bab i pendahuluan a. latar belakangabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0112007_bab1.pdf · a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan manusia telah mengalami berbagai peristiwa dari masa ke masa.
Peristiwa satu dengan yang lainnya akan berbeda baik dari segi waktu, tempat,
orang yang terlibat maupun bentuk peristiwa yang terjadi. Seluruh peristiwa yang
telah dilewati terangkum dalam sejarah hidup. Sejarah yang terjadi pada seseorang
akan berbeda dengan orang lainnya. Namun di satu sisi sejarah itu bisa sama karena
terjadi secara komunal misalnya sejarah suatu bangsa atau sejarah kebudayaan yang
dialami oleh masyarakat tertentu.
Kebudayaan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Indonesia
memiliki kekayaan kebudayaan yang melimpah ruah baik dalam wujud kebendaan
maupun non-kebendaan. Hasil kebudayaan ini banyak tersimpan di museum-
museum di Indonesia. Benda-benda bersejarah tersebut juga tersimpan di
perpustakaan dan penyimpanan arsip di daerah maupun pusat, sedangkan wujud
non-kebendaan biasanya berupa ide atau gagasan maupun tingkah laku yang sampai
sekarang masih banyak diaplikasikan dalam masyarakat.
Hasil kebudayaan berupa ide-ide atau gagasan masa lampau yang masih
dapat dipelajari salah satunya tersimpan dalam naskah. Naskah merupakan wujud
budaya yang menyimpan secara tertulis pondasi budaya itu sendiri, yaitu buah
pikiran manusia berupa ide/gagasan. Naskah merupakan hasil tulisan tangan
peninggalan nenek moyang dari masa lampau yang tertuang dalam media tulis.
2
Media tulis tersebut beragam, ada yang dari kertas, daun rontal, kulit kayu,
bambu, rotan, dan kulit binatang. Media tulis berupa kertas yang biasa digunakan
adalah kertas produk dalam negeri (dluwang). Sedangkan kertas luar negeri yang
biasa digunakan adalah kertas Eropa yang marak didatangkan pada abad ke-18 dan
19 sebagai pengganti dluwang (Hartini, 2012:11).
Pada masa lampau, sebelum Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional,
naskah ditulis dengan bahasa daerah. Robson (1994:2) mengatakan bahwa berbagai
daerah di Indonesia memiliki kesusastraan tertulis yang direkam dalam tulisan asli.
Adapun tradisi naskah ditulis menggunakan 1) tulisan Arab : Aceh, Minangkabau,
Melayu; 2) tulisan Jawa: Jawa, Sunda, Madura, Bali; 3) tulisan Sulawesi: Makasar,
Bugis, Flores; 4) tulisan Sumatera: Toba, Batak, Lampung. Perbedaan tulisan yang
digunakan dalam naskah berkaitan dengan sejarah budaya daerah setempat.
Naskah yang paling banyak jumlahnya adalah naskah Jawa. Hal ini
dikarenakan pusat aktivitas pada masa lampau berpusat di Jawa yang ditandai
dengan keberadaan kerajaan-kerajaan besar di Jawa. Saat ini, naskah-naskah
tersebut disimpan di tempat penyimpanan arsip, perpustakaan dan museum baik di
dalam maupun luar keraton. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan
bahwa masih ada naskah-naskah di luar tempat penyimpanan tersebut. Seperti
naskah yang ditemukan peneliti yaitu naskah yang tersimpan di tengah masyarakat.
Adapun naskah yang diteliti merupakan milik pribadi saudara Ari Mukti yang
beralamat di Jl. Sri Rejeki no.20, Munggut, Madiun, Jawa Timur, Indonesia. Ari
Mukti mengatakan bahwa naskah tersebut diperoleh dari Gladag. Meskipun asalnya
bukan dari lingkup keraton yang menjadi skreptorium utama pada masanya, namun
penjaringan dan penelitian naskah pribadi layak pula dilakukan sebagai salah satu
3
upaya penyelamatan naskah. Naskah tersebut berjudul Serat Panglipur Tis-Tis,
selanjutnya disingkat SPT. Judul SPT ini tidak tertera pada cover melainkan tertera
di dalam teks.
Gambar 1
Judul Naskah
Berbunyi : “Panglipur Tis-Tis. Kudhandhangan : nglipur tyas kang Tis-Tis/ mrih
jatmika linimput angarang/ sinêrat ingkang katêmbèn”
Terjemahan: “Penghibur Kesedihan. Kuinginkan : menghibur hati yang sedih/
agar menjadi sebuah karangan yang baik/ yang baru saja ditulis”
Secara harfiah Serat Panglipur Tis-Tis terdiri dari tiga kata yaitu: kata serat
berarti buku yang memuat cerita (karya sastra), panglipur dari kata lipur/imur
berarti penghibur, dan Tis-Tis: 1) adhêm; 2) sêpi, sirêp; 3) sêdhih, wêdi
(Poerwadarminta 1939:17-42). Jadi Serat Panglipur Tis-Tis memiliki arti karya
sastra penghibur kesedihan. Naskah SPT merupakan karya sastra yang berisi
tentang cuplikan sejarah di Surakarta sebagai penghibur kesedihan.
Naskah SPT berbentuk tembang atau puisi terdiri dari 8 pupuh, yaitu: 1)
Dhandhanggula, 2) Mijil, 3) Sinom, 4) Pangkur, 5) Kinanthi, 6) Pangkur, 7)
Maskumambang dan 8) Durma. Naskah ini berjumlah 35 halaman, setiap halaman
terdiri dari 24 baris teks, tertulis penuh dari awal sampai akhir halaman. Naskah ini
terdapat mantra, keterangan angka dan nomor I yang tertera pada cover.
4
Gambar 2
Keterangan Angka dan Nomor
Berbunyi : “salaradakatatadapasaga . 1952 .
kadadadamapala – lapalasapalaca
hasagamadanacahasagakagarasa
bapatsadangapata – .
hosi. no. I
Sadamadamasantatajana.”
Isinya : “keterangan yang memuat tentang angka : 1952 : dan nomor I
Naskah SPT tergolong sebagai naskah baru, yaitu sesuai dengan angka yang
tertera pada cover tahun 1952 melalui perkiraan cap kertas dan isi naskah. Selain
itu penggunaan tinta warna biru dan kertas bertuliskan “International Crediet-en
Handelvereeniging Rotterdam” yang merupakan nama bank swasta jaman Belanda
sekitar abad ke-18 dan 19. Menurut Edi Cahyono (dalam Nofiardi, 2013),
perkembangan industri di Indonesia setelah tahun 1870 berkembang pesat. Jaman
yang dikenal sebagai jaman liberal ini direspon sangat baik oleh kalangan swasta
Eropa. Beberapa perusahaan perdagangan swasta mengambil alih peran lembaga
keuangan Nederlandsche Handels Maaatschapij (NHM) pada tahun 1824. Selain
5
itu beroperasi bank-bank swasta, seperti Nederland Indisch Handelsbank (1863),
Rotterdamsche Bank (1863) dan International Crediet-en Handelvereeniging
Rotterdam (1863).
Naskah SPT juga terdapat mantra yang tertulis di dalam cover. Mantra
tersebut digunakan sebagai penolak bala atau sebagai perwujudan doa sebelum
penulisan naskah. Menurut Arif, mantra dalam naskah SPT ini modelnya seperti
mantra carakawalik/carakasungsang. Mantra tersebut dipercaya mampu meruwat
naskah dari keadaan yang tidak baik menjadi baik. Hal ini berkaitan erat dengan isi
naskah SPT yaitu berisi tentang kisah peperangan yang berarti dalam situasi buruk
agar menjadi situasi yang lebih baik (Arif, wawancara 24 Juni 2016).
Langkah awal penelitian filologi yaitu dengan cara mencari sumber data
berupa naskah. Peneliti melakukan penjaringan naskah yang tersimpan di
masyarakat dalam lingkup Surakarta, dalam penjaringan tersebut diperoleh naskah
SPT. Setelah itu dilakukan inventarisasi naskah dengan cara penelusuran judul
maupun isi naskah melalui berbagai katalog, yaitu:
1) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (Jennifer Lindstay, 1994).
2) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 3 A-B Fakultas
Sastra Universitas Indonesia (T.E. Behrend & Titik Pudjiastuti,
1998).
3) Katalog Javanese Literature in Surakarta Manuskripts Jilid I dan II
(Nancy K. Florida, 1994).
4) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum
Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990).
6
5) Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid II Keraton
Yogyakarta (T.E. Behrend,dkk 1994).
6) Description Catalogus of The Javanese Manuscripts and Printed
Book in The Main Libreries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-
Sutanto, 1983).
7) Daftar Naskah Perpustakaan Radya Pustaka Surakarta, Sasana Pustaka
Keraton Kasunanan Surakarta, Perpustakaan Reksa Pustaka
Mangkunegaran, Yayasan Sastra di Surakarta.
Berdasarkan hasil inventarisasi naskah dari berbagai katalog tersebut tidak
ditemukan naskah dengan judul maupun isi yang sama. Maka dapat disimpulkan
bahwa naskah SPT merupakan naskah tunggal. Hal ini cukup masuk akal mengingat
usia naskah yang tergolong masih muda yaitu sekitar tahun 1952 dan merupakan
naskah koleksi pribadi. Naskah dengan kondisi seperti ini sangat kecil
kemungkinannya mengalami tradisi salin-menyalin.
Lebih dalam lagi alasan penelitian ini adalah untuk menguak isi naskah SPT.
Maka dilakukan kajian pustaka terhadap penelitian-penelitian terdahulu sebagai
data pendukung. Dalam kajian pustaka ini terpilih beberapa bahan kajian yang
sesuai dengan isi naskah SPT yaitu mengenai cuplikan peristiwa sejarah dan
penghibur kesedihan (panglipur). Penelitian tersebut antara lain adalah sebagai
berikut.
1) Panglipur Wuyung: Lukisan Sosial Masyarakat Jawa Perkotaan
oleh Aloysius Indratmo, Makalah Seminar. Penelitian ini mengkaji
mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam novel-novel roman
panglipur wuyung. Isi yang disampaikan berupa ajaran moral bagi
7
masyarakat Jawa khususnya generasi muda. Fungsinya sebagai sarana
menolak budaya barat karena banyak generasi muda yang menerima
mentah-mentah unsur-unsur budaya asing. Motifnya “yang asing tidak
baik, yang tradisional baik”.
2) 30 Tahun Indonesia Merdeka (1945-1949) oleh Ginanjar Kartasasmita
dkk, 1985, Buku. Buku ini mencatat berbagai peristiwa-peristiwa penting
di Indonesia yang terjadi pada tahun antara 1945-1949. Peristiwa sejarah
tersebut dijelaskan secara runtut dan disertai ilustrasi gambar.
Penyelamatan maupun perbaikan naskah tidak hanya berlaku untuk naskah
yang sering mengalami kasus penyalinan atau yang jumlahnya jamak saja,
melainkan berlaku juga untuk naskah tunggal. Naskah yang tidak mempunyai
varian seringkali juga mengalami permasalah tatabahasa atau konteks cerita sebagai
akibat pergeseran pemahaman penyalin. Naskah SPT merupakan salah satu naskah
tunggal yang menjadi objek penelitian filologi. Naskah ini ditulis dengan aksara
Jawa carik, dan bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Baru dengan beberapa
kosakata Bahasa Indonesia. Naskah SPT dipilih sebagai objek kajian penelitian
karena 2 (dua) alasan yaitu segi filologis dan segi isi, dengan uraian sebagai berikut.
1. Segi Filologis
Secara filologis banyak ditemukan varian di dalam naskah SPT.
Varian-varian tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Lacuna: bagian yang terlampaui atau terlewatkan, baik huruf, suku
kata, kata, kelompok kata ataupun kalimat.
Terdapat lacuna suku kata pada pupuh Dhandhanggula
(1/10/8) “kèh janma tan kuwagang” jumlah guru wilangan (jumlah
8
suku kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya
bunyi vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-8 hanya (7a)
seharusnya (8a), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang
dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna.
Kata “tan” merupakan singkatan dari “datan” sehingga opsi yang
paling aman adalah menggantinya menjadi “kèh janma datan
kuwagang”.
Gambar 3
Varian Lacuna 1 (SPT:1)
Berbunyi : 10) “yakinira jaman anyar iki/ kabèh janma wis krasa ing driya/
kandhas ing sanobarine, tan pilih alit agung/ tuwa anom jalu
lan èstri/ sêngkut anambut karya/ tan olih pakewuh/ kèh janma
tan kuwagang/ naggulangi prang sabil ing lair batin/ rina
wêngi abranta//”
Artinya : “yakinilah jaman baru ini, semua manusia sudah merasakannya,
hancur dalam hatinya, tidak pilih kecil besar, tua muda laki-laki
dan perempuan, bekerja dengan keras, tanpa rasa sungkan,
banyak manusia yang tidak berdaya, menanggulangi perang
sabil lahir batin, siang malam susah/sedih.”
Terdapat lacuna suku kata pada pupuh Dhandhanggula
(1/23/4) “praja lor lan kidul” jumlah guru wilangan (jumlah suku
kata pada setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi
vokal dalam setiap akhir baris) pada baris ke-4 hanya (6u)
9
seharusnya (7u), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang
dicari pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna.
Kata “lan” merupakan singkatan dari “lawan” sehingga opsi yang
paling aman adalah menggantinya menjadi “praja lor lawan kidul”.
Gambar 4
Varian Lacuna 2 (SPT:5)
Berbunyi : 23. “….praja lor lan kidul/ karya Tis-Tis kaliwula alit/ denya
ngabdi wus lama/ tinilar akundur….”
Artinya : 23 “.…negara utara dan selatan, membuat sedih rakyat kecil,
olehnya mengabdi sudah lama, ditinggalkan pulang (meninggal)….”
b. Adisi: bagian yang kelebihan huruf, suku kata, kata, kelompok kata
ataupun kalimat.
Terdapat kata “kamangnungsanèki” (1/12/1), kata tersebut
kelebihan huruf seharusnya adalah “kamanungsanèki”.
Gambar 5
Varian Adisi 1 (SPT:3)
Berbunyi : “ilang sakèh kamangnungsanèki”
Terjemahan : “hilang sifat kemanusiaannya”
10
Terdapat adisi suku kata pada pupuh Mijil (2/2/5) “lir
sinanapon rêsik” jumlah guru wilangan (jumlah suku kata pada
setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal
dalam setiap akhir baris) pada baris ke-5 sebanyak (7i) seharusnya
(6i), sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari
pengganti kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata
“sinanapon” merupakan pengulangan kata dari “sinapon”
sehingga opsi yang paling aman adalah menggantinya menjadi “lir
sinapon rêsik”.
Gambar 6
Varian Adisi 2 (SPT:8)
Berbunyi : “…apa manèh kewan gung lan janmi/ lir sinanapon rêsik/
kabèh padha lampus//”
Artinya : “…apalagi hewan besar dan manusia, seperti tersapu bersih,
semuanya mati.”
Terdapat adisi suku kata pada pupuh Mijil (2/11/6) “bangsa
Landi kang kang wus” jumlah guru wilangan (jumlah suku kata pada
setiap baris) dan jatuhnya dhong-dhing (jatuhnya bunyi vokal dalam
setiap akhir baris) pada baris ke-6 sebanyak (7u) seharusnya (6u),
sehingga untuk menyesuaikan konvensi tembang dicari pengganti
kata yang sejajar atau tidak mempengaruhi makna. Kata “kang”
11
mengalami pengulangan kata sehingga dihilangkan salah satu
menjadi “bangsa Landi kang wus”.
Gambar 7
Varian Adisi 3 (SPT:9)
Berbunyi : “….ginêgêm prentahing/ bangsa Landi kang kang wus//”
Artinya : “….digenggam perintahnya, sebagaimana Bangsa Belanda
yang sebelumnya.”
c. Hypercorrect: kesalahan penulisan, maksudnya kesalahan penulisan
dilihat dari acuan ejaan yang baku.
Terdapat kesalah penulisan kata “bêbaya” (1/4/6), menurut
ejaan yang benar penulisan dwi purwa bila ditulis aksara seharusnya
“babaya”. Namun pengarang konsisten menuliskannya sesuai
pelafalan. Misalnya: pêpati, nênuwun, rarêmpon.
Gambar 8
Varian Hypercorrect 1 (SPT:1)
Berbunyi : “ yèn kapêngkok ing bêbaya”
Artinya : “bila menemui bahaya”
12
Terdapat kesalahan penulisan pada kata “pamampin”
(2/13/1), seharusnya menurut ejaan yang benar “pamimpin”.
Gambar 9
Varian Hypercorrect 2 (SPT:9)
Berbunyi : “duk anampi aturing pamampin”
Artinya : “dalam menerima perintah pemimpin”
d. Variasi Penulisan dan style penulisan
1) Penggunaan angka Arab dalam penomoran halaman
Gambar 10
Nomor Halaman
2) Penggunaan kosakata bahasa Indonesia
Naskah SPT tergolong naskah baru sekitar tahun 1952
(berdasarkan keterangan cover) sehingga sangat mungkin kosakata
Bahasa Indonesia turut mempengaruhi bahasa naskah. Kosakata
Bahasa Indonesia dalam naskah ini, antara lain: semangatan,
pandhudhuk, gembira, ropeblik, nylidhiki, sepanjang.
13
3) Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menandakan suatu kata kunci
dalam cerita serta digunakan untuk menjelaskan suatu maksud atau
makna suatu kata.
Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menandakan suatu kata
kunci. Misalnya pada kata “kudhandhangan” yang berarti
‘kuinginkan’ sebagai kata kunci utama yang digunakan pengarang
untuk menjelaskan tujuan penulisan naskah SPT.
Gambar 11
Tanda Titik Dua ( : ) sebagai Kata Kunci (SPT:1)
Berbunyi : “kudhandhangan : nglipur tyas kang tis-tis”
Artinya : “kuinginkan : menghibur hati yang sedih”
Penggunaan tanda titik dua ( : ) untuk menjelaskan
maksud/makna suatu kata. Kata “utama” dijelaskan lebih lanjut
sesuai konteks cerita yaitu sifat seorang prajurit yang berani atau
tidak takut mati dalam peperangan.
Gambar 12
Tanda Titik Dua ( : ) sebagai Penjelas Makna Kata (SPT:6)
14
Berbunyi : “….prasêtyane jurit utami/ utama : sirna jroning prang/ luhur
asmanipun/ nadyan mungsuh yutan wendran….”
Artinya : “.…janjinya para prajurit utama, utama : mati dalam peperangan, luhur
namanya, walaupun musuh berjuta-juta….”
4) Penggunanaan penanda mandrawa dan penanda pada tiap pergantian
pupuh dan bait tembang. Selain itu juga terdapat sasmita tembang.
Gambar 13
Penanda Mandrawa tiap Pergantian Pupuh Tembang
Gambar 14
Penanda Pada untuk Pergantian Bait Tembang
Gambar 15
Sasmita Tembang (SPT:20)
Berbunyi : “Kinanthi karya pêpemut”
Artinya : “Kinanthi sebagai pengingat”
15
2. Segi Isi
Isi dari naskah SPT ini adalah cuplikan peristiwa sejarah Kemerdekaan
Indonesia (1942-1945) khususnya di Surakarta dan hikmah di balik peristiwa
sejarah. Peristiwa tersebut tentang peperangan untuk memperoleh dan
mempertahankan kemerdekaan yang terjadi pada masa penjajahan Jepang di
Indonesia. Alur cerita yang ditampilkan berdasarkan urutan waktu yang runtut yaitu
dari tahun 1942 hingga 1945. Selain itu juga terdapat hikmah atau buah pelajaran
yang dapat diambil dari peristiwa tersebut. Berdasarkan ikhtisar ini maka
penjelasan tentang isi naskah dibagi menjadi empat subbab, yaitu:
a. Sejarah kemerdekaan Indonesia (1942-1945), termuat dalam pupuh 1-3
b. Peristiwa Heroik di Surakarta (27 September 1945), termuat dalam pupuh
4-6
c. Pertempuran Surabaya (10 November 1945), termuat dalam pupuh 7-8
d. Hikmah di Balik Peristiwa Sejarah: Arti Kemerdekaan bagi Manusia
Seluruh cuplikan cerita yang ada di dalam naskah SPT ber-setting tempat di
Surakarta meskipun sejarah umumnya bertempat di Surabaya. Hal ini menerangkan
bahwa tujuan si pengarang ialah ingin menampilkan situasi atau keadaan sosio-
budaya masyarakat di Surakarta melalui peristiwa-peristiwa besar. Misalnya seperti
dalam cerita b. Peristiwa Heroik di Surakarta (27 September 1945). Jika di sumber-
sumber sejarah lebih banyak menceritakan Insiden Bendera di Surabaya (19
September 1945). Naskah SPT justru menjelaskan keadaan di Surakarta bahwa
pemuda di Surakarta juga melakukan aksi yang sama yaitu penurunan bendera pada
tanggal 27 September, berikut cuplikannya.
16
Gambar 16
Cuplikan Peristiwa Heroik di Surakarta (SPT:18)
Berbunyi : “1) pangkur trusaning mardika/ nunggil sasi kadya kasêbut ing inggil/
nuju tanggal pitulikur/ tumrap ing Surakarta/ wus kaèksi pemudha ingkang
angrêbut/ gêndera liyaning praja/ sinalin bandera nagri//”
Artinya : “teks pangkur setelah merdeka, sama bulannya seperti di atas
(September), pada tanggal 27, di Surakarta, sudah terlihat pemuda yang merebut,
bendera negara lain (Jepang), diganti bendera negara (Indonesia).”
Tindakah heroik di berbagai daerah umumnya para pemuda melakukan
peperangan dengan cara merebut tempat-tempat strategis dan melucuti senjata
Jepang. Tindakan tersebut bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan. Dalam
peristiwa tersebut terjadi pertempuran rakyat dengan Jepang di markas Kempeitai
dan gugur pemuda Arifin (http://newrulblog.blogspot.co.id : Mei 2011).
Upaya perebutan kemerdekaan tahun 1945 hingga Indonesia diakui secara
de jure pada tahun 1949 dilalui dengan berbagai banyak peperangan yang
terangkum dalam peristiwa agresi militer II. Banyak sekali penjajahan yang masuk
ke Indonesia mulai dari Inggris, Jepang, dan Belanda. Akibatnya rakyat Indonesia
mengalami kesengsaraan, kelaparan bahkan kematian. Selain itu, diadakannya kerja
paksa (Romusha) semakin memperparah keadaan ekonomi Indonesia khususnya di
Surakarta. Diceritakan dalam naskah SPT, di Surakarta mengalami krisis ekonomi:
harga pangan melambung tinggi, masyarakat tidak memiliki penghasilan karena
17
tekanan Romusha. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mampu memenuhi
kebutuhan sandang dan pangan, sehingga melatarbelakangi terjadinya peperangan
untuk memperoleh kemerdekaan.
Dari cuplikan sejarah yang ditampilkan terkandung hikmah sebagai bentuk
penghibur kesedihan bagi masyarakat, khususnya orang Jawa. Hikmah yang dapat
dipetik, antara lain: manusia yang ingin merdeka haruslah berusaha/berikhtiar dan
bersabar setelahnya diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini terfokus pada dua kajian, yaitu kajian
filologis dan kajian isi. Kajian filologis digunakan untuk mengupas permasalahan
filologi yaitu uraian-uraian di dalam naskah melalui cara kerja filologi. Kajian isi
berfungsi untuk mengungkap isi yang terkandung dalam naskah SPT.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian naskah SPT adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana suntingan teks naskah SPT yang bersih dari kesalahan?
2. Bagaimana isi yang terkandung dalam naskah SPT?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut.
1. Menyajikan suntingan teks naskah SPT yang bersih dari kesalahan.
2. Mengungkapkan isi yang terkandung dalam naskah SPT.
18
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni
manfaat teoretis dan manfaat praktis sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
a. Menambah kajian naskah manuskrip.
b. Menumbuhkan minat peneliti lain dari berbagai disiplin ilmu.
c. Memberi kontribusi pada perkembangan ilmu pengetahuan lain yang
relevan.
2. Manfaat praktis
a. Menyelamatkan data naskah SPT dari kerusakan atau hilangnya data
dalam naskah.
b. Mempermudah pemahaman isi naskah SPT.
c. Memberi kontribusi dan membantu peneliti lain untuk mengkaji lebih
lanjut naskah SPT dari berbagai disiplin ilmu yang relevan.
F. Kajian Teori
1. Pengertian Filologi
Filologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang naskah dan teks.
Naskah dan teks tersebut merupakan naskah dan teks lama yang berisi cerita pada
masa lampau. Secara etimologi kata filologi berasal dari bahasa Yunani, philologia
yang berasal dari kata philos dan logos. Philos artinya ‘teman’ dan logos artinya
‘pembicaraan’ atau ‘ilmu’. Maka pengertian filologi adalah ‘senang kata-kata’ atau
19
‘senang bertutur’, kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang ilmu’,
dan ‘senang kesastraan’ atau ‘senang kebudayaan’ (Baried,dkk,1985:1). Menurut
Achadiati Ikram (1997:1), filologi dalam arti luas adalah ilmu yang mempelajari
segala segi kehidupan di masa lalu seperti yang ditemukan dalam tulisan. Di
dalamnya tercakup bahasa, sastra, adat istiadat, dan lain sebagainya.
Menurut Edwar Djamaris (2002:3), filologi adalah suatu ilmu yang objek
penelitiannya naskah-naskah lama. Selain itu, Boekh mengatakan bahwa filologi
mempunyai arti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui
orang (Wellek dalam Chamamah, 2003:8). Pada dasarnya filologi merupakan
pengetahuan yang menginformasikan tentang cerita masa lampau. Cerita tersebut
ditulis dengan tulisan Jawa, tulisan Arab, tulisan Sulawesi dan tulisan Sumatera.
Filologi juga mempelajari tentang kebahasaan, sejarah, filsafat hidup dan
kebudayaan yang ada dalam naskah.
2. Objek Filologi
Objek kajian filologi berupa naskah dan teks yang menyimpan berbagai
ungkapan pikiran/gagasan sebagai hasil kebudayaan. Menurut Hartini (2012:10),
objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan
pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan
tangan tersebut adalah naskah. Siti Baroroh Baried, dkk (1985:6), juga
mengemukakan bahwa filologi mempunyai objek penelitian yaitu naskah dan teks.
Naskah merupakan tulisan tangan (handscript atau manuscript), sedangkan teks
merupakan kandungan atau isi naskah yang hanya dapat dibayangkan saja dan
memuat berbagai ungkapan pikiran penulis yang disampaikan pada pembaca.
20
Naskah dan teks merupakan satu kesatuan yang utuh. Teks merupakan isi
dari naskah, sedangkan naskah merupakan wadah dari teks. Pengertian teks dalam
Kamus Istilah Filologi (1977:46), adalah kata, kalimat, yang membentuk suatu
tulisan atau karya tulis. Teks dalam ilmu filologi menunjukkan sesuatu yang
abstrak, sedangkan naskah merupakan sesuatu yang konkret memiliki wujud fisik.
Naskah dan teks berkaitan erat karena naskah dapat membantu mengungkapkan
hal-hal lain mengenai teks berdasarkan wujud fisiknya.
3. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Kerja seorang fililog dalam mengkaji naskah dan teks bertujuan untuk
mengungkap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam teks. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian untuk mencapai tujuan tersebut. Seorang filolog ketika
melakukan penelitian filologi diawali dengan kegiatan pengumpulan naskah
kemudian naskah yang telah ditemukan perlu dilakukan prosedur pengkajian.
Menurut Dwi Sulistyorini (2015:80), langkah-langkah dalam penelitian naskah,
antara lain: pencatatan dan pengumpulan naskah, kritik teks, rekontruksi teks, dan
analisis menggunakan prosedur kajian filologi.
Langkah kerja penelitian filologi menurut Edwar Djamaris (2002: 10),
meliputi pengumpulan data dengan inventarisasi naskah, deskripsi naskah,
pertimbangan dan pengguguran naskah, dasar-dasar penentuan naskah yang asli
atau naskah yang berwibawa, transliterasi naskah, suntingan teks. Masyarakat
Pernaskahan Nusantara (Manassa) merumuskan langkah kerja dalam penelitian
filologi terdiri atas penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, observasi
pendahuluan, penentuan naskah dasar, transliterasi naskah, dan penerjemahan teks.
21
Penelitian filologi menggunakan langkah kerja yang disesuaikan dengan kondisi
naskah tersebut jamak atau tunggal.
Penanganan untuk naskah SPT menggunakan langkah kerja menurut Edwar
Djamaris. Tetapi dalam praktiknya terdapat modifikasi dengan tidak menggunakan
langkah perbandingan naskah atau pertimbangan dan pengguguran naskah. Hal ini
dikarenakan naskah SPT merupakan naskah tunggal yang tidak ada naskah lain
sebagai pembandingnya. Langkah kerja yang digunakan menjadi inventarisasi
naskah, deskripsi naskah, transliterasi, suntingan teks dan aparat kritik. Selain itu
Edwar Djamaris (2002:9) mengungkapkan, tugas penelitian filologi adalah
mentranliterasi dan menerjemahkan teks yang ditulis dalam bahasa daerah ke
bahasa Indonesia.
Secara terperinci, langkah kerja penelitian filologi naskah SPT adalah
sebagai berikut:
a. Inventarisasi Naskah
Tahap pertama yang dilakukan dalam penelitian filologi ialah
pengumpulan data berupa inventarisasi naskah. Pengumpulan data itu
dilakukan dengan dua metode yaitu studi pustaka dan studi lapangan.
Metode studi pustaka dilakukan dengan cara inventarisasi naskah melalui
katalog naskah yang terdapat di tempat-tempat penyimpanan naskah seperti
perpustakaan dan museum. Metode studi lapangan adalah dengan
melakukan penelusuran naskah yang tersimpan di masyarakat. Penelusuran
naskah ini dilakukan karena ada sebagian golongan masyarakat yang
menganggap naskah sebagai benda berharga, maka perlu disimpan dan
22
hanya kalangan tertentu yang boleh membacanya (Edwar Djamaris,
2002:10).
Data yang diperlukan dalam objek penelitian filologi berupa naskah
dan teks. Naskah sendiri memiliki banyak ragam demikian pula isi yang
terkandung di dalam naskah tersebut. Ada naskah yang bertuliskan huruf
Arab, Jawa, Bali, Sasak, dan Batak. Ada pula naskah yang menggunakan
media tulis kertas, daun lontar, kulit kayu, dan rotan. Dari segi bentuk
terdapat naskah yang berbentuk puisi dan prosa. Naskah juga memiliki
keragaman isi berdasarkan jenisnya antara lain adalah sejarah atau babad,
kesusatraan, cerita wayang, cerita dongeng, primbon, adat istiadat, ajaran
atau piwulang, agama, dan lain sebagainya.
Inventarisasi naskah pada penelitian ini dilakukan dengan metode
studi lapangan terlebih dahulu yaitu mencari naskah yang tersimpan di
masyarakat. Masyarakat yang dituju adalah masyarakat Jawa karena naskah
yang dijadikan objek penelitian adalah naskah Jawa carik. Setelah
menemukan naskah SPT kemudian dilakukan metode studi pustaka dengan
cara pendataan dan pengumpulan naskah yang berjudul sama atau sejenis
pada katalog naskah yang tersedia. Langkah tersebut dilakukan untuk
mengetahui jumlah naskah, tempat penyimpanan, maupun penjelasan lain
mengenai keadaan naskah.
b. Deskripsi Naskah
Naskah yang akan dijadikan sebagai objek penelitian selanjutnya
dideskripsikan apa adanya. Deskripsi naskah adalah uraian ringkas naskah
secara terperinci. Deskripsi naskah penting dilakukan untuk mengetahui
23
kondisi naskah yang akan diteliti. Deskripsi naskah merupakan sarana untuk
memberikan informasi atau data mengenai judul naskah, nomor naskah,
ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon dan garis
besar isi cerita (Edwar Djamaris, 2002:11). Apabila melakukan deskripsi
naskah, perlu mengetahui wujud langsung naskah yang akan diteliti. Hal
tersebut dilakukan untuk mengecek data dan mendapatkan informasi yang
sebenarnya tentang naskah.
c. Transliterasi
Naskah kebanyakan ditulis dalam huruf Arab (Pegon) atau huruf
daerah (aksara Jawa) sehingga perlu ditransliterasikan terlebih dahulu agar
mudah dibaca. Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi
huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Dalam proses transliterasi ini
peneliti memiliki dua tugas pokok yaitu yang pertama, peneliti filologi
menjaga kemurnian bahasa dalam naskah, khususnya penulisan kata. Hal
ini bertujuan melindungi data mengenai bahasa lama dalam naskah agar
tidak hilang. Tugas yang kedua adalah menyajikan teks sesuai dengan
pedoman ejaan yang berlaku sekarang untuk memudahkan pembacaan dan
pemahaman terhadap teks (Edwar Djamaris, 2002:19).
Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan
sebaik-baiknya agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi dilakukan
dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda baca yang teliti.
Dalam transliterasi ini digunakan beberapa kamus untuk menyesuaikan
ejaan yang berlaku. Kamus tersebut antara lain: Bausastra Djawa karangan
24
W.J.S Poerwadarminta dan Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa) karangan
Tim Penyusun Balai Bahasa Yogyakarta.
d. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya yang
bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah
yang dikritisi. Suntingan teks diberikan agar memudahkan pembacaan dan
pemahaman teks. Menurut Edwar Djamaris (2002:24), penyuntingan teks
dapat dibedakan dalam dua hal, pertama penyuntingan naskah tunggal dan
penyuntingan naskah jamak. Kemudian untuk metode penyuntingannya
dibagi menjadi beberapa cara. Misalnya dalam penyuntingan naskah
tunggal bisa menggunakan metode edisi standar atau metode edisi
diplomatik disesuaikan kebutuhan.
Suntingan teks naskah SPT yang merupakan naskah tunggal
menggunakan metode edisi standar. Baried (1985:68), mengatakan bahwa
edisi standar disebut juga edisi kritik. Edisi kritik yaitu menerbitkan naskah
dengan membetulkan kesalahan-kesalahan kecil dan ketidakajegan serta
ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku. Kesalahan-kesalahan
tersebut selanjutnya dicatat dalam aparat kritik.
Menurut Darusuprapta (1984:8), aparat kritik adalah uraian tentang
kelainan bacaan, yaitu bagian yang merupakan pertanggungjawaban ilmiah
dalam penelitian naskah yang menyertai suntingan teks. Aparat kritik berisi
segala macam kelainan dalam naskah yang diteliti baik kata-kata maupun
bacaannya. Tujuan dari adanya aparat kritik ialah agar pembaca dapat
25
mengecek kembali bagaimana bacaan naskah dan bila perlu pembaca dapat
membuat penafsiran sendiri.
e. Terjemahan
Terjemahan adalah pengalihan bahasa sumber ke bahasa sasaran
dengan mempertahankan makna yang ada. Makna tersebut harus lengkap
dan terperinci. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam memahami isi
teks dari suatu naskah. Dengan adanya terjemahan maka masyarakat yang
tidak menguasai bahasa naskah dapat membaca isi naskah dan naskah dapat
disebarluaskan (Darusuprapta, 1984:27). Dalam tingkat terjemahan,
antarseorang peneliti dengan peneliti yang lainnya memiliki potensi yang
berbeda. Hal ini disebabkan karena kemampuan dari peneliti untuk
menemukan arti yang lebih tepat dari sebuah kata yang belum diketahui
artinya dengan pasti (Edi Sedyawati, 1998:3).
Naskah SPT merupakan naskah yang ditulis menggunakan huruf
Jawa dan menggunakan bahasa Jawa. Oleh karena itu, agar teks dalam
naskah SPT ini dapat dibaca, dipahami, dan dinikmati seluruh lapisan
masyarakat Indonesia perlu adanya terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia.
4. Penghibur Kesedihan : Hikmah di Balik Peristiwa Sejarah
Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu syajara yang berarti terjadi, syajarah
berarti pohon, syajarahan-nasab berarti pohon silsilah. Dalam kamus bahasa
Inggris, “history study of past event, esp the polical, social, and economic
develompment of a country, a continent or the world” (Oxford Dictionary, 1992).
Sejarah adalah mempelajari peristiwa masa lampau, seperti politik, sosial, dan
perkembangan ekonomi suatu negara, suatu benua atau dunia. Dalam KBBI
26
pengertian sejarah adalah asal usul (keturunan) silsilah, kejadian dan peristiwa yang
benar-benar terjadi pada masa lampau; riwayat tambo (2007:1011).
Menurut Kuntowijaya (1995:17), sejarah adalah rekonstruksi masa lalu.
Peristiwa yang terjadi di masa lampau menjadi bagian-bagian dalam penyusunan
kembali sejarah. Sejarah memberikan banyak informasi yang dapat diolah untuk
tujuan-tujuan tertentu misalnya untuk mengungkap hal-hal yang telah terjadi.
Selain mendefinisikan sejarah, Kuntowijaya juga membagi kegunaan sejarah ada
dua yaitu secara instrinsik dan ekstrinsik. Kegunaan sejarah secara instrinsik di
antaranya: sejarah sebagai ilmu, sejarah sebagai mengetahui masa lampau, sejarah
sebagai pernyataan pendapat, dan sejarah sebagai profesi. Kegunaan sejarah secara
ekstrinsik antara lain: sejarah sebagai pendidikan moral, sejarah sebagai pendidikan
penalaran, sejarah sebagai pendidikan politik, sejarah sebagai pendidikan
kebijakan, sejarah sebagai pendidikan perubahan, sejarah sebagai pendidikan masa
depan, sejarah sebagai keindahan, sejarah sebagai ilmu bantu, sejarah sebagai latar
belakang, sejarah sebagai rujukan, dan sejarah sebagai bukti.
Naskah SPT ini merupakan naskah yang menceritakan tentang peristiwa
sejarah. Berdasarkan kegunaan sejarah, naskah SPT memiliki kegunaan instrisik
sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau dan secara ekstrinsik sejarah sebagai
pendidikan moral. Kegunaan dari sejarah ini, selain sebagai cara mengetahui
peristiwa masa lampau sejarah juga sebagai sarana pembelajaran masa kini. Bentuk
pembelajaran itu beragam salah satunya adalah ajaran maupun nilai-nilai moral
tertentu. Naskah SPT memuat ajaran moral berupa hikmah di balik peristiwa sejarah
yang ada. Hikmah adalah buah pelajaran atau pesan yang dapat diambil dari sebuah
cerita.
27
Pengertian hikmah dalam KBBI adalah arti atau makna yang dalam;
manfaat; wejangan yang penuh – berguna, bermanfaat dan memiliki kesaktian.
Hikmah yang disampaikan dalam naskah SPT adalah bagaimana masyarakat
menyikapi peristiwa pedih yang menimpa mereka pada saat itu. Manusia yang ingin
merdeka harus selalu berusaha/berikhtiar dan bersabar setelahnya diserahkan
kepada Yang Maha Esa. Bentuk penghibur kesedihannya terletak pada upaya
manusia dalam berikhtiar, karena hidup dan mati, beruntung dan celaka, kaya dan
miskin, senang dan susah merupakan takdir seorang makhluk. Walaupun
menyelamatkan diri sampai ke langit bila sudah tiba kematiannya, akhirnya jatuh
juga terpendam bumi. Adapula yang menganggap bahwa manusia yang kaya itu
adalah manusia yang luhur, padahal harta benda tidak dibawa mati. Ada dua perkara
yang harus dipilih. “Berat di harta atau berat di raga” jika berat di raga maka
tinggalkan harta dan sebaliknya. Namun manusia yang luhur adalah yang
memberatkan keduanya dengan cara menggunakan potensi raga dan harta dengan
sebaik-baiknya serta bermanfaat bagi sesamanya.
G. Metode Penelitian
1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi dengan objek kajiannya
manuskrip. Penelitian filologi bertujuan untuk mendapatkan kembali naskah yang
bersih dari kesalahan dan dapat dipertanggungjawabkan agar mendapatkan naskah
yang asli atau yang paling mendekati aslinya (Haryati Soebadio dalam Edwar
Djamaris, 2002:7). Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang berarti semata-
28
mata menggambarkan, melukiskan, menuliskan, melaporkan objek penelitian
berdasarkan data yang ditemukan atau sebagaimana adanya, hasil penelitian
diuraikan dalam bentuk kata-kata bukan angka. Pendekatan deskriptif kualitatif
menurut Sutopo (2002), bahwa semua hal yang berupa sistem tanda tidak ada yang
patut diremehkan, semuanya penting dan semuanya mempunyai pengaruh dan
berkaitan satu sama lain. Mendeskripsikan segala sistem tanda (semiotik) mungkin
akan membentuk dan memberikan suatu pemahaman yang lebih komprehensif
terhadap apa yang dikaji.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian perpustakaan atau library
research, yaitu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan. Data dan
informasi tentang objek penelitiannya diperoleh dari buku-buku atau alat-alat
audiovisual lainnya (Atar Semi, 1993:8).
2. Sumber Data dan Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang mampu menghasilkan atau
memberikan data. Sumber data jenisnya sangat beragam, bisa berupa orang,
peristiwa, tempat, benda serta dokumen atau arsip (Sutopo, 2002:49). Berdasarkan
objek kajian filologi, maka yang menjadi sumber data dari penelitian filologi adalah
naskah (manuskrip/handskrip). Sumber data dari penelitian ini adalah naskah
berjudul Sêrat Panglipur Tis-Tis yang diperoleh dari saudara Ari Mukti beralamat
di jalan Sri Rejeki no. 20, Munggut, Madiun, Jawa Timur. Berdasarkan hasil dari
pengumpulan data atau inventarisasi naskah menggunakan metode studi lapangan
dan metode studi pustaka didapati bahwa naskah SPT adalah naskah tunggal, karena
tidak ditemukan naskah lain dengan judul ataupun isi yang sama.
29
Data adalah yang dihasilkan dari sumber data. Data dalam penelitian ini
dibedakan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data utama yang digunakan dalam penelitian. Data primer dalam penelitian ini
adalah varian teks serta isi/kandungan teks dalam naskah SPT. Naskah SPT berisi
cuplikan peristiwa sejarah kemerdekaan Indonesia, khususnya di Surakarta. Data
sekunder yang digunakan sebagai pendukung atau penunjang dalam penelitian ini
adalah buku-buku dan artikel ilmiah yang terkait dengan penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data sangat tergantung dari jenis sumber datanya.
Apabila sumber datanya manusia atau informan, maka teknik pengumpulan datanya
dengan wawancara, bila tempat, benda atau peristiwa dengan teknik observasi.
Demikian pula sumber datanya dokumen atau arsip, maka diperlukan kajian isi
‘content analysis’ (Sutopo, 2002:144). Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini dilakukan dengan metode studi pustaka. Pertama, dilakukan pencarian naskah
dengan teknik observasi yaitu melakukan penjaringan naskah di masyarakat yang
menjadi kepemilikan pribadi. Hasil observasi tersebut diperoleh naskah koleksi
pribadi milik saudara Ari Mukti yang berjudul Sêrat Panglipur Tis-Tis. Peneliti
kemudian meminjam naskah tersebut dari pemiliknya untuk diteliti. Selain itu
dilakukan pengambilan gambar naskah menggunakan kamera digital.
Kedua, melakukan inventarisasi naskah dari berbagai katalog untuk
menelusuri naskah yang tersimpan di berbagai perpustakaan, museum maupun
tempat penyimpanan arsip. Hal ini untuk mengetahui kondisi data yang diperoleh
tunggal atau jamak. Tahap inventarisasi diawali dengan melihat dari katalog-
katalog naskah yang ada di lingkup Surakarta dan Yogyakarta. Kemudian dilakukan
30
survey secara langsung ke tempat penyimpanan naskah tersebut. Hasil inventarisasi
tersebut diperoleh bahwa naskah SPT merupakan naskah tunggal. Selanjutnya
dilakukan langkah kerja filologi meliputi: deskripsi naskah, transliterasi, suntingan
teks dan aparat kritik. Selain itu, untuk mendapatkan data pendukung dilakukan
metode content analysis dari buku-buku dan artikel ilmiah.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini dibagi menjadi dua, yaitu analisis data secara
filologis dan analisis isi. Analisis data secara filologis menggunakan cara
penyuntingan naskah tunggal dengan metode edisi standar (Baried, 1994:109).
Metode edisi standar adalah menerbitkan naskah dengan membetulkan kesalahan-
kesalahan dan pembetulan dicatat di tempat khusus (aparat kritik) agar selalu dapat
diperiksa dan dibandingkan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan
penafsiran lain oleh pembaca (Robson, 1994:25). Menurut Edwar Djamaris
(2002:24), metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam
penyuntingan teks naskah tunggal yang tidak mengandung teks yang dianggap suci
atau penting, sehingga tidak perlu diperlakukan secara khusus atau istimewa. Hal-
hal yang perlu dilakukan dalam metode standar yaitu:
a. Mentraliterasikan teks;
b. Membetulkan kesalahan teks;
c. Membuat catatan perbaikan/perubahan;
d. Memberi komentar, tafsiran (informasi di luar teks);
e. Membagi teks dalam beberapa bagian; dan
f. Menyusun daftar kata sukar (glossari).
31
Analisis data kedua adalah analisis data berupa isi. Analisis data pada kajian
isi dilakukan setelah suntingan teks dan aparat kritik. Analisis isi menggunakan
metode interpretasi isi yang terkandung dalam naskah atau teks. Dalam KBBI
(2007) interpretasi adalah pemberian kesan, pendapat atau pandangan teoretis
terhadap sesuatu. “Interpretasi data merupakan upaya untuk memperoleh arti dan
makna yang lebih mendalam dan luas dengan meninjau secara kritis data yang
diperoleh dengan teori yang relevan” (Meleong, 2007:151). Interpretasi adalah cara
kerja dari teks ke metafor, yaitu transkripsi dari bahasa tulis ke bahasa lisan.
Kemudian hasil dari interpretasi tersebut dijelaskan kembali (explanation) dari
bahasa tulis ke bahasa lisan sesuai dengan pemahaman peneliti (Ricoeur,
2014:197). Teknik interpretasi digunakan untuk memaparkan isi naskah melalui
berbagai sudut pandang peneliti.
Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini. Penarikan simpulan didasarkan pada analisis data dengan menyajikan
hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan dan menelaah isi teks tersebut.
H. Sistematika Penulisan
I. Pendahuluan
Bab ini merupakan uraian tentang latar belakang masalah, batasan
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
II. Analisis Data
Analisis data diawali dengan pembahasan kajian filologis dan
pembahasan kajian isi.