bab i pendahuluan a. latar belakang masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/bab i.pdf · pidana mati dalam...

12
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Positif Indonesia mengenal berbagai macam sanksi pidana dan salah satunya yakni pidana penjara. Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis pidana ini sangat bervariasi, sepertipidana mati, pidana penjara seumur hidup, pidana penjara sementara waktu, pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana pencabutan hak-hak tertentu, perampasan baran-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan. Tujuan dari sanksi pidana menurut Van Bemmelen adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan.Pidana penjara dalam pasal 10 KUHP juga dikenal dalam rancangan KUHP terbaru yang dengan sebutan lain yaitu pidana pemasyarakatan. 1 Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seorang terpidana yang telah divonis dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap (inkraht).Fungsi pemidanaan pada saat ini tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan lembaga pemasyarakatan. Penjeraan dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur balas dendam di Lembaga Pemasyarakatan. Para warga binaan pemasyarakatan sering mengalami siksaan, untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Tindakan semena-mena atau kekerasan memang rentan sekali terjadi terhadap tersangka, terdakwa maupun narapidana. Manusia yang menjalani pidana penjara untuk tujuan penghukuman di Negara manapun 1 J.E. Sahetapy. 2007. Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 90.

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Positif Indonesia mengenal berbagai macam sanksi pidana dan

salah satunya yakni pidana penjara. Sanksi pidana merupakan penjatuhan

hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dinyatakan bersalah dalam

melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis pidana ini sangat bervariasi,

sepertipidana mati, pidana penjara seumur hidup, pidana penjara sementara waktu,

pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana

pencabutan hak-hak tertentu, perampasan baran-barang tertentu, dan pengumuman

putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan.

Tujuan dari sanksi pidana menurut Van Bemmelen adalah untuk

mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk

menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan.Pidana

penjara dalam pasal 10 KUHP juga dikenal dalam rancangan KUHP terbaru yang

dengan sebutan lain yaitu pidana pemasyarakatan.1

Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seorang terpidana yang telah divonis

dengan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap

(inkraht).Fungsi pemidanaan pada saat ini tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi

pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan, rehabilitasi dan

reintegrasi warga binaan lembaga pemasyarakatan. Penjeraan dalam sistem

pemidanaan memiliki unsur-unsur balas dendam di Lembaga Pemasyarakatan.

Para warga binaan pemasyarakatan sering mengalami siksaan, untuk memperbaiki

tingkah laku dan perbuatannya. Tindakan semena-mena atau kekerasan memang

rentan sekali terjadi terhadap tersangka, terdakwa maupun narapidana. Manusia

yang menjalani pidana penjara untuk tujuan penghukuman di Negara manapun

1 J.E. Sahetapy. 2007. Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm. 90.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

2

dalam sejarah pernah mengalami masa-masa suram. Negara-negara Eropa barat

juga kerap kali melakukan kekerasan terhadap narapidana nya, bahkan hingga

abad ke -19, di Belanda masih berlaku tindakan memberi cap pada tubuh

narapidana dengan besi panas yang membara. Kedua fungsi pemidanaan tersebut

mengarahkan supaya narapidana tidak melakukan perbuatan pidana dan

menyadarkan serta mengembalikan warga binaan pemasyarakatan tersebut ke

dalam lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung jawab terhadap dirinya,

keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya.2 Pemidanaan pada saat ini

lebih ditujukan sebagai pemulihan konflik atau menyatukan terpidana dengan

masyarakat.

Sebagaimana diketahui bahwa Sistem Pemasyarakatan yang berlaku

dewasa ini, secara konseptual dan historis sangat berbeda dengan apa yang

berlaku dalam Sistem Kepenjaraan. Asas yang dianut Sistem Pemasyarakatan

menempatkan narapidana sebagai subyek yang dipandang sebagai pribadi

danwarga negara biasa serta dihadapi bukan dengan latar belakang pembalasan

tetapi dengan pembinaan dan bimbingan. Perbedaan dua sistem tersebut memberi

implikasi perbedaan dalam cara-cara pembinaan dan bimbingan yang dilakukan,

disebabkan perbedaan tujuan yang ingin dicapai. Gerakan-gerakan pembaharuan

Sistem Penjara terus berkembang, sebagai akibat dari gerakan kemanusiaan yang

menganggap narapidana sebagai manusiayang utuh dan harus disosialisasikan

serta ditunjang pula oleh penemuan-penemuan ilmiah baik ilmu sosial maupun

ilmu alam yang bersifat empiris.3

Warga binaan selaku terpidana yang menjalani pidana penjara memiliki

hak-hak yang dilindungi oleh hak asasi manusia dan undang-undang Indonesia,

salah satunya adalah dengan adanya pemberian remisi. Remisi pada hakekatnya

adalah hak semua narapidana dan berlaku bagi siapapun sepanjang narapidana

tersebut menjalani pidana sementara bukan pidana seumur hidup dan pidana mati.

Hukum positif Indonesia yang mengatur mengenai remisi terdapat dalam Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah 2 Samosir Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia.BNDUNG: Bina Cipta, hlm. 4. 3 Muladi. 1992. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, hal. 97.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

3

Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan, dan Keputusan Presiden Nomor 174 Tahun 1999 tentang

Remisi, serta secara khusus terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99

Tahun 2012 yang merupakan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 28

Tahun 2006 jo Peraturan Pemerintah 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata

Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Eksistensi Peraturan

Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 terkaitdengan pemberian remisi dewasa ini

mengalami berbagai macam penolakan,hal ini karena adanya pengetatan

pemberian remisi terhadap pelaku tindak pidana terorisme, narkotika dan

psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak

asasi manusia yang berat, dan kejahatan trans nasional terorganisasi lainnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 menimbulkan berbagai

macam persoalan diantaranya adalah pandangan Yusril Ihza Mahendra bahwa

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 mengingkari asas kesamaan hak

dihadapan hukum (equality before the law) yang membedakan pemberian remisi

bagi terpidana kejahatan biasa dengan terpidana pelaku kejahatan luar biasa

(extraordinary crime) terorisme, narkotika, psikotropika dan korupsi di Indonesia.

Persoalan lainnya mengenai eksistensi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun

2012 lainnya muncul dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) M. Mahfud

MD.yang menegaskan, pembatasan remisi, pembebasan bersyarat, dan hak

narapidana lain harus dilakukandengan payung hukum undang-undang bukan

dengan Peraturan Pemerintah (PP)4 seperti yang tertuang dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012.

Uraian di atas menurut penulis menunjukkan bahwa pengetatan remisi

bagi kejahatan luar biasa (extraordinary crime) terorisme, narkotika, psikotropika

dan korupsi di Indonesia bertentangan dengan landasaan idiil negara Indonesia

yaitu Pancasila, setidaknya pada prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab (sila

2) dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia(sila 5). Hak non diskriminasi

ini ini kembali dinyatakan dalam Pasal 27 ayat(1), Pasal 28 d ayat (1) dan Pasal

4 www.kompas.com/Indra Akuntono. Deytri Robekka Aritonang. batasi remisi dengan undang-undang. Diakses pada tanggal 17 mei 2014

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

4

28 h ayat (2) Undang Undang Dasar 1945dan bertentangan dengan Undang-

undang Nomor 12 Tahun 1995 tentangPemasyarakatan khususnya Pasal 5 yang

mengatur tentang hak-hak yang sama para napi didalam pembinaannya baik

perlakuan maupun pelayanan. Hak tersebut juga melanggar Pasal 7 Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Pasal 20 International Covenant of

Cultur and Politic Right (ICCPR) yang pada intinya menyatakan persamaan hak

dimuka hukum.

Salah satu bentuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) adalah korupsi

yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu

mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek korupsi dari tahun ke

tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah kerugian keuangan negara

maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis, canggih serta lingkupnya sudah

meluas dalam seluruh aspek masyarakat. Tindak pidana korupsi tidak hanya

dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara, melainkan juga

penyelenggara negara dengan pihak lain seperti keluarga, kroni dan para pengusaha,

sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,

serta membahayakan eksistensi negara5. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan

yang bukan saja dapat merugikan keuangan negara akan tetapi juga dapat

menimbulkan kerugiankerugian pada perekonomian rakyat. Tindak pidana korupsi

merupakan perbuatan yang sangat tercela, terkutuk dan sangat dibenci oleh sebagian

besar masyarakat; tidak hanya oleh masyarakat dan bangsa Indonesia tetapi juga oleh

masyarakat bangsa-bangsa di dunia6

Pemberian remisi pada pelaku tindak pidana korupsi akan menimbulkan

konsekuensi serius atas pelaksanaan remisi karena akan terjadi dualisme pelaksanaan,

yaitu bagi narapidana yang putusan pidananya telah berkekuatan hukum tetap setelah

tanggal 12 November 2012 maka berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun

2012 dan Surat Edaran Nomor M.HH-04.PK.01.05.04 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012. Intinya mereka akan

terkena pengetatan remisi. Bagi narapidana yang putusan pidananya telah

5 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2002. Bunga Rampai Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Hal. 133 6 Romli Atmasasmita. 2004. Sekitar Masalah Korupsi, Aspek Nasional dan Aspek Internasional.

Bandung: Mandar Maju. Hal. 1

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

5

berkekuatan hukum tetap sebelum tanggal 12 November 2012 maka tidak berlaku

Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 dan surat edaran Nomor M.HH-8

04.PK.01.05.04 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 99

Tahun 2012, intinya mereka tidak akan terkena pengetatan remisi.

Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Malang meraih peredikat satuan

kerja (satker) Wilayah Bebas Korupsi (WBK) yaitu mampu pemenuhan hak

Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa semakin profesional, akuntabel,

sinergis, transparan, dan inovatif. Bahkan, bisa menghilangkan pungutan liar.

Terkait dengan pemberian remisi dapat diketahui bahwa Lapas Wanita Kelas IIA

dan Lapas Kelas I Lowokwaru Malang memberikan remisi kepada 47 orang yang

mendapat remisi akhirnya bebas, sementara 1.055 sisanya masih harus menjalani

sisa hukuman. Narapidana di Lapas Lowokwaru dan LP Wanita Sukun, yang

mendapatkan remisi totalnya ada sebanyak 1.102 orang. Pemberian remisi

tersebut termasuk didalamnya terkait dengan pemberian remisi mengenai masalah

korupsi.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dalam pembatasan penulisan proposal penelitian penulisan hukum ini

penulis memilih Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota Malang sebagai lokasi

penelitian. Mengingat banyaknya narapidana/warga binaan yang dibina oleh

lembaga tersebut, maka penulis melakukan pembatasan yakni agar pembahasan

terarah dan lebih spesifik, maka pembahasan dalam penelitian ini dibatasi hanya

pada pelaksanaan pembinaan yang diberikan kepada narapidana dalam tahap

remisi. Menarik untuk penulis teliti dalam proposal ini sehingga nantinya tidak

meluas atau keluar dari pokok bahasan, maka dalam proposal ini penulis

membatasi hanya pada pelaksanaan remisi yang difokuskan pada argumentasi dan

landasan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perumusan masalah dalam suatu penelitian diperlukan untuk memfokuskan

masalah agar dapat dipecahkan secara sistematis. Cara ini dapat memberi

gambaran yang jelas dan memudahkan pemahaman serta mencapai tujuan yang

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

6

dikehendaki.7 Berdasarkan latar belakang, maka penulis merumuskan masalah

yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana korupsi di

LAPAS Kelas IIA Kota Malang?

2. Kendala-kendala apakah yang terdapat di dalam pemberian remisi bagi

narapidana korupsi di LAPAS Kelas IIA Kota Malang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai penyusun melalui penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana korupsi

di LAPAS Kelas II A Malang.

2. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pertimbangan dalam pemberian

remisi bagi narapidana korupsi di LAPAS Kelas IIA Kota Malang.

D. Manfaat Penelitian

1. Agar dapat memberikan referensi baru bagi mahasiswa hukum lainnya yang

ingin membahas mengenai pelaksanaan pemberian remisi bagi narapidana

tindak pindana korupsi.

2. Memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa, aparat penegak hukum

dan narapidana itu sendiri agar lebih memahami remisi sebagai suatu hak

bagi narapidana.

E. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data-data valid yang berhubungan dengan penulisan

ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini, metode pendekatan yang digunakan penuis

adalah yuridis empiris, yaitu suatu usaha yang diteliti dengan sifat hukum

nyata atau sesuai dengan kenyataan hidup masyarakat.8 Pendekatan yuridis

artinya mendekati permasalahan dari segi hukum yakni berdasarkan

7 Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan HRD.Jakarta: Pustaka Ilmu, Hal.25 8 Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Proposal Penulisan Hukum Ilmu Hukum,

Bandung : Mandar Maju, Hal.61

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

7

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penelitian yuridis empiris

ini, permasalahan dikaji dengan melakukan pendekatan langsung di Lapas

Klas IIA Kota Malang, yaitu dalam hal pelaksanaan pembinaan remisi

bagi narapidana tindak pidana korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Kota Malang lalu dikaitkan dengan ketentuan Perundang-undangan

yang berlaku.

2. Sifat Penelitian

Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif analitis,9 yaitu dengan

mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

teori-teori hukum sebagai objek penelitian dan juga penerapannya.

3. Penentuan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Permasyarakatan

Perempuan Klas IIA Kota Malang merupakan lembaga yang berada di

bawah Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Provinsi Jawa Timur.

4. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini peneliti mencari dan mendapatkan data, baik

data primer maupun data sekunder diantaranya ialah sebagai berikut :

a. Data Primer

Data primer tersebut berupa hasil wawancara yang dilakukan

secara mendalam yang didasarkan kepada pedoman wawancara dan

juga berdasarkan jawaban dari nara sumber yang kemudian digali

lebih jauh lagi. Hasil wawancara yang dilakukan adalah untuk

menjawab pertanyaan penelitian. Wawancara ini akan ditujukan

kepada narasumber yang peneliti anggap akan mampu menjawab dan

memeberi penejelasan tentang yang penelitian yang dilakukan.

Narasumber itu antara lain: Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Kota Malang, Para Narapidana tindak pidana korupsi yang berada

9 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, cet ke-2 (Jakarta : Gramedia, 1991),

hlm. 30.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

8

di Lembaga Pemasyarakatan dan masyarakat tempat narapidana

bekerja pada pihak ketiga yang dijadikan tempat untuk pembinaan

narapidana pada tahap remisi.

b. Data Sekunder

Sumber data sekunder diantaranya ialah: buku-buku, hasil

penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, makalah hasil seminar, kamus-

kamus seperti Ensiklopedia, kamus Bahasa Indonesia, kamus Bahasa

Inggris, dan Kamus istilah hokum, serta sumber data yang berasal dari

Peraturan Perundang-undangan, yakni :

a) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan

Lembaran Negara 1995/ 77 Tambahan Lembaran Negara Nomor

3614;

b) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan

dan Pembimbingan Narapidana Pemasyarakatan Lembaran Negara

Tahun 1999 Nomor 140;

c) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan

Tata Cara Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan,

Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 144;

d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 Tentang Pembinaan

dan Pembimbingan Narapidana Pemasyarakatan tentang Perubahan

atas PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara

Pelaksanaan Hak Narapidana Pemasyarakatan, Lembaran Negara

Tahun 2006 Nomor 61;

e) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama

Penyelenggaraan Pembinaan dan Pembimbingan Narapidana

Pemasyarakatan, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 113;

f) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 1985

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan

Pengamat;

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

9

g) Peraturan Menteri Hukum dan HAM No.M.2.PK.04-10 Tahun

2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Remisi,

Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipakai peneliti dalam melakukan

penelitian ini adalah:

a. Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi

pasif, yaitu peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang diamati,

tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.10 Peneliti

mengamati proses pelaksaan remisi narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas IIA Kota Malang.

b. Wawancara (Interview)

Dalam wawancara ini peneliti melakukan wawancara secara

terstruktur dimana pengumpul data telah menyiapkan instrumen

penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis.11 Peneliti

menyiapkan pertanyaan-pertanyaan kepada narapidana yang

melakukan remisi, serta kepada ketua Lembaga Pemasyarakatan

kelas IIA Kota Malang, Petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Kota Malang, Para Narapidana yang berada di Lembaga

Pemasyarakatan dan masyarakat tempat narapidana bekerja pada

pihak ketiga yang dijadikan tempat untuk pembinaan narapidana

pada tahap remisi.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yang peneliti dapatkan berupa file dan laporan yang

berasal dari Lapas, seperti visi dan misi, letak Geografis Lapas,

struktur organisasi, tugas staf, data tentang narapidana, gambar, dan

10 Ibid, hal. 227. 11 Ibid, hal. 233.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

10

dokumen-dokumen statistik narapidana tindak pidana korupsi

dalam tahap remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Kota

Malang.

6. Analisis Data

Untuk menghasilkan dan memperoleh data yang akurat dan objektif

sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dalam penelitian ini, maka analisis

data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

deskriptif kualitatif dengan cara analisis konteks dari telaah pustaka dan

analisis pernyataan dari hasil wawancara dari informan. Dalam melakukan

analisis data peneliti mengacu pada beberapa tahapan, antara lain :

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan ke hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.12

Jadi dalam penelitian ini data-data yang sudah didapat dari

informan diantaranya, ketua Lapas, Petugas Lapas, narapidana, dan

pihak ketiga dalam hal ini yakni masyarakat, dipilih data yang

penting dan difokuskan ke pokok masalah penelitian.

b. Penyajian data

Penyajian data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah

seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang

jelas (yang sudah disusun alurnya dalam tabel akumulasi tema).13

Dalam penelitan ini penyajian data disajikan dengan bentuk teks

narasi.

c. Pengambilan kesimpulan

Pengambilan kesimpulan dalam peneltian kualitatif merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.14 Jadi dari dua

12 Ibid, hal. 247. 13 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba, 2010), hal.176. 14 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methode),

(Bandung: Alfabeta, 2013), hal. 253.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

11

teknik analisis data yaitu reduksi data dan penyajian data langkah

terakhir adalah pengambilan kesimpulan. Pengambilan kesimpulan

diambil dari data-data yang sudah di reduksi dan sudah disajikan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti menggunakan Triangulasi data sebagai teknik pemeriksaan

keabsahan data. Triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.15 Penelitian ini

menggabungkan data- data dari berbagai sumber dengan teknik yang

sama. Selain data-data yang bersumber dari narapidana, data juga

bersumber dari pekerja sosial dan masyarakat yang berada di lingkungan

Lembaga Pemasyarakatan.

F. Rencana Sistematika Penulisan

Pada penelitian ini, Penulis membagi pembahasan ke dalam empat bab,

dimana setiap bab dibagi atas beberapa sub-bab, sistematika penulisannya secara

singkat adalah sebagai berikut :

BAB I Bab ini memuat hal-hal yang melatarbelakangi pemilihan topik dari

penulisan penulisan dan sekaligus menjadi pengantar umum di

dalam memahami penulisan secara keseluruhan yang terdiri dari

latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian,

kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Sebagai Bab kajian teori yang kemudian akan diuraikan mengenai

tinjauan pustaka yang berkaitan dengan permasalahan. Di dalam bab

ini akan diuraikan pengertian serta pembahasan terhadap beberapa

pokok permasalahan.

15 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitaitif, (Bandung: Remaja Rosdakakarya, 1996),

hal. 178.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalaheprints.umm.ac.id/52828/2/BAB I.pdf · Pidana Mati dalam Negara Pancasila. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, hlm ... menyadarkan serta mengembalikan

12

BAB III Sebagai Bab hasil penelitian dan analisa. Dimana peneliti akan

menelaah data-data yang telah didapat, yang kemudian akan

dianalisa secara terperinci dan jelas terkait permasalahan yang

berhubungan dengan obyek yang diteliti.

BAB IV Sebagai Bab penutup yang memuat kesimpulan dan saran atas hasil

dari analisa permasalahan yang diteliti.