bab i pendahuluan
DESCRIPTION
LATAR BELAKANGTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang terjadi karena
berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak, penyebab terjadinya stroke
karena sumbatan penyempitan dan pecahnya pembuluh darah. Stroke merupakan
urutan ke dua penyakit mematikan setelah penyakit jantung. Serangan stroke lebih
banyak dipicu karena hipertensi yang disebut sebagai silent killer, diabetes
melitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke otak (Pudiastuti, 2011).
Angka kejadian stroke di dunia kira – kira 200 per 100.000 penduduk
dalam setahun. Pada saat ini terjadi perubahan bahwa stroke bukan hanya
menyerang usia tua tapi juga menyerang pada usia muda yang masih produktif.
Stroke tidak lagi diderita masyarakat kota yang berkecukupan tapi juga warga
yang sosial ekonominya rendah. Di indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena serangan stroke dan sekitar 25 % atau 125.000 orang
meninggal, sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan bisa menjadi cacat
berat (Pudiastuti, 2011).
Di Indonesia stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian
di rumah sakit. Stroke sebenarnya dapat dicegah dengan perilaku hidup sehat
contohnya berolahraga secara teratur, hindari minuman beralkohol, jangan
mengkonsumsi makanan yang berkolesterol tinggi, tidak merokok. Kesibukan
yang padat bisa berakibat terjadinya stress, maka perlu relaksasi. Pengobatan
stoke sangat kompleks, memerlukan waktu yang lama, biaya tidak sedikit, perlu
1
2
dukungan dari keluarga. 500.000 penduduk terkena stroke, 1/3 dapat pulih
kembali, 1/3 terjadi gangguan fungsional ringan sampai sedang dan 1/3 lainnya
mengalami gangguan fungsional berat (Pudiastuti, 2011).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian. Stroke
hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler (Suriadi, 2008 dalam Martini, 2012). Stroke atau cedera serebrovaskuler
adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke
bagian otak (Smeltzer,2002 dalam Martini, 2012).
Pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi, pasien hanya berbaring
saja tanpa mampu untuk mengubah posisi karena keterbatasan tersebut. Tindakan
pencegahan dekubitus harus dilakukan sedini mungkin dan terus menerus, sebab
pada pasien stroke dengan gangguan mobilisasi yang mengalami tirah baring di
tempat tidur dalam waktu yang cukup lama tanpa mampu untuk merubah posisi
akan berisiko tinggi terjadinya luka tekan (dekubitus). Gangguan mobilitas adalah
faktor yang paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
Pemberian posisi yang benar sangatlah penting dengan sasaran utama
pemeliharaan integritas kulit yang dapat mengurangi tekanan, membantu
kesejajaran tubuh yang baik, dan mencegah neuropati kompresif.
Penatalaksanaan pemberian posisi salah satunya adalah dengan perubahan
posisi lateral kanan, supinasi, kemudian lateral kiri. Ketika menggunakan
3
posisi lateral saja masih dimungkinkan terjadinya tekanan secara langsung
pada daerah-daerah tekanan, seperti: telinga, humerus bagian atas, siku,
trokanter mayor, paha, tungkai bawah, maleolus lateralis dan maleolus
medialis, serta tumit.
Salah satu aspek pelayanan keperawatan adalah mempertahankan
integritas kulit pasien tirah baring agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi
dalam perawatan kulit menjadi salah satu indikator kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan. Perawat dengan teratur mengobservasi kerusakan
atau gangguan integritas kulit pada pasien. Kerusakan integritas kulit dapat
berasal dari luka karena trauma atau pembedahan, namun dapat juga disebabkan
karena adanya tekanan pada kulit dalam waktu yang lama yang menyebabkan
iritasi dan menyebabkan luka tekan atau dekubitus (Potter & Perry, 2006 dalam
Tambun, 2014).
Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dekubitus,
berdasarkan panduan praktik klinik yang dikeluarkan oleh America Health of
Care Plan Resources (AHCPR), intervensi keperawatan yang digunakan untuk
mencegah terjadinya dekubitus terdiri dari tiga kategori yaitu perawatan kulit dan
penanganan dini meliputi mengkaji risiko klien terkena dekubitus, perbaikan
keadaan umum penderita, pemeliharaan, perawatan kulit yang baik, pencegahan
terjadinya luka dengan berbaring yang berubah-ubah dan massase tubuh.
Intervensi kedua yaitu penggunaan berbagai papan, matras atau alas tempat tidur
yang baik. Intervensi yang ketiga yaitu edukasi pada klien dan support system
(Sumardino, 2007 dalam Martini, 2012).
4
Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi
ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan
eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisor Panel
1989a, 1989b dalam Potter & Perry, 2006 dalam Tambun, 2014). Dekubitus
terjadi pada pasien immobilisasi/bedrest dalam waktu lama sehingga terjadi
penekanan terus menerus terhadap jaringan kulit dibawahnya sehingga terjadi
luka. Tempat yang paling sering terjadi dekubitus, yaitu sakrum, tumit, siku,
maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberositis iskial (Potter & Perry, 2006
dalam Tambun, 2014).
Menurut Potter (2005) yang mengutip pendapat Hoff (1989) dalam
Simanjuntak, 2013 menyatakan pencegahan dekubitus merupakan prioritas utama
dalam perawatan klien. Dekubitus merupakan masalah akut yang terus menerus
terjadi pada situasi perawatan pemulihan. Salah satu aspek utama dalam
pemberian asuhan keperawatan adalah mempertahankan integritas kulit.
Intervensi perawatan terencana dan konsisten merupakan intervensi penting untuk
menjamin perawatan yang berkualitas tinggi (Agoes, 2008 dalam Simanjuntak,
2013).
Beberapa penelitian tentang intervensi keperawatan untuk mencegah
terjadinya luka dekubitus terdiri dari pengaturan posisi baring (mobilisasi),
massase kulit, yang dapat mereduksi penekanan jaringan dan dapat menjadi
tindakan yang efektif untuk mencegah terjadinya luka dekubitus. Intervensi
dengan melakukan masase kulit pada bagian tubuh tertentu sebagai tambahan dari
jadwal perubahan posisi yang rutin serta intervensi perubahan posisi secara
berkala setiap 2 jam (Noviestari, 2005 dalam Simanjuntak, 2013).
5
Merubah posisi dapat melancarkan peredaran darah serta memperbaiki
pengaturan metabolisme tubuh mengembalikan kerja fisiologi organ - organ vital
dan mempercepat penyembuhan luka yang terjadi dan lebih lanjut perubahan
posisi juga memungkinkan kulit yang tertekan terekspose udara, sehingga
kelembaban, temperature, dan pH kulit (microclimate condition) bisa
dipertahankan dalam kondisi yang optimal (Kusmawan, 2008 dalam Simanjuntak,
2013). Massase kulit dapat menghancurkan myogelosis atau timbunan dari sisa-
sisa pembakaran yang terdapat pada otot dan menyebabkan pengerasan serabut
otot, serta memperlancar sirkulasi darah, dan merawat kelembaban kulit
(Wijanarko, 2010 dalam Simanjuntak, 2013).
Insiden dan prevalensi terjadinya luka dekubitus di Amerika Serikat cukup
tinggi, 5 – 11 % terjadi di tatanan perawatan akut (acute care), 15 – 25 % di
tatanan perawatan jangka panjang (longterm care), dan 7 – 12 % di tatanan
perawatan rumah (home health care) (Mukti, 2005 dalam Fitriyani 2010).
Prevalensi luka dekubitus bervariasi, dilaporkan bahwa 5-10% terjadi ditatanan
perawatan akut/acute care, 15 - 25% ditatanan perawatan jangka panjang, 7 - 12%
ditatanan perawatan rumah/ home health care serta 8 - 40% di ICU karena
penurunan imunitas tubuh (Enie, 2005 dalam Simanjuntak, 2013).
Prevalensi berdasarkan NPUAP akan insiden dekubitus
meningkat setiap tahunnya pada tahun 1993-2006 dari 2,3%
menjadi 23,9% di panti jompo, 0,4% sampai 38% di rumah sakit,
0% sampai 17% perawatan di rumah, 0% sampai 6% di
perawatan rehabilitasi. Estimasi menunjukkan bahwa 1 sampai 3
juta orang menderita dekubitus di United States. Prevalensi
6
dekubitus di Amerika Serikat tersebar luas di semua perawatan
dengan perkiraan 10% sampai 18% dalam perawatan akut, 2,3 %
menjadi 28% dalam perawatan jangka panjang, dan 0% sampai
29% dalam perawatan di rumah (Decubitus Ulcer Help and Info,
2013). Berdasarkan suatu studi, insiden dekubitus di Study
International sebanyak 1,9%- 63,6%, ASEAN (Jepang, Korea, Cina)
2,1%-18%, di Indonesia cukup tinggi yaitu 33,3% (Suriadi, 2007
dalam Tambun, 2014).
Hasil penelitian menunjukan insidens dekubitus Indonesia sebesar 33,3%
(Suriady, 2006) angka ini sangat tinggi bila dibandingkan dengan insiden
dekubitus di ASEAN yang hanya berkisar 21-31,3% (Sugama 1992; Seonggsok
2004; Kwong 2005 dalam Simanjuntak, 2013).
Pada penelitian Suheri (2009) dalam Tambun, 2014 pada pasien bedrest
menyatakan 45 orang pasien bedrest yang dirawat di RS. Haji. Adam Malik
Medan sebanyak 88,8% mengalami luka dekubitus derajat I pada hari kelima
perawatan dengan diagnosa paling banyak adalah pasien stroke sebanyak 33,3%,
head injury 11,1%, fraktur 15,6%, sisanya adalah pasien bedrest dengan
perawatan jangka panjang (Suheri,2009 dalam Tambun, 2014). Angka kejadian
dekubitus dari survei awal yang dilakukan oleh peneliti di RSU dr. Pirngadi,
yaitu pada tahun2012 sebanyak 17 orang dan pada Januari 2013 sampai Mei
2013 sebanyak 9 orang (Tambun, 2014).
Setelah melakukan survei awal di RSUD. Deli Serdang Lubuk Pakam,
jumlah keseluruhan pasien stroke yang bedrest total di tahun 2015 mulai dari
januari – mei berjumlah 104 orang. Dari data 104 orang ini didapatkan melalui
7
rekam medik yang gabungan dari 3 ruangan yakni ruangan ICU ada 39 orang,
ruangan akasia berjumlah 35 orang, dan di ruangan melur ada 30 orang. Jadi
angka kejadian dekubitus dari survei awal yang dilakukan di RSUD. Deli
Serdang Lubuk pakam pada tahun 2013 sebanyak 15 orang, di tahun 2014
sebanyak 10 orang sedangkan di tahun 2015 ini mulai januari – mei sebanyak 8
orang.
Selama penyembuhan dekubitus, perawat harus
melakukan suatu tindakan yang tepat. Dimana tindakan
merupakan seseorang yang mengetahui objek kesehatan,
kemudian mengadakan penilaian, proses selanjutnya
mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya
(Notoatmodjo, 2010 dalam Tambun, 2014).
Tindakan itu dimulai dari pengkajian, dimana pengkajian
dekubitus tidak terbatas pada kulit karena dekubitus
mempunyai banyak faktor penyebab. Kulit pasien harus dijaga
agar tetap bersih dan kering, masase dengan tekanan lembut
pada kulit yang sehat dan mempertahankan nutrisi yang
adekuat. Mengubah posisi dan membalik tubuh secara teratur
harus diikuti dengan meminimalkan tekanan dan mencegah
kerusakan kulit (Potter & Perry, 2006 dalam Tambun, 2014).
Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
sangat menentukan dalam mengurangi dekubitus yang terjadi
dengan memberikan asuhan keperawatan dalam perawatan
dekubitus. Berdasarkan data dan uraian diatas maka peneliti
8
tertarik untuk melakukan penelitian dengan penerapan
intervensi keperawatan merubah posisi dan massase kulit dalam
upaya mencegah terjadinya luka dekubitus dan mengidentifikasi
sejauh mana pengaruh dari intervensi keperawatan tersebut
pada pasien stroke yang dirawat di RSUD. Deli Serdang Lubuk
Pakam Tahun 2015.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka muncul permasalahan yang dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah ada Pengaruh dari Mobilisasi Dan Masase kulit
Pada Pasien Stroke Dalam Upaya Mencegah Terjadinya Luka Dekubitus?“
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi
tindakan perawatan dekubitus dalam persiapan pasien, menjaga
kebersihan, menjaga kelembaban, menjaga tekanan, pengkajian
dan komunikasi yang dilakukan oleh perawat.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengaruh antara perubahan posisi dan masase kulit
terhadap terjadinya luka dekubitus
9
b. Mengetahui apakah schedule pelaksanaan perubahan posisi dengan
alih baring biasa dan masase tepat dilakukan tiap 4 jam dan tiap 8 jam
pada malam hari selama 7 hari.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Instansi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi bagi
rumah sakit dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan upaya pencegahan
dekubitus. Aplikasi implementasi keperawatan diharapkan benar-benar
dilaksanakan.
1.4.2. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
bagi perawat tentang upaya pencegahan dekubitus dengan pemberian perubahan
posisi dan masase kulit pada pasien dengan gangguan mobilitas, yang dapat
membantu dalam mempercepat proses penyembuhan serta biaya perawatan
berkurang.
1.4.3. Bagi Pasien dan Keluarga
Untuk menambah pengetahuan dan manfaat bagi pasien dan keluarga,
apabila menemui kasus dengan gangguan mobilitas dapat diterapkan dalam upaya
pencegahan dekubitus.
1.4.4. Bagi Instansi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan sebagai acuan penelitian
lebih lanjut tentang upaya pencegahan dekubitus.
1.4.5. Bagi Peneliti
10
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
pengalaman bagi peneliti dalam menyusun proposal.