bab i pendahuluan - repository.unj.ac.idrepository.unj.ac.id/1635/1/bab 1.pdf1 bab i pendahuluan 1.1...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lingkungan merupakan komponen penting dalam kehidupan manusia, sebab
segala kebutuhan manusia terkandung didalamnya. Menurut Undang-undang No. 23
Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.1
Salah satu dasar dari masalah lingkungan adalah pembangunan yang dilakukan tanpa
memperhatikan faktor keseimbangan lingkungan yang pada gilirannya akan merusak
lingkungan hidup. Ada beberapa isu yang menjadi masalah global yang mempengaruhi
lingkungan salah satunya pertumbuhan penduduk dunia yang amat pesat.
Pertumbuhan penduduk yang amat pesatpun terjadi di Indonesa. Data BPS
(Badan Pusat Statistik) menunjukan dalam periode tahun 2010-2016 laju pertumbuhan
penduduk di Indonesia mencapai 1,36%, dari 237.641.326 jiwa.2 Secara khusus di
salah satu wilayah perkotaan di Indonesia yaitu di Kota Bekasi juga menunjukan
pertumbuhan
1 http://www.bkprn.org/peraturan/the_file/UU-2397.pdf, diakses dari pada tanggal 28 januari 2018 2 https://www.bps.go.id/statictable/2009/02/20/1268/laju-pertumbuhan-penduduk-menurut-
provinsi.html, diakses pada tanggal 28 Januari 2018
2
penduduk yang tinggi dengan jumlah penduduk 2.384.032 jiwa ditahun 2010 menjadi
2.733.240 jiwa ditahun 2015, dengan laju pertumbuhan penduduk pertahun 14,6%.
Tabel 1.1:
Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan di
Kota Bekasi, 2010, 2014, dan 2015
Sumber: Data Proyeksi BPS Kota Bekasi3
3 https://bekasikota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/47, diakses pada tanggal 9 Oktober 2017
Kecamatan
Jumlah Penduduk (orang) Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun (%)
2010 2014 2015 2010 - 2015 2013 – 2014
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Pondokgede 251.739 282.817 290.493 15.3 2.82
Jatisampurna 106.101 129.036 135.191 27.4 4.89
Pondok Melati 131.669 147.674 151.577 15.1 2.76
Jatiasih 202.693 230.143 237.162 17 3.13
Bantargebang 97.912 112.167 115.718 18.1 3.29
Mustika Jaya 163.694 214.071 228.608 39.6 6.89
Bekasi Timur 252.108 258.391 259.27 2.8 0.44
Rawalumbu 212.811 241.859 249.242 17.1 3.14
Bekasi Selatan 207.752 221.519 224.491 8 1.45
Bekasi Barat 277.967 293.144 296.302 6.5 1.17
Medansatria 164.465 178.612 181.87 10.5 1.93
Bekasi Utara 315.121 353.578 363.316 15.2 2.82
Jumlah 2,384,032 2,663,011 2,733,240 14.6 2.71
3
Pertumbuhan penduduk memiliki arti pertumbuhan kawasan urban, pertumbuhan
kawasan urban tidak diimbangi dengan pengelolaan kawasan lingkungan yang optimal,
baik itu dalam skala wilayah tempat tinggal maupun skala wilayah Industri/perkantoran
dan juga berpengaruh terhadap bertambahnya produksi kebutuhan pangan suatu kota.
Berdasarkan isu permasalahan demikian, maka di indonesia muncul sebuah aksi Urban
Farming. Aktifitas Urban Farming itu sendiri adalah aksi bertani, mengolah,
mendistribusikan bahan pangan di dalam wilayah batas kota. Aktivitas ini melibatkan
masyarakat dalam memanfaatkan lahan terbengkalai di perkotaan untuk ditanami oleh
tanaman-tanaman produktif. Aksi Urban Farming semakin masif digalakkan dan mulai
dikenal secara luas ketika diluncurkannya sebuah komunitas yang fokus
mengkampanyekan aksi ini yaitu Indonesia Berkebun.
Pada kelanjutannya, Urban Farming mulai menjelma menjadi suatu kegiatan
masyarakat beberapa kota di Indonesia. Salah satu komunitas berkebun yang
merupakan bagian dari Indonesia berkebun secara umum adalah Bekasi Berkebun.
Bekasi Berkebun sendiri tidak jauh berbeda dari komunitas berkebun dikota lain.
Bekasi Berkebun berupaya memanfaatkan lahan-lahan sisa dan terbengkalai di kota
menjadi lahan yang lebih produktif melalui aksi Urban Farming atau berkebun.
Bekasi Berkebun memiliki konsep 3E yang diusung sebagai dasar untuk
mengampanyekan Bekasi hijau. Humas Bekasi Berkebun periode 2014-2015,
Winartania Massie, menjelaskan, 3E yang dimaksud itu adalah Edukasi, Ekologi dan
4
Ekonomi, yang mana ketiga hal tersebut dirangkum menjadi satu kegiatan untuk
menghijaukan lingkungan.
“Edukasi itu bagaimana mengajarkan masyarakat tentang pentingnya
berkebun, lalu Ekologi itu bagaimana dengan berkebun kita bisa
mengembalikan kesuburan tanah yang tidak terpakai dan menjadi lebih
produktif. Terakhir, Ekonominya itu bagaimana kita mengarahkan supaya
dengan berkebun, paling tidak bisa mencukupi sebagian kebutuhan sayur dan
buah untuk keluarga. Jadi dari berkebun juga bisa dijual hasil panennya atau
tidak usah belanja lagi, mengurangi pengeluaran belanja diluar,” tutur Winar
kepada Greeners saat dijumpai pada sela-sela acara syukuran ulang tahun
Bekasi Berkebun yang ketiga di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama,
Bekasi Utara, Minggu (19/10).4
Bekasi Berkebun menjadikan berkebun di perkotaan sebagai media untuk
memperkenalkan gaya hidup hijau kepada masyarakat melalui konsep 3E (Edukasi,
Ekologi, Ekonomi) serta mengatasi permasalah lingkungan yang ada di Kota Bekasi
sekaligus menyalurkan hobi berkebun yang juga menjadi cara dalam mengurangi
beban pangan masyarakatnya.
komunitas Bekasi Berkebun dalam menjalankan kegiatannya memerlukan
anggota yang siap untuk ikut andil dalam program-progam yang diusung komunitas
Bekasi Berkebun. Kesiapan anggota untuk ikut andil dalam program-program yang
diusung komunitas tersebut merupakan suatu bentuk solidaritas di komunitas.
Solidaritas sendiri merupakan suatu sifat yang dimiliki manusia secara solider atau
suatu perasaan setia kawan terhadap orang lain maupun kelompok. Menurut Durkheim5
4 http://www.bekasiberkebun.com/2015/09/bekasi-hijau-dengan-edukasi-ekologi-dan.html, diakses
pada tanggal 6 Maret 2017 5 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert M.Z Lawang, (Jakarta:
Gramedia Pustaka, 1994), jilid 1, hlm. 181
5
solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok
yang didasarkan pada keadaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang
diperkuat oleh pengalamlan emosional bersama.
Kurangnya solidaritas anggota di dalam komunitas membuat aktivitas dalam
mencapai visi-misi dari Bekasi Berkebun tidak berjalan optimal. Hal tersebut disadari
sendiri oleh ketua dari Bekasi Berkebun Annisa Paramitha:
“Saya akuin di Bekasi Berkebun program-program ga berjalan optimal, itu
bisa saya liat ketika kita lagi ngadain program, hanya sedikit dari anggota yang
hadir, malah hampir sering hanya setiap ketua divisi yang hadir, menurut saya
karena sebagaian dari anggota hanya menyalurkan hobi berkebun mereka tidak
ada kepedulian lebih jauh terhadap lingkungan dan komunitasnya untuk
menjadikan komunitas ini lebih berkembang”6
Solidaritas anggota terhadap komunitas bisa dilihat dari kesediaan anggota
berpartisipasi langsung ke dalam kepengurusan organisasi komunitas dengan masuk
kedalam divisi-divisi yang ada sehingga memiliki tanggung jawab pada kegiatan dan
aktivitas komunitas demi membuat program dari komunitas berjalan optimal. Dilihat
dari penjelasan Annisa paramitha tersebut. Masalah hadir pada kurangnya kepedulian
terhadap lingkungan dan komunitas yang menyebabkan program-program yang sudah
terencana tidak berjalan secara optimal.
Bekasi Berkebun merupakan sebuah komunitas yang memiliki anggota di
dalamnya sebagai motor penggerak dalam menjalankan aktivitas komunitas, pasti
terdapat interaksi sosial didalamnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan
6 Hasil Wawancara dengan Annisa Paramitha (Ketua Bekasi Berkebun), pada tanggal 15 Juni 2017
6
sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara perorangan dengan kelompok
manusia.7 Bekasi berkebun sebagai sebuah komunitas yang mempunyai visi misi
dalam menjalankan aktivitas demi mencapai visi-misinya harus ditunjang oleh
interaksi sosial yang baik antar anggota, interaksi sosial yang baik antar anggota
membuat proses berjalannya program-program yang sudah direncanakan berjalan
sesuai dengan yang diinginkan. Terjadinya interaksi sosial sebagaimana dimaksud
karena adanya proses timbal-balik yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan
saling mengerti tentang maksud serta tujuan masing-masing pihak. Menurut Roucek
dan Warren8, interaksi adalah salah satu masalah pokok yang merupakan dasar segala
proses sosial.
“seseorang mempengaruhi tingkah laku orang lain biasanya melalui kontak.
Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam
mengobrol, mendengar, melihat, melakukan gerakan pada beberapa bagian
badan dan lain-lain atau secara tidak langsung, melalui tulisan atau dengan cara
berhubungan dari jarak jauh.”
Interaksi sosial merupakan hal pokok yang terdapat pada suatu kelompok
masyarakat dalam hal ini komunitas Bekasi Berkebun, Oleh karenanya peneliti
memfokuskan penelitian untuk melihat pola interaksi anggota yang ada di komunitas
Bekasi Berkebun, yang mana nantinya pola interaksi sosial tersebut membentuk suatu
solidaritas di komunitas.
7 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2009), hlm. 55 8 Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 139
7
1.2 Rumusan Masalah
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Bekasi Berkebun sebagai sebuah
komunitas yang memiliki visi misi dalam menjalankan program-programnya untuk
menjadikan berkebun di perkotaan sebagai media untuk memperkenalkan gaya hidup
hijau kepada masyarakat melalui konsep 3E (Edukasi, Ekologi, Ekonomi) serta
mengatasi permasalah lingkungan yang ada di Kota Bekasi sekaligus menyalurkan
hobi berkebun yang juga menjadi cara dalam mengurangi beban pangan masyarakatnya
melalui aksi Urban Farming atau berkebun.
Namun, Kurangnya solidaritas pada anggota Bekasi Berkebun membuat
program-program yang sudah terencana tersebut tidak berjalan optimal. Didalam
kelompok masyarakat dalam hal ini komunitas Bekasi Berkebun pasti terdapat
interaksi sosial antar anggotanya, yang dimana interaksi sosial tersebut secara terus
menerus dapat dapat membentuk solidaritas anggota didalam komunitas. Dari
perumusan masalah tersebut maka peneliti mendapatkan pertanyaan peneltian sebagai
berikut:
1. Bagaimana pola interaksi sosial anggota komunitas Bekasi Berkebun dalam
membentuk solidaritas di komunitas?
2. Faktor pendorong dan penghambat apa saja yang dirasakan oleh komunitas
Bekasi Berkebun didalam proses interaksi sosial?
8
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pola interaksi anggota komunitas Bekasi Berkebun dalam
membentuk solidaritas di komunitas
2. Untuk mengetahui faktor pendorong dan penghambat apa saja yang dirasakan
oleh komunitas Bekasi Berkebun didalam proses interaksi sosial antar
anggotanya.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Manfaat secara teoritisnya adalah dengan adanya penelitian ini, diharapkan
mampu memberikan kontribusi kajian ilmu sosial terkait pola interaksi sosial.
Penelitian ini juga diharapkan dapat membuka wacana diskusi yang lebih luas, serta
dapat menjadi referensi dan bahan bacaan bagi pembaca yang menaruh minat akademis
pada studi interaksi sosial,
Sedangkan manfaat praktis atau manfaat langsung dari penelitian ini adalah
memberikan manfaat langsung kepada peneliti lainnya, penggiat atau aktivis
lingkungan mengenai bagaiamana pola interaksi sosial pada anggota di suatu
komunitas membentuk solidaritas di komunitas sehingga dapat mendorong komunitas
lebih efektif dalam menjalankan kegiatannya. Selain itu, hasil dari penelitian ini juga
diharapkan dapat memberikan data-data yang akurat, sehingga dapat dijadikan dasar
atau acuan para aktivis lingkungan dalam melakukan aktivitasnya.
9
1.5 Tinjauan Penelitian Sejenis
Tinjauan penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai beberapa aspek
yang berkaitan dengan penelitian yang sedang dilakukan peneliti saat ini. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan empat tinjauan penelitian sejenis yang selanjutnya
akan ditelaah bagaimana persamaan dan perbandingan dari masing-masing penelitian
tersebut.
Pertama, Jurnal yang di tulis oleh Imam Sujarwanto yang berjuful “Interaksi
Sosial Antar Umat Beragama (Studi Kasus: Pada masyarakat Karangmalang
Kedungbanteng Kabupaten Tegal)”. Pada jurnal ini membahas tentang interaksi sosial
antar umat beragama yang diamana mengungkap proses sosial dalam interaksi sosial
umat Hindu dan umat Islam, faktor-faktor yang mendorong dan menghambat
terjadinya interaksi sosial, faktor-faktor yang menentukan pola interaksi sosial antara
umat Hindu dan Islam. Saluran-saluran sosial budaya yang strategis untuk membangun
interaksi sosial antara umat Hindu dan umat Islam.
Latar belakang penelitian dalam jurnal ini yaitu adanya kemajemukan dibidang
agama yang dapat dijumpai pada level masyarakat desa seperti yang terdapat dalam
masyarakat Desa Karangmalang Kecamatan Kedungbanteng Kabupaten Tegal.
Masyarakat Karangmalang memeluk agama Islam dan Hindu. Keduanya saling
berinteraksi sosial. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial
yang dinamis. Ada asumsi umum berkenaan dengan interaksi sosial dalam sebuah
10
komunitas bahwa semakin homogen elemen-elemen yang membangun komunitas
tersebut, maka akan semakin mudah proses interaksi berlangsung. Semakin heterogen
elemen-elemen pendukung sebuah komunitas hampir dapat diprediksikan dapat
menjadi faktor penghambat terjadinya interaksi. Pemikiran ini didasarkan pada asumsi
bahwa perbedaan kerapkali melahirkan ‘kesalahpahaman interpersonal’ yang
menghambat proses komunikasi sebagai syarat mutlak interaksi sosial.
Dari hasil penelitian bentuk interaksi sosial antara Umat Hindu dan Islam dalam
masyarakat Karangmalang adalah kerjasama kerukunan yang termasuk didalamnya
adalah gotong royong (kerigan) dan tolong menolong (sambatan). Akomodasi yang
pada titik tertentu memerlukan kehadiran pemimpin seperti kyai, pandhita maupun
kepala desa. Sedangkan asimilasi yang bekerja adalah toleransi di antara pemeluk
Hindu dan Islam. Sikap toleransi dilandasi oleh nilai-nilai budaya dasar yang
mementingkan keserasian hidup bersama.
Interaksi sosial antara umat Islam dan Hindu terjadi dalam komunkasi antar
budaya karena adanya kesamaan budaya dasar yang bersumber dari nilai-nilai Islam
Jawi (Kejawen), nilai-nilai universal agama yang dijunjung tinggi dengan
mengembangkan sikap toleransi, hubungan kekerabatan yang kental dengan konsep
jakwiran. Komunikasi antar budaya ini sekaligus merupakan faktor pendorong pola
interaksi sosial di samping faktor kebendaan. Sedangkan faktor penghambat interaksi
sosialnya adalah masalah mayoritas dan minoritas dan kurangnya berfungsinya
saluransaluran komunikasi. Bentuk-bentuk Interaksi sosial antar umat beragama di
11
Karangmalang terjalin melalui saluran-saluran sebagai berikut PKK, Karangtaruna,
Kelompok Tani, BPD, Partai Politik. Sedangkan saluran budaya terjalin melalui
keagamaan, upacara inisiasi dan kerigan kliwonan
Kedua, jurnal nasional yang di tulis oleh M. Rahmat Budi Nuryanto yang
berjudul “Studi Tentang Solidaritas Sosial di Desa Modang Kecamatan Kuaro
Kabupaten Paser (Kasus Kelompok Buruh Bongkar Muatan)” Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan lokasi penelitian di Pabrik Sawit PT.
Harapan Sawit Sejahterah, Desa Modang Kecamatan Kuaro Kabupaten Paser. Yang
melatarbelakangi penelitian ini yaitu adanya pembangunan perkebunan kelapa sawit di
daerah Kabupaten Paser yang membawa perubahan besar terhadap keadaan masyarakat
pedesaan. Di samping itu dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga
merangsang tumbuhnya industri pengolahan yang bahan bakunya dari kelapa sawit.
Adanya pembangunan pabrik sawit yang sangat berdapak pada pertumbuhan ekonomi
dan sosial masyarakat, munculnya lapangan pekerjaan baru adalah salah satu dampak
yang sangat menonjol dengan dibangunnya pabrik tersebut.
Masalah-masalah yang sering dihadapi buruh adalah adanya persaingan dalam
sistem bongkar muatan seperti pembagian antrian dan kurangnya kerjasama. Selain
masalah dalam sistem pembongkran, kerjasama antar buruh pun perlu dibina agar
terciptanya suatu solidaritas atau hubungan emosional yang baik dan terhindarnya
konflik yang saling menguatkan kebersamaan diantara buruh tersebut. Penelitian pada
jurnal ini memfokuskan penelitiannya untuk melihat Bagaimana bentuk solidaritas
12
sosial di kalangan buruh bongkar muatan, dan faktor-faktor apakah yang menjadi dasar
solidaritas sosial di kalangan buruh bongkar muatan. Dalam mengkaji permasalahan
penelitian tersebut peneliti pada jurnal ini memggunakan beberapa konsep yang
diantaranya, konsep solidaritas sosial dan interaksi sosial,
Hasil dalam penelitian pada jurnal ini menjelaskan hubungan interaksi sosial
antara buruh yang terjalin antara buruh bongkar muatan merupakan hal sangat penting,
interaksi yang baik dapat menjadikan hubungan antara buruh menjadi harmonis dan
menimbulkan solidaritas antar buruh. Solidaritas sosial yang terjalin dikalangan
anggota buruh bongkar muatan diwujudkan anggota buruh bongkar muatan yaitu
mereka memiliki rasa kekeluargaan yang merupakan faktor dasar terciptanya
solidaritas pada kelompok buruh bongkar muatan, wujudnya adalah rasa saling tolong
menolong di dalam bekerja dengan adanya rasa kebersamaan antar buruh bongkar
muatan, saling menghargai satu sama lain dan. terciptanya kerjasama yang sangat baik
anatar buruh bongkar muatan tersebut hal ini dilihat dari kerjasama tim pada saat
bekerja. Faktor-faktor yang menjadi dasar solidaritas sosial dikalangan maupun
kehidupan sehari-hari di luar pekerjaan mereka.
Ketiga, Jurnal Internasional yang ditulis oleh Courtney G. Flint, A.E. Luloff dan
Gene L. Theodori dengan Judul Extending the Concept of Community Interaction to
Explore Regional Community Fields. Pada penelitian di jurnal ini menjelaskan
pengembangan interaksi sosial kedalam bidang komunitas daerah. Peneliti pada jurnal
ini mengoperasionalkan konsep komunitas dan interaksi sosial sebagai konsep yang
13
berkaitan dengan masyarakat, aksi masyarakat, dan lapangan masyarakat. Kapasitas
interaksi sosial secara teratur menjadi kunci dalam faktor memobilisasi tindakan
spesifik untuk pengembangan masyarakat
Dijelaskan disini bahwa yang dimaksud komunitas daerah adalah aktivitas sosial
yang berorientasi pada kegiatan yang terkait dengan aktivitas di permukiman lokal.
Komunitas daerah muncul melalui interaksi antar masyarakat pada skala regional.
Penggunaan konsep komunitas daerah disini mengarahkan pada proses dimana
tindakan dan identitas lokal muncul, dari segi proses, aktivitas sosial ditandai dengan
urutan tindakan yang dilakukan oleh aktor yang umumnya bekerja melalui berbagai
asosiasi yang merupakan bagian dari interaksi sosial, sedangkan dari perspektif
interaksi sosial di masyarakat, tindakan mengacu pada proyek, program, kegiatan, dan
peristiwa dimana aktor terlibat.
Demikian pula, asosiasi mengacu pada organisasi formal dan kelompok informal,
dan aktor merujuk pada pemimpin dan individu lain yang berpartisipasi dalam asosiasi
dan tindakan. Setiap aktivitas sosial umumnya ditandai, pada tingkat yang lebih besar
atau lebih kecil, dengan identitas, organisasi, sifat interaksional inti, dan serangkaian
kepentingan spesifik dan institusional.
Dijelaskan pada jurnal ini komunitas terdiri dari aktor, asosiasi, dan fase
tindakan. Terdapat proses generalisasi terhadap aktivitas komunitas, proses
generalisasi melibatkan beberapa karakteristik yaitu (1) tindakan diungkapkan melalui
14
kepentingan berbagai aktor dan asosiasi; (2) mereka berada di dalam wilayah dan
melibatkan sebagian besar penduduk lokal sebagai peserta dan penerima manfaat; (3)
dilakukan oleh aktor dan asosiasi lokal; (4) mereka fokus pada upaya untuk mengubah
atau mempertahankan wilayah dan dilakukan secara teratur, sengaja; dan (5) Bila
karakteristik-karakteristik tersebut bersatu, muncul suatu koordinasi antar mayarakat
dalam suatu wilayah untuk berkontribusi dalam aktivitas sosial.
Proses generalisasi memberikan struktur kegiatan ke seluruh wilayah sebagai
bentuk interaksi dengan menghubungkan dan mengatur kepentingan bersama dari
berbagai aktivitas komunitas. Dengan terdiri dari semua tindakan yang berkontribusi
terhadap keseluruhan, komunitas regional menghubungkan dan mengkoordinasikan
terhadap masyarakat dan memanfaatkan informasi, pengalaman, sumber daya, dan
energi mereka untuk kebaikan daerah sebagai suatu pengembangan wilayah.
Keempat, adalah penelitian tesis yang ditulis oleh Yogi Chrisrumpoko, yang
berjudul pola interaksi sosial antara keluarga miskin dan pelaksana program dalam
penanggulangan kemiskinan (studi pada penanggulangan kemiskinan melalui
program PNPM di Desa Mojosari Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang). Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.
Latar belakang penelitian ini yaitu adanya permasalahan kemiskinan yang
merupakan permasalahn kompleks yang diakibatkan oleh berbagai faktor
multidimensional, ia selalu hadir dan telah terintegrasi dalam kehidupan sosial
masyarakat, dalam perpektif develpoment studies, permasalahn ini tidak terlepas dari
15
masalah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah bai pada wilayah ekonomi,
sosial, politik, budaya, pertahanan dan keamanan maupun sisi-sisi suprastuktur
manusia terutama dalam wilayah pendidikan.
Walaupun Malang menjadi salah satu kota besar dan menjadi pusat pendidikan-
pariwisata yang memiliki daya tarik investor, namun demikian kemiskinan masih
tersebar di beberapa daerah terutama daerah malang selatan, beberapa program
penanggulangan kemiskinan yang telah dikeluarkan oleh kebijakan pemerintah
setempat juga masih menuai banyak kendala, permasalahan yang terjadi khususnya
adalah kebijakan yang seakan-akan masih bersifat top down, bukan sebaliknya botton
up, atas dasar masalah tersebut maka peneliti pada tesis ini mencoba menggali tentang
bagaimanakah model interaksi sosial antara rakyat dan pemerintah dalam
menanggulangi kemiskinan,
Konsep interaksi sosial di pakai dalam tesis ini untuk melihat masalah pada
fenomena terkait subyek penelitian, disini melihat bagaimana interaksi dari pelaksana
program dengan keluarga miskin di desa Sukorejo dalam menangani masalah
kemiskinan di desa tersebut. Dari kajian yang ditelaah, interaksi yang dilakukan pada
pelaksanaan program PNPM Desa Sukorejo masih bersifat informatif dan belum
terlaksana secara efektif. Keikutsertaan dan keaktifan dalam kegiatan komunikasi
pelaksanaan program PNPM masih rendah, sehingga mengakibatkan pola komunikasi
penerapan program PNPM Mandiri belum memeberi peluang akses informasi dan
komunikasi yang lebih besar bagi setiap elemen masyarakat
16
Dijelaskan disini interaksi sosial yang baik dapat mendorong suatu kegiatan
berjalan baik dan optimal, dalam penelitian tesis ini yaitu pelaksanaan program PNPM
Desa Sukorejo. Tidak adanya kegiatan yang mendorong interaksi terjalin yang
dilakukan pada pelaksanaan program PNPM Desa Sukorejo membuat komunikasi
program PNPM terlaksana tidak efektif. Interaksi sosial yang baik antara masyarakat
dan pelaksana program yang terjalin pada pelaksanaan program PNPM Desa Sukorejo
dapat mendorong tujuan dari program tersebut tercapai, interaksi tersebut dapat
berbentuk kegiatan agama atau kegiatan RT/RW sehingga interaksi bisa terjalin
melalui bentuk kegiatan tersebut.
17
Tabel 1.2:
Perbandingan Peneltian Sejenis
No Judul/Peneliti Konsep Metodologi
Penelitian
Persamaan dengan
Penelitian Peneliti
Perbedaan dengan
Penelitian Peneliti
1 Interaksi Sosial Antar Umat
Beragama (Studi Kasus: Pada
masyarakat Karangmalang
Kedungbanteng Kabupaten Tegal)
Oleh: Imam Sujarwanto; Jurnal
Nasional
Interaksi
Sosisl
Deskriptif
Kualiitatif
Membahas serta
Menggunakan
konsep interaksi
sosial dalam
mengkaji
penelitiannya.
Objek pembahasan
pada antar umat
beragama pada
masyarakat
Karangmalang
Kedung anteng
Kabupaten tegal.
2 Studi Tentang Solidaritas Sosial di
Desa Modang Kecamatan Kuaro
Kabupaten Paser (Kasus Kelompok
Buruh Bongkar Muatan)
Oleh: M. Rahmat Budi Nuryanto;
Jurnal Nasional
Solidaritas
Sosial dan
Interaksi
Sosial
Deskriptif
Kualiitatif
Membahas
Solidaritas Sosial
dan proses interaksi
sosial dalam
mengkaji
penelitiannya
Subjek penelitian
bukan pada komunitas
melainkan pada
kelompok buruh
bongkar muatan
3 Extending the Concept of
Community Interaction to Explore
Regional Community Fields
Oleh: Courtney G. Flint, A.E. Luloff
dan Gene L. Theodori; Jurnal
Internasional
Komunitas
Daerah dan
Interaksi
Sosial
Deskriptif
Kualiitatif
Membahas Interaksi
Sosial di suatu
Komunitas berskala
daerah
Fokus Pembahasan
pada bagaimana
interaksi dalam
komunitas masyarakat
membangun
daerahnya, bukan
untuk membentuk
solidaritas sosial di
masyarakat
18
4 Pola Interaksi Sosial Antara
Keluarga Miskin dan Pelaksana
Program dalam Penanggulangan
Kemiskinan.
(Studi pada Penanggulangan
Kemiskinan Melalui Program
PNPM
di Desa Mojosari Kec. Kepanjen
Kabupaten Malang)
Oleh: Yogi Chrisrumpoko; Tesis
Interaksi
Sosial
Deskriptif
Kualiitatif
Menggunakan
konsep interaksi
sosial dalam
menjabarkan suatu
fenomena terkait
permasalahan
penelitian
Tidak membahas
komunitas dan
solidaritas.
5 Pola Interaksi Sosial dalam
Membentuk Solidaritas di
Komunitas (Studi Kasus: Anggota
Pengurus Organisasi di Komunitas
Bekasi Berkebun)
Oleh: Wisnu Audy P; Skripsi
Komunitas,
Interaksi
Sosial,
Solidaritas
Sosial
Deskriptif
Kualiitatif
Menggunnakan konsep komunitas, interaksi
sosial dan solidaritas sosial dalam mengkaji
permasalahan penelitian, dengan fokus
melihat pola interaksi sosial dalam
membentuk solidaritas anggota di komunitas
dan melihat faktor pendorong dan penghambat
interaksi sosial.
Sumber: diolah oleh peneliti, 2017
19
1.6 Kerangka Konseptual
1.6.1 Konsep Komunitas
Komunitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kelompok organisme
(orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di daerah tertentu;
masyarakat; paguyuban.9 Jika ditinjau dari asal katanya, komunitas berasal dari bahasa
latin communitas yang berasal dari kata communis, yang artinya adalah masyarakat
publik, milik bersama, atau semua orang. Dalam ilmu sosiologi, komunitas dapat
diartikan sebagai kelompok orang yang saling berinteraksi yang ada di lokasi tertentu.
Sebuah komunitas memiliki empat ciri utama, yaitu pertama, adanya keanggotaan
didalamnya. Kedua, adanya saling mempengaruhi antar anggota. Ketiga. Adanya
integrasi dan pemenuhan kebutuhan antaranggota. Keempat, adanya ikatan emosional
antar anggota.10
Dalam sosiologi, pengertian komunitas selalu digunakan silih berganti dengan
kelompok, meskipun komunitas itu sendiri merupakan salah satu bentuk kelompok
dalam masyarakat. Pengertian komunitas selalu dihubungkan dengan konsep sistem
sosial, karena komunitas dianggap sebagai salah satu tipe atau karakteristik khusus dari
interaksi sosial yang bakal membentuk sistem sosial dalam masyarakat.11 Merujuk dari
semua konsep mengenai komunitas, peneliti mengambil kesimpulan bahwa, komunitas
9 https://kbbi.web.id, diakses pada tanggal 4 Juli 2017 10 E-Media Solusindo, Membangun Komunitas Online Secara Praktis dan Gratis, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2014), hlm.16 11 Alo Liliwer, Sosiologi dan Komunikasi Organisasi, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), hlm. 17
20
adalah adanya kelompok orang yang memiliki identitas yang hampir sama di mana
faktor lokasi tidak terlalu relevan lagi, yang terpenting adalah anggota komunitas harus
berinteraksi secara reguler.
Menurut Etienne Wenger12, Komunitas mempunyai berbagai macam bentuk dan
karakteristik, di antaranya:
Besar atau kecil.
Beberapa komunitas hanya terdiri dari beberapa anggota atau bahkan terdiri
dari 1000 anggota. Besar atau kecilnya anggota tidak menjadi masalah,
meskipun demikian komunitas yang mempunyai banyak anggota biasanya
dibagi menjadi sub divisi berdasarkan wilayah atau sub topik tertentu.
Berumur panjang atau berumur pendek.
Perkembangan sebuah komunitas memerlukan waktu yang lama, sedangkan
jangka waktu eksis sebuah komunitas sangat beragam. Terdapat beberapa
komunitas yang tetap bertahan dalam waktu puluhan tahun, tetapi ada pula
komunitas yang berumur pendek.
Terpusat atau tersebar.
Mayoritas sebuah komunitas berawal dari sekelompok orang yang bekerja di
tempat yang sama atau tempat tinggal yang berdekatan. Mereka saling
12 Etienne Wenger, Richard A. McDermott, dan William Snyder, Cultivating Communities of Practice:
A Guide to Managing Knowledge, (Boston: Harvard Business School Publishing, 2002), hlm. 24.
21
berinteraksi secara tetap dan bahkan ada beberapa komunitas yang tersebar di
beberapa wilayah.
Homogen atau heterogen.
Beberapa komunitas berasal dari latar belakang yang sama, atau ada yang
terdiri dari latar belakang yang berbeda. Jika berasal dari latar belakang yang
sama komunikasi lebih mudah terjalin, sebaliknya jika komunitas terdiri dari
berbagai macam latar belakang diperlukan rasa saling menghargai satu sama
lain.
Sesuai pada konsep komunitas yang sudah dijelaskan diatas, bentuk komunitas
Bekasi Berkebun merupakan komunitas kecil berskala kota yang memiliki umur yang
relatif baru yang terpusat pada satu wilayah dan bersifat heterogen karna anggota yang
ada dalam komunitas berdasarkan dari latarbekang yang berbeda, baik itu latarbelakang
ekonomi maupun pendidikan.
1.6.2 Interaksi Sosial
Manusia dalam hidup bermasyarakat akan saling berhubungan dan saling
membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses
interaksi sosial. Menurut Soerjono Soekanto kata interaksi sosial mempunyai dua
pengertian pertama stimulus dan tanggapan antar manusia; kedua timbal balik antar
pihak tertentu.13
13 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998) hlm. 335
22
Bagi Gillin dan Gillin14 bentuk proses sosial adalah interaksi sosial, oleh karena
interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi
sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara perorangan dengan kelompok manusia. Oleh, karena itu apapun yang
dilakukan oleh individu ditengah masyarakat untuk menciptakan suatu kegiatan yang
bisa bersatu dengan individu lainnya dan bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
bagi kehidupan bersama merupakan tindakan yang sesuai dengan norma dan nilai yang
berlaku dimasyarakat secara umum.
Simmel15 mengungkapkan dalam memahami interaksi sosial, sebelumnya harus
memahami unsur-unsur interaksi sosial. Yang pertama yaitu unsur struktur sosial.
Dalam Struktur sosial digunakan untuk menerangkan hubungan timbal balik antara
individu atau kelompok berdasarkan kriteria biologi (umur dan seks). Istilah struktur
sosial identik dengan institusi sosial, istilah institusi sosial digunakan untuk
menjelaskan pola-pola norma, status dan peran yang relatif stabil untuk memenuhi
kebutuhan sosial, dengan asumsi bahwa hubungan timbal balik yang dijelaskan dalam
struktur sosial itu diatur oleh norma, status, dan peranan yang relatif stabil. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa struktur sosial adalah tata aturan relasi yang berpola
ternetnu sebagaimana yang diharapkan untuk membimbing interaksi sosial.
14 Ibid. 15 Alo Liliweri, Op. Cit, hlm. 5
23
Unsur kedua yaitu tindakan sosial, tindakan sosial merupakan suatu tindakan
yang diwujudkan dalam perilaku nyata, sehingga dapat dibayangkan dan diingat. Suatu
tindakan sosial selalu mencirikan perbuatan yang terlihat, terdengar, dirasakan, atau
disikapi dengan cara tertentu sehingga dapat diingat kemudian dapat dibayangkan
mengenai suatu akibat yang bakal terjadi. Lalu unsur ketiga yaitu relasi sosial, relasi
sosial adalah pengaruh yang dirasakan dua atau lebih piha, sebagai akibat dari perilaku
timbal balik.
Gillin dan Gillin16 menjelaskan dalam berlangsungnya suatu proses interaksi
sosial didasari dari beberapa faktor, yaitu faktor imitasi, imitasi merupakan proses
meniru suatu tindakan orang lain yang berpikiran positif maupun negatif. Salah satu
segi positifnya ialah imitasi yang dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah
dan yang berlaku. Namun, imitasi memungkinkan terjadinya hal yang negatif seperti
menirukan tindakan yang menyimpang. Lalu Faktor sugesti, sugesti adalah pegaruh
batin atau emosional yang kuat dari pihak lain, sehingga dapat teprovokasi ajakan pihak
tersebut. Faktor ini terjadi apabila seseorang memberi pandangan atau sikap dari
dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. kemudian faktor identifikasi,
identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan seseorang untuk berprilaku sama
dengan orang lain yang menjadi idolanya. Perlu diketahui proses ini dapat berlangsung
secara tidak sadar dan identifikasi sifatnya lebih mendalam dari imitasi. Dan yang
terakhir faktor simpati, simpati ialah rasa keterarikan yang kuat pada pihak lain.
16 Ibid, hlm. 57
24
didalam faktor ini peranan memegang peranan sangat penting, walaupun dorongan
utamanya keinginan untuk memahami pihak lain dan bekerja sama dengannya.
Terjadinya interaksi sosial sebagaimana dimaksud karena adanya proses
timbal-balik yang mempengaruhi tingkah laku seseorang dan saling mengerti tentang
maksud serta tujuan masing-masing pihak. Menurut Roucek dan Warren17, interaksi
adalah salah satu masalah pokok yang merupakan dasar segala proses sosial.
“seseorang mempengaruhi tingkah laku orang lain biasanya melalui kontak.
Kontak ini mungkin berlangsung melalui organisme fisik, seperti dalam
mengobrol, mendengar, melihat, melakukan gerakan pada beberapa bagian
badan dan lain-lain atau secara tidak langsung, melalui tulisan atau dengan cara
berhubungan dari jarak jauh.”
Suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat,
berupa adanya kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial dapat terjadi hubungan
yang positif dan negatif, adapun kontak sosial yang positif terjadi karena hubungan
antara kedua belah pihak yang saling pengertian dan menguntungkan dari masing-
masing pihak yang mengarah pada bentuk kerjasama. Sehingga hubungan dapat
berlangsung lebih lama dan bahkan berulang-ulang. Sedangkan kontak sosial yang
negatif sebaliknya terjadi karena hubungan antara kedua belah pihak tidak pengertian
atau merugikan salah satu pihak ataupun keduanya, sehingga menimbulkan suatu
pertentangan dan konflik.18
17 Basrowi, Op.cit. hlm 139 18 Ibid.
25
Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yang pertama antara orang-
perorangan, kedua ialah antara orang-perorangan dengan kelompok atau sebaliknya,
ketiga ialah antara kelompok dengan kelompok lainnya. Dalam kontak sosial terjadinya
suatu kontak tidaklah semata-mata tergantung dari tindakan, akan tetapi juga tanggapan
terhadap tindakan tersebut.19
Lalu syarat interaksi yang selanjutnya yaitu adanya Komunikasi. Arti terpenting
komunikasi adalah seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. tafsiran
tersebut dapat terwujud melalui pembicaraan, gerak-gerik badan atau sikap-sikap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi
tersebut, siap dan perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perorangan dapat
diketahui oleh kelompok atau orang lain.20 Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap
dan perasaan suatu kelompok manusia atau orang-perorangan dapat diketahui oleh
kelompok atau orang lain. hal tersebut merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa
yang akan dilakukannya dan kontak dapat terjadi tanpa komunikasi.
Sebelum hubungan interaksi sosial menjadi suatu hubungan yang terpola, maka
akan dialami suatu proses sosial menuju bentuk yang kongkrit. Menurut Gillin dan
Gillin ada dua macam proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial,
sehingga keduanya sekaligus menunjuk pada bentuk-bentuk interaksi sosial yaitu
19 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 71 20 Ibid, hlm. 61
26
proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan (asosiatif), dan proses sosial yang
menjauhkan atau mempertentangkan (disosiatif).21
Proses asosiatif itu sendiri yaitu proses yang dimana mendukung seseorang atau
kelompok untuk mencapai tujuan atau maksud tertentu.22 Proses ini di bedakan menjadi
tiga, diantaranya yaitu:
a. Kerjasama
Para sosiolog menganggap bahwa kerjasama merupakan bentuk interaksi
sosial yang pokok dan menganggap bahwa kerja samalah yang merupakan
proses utama. Memahami kerjasama untuk menggambarkan sebagian besar
bentuk-bentuk interaksi sosial atas segala macem bentuk interaksi tersebut
dapat dikembalikan pada kerjasama. Kerjasama lebih lanjut dibedakan lagi
menjadi kerjasama spontan, kerjasama langsung, kerjasama kontrak, dan
kerja sama tradisional. Kerja sama spontan adalah kerjasama yang serta-
merta. Kerjasama langsung merupakan hasil dari perintah atasan atau
penguasa. Sedangkan kerja sama kontrak merupakan bentuk kerja sama
sebagai bagian atau unsur dari sistem sosial.
21 Fredian Tonny Nasdian, Sosiologi Umum, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2015), hlm. 45 22 Soerjono Soekanto, Op. Cit, hlm. 65
27
b. Akomodasi
Akomodasi menunjukan pada dua arti yaitu yang merujuk pada suatu
keadaan dan proses. Akomodasi merujuk pada suatu keadaan berarti ada
suau keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antar individu atau
kelompok manusia dalam kaitanya dengan norma dan nilai dalam
masyarakat. Sedangkan yang merujuk pada suatu proses, akomodasi yang
menunjukan usaha manusia untuk menyelesaikan suatu pertentangan, yaitu
usaha untuk mencapai kestabilan.23
c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial taraf lanjut. Ia ditandai denga adanya usaha
untuk mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau
kelompok manusia dan juga meliputi usaha untuk mempertinggi kesatuan
tindakan, sikap dan proses mental dengan memerhatikan kepentingan dan
tujuan bersama. Secara singkat, proses asimilasi ditandai dengan
pengembangan sikap yang sama, walau kadangkala bersifat emosional
dengan tujuan untuk mencapai kesatuan, atau paling sedikit mencapai
integrasi dalam organisasi, pikiran dan tindakan.24
23 Ng Philipus, Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 25 24 Soerjono Soekanto, Op. Cit, 74
28
Dengan menggunakan konsep interaksi sosial Gillin dan Gillin, peneliti melihat
interaksi yang terjalin antar anggota didalam komunitas didasarkan melalui bentuk
aktivitas dan program-program rutin komunitas Bekasi Berkebun. Aktivitas dan
program-program rutin komunitas Bekasi Berkebun tersebut merupakan sebuah proses
sosial asosiasi asimilasi dan kerjasama yang dimana dalam kedua bentuk proses sosial
asosiasi tersebut anggota berinteraksi satu sama lain dengan bertujuan untuk
mendekatkan dan mempersatukan setiap anggota di dalam komunitas.
1.6.3 Konsep Solidaritas
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), dijelaskan bahwa solidaritas
diambil dari kata solider yang berarti mempunyai atau memperliatkan perasaan
bersatu.25 Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau
kelompok yang didasarkan pada keadaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama
yang diperkuat oleh pemgalamlan emosional bersama. Solidaritas merupakan suatu
sikap yang dimiliki oleh manusia dalam kaitannya dengan ungkapan perasaan manusia
atas rasa senasib dan sepenanggungan terhadap orang lain maupun kelompok. Makna
solidaritas dekat dengan makna rasa simpati dan empati karena didasarkan atas rasa
kepedulian terhadap orang lain maupun kelompok. Pembedanya, rasa solidaritas ini
tumbuh di dalam diri manusia karena adanya rasa kebersamaan dalam kurun waktu
tertentu.26
25 https://kbbi.web.id diakses pada tanggal 19 Desember 2017 26 Doyle Paul Johnson, Op. Cit. 181
29
Solidaritas sesungguhnya mengarah pada keakraban atau kekompakan dalam
kelompok. Durkheim27 membagi kelompok solidaritas menjadi dua bagian, yang
pertama solidaritas mekanis dan kedua solidaritas organis. Masyarakat yang ditandai
oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karna seluruh orang adalah generalis.
Ikatan masyarakat seperti ini terjadi karena mereka terlibat dan juga tipe pekerjaaan
yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang
ditandai oleh solidaritas organis, bertahan bersama justru karena adanya perbedaan
yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang, memiliki pekerjaan dan
tanggung jawab yang berbeda-beda.
Tabel 1.3:
Perbandingan Solidaritas Sosial Dukheim
Solidaritas Volume Kekuatan Kejelasan Isi
Mekanis Seluruh
Masyarakat
Tinggi Tinggi Agama
Organis Sebagaian
Kelompok
Rendah Rendah Individualisme
Moral
Sumber: George Ritzer, Douglas. J Goodman, 2004, hlm. 92
Di dalam masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanis, kesadaran kolektif
melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya; dia sangat diyakini, sangat
rigid; dan isinya sangat bersifat religius. Sementara dalam masyarakat yang memiliki
solidaritas organis, kesadaran kolektif dibatasi pada bagian kelompok; tidak dirasakan
27 George Ritzer, Douglas. J Goodman, Teori Sosiologi, terj. Nurhadi, (Bantul: Kreasi Wacana, 2004),
hlm. 90
30
terlalu mengikat; kurang rigid dan isinya adalah kepentingan individu yang lebih tinggi
dari pada pedoman moral.28
Solidaritas anggota yang ada di komunitas Bekasi Berkebun bisa di golongkan
sebagai solidaritas organis. Solidaritas organis merupakan perkembangan dari
masyarakat dengan solidaritas mekanis, telah mempunyai pembagian kerja yang di
tandai derajat spesialisasi tertentu.29 Pada komunitas Bekasi Berkebun pembagian kerja
dengan spesialisasi tertentu bisa dilihat dari divisi-divisi yang ada di komunitas yang
diantaranya humas, edukasi, ekologi, dan ekonomi yang dimana masing-masing divisi
tersebut dijalankan anggota sesuai kemampuan masing-masing anggota. Setiap
individu pada solidaritas organis berperan sebagaimana organ yang mempunyai peran
dan fungsi masing-masing yang saling bergantung dan tidak dapat diambil alih oleh
organ lainnya.
Solidaritas organis merupakan sebuah ikatan bersama yang dibangun atas dasar
perbedaan, mereka justru dapat bertahan karna perbedaan yang ada didalamnya karena
pada kenyataannya setiap orang memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-
beda. Karena suatu perbedaan inilah yang menjadikan setiap segmen merasa saling
ketergantungan. Perbedaan tersebut saling berinteraksi dan menjadikan masing-masing
28 Ibid, hlm. 92 29 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2006), hlm. 35
31
anggota tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri kecuali ditandai dengan
ketergantungan dari pihak lain.30
Di dalam komunitas Bekasi Berkebun perbedaan antar menjadi menjadi upaya
dalam meningkatkan kefektifitasan program-program yang di usung oleh komunitas,
anggota-anggota yang memiliki solidaritas di komunitas dipersatukan oleh perbedaan
tugas dan tanggung jawab di dalam komunitas dalam pencapaian visi dan misi yang
merupakan tujuan dan cita-cita dari komunitas.
1.7 Hubungan Antar Konsep
Berkaitan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, maka terlebih dahulu
peneliti akan menghubungkan beberapa konsep yang di pakai dalam penelitian yang
berkaitan dengan ruang lingkup permasalahan yang sudah di tentukan:
30 George Ritzer, Teori Sosiologi, terj. Saut Pasaribu, dkk, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm.
145
32
Skema 1.1:
Hubungan Antar Konsep
Sumber: Analisis Peneliti, 2018
Komunitas merupakan salah satu bentuk kelompok dalam masyarakat.
Komunitas dianggap sebagai salah satu tipe atau karakteristik khusus dari interaksi
sosial yang bakal membentuk sistem sosial dalam masyarakat. Dalam sebuah
komuniitas merupakan sekumpulan individu yang memiliki minat yang sama yang
tentu didalamnya terdapat interaksi yang dimana interaksi tersebut membantu
berjalannya komunitas dalam mencapai visi misi yang merupakan tujuan komunitas.
Interaksi sosial merupakan konsep yang di pakai untuk melihat pola interaksi yang
terjalin pada setiap anggota di komunitas Bekasi Berkebun.
Komunitas
InteraksiSosial
Solidaritas
33
Interaksi sosial anggota di komunitas Bekasi Berkebun yang terjalin terus
menerus dapat mendorong anggota di komunitas membentuk tindakan solidaritas.
Solidaritas sesungguhnya mengarah pada keakraban atau kekompakan dalam
kelompok.
Dalam perspektif sosiologi, keakraban hubungan antara kelompok masyarakat
tidak hanya merupakan alat untuk mencapai atau mewujudkan cita-citanya. Akan tetapi
keakraban hubungan sosial tersebut merupakan salah satu tujuan utama dari kehidupan
kelompok masyarakat yang ada. Solidaritas di komunitas di tandai dari kesediaan dan
kesiapan anggota untuk terlibat langsung dalam kepengurusan organisasi di komunitas
Bekasi Berkebun untuk menjadikan komunitas lebih berkembang. Dengan adanya
solidaritas yang dimiliki anggota komunitas, hal tersebut dapat membuat komunitas
menjadi lebih dinamis dan berkembang untuk mencapai tujuan dari komunitas tersebut.
1.8 Metodologi Penelitian
1.8.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dan
jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dimana
penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata dan penjelasan dengan di
analisis secara deskriptif secara sistematis dan faktual dilapangan. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berusaha membangun sebuah realitas sosial, dimana peneliti
memfokuskan diri untuk melihat interaksi maupun proses yang terjadi pada fenomena
maupun objek yang diteliti. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deksriptif,
34
gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antar fenomena yang dimiliki.31 Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif berbentuk studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus
merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat
suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Pendekatan
kualitatif yang dimaksud mengacu kepada prosedur penelitian yang menghasilkan
data-data deskriptif.
Dilihat dari tujuan penelitian fokus penelitian ini adalah mengamati dan
memperoleh gambaran bagaimana pola interaksi sosial anggota yang terjalin pada
komunitas Bekasi Berkebun dalam membangun solidaritas anggota. Selain itu,
penelitian ini bertujuan untuk melihat apa saja faktor pendorong dan penghambat
proses interaksi sosial anggota di kounitas Bekasi Berkebun. Dengan pendekatan
tersebut diharapkan dapat diperoleh pemahaman dan penafsiran yang mendalam
mengenai makna, kenyataan, dan fakta yang relevan.
1.8.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah anggota pengurus organisasi di
dalam komunitas Bekasi Berkebun. Peneliti akan mewawancarai aktor pendiri, ketua,
dan pengurus lainnya dari komunitas Bekasi Berkebun. Peneliti akan melihat
bagaimana pola interaksi sosial anggota di Bekasi Berkebun dan juga melihat
31 Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), Hlm. 49.
35
bagaimana hambatan atau dorongan anggota di komunitas Bekasi Berkebun dalam
melakukan interaksi sosial.
Tabel 1.4:
Data Informan
No Nama Informan Peran dalam Penelitian
1 Chaerul Rasyid Pendiri awal terbentukya Bekasi
Berkebun
2 Annisa Paramitha Kepala divisi edukasi yang
merangkap sebagai ketua komunitas
3 Chairul Ruskandi Kepala divisi ekologi
4 Dian Apriani Kepala divisi ekonomi
5 Aditya Septian Humas
6 Kurnia Anggota (dari divisi ekologi)
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2018
1.8.3 Peran Peneliti
Peneliti dalam penelitian bertindak sebagai pengumpul data dan sebagai
instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan. Oleh karena itu,
peran peneliti secara langsung sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus
yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan
atau sumber data lainnya di sini mutlak diperlukan.
36
1.8.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini pada substansinya tidak hanya dilakukan di satu tempat. Hal
tersebut dikarenakan penelitian ini melibatkan beberapa informan yang tempatnya
berbeda untuk melakukan wawancara langsung. Selain itu juga disebabkan karena para
informan tersebut merupakan kunci untuk mendapatkan data yang diperlukan untuk
penelitian ini. Walaupun demikian, penelitian ini dominan dilakukan di tempat
Komunitas atau markas dimana Bekasi Berkebun sering Berkumpul, yaitu di kebun
komunitas di perumahan Vida Bekasi Timur. Sedangkan untuk waktu penelitian,
peneliti melakukan wawancara dengan Pendiri, Ketua, Anggota dan Pembina
Komunitas Bekasi Berkebun ini pada bulan Maret hingga Oktober 2017.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelusuran dalam mendapatkan data dan informasi di komunitas Bekasi
Berkebun di lakukan dengan beberapa teknik. Yang pertama melakukan teknik
observasi situational analysis untuk memperoleh gambaran umum komunitas Bekasi
Berkebun. Situational analysis merupakan teknik observasi dimana penelitian terhadap
suatu peristiwa dengan melibatkan tokoh-tokoh kunci dalam peristiwa itu.32 Tokoh
kunci yang peneliti observasi yang juga sebagai informan kunci adalah pendiri
komunitas dan ketua komunitas dari komunitas Bekasi Berkebun.
32 Prasetya Irwan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Depok : Departemen
Ilmu Administrasi FISIP UI, 2007, Hlm. 54
37
Teknik observasi lain yaitu observational case studies juga peneliti lakukan
untuk mendapatkan data mengenai pola interaksi sosial anggota di komunitas Bekasi
Berkebun. Observational case studies adalah metode penelitian yang terfokus pada
sekelompok orang (pendiri dan anggota yang merupakan pengurus organisasi di
komunitas).33
Teknik wawancara juga peneliti gunakan untuk mendapatkan data primer
mengenai proses interaksi sosial anggota di komunitas Bekasi Berkebun. Wawancara
dilakukan secara mendalam kepada para informan kunci dan informan baik dengan
wawancara terstruktur maupun wawancara tidak terstruktur. Peneliti memberikan
sejumlah pertanyaan baku yang sudah dirancang sebelumnya. Wawancara tidak
terstruktur peneliti lakukan dengan para anggota peneliti dan publikasi untuk
mendapatkan data untuk mendapatkan informasi mengenai kegiatan mereka di
komunitas.
Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen. Peneliti mengambil segala macam bentuk data
pendukung penelitian berupa gambar, artikel, dan laporan kinerja komunitas. Hal ini
dilakukan untuk dijadikan data pendukung laporan penelitian selain hasil hasil
wawancara dengan anggota komunitas Bekasi Berkebun.
33 Ibid., hlm. 54.
38
1.8.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses menata, menstrukturkan, dan memaknai data
yang tidak beraturan.34 Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder
dianalisis kemudian disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu menjelaskan,
menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan judul yang diteliti. Analisis data
kualitatif berkaitan dengan reduksi data, yaitu memilah-milah data yang tidak beraturan
menjadi potongan-potongan yang lebih teratur dengan mengoding. Selain itu juga
butuh interpretasi untuk mendapatkan makna dan pemahaman terhadap kata-kata dan
tindakan para partisipan riset atau informan, dengan memunculkan konsep dan teori
yang menjelaskan temuan data. Berikut adalah proses analisis data yang peneliti
lakukan:
a) Pengumpulan data
Peneliti mencatat semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan
hasil observasi dan wawancara di lapangan. Data yang dikumpulkan oleh peneliti
yaitu berupa hasil wawancara dengan pendiri, ketua, dan anggota Komunitas
Bekasi Berkebun yang merupakan pengurus organisasi di komunitas. Selain itu
juga peneliti mengambil dokumentasi berupa foto kegiatan Komunitas Bekasi
Berkebun.
34 Christine Daymon dan Immy Holloway, Metode-metode Riset Kualitatif: dalam Public Relations
dan Marketing Communications, (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka, 2002), Hlm. 368.
39
b) Reduksi Data
Reduksi data yaitu memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus
peneliti. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasikan data-data
yang direduksi. Memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil
pengamatan dan mempermudah peneliti untuk mencari sewaktu-waktu
diperlukan. Sehingga akan terlihat data-data yang merupakan fokus penelitian
peneliti.
c) Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk grafis sehingga peneliti dapat
menguasai data yang didapat.
d) Pengambilan simpulan atau verifikasi
Peneliti berusaha mencari pola model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal
yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya, jadi dari data tersebut peneliti
mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan keputusan
didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan jawaban atas
masalah yang diangkat dalam penelitian.
40
1.9 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: Pada Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang permasalahan
serta rumusan masalah yang peneliti ambil dalam penelitian ini. Lalu, peneliti juga
menyebutkan tujuan dan manfaat dari penelitian ini secara teoritis maupun praktis.
Sedangkan untuk menginterpretasikan secara sosiologis fenomena yang sedang diteliti,
peneliti menggunakan dan menguraikan kerangka konseptual sebagai pisau analisis
peneliti yang akan digunakan. Setelah itu, peneliti menjabarkan metodologi yang
digunakan serta teknik pengumpulan dan teknik analisis data.
Bab II Profil Komunitas Bekasi Berkebun dan Deskripsi Informan: Bab ini akan
mengulas profil Komunitas Bekasi Berkebun secara umum yang meliputi sejarah
berdirinya serta gambaran komunitas, jangkauan komunitas, target Audiense
komunitas Bekasi Berkebun, rekruitmen anggota, struktur organisasi, serta tujuan dan
kegiatan Bekasi Berkebun dalam mengatasi isu lingkungan yang dihadapinya, dan
deskripsi informan yang ikut andil dalam pengumpulan data penelitian.
Bab III Interaksi Sosial Anggota dalam Membentuk Solidaritas di Komunitas: Di
bab ini berisikan analisis data-data yang diperoleh selama berlangsungnya penelitian.
Dalam hal ini peneliti menganalisis komunitas Bekasi Berkebun yang memfokuskan
pada pola interaksi sosial anggota dalam membentuk solidaritas di komunitas. Dalam
mengkajinya disini peneliti menggunakan konsep komunitas, interaksi sosial dan
solidaritas. Pada penekanan interaksi sosial disini peneliti menggunakan konsep proses
interaksi sosial John Lewis Gillin dan John Phiillip Gillin. Pertama dimulai dari
41
menjabarkan interaksi sosial anggota dalam membentuk solidaritas di komunitas, lalu
melihat proses adaptasi kepengurusan dalam interaksi sosial anggota melalui proses
kaderisasi, dan yang terakhir merefleksikan pendidikan atas pola interaksi sosial
anggota di komunitas Bekasi Berkebun.
Bab IV Analisis Pola Interaksi Sosial dalam Membentuk Solidaritas di
Komunitas:
Di bab ini berisikan analisis data-data yang diperoleh selama berlangsungnya
penelitian. Dalam mengkajinya disini peneliti menggunakan konsep komunitas,
interaksi sosial dan solidaritas. Pertama dimulai dari menjabarkan interaksi sosial
anggota dalam membentuk solidaritas di komunitas, lalu melihat proses adaptasi
kepengurusan dalam interaksi sosial anggota melalui proses kaderisasi, dan yang
terakhir merefleksikan pendidikan atas pola interaksi sosial anggota di komunitas
Bekasi Berkebun.
Bab V Penutup: Bab terakhir dari penelitian ini akan berisikan kesimpulan yang
merupakan resume jawaban atas pertanyaan penelitian dan saran-saran yang diperoleh
dari hasil penelitian. Kesimpulan tersebut dipadukan antara temuan lapangan dengan
hasil analisis menggunakan kerangka berpikir sosiologi. Dengan demikian penelitian
kesimpulan penelitian diakhiri dengan satu interpretasi yang jelas terhadap pendekatan
interaksi sosial dalam mengkaji Bekasi Berkebun. Serta disisipkan suatu saran atas
hasil temuan yang dipadukan dengan hasil analisis.