bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.ums.ac.id/63013/3/bab 1.pdfupah minimum yang berlandaskan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam situasi perburuhan yang sifat dan dinamikanya semakin
kompleks, upah masih tetap menjadi persoalan utama di negara
berkembang seperti Indonesia. Keadaan pasar kerja yang dualistik dengan
kelebihan penawaran tenaga kerja dan mutu angkatan kerja yang rendah di
satu sisi menyebabkan upah menjadi issue central dalam bidang
ketenagakerjaan. Kebijakan pengupahan yang ada masih bertumpu pada
upah minimum yang berlandaskan pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
buruh/pekerja lajang dengan masa kerja di bawah satu tahun. Belum
mencangkup mereka yang sudah bekerja di atas 1 (satu) tahun dan
berkeluarga. Perundingan kolektif sebagai alat perjuangan SB/SP untuk
meningkatkan upah dan kesejahteraan buruh, perannya masih sangat
terbatas, bahkan cenderung menurun kuantitas dan kualitasnya (ILO, 2012)
Upah adalah imbalan yang diterima pekerja atas jasa kerja yang
diberikannya dalam proses memproduksikan barang ataujasa di perusahaan.
Perusahaan, pemerintah dan pekerja memiliki kepentingan berbeda terhadap
upah. Pekerja memiliki kepentingan terhadap upah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, sedangkan perusahaan berusaha melakukan efisiensi
biaya agar dapat memaksimumkan laba. Kepentingan yang berbeda antara
perusahaan dengan pekerja mengenai upah menyebabkan adanya
permasalahan antara perusahaan dengan pekerja mengenai upah yang
2
sepantasnya diperoleh. Pemerintah sebagai pihak yang menetapkan
kebijakan pengupahan diharapkan mampu memberikan keadilan bagi
perusahaan dan tenaga kerja dalam menetapkan upah. Tujuan pemerintah
dalam menetapkan kebijakan pengupahan adalah untuk tetap dapat menjamin
standar kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya, meningkatkan
produktivitas dan meningkatkan daya beli masyarakat (Kertiasih, 2017)
Dalam pengupahan dikenal istilah upah minimum, yaitu standar minimum
yang digunakan oleh pengusaha atau pelaku industri untuk mmemberikan upah
kepada pekerja di dalam lingkungan usaha atau kerjanya. Karena pemenuhan
kebutuhan yang layak di setiap provinsi berbeda-beda, maka disebut Upah
Minimum Provinsi atau Upah Minimum Regional (Bambang, 2013:237). Di
Indonesia, masing-masing Provinsi menetapkan upah minimum yang
berbeda-beda. Namun dalam penentuannya, Upah Minimum Provinsi (UMP)
harus di atas nilai rata-rata UMP Nasional. Upah Minimum Provinsi juga
merupakan acuan atau tolak ukur bagi daerah yang cenderung menggunakan
Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dalam sistem pengupahan terhadap
tenaga kerja. Hendaknya besaran UMP tidak boleh melebihi besaran Upah
Minimum Kabupaten/kota (UMK).
Dalam penetapan upah minimum masih terjadi perbedaan yang didasarkan
pada tingkat kemampuan, sifat, dan jenis pekerjaan di tiap-tiap perusahaan
yang kondisinya berbeda-beda, yang masing-masing wilayah/daerah yang tidak
sama. Oleh karena itu, upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi
atau kabupaten/kota. Kebijkan ini selangkah lebih maju dari sebelumnya yang
3
ditetapkan berdasarkan sub-sektoral, sektoral, sub-regional, dan regional
(Bambang, 2013:232). Upah minimum tersebut ditetapkan oleh Gubernur
untuk wilayah provinsi, oleh Bupati/Walikota untuk wilayah Kabupaten/Kota,
dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi atau
Kabupaten/Kota. Dalam hal ini pengusaha dilarang membayar upah pekerja
lebih rendah daripada upah minimum yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap
wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Dengan adanya sistem penetapan upah
minimum berdasarkan wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dan sektor
Provinsi atau Kabupaten/Kota, berarti masih belum ada keseragaman upah di
semua perusahaan dan Kabupaten/Kota. Belum ada keseragaman upah tersebut
karena masih didasarkan atas pertimbangan demi kelangsungan hidup
perusahaan dan pekerja yang bersangkutan. Apabila mengingat strategi
kebutuhan pokok terhadap pekerja yang berada pada sektor informal di daerah
perkotaaan yang pada umumnya masih mempunyai penghasilan dibawah taraf
hidup tertentu (Bambang, 2013:233).
Badan Pusat Statistik (2015) menyatakan bahwa perhitungan upah
minimum yang paling ideal adalah inflasi (IHK) ditambah dengan
pertumabuhan ekonomi (yang diukur dengan PDRB). Dengan basis
perhitungan tersebut, lembaga ini meyakini tingkat kesejahteraan buruh sudah
tercapai. Menurut (Murni dalam Kertiasih, 2017) indikator untuk menghitung
tingkat inflasi adalah indeks harga konsumen (consumers price index).
Indeks harga adalah rata-rata tertimbang dari harga-harga produk
berdasarkan uang yang berlaku di pasar. Indeks harga dapat juga diartikan
4
sebagai ukuran tingkat harga rata-rata barang dan jasa. Indeks harga
konsumen (consumers price index) adalah indeks harga yang mengukur
biaya sekelompok barang dan jasa di pasar. Sedangkan pertumbuhan
ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kapasitas produksi untuk
menghasilkan pertambahan output, yang umunya diukur menggunakan
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat daerah.
Sama seperti di Provinsi lain, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga
mengalami kenaikan jumlah Upah Minimum Regional (UMR) setiap tahunnya.
Hal ini tercermin dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS)
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perkembangan Kenaikan Upah
Minimum Regional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam 6 tahun
terakhir dapat dilihat dari Grafik 1.1.
Grafik1.1
Kenaikan Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Daerah Istimewa
Yoyakarta
Sumber : BPS Provinsi DIY (Data dioalah)
10,5% 6,1% 4,4%
19,6% 3,8%
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
2011 2012 2013 2014 2015 2016
5
Dari Grafik1.1 terlihat bahwa pada tahun 2011 besaran Upah Minimum
Regional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Rp 808.000. Kemudian
di tahun 2012, besaran Upah Minimum Regional Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah Rp 892.660. Mengalami kenaikan sebesar 10,5% dari tahun
sebelumnya. Pada tahun 2013, besaran Upah Minimum Regional Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Rp 947.000. Mengalami kenaikan sebesar
6,1% dari tahun sebelumnya. Di tahun 2014, Upah Minimum Regional
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan lagi sebesar 4,4%
yakni menjadi Rp988.500. Kemudian di tahun 2015, besaran Upah Minimum
Regional Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartaadalah Rp 1.182.500. Naik
sebesar 19,6% dari tahun sebelumnya. Tahun 2016, Upah Minimum Regional
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan lagi sebesar 3,8%
yakni menjadi Rp 1.227.290
Penetapan besarnya Upah Minimum Provinsi yang baru, juga
mengacu pada nilai tambah yang dihasilkan oleh pekerja. Teori upah
efisiensi menyebutkan, dengan penetapan upah minimum memungkinkan
tenaga kerja meningkatkan nutrisinya, sehingga dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitasnya. Peningkatan upah juga
memungkinkan buruh untuk memberi nutrisi yang baik untuk anaknya,
sehingga akan memberi dampak yang besar dalam peningkatan
produktivitasnya. Upah yang dibayarkan menurut teori ini jauh di atas
upah keseimbangan, sehingga produktivitas tenaga kerja meningkat, dan
jumlah output yang diproduksi akan meningkat. Jumlah tingkat output
6
yang diproduksi disebut dengan Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB). PDRB ini penting jika digunakan dalam penetapan nilai upah
minimum karena tingkat output yang diproduksi akan berpengaruh
terhadap laba yang dihasilkan. Jadi jika laba meningkat, maka tingkat upah
minimum selayaknya juga meningkat. (Nurtiyas, 2016). Hal tersebut dapat
dilihat dari Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 2011-2016
Tahun PDRB (Juta Rp) Laju Pertumbuhan (%)
2011 71.369.958 -
2012 77.247.861 8,24
2013 84.924.543 9,94
2014 92.829.330 9,31
2015 101.447.650 9,28
2016 110.098.340 8,53
Sumber: Badan Pusat StatistikProvinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Dari Tabel1.1 terlihat bahwa laju pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kenaikan. Laju
pertumbuhan PDRB di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartadari tahun 2011
sampai dengan tahun 2016 yaitu (8,24%), (9,94%), (9,31%), (9,28%),
(8,53%).PDRB digunakan sebagai indikator untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi karena (1) PDRB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh
seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian daerah, (2) PDRB dihitung
atas dasar konsep arus barang artinya perhitungan PDRB hanya
mencangkup nilai produk yang dihasilkan pada suatu periode tertentu, dan
7
(3) batas wilayah perhitungan PDRB adalah daerah atau perekonomian
domestik. (Adisasmita dalam Kertiasih, 2017).
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, penulis tertarik
untuk meneliti tentang faktor- faktor apa saja yang akan mempengaruhi
penetapan Upah Minimum Regional (UMR) dalam skripsi dengan judul
“ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENETAPAN UPAH MINIMUM REGIONAL (UMR) DI PROVINSI
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 1990-2016”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh Indeks Harga Konsumen (IHK) terhadap Upah
Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartapada
tahun 1990-2016?
2. Apakah ada pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terhadap
Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada tahun 1990-2016?
3. Apakah ada pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
terhadap Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 1990-2016?
4. Apakah ada pengaruh Investasi terhadap Upah Minimum Regional
(UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 1990-2016?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah, maka
dapat ditetapkan tujuan dari penelitian sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis Pengaruh Indeks Harga Konsumen (IHK) Terhadap
Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 1990-2016.
2. Untuk menganalisis Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap
Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Tahun 1990-2016.
3. Untuk menganalisis Pengaruh Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Terhadap Upah Minimum Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 1990-2016.
4. Untuk menganalisis Pengaruh Investasi Terhadap Upah Minimum
Regional (UMR) di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 1990-
2016.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat/ kontribusi kepada:
1. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam hal pengambilan
kebijakan terutama dalam Ketenagakerjaan dan upah minimum.
2. Bagi masyarakat, sebagai bahan referensi/ rujukan untuk penelitian yang
akan datang yang berkaitan dengan Ketenagakerjaan dan upah minimum.
9
E. Metode Penelitian
E.1 Alat dan Model Analisis
Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi
model berganda dengan Model Penyesuaian Parsial atau Partial Adjustment
Model (PAM). Dalam penelitian ini, penulis mereplikasi dari jurnal Rahmah
Merdekawaty, Dwi Ispriyanti dan Sugito (2016) dengan judul “Analisis Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhi Upah Minimum Kabupaten/Kota Di Provinsi
Jawa Tengah Menggunakan Spatial Autoregressive (SAR)”. Yang formulasi
model estimatornya adalah sebagai berikut:
Y= Wij + Xi1 + Xi2 +Xi3 +
Keterengan:
Y : Upah Minimum Kabupaten
Wij : nilai hubungan kedekatan antara kabupaten/kota yang ingin
diestimasi dengan kabupaten/kota yang bersinggungan sisi
Xi1 : Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kabupaten/kota
Xi2 : Indeks Harga Konsumen (IHK) kabupaten/kota
Xi3 : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten/kota
Penulis disini akan mengemukakan modifikasi model dari replikasi model
tersebut dengan pendekatan Model Penyesuaian Parsial atau Partial
Adjustment Model (PAM), yang formulasi model estimator yang digunakan
adalah sebagai berikut:
10
dimana:
Log = Logaritma
UMR = Upah Minimum Regional
IHK = Indeks Harga Konsumen
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
TPAK = Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
INV = Investasi
λ = (1-δ); 0 < λ < 1; δ = koefisien penyesuaian (adjustment)
= δβ0, Konstanta jangka pendek; β0 kostanta jangka panjang
= δβ0, Koefisien regresi IHK jangka pendek ; β1koefisien
regresi IHK jangka panjang
α2 = δβ2 , koefisien regresi PDRB jangka pendek ; β2
koefisien regresi PDRB jangka panjang
α3 = δβ3 , koefisien regresi TPAK jangka pendek ; β3
koefisien regresi TPAK jangka panjang
α4 = δβ4 , koefisien regresi Investasi jangka pendek ; β4
koefisien regresi Investasi jangka panjang
t = waktu
υt = δεt
E.2 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah time series yang meliputi
periode 1990 - 2016 di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Data diperoleh
dari berbagai sumber terbitan yang dipublikasikan oleh BPS dan Bappenas
yang meliputi variabel Upah Minimum Rrgional, Indeks Harga Konsumen ,
11
Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan
Investasi.
F. Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan pendahuluan yang mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
2. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan tinjauan umum mengenai teori-teori yang
digunakan sebagai literatur dan landasan berpikir yang
sesuai topik dari skripsi yang dapat membantu penelitian.
Dalam bab ini juga dijelaskan kerangka pemikiran atas
permasalahan yang diteliti.
3. BAB III: METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data, variabel penelitian, dan definisi
operasional, metode analisis data seta estimasi model
regresi dengan panel data.
12
4. BAB IV: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi mengenai gambaran umum penelitian dan
analisis data dan pembahasan dari hasil penelitian.
5. BAB V: PENUTUP
Bab ini menyajikan secara singkat kesimpulan dan saran
yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan.