, guna mencapai tujuan-tujuan tertentu atau mewujudkan

harapan-harapan yang diinginkan (Ahimsa-Putra, 2003: 10). Artinya, suatu coping

mechanisms dinyatakan berhasil jika: (1) tujuan-tujuan yang dimaksud telah

tercapai, dan (2) harapan-harapan yang diinginkan tineliti juga terwujudkan.

Untuk mengatasi kesulitan tersebut, maka penelitian ini menggunakan teori

adaptasi yang telah disempurnakan oleh Ahimsa-Putra (2003: 12-13). Dengan

mengganti „adaptif‟ menjadi „adaptasi‟, menurut Ahimsa-Putra setiap perilaku

dapat dipandang sebagai suatu upaya untuk menyesuaikan diri dengan suatu

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

19

lingkungan agar tercapai tujuan yang diinginkan dan masalah yang dihadapi dapat

diatasi. Oleh karena itu, perilaku adaptasi adalah perilaku yang ditujukan untuk

mengatasi masalah yang dihadapi atau untuk memperoleh sesuatu yang

diinginkan. Ahimsa-Putra (2003: 13) mengemukakan bahwa strategi adaptasi

mencakup pola-pola berbagai usaha yang direncanakan oleh manusia untuk dapat

memenuhi syarat minimal yang dibutuhkannya dan untuk memecahkan masalah-

masalah yang mereka hadapi di situ. Strategi adaptasi mengacu juga pada aturan-

aturan, pedoman, petunjuk, norma-norma untuk berperilaku, yang semuanya

berada pada tataran ide dan pengetahuan. Oleh karena itu, teori adaptasi Bennett

ini, oleh Ahimsa-Putra (2003: 12) dicakupkan ke dalam tiga hal, yaitu (1) strategi

adaptasi, (2) perilaku adaptasi, dan (3) proses adaptasi. Istilah strategi di sini dapat

menunjuk pada dua hal, yaitu (1) rencana, pedoman, petunjuk mengenai apa yang

akan dilakukan, atau dapat pula berupa (2) perilaku atau tindakan-tindakan yang

telah diwujudkan.

Sehubungan dengan kajian mengenai strategi beradaptasi pengusaha

marmo Besole, di sini akan diperhatikan kategorisasi-kategorisasi dan model-

model yang dimiliki pengusaha tersebut untuk mewujudkan tingkah laku mereka

sehari-hari. Strategi beradaptasi di sini diartikan sebagai pola-pola yang dibentuk

oleh berbagai usaha yang direncanakan individu sehingga dapat memenuhi syarat

minimal yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi

(Ahimsa-Putra, 2003). Berdasarkan pengertian ini muncul konsep “pola” dalam

antropologi yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni “pola bagi” (pattern for)

dan “pola dari” (pattern of) (Keesing, 1989). Bentuk strategi yang pertama

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

20

merupakan pola ideal (model for/ pattern for) yang membimbing perilaku

individu-individu. Bimbingan atau petunjuk dari pandangan hidup, nilai-nilai,

norma-norma, serta berbagai aspek kehidupan. Aspek-aspek kehidupan ini dapat

berupa kegiatan keagamaan, kegiatan ekonomi, kegiatan kekeluargaan atau

berbagai kegiatan lainnya. Sistem petunjuk, sistem pembimbing inilah yang

merupakan „pola bagi‟ yang seringkali disebut sebagai kebudayaan atau sistem

budaya (Goodenoughm 1964; dalam Ahimsa-Putra, 2003: 13). Sedangkan pola

yang ingin digambarkan di sini adalah “pola dari” kegiatan ekonomi pengusaha

marmo. Tingkah laku yang berpola ini pada dasarnya dikendalikan oleh

seperangkat pengetahuan atau dapat terwujud karena adanya pengetahuan tersebut

yang tidak lain adalah “pola bagi”. Pola ini bersifat abstrak, tidak bisa diraba,

sedangkan “pola dari” wujudnya kongkrit dan bisa dilihat (Ahimsa-Putra, 2003).

Berdasarkan kajian pustaka yang ditunjukkan sebelumnya, umumnya hasil

penelitian tersebut kurang mengungkapkan sistem pengetahuan masyarakat

tambang marmer yang diteliti, termasuk bagaimana mengoperasionalisasikan

sistem pengetahuan tersebut. Padahal melalu sistem pengetahuannya, masyarakat

lokal dapat memilih dan memutuskan apa yang akan dilakukan untuk menghadapi

kendala-kendala dalam lingkungannnya. Pada akhirnya, jika mereka berhasil

mengatasi kendala-kendala di lingkungannya, termasuk dampak dari aktivitas

pertambangan, maka pengetahuan akan terpola dalam serangkaian strategi dan

perilaku adaptasi mereka.

Penelitian ini menekankan pada dua hal, yakni pengetahuan dan perilaku

masyarakat tambang marmer. Menurut R. Ellen (1982; dalam Bellon, 1991),

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

21

peran pengetahuan dalam interaksi antara manusia dengan lingkungannya

merupakan pusat perhatian dalam kajian manusia. Pengetahuan manusia dan

struktur kognitif sangat penting untuk menganalisis hubungan-hubungan ekologis,

karena manusia melihat dan menanggapi alam dalam citra-citra budaya mereka.

Pentingnya bingkai pengetahuan ke dalam pandangan dunia pada kelompok

budaya tertentu, membantu untuk membentuk interaksi suatu kelompok budaya

dengan lingkungannya, sambil membentuk kerangka kerja untuk menafsirkan

pengalaman dan berkomunikasi dengan orang lain.

Dalam penelitian ini, kebudayaan dipandang sebagai sistem-sistem

pengetahuan. Seperti yang diungkapkan oleh Ward Goodenough (Keesing, 1974)

bahwa kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus

diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara yang

dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat tersebut. Budaya bukanlah suatu

fenomena material (bukan terdiri dari benda-benda, manusia, tingkah laku atau

emosi-emosi), melainkan lebih kepada organisasi dari hal-hal tersebut. Budaya

adalah bentuk dari hal-hal yang ada dalam pikiran (mind) manusia, model-model

yang dimiliki manusia untuk menerima, menghubungkan, dan kemudian

menafsirkan fenomena material diatas. Dengan kata lain, kebudayaan menurut

Ward Goodenough di atas merupakan model-model yang terdapat di dalam

pikiran (mind) manusia yang berfungsi untuk mempersepsikan, menghubungkan,

dan menginterpretasikan lingkungannya (Ahimsa-Putra, 1985). Hasil interpretasi

tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku manusia dalam berinteraksi

dengan lingkungannya. Untuk dapat mengungkapkan model-model pengetahuan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

22

setempat, maka pendekatan yang akan digunakan adalah pendekatan dalam ilmu

antropologi.

Berkenaan dengan dimensi moral dan rasional dalam strategi mereka,

perlu dipaparkan sudut pandang antropologi dalam memandang atau

mendefinisikan konsep ekonomi. Menurut Raharjana (dalam Ahimsa-Putra, 2003)

Pertama, ekonomi didefinisikan sebagai proses maksimalisasi; kedua, ekonomi

dipandang secara substansial yakni sebagai upaya manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidup ditengah lingkungan alam dan sosial. Secara ringkas konsep

pertama menjelaskan bahwa pandangan ini cenderung melihat gejala ekonomi

sebagai tindakan memilih di antara tujuan-tujuan yang tidak terbatas jumlahnya,

dengan sarana yang terbatas. Hal ini berarti bahwa manusia dipandang sebagai

makhluk yang rasional dalam melakukan aktivitas ekonomi. Sementara konsep

yang kedua, memandang bahwa ekonomi sebagai cara bagaimana manusia

memenuhi kebutuhan mereka akan barang dan jasa.

Dalam kaitannya dengan kajian ini, pendekatan ekonomi moral adalah

menempatkan nilai-nilai sosial sebagai faktor yang berpengaruh dalam sistem

ekonomi, bahwa perilaku ekonomi masyarakat diatur oleh moralitas yang dikenal

dengan etika susbsistensi, sedangkan pendekatan ekonomi rasional menempatkan

perhitungan untung dan rugi di dalam setiap tindakan manusia (Ahimsa-Putra,

2003: 77). Tulisan ini ingin mengungkapkan pengetahuan pengusaha industri

marmo dalam menjalankan usahanya. Pengetahuan mereka tentang pasar, tentang

model usaha yang laku di pasaran, dan hal-hal yang lain berkaitan dengan

kegiatan usaha mereka, seperti tempat menjual hasil produksi, waktu pesanan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

23

ramai maupun sepi, serta berbagai gejala lainnya yang turut menentukan

kelangsungan usaha. Kemudian pola-pola yang dibentuk dari kegiatan ekonomi

tersebut akan dikaji dari sudut pandang ekonomi moral dan rasional.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini berada di Desa Besole yang merupakan daerah

pertambangan marmer di Kabupaten Tulungagung. Desa ini ini dapat ditempuh

dari terminal pusat kota Tulungagung dengan menggunakan ojek motor atau

angkutan umum jurusan pantai Popoh/ Desa Besole, dengan jarak tempuh kurang

lebih satu jam. Kondisi jalan menuju lokasi ini cukup baik, mengingat kawasan ini

dilalui jalan utama menuju pariwisata pantai selatan.

Pemilihan lokasi ini mempertimbangkan beberapa hal, pertamakarena

daerah ini merupakan tempat perusahaan besar industri pertambangan dan

pengolahan marmer berada, yakni PT Industri Marmer Indonesia Tulungagung

(PT IMIT) dan terdapat kawasan tambang rakyat tepat di samping tambang

perusahaan tersebut, sehinggakawasan ini banyak ditemukan industri pembuatan

marmo. Alasan Kedua, karena lokasi industri-industri pembuatan marmo tidak

jauh dari daerah tambang, dan tepat di tengah-tengah pemukiman, sehingga

masyarakat setempat dapat merasakan perubahan lingkungan akibat dari aktivitas

industri ini.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

24

1.6.2 Pemilihan Informan

Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, seorang informan adalah

“seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata atau frasa,

atau kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan sumber

informasi” (Spradley, 2007: 35). Informan utama dalam penelitian ini adalah para

pelaku dalam industri pembuatan marmo yakni pekerja, pengusaha marmo dan

beberapa relasi yang berkaitan dengan industri ini. Pemilihan informan ini

dilakukan dengan melihat situasi dan kondisi serta latarbelakang informan, yakni

mereka yang sudah mempunyai pengalaman lebih dibanding lainnya dalam hal ini

terkait industri marmo, sehingga peneliti mendapatkan informasi yang rinci,

lengkap dan menyeluruh. Informan lainnya adalah pengelola atau perantara dalam

industri pengolahan batu marmer ini, para pengelola inilah yang mengatur

jalannya usaha dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan birokrasi.

Oleh karena itu informan yang berasal dari para pengelola ini sangat diperlukan

untuk dapat lebih memahami pola kerja di dalam industri pengolahan marmo ini.

Informan-informan tersebut adalah Safuan (40 tahun) beliau merupakan

pengusaha marmo yang pertama kali di desa Besole;Ibu Win (40 tahun) beliau

merupakan pengusaha marmo juga mengolah sendiri limbah industrinya;Pak

Gemplo (35 tahun) adalah pemilik usaha yang memproduksi marmo secara

musiman; Bakat (50 tahun) adalah ketua RT 001 yang sekaligus ketua pengusaha

marmo yang menangani masalah distribusi bahan mentah dari limbah PT IMIT;

Anjar (26) pengusaha yang sekaligus pekerja marmo, sampai saat keluarganya

bekerja sebagai penambang lokal untuk memasok bahan mentah di pabriknya.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

25

Keempatnya (kecuali Pak Bakat) merupakan informan yang memberikan

gambaran tentang bagaimana keadaan mereka secara ekonomi, juga kondisi

lingkungan secara ekologi sebelum dan sesudah masuknya industri marmo.

Informan lainnya adalahpelaku yang terkait dengan pola relasi dalam

industri marmo. Mereka adalah pekerja tambang, jasa angkut, pekerja pengolah

marmo, dan perangkat desa. Pertama, pekerja tambang ini merupakan penambang

lokal yang bekerja untuk mereka sendiri atau bekerjasama dengan pihak pengepul

bahan mentah. Pekerja tambang dipilih berdasarkan rekomendasi informan utama

untuk mendapatkan informasi terkait dengan kondisi ekonomi dan ekologi pada

saat sebelum dan sesudah masuknya industri marmo. Jasa angkut merupakan

pekerja yang menawarkan jasa untuk mengangkut bahan mentah, hasil produksi

(marmo) maupun limbah industri. Penyedia jasa angkut ini penting untuk

diketahui terkait dengan informasi dinamika dalam industri marmo. Ketiga,

pekerja pengolah marmo adalah mereka yang bekerja disebuah industri marmo,

mulai dari proses pemotongan bahan mentah hingga proses pembentukan

marmo.Informan pendukung yang terakhir adalah perangkat desa. Hal ini penting

karena mereka dapat memberikan pandangan tentang persaingan usaha lain dalam

industri pengolahan marmo ini. Dari keseluruhan informan pendukung inilah

kemudian dapat digali informasi mengenai segala sesuatu yang tidak bisa

dijelaskan oleh informan utama, terkait dengan masalah-masalah dalam industri

marmo. Jumlah informan utama dan pendukung ini, dianggap sudah mewakili

gambaran kehidupan dari masyarakat di kawasan pertambangan dan pengolahan

batu marmer desa Besole.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

26

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan pendekatan

kualitatif melalui pengamatan secara langsung (direct observation) dan

pengamatan terlibat (participant observation) dengan cara ikut berbaur dalam

kegiatan dari masyarakat yang tinggal di kawasan industri pertambangan dan

pengolahan marmer, khususnya para informan yang telah dipilih. Dalam

kesempatan itu, peneliti dapat mewawancarai dan mendengarkan obrolan mereka

tentang usaha pertambangan dan pengolahan batu marmer. Pada dasarnya

kegiatan manusia dilakuakan dengan berpedoman kepada nilai-nilai dan aturan-

aturan dari masyarakatnya, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang

dimilikinya, dipengaruhi oleh apa yang dirasakan sebagai kebutuhan-

kebutuhannya, sentiment-sentimennya, pendapat-pendapatnya dan pemikiran-

pemikiran lain serta mengingat orang lain yang dihadapinya (Bachtiar, 1996:

119). Metode wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat dan pendirian-

pendirian mereka (Koentjaraningrat, 1997: 129). Hal ini dilakukan untuk

memperoleh data yang lebih rinci, wawancara mendalam dilakukan dengan

pedoman wawancara (interview guide). Pedoman wawancara ini sifatnya terbuka

sehingga dapat berkembang sesuai dengan keperluan dan situasi yang dihadapi di

lapangan.

Data penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer

diperoleh dari wawancara mendalam terhadap informan, sedangkan data sekunder

yang meliputi indentifikasi wilayah penelitian dan pengetahuan teori serta konsep

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

27

tentang masalah yang diteliti ini, diperoleh melalui studi pustaka. Studi pustaka

dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari bahan-bahan tertulis berupa

buku dan monografi pedesaan. Studi pustaka ini diperlukan untuk mendukung

keberhasilan penulisan laporan penelitian.

Mengingat informan dalam penelitian ini sangat kompleks jenis

pekerjaannya, peneliti melakukan pembagian waktu. Pertama, pagi hari disaat

mesin gergaji marmo belum dinyalakan sudah berdatangan beberapa pekerja.

Pada saat inilah kelompok pekerja industri masih belum terlalu sibuk untuk

melakukan pekerjaannya, secara bertahap peneliti melakukan wawancara.

Kemudian, menjelang siang peneliti menghampiri pekerja tambang dilain tempat

sebelum mereka pulang untuk istirahat. Siang hari, peneliti kembali ke tempat

industri marmo, disana sudah ada pekerja dan pengusaha yang ikut memantau

hasil pekerjaan yang istirahat. Beberapa kali, di tempat tersebut terdapat

kendaraan pegangkut batu marmer (bahan mentah) disaat itu pula terdapat bos

marmer (sebutan untuk pengepul) wawancara dilakukan secara bergantian sesuai

dengan kebutuhan peneliti. Malam harinya, peneliti kembali menemui informan

untuk mendapatkan informasi yang belum jelas, termasuk kondisi ekonomi

mereka. Pembagian waktu ini sangat penting dalam wawancara penelitian ini,

selain untuk mengklarifikasi satu sama lain, juga terkait pola relasi yang sangat

erat. Sehingga tidak jarang peneliti seharian penuh mengamati serta melakukan

wawancara terhadap informan yang telah dipilih.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/89341/potongan/S1-2015... · Pengelolaan lingkungan tradisional yang dilakukan oleh masyarakat pun telah

28

1.6.4 Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisir dan mengurutkan data ke dalam

pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat

dirumuskan hipotesis hasil kerja seperti yang tertuang dalam data (Ratna, 2010:

302). Data yang diperoleh di lapangan, kemudian dianalisis dengan cara deskriptif

untuk memperoleh gambaran tentang pokok bahasan dan hasil dari pengumpulan

data sebelumnya. Penelitian ini bersikap deskriptif dan menggunakan pendekatan

kualitatif, dengan demikian analisis datanya dilakukan dengan menguraikan dan

menafsirkan kasus-kasus yang telah diteliti, serta didukung oleh studi pustaka

yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian. Data yang didapat dalam

penelitian ini akan dianalisa secara deskriptif kualitatif, yakni penggambaran dari

data kualitatif. Data yang bersumber dari berbagai ide, pendapat, gagasan, dan

tindakan manusia seputar industri marmo di desa Besole beserta permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan hal tersebut kemudian disusun dan

diorganisasi sedemikian rupa, sehingga akan didapat gambaran tentang kehidupan

masyarakat dalam industri marmo yang mudah untuk dimengerti dan dipahami.