bab i pendahuluan 1.1. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, Australia dan Lempeng Pasifik. Bagian selatan dan timur Kepulauan Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera Jawa Nusa Tenggara Sulawesi, yang berupa pegunungan vulkanik tua dan vulkanik muda. Kondisi tersebut sangat berpotensi menimbulkan bencana seperti letusan gunungapi (Hendarsah, 2012). Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Indonesia memiliki 13% jumlah gunung api yang ada di dunia yaitu 129 gunungapi, selain itu 60% dari jumlah gunungapi yang tersebar di Indonesia merupakan gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar (Zaenudin, dkk, 2013). Erupsi Gunungapi Merapi merupakan bencana alam yang kerap melanda kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Erupsi Gunungapi Merapi menimbulkan banyak kerugian baik secara materil maupun non materil. Kerugian yang ditimbulkan dari erupsi tersebut tidak hanya terjadi pada saat terjadinya erupsi Gunung Merapi saja, namun juga pasca erupsi Gunungapi Merapi. Pasca erupsi Gunungapi Merapi, jutaan kubik material piroklastik yang menumpuk dilereng Gunung Merapi ikut terbawa oleh runoff air hujan kemudian masuk ke aliran sungai yang berhulu di lereng Gunung Merapi serta terbawa oleh aliran sungai tersebut menuju daerah hilir. Erupsi Gunungapi Merapi yang mengeluarkan ancaman lava, lahar, dan awan panas ketika hujan deras menyebabkan adanya daerah rawan bahaya lahar dingin yang bahayanya bisa jauh lebih luas dari bahaya yang ditimbulkan saat erupsi Gunungapi Merapi itu sendiri. Menurut Lavigne dalam Hisse (2012) kejadian banjir lahar pada Gunungapi Merapi dipicu oleh dua mekanisme proses antara lain: 1) Erupsi Gunungapi Merapi yang menghasilkan lahar primer secara PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI (Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIY DEVIE ANIKA BANU A Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: vankiet

Post on 08-Jun-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, Australia dan Lempeng Pasifik. Bagian

selatan dan timur Kepulauan Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc)

yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara – Sulawesi, yang

berupa pegunungan vulkanik tua dan vulkanik muda. Kondisi tersebut sangat

berpotensi menimbulkan bencana seperti letusan gunungapi (Hendarsah, 2012).

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG),

Indonesia memiliki 13% jumlah gunung api yang ada di dunia yaitu 129

gunungapi, selain itu 60% dari jumlah gunungapi yang tersebar di Indonesia

merupakan gunungapi yang memiliki potensi letusan yang cukup besar (Zaenudin,

dkk, 2013).

Erupsi Gunungapi Merapi merupakan bencana alam yang kerap melanda

kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya. Erupsi Gunungapi Merapi

menimbulkan banyak kerugian baik secara materil maupun non materil. Kerugian

yang ditimbulkan dari erupsi tersebut tidak hanya terjadi pada saat terjadinya

erupsi Gunung Merapi saja, namun juga pasca erupsi Gunungapi Merapi. Pasca

erupsi Gunungapi Merapi, jutaan kubik material piroklastik yang menumpuk

dilereng Gunung Merapi ikut terbawa oleh runoff air hujan kemudian masuk ke

aliran sungai yang berhulu di lereng Gunung Merapi serta terbawa oleh aliran

sungai tersebut menuju daerah hilir.

Erupsi Gunungapi Merapi yang mengeluarkan ancaman lava, lahar, dan

awan panas ketika hujan deras menyebabkan adanya daerah rawan bahaya lahar

dingin yang bahayanya bisa jauh lebih luas dari bahaya yang ditimbulkan saat

erupsi Gunungapi Merapi itu sendiri. Menurut Lavigne dalam Hisse (2012)

kejadian banjir lahar pada Gunungapi Merapi dipicu oleh dua mekanisme proses

antara lain: 1) Erupsi Gunungapi Merapi yang menghasilkan lahar primer secara

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

2

langsung akibat bercampurnya material piroklastik, runtuhan kubah lava dengan

aliran air dan 2) Aliran lahar yang dipicu oleh curah hujan yang tinggi di puncak

dan terjadi pada musim penghujan yang biasanya terkonsentrasi pada periode

November-April.Erupsi Gunungapi Merapi meninggalkan berbagai bentuk

permasalahan yang cukup kompleks, baik dalam bidang sosial, lingkungan,

kondisi fisik wilayah maupun bidang ekonomi yang masih dirasakan hingga saat

ini. Peta zonasi anacaman banjir lahar Gunungapi Merapi disajikan pada Gambar

1.1.

Wilayah yang berpotensi terkena ancaman bahaya banjir lahar, salah

satunya adalah Kabupaten Sleman. Bencana banjir lahar telah mengakibatkan

kerugian material dan non-material yang sangat besar karena telah merusak

berbagai fasilitas dan menelan banyak korban. Bencana membawa perubahan

pada kondisi asset, akses dan aktivitas, sehingga menyebabkan pola penghidupan

masyarakat di Kabupaten Sleman mengalami perubahan. Menurut Rencana

Kontijensi Kabupaten Sleman tahun 2009, wilayah Kabupaten Sleman meliputi 17

kecamatan terdiri dari 86 desa, sebagian besar berada pada kawasan rawan

bencana baik yang berasal dari Gunung Merapi, gempa bumi, banjir lahar maupun

oleh angin ribut. Kawasan rawan bencana Gunung Merapi meliputi tujuh

kecamatan, baik bahaya primer (erupsi Merapi) maupun sekunder (banjir lahar

dingin).

Tiga dari tujuh kecamatan yang termasuk dalam kawasan rawan bencana

di Kabupaten Sleman ditetapkan sebagai daerah rawan bencana banjir lahar

dengan tingkat kerawanan yang tinggi, diantaranya adalah Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan. Hal ini dikarenakan

pada ketiga kecamatan tersebut dialiri oleh tiga sungai besar yang memotong

wilayahnya. Sungai-sungai yang dimaksud adalah Kali Kuning, Kali Opak dan

Kali Gendol.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

Gambar 1.1. Peta Zonasi Bahaya Banjir Lahar Gunungapi Merapi. Sumber : http://merapi.bgl.go.id/

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

Kerawanan bencana alam Gunungapi Merapi ini telah diperparah oleh

beberapa permasalahan lain yang muncul dan memicu meningkatnya kerentanan.

Laju pertumbuhan penduduk akan banyak membutuhkan kawasan hunian baru

yang pada akhirnya kawasan hunian tersebut akan terus berkembang dan

menyebar hingga mencapai wilayah marginal yang tidak aman seperti berada pada

kawasan rawan bencana dan kawasan lindung. Tabel 1.1 berisi mengenai

informasi kepadatan penduduk yang terus mengalami kenaikan pada tiap

periodenya, mengindikasikan bahwa laju pertumbuhan penduduk yang juga

semakin meningkat, khususnya untuk Kabupaten Sleman. Kerentanan non fisik

yang salah satunya berupa kerentanan sosial merupakan sebab dan akibat dari

besarnya kerugian karena bencana gunung berapi. Kerentanan sosial menunjukkan

perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk

apabila ada bahaya (Habibi dan Buchori, 2013).

Tabel 1.1. Kepadatan Penduduk Hasil Sensus Tahun 1971-2010

Kabupaten/ Luas Wilayah Kepadatan Penduduk

Kota Km2 Persentase 1971 1980 1990 2000 2010

Kulonprogo 586,28 18,4 632 649 635 633 663

Bantul 506,85 15,91 1.122 1.252 1.357 1.541 1.798

Gunung Kidul 1.485,36 46,63 418 444 438 451 455

Sleman 574,82 18,04 1.024 1.178 1.358 1.568 1.902

Yogyakarta 32,5 1,02 10.490 12.252 12.679 12.206 11.958

DIY 3.185,81 100 781 863 914 979 1.085

Sumber: Dinas Kesehatan Prov. DIY, 2013

Penilaian terhadap kerentanan merupakan salah satu upaya yang dapat

dilakukan dalam kegiatan mitigasi bencana. Menurut peraturan kepala Badan

Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) nomor 2 tahun 2012, penilaian

terhadap kerentanan itu sendiri didasarkan pada empat aspek penting yang berupa

kerentanan fisik, kerentanan ekonomi, kerentanan sosial serta kerentanan

lingkungan. Melihat pentingnya aspek spasial pada analisis statistik dalam

penilaian tingkat kerentanan bahaya banjir lahar di wilayah kajian, maka

digunakan suatu bentuk metode analisis yang menggabungkan antara kedua faktor

tersebut. Dipilihlah metode spatial multi criteria evaluation (SMCE) yang

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

5

merupakan suatu metode yang menggabungkan multi criteria analysis dengan

analisis spasial. Metode ini menggunakan input data spasial dan data statistik.

Hasil (output) dari metode ini berupa peta komposit yang memiliki data atribut

berupa data statistik dan data spasial yang berisiinformasi tentang tingkat atau

kelas kerentanan. Hasil inilah yang mempermudah stakeholder dalam mengambil

keputusan dan perencanaan terkait dengan manajemen bencana (Rahmat, 2014).

1.2. Rumusan Masalah

Banyaknya gunungapi yang aktif di Indonesia sering memunculkan

bencana baik saat terjadi erupsi maupun pasca erupsi berlangsung. Gunungapi

Merapi merupakan salah satu gunungapi aktif yang masih tercatat hingga saat ini.

Gunungapi Merapi berada di Jawa bagian tengah (mencakup sebagian wilayah

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah) yang

mempunyai ketinggian 2.914 meter di atas permukaan laut. Ancaman bahaya dari

dampak erupsi Gunungapi Merapi terbukti nyata telah menimbulkan kerugian

yang diantaranya berupa banyaknya permukiman yang telah hancur serta

banyaknya korban jiwa, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Tabel Jumlah Korban pada Wilayah yang Terkena

Dampak Bahaya Erupsi Merapi Tahun 2010

Lokasi Meninggal Rawat Inap Mengungsi

(jiwa) (jiwa) (jiwa)

Kab. Sleman 163 276 110.729

Kota Yogyakarta - - 2.922

Kab. Bantul - - 9.651

Kab. Kulon Progo - - 2.782

Kab. Gunung Kidul - - 10.478

Kab. Klaten 13 80 97.091

Kab. Boyolali 3 37 49.147

Kab. Magelang 15 82 82.994

Kota Magelang - 23 3.767

Kota Wonosobo - - 116

Kab. Kendal - - 51

Kab. Purworejo - - 300

Jumlah 194 498 370.028

Sumber :http://www.slemankab.go.id/

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

6

Pasca erupsi Gunungapi Merapi, di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

khususnya di Kabupaten Sleman sangat rawan terkena bahaya luapan banjir lahar.

Hal ini didasarkan pada aspek lokasi, dimana letak kabupaten tersebut berada

pada lokasi yang paling dekat dengan Gunungapi Merapi, seperti halnya di

Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan.

Banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh bahaya Gunungapi Merapi menjadi

suatu bentuk pertimbangan besar dalam upaya yang dapat dilakukan untuk

meminimalisir jumlah korban. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan dalam

langkah mitigasi bencana ini adalah dengan penilaian kerentanan terhadap bahaya

banjir lahar. Dengan mengetahui tingkat kerentananan pada masing-masing

wilayah administrasi maka dapat dilakukan pengambilan kebijakan bagi

stakeholder dalam mengelola wilayahnya agar risiko yang ditimbulkan dari

adanya bahaya banjir lahar dapat dikurangi. Berdasarkan fenomena di lapangan

ini dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana persebaran tingkat kerentanan sosial banjir lahar secara spasial

di Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan

Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY?

2. Faktor apa yang paling menentukan tingkat kerentanan sosial pada

masing-masing wilayah administrasi?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persebaran tingkat kerentanan sosial banjir lahar di Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan, Kabupaten

Sleman, DIY secara spasial.

2. Mengkaji faktor yang paling menentukan tingkat kerentanan sosial pada

masing-masing wilayah administrasi.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

7

1.4. Manfaat Penelitian

Sejalan dengn tujuan-tujuan tersebut maka diharapkan penelitian ini dapat

memberikan manfaat, khususnya untuk:

1. Teoritis

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat memberikan

suatu pengetahuan baru yang kiranya dapat bermanfaat dan

memberikan inspirasi serta dapat digunakan sebagai bahan acuan

terhadap penelitian selanjutnya terkait dengan topik kebencanaan.

2. Praktis

Penelitian ini dapat melatih dalam permasalahan nyata yang ada pada

suatu kejadian, khususnya untuk pemerintah dan masyarakat terutama

dalam memberikan masukan serta sumbangan pemikiran dalam

menentukan perumusan kebijakan serta perencanaan yang terkait dengan

manajemen kebencanaan.

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1. Konsep Kerentanan

Kerentanan merupakan karakteristik dan keadaan masyarakat, sistem atau

aset yang membuatnya rentan terhadap efek yang merusak dari bahaya. Terdapat

banyak dimensi dalam kerentanan yang meliputi aspek sosial, psikologis,

ekonomi, demografi dan politik sehingga ada banyak faktor yang membuat orang

menjadi rentan, bukan hanya dari penyebab langsung, tetapi juga akar penyebab

yang kompleks dalam masyarakat. Kerentanan bergerak secara dinamis dalam

keadaan perubahan yang konstan. Keadaan yang kompleks dan beragam ini

mengakibatkan elemen kerentanan dalam masyarakat juga ikut berubah, sehingga

perubahan ini terjadi di berbagai bagian masyarakat, dalam cara yang berbeda dan

pada waktu yang berbeda (Twigg, 2004).

Menurut Muta’ali (2012), tingkat kerentanan dapat ditinjau dari kerentanan

fisik (infrastruktur), sosial kependudukan dan ekonomi. Kerentanan fisik

(infrastruktur) menggambarkan suatu kondisi fisik (infrastruktur) yang rentan

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

8

terhadap faktor bahaya (hazard) tertentu. Kondisi kerentanan ini dapat dilihat dari

berbagai indikator sebagai berikut :

1. Presentase kawasan terbangun

2. Kepadatan bangunan

3. Presentase bangunan konstruksi darurat

4. Jaringan listrik

5. Rasio panjang jalan

6. Jaringan telekomunikasi jaringan PDAM

7. Jalan kereta api

Kerentanan sosial menggambarkan kondisi tingkat kerapuhan sosial dalam

menghadapi bahaya (hazard). Beberapa indikator kerentanan sosial antara lain:

1. Kepadatan penduduk

2. Laju pertumbuhan penduduk

3. Presentase penduduk usia tua, balita dan penduduk wanita

Terakhir adalah kerentanan ekonomi. Kerentanan ekonomi menggambarkan suatu

kondisi tingkat kerapuhan ekonomi dalam menghadapi ancaman bahaya (hazard).

Beberapa indikator kerentanan ekonomi diantaranya:

1. Presentase rumah tangga yang bekerja di sektor rentan (sektor yang

rawan terhadap pemutusan hubungan kerja).

2. Presentase rumah tangga miskin.

Menurut Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana

(BNPB) nomor 2 tahun 2012, kerentanan adalah suatu kondisi dari suatu

komunitas atau masyarakat yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan

dalam menghadapi ancaman bencana. Kerentanan dinilai dari sekumpulan kondisi

dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang

berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan

bencana. Setiap kerentanan memiliki variabel/indikator tertentu seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 1.2.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

9

Gambar 1.2. Bagan Indeks dan Variabel Kerentanan.

Sumber: BNPB, 2012.

Bentuk kerentanan sosial menurut BNPB (2012) dapat dinilai berdasarkan

kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap

ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko

bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat

kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi

bahaya.

Kerentanan sosial menunjukkan potensi kehilangan pada elemen risiko

khusus yang merujuk pada keadaan manusia, disertai kondisi yang menyertainya

seperti usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar belakang ekonomi atau

faktor lain yang dapat menyebabkan mereka berada dalam kondisi rentan

(Birkmann & Wisner, 2006 dalam Hizbaron, 2010).

Menurut Rahmat (2014), berdasarkan penelitian terdahulu, ditetapkan

variabel yang mempengaruhi tingkat kerentanan sosial terhadap suatu ancaman

bahaya di suatu wilayah, yang meliputi:

1. Jumlah penduduk

Kerentanan akan muncul ketika terdapat manusia sebagai obyek terkena

bencana. Semakin banyak manusia yang berada di wilayah bencana,

maka semakin rentan terhadap bencana.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

10

2. Kepadatan penduduk

Tingginya kepadatan penduduk mampu mengurangi tingkat pelayamam

sosial wilayahnya, dimana akses masyarakat dalam mendapatkan

mendapatkan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan

berkurang sehingga hal ini mengurangi kesiapan dan pemahaman

penduduk dalam menghadapi bencana. Kepadatan penduduk yang tinggi

juga mempersulit proses evakuasi.

3. Rasio jenis kelamin

Wanita memiliki rasa kekhawairan yang lebih tinggi dibandingkan

penduduk laki-laki. Oleh sebab itu, pada situasi darurat bencana, wanita

sulit mengambil keputusan. Selain itu wanita memiliki keterbatasan

mobilitas dalam proses evakuasi.

4. Jumlah penduduk lanjut usia

Penduduk usia lanjut memiliki mobilitas yang terbatas dan memiliki

kecenderungan untuk enggan meninggalkan tempat tinggalnya, sehingga

mempersulit dalam proses evakuasi.

5. Jumlah penduduk anak-anak

Penduduk usia muda memiliki resistan yang kecil terhadap penyakit dan

memiliki sumberdaya yang rendah. Selain itu penduduk usia muda

memiliki mobilitas yang rendah kaitannya dengan evakuasi bencana.

6. Jumlah penyandang cacat

Penyandang cacat memiliki kemungkinan memiliki ketidakmampuan dan

sifat keterbelakangan dalam bertindak pada situasi bencana dan juga

memiliki keterbatasan mobilitas.

Konsep kerentanan berakar dari setiap domain ilmiah. Dalam domain ilmu

sains, kerentanan sosial dinyatakan sebagai bagian intrinsik dari sistem terancam

atau dampak bahaya. Ilmu sains juga menjelaskan bahwa kerentanan sosial

sebagai hasil kuantitatif dari kerugian dan kerusakan, ilmu-ilmu sosial

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

11

menerangkan bahwa kerentanan sosial sebagai proses dalam melewati bahaya itu

sendiri untuk menentukan kondisi tidak menguntungkan, hal ini disebut

kerentanan. Penyebab kerentanan bukan hanya tergantung pada terjadinya bahaya,

tetapi juga dipengaruhi oleh atribut sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dalam

pengaturan yang berbeda, ilmu terapan melihat fungsi spasial-temporal dalam

pola kerugian serta kerusakan dan juga dalam kondisi tidak menguntungkan.

Berbasis lokasi, konsep kerentanan menjelaskan bahwa kondisi interaksi sosial

dalam batas-batas geografis dan temporal yang ditentukan, akan mempengaruhi

tingkat kerugian dan kerusakan berbanding lurus dengan tingkat keparahan

bahaya (Hizbaron, dkk, 2012).

1.5.2. Ancaman Bahaya Banjir Lahar Terkait Aktivitas Gunungapi

Terdapat dua macam bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan

gunungapi, diantaranya bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

adalah bahaya yang langsung dihadapi oleh karena keluarnya bahan pada waktu

terjadi letusan seperti aliran lahar, bahan lepas dan bahaya awan panas. Sedangkan

bahaya sekunder adalah bahaya yang terjadi ketika erupsi gunungapi telah selesai

yang salah satu contohnya berupa banjir lahar yang sering juga disebut lahar hujan

atau lahar sekunder atau lahar dingin (Wahyono, 2002).

Bahaya sekunder yang dapat ditimbulkan terkait aktivitas gunungapi

adalah terbentuknya lahar. Lahar adalah campuran antara bahan erupsi gunungapi

terutama abu vulkanikdengan air yang berasal dari hujan dan tertampung di dalam

kawah gunungapi. Lahar merupakan hal yang paling sering diperhatikan dalam

melakukan langkah mitigasi bencana, khususnya di Indonesia yang pada

umumnya memiliki curah hujan yang tinggi. Selain itu lahar juga mempunyai

daya luncur yang sangat tinggi dan dapat menempuh jarak yang cukup jauh

dengan kecepatan sekitar 40-60 km/jam (Sumintadireja, 2000).

Lahar dapat dibedakan menjadi dua jenis, diantaranya bisa disebut sebagai

lahar panas jika suhunya lebih tinggi terhadap lingkungan sekitarnya yaitu lahar

erupsi/lahar primer, atau lahar dingin jika suhunya sama atau lebih dingin

terhadap lingkungan sekitarnya atau sering disebut juga lahar hujan/lahar

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

12

sekunder (Sumintadireja, 2000). Tabel 1.3. memperlihatkan istilah lahar panas

dan lahar dingin secara sederhana.

Tabel 1.3. Lahar primer dan lahar sekunder

Suhu Asal air

Danau kawah Hujan lebat

Panas Erupsi/lahar primer, langsung

berasal dari kawah

Lahar hujan panas/lahar

sekunder

Dingin Lahar berhernti, akibat dinding

kawah roboh

Lahar hujan dingin/lahar

sekunder

Sumber: Suryo dan Clarke, dalam Sumintadireja, 2000

Menurut Smith dan Fritz dalam Hisse, dkk (2012), lahar merupakan

terminologi Jawa untuk mengilustrasikan aliran bongkah batuan, hancuran batuan,

kerikil, pasir dan debu yang dikontrol oleh gaya gravitasi dan material berasal

dari hasil letusan gunungapi. Kejadian lahar juga memiliki beberapa karakteristik

baik yang berupa debris flow dengan konsentrasi bahan padat lebih dari 60%

ataupun hyperconcentrated flow dengan kandungan sedimen antara 20%-60%

volume. Lavigne dalam Hisse, dkk (2012) membedakan lahar berdasarkan

mekanisme terbentuknya, lahar dibagi menjadi tiga, antara lain:

1. Lahar Syn-Eruptive atau lahar yang terbentuk pada saat letusan.

2. Lahar Post-Rruptive atau lahar yang terjadi pasca letusan.

3. Lahar Non-Eruptive yang terbentuk tidak diawali dengan adanya

letusan dan biasanya terjadi pada Gunungapi yang tidak

aktif/dorman.

Gambar 1.3. menunjukkan mekanisme terbentuknya lahar yang terjadi di

Indonesia. Banjir lahar ini dapat terjadi akibat hujan yang terus menerus dalam

jangka waktu tertentu di atas timbunan endapan material vulkanik di sekitar

puncak dan lereng gunungapi yang menyebabkan endapan material menjadi jenuh

dan mudah longsor atau runtuh (Kusumobroto, 2010).

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

13

Gambar 1.3. Tipologi lahar yang sering terjadi di Indonesia.

Sumber: Lavigne dalam Hisse J, 2012.

1.5.3. Metode Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE)

Multi criteria analysis merupakan metode analisis statistik. Metode ini

tidak mempertimbangkan aspek spasial yang akhir-akhir ini mulai dikembangkan

di berbagai metode. Aspek spasial menjadi sangat penting karena di dalam aspek

spasial terdapat unsur ruang dimana aplikasi statistik berlangsung. Melihat

pentingnya aspek spasial pada analisis statistik, akhirnya dikembangkan suatu

metode yang menggabungkan multi criteria analysis dengan analisis spasial yang

disebut dengan spatial multi criteria evaluation (SMCE). Metode ini

menggunakan input data spasial dan data statistik yang kemudian menghasilkan

peta dengan komposit data. Output yang dihasilkan dari metode ini mampu

membantu untuk menentukan suatu perencanaan dan membantu pengambil

keputusan untuk mengambil keputusan secara lebih spesifik dibandingkan dengan

analisis statistik biasa (Hizbaron, dkk, 2010).

Proses analisis yang dilakukan dengan menggunakan SMCE dapat

digambarkan pada Gambar 1.3. Pada gambar tersebut dijelaskan bagaimanan

menyusun suatu peta komposit yang terdiri dari berbagai jenis dan bermacam-

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

14

macam data. Sebelum data dikombinasikan, dilakukan proses standarisasi dan

kemudian dilakukan overlay sehingga menghasilkan peta komposit (Rahmat,

2014).

Gambar 1.4. Proses Analisis pada Metode SMCE

Sumber: Saaty, 1980 (dalam Rahmat, 2014)

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

15

1.6. Penelitian Sebelumnya

Pencatatan dari penelitian sebelumnya didasarkan pada tema yaitu banjir lahar ataupun penelitian dengan pemakaian metode yang

serupa. Daftar penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini disajikan pada Tabel 1.3.

Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang

Peneliti dan

Tahun Judul Penelitian Lokasi Metode Data Hasil

Subarkah,

2009

Spatial Multi Criteria

Evaluation For Tsunamis

Vulnerability Case Study of

Coastal Area Parangtritis

Yogyakarta

Parangtritis

Yogyakarta

Spatial Multi

Criteria

Evaluation

Data

kependudukan,

Citra Quickbird,

dan peta kontur

1. Tsunami dengan ketinggian run up 10

meter mampu merendam seluruh kawasan

penelitian.

2. Sebagian besar bangunan merupakan

bangunan tidak tahan bencana

3. Infrastruktur untuk zona pengungsian

harus dibangun dengan baik agar

masyarakat di daerah tersebut dapat

mempergunakan dengan baik.

Permatasari,

2011

Evaluasi Pengembangan

Wilayah Permukiman Berbasis

Analisis Risiko Banjir Lahar di

Kali Putih,

Magelang

Analisis peta

RBI dan Citra

IKONOS serta

Peta RBI, Citra

IKONOS dan

data primer

1. Perlu adanya perencanaan permukiman

yang berbasis bencana.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

16

Daerah Sepanjang Kali Putih,

Kabupaten Magelang, Provinsi

Jawa Tengah.

survei lapangan

Hadiputro,

2011

Dampak Bencana Aliran Lahar

Dingin Gunungapi Merapi

Pasca Erupsi di Kali Putih

Kali Putih,

Magelang

Pengukuran

lapangan dan

analisis data

sekunder

Data primer 1. Selama terjadinya erupsi Gunungapi

Merapi terdapat kecenderungan aliran

lahar dingin ke arah bagian barat (daerah

bahaya tipe I) salah satunya adalah Kali

Putih.

2. Hasil letusan ada sampai saat ini

diperkirakan mencapai 60x103m3.

3. Bila terjadi bencana akibat debris-flow

maka kerugian diperkirakan mencapai

Rp140.490,55 juta, kembali normal

memakan waktu selama 15 tahun.

Hizbaron,

dkk, 2012

Urban Vulnerability in Bantul

District, Indonesia—Towards

Safer and Sustainable Development

Bantul

District

SMCE for

Social

Vulnerability,

and SMCE for

Physical

Primary data,

and secondary

data.

1. SMCE-SV and SMCE-PV can assess

urban vulnerability from a multi-scale

observation and it is best to work in a

spatial manner.

2. Integrating the urban vulnerability

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

17

Vulnerability assessment into the risk-based spatial

plan requires strategic, technical,

substantive and procedural dimensions.

Rahmat, 2014

Penilaian Kerentanan Fisik,

Sosial dan Ekonomi Dusun-

Dusun di Sekitar Kali Putih

Terhadap Banjir Lahar

Gunungapi Merapi

Kali Putih,

Magelang

Spatial Multi

Criteria

Evaluation

Data primer

hasil checklist

dan observasi,

data

kependudukan,

Citra Quickbird

dan Geo-Eye

tahun 2010, peta

RBI

1. Penilaian kerentanan fisik di dusun-dusun

di sekitar Kali Putih .

2. Penilaian kerentanan sosial di dusun-

dusun di sekitar Kali Putih.

3. Penilaian kerentanan total dilakukan

dengan menggunakan tiga skenario dan

menunjukkan pola yang hampir sama

antara wilayah hilir, tengah dan hulu.

Setyaningrum,

2014

Kerenanan Sosial Terhadap

Banjir dan Aset Penghidupan

Masyarakat Bantaran Sungai

Bengawan Solo Kota Surakarta

Paska Relokasi Mandiri.

Bantaran

Sungai

Bengawan

Solo Kota

Surakarta

Spatial Multi

Criteria

Evaluation,

SWOT

Data Primer

hasil checklist,

data sekunder

1. Informasi tingkat kerentanan

2. Kondisi aset penghidupan (livelihood

asset) masyarakat paska terjadinya

relokasi.

3. Bentuk strategi yang sesuai dalam

menurunkan tingkat kerentanan terhadap

bahaya banjir.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

18

Rizal, 2015

Analisis Kerentanan Fisisk

Bahaya Lahar di Desa Sekitar

Kali Putih Kabupaten

Magelang.

Desa-desa

Sekitar

Kali Putih,

Magelang.

Spatial Multi

Criteria

Evaluation

Data Primer

hasil checklist,

data sekunder

1. Kondisi daerah penelitian pasca bencana

banjir lahar.

2. Penilaian kerentanan fisik pada daerah

penelitian yang menghasilkan dua

skenario yaitu equal dan fisik.

3. Bentuk mitigasi bencana yang sudah

diterapkan di wilayah penelitian.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

19

1.7. Kerangka Pemikiran

Adanya aktivitas vulkanis memacu terjadinya ancaman runtutan bencana

kegunungapian, seperti halnya yang terjadi di Gunungapi Merapi. Terdapat dua

macam bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan gunungapi, diantaranya

bahaya primer dan bahaya sekunder. Salah satu bencana sekunder yang terjadi

adalah banjir lahar di wilayah-wilayah bantaran sungai yang berhulu dari

Gunungapi Merapi. Beberapa wilayah yang terdampak langsung diantaranya

Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Kalasan,

Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kerentanan menurut UNISDR (2009), diartikan sebagai suatu karakteristik

atau keadaan masyarakat atau suatu sistem yang mempengaruhi besar kecilnya

dampak kerusakan yang diakibatkan oleh adanya bahaya atau bencana. Terdapat

banyak aspek dalam melihat dan memperhitungkan suatu kerentanan, yaitu aspek

fisik, sosial, ekonomi dan faktor lingkungan. Dalam pengkajian kerentanan ini

ditujukan untuk meningkatkan atau mengurangi kemampuan masyarakat dalam

mencegah, meredam dan menanggapi dampak bahaya tertentu.

Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap

ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko

bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat

kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi

bahaya. Dari pernyataan tersebut maka dapat disebutkan bahwa variabel-variabel

yang mempengaruhi kerentanan sosial berupa kepadatan penduduk, kelompok

rentan yang terdiri dari rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio penyandang

cacat dan kelompok umur. Selain faktor sosial faktor fisik dan lingkungan pun tak

bisa luput dari penentu tingkat kerentanan karena kedua faktor tersebut sangat

mempengaruhi tingkat bahaya pada suatu wilayah. Faktor fisik dilihat dari aspek

bangunan dan infrastruktur sedangkan faktor lingkungan dilihat dari topografi

wilayah seperti lereng, serta besaran wilayah terimbas yang dapat dilihat

berdasarkan radius (buffer) yang terbentuk dari sumber bencana.

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

20

Variabel-variabel yang digunakan merupakan variabel yang memiliki kelas

dan jenis data yang berbeda. Sehingga perlu dilakukan analisis secara spasial

dengan tekhnik analisis berupa pengklasifikasian (scoring), untuk menetapkan

tingkat kerentanan masing-masing wilayah administrasi. Kerangka pemikiran

yang diacu ditampilkan pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5. Kerangka Pemikiran

Gunungapi Merapi

Aktivitas Vulkanis

Erupsi Bahaya primer Bahaya

sekunder

Ancaman terhadap

elemen risiko

Faktor yang berpengaruh

terhadap kerentanan

Fisik Lingkungan Ekonomi Sosial

Pengklasifikasian

tingkat kerentanan

sosial

Faktor yang

paling

menentukan

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/91053/po...perkiraan tingkat kerentanan terhadap keselamatan jiwa dan kesehatan penduduk apabila ada bahaya

21

1.8. Batasan Operasional

a. Gunungapi

Gunungapi adalah lubang kepundan atau rekahan dalam kerak bumi tempat

keluarnya cairan magma atau gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi.

Matrial yang dierupsikan ke permukaan bumi umumnya membentuk kerucut

terpancung (DESDM, 2011).

b. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik

oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007).

c. Banjir lahar

Banjir lahar adalah aliran endapan material lepas hasil erupsi gunungapi yang

diendapkan pada puncak dan lereng yang terangkut oleh hujan atau air

permukaan. Aliran lahar ini berupa aliran lumpur yang sangat pekat sehingga

dapat mengangkut material berbagai ukuran. Bongkahan batu besar dapat

mengapung pada aliran lumpur ini. Lahar juga dapat merubah topografi

sungai yang dilaluinya dan merusak infrastruktur (DESDM, 2011).

d. Kerentanan

Kerentanan adalah kelemahan nyata dari suatu sistem fisik dan sosial untuk

bahaya tertentu (Dilley, 2005).

e. Kerentanan Sosial

Kerentanan Sosial adalah fungsi kompleks yang terdiri dari yang terdiri dari

variabel sosial, ekonomi, politik dan budaya (Dilley, 2005). Kerentanan sosial

merupakan perasaan tidak aman di kehidupan individu, keluarga dan

komunitas ketika menghadapi perubahan di luar lingkungannya (Serrat,

2008).

PENAKSIRAN TINGKAT KERENTANAN SOSIAL TERHADAP BAHAYA BANJIR LAHAR PASCAERUPSI GUNUNGAPI MERAPI(Studi Kasus: Kec. Cangkringan, Kec. Ngemplak dan Kec. Kalasan, Kab. Sleman, Prov. DIYDEVIE ANIKA BANU AUniversitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/