bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam sejarah penyelenggaraan pendidikan di negara kita, tercatat
sebanyak lima kali perubahan kurikulum pendidikan dasar dan menengah
yang berbarengan dengan perubahan strategi belajar mengajar. Kurikulum
pertama dirancang pada tahun 1968 yang menekankan pada pentingnya
pembinaan moral, budi pekerti, agama, kecerdasan dan keterampilan, serta
fisik yang kuat dan sehat. Kurikulum 1968 dianggap belum sempurna
sekalipun penyusunannya berdasarkan hasil kajian mendalam terhadap
pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Oleh karena itu, pemerintah, para
ahli, dan praktisi pendidikan melakukan inovasi dan uji coba terhadap model
desain pembelajaran yang pada akhirnya terakumulasi dalam perwujudan
kurikulum 1975. kurikulum 1975 pun dipandang belum mampu
mengakomodasikan upaya menciptakan manusia Indonesia seutuhnya yang
berindikasi pada pengembangan tiga aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Maka dirancanglah kurikulum 1984 sebagai penyempurnaan kurikulum
sebelumnya yang menekankan pada Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA).1
Seiring dengan perubahan situasi politik, tarik menarik kepentingan pun
sering terjadi sehingga mempengaruhi sistem pendidikan yang
diselenggarakan di negeri ini. Setelah berjalan selama kurang lebih sepuluh
tahun, implementasi kurikulum tahun 1984 terasa terlalu membebani guru dan
murid mengingat jumlah materi pelajaran yang terlalu banyak jika
dibandingkan dengan waktu yang tersedia. Dengan demikian, perubahan
kembali dilakukan dengan lahirnya kurikulum 1994 sebagai penyederhanaan
kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang No.2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem
pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu
1R. Bambang R. Soekisno, www. Wordpress.com, 16 Mei 2007
2
tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi
siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak.
Mutu pendidikan yang semakin terpuruk hingga berada pada level ke 12
dari 12 Negara di Asia seolah mengindikasikan hanya dengan perubahan
kurikulum kemudian keterpurukan itu dapat didongkrak ke arah yang lebih
baik, maka lahirlah Kurikulum Berbasis Kompetensi.2 KBK merupakan
seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar,
serta pemberdayaan sumber daya pendidikan. Batasan tersebut menyiratkan
bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta didik memperoleh
kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan
bangsanya. Dalam arti, melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki
kompetensi atau kemampuan akademik yang baik, keterampilan untuk
menunjang hidup yang memadai, pengembangan moral yang terpuji,
pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup yang sehat, semangat
bekerja sama yang kompak, dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia
sekitar.3 Namun demikian, dalam pelaksanaannya di lapangan KBK sering
mengalami hambatan yang menuntut untuk diadakannya perubahan kembali
dalam kurikulum tersebut. Kurangnya sosialisasi serta pengetahuan guru
tentang KBK, ditambah dengan jumlah materi yang terlalu banyak, sarana dan
prasarana yang kurang memadi serta faktor lain yang kesemuanya itu
mengindikasikan tidak tercapainya tujuan KBK secara optimal. Maka lahirlah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang lebih dikenal dengan istilah
KTSP sebagai penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK). KTSP merupakan
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing
satuan pendidikan /sekolah. Dalam kurikulum ini sebenarnya tidak ada
perbedaan yang esensial antara KTSP dengan KBK karena kedua-duanya
masih berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar peserta didik, akan tetapi
perbedaan terdapat pada teknis pelaksanaan, jika dalam KBK disusun oleh
2 Soekisno R. Bambang. A, www. wordpress.com, 16 Mei 2007. 3 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan kontekstual : Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, Jilid 1, ( Jakarta: Bumu Aksara, 2007), Cet. 1, h. 17
3
pemerintah pusat, dalam hal ini Depdiknas sedangkan Pada Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan disusun oleh masing-masing, dalam hal ini sekolah
yang bersangkutan, walaupun masih tetap berpedoman atau mengacu pada
rambu-rambu nasional panduan Penyusunan KTSP yang disusun oleh badan
independen yang disebut Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP).
Untuk itu dalam proses implementasi KTSP disekolah agar lebih optimal
banyak hal yang harus dilakukan, baik oleh kepala sekolah itu sendiri sebagai
pemimpin maupun pihak-pihak lain yang terkait dengan proses implementasi
KTSP di sekolah seperti guru, staf tata usaha, orang tua, lingkungan sekolah
serta masyarakat sekitar sekolah. Mereka semua harus saling mendukung dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sesuai
yang diharapkan, baik itu tujuan nasional maupun tujuan institusional.
Permasalahan yang sering timbul berkaitan dengan implementasi sebuah
kurikulum di sekolah adalah proses sosialisasi dan pengetahuan seorang guru
mengenai kurikulum itu sendiri yang kurang, seperti terlihat pada sebagian
guru di SMPN 250 Jakarta. Mereka seakan kurang memahami dengan benar
apa itu KTSP, padahal hal tersebut seharusnya sudah terlaksana dengan baik.
Selain itu juga selama tiga tahun berjalan, SMPN 250 jakarta belum
mempunyai prestasi yang cukup signifikan baik dari segi prestasi hasil ujian
nasional maupun prestasi-prestasi lain seperti lomba karya ilmiah misalnya hal
ini mengindikasikan belum tercapainya implementasi kurikulum secara
optimal. Untuk itu, disini guru dituntut harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan khusus (Profesional) yang berkaitan dengan kegiatan
pembelajaran dalam mengimplementasikan sebuah kurikulum di sekolah,
salah satunya adalah dengan membuktikan keprofesionalannya dalam
menyusun satuan pembelajaran atau yang lebih dikenal dengan rencana
pelaksanaan pembelajaran. Mereka dituntut untuk dapat menyusun dan
membuat rencana pembelajaran yang berdasarkan kemampuan dasar apa yang
dapat digali dan dikembangkan oleh peserta didik. Guru harus mampu
menggali potensi diri dan bakat peserta didik sehingga mampu mencari dan
menemukan ilmu pengetahuannya sendiri. Selain itu juga guru harus mampu
4
mengubah dirinya sendiri. KTSP pada dasarnya adalah proses belajar
mengajar yang berlangsung dalam rangka pengkonstruksian dan penyusunan
pengetahuan oleh peserta didik dengan cara memberi makna dan merespon
pengetahuan sebelumnya. Dengan demikian di dalam penyusunan rencana
pembelajaran guru harus mampu menyusunnya sehingga kelas berlangsung
dalam suasana demokratis dan terbuka.
Selanjutnya keprofesionalan guru dalam menggunakan strategi
pembelajaran walaupun banyak lagi keprofesionalan guru yang lain yang
harus dikembangan, juga merupakan salah satu kompetensi yang harus
dimiliki untuk mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) dengan baik. Kalau dilihat pada proses pengkonstruksian dan
penyusunan pengetahuan yang dimaksud di atas, maka pengunaan strategi
pembelajaran dengan pendekatan kontektual (Contextual Teaching And
Learning) didalam kelas merupakan sesuatu hal yang sangat penting dan perlu
diperhatikan dengan baik. Akan tetapi fenomena yang ada menunjukkan
sedikitnya pemahaman guru mengenai strategi ini. Akhir-akhir ini
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And
Learning) merupakan salah satu pendekatan yang banyak dibicarakan orang.
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching And Learning) adalah
“mukanya” Kurikulum yang berorientasi pada Kompetensi, artinya CTL
merupakan salah satu pendekatan yang dapat diandalkan dalam
mengembangkan dan mengimplementasikan KTSP, karena dengan adanya
CTL selain dapat memberikan pengalaman belajar, diharapkan siswa dapat
memiliki kecakapan untuk memecahkan permasalahan hidup sesuai dengan
kegiatan belajar yang mengarahkan siswa untuk terlibat secara langsung dalam
konteks rumah, masyarakat maupun tempat kerja.
Pendekatan CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannyan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih
5
bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam
membentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer
pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari
pada hasil. Dalam konteks itu siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa
manfaatnya, dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya. Mereka
sadar bahwa yang mereka pelajari berguna untuk hidupnya nanti. Dalam
upaya itu, mereka memerlukan guru sebagai pengarah dan pembimbing.
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai
tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi
daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim
yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswa.
Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.
Model pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching And
Learning) hanya sebuah strategi pembelajaran. Seperti halnya strategi
pembelajaran yang lain, CTL (Contextual Teaching And Learning)
dikembangkan denga tujuan agar pembelajaran berjalan dengan lebih
produktif dan bermakna. CTL (Contextual Teaching And Learning) dapat
diterapkan tanpa mengubah kurikulum dan tatanan yang ada.
Selanjutnya, dalam proses implementasi CTL (Contextual Teaching
And Learning) pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan, KTSP perlu melibatkan
berbagai pihak seperti kepala sekolah, komite sekolah, guru, siswa,
lingkungan keluarga, masyarakat serta pihak-pihak lain yang terkait, yang
semuanya itu harus saling mendukung dan berjalan bersama. Tanpa itu semua,
keberhasilan implementasi pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
And Learning) mempunyai kemungkinan tidak tercapai secara optimal seperti
yang diharapkan dalam konsep KTSP..
Kalau kita melihat pada implementasi KTSP yang ada pada saat sekarang
ini seperti yang telah dijelaskan di atas yang ada di SMPN 250 Jakarta, maka
secara tidak langsung dengan adanya faktor tersebut dapat mengganggu
terhadap proses penggunaan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual itu
6
sendiri pada KTSP dan dapat mengubah rencana pembelajaran yang telah ada
dan akan di pakai. Untuk itu, perlu diperhatikan pengunaan pembelajaran
dengan pendekatan CTL(Contextual Teaching And Learning) dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis ingin membahas lebih lanjut
permasalahan tersebut dalam bentuk judul skripsi dengan judul :
“HAMBATAN PELAKSANAAN CONTEXTUAL TEACHING AND
LEARNING DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN
PENDIDIKAN” (Studi Kasus Pada Pendidikan Agama Islam Di SMP Negeri
250 Jakarta )
B. Perumusan Masalah Penggunaan pendekatan CTL pada KTSP merupakan salah satu pendekatan
yang dapat diandalkan. Untuk itu pelaksanaannya harus benar-benar
berdasarkan konteksnya agar pembelajaran lebih bermakna dan implementasi
KTSP berjalan dengan baik. Perlu adanya kesesuaian antara isi yang ada pada
KTSP dengan situasi dan kondisi yang ada, baik itu menyangkut peserta didik,
pendidik, media pembelajaran, maupun lingkungan serta faktor pembawaan
dari peserta didik itu sendiri. Karena, jika hal tersebut tidak sesuai dengan
prosesnya maka keberhasilan tujuan pendidikan tidak tercapai dengan baik.
Dengan demikian pelaksanaan pendekatan CTL tergantung pada implementasi
KTSP. Untuk itu, proses sosialisasi pada para guru tentang KTSP harus benar-
benar berjalan dengan baik agar dapat saling mendukung dan berjalan
seimbang. Artinya, jika proses implementasi KTSP berjalan dengan baik,
maka dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL pun
begitu juga.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan sebagai berikut : “Mengapa pelaksanaan CTL (Contextual
Teaching And Learning) dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan) kurang efektif ?
7
Studi ini akan mengangkat kasus pelaksanaan CTL (Contextual Teaching
And Learning) dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan pada Pendidikan
Agama Islam di SMP Negeri 250 Jakarta.
Untuk memudahkan dalam kajian ini atau mendapatkan jawaban dari
pertanyaan di atas (Major Research Questions), maka di bawah ini dibuat
minor research questions sebagai berikut:
1. Bagaimana pemahaman guru terhadap Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP ) secara teoritis dan praktis?
2. Bagaimana kondisi obyektif tentang materi ajar Pendidikan Agama
Islam yang meliputi kedalaman dan keluasan materi ?
3. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang mendorong
terimplementasinya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan
pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) ?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pelaksanaan KTSP di SMP Negeri 250 Jakarta
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
pendekatan CTL dalam KTSP di SMPN 250 Jakarta
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan CTL dalam KTSP pada
Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 250 Jakarta
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini dapat menambah pemahaman terhadap
pendekatan teori dan strategi pembelajaran melalui pendekatan CTL
dalam pelajaran Pendidikan Agama Islam.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Menumbuhkan aktifitas dan kreatifitas siswa secara optimal
8
dalam kegiatan belajar mengajar sehingga lebih bermakna.
b. Bagi Guru
Sebagai referensi dalam proses belajar mengajar terhadap
ketepatan dan keefektifan penggunaan strategi pembelajaran.
c. Bagi SMPN 250 Jakarta
Hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang
berarti dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar
mengajar sehingga menjadikan SMPN 250 Jakarta sebagai
lembaga pendidikan yang dinamis dan inisiatif.
d. Bagi Peneliti
Mendapat pengalaman langsung pelaksanaan pembelajaran
Pendidikan Agama Islam sekaligus sebagai model yang dapat
dilaksanakan dan dikembangkan kelak. Selain itu, memberikan
bekal agar mahasiswa sebagai calon guru Pendidikan Agama
Islam siap melaksanakan tugas sesuai kebutuhan dan
perkembangan zaman.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN( KTSP )
1. Pengertian KTSP Pengertian KTSP menurut pendapatnya Masnur Muslih adalah
“kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-
masing satuan pendidikan / sekolah.”4 Penyusunan KTSP dilakukan
oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar
kompetensiserta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan. KTSP merupakan strategi pengembangan
kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan
berprestasi. KTSP merupakan paradigma baru pengembangan
kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan
pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan
proses belajar mengajar di sekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan
pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber
daya, sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai
prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.
2. Tujuan KTSP Secara umum tujuan diterapkannya KTSP adalah memandirikan dan
memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif dalam
4 Masnur muslih, KTSP Dasar Pemahaman…, h. 10.
10
pengembangan kurikulum.
Secara khusus tujuan diterapkannya KTSP adalah untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan nisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.5
Berdasarkan tujuan tersebut di atas dapat kita fahami bahwa KTSP
merupakan suatu pola pendekatan baru dalam pengembangan kurikulum
dalam konteks otonomi daerah. Oleh sebab itu, KTSP perlu diterapkan
pada setiap satuan pendidikan, hal tersebut dikarenakan oleh beberapa
hal:
a) Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan lembaganya.
b) Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
c) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat, serta lebih efisien dan efektif apabila dikontrol oleh masyarakat setempat.
d) Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga mereka akan berusaha semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran KTSP.
e) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orang tua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
f) Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang berubah dengan cepat, serta mengakomodasinya
5 E. Mulyasa, KurikulumTingkat Satuan Pendidikan Suatu Panduan Praktis, Jilid 1,
(Bandung: Rosda Karya, 2007), Cet. 3, h.22
11
dalam KTSP.6
3. Landasan Pengembangan KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dilandasi oleh undang-undang
dan peraturan pemerintah sebagai berikut:
a) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat (19); pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
b) Peraturan Pemerintah Rebublik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1),(2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1),(2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1),(2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1),(2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.
c) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi memuat putusan sebagai berikut:
Pasal 1 1) Standar Isi untuk satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
yang selanjutnya disebut Standar Isi mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
2) Standar Isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini.
d) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan memuat putusan sebagai berikut: Pasal 1
1) Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
2) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran.
3) Standar Kompetensi Lulusan sebagaimana dimaksud pada
6 E. Mulyasa, KurikulumTingkat…, h.23.
12
ayat (1) tercantum pada lampiran Peraturan Menteri ini.7
4. Karakteristik KTSP KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum
dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan
memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama
ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan
efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran.mengingat peserta didik dating dari berbagai latar
belakang sosial dan, salah satu perhatian sekolah harus ditujukan pada
asas pemerataan, baik dalam bidang social, ekonomi, maupun politik.
Disisi lain, sekolah juga harus meningkatkan efisiensi, partisipasi, dan
mutu, serta tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan beberapa
karakteristik KTSP sebagai berikut: pemberian otonomi luas kepada
sekolah dan satuan pendidikan, partisipasi masyarakat dan orang tua
yang tinggi, kepemimpinan yang demokratis dan professional, serta
team-kerja yang kompak dan transparan.
a. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan
Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan
pendidikan, disertai seperangkat tanggung jawab untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi setempat. Sekolah
dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan yang
luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan peserta didik serta tuntutan masyarakat. Selain itu,
sekolah dan satuan pendidikan juga diberikan kewenangan untuk
menggali dan mengelola sumber dana sesuai dengan prioritas
kebutuhan. Melalui otonomi yang luas, sekolah dapat meningkatkan
kinerja tenaga kependidikan dengan menawarkan partisipasi aktif
7Masnur muslih, KTSP Dasar…, h. 1-10.
13
mereka dalam pengambilan keputusan dan tanggung jawab bersama
dalam pelaksanaan keputusan yang diambil secara proporsional, dan
professional.
b. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua Yang Tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi
masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua
peserta didik dan masyarakat tidak hanya mendukung sekolah
melalui bantuan keuangan tetapi melalui komite sekolah dan dewan
pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program
yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Masyarakat dan
orang tua menjalin kerja sama untuk membantu sekolah sebagai nara
sumber pada berbagai kegiatan sekolah untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran.
c. Kepemimpinan Yang Demokratis
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
didukung oleh adanya kepemimpinan sekolah yang demokratis dan
professional. Kepala sekolah dan guru-guru sebagai tenaga pelaksana
kurikulum merupakan orang yang memiliki kemampuan dan
integritas professional. Kepala sekolah adalah manajer pendidikan
professional yang direkrut komite sekolah untuk mengelola segala
kegiatan sekolah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan. Guru-guru
yang direkrut oleh sekolah adalah pendidik profesional dalam
bidangnya masing-masing, sehingga mereka bekerja berdasarkan
pola kinerja profesional yang disepakati bersama untuk memberi
kemudahan dan mendukung keberhasilan belajar peserta didik.
Dalam proses pengambilan keputusan, kepala sekolah
mengimplementasikan proses “bottom – up” secara demokratis,
sehingga semua pihak memiliki tanggung jawab terhadap keputusan
yang diambil beserta pelaksanaannya.
d. Team Kerja Yang Kompak dan Transparan
Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan
14
pembelajaran didukung oleh kinerja tim yang kompak dan transparan
dari berbagai pihak yang terlibat dalam pendidikan. Dalam dewan
pendidikan dan komite sekolah misalnya, pihak-pihak yang terlibat
bekerja sama secara harmonis sesuai dengan posisinya masing-
masing untuk mewujudkan suatu “ sekolah yang dapat dibanggakan”
oleh suatu pihak. Mereka tidak saling menunjukkan kuasa atau
paling berjasa, tetapi masing-masing berkontribusi terhadap upaya
peningkatan mutu dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Dalam
pelaksanaan pembelajaran misalnya, pihak-pihak yang terkait
bekerja sama secara profesional untuk mencapai tujuan-tujuan atau
target yang disepakati bersama. Dengan demikian, keberhasilan
KTSP merupakan hasil sinergi (sinergisitif effect) dari kolaborasi
team yang kompak dan transparan. Dalam konsep KTSP yang utuh
kekuasaan yang dimiliki sekolah dan suatun pendidikan, terutama
mencakup pengambilan keputusan tentang pengembangan kurikulum
dan pembelajaran; serta penilaian hasil belajar peserta didik.
Disamping beberapa karakteristik diatas, terdapat beberapa factor
yang penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan KTSP,
terutama berkaitan dengan system informasi, serta sistem
penghargaan dan hukuman.
5. Prinsip-Prinsip KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan jenjang pendidikan dasar dan
menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman
pada standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh
BNSP, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, serta kebutuhan peserta didik
dan lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
15
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
tuntutan lingkungan.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman
karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis
pendidikan , tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status social ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan
dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi, dan
seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, tekhnologi dan seni berkembang secara dinamis, dan
oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu
pengetahuan, tekhnologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan hidup dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan
kurikulum harus mempertimbangkan dan memperhatikan
pengembangan integritas pribadi, kecerdasan spiritual, keterampilan
berfikir, kreatifitas sosial, kemampuan akademik, dan keterampilan
vokasional.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi
16
kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang
direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua
jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hanyat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan,
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara
unsure-unsur pendidikan formal, informal dan non formal, dengan
memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu
berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara kepentingan global, nasional dan lokal
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan
global, nasional dan local untuk membangun kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan global,
nasional, dan local harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan
dengan perkembangan era globalisasi dengan tetap berpegang pada
motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
6. Acuan Operasional KTSP Sedikitnya ada 12 poin acuan operasional untuk penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, yaitu “peningkatan iman dan
takwa serta akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat
sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik, keragaman potensi
dan karakteristik daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah
dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan
tekhnologi dan seni, Agama, dimanika perkembangan global, persatuan
nasional dan nilai-nilai kebangsaan, kondisi sosial budaya masyarakat
setempat, kesetaraan gender, karakteristik satuan pendidikan.”8
Keduabelas poin tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
8 Masnur muslih, KTSP Dasar pemahaman…, h. 11.
17
1) Peningkatan iman dan takwa serta akhlak mulia 2) Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat sesuai dengan tingkat
perkembangan peserta didik Kurikulum disusun agar memungkinkan pengembangan keragaman potensi, minat, kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kinestetik peserta didik secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
3) Keragaman potensi dan karakteristik daerah dan lingkungan Daerah memiliki keragaman potensi, kebutuhan tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Oleh karena itu, kurikulum harus memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan daerah.
4) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional Pengembangan kurikulum harus memperhatikan keseimbangan tuntutan pembangunan daerah dan nasional.
5) Tuntutan dunia kerja Kurikulum harus memuat kecakapan hidup untuk membekali
peserta didik memasuki dunia kerja sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan kebutuhan dunia kerja, khususnya bagi mereka yang tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
6) Perkembangan ilmu pengetahuan tekhnologi dan seni Kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
7) Agama Kurikulum harus dikembangkan untuk meningkatkan toleransi dan kerukunan umat beragama, serta memperhatikan norma agama yang berlaku di lingkungan sekolah.
8) Dimanika perkembangan global Kurikulum harus dikembangkan gar peserta didik mampu bersaing secara global dan dapat hidup berdampingan dengan bangsa lain.
9) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan Kurikulum harus mendorong wawasan dan sikap kebangsaan dan persatuan nasional untuk memperkuat keutuhan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10) Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Kurikulum harus dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya.
11) Kesetaraan gender Kurikulum harus diarahkan kepada pendidikan yang berkeadilan
dan mendorong tumbuh kembangnya kesetaraan gender. 12) Karakteristik satuan pendidikan.
Kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan visi, misi,
18
tujuan, kondisi, dan ciri khas satuan pendidikan.9
7. Komponen-Komponen KTSP Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih dikenal dengan
KTSP memiliki beberapa komponen. Dalam garis besarnya ada lima
komponen. Kelima komponen tersebut antara lain sebagai berikut: Visi
dan Misi, Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan, Menyusun Kalender
Pendidikan, Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Sedangkan menurut
panduan yang dibuat oleh BNSP dalam pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan terdapat empat komponen. Perbedaannya
terletak pada tidak terdapatnya komponen visi dan misi sebagaimana
yang tercantum dalam pendapatnya E.mulyasa tersebut di atas. Dalam
hal ini, penulis akan menjelaskan kedua pendapat tersebut karena
keduanya penting dan saling mendukung.
a. Visi dan Misi
Untuk dapat menetapkan visi dan misi satuan pendidikan,
hendaknya kepala sekolah harus memahami terlebih dahulu tentang
visi itu sendiri. “Menurut pendapat Helgeson visi merupakan
penjelasan tentang rupa yang seharusnya dari suatu organisasi
kalau ia berjalan dengan baik”.10 Selanjutnya, Gaffar berpendapat
“ bahwa visi adalah daya pandang yang jauh, mendalam dan
meluas yang merupakan daya piker yang abstrak, yang memiliki
kekuatan yang amat dahsyat dan dapat menerobos segala batas-
batas fikik dan tempat”.11 Sedangkan Morrisey berpendapat “
bahwa visi adalah representasi dari apa yang diyakini sebagai
bentuk organisasi dimasa depan dalam pandangan pelanggan,
9 Masnur muslih, KTSP Dasar Pemahaman…, h. 12. 10 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat…, h. 176. 11 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat …, h. 177.
19
karyawan, pemilik dan stakeholder lainnya”.12
Untuk itu tugas kepala sekolah seharusnya adalah meluangkan
sedikit waktunya untuk dapat mengkomunikasikan visi tersebut
kepada seluruh staf dan jajarannya dan tingkat manajemen. Hal ini
dpat dilakukan dengan mengangkat visi sebagai acuan dalam
berbagai pertemuan yang melibatkan beberapa unsur diantaranya
unsur satuan pendidikan, komite sekolah, dewan pendidikan, dunia
usaha, dan industri, serta masyarakat disekitar lingkungan sekolah.
Dalam mengembangkan visi tersebut, kepala sekolah harus
mampu mendayagunakan kekuatan-kekuatan yang sesuai bagi
kegiatan internal sekolah. Selain itu juga, kepala sekolah dalam
menetapkan visinya harus berpijak pada peningkatan kualitas masa
depan.
b. Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan
Dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), satuan pendidikan harus menyusun program peningkatan
mutu pendidikan yang mencakup tujuan, sasaran dan target yang
akan dicapai untuk program jangka pendek maupun jangkan
panjang (strategis).
Tujuan pendidikan satuan pendidikan merupakan acuan dalam
mengembangkan Kurikulum Kingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan untuk pendidikan
dasar, menengah, dan kejuruan adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan Dasar, yang meliputi SD/MI/SDLB/Paket A
dan SMP/MTs./SMPLB/Paket B bertujuan : Meletakkan
dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,
serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
2. Pendidikan Menengah yang terdiri atas
SMA/MA/SMALB/Paket C bertujuan : Meningkatkan
20
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti
pendidikan lebih lanjut.
3. Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut
sesuai dengan kejuruannya.13
c. Menyusun Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dapat menyusun kalender pendidikan sesuai
dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta
didik dan masyarakat, dengan memperhatikan kalender pendidikan
sebagaimana tercantum dalam standar isi. Dalam penyusunan
kalender pendidikan, sebaiknya setiap satuan pendidikan harus
mampu menghitung jam belajar efektif untuk pembentukkan
kompetensi peserta didik, dan menyesuaikannya dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta
didik setelah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu.
Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran
mengacu pada efisiensi, efektifitas, dan hak-hak peserta didik.
Dalam kalender pendidikan dapat kita lihat berapa jam efektif yang
dapat dipergunakan untuk kegiatan pembelajaran, termasuk waktu
libur, dan lain-lain.berdasarkan sumber-sumber tersebut, dapat
ditetapkan dan dikembangkan jumlah kompetensi dasar, dan waktu
yang tersedia untuk menyelesaikan kompetensi dasar, jumlah
ulangan, baik ulangan umum maupun ulangan harian, dan jumlah
waktu cadangan.14
d. Struktur dan Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
13 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan kontekstual : Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, h. 29. 14 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat…, h. 180.
21
Struktur Kurkulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada
tingkat atau jenjang pendidikan dasar dan menengah tertuang
dalam Standar Isi, yang dikembangkan dari kelompok mata
pelajaran sebagai berikut:
a) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. b) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian. c) Kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. d) Kelompok mata pelajaran estetika. e) Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan
kesehatan.15
Kelompok mata pelajaran tersebut dilaksanakan melalui
muatan dan / atau kegiatan pembelajaran sebagaimana diuraikan
dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Pasal 7.
Struktur Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
memuat antara lain: mata pelajaran, muatan local, kegiatan
pengembangan diri, pengaturan beban belajar, kenaikan kelas,
penjurusan, dan kelulusan, pendidikan kecakapan hidup,
pendidikan berbasis keunggulan local dan global. Muatan
Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Mata pelajaran
Mata pelajaran beserta alokasi waktu untuk masing-masing
tingkat satuan pendidikan tertera pada struktur kurikulum yang
tercantum dalam standar isi.
2) Muatan local
Muatan local merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas
dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya
15Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran…, h. 12.
22
tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan.
3) Kegiatan Pengembangan Diri
Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang
harus diasuh oleh guru. Pengembangan diri bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan
kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi
sekolah. Kegiatan tersebut di difasilitasi dan/atau dibimbing oleh
konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan
dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
4) Pengaturan Beban Belajar
a. Beban belajar dalam sistem paket digunakan oleh tingkat
satuan pendidikan SD / MI / SDLB, SMP /MTs / SMPLB, baik
kategori standar maupun mandiri, SMA /MA / SMALB / SMK
/ MAK kategori standar.
b. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) dapat
digunakan oleh SMP/MTs./SMPLB kategori mandiri, dan oleh
SMA /MA / SMALB / SMK / MAK kategori standar.
c. Beban belajar dalam sistem kredit semester (SKS) digunakan
oleh SMA /MA / SMALB / SMK / MAK kategori mandiri.
d. Jam pembelajaran untuk setiap mata pelajaran pada sistem
paket dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur
kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan manambah
maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara
keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai
kompetensi.
e. Alokasi waktu untuk penugasan terstruktur dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket untuk
SD/MI/SDLB 0%-40%, SMP/MTs./SMPLB 0%-50% dan
23
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK 0%-60% dari waktu kegiatan
tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Pemanfaatan
alokasi waktu tersebutmempertimbangkan kebutuhan peserta
didik dalam mencapai kompetensi.
f. Alokasi waktu untuk praktik, dua jam kegiatan praktik
disekolah setara dengan satu jam tatap muka. Empat jam
praktik di luar sekolah setara dengan satu jam tatap muka.
g. Alokasi waktu untuk tatap muka, penugasan terstruktur, dan
kegiatan mandiri tidak terstruktur untuk SMP/MTs. Dan
SMA/MA/SMK/MAK yang menggunakan system SKS
mengikuti aturan sebagai berikut:
1. Satu SKS pada SMP/MTs. Terdiri atas: 40 menit tatap
muka, 20 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri
tidak terstruktur.
2. Satu SKS pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit
tatap muka, 25 menit kegiatan terstruktur dan kegiatan
mandiri tidak terstruktur.
5) Kenaikan Kelas, Penjurusan, dan Kelulusan
Kenaikan kelas, penjurusan, dan kelulusan mengacu pada
standar penilaian yang dikembangkan oleh BNSP.
6) Pendidikan Kecakapan Hidup
a. Kurikulum untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs./SMPLB,
SMA/MA/SMALB, SMK/SMAK dapat memasukkan
pendidikan kecakapan hidup, yang mencakup kecakapan
pribadi, kecakapan social, kecakapan akademik dan
/kecakapan vokasional.
b. Pendidikan kecakapan hidup dapat merupakan bagian dari
pendidikan semua mata pelajaran.
c. Pendidikan kecakapan hidup dapat diperoleh peserta didik
dari satuan pendidikan yang bersangkutan dan / atau dari
satuan pendidikan formal lain dan / atau non formal yang
24
sudah memperoleh akreditasi.
7) Pendidikan berbasis keunggulan Lokal dan Global
a. Kurikulum untuk semua tingkat satuan pendidikan
dapat memasukkan pendidikan berbasis keunggulan
lokal dan global.
b. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat merupakan
bagian dari semua mata pelajaran.
c. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dapat diperoleh
peserta didik dari satuan pendidikan formal lain dan /
atau non formal yang sudah memperoleh akreditasi.16
e. Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran,
dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Berdasarkan
silabus inilah guru bisa mengembangkannya menjadi rancangan
pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang akan diterapkan dalam
kegiatan pembelajaran bagi siswanya.
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
Pengembangan KTSP Dalam mengembangkan dan melaksanakan KTSP disekolah terdapat
beberapa faktor yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor tersebut sangat
menentukan terhadap keberhasilan implementasi Turikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) itu sendiri. Faktor tersebut, yaitu:” terutama
berkaitan dengan sosialisasi KTSP di sekolah, suasana yang kondusif,
fasilitas dan sumber belajar, disiplin, kemandirian kepala sekolah,
paradigma (pola pikir) guru, serta pemberdayaan staf.”17
a. Sosialisasi KTSP di Sekolah
16 Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran… , h. 13. 17 E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat…, h. 153.
25
Dalam proses pelaksanaan KTSP disekolah diperlukan
sosialisasi yang matang agar dapat dipahami dan diterapkan secara
optimal, selain itu juga sosialisasi merupakan langkah yang penting
yang akan menunjang dan menentukan keberhasilan KTSP tersebut.
Sosialisasi tersebut harus sampai pada seluruh warga sekolah bahkan
terhadap masyarakat dan orang tua peserta didik agar mereka semua
mengenal dan memahami visi dan misi sekolah serta KTSP yang
akan dikembangkan di sekolah. Dalam pelaksanaannya sosialisasi
dapat dilakukan oleh kepala sekolah secara langsung maupun oleh
orang lain yang ahli dalam bidang tersebut yaitu baik dari kalangan
masyarakat, akademisi maupun dari kalangan penulis atau pengamat
pendidikan.
b. Suasana yang kondusif
Lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme
dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan
sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik
merupakan suasana yang dapat membangkitkan semangat belajar.
Suasana yang kondusif merupakan faktor pendorong yang dapat
memberikan daya tarik tersendiri bagi proses pembelajaran,
sebaliknya suasana yang kurang menyenangkan akan menimbulkan
kejenuhan dan rasa bosan.
Suasana yang kondusif seperti yang telah dijelaskan di atas perlu
ditunjang dengan berbagai fasilitas belajar yang menyenangkan,
seperti: sarana, laboratorium, pengaturan lingkungan, penampilan
dan sikap guru, hubungan yang harmonis antara guru dengan peserta
didik dan di antara para peserta didik itu sendiri, serta penataan
organisasi dan bahan pembelajaran secara tepat, sesuai dengan
kemampuan dan perkembangan peserta didik.
Dengan demikian, karena implementasi KTSP menggunakan
pendekatan kompetensi dan berlandaskan aktivitas serta kemampuan
berfikir peserta didik, maka diperlukan ruangan yang fleksibel, serta
26
mudah disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Luas ruangan
dengan jumlah peserta didik juga perlu diperhatikan, bila
pembelajaran dilakukan di dalam ruangan tertutup: sedang ditempat
terbuka perlu diperhatikan gangguan-gangguan yang datang dari
lingkungan sekitar. Sarana dan media pembelajaran juga perlu diatur
dan ditata sedemikian rupa, demikian halnya dengan penerangan
jangan sampai mengganggu pandangan peserta didik.
c. Fasilitas dan sumber belajar
Dalam mengembangkan KTSP diperlukan sumber belajar yang
cukup memadai diantaranya laboratorium, pusat sumber belajar dan
perpustakaan, serta pengelola yang professional. Sumber belajar
tersebut harus didayagunakan secara optimal mungkin, dipelihara,
dan disimpan dengan sebaik-baiknya. Selain itu juga kreativitas guru
dan peserta didik perlu ditingkatkan untuk membuat dan
mengembangkan alat-alat pembelajaran yang berguna untuk
menunjang proses pembelajaran. Dalam pengembangan sumber
belajar, guru selain harus mampu membuat sendiri alat pembelajaran
dan alat peraga, juga harus berinisiatif mendayagunakan lingkungan
sekitar sekolah sebagai sumber belajar yang lebih kongkrit. Untuk
kepentingan tersebut, perlu diupayakan pengingkatan pengetahuan
guru dan didorong terus untuk menjadi guru yang kreatif dan
professional, terutama dalam hal pengadaan serta pendayagunaan
fasilitas dan sumber belajar secara luas, untuk mengembangkan
kemampuan kemampuan peserta ddik yang optimal.
d. Disiplin
Kegiatan disipin bertujuan untuk membantu peserta didik untuk
menemukan diri, mengatasi, dan mencegah timbulnya problem-
problem disiplin, serta berusaha menciptakan situasi yang
menyenangkan bagi kegiatan pembelajaran, sehingga mereka
mentaati segala peraturan yang diterapkan. Dalam proses
implementasi KTSP, guru harus mampu membina disiplin peserta
27
didik, terutanma disiplin diri. Guru harus mampu membantu peserta
didik mengembangkan perilakunya, meningkatkan standar
perilakunya, dan melaksanakan aturan sebagai alat untuk
menegakkan disiplin. Pembinaan disiplin tersebut perlu dimulai
dengan prinsip yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni
sikap demokratis, sehingga aturan disiplin perlu berpedoman pada
hal tersebut, yakni dari, oleh dan untuk peserta didik, sedangkan guru
sebagai pengemban ketertiban yang perlu digugu dan ditiru, tapi
tidak diharapkan sikap yang otoriter.
Dengan adanya disiplin diharapkan tercipta suasana yang
kondusif untuk mengimplementasikan KTSP, sehingga peserta didik
dapat berkembang secara optimal dan menguasai berbagai
kompetensi sesuai dengan tujuan.
e. Kemandirian kepala sekolah
Kepala sekolah dalam memimpin di sekolah harus memiliki
sikap yang mandiri, terutama dalam mengkoordinasikan,
menggerakkan, dan menselaraskan semua sumber daya pendidikan
yang tersedia. Hal tersebut dikarenakan agar pelaksanaan KTSP
disekolah yang menyangkut visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah
melalui program – program yang dilaksanakan dapat diwujudkan
secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu diperlukan
kemandirian dan profesionalisme kepala sekolah. Kepala sekolah
yang mandiri sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan yang
menyangkut berbagai aspek pengembangan KTSP dan sarana
penunjangnya, termasuk peningkatan profesionalisme guru. Kepala
sekolah harus mampu mengambil keputusan yang bijaksana secara
tepat waktu dan tepat sasaran, tanpa harus menunggu perintah dari
pimpinan yang ada di atasnya.
f. Paradigma (pola pikir) guru
Salah satu faktor penting yang mempunyai pengaruh cukup besar
terhadap keberhasilan proses dan hasil belajar bahkan sangat
28
menentukan berhasil tidaknya peserta didik dalam belajar adalah
adanya seorang guru. Demikian juga dalam proses implementasi
KTSP di sekolah diperlukan aktivitas dan kreativitas guru untuk
membentuk kompetensi pribadi peserta didik. Untuk itu proses
pembelajaran harus sebanyak mungkin melibatkan peserta didik,
agar mereka mampu bereksplorasi untuk menentukan kebenaran
ilmiah. Dalam hal inilah perlunya membangun guru, agar mereka
mampu menjadi fasilitator, mitra belajar bagi peserta didiknya.
Dengan demikian, untuk mengembangkan KTSP perlu
membangun karakter guru, sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan zaman. Tugas guru tidak hanya menyampaikan
informasi kepada peserta didik, tetapi harus dilatih menjadi fasilitator
yang bertugas memberikan kemudahan belajar kepada seluruh
peserta didik, agar mereka dapat belajar dalam suasana yang
menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani
mengemukakan pendapat secara terbuka merupakan modal dasar
bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia
yang siap beradaptasi, menghadapi berbagai kemungkinan, dan
memasuki era globalisasi yang sarat tantangan dan persaingan.
g. Pemberdayaan staf.
Keberhasilan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh
keberhasilan kepala sekolah dalam memberdayakan staf yang ada.
Dalam hal ini, peningkatkan produktivitas dan prestasi kerja dapat
dilakukan dengan meningkatkan prilaku staf di sekolah melalui
aplikasi berbagai konsep dan teknik manajemen personalia modern.
Manajemen tersebut harus bertujuan untuk memberdayakan staf
secara efektif dan efisien untuk mencapai hasil yang optimal, namun
tetap dalam kondisi yang menyenangkan. Selanjutnya, fungsi
manajemen staf di sekolah dapat dilakukan oleh kepala sekolah
dengan menarik, mengembangkan, menggaji, dan memotivasi staf
untuk mencapai tujuan pendidikan yang optimal, membantu staf
29
mencapai posisi dan standar perilaku, memaksimalkan
perkembangan karier, serta menyelaraskan tujuan individu,
kelompok, dan lembaga. Pemberdayaan staf dalam kaitannya dengan
implementasi KTSP disekolah dapat dilakukan oleh kepala sekolah
dengan beberapa hal, yaitu: menyangkut kesejahteraan staf,
prajabatan, rekrutmen dan penempatan staf, kualitas staf, serta
pengembangan karier.
B. CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING
1. Konsep dasar dan karakteristik CTL (Contextual
Teaching And Learning) CTL (Contextual Teaching And Learning) adalah “suatu pendekatan
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan Siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga
mendorong Siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan
mereka.”18 Selanjutnya, Elaine B Johnson dalam bukunya Contextual
Teaching And Learning memberikan definisi tentang system CTL, yaitu:
“sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat
makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks keadaan
pribadi, social, dan budaya mereka.”19 Dari pengertian tersebut di atas
dapat disimpulkan, bahwa CTL adalah merupakan salah satu pendekatan
dari beberapa pendekatan yang ada dalam proses pembelajaran yang
membantu siswa untuk dapat menemukan sendiri makna yang ada dalam
materi pelajaran dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata siswa.
Dari konsep tersebut di atas ada dua hal yang harus dipahami. 18 Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jilid 1, (Jakarta: Kencana, 2006), Cet. 1, h. 109. 19 Elaine B. Johson, Contextual Teaching and Learning, Jilid 1, (Bandung: MLC, 2007), Cet. 1, h.109
30
Pertama, CTL menekankan proses keterlibatan Siswa untuk menemukan
materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman
secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar Siswa dapat menemukan
hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata,
artinya Siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di Sekolah dengan kehidupan nyata.
Dari penjelasan ini, terdapat lima karakteristik dalam proses
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL (Contextual Teaching
And Learning), yaitu:
a) Dalam CTL Pembelajaran merupakan proses pengaktifan
pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge), artinya apa
yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah
dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh
Siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan
satu sama lain.
b) Pembelajaran yang Kontekstual adalah belajar dalam rangka
memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring
learning). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,
artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara
keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.
c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tapi untuk
dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan
dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan
berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu
dikembangkan.
d) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut(applying
knowledge) artinya pengetahuan dan pengalaman yang
diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan Siswa,
sehingga tampak perubahan perilaku Siswa.
e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
31
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan
balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
2. Latar Belakang Filosofis Dan Psikologis CTL (Contextual
Teaching And Learning)
a) Latar Belakang Filosofis CTL banyak dipengaruhi oleh filsafat konstruktivisme yang
mulai oleh Mark Baldwin dan selanjutnya dikembangkan oleh Jean
Piaget. Aliran ini berangkat dari pemikiran Giambatista Vico. Vico
mengatakan: “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaannya”. 20
Mengetahui, menurut Vico berarti mengetahui bagaimana
membuat sesuatu. Artinya, seseorang dikatakan mengetahui
manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun
sesuatu itu. Oleh karena itu menurut Vico, pengetahuan itu tidak
lepas dari orang (subjek) yang tahu. Pengetahuan merupakan
struktur konsep dari subjek yang mengamati. Selanjutnya,
pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan
mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar
bukanlah sekedar menghafal tetapi proses merekonstruksi
pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
“pemberian” dari orang lain seperti Guru, akan tetapi hasil dari
proses mengonstruksi yang dilakukan setiap individu.
Piaget berpendapat, “Bahwa sejak kecil setiap anak sudah
memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema.”21
Skema terbentuk karena pengalaman, misalnya anak senang
bermain dengan dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat
keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu;
bahwa kucing berkaki empat sedangkan kelinci berkaki dua. Pada
20Wina Sanjaya, Pembelajaran…, h. 111. 21 Wina Sanjaya, Pembelajaran…, h. 112.
32
akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak
terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang
berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah
skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan
melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses
penyempurnaan skema; dan akomodasi adalah proses mengubah
skema yang sudah ada hingga terbentuk skema baru. Skema itu
(asimilasi dan akomodasi) terbentuk berdasarkan pengalaman
Siswa.
Sebelum ia mampu menyusun skema baru, ia akan dihadapkan
pada posisi ketidakseimbangan (disequilibrium), yang akan
mengganggu psikologi anak. Manakal skema telah disempurnakan
atau anak telah berhasil membentuk skema baru, anak akan
kembali pada posisi seimbang (equilibrium), untuk kemudian ia
akan dihadapakan pada perolehan pengalaman baru.
Pandangan Piaget tentang bagaimana sebenarnya pengetahuan
itu terbentuk dalam struktur kognitif Anak, sangat berpengaruh
terhadap beberapa model pembelajaran diantaranya Model
Pembelajaran Kontekstual. Menurut Pembelajaran Kontekstual,
pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun
sendiri oleh Siswa. Pengetahuan yang diperoleh hasil dari
pemberitahuan orang lain, tidak akan menjadi pengetahuan yang
bermakna. Pengetahuan yang demikian akan mudah dilupakan dan
tidak fungsional.
b) Latar Belakang psikologis
Berdasarkan Filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan
terbentuk karena peran aktif Subjek, maka dipandang dari sudut
psikologis, CTL berpijak pada aliran Psikologi Kognitif. Menurut
aliran ini: “Proses-proses belajar terjadi karena pemahaman
individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis
33
seperti keterkaitan stimulus dan respons.”22 Belajar tidak
sesederhana itu. Belajar melibatkan proses mental seperti emosi,
minat, motivasi, dan kemampuan/ pengalaman.
3. Peranan Guru Dan Siswa Dalam Pembelajaran CTL Setiap Siswa memiliki cara yang berbeda dalam belajarnya. Bobi
Deforter menamakannya sebagai modalitas belajar. “Menurutnya ada
tiga tipe cara belajar Siswa, yaitu tipe Visual, Auditorial, dan Kinestetik.
Tipe visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, artinya Siswa akan
lebih cepat belajar dengan cara menggunakan indera penglihatan. Tipe
Auditorial, adalah tipe belajar dengan menggunkan alat pendengarannya;
sedangkan tipe kinestetik, adalah tipe belajar dengan cara bergerak,
bekerja, dan menyentuh.”23
Dalam proses pembelajaran CTL (Contextual Teaching And
Learning), setiap Guru perlu memahami tipe belajar dalam dunia Siswa.
Dalam proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan,
sehingga proses pembelajaran tidak ubahnya sebagai proses pemaksaan
kehendak, yang menurut Paulo Freire sebagai system penindasan.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan bagi setiap Guru dalam menggunakan Pendekatan CTL,
yaitu:
a) Siswa dalam pembelajaran CTL dipandang sebagai individu yang
sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman
yang dimilikinya. Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,
melainkan organisme yang sedang berada dalam tahap-tahap
perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh
tingkat perkembangan dan pengalaman mereka. Dengan demikian
22 Wina Sanjaya, Pembelajaran…, h. 114. 23 Elaine B. johson, Contextual…, h.113
34
peran Guru bukanlah sebagai instruktur yang memaksakan kehendak,
melainkan Guru adalah pembimbing Siswa agar mereka dapat belajar
sesuai dengan tahap perkembngannya.
b) Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru
dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang
dianggap aneh dan baru. Oleh karena itulah belajar bagi mereka
adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang.
Dengan demikian Guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar
yang dianggap penting untuk dipelajari Siswa.
c) Belajar bagi Siswa dalah proses mencari keterkaitan atau
keterhubungan antara hal-hal yang sudah diketahui. Dengan
demikian peran Guru adalah membantu agar setiap Siswa mampu
menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan pengalaman
sebelumnya.
d) Belajar bagi anak adalah proses menyempurnakan skema yang telah
ada (asimilasi) atau proses pembentukan skema baru (akomodasi),
dengan demikian tugas Guru adalah memfasilitasi (mempermudah)
agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
4. Komponen-komponen Dalam Pembelajaran Dengan
Pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh
komponen. Komponen-komponen ini yang melandasi pelaksanaan
proses pembelajaran dengan menggunakan Pendekatan CTL (Contextual
Teaching And Learning). Menurut pendapat Elaine B. Jonson: “Ada
tujuh komponen, yaitu: membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, bekerja sama,
berfikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi, menggunakan penilaian
35
yang autentik.”24
Selanjutnya menurut Sardiman dalam bukunya interaksi dan
motivasi belajar mnyebutkan ada tujuh komponen dalam CTL dan begitu
juga dengan pendapatnya Wina Sanjaya dalam bukunya pembelajaran
dalam implementasi KBK, akan tetapi ada sedikit perbedaan dari segi
pengungkapan bahasanya. Ketujuh komponen tersebut, yaitu: teori
konstruktivisme, menemukan (inquiri), bertanya (questioning),
masyarakat belajar ( learning community), pemodelan (modeling),
refleksi (reflection), dan penilaian yang autentik (authentic
assessment).25 Kemudian, yang akan dijelaskan oleh penulis tentang
CTL disini yaitu menurut pendapatnya Elaine B. Johson sebagai orang
yang pertama kali menggagas dan mempraktekkan tentang pendekatan
CTL ini dalam kegiatan pembelajaran. Komponen-komponen tersebut
antara lain:
a) Membuat Keterkaitan-keterkaitan Yang Bermakna Membuat keterkaitan-keterkaitan yang mengarah pada makna
merupakan jantung dari proses pengajaran dan pembelajaran dengan
pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning). Pada waktu
siswa dapat mengaitkan isi dari materi pelajaran, seperti matematika,
ilmu pengerahuan _tatis, atau sejarah dengan pengalaman yang diperoleh
dari kehidupan nyata siswa, maka mereka menemukan makna dan
makna memberi _tatist untuk belajar. Mengaitkan pembelajaran dengan
kehidupan nyata siswa dapat membuat proses pembelajaran menjadi
hidup dan keterkaitan-keterkaitan inilah inti dari pendekatan CTL.
Sebenarnya, setiap hari berada dalam berbagai macam konteks saat
kita keluar atau pergi dari rumah seperti pergi ke sekolah, kampus,
bekerja ke kantor, berdagang, dan berkumpul dan bersenda gurau dengan
teman-teman. Sebagian besar mereka tidak pernah memikirkan tentang
24 Elaine B. johson, Contextual…, h.65 25 Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengjar, Jild 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. 1, h.203.
36
konteks-konteks tersebut. Sebagian dari kita berusaha untuk
membentuknya. Visi yang kita miliki mengenai bagaimana seharusnya
konteks suatu sekolah mencerminkan gambaran kita tentang dunia.
Setiap individu memiliki pandangan tersendiri mengenai dunia.
Maksudnya, cerita yang kita ceritakan pada diri kita sendiri mengenai
peran kita sebagai individu dan tujuan kita sebagai manusia. Cerita
tersebut menggambarkan prinsip kita dan menunjukkan nilai kita. Dari
ilmu pengetahuan yang modern kita dapat belajar dan mendapatkan
informasi baru, seperti yang sudah kita lihat, yang mempengaruhi
pandangan dan menuntun kita. Dari ilmu biologi dan fisika, kita dapat
belajar bahwa semua yang ada di alam saling berkaitan dan merasakan
keterkaitan-keterkaitan tersebut sebagai aktivitas alami manusia.
Kita belajar dari ilmu pengetahuan bahwa manusia memiliki
kecenderungan untuk mencari keterkaitan-keterkaiatan di antara hal-hal
yang baru seperti: politik, film, seni, bisnis dan sebagainya.
Denganmembangun keterkaitan, kita menghasilkan konteks untuk
belajar dan hidup. Karena kita makhluk hidup yang dapat mengelola dan
mengatur diri sendiri, kita tiada henti mencari informasi dan
menggunakannya untuk menciptakan makna kita sendiri.
Untuk dapat membuat keterkaitan-keterkaitan yang lebih bermakna
dalam proses kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan beberapa
hal, diantaranya yaitu:
1) Ruang kelas tradisional yang mengaitkan materi dengan konteks siswa.
2) Memasukkan materi dari bidang lain dalam kelas. 3) Mata pelajaran yang terpisah, tetapi mencakup topic-topik yang
saling berhubungan. 4) Mata pelajaran gabungan yang menyatukan dua atau lebih
disiplin 5) Menggabungkan sekolah dengan pekerjaan (pembelajaran
berbasis karis, jalur karir, dan pengalaman kerja berbasis sekolah).
6) Model kuliah kerja nyata atau penerapan terhadap hal-hal yang
37
dipelajari di sekolah ke masyarakat.26 Dengan membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna
diharapkan para siswa dapat mencapai standar akademik yang tinggi.
Selain itu juga, dapat mempersiapkan para siswa sebagai genersi pemuda
yang yang mampu menghadapi tantangan era informasi, perubahan
instant, dan kehadiran tekhnologi di mana-mana. Selanjutnya
membangun keterkaitan ini juga mempersiapkan mereka untuk
menimbang akibat dan keputusan-keputusan mereka terhadap orang lain
dan alam.
b) Melakukan Pembelajaran Yang Mandiri Pembelajaran mandiri yaitu suatu proses belajar yang mengajak
siswa melakukan tindakan mandiri yang melibatkan terkadang satu
orang, atau sekelompok orang. Pembelajaran mandiri ini di rancang
untuk menghubungkan pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa
sehari-hari secara sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang
bermakna. Tujuan ini mungkin menghasilkan hasil yang nyata maupun
yang tidak nyata.
Dengan adanya pembelajaran mandiri ini dapat membebaskan siswa
untuk dapat menggunakan kecerdasan mereka yang majemuk yang
mereka sukai. Perlu diketahui, bahwa para siswa belajar tentunya dengan
bakat, minat kemampuan serta lingkungan yang berbada-beda juga, baik
itu lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat dimana siswa
tersebut tinggal. Untuk itu, sekolah tidak bisa mengharapkan para
siswanya belajar dalam situasi yang sama dari satu teks atau metode
pembelajaran yang sama. Dengan demikian pembelajaran mandiri disini
sangat diperlukan oleh siswa, dan tugas guru adalah mengawasi,
mengarahkan, membimbing dan memberikan solusi terhadap
permasalahan yang berhubungan dengan pembelajaran khususnya dalam
pembelajaran mandiri.
Pembelajaran mandiri memberikan siswa kesempatan yang luar biasa
26 Elaine B. johson, Contextual…, h. 99
38
untuk mempertaham kesadaran mereka akan lingkungan mereka.
Pembelajaran mandiri memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-
pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan
dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari. Pola ini memungkinkan
siswa untuk bertindak berdasarkan inisiatif mereka sendiri untuk
membentuk lingkungan. Dengan jalan demikian, para siswa mandiri
mengembangkan potensi mereka. Mereka menemukan minat-minat baru
dan bakat-bakat terpendam mereka sembari berkembang mencapai
keunggulan akademik. Mereka juga menemukan bahwa mereka mampu
mempengaruhi lingkungan mereka. Melalui proses belajar mandiri,
mereka belajar bahwa mereka bisa menjadi pencipta bersama dalam
dunia tempat tinggal mereka.
Dalam proses pembelajaran mandiri, untuk dapat mencapai tujuan
seperti yang telah disebutkan di atas, harus mengikuti prosedur
pembelajaran mandiri.Proses pembelajaran mandiri adalah suatu metode
yang melibatkan siswa dalam tindakan-tindakan yang meliputi beberapa
langkah, dan menghasilkan baik yang _tatis maupun yang tidak _tatis.
Langkah-langkah ini menggunakan berbagai pengetahuan dan keahlian,
juga penilaian yang autentik.
Secara umum, proses yang harus diikuti oleh siswa yang belajar
mandiri adalah sebagai berikut:
1. Siswa mandiri menetapkan tujuan.
2. siswa mandirimembuat rencana.
3. siswa mandiri mengikuti rencana dan mengukur kemajuan diri.
4. siswa mandiri membuahkan hasil.
5. siswa mandiri menunjukkan kecakapan melalui penilaian autentik.
c) Bekerja Sama Kerja sama dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL sangat
diperlukan, karena dengan adanya kerja sama dapat menghilangkan
hambatan mental akibat terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan cara
pandang yang sempit. Dengan adanya kerja sama memungkinkan siswa
39
untuk menemukan kekuatan dan kelemahan diri, belajar untuk
menghargai orang lain, mendengarkan pikiran terbuka, dan membangun
kesepakatan bersama. Dengan adanya kerja sama para anggota
kelompok kecil akan mampu mengatasi berbagai rintangan, bertindak
mandiri, dengan penuh tanggung jawab, mengandalkan bakat setiap
kelompok, mempercayai orang lain, mengeluarkan pendapat, dan
mengambil keputusan.
Selanjutnya, untuk dapat mencapai tujuan seperti yang telah
disebutkan di atas, kerja sama tersebut harus dilakukan oleh semua pihak
dan tidak boleh mengandalkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sekolah bekerja sama dengan mitra bisnis dan masyarakat, SMP dengan
SMA, dan para guru bekerja sama dengan orang tua dan rekan kerja
mereka. Dalam proses belajar dengan bekerja sama, ada yang
beranggapan bahwa mereka percaya jika para siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil, mereka tanpa kecuali akan saling mengabaikan,
menerima beban tugas yang tidak sama, berperilaku tidak efisien, dan
saling berdebat. Akan tetapi hal tersebut di bantah oleh para penganjur
tentang pola belajar dengan kerja sama yakin bahwa hal tersebut dapat di
hindari dengan mudah dan menunnjukkan banyak keuntungan yang
diperoleh dari pola belajar dengan bekerja sama, selain yang telah
disebutkan di atas yaitu:dapat membantu siswa untuk menemukan
bahwa ternyata sudut pandang mereka hanyalah satu diantara cara
pandang yang lain, dan bahwa cara mereka melakukan sesuatu hanyalah
satu kemungkinan dari berbagai kemungkinan. Dengan adanya kerja
sama dan bukanlah persaingan atau kompetisi, siswa-siswa akan
menyerap kebijaksanaan orang lain. Melalui kerja sama, mereka dapat
menyemai toleransi dan perasaan mengasihi.
Dengan bekerja sama dengan orang lain, mereka saling menukar
pengalaman yang sempit dan pribadi sifatnya untuk mendapatkan
konteks yang lebih luas berdasarkan pandangan kenyataan yang lebih
berkembang. Untuk dapat mengembangkan proses belajar dengan pola
40
bekerja sama, ada beberapa hal yang dapat diwujudkan diantaranya:
1. Pembentukan kelompok kecil.
2. Pembentukan kelompok besar.
3. Mendatangkan ahli di kelas (Tokoh, Olah Ragawan, Dokter, dan
lain-lain).
4. Bekerja dengan kelas sederajat.
5. Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya.
6. Bekerja dengan masyarakat.
d) Berfikir Kritis dan Kreatif 1. Berfikir Kritis
Berpikir kritis adalah sistematis yang memungkinkan siswa
untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat
mereka sendiri. Berpikir kritis adalah “sebuah proses terorganisasi
yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan
bahasa yang mendasari pernyataan orang lain.”27 Tujuan dari
berpikir kritis adalah untuk mencapai tujuan yang mendalam.
Dengan berpikir kritis para siswa memungkinkan dapat menganalisa
pemikiran sendiri, untuk memastikan bahwa mereka telah
menentukan pilihan dan menarik kesimpulan dengan benar. Bagi
para siswa yang tidak bias berpikir kritis, mereka tidak bias
memutuskan untuk diri mereka apa yang dipikirkannya, apa yang
harus dipercaya, atau bagaimana harus bertindak.
Selanjutnya, untuk dapat berpikir secara kritis bagi siswa yang
belajar dengan pola pendekatan CTL terdapat delapan langkah yang
disajikan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
Pertama, apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan Kedua, apa sudut pandangnya Ketiga, apa alas an yang diajukan Keempat, asumsi-asumsi apa yang dibuat Kelima, apakah bahasanya jelas Keenam, apa alas an didasarkan pada bukti-bukti yang menyakinkan Ketujuh, kesimpulan apa yang ditawarkan Kedelapan, apakah implikasi
27 Elaine B. johson, Contextual…, h.185
41
dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil.28
2. Berfikir Kreatif
Berpikir kreatif adalah sebuah kebiasaan dari pikiran yang dilatih
memperhatikan intuisi, menghidupkan imajinasi, mengungkapkan
kemungkinan-kemungkinan, membuka sudut pandang yang
menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.
Dalam berpikir kreatif, pada umumnya masyarakat beranggapan
bahwa hal tersebut merupakan pembawaan dari lahir, sesuatu yang
tidak bias dipelajari, sekolah-sekolah tidak memiliki peraturan
mendorong siswa untuk mengembangkan kekuatan kreatifnya, akan
tetapi anggapan tersebut tidaklah benar pada saat sekarang ini karena
orang-orang sudah mulai sadar bahwa semua orang itu kreatif.
Selanjutnya, semua orang mempunyai kapasitas untuk menggunakan
pikiran dan imajinasi mereka secara konstruktif untuk menghasilkan
sesuatu yang baru. Dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL,
siswa dapat berpikir kreatif secara terbuka, selain itu juga mereka
dapat membangun hubungan diantara hal-hal yang berbeda. Untuk
itu para guru CTL perlu mendorong siswa untuk berpikir terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada, mengapa sesuatu itu selalu
dilakukan seperti itu, atau mengapa sebuah pernyataan di buku
pegangan harus dipercaya dan seterusnya.
e) Membantu Individu untuk Tumbuh dan Berkembang Guru adalah seorang pendidik yang mengarahkan, membimbing,
menasehati dan memberikan pelajaran kepada anak didiknya.
Seorang guru untuk dapat melaksanakan hal tersebut terlebih dahulu
harus mengetahui dan mengenal setiap siswa baik dari segi minat
siswa, bakatnya, gaya belajarnya, emosinya, dan perlakuan dari
teman-temannya. Selain itu juga para guru CTL perlu untuk
memahami kehidupan rumah setiap siswa dan untuk menghargai
28 Elaine B. johson, Contextual…, h.192.
42
latar belakang agama dan budaya siswa yang mempengaruhi nilai-
nilai yang dianutnya.
Dengan demikian, ketika seorang guru memahami tentang hal
tersebut di atas maka guru dapat dengan mudah membantu siswa
untuk percaya pada diri mereka sendiri dan untuk menemukan jalan
mereka. Selain itu juga para guru dapat menginspirasikan mereka
untuk mencapai standar akademik yang bahkan paling sulit. Para
guru menginspirasikan siswa untuk mengembangkan potensi yang
terpendam atau tersembunyi, untuk mengembangkan kecerdasan
mereka dan untuk menemukan bidang pekerjaan yang tepat untuk
diri mereka.
Selanjutnya, dalam proses membantu siswanya untuk tumbuh
dan berkembang seorang guru dapat melakukannya dengan
memberikan perhatian yang lebih kepada para siswanya atau
memberikan waktu tersendiri untuk bertatap muka, berbincang-
bincang dengan lebih sering dan teratur baik secara individual
maupun secara berkelompok di luar kegiatan pembelajaran, misalnya
pada jam-jam istirahat ataupun sahabis pulang sekolah dan
sebagainya. Karena pada saat sekarang ini jarang para guru
melakukan hal tersebut padahal perhatian seorang guru terhadap
siswanya yang telah disebutkan di atas sangat memotivasi untuk
mencapai tujuan yang diharapkan tentunya disini yaitu mencapai
standar akademik yang tinggi.
Selain itu juga, para guru dapat memberikan contoh atau suri
tauladan kepada siswanya misalnya menanamkan sifat-sifat yang
intelaktual, sopan santun, rasa belas kasihan, saling menghormati,
dan semangat belajar yang mereka harapkan dari siswanya. Hal
tersebut ditujukan untuk dapat membantu tumbuh dan
berkembangnya siswa baik dari segi perilaku maupun etika, karena
jika guru berperilaku seperti apa yang telah dikatakan dan
melakukannya, maka mereka menciptakan sebuah lingkungan yang
43
mendorong pembelajaran.
f) Menetapkan Standar Akademik yang Tinggi Komponen selanjutnya dari pembelajaran dengan pendekatan
CTL adalah menetapkan standar akademik yang tinggi. Standar
akademik yang tinggi harus di capai oleh para siswa. Dalam
menetapkan standar akademik yang tingi, tidak lepas dari
permasalahan-permasalahan yang timbul dari penilaian terhadap
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang yang telah
disampaikan oleh pendidik.
Pada saat sekarang ini, _tatis semua orang tua dan begitu juga
para dengan pendidik setuju bahwa tujuan utama dari pendidikan
pada era globalisasi ini adalah untuk mempersiapkan anak agar dapat
hidup mandiri, produktif, dan bertanggung jawab. Untuk dapat
menetapkan atau menghasilkan tujuan tersebut tercapai tergantung
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang canggih.
Keunggulan akademik merupakan kunci menuju warga Negara yang
bertanggung jawab, mengambil keputusan yang bijaksana dan untuk
memperoleh pelajaran yang memuaskan. Siswa yang dapat
memenuhi standar akademik yang tinggi dapat memilih masa depan
mereka, sedangkan mereka yang tidak dapat memenuhi standar
akademik yang tinggi akan mengalami kesulitan pada saat sekarang
ini.
Standar akademik sering disebut dengan “standar muatan”,
adalah segala sesuatu yang harus dikuasai dan diketahui oleh seorang
siswa setelah menyesuaikan sebuah tugas, kegiatan, tugas praktik,
atau setelah duduk dikelas tertentu. Dengan begitu, kata “standar “
memiliki arti yang sama dengan “tujuan”, “kompetensi”, “tujuan
akademik”, dan “hasil”.29 Apabila sebuah standar muatan menuntut
cukup banyak dan mewajibkan siswa bekerja keras, maka secara
definisi standar tersebut termasuk standar tinggi. CTL mewajibkan 29 Elaine B. johson, Contextual…, h.261
44
para siswa mencapai standar akademik yang tinggi. Jika siswa diberi
beban sedikit dan standar akademik diturunkan, itu berarti
mengabaikan potensi dan kesejahteraan masa depan mereka.
Dalam pembelajaran dengan pendekatan CTL, untuk mencapai
standar akademik yang tinggi dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut: menciptakan tujuan-tujuan yang tinggi, membuat tujuan-
tujuan yang bermakna, mengunakan standar eksternal,
menghubungkan standar Negara atau standar Nasional dengan mata
pelajaran, dan mengunakan kuliah kerja nyata (KKN).
g) Menggunakan Penilaian yang Autentik Pada saat ini seorang Guru biasanya dalam melakukan proses
pembelajaran lebih menekankan kepada aspek intelektual, sehingga
dalam mengevaluasi terbatas pada penggunaan test sebagai alatnya.
Dengan tes dapat diketahui sejauh mana Siswa telah mengetahui
materi pelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak
hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja,
akan tetapi seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan
tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti test, akan
tetapi juga proses belajar melalui penilaian yang nyata.
Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan Guru dalam
mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang
dilakukan Siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah
Siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar
Siswa mempunyai pengalaman positif terhadap perkembangan baik
intelektual maupun mental Siswa.
Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan
proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu,
tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil
belajar.
45
Karakteristik penilaian yang autentik adalah sebagai berikut:
1) Dilakukan selama dan sesudah proses pembelajaran
berlangsung 2) Bisa digunakan untuk formatif maupun sumatif 3) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat
fakta 4) Berkesinambungan 5) Terintegrasi 6) Dapat digunakan sebagai fed back
Adapun prosedur untuk merancang penilaian autentik, yaitu: a) Jelaskan dengan tepat apa yang harus diketahui dan bisa
dikerjakan oleh para siswa b) Hubungkan pelajaran akademik dengan konteks dunia nyata
siswa dengan cara yang penuh makna, atau lakukan stimulasi dengan konteks dunia nyata yang penuh nyata.
c) Tugaskan para siswa untuk menunjukkan apa yang bias mereka lakukan dengan apa yang mereka ketahui, untuk memperlihatkan keterampilan dan kedalaman pengetahuan mereka, dengan memproduksi hasil, contohnya, produk nyata, presentasi, koleksi hasil tugas.
d) Putuskan tingkat penguasaan yang harus dicapai. e) Tampilkan tingkat penguasaan tersebut dalam sebuah rubric,
yaitu dalam pedoman penilaian yang dilengkapi dengan _tatisti yang digunakan menilai.
f) Biasakan para siswa dengan rubric tersebut. Ajak para siswa untuk terus-menerus melakukan penilaian diri saat mereka menilai kerja mereka sendiri.
g) Libatkan sekelompok orang selain guru untuk menanggapi penilaian ini. 30
Hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar menilai prestasi Siswa adalah sebagai berikut: 1) Portofolio 2) Proyek 3) Pertunjukan 4) Tanggapan tertulis lengkap Keuntungan penilaian autentik bagi siswa, antara lain: a. Mengungkapkan secara total seberapa baik pemahaman
materi akademik mereka. b. Mengungkapkan dan memperkuat penguasaan kompetensi
mereka seperti mengumpulkan informasi, menggunakan sumber daya, menangani tekhnologi, dan berfikir secara sistematis
30 Elaine B. johson, Contextual…, h.289.
46
c. Menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman mereka sendiri, dunia mereka, dan masyarakat luas.
d. Mempertajam keahlian berfikir dalam tingkatan yang lebih tinggi saat mereka menganalisis, memadukan, mengidentifikasi masalah, menciptakan solusi, dan mengikuti hubungan sebab akibat. Menerima tanggung jawab dan membuat pilihan.
e. Berhubungan dan bekerja sama dengan orang lain dalam mengerjakan tugas.
f. Belajar mengevaluasi tingkat prestasi sendiri.
5. Perbedaan CTL Dengan Pembelajaran Konvensional Ada perbedaan pokok antara pembelajaran dengan Pendekatan CTL
(Contextual Teaching And Learning) dengan pembelajaran
konvensional, yaitu:
a) CTL menempatkan Siswa sebagai subjek belajar, artinya Siswa
berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara
menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional Siswa ditempatkan sebagai objek belajar
yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.
b) Dalam pembelajaran CTL Siswa belajar melalui kegiatan kelompok,
seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling memberi dan menerima.
Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, Siswa lebih banyak
menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran.
c) Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara
riil; Sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran
bersifat teoritis dan abstrak.
d) Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman; Sedangkan
dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui
latihan-latihan.
e) Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan
diri; Sedangkan dalam pembelajaran konvensionl tujuan akhir adalah
nilai atau angka.
f) Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja
47
dalam konteks dan setting yang berada sesuai dengan kebutuhan;
Sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran hanya
terjadi di dalam kelas.
g) Keberhasilan pembelajaran dalam CTL diukur dengan berbagai cara
misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya Siswa, penampilan,
rekaman, observasi, wawancara, dan sebagainya; Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya
hanya diukur dari test.
C. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Pengertian Pendidikan Islam sampai saat sekarang ini masih sering
disamakan dengan istilah “Pendidikan Agama Islam”, dan kedua istilah
tersebut masih saling dipertukarkan. Sebagian orang beranggapan bahwa
Pendidikan Islam itu adalah Pendidikan Agama Islam. Dengan adanya
hal tersebut dapat dipahami, karena Islam adalah nama agama, dan kita
menyebutnya “agama Islam”. Jadi boleh saja istilah “Pendidikan Islam”
dengan sebutan “Pendidikan Agama Islam”.
Untuk membedakan kedua istilah itu, Ahmad Tafsir dalam beberapa
tulisannya membakukan dan mempertegas kedua istilah tersebut (lihat:
Ahmad Tafsir, 1994:24-33;, 1997: 8). Selanjutnya, selain itu juga Tim
Penulis dari Fakultas Tarbiyah IAIN Semarang menyebutkan bahwa
Pendidikan Islam merupakan suatu sistem; sebagai suatu sistem
Pendidikan Islam memiliki komponen-komponen yang secara
keseluruhan mendukung terwujudnya sosok Muslim yang diidealkan.
Telah dijelaskan bahwa Pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu
sistem pendidikan yang islami. Pendidikan Islam adalah pendidikan
yang berdasarkan Islam. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-
teorinya disusun berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.
Adapun “Pendidikan Agama Islam” dibakukan sebagai nama
kegiatan dalam mendidikkan agama Islam. Sebagai mata pelajaran
48
namanya ialah “Agama Islam”. Usaha-usaha dalam mendidikkan agama
Islam itulah yang disebut sebagai “Pendidikan Agama Islam”.31 Jadi
yang perlu diperhatikan di sini yaitu bahwa Pendidikan Islam adalah
nama sistem dan Pendidikan Agama Islam adalah nama kegiatan (dalam
mendidikkan agama Islam kepada siswa).
Di dalam GBPP istilah Pendidikan Agama Islam itu dipakai untuk
untuk nama mata pelajaran, demikian juga beberapa mata pelajaran lain
seperti Pendidikan Olah Raga, Pendidikan Kesenian, dan Pendidikan
Keterampilan.
Penamaan Pendidikan Agama Islam sebagai nama mata pelajaran
ternyata didukung oleh Tim Penulis dari Fakultas Tarbiyah IAIN
Semarang. Mereka mengatakan bahwa Pendidikan Agama Islam
merupakan sebutan yang diberikan pada salah satu subyek pelajaran
yang harus dipelajarai oleh siswa dalam menyelesaikan pendidikannya
pada tingkat tertentu. Ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kurikulum suatu sekolah (lihat Tim Penulis, 1994: 4).
Penamaan istilah Pendidikan Agama Islam tersebut, sebagaimana
yang telah dijelaskan di atas sebenarnya keliru, nama mata pelajaran
seharusnya “Agama Islam” sedangkan Pendidikan Agama Islam adalah
nama kegiatan pendidikannya, karena yang diajarkan adalah Agama
Islam bukan Pendidikan Agama Islam. Nama kegiatannya adala
Pendidikan Agama Islam, dan kata “pendidikan” ini ada pada dan
mengikuti setiap mata pelajaran. Oleh karena itu pada perubahan
kurikulum yang akan _tatis sebaiknya nama mata pelajaran “Pendidikan
Agama Islam” itu diubah menjadi “Agama Islam” saja.
Berdasarkan penjelasan tentang istilah Pendidikan Islam dan
Pendidikan Agama Islam tersebut di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa Pendidikan Islam itu berbeda dengan Pendidikan Agama Islam.
Pendidikan Islam adalah nama sistem, yaitu sistem pendidikan yang
islami. Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. 31 Ahmad Tafsir, Kajian Pendidikan Islam di IAIN, (Bandung:2006), hal.254.
49
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang teori-teorinya disusun
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Sedangkan Pendidikan Agama Islam
adalah nama kegiatan dalam mendidikkan agama Islam.
2. Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah mempunyai dasar
yang kuat. Dasar tersebut, Yaitu: “Menurut Zuhairini dkk. dapat ditinjau
dari tiga segi, yaitu dari segi dasar yuridis/ hukum, dari segi dasar
agama, dan dari segi dasar psikologis.” 32 Dasar-dasar tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Dasar Yuridis / Hukum
Dasar pelaksanaan pendidikan agma Islam berasl dari perundang-
undangan yang secara tidak langsung dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah secara formal. Dasar
yuridis tersebut terdiri dari tiga macam, yaitu:
1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah Negara pancasila, sila pertama:
ketuhanan yang Maha Esa
2) Dasar Struktural / konstitusional, yaitu undang-undang dasar 1945
dalam bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : pertama, Negara
berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa: kedua, Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya
itu.
3) Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No. IV/
MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1978 jo. Ketetapan MPR No. II/MPR/1983, diperkuat oleh
Tap MPR No. II/MPR/ 1988 dan Tap MPR No. II/ MPR/ 1993
tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pada pokoknya
32 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,
(Bandung: Rosda Karya, 2005), Cet. 2, h. 134.
50
menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung
dimaksudkan dan kurikulm sekolah-sekolah formal, mulai dari
sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
b. Segi Religius
Yaitu dasar yang bersumber dari ajaran Islam. Menurut ajaran
Islam Pendidikan agama adalah perintah Tuhan yang Maha Besar dan
merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al-Qur’an banyak
ayat yang menunjukan perintah tersebut, antara lain:
1). Q.S An-Nahl :125” serulah manusia kepada jalan tuahanmu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik…”
2). Q.S Ali Imran : 104 “ Dan hendaklah diantara kamu ada
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar…”
3). Al-Hadits Rosulullah:” Sampaikanlah ajaran kepada orang lain
walaupun hanya sedikit.
c. Aspek psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat. Hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,
manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat
dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak
tenteram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Sebagaimana
dikemukakan oleh Zuhairi dkk (1983:25) bahwa: semua manusia di
dunia ini selalu membutuhkan adanya pegangan hidup yang disebut
agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan
yang mengakui adanya Zat yang Maha Kuasa, tempat mereka
berlindung dan tempat mereka memohon pertolongan-Nya. Hal
semacam ini terjadi pada masyarakat yang masih primitif maupun
masyarakat yang sudah modern. Merkea merasa tenang dan tentram
hatinya kalau mereka dapat mendekat dan mengabdi kepada Zat Yang
Maha Kuasa.
51
Berdasarkn uraian di atas jelaslah bahwa untuk membuat hati
tenang dan tentram adalah dengan jalan medekatkan diri kepada
Tuhan. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al – Ra’ad ayat
28, yaitu: “…. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tentram”.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kurikulum Pendidikan Agama Islam untuk sekolah / madrasah
mempunyai fungsi sebagai berikut:
Pertama, Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Allah Swt yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuh kembangkan
lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan
agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal
sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Kedua, Penanaman Nilai sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Ketiga, Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan social dan
dapat mengubah lingkungan sesuai dengan ajaran Islam.
Keempat, Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan,
kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam
keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-
hari.
Kelima, Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal _tatisti dari
lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya
dan menghambat perkembangan menuju manusia Indonesia seutuhnya.
Keenam, Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara
umum (alam nyata dan nin-nyata), system dan fungsional.
Ketujuh, Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang
memiliki bakat khusus di bidang Agama Islam agar bakat tersebut dapat
52
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya
sendiri dan bagi orang lain.33
4. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Secara umum, Pendidikan Agama Islam bertujuan: ”untuk
meningkatkan Keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan
peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt serta berakhlak mulia
dalam kehidupan pribadi, bermasyrakat, berbangsa dan bernegara.”34
Di dalam GBPP PAI mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
kurikulum 1999, tujuan PAI tersebut lebih dipersingkat lagi, yaitu: “agar
siswa memahami, menghayati, menyakini, dan mengamalkan ajaran
Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada
Allah Swt dan berakhlak mulia”. Rumusan tujuan PAI ini mengandung
pengertian bahwa proses Pendidikan Agama Islam yang dilalui dan
dialami oleh siswa di sekolah di mulai dari tahapan kognisi, yakni
pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran dan nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ke tahapan
afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama ke
dalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan
afeksi ini terkait dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan
siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan
pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan
afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan
bergerak untuk mengamalkan dan menaati ajaran Islam (tahapan
psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan
demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan
berakhlak mulia.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka ruang lingkup materi PAI
33 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan…, h. 134. 34 GBPP PAI, 1994.
53
(kurikulum 1994) pada dasarnya mencakup tujuh ruang lingkup pokok,
yaitu : Al-Qur’an – Hadits, Keimanan Syariah, Ibadah, Muamalah,
Akhlak, dan Tarikh (sejarah Islam) yang menekankan pada
perkembangan politik. Pada kurikulum tahun 1999, dipadatkan menjadi
lima _tatis pokok, yaitu : Al-Qur’an, Keimanan, Akhlak, Fiqh dan
bimbingan ibadah, serta Tarikh/sejarah yang lebih menekankan pada
perkembangan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.35
D. PELAKSANAAN PENDEKATAN CTL DALAM PAI Dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan atau strategi pembelajaran. Pendekatan tersebut
bertujuan agar tujuan pendidikan dapat tercapai sesuai dengan apa yang
diinginkan baik itu sifatnya tujuan nasional, tujuan instruksional maupun
tujuan institusional. Salah satu pendekatan yang dapat dilaksanakan dalam
proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah dengan pendekatan
Contextual Teaching And Learning. Pendekatan Contextual Teaching And
Learning atau yang lebih dikenal dengan pendekatan CTL adalah merupakan
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkannya
dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannyan dalam kehidupan
mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pelaksanaan pendekatan
CTL agar tujuan pembelajaran Pendidikan Agama slam dapat dilakukan
dengan beberapa hal, yaitu:
1. Pembelajaran dengan berbasis pada masalah
Sebelum memulai proses kegiatan belajar mengajar di dalam kelas,
siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi statu fenomena
terlebih dahulu. Kemudian siswa diminta untuk mencatat permasalahan-
permasalahan yang muncul. Kemudian, tugas guru sekarang adalah
merangsang siswa untuk berfikir kritis dalam memecahkan masalah yang
35 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam
di Sekolah, (Bandung: Rosda Karya, 2004), Cet. 3, h. 79
54
ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan
asumís, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dari mereka.
2. Memanfaatkan lingkungan siswa
Dalam hal ini, guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di
berbagai konteks lingkungan siswa baik di sekolah, keluarga, maupun
masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan desempatan
bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang
kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara. Dengan
adanya hal ini siswa diharapkan dapat memperoleh pengalaman langsung
tentang apa yang sedang dipelajarinya.
3. Kegiatan aktivitas kelompok
Dalam hal ini, yaitu aktivitas belajar secara kelompok dapat
memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk
berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok-
kelompok kecil seperti dalam tiga kelompok, lima maupun delapan
kelompok.
4. Membuat aktivitas belajar mandiri
Dalam hal ini diharapkan peserta didik mampu mencari, menganalisis
dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan
guru. Supaya dapat melakukannya, siswa harus lebih memperhatikan
bagaimana mereka memproses informasi, menetapkan strategi pemecahan
masalah, dan menggunakan pengetahuan yang telah mereka peroles.
Pengalaman pembelajaran dengan pendekatan kontekstual harus mengikuti
uji coba terlebih dahulu, menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun
refleksi serta berusaha tanpa meminta bantuan guru agar dapat
memberikan pengalaman verja. Misalnya meminta siswa untuk Madang di
tempat kerja tertentu.
5. Membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat
Dalam hal ini, sekolah dapat melakukan verja sama dengan orang tua
siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini
perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung di
55
mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Selain itu,
verja sama juga dapat dilakukan dengan instituís atau preusan tertentu
untuk memberikan pengalaman verja. Misalnya meminta siswa untuk
Magang di tempat kerja.
6. Dengan menerapkan penilaian yang autentik
Dalam pembelajaran CTL, penilaian autentik dapat membantu siswa
untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah
diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Penilaian autentik
memberikan desempatan yang luas bagi siswa untuk menunjukkan apa
yang telah mereka pelajari selama proses belajar mengajar. Adapun bentuk
penilaian yang dapat digunakan oleh guru dalam hal ini adalah portafolio,
tugas kelompok, demonstrasi, dan laboran tertulis. Bentuk penilaian
seperti ini lebih baik dari pada menghafal teks, siswa dituntut untuk
menggunakan keterampilan berfikir yang lebih tinggi agar dapat
membantu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan saharí-
harinya.
56
E. KERANGKA BERFIKIR Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan perangkat rencana,
dan pengetahuan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai oleh
siswa, penilaian kegiatan belajar mengajar, pemberdayaan sumber daya
pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah. KTSP memiliki konsep
pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dimana fokus program sekolah
adalah siswa serta apa yang akan dikerjakan oleh mereka dengan
memperhatikan kecakapan hidup (life skill). Dalam pengembangannya,
seluruh elemen sekolah dan masyarakat perlu terlibat langsung, antara lain
kepala sekolah, komite sekolah, guru, karyawan, orang tua siswa serta siswa.
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan KTSP sangat tergantung
pada pemahaman guru dalam menerapkan strategi pembelajaran di dalam
kelas. Penggunaan strategi pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual
Teaching And Learning), dianggap sebagai salah satu pendekatan yang sesuai
pada saat sekarang ini, karena pendekatan tersebut dapat memberdayakan
siswa, sebuah pendekatan yang tdk mengharuskan siswa untuk menghafal
fakta-fakta, serta yang mendorong siswa mengonstruksi pengetahuan dibenak
mereka sendiri. Sebaliknya, tidak seperti pendekatan-pendekatan yang sudah
ada dan masih berjalan sampai saat sekarang ini, yaitu menjadikan guru
sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama
strategi belajarnya. Pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual
Teaching And Learning) adalah pendekatan yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Dalam proses implementasinya, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
sering terdapat hambatan yang datangnya bisa dari dalam, maupun dari luar.
Hambatan-hambatan tersebut secara tidak langsung dapat menghambat proses
pembelajaran dengan pendekatan CTL dan tujuan dari KTSP tersebut
keberhasilannya kurang maksimal atau tidak sesuai dengan apa yang
57
diharapkan. Untuk itu, jika tujuan pembelajaran dengan pendekatan CTL ingin
dicapai maksimal maka dalam implementasi KTSP harus sejalan dengan apa
yang telah dirumuskan dalam KTSP itu sendiri. Dengan demikian,
keberhasilan pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching
And Learning) ditentukan oleh keberhasilan implementasi KTSP. Semakin
sedikit hambatan yang dihadapi, semakin besar kemungkinan keberhasilannya
dan sebaliknya.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metodologi penelitian yang terdiri dari pendekatan
penelitian, subyek penelitian, lokasi penelitian, metode pengumpulan data,
instrument penelitian, proses pelaksanaan penelitian, tekhnik analisis data dan isu
etis.
A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif yang didasari
oleh keinginan untuk memahami pengalaman hambatan pelaksanaan CTL
dalam KTSP studi kasus pada Pendidikan Agama Islam dan mendengarkan
“suara” atau pendapat guru-guru Pendidikan Agama Islam, Kepala Sekolah
dan Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum agar diperoleh pemahaman yang
utuh dari sudut pandang yang bersangkutan. Pengertian penelitian kualitatif
menurut Creswell mengungkapkan asumsi-asumsi paradigma kualitatif seperti
bahasa penelitian kualitatif dan metodologi desain yang terus berubah
berdasarkan pengalaman individu dalam latar alamiah. Pendapat lain ”Bodgan
dan Taylor mengatakan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati”.36 Oleh karena itu,
pengalaman individual subyek menjadi kunci dari penelitian ini.
B. Subyek Penelitian Poerwandari (2005, h.102) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif
sampel tidak diambil secara acak tetapi justeru dipilih mengikuti criteria
tertentu. Dengan demikian, saya menetapkan kriteria subyek penelitian
sebagai berikut:
36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2001), Cet. 16, h. 3
59
1) Sekolah /Madrasah yang melaksanakan atau mengimplementasikan
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan).
2) Para Guru Pendidikan Agama Islam yang telah berpengalaman mengajar
selama sekurang-kurangnya 5 tahun.
3) Adanya hambatan pelaksanaan CTL dalam KTSP.
Saya menemukan subyek guru-guru Pendidikan Agama Islam dan Kepala
Sekolah serta Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum melalui bantuan teman
yang memperkenalkan kepada saya dengan petugas piket dan guru bagian
hubungan masyarakat. Dari petugas piket dan guru bagian hubungan
masyarakat ini saya meminta pertolongannya untuk menemukan informan
guru-guru Pendidikan agama Islam, Kepala sekolah, dan Wakil Kepala
Sekolah bidang kurikulum karena petugas piket dan guru bagian hubungan
masyarakat ini lebih tahu dan faham tentang keadaan guru dan lingkungan
sekolah tersebut.
Terlebih dahulu saya menjelaskan informan kepada petugas piket dan guru
bagian hubungan masyarakat tersebut. Kemudian, kedua orang itulah yang
memperkenalkan saya kepada informan. Jadi, mereka adalah penghubung saya
dengan informan. Wawancara yang saya lakukan ini telah mendapatkan
persetujuan dari semua informan dan mereka diberi tahu terlebih dahulu
sebelum wawancara berlangsung bahwa wawancara itu dipergunakan untuk
kepentingan penulisan skripsi.
Informasi mengenai informan dengan menggunakan nama samaran adalah
sebagai berikut:
1. Ahmadi adalah informan laki-laki yang berasal dari petukangan Jakarta
Selatan. Ia lahir di Lamongan pada 15 Januari 1950 dan telah
menyelesaikan sarjana lengkapnya pada tahun 1997 jurusan fisika. Pada
sekolah ini, ia mengajar bidang studi bimbingan konseling dan telah
mengabdikan diri sekurang-kurangnya empat tahun dimulai desember
2004.
2. Abdullah adalah informan laki-laki yang berasal dari Kebayoran Lama
Jakarta Selatan. Ia lahir di subang 12 desember 1960 dan telah mengabdi
60
pada sekolah ini sekurang-kurangnya 17 tahun dimulai pada November
1990.
3. Zahra adalah informan perempuan yang berasal dari Ciputat Jakarta
Selatan. Ia menyelesaikan sarjana mudanya di IAIN Riau dan
melanjutkan lagi di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memperoleh
gelar sarjana lengkap SI dengan gelar S.Pd.I
4. Zulaikha adalah informan yang berasal dari Kebayoran Baru Jakarta
selatan. Ia alumni dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sekarang
menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan memperoleh sarjana
lengkap dengan gelar S.Ag. Selama ini ia telah mengabdikan diri di
SMPN 250 Jakarta menjadi guru sekurang-kurangnya empat tahun.
Berikut ini adalah rangkuman daftar guru-guru Pendidikan Agama Islam
dan Kepala Sekolah Serta Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum.
Daftar Tabel 1
No
.
Nama Guru Jenis
Kelamin
Pendidikan
Terakhir
Masa
Bakti
Daerah Asal
1. Ahmad Laki-laki S 1 24 tahun Petukangan
2. Abdullah Laki-laki S 1 17 tahun Kebayoran
Lama
3. Zahra Perempuan S 1 20 tahun Ciputat
4. Zulaikha Perempuan S 1 4 tahun Kebayoran
Baru
Untuk melengkapi data penelitian ini selain informan di atas, saya juga
melakukan wawancara dengan dua orang siswa SMPN 250 Jakarta. Mereka
adalah kelas satu dan kelas dua.
C. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 250 Jakarta. Sekolah SMPN 250
61
Jakarta ini terletak di Jl. KH. Naim III Cipete Utara- Kebayoran Baru-Jakarta
Selatan. Sekolah ini letaknya strategis, mudah dijangkau dan agak jauh dari
folusi suara kendaraan serta lebih nyaman. Selain itu juga sekolah ini
merupakan salah satu sekolah yang menerapkan KTSP lebih awal dan sebagai
bahan percontohan bagi sekolah lain yang ada di Jakarta baik itu Negeri
maupun swasta.
D. Metode pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data dari penelitian ini, penulis
menggunakan beberapa cara, yaitu:
1) Observasi yaitu : “pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap
fenomena-fenomena yang diselidiki.”37 Observasi merupakan tekhnik
yang pertama-tama digunakan untuk mendapatkan data yang berkaitan
dengan penelitian dan merupakan alat pengumpulan data dengan cara
mendatangi langsung subyek penelitian untuk mendapatkan data yang
berkaitan dengan hambatan pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan CTL yang dilaksanakan di SMP Negeri 250 Jakarta. Dalam
observasi ini, penulis meneliti lingkungan atau kelas dalam proses
pembelajaran Pendidikan Agama Islam, kemudian penulis meneliti
keadaan siswa dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam,
serta penulis meneliti keadaan guru dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam. Observasi ini penulis lakukan untuk
mempermudah mendapatkan data yang akurat sesuai dengan kenyataan
yang ada. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi adanya
pengambilan data yang tidak benar sesuai dengan kenyataan yang ada.
2) Wawancara yaitu: “merupakan tekhnik pengumpulan data yang sesuai
berdasarkan dari lapangan secara verbal dimana pada wawancara ini
terdapat dialog yang dilakukan oleh interviewer (pewawancara) untuk
37 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Ardi Ofset, 1992), Cet. 2, h.136
62
memperoleh informasi dari intervieweer (orang yang diwawancarai).” 38
wawancara ini dilakukan dengan cara bertatap muka langsung untuk
memperoleh data pendukung dan utama. Untuk mendapatkan data
pendukung saya memanfaatkan wawancara tidak terstruktur. Artinya,
saya hanya menggunakan garis besar informasi dari informan.
Wawancara dilakukan terhadap kepala sekolah, wakil kepala sekolah
bidang kurikulum, dan sejumlah siswa kelas satu dan dua.
Saya melakukan wawancara secara mendalam yang terstruktur untuk
menggali informasi dari informan, yaitu guru Pendidikan Agama Islam
yang dinyatakan sebagai data utama. Alasan saya melakukan wawancara
terstruktur adalah supaya mempunyai kendali atas apa yang saya
tanyakan kepada informan. Hal ini pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
harus mengikuti daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Dengan kata
lain, saya menghindari kehilangan arah agar jangan sampai terlibat jauh
terhadap penjelasan informan yang sama sekali tidak berhubungan
dengan pertanyaan penelitian.
3) Dokumentasi yaitu: “mencari data mengenai hal-hal atau variable yang
berupa catatan transkip, buku, surat kabar, majalah, bulletin, prasasti,
notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya. Dalam penelitian ini,
penulis meneliti buku legger atau buku induk untuk mengetahui keadaan
siswa yang meliputi nama, tempat tanggal lahir, lulusan sekolah, tahun
masuk sekolah, nama orang tua, alamat siswa dan seterusnya.
Selanjutnya, penulis meneliti tentang keadaan guru dan staf melalui data
_tatistic yang ada yang meliputi pendidikan, alamat, lama mengajar dan
status kepegawaian seorang guru dan seterusnya. Kemudian penulis
melakukan penelitian pada buku panduan sekolah yang ada yang berisi
tentang visi dan misi, sejarah sekolah, kurikulum, sarana dan prasarana
yang menunjang proses kegiatan belajar mengajar dan seterusnya.
38 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), Cet. 3, h.202
63
E. Instrumen Penelitian Daftar pertanyaan terstruktur dipakai sebagai alat pengumpul data utama
(lihat lampiran). Saya memutuskan melakukan wawancara secara langsung
atau face to face agar informasi yang disampaikan informan dapat tergali.
Selain itu juga, saya dapat melihat ekspresi dan tindakan informan ketika
menanggapi pertanyaan. Daftar pertanyaan yang ditulis secara garis besar juga
dipakai untuk mengumpulkan data pendukung. Akhirnya, hasil wawancara
baik dari informan utama dan pendukung direkam dengan tape recorder.
F. Proses Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dikerjakan secara intensif pertengahan November 2007
sampai dengan awal Januari 2008 akan tetapi proposal penelitian telah dibuat
sejak semester tujuh. Pengambilan data dilakukan sehari setelah surat izin
penelitian itu diterima oleh pihak sekolah yang bersangkutan dan berakhir
pada awal Januari 2008.
Dalam pengambilan data, saya dengan mudah memperolehnya karena
sebelumnya saya mengetahui tempat tersebut dari teman dekat yang telah
melakukan praktek profesi keguruan terpadu selama sekurang-kurangnya
empat bulan dari bulan Februari sampai pertengahan bulan Juni 2007 dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah PPL II. Dari teman dekat, saya
memperoleh data mengenai informan yang akan saya temui, selain itu juga
saya memperoleh informasi mengenai pelaksanaan pendekatan CTL
(Contextual Teaching And Learning) dalam mengimplementasikan KTSP dan
saya merasa bersyukur karena sudah cukup lama saya mencari sekolah yang
melaksanakan pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) akan
tetapi belum juga menemukannya dan akhirnya saya diberitahukan di SMPN
250 Jakarta sudah melaksanakannya.
Untuk memperoleh data yang sesuai dengan tujuan penelitian saya
melakukan wawancara yang pertama dengan informan pertama pada tanggal
19 November 2007 dan dilakukan tidak hanya sekali saja karena keterbatasan
waktu, selain itu juga pedoman wawancara yang saya buat memuat tiga topik,
64
Jadi saya melakukannya dalam tiga kali pertemuan yaitu pada tanggal 19
November dan terakhir wawancara dengannya pada tanngal 22 November
2007.
Dalam rencana wawancara saya dengan informan yang pertama, saya
memerlukan waktu sekurang-kurangnya 90 menit dan menggunakan media
tape recorder sebagai alat pembantu saya karena dikhawatirkan ada data
penting yang tidak tercatat oleh saya, akan tetapi kenyataan dilapangan
berbeda. Informan pertama kurang setuju kalau direkam dengan menggunakan
media tape recorder, baginya hal tersebut dapat mengganggu konsentrasi
dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan dan merasa grogi
karena tidak terbiasa. Dengan demikian, saya belajar untuk memahami
dinamika keadaan lapangan.
Hasil dari wawancara dengan informan pertama kemudian dianalisa agar
diketahui kedalaman informasi yang terungkap. Setelah itu daftar pertanyaan
dikoreksi kembali agar pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini
menjadi lebih tajam dan terarah.
Setelah mewawancarai informan pertama, kemudian saya meneruskan
bertemu dengan informan yang kedua di ruangannya yang terletak di belakang
sekolahan pada hari yang sama. Dari ruang informan yang kedua saya
mendapatkan kesempatan untuk melakukan wawancara dengannya pada hari
berikutnya karena pada hari itu ia sedang sibuk dan kedatangan tamu dari
orang tua siswa. Selanjutnya pada hari yang telah disepakati saya bertemu
dengan informan kedua untuk melakukan wawancara, akan tetapi pada
waktunya pelaksanaan wawancara tersebut tidak dapat dilaksanakan karena
ada janji akan melakukan ulangan harian di kela tempat ia mengajar yang
telah disepakati antara informan kedua dengan siswa sebelum saya melakukan
kesepakatan dengannya. Dari sini saya di ajak oleh informan kedua untuk ikut
masuk ke dalam kelas IX 7 untuk melihat situasi dan kondisi siswa, maupun
sarana dan prasarana yang ada di kelas tersebut. Sebelum ulangan
dilaksanakan, terlebih dahulu informan kedua melakukan penjelasan pada
materi yang akan diulangkan secara umum, dan kebetulan saya dapat
65
melakukan observasi. Sebagaimana waktu yang telah disepakati, saya
melakukan wawancara dengan informan kedua pada tanggal 22 November
2007 diruangannya, dan seperti pada informan pertama, informan kedua
sedikit keberatan apabila wawancara yang akan saya laksanakan
menggunakan media tape recorder. Dengan demikian saya melakukan
wawancara dengannya dengan mencatat poin-poin penting dan ditulis serta
dijelaskan kembali oleh saya pada malam harinya karena dikhawatirkan saya
akan lupa terhadap data yang telah peroleh.
Selanjutnya setelah melakukan wawancara dengan informan kedua, saya
melakukan wawancara dengan informan yang ketiga dan keempat sesuai
dengan kesepakatan yang telah saya peroleh dengannya yaitu pada tanggal 16
Desember dan 31 Desember 2007 di ruangan piket dan ruangan guru. Seperti
halnya informan pertama dan kedua ketika pelaksanaan wawancara dalam hal
penggunaan media tape recorder, informan ketiga dan keempat merasa
keberatan dengan pengunaan media tape recorder tersebut sebagai media
dalam pelaksanaan wawancara, karena terlihat agak sedikit formal.
Di samping itu, saya melakukan observasi dari kedua kelas tempat
informan kedua dan ketiga mengajar pendidikan agama Islam. Disana saya
melihat ada sedikit perbedaan dari sarana dan prasarana, juga waktu
mengajarnya. Jika pada informan ketiga, observasi saya lakukan pada jam
14.10 sampai dengan 15.20 WIB., dan pada informan keempat saya lakukan
pada waktu pagi hari mulai jam 09.10 sampai dengan 10.20 WIB. Dari sini
saya dapat melihat perbedaan antara kelas yang satu dengan yang lainnya dari
segi waktu, efektifitas dan kegiatan pembelajarannya.
G. Tekhnik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah “upaya yang dilakukan
dengan jalan mengorganisasikan berbagai data, memilah-milah data menjadi
satu kesatuan data yang dapat dikelola, mensistesiskannya, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan
66
memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.”39 Proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul dari berbagai sumber
yang diperoleh dari kegiatan wawancara, pengamatan yang telah dituliskan
dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan
sebagainya. Kemudian setelah data tersebut dibaca, dipelajari, dan ditelaah,
maka selanjutnya melakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
membuat abstraksi. Abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman yang inti,
proses, dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di
dalamnya.40
Langkah selanjutnya adalah menyusun dalam satuan-satuan. Satuan-satuan
tersebut kemudian dikategorisasi pada langkah berikutnya. Kategori-kategori
itu dilakukan sambil membuat koding. Selanjutnya tahap akhir dari analisis
data ini adalah mengadakan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini,
kemudian ditafsirkan dan disimpulkan ke dalam bahasa yang mudah dipahami
dan logis sesuai dengan penelitian yang dibahas.
H. Isu Etis Newman seperti dikutip oleh Poerwandari (2005, h.218) menyatakan
beberapa prinsip dasar penelitian yang etis. Diantaranya:
a) Tanggung jawab etis pada penelitian.
b) Peneliti tidak mengeksploitasi subyek penelitiannya untuk kepentingan
pribadinya.
c) Bentuk-bentuk informed consent sangat diperlukan.
d) Peneliti menjunjung tinggi jaminan pribadi, kerahasiaan, dan anonimitas
dan,
e) Peneliti mendeteksi serta menjauhkan konsekuensi-konsekuensi tidak
diinginkan dari subyek penelitiannya.
Berdasarkan pendapat Newman dalam Poerwandari (2005) tersebut di
atas, saya lebih setuju pada point (b) dan point (d) di dalam penelitian ini
39 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian… , h. 248. 40 Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian…, h. 190.
67
karena saya tidak memanfaatkan informan untuk kepentingan pribadi, akan
tetapi untuk kepentingan akademis. Kemudian, saya menjaga kerahasiaan
informan tanpa menjelaskan nama mereka yang sesungguhnya dan alamat di
mana mereka tinggal. Hal ini dilakukan untuk melindungi mereka dan
memperhatikan kebutuhannya terhadap keamanan dan kenyamanan. Dengan
demikian, melalui penelitian ini diharapkan dapat terungkap dengan jelas
tentang hambatan pelaksanaan CTL (Contextual Teaching And Learning)
dalam KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) studi kasus pada
pendidikan agama Islam di SMPN 250 Jakarta.
68
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. GAMBARAN UMUM SMPN 250 JAKARTA
1. Profil Sekolah Nama Sekolah : SMP NEGERI 250 JAKARTA
No. Statistik Sekolah : 201016306246
Tipe Sekolah : A2
Alamat Sekolah : JL. KHM. Naim III, Cipete Utara
: (Kecamatan) : Kebayoran Baru
: (Kabupaten/Kota) : Jakarta Selatan
: (Propinsi) : DKI Jakarta
Telepon/HP/Fax : Telp. (021)7200396, Fax (021) 7265788
Status Sekolah : Negeri
Nilai Akreditasi Sekolah : B
2. Visi dan Misi SMPN 250 Jakarta
a. Visi Berprestasi, Berbudaya, dan Beriptek Berdasarkan Iman dan Takwa.
b. Misi Dengan Disiplin dan Pelayanan yang Baik Kita Tingkatkan Prestasi.
3. Kepemilikan Tanah Status Tanah : SHM (Milik Negara )
Luas Lahan/Tanah : 2.232 m2
Luas Tanah Terbangun : 3.219 m2
Luas Tanah Siap Bangun : ....... m2
Luas Lantai Atas Siap Bangun : ....... m2
4. Data Siswa SMPN 250 Jakarta memiliki siswa yang cukup banyak bila
69
dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya. Siswa-siswa tersebut
berasal dari sekolah dasar negeri maupun swasta yang jumlah
keseluruhan dari kelas VII sampai dengan kelas IX berjumlah 790 siswa.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam table 2, tentang jumlah siswa
yang terdapat dibawah ini.
Tabel 2
Jumlah siswa
Kelas VII Kelas VIII Kelas IX
Jumlah (Kls. VII + VIII
+ IX) Th. Pelajaran
Calon Siswa Baru Jml
Siswa Jml
Ruang Jml
Siswa Jml
Ruang Jml
Siswa Jml
Ruang Siswa Ruang
2003/2004 320 280 7 265 7 262 7 807 21 2004/2005 308 280 7 267 7 263 7 810 21 2005/2006 384 280 7 265 7 262 7 807 21 2006/2007 280 260 7 257 7 261 7 778 21 2007/2008 420 276 7 269 7 245 7 790 21
5. Keadaan guru dan kepala sekolah Di SMPN 250 Jakarta kepemimpinan sekolah dipimpin oleh seorang
kepala sekolah dan dibantu oleh dua wakil kepala sekolah, yaitu wakil
kepala sekolah bidang kurikulum dan wakil kepala sekolah bidang
kesiswaan. Untuk lebih jelasnya lihatlah table 3 di bawah ini.
Tabel 3
Kepala Sekolah
Jenis Kela-min
No. Nama
L P Usia Pend. Akhir Masa Kerja
1. Kepala Sekolah
Drs. Mochamad Imam
L - 57 S 1 24
2. Wakil Kepala Maman L - 44 S 1 24
70
Sekolah Suparman, S.Pd 3. Wakil Kepala
Sekolah Sobari, S.Ag L - 47 S 1 17
Adapun keadaan guru di SMPN 250 Jakarta terdiri dari guru
pegawai negeri sipil, baik dari Departemen Pendidikan Nasional maupun
Departemen Agama serta dibantu oleh beberapa guru honorer. Guru-
guru tersebut berasal dari latar belakang pendidikan yang berbeda dan
dari daerah yang berbeda pula. Untuk lebih jelasnya dpat dilihat dalam
table 4 di bawah ini.
Tabel 4 Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah
Jumlah dan Status Guru
GT/PNS GTT/Guru Bantu No. Tingkat
Pendidikan L P L P
Jumlah
1. S3/S2 2 - - - 2
2. S1 13 21 - 7 41
3. D-4 - - - -
4. D3/Sarmud 1 1 - - 2
5. D2 - - - - -
6. D1 - 1 - - 1
7. SMA/sederajat - 1 - - 1
Jumlah 16 24 - 7 47
Tabel 5
Jumlah guru dengan tugas mengajar sesuai dengan latar belakang
pendidikan (keahlian)
No
. Guru
Jumlah guru dengan latar
belakang pendidikan sesuai
dengan tugas mengajar
Jumlah guru dengan latar
belakang pendidikan yang
TIDAK sesuai dengan tugas
Jumlah
71
mengajar
D1/
D2
D3/
Sarmud
S1/D4 S2/S3 D1/D
2
D3/
Sarmud
S1/D4 S2/S3
1. IPA - - 6 - - - - - 6
2. Matematika - - 5 1 - - - - 6
3. Bahasa Indonesia 1 1 3 - - - - - 5
4. Bahasa Inggris - - 3 1 - - - - 4
5. Pendidikan Agama - - 2 - - - 1 - 3
6. IPS 1 - 5 - - - - - 6
7. Penjasorkes - 1 2 - - - - - 3
8. Seni Budaya - - 2 - - - - - 2
9. PKn - - 2 - - - - - 2
10. TIK/Keterampilan - - 1 - - - 2 - 3
11. BK - - 3 - - - 1 - 4
12.
13.
PLKJ
Tata Busana
-
-
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
2
Jumlah 2 2 36 2 - - 5 - 47
Tabel 6
Pengembangan kompetensi/profesionalisme guru
Jumlah Guru yang telah mengikuti kegiatan
pengembangan kompetensi/profesionalisme No. Jenis Pengembangan
Kompetensi Laki-laki Jumlah Perempuan Jumlah
1. Penataran KBK/KTSP 5 3 8
3. Penataran Metode 5 4 9
72
Pembelajaran (termasuk
CTL)
4. Penataran PTK 4 3 7
5. Penataran Karya Tulis
Ilmiah
3 - 3
6. Sertifikasi
Profesi/Kompetensi
1 - 1
7. Penataran PTBK 4 4 8
8. Penataran lainnya:
..............
8 10 18
Tabel 7
Prestasi guru
Perolehan kejuaraan 1 sampai 3 dalam 3 tahun terakhir No. Jenis lomba
Tingkat Jumlah Guru
Nasional -
Provinsi -
1. Lomba PTK
Kab/Kota -
Nasional 1
Provinsi 1
2. Lomba Karya
tulis Inovasi
Pembelajaran Kab/Kota 1
Nasional -
Provinsi -
3. Lomba Guru
Berprestasi
Kab/Kota 2
Nasional -
Provinsi -
4. Lomba lainnya:
.........................
......
Kab/Kota -
73
Nasional -
Provinsi -
4.
Kab/Kota -
Tabel 8
Tenaga Kependidikan
Jumlah tenaga pendukung
dan kualifikasi
pendidikannya
Jumlah tenaga
pendukung
Berdasarkan
Status dan Jenis
Kelamin
Jumlah
PNS Honorer
No. Tenaga
pendukung
SMP SMA D1 D2 S1 Jml
L P L P
1. Tata Usaha - 3 - - 5 8 3 3 2 2 9
2. Perpustakaa
n
- 1 - - - 1 - - 1 - 1
3. Laboran lab.
IPA
- 1 - - - 1 - - 1 - 1
4. Teknisi lab.
Komputer
- - - - - - - - - - -
5. Laboran lab.
Bahasa
- - - - - - - - - - -
6. PTD (Pend
Tek. Dasar)
- - - - - - - - - - -
7. Kantin 5 - - - - 5 - - - - -
8. Penjaga
Sekolah
1 - - - - 1 1 - - - 1
9. Tukang
Kebun
- - - - - - - - - - -
74
10. Keamanan 1 - - - - 1 - - 1 - 1
11. Kebersihan
4 - - - - 4 2 - 2 - 4
Jumlah 11 5 - - 5 21 4 3 7 2 16
6. Sarana dan Prasarana Sekolah SMPN 250 Jakarta memiliki sarana dan prasarana yang cukup
lengkap dan memadai, baik dari segi ruang belajar maupun ruangan atau
sarana penunjang belajar yang lainnya. Untuk lebih jelasnya tentang
sarana dan prasarana SMPN 250 Jakarta yang ada dapat diliha pada tabel
di bawah ini.
Tabel 9
Data Ruang Belajar
Jumlah dan ukuran
Kondisi Ukuran
7x9 m2
(a)
Ukuran
> 63m2
(b)
Ukuran
< 63 m2
©
Jumlah
(d)
=(a+b+c)
Jml. Ruang
lainnya
yg digunakan
untuk r.
Kelas
(e)
Jumlah ruang
yg digunakan
u. R. Kelas
(f)=(d+e)
Baik 11 - - -
Rsk ringan - - - -
Rsk sedang - - - -
Rsk Berat - - - -
Rsk Total - - - -
-
-
Keterangan kondisi:
Baik Kerusakan < 15%
Rusak 15% - < 30%
75
ringan
Rusak
sedang
30% - < 45%
Rusak berat 45% - 65%
Rusak total >65%
Tabel 10
Data Ruang Belajar Lainnya
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi*)
1. Perpustakaan 1 96 Baik
2. Lab. IPA 1 96 Baik
3. Ketrampilan 1 64 Baik
4. Multimedia 1 64 Baik
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi
6. Lab. Bahasa - - -
7. Lab. Komputer 1 64 Baik
8. PTD - - -
9. Serbaguna/aula - - -
Tabel 11
Data Ruang Kantor
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi*)
1. Kepala Sekolah 1 32 Baik
2. Wakil Kepala Sekolah 1 32 Baik
3. Guru 1 64 Baik
76
4. Tata Usaha 1 64 baik
5. Tamu - - -
Lainnya: ……………… - - -
Tabel 12
Data Ruang Penunjang
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi*)
Gudang 1 50 Rusak Sedang
Dapur 1 8 Baik
Reproduksi - - -
KM/WC Guru 2 32 Baik
KM/WC Siswa 2 30 Rusak Ringan
BK 1 32 Baik
UKS 1 42 Baik
PMR/Pramuka - - -
Jenis Ruangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi
Ibadah 1 36 Baik
Ganti - - -
Koperasi 1 21 Baik
Hall/lobi - - -
Kantin 6 72 Baik
Rumah Pompa/
Menara Air
1 - -
Bangsal Kendaraan 1 - -
Rumah Penjaga 1 64 Baik
Pos Jaga - - -
77
Tabel 13
Lapangan Olahraga dan Upacara
Lapangan Jumlah (buah) Ukuran (pxl) Kondisi Keterangan
1. Lapangan Olahraga
a. Basket
b. Volly
c. Bulu Tangkis
d. Sepak Bola / Futsal
e.
........................................
1
1
1
1
-
-
-
-
Baik
Baik
Baik
Baik
Satu
Area
2. Lapangan Upacara 1 400 Baik
B. PENGETAHUAN GURU TERHADAP KURIKULUM
TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau lebih dikenal dengan sebutan
KTSP adalah Kurikulum operasional yang disusun dan dilakukan oleh
masing-masing satuan pendidikan.41 Definisi tentang KTSP tersebut saya
peroleh dari hasil wawancara dengan beberapa informan berkenaan dengan
pengetahuannya mengenai KTSP. Pengetahuan tentang KTSP tersebut masih
secara umum dan sama persis dengan definisi-definisi yang saya peroleh dari
buku-buku tentang KTSP misalnya saja karangan E. Mulyasa yang membahas
secara lengkap tentang KTSP dalam karangannya “Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan: Suatu Panduan Praktis”, dan begitu juga dengan buku-buku
karangan penulis lain seperti Masnur Muslih dalam judul bukunya “KTSP:
Dasar Pemahaman dan Pengembangan”. Sebenarnya definisi tentang KTSP itu
41Masnur muslih, KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan…, h. 10.
78
sangat luas dan informan tidak menjelaskannya secara rinci kepada saya,
bahkan mereka menganjurkan pada saya membaca buku pedoman tentang
KTSP sekolah tersebut untuk mendapatkan data yang saya perlukan.42 Dari
anjuran tersebut saya tidak melaksanakannya karena yang saya butuhkan
bukan konsep atau teori tentang KTSP akan tetapi bagaimana pemahaman
informan terhadap KTSP itu sendiri baik secara teori maupun praktek. Dengan
adanya anjuran untuk melihat buku pedoman KTSP sekolah tersebut berarti
pemahaman atau pengetahuan informan mengenai KTSP masih kurang atau
belum faham betul karena masih sebatas definisi saja, padahal KTSP itu
merupakan sebuah konsep kurikulum yang terdiri dari beberapa komponen
Komponen-komponen misalnya: tujuan satuan pendidikan, kalender
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum, serta silabus dan rencana
pelaksanaan pembelajaran, yang kesemuanya itu seharusnya dijelaskan
informan kepada saya agar bisa dilihat sejauh mana mereka dapat memahami
tentang KTSP. Selain itu juga seharusnya informan memberikan penjelasan
lebih luas lagi mengenai apa tujuan KTSP, kemudian apa yang menjadi
landasan pengembangannya, karakteristik, prinsip-prinsip, dan acuan
opersional akan tetapi mereka tidak menjelaskannya. Hal tersebut bisa saja
disebabkan karena pemahaman informan yang masih minim mengenai KTSP.
Tapi kalau dilihat pada proses sosialisai yang dilakukan, pihak sekolah sering
memberikan pengetahuan tentang KTSP baik dari kepala sekolah secara
langsung dan kebetulan ia menjadi tim pengembang dan penilai KTSP
depdiknas melalui musyawarah yang diikuti semua pihak-pihak terkait seperti:
guru dan staf, orang tua siswa melalui komite sekolah dan juga dewan
pendidikan. Selain itu juga semua guru pernah mengikuti pelatihan yang
diberikan oleh pemerintah dalam hal ini depdiknas tentang KTSP di SMPN 19
jakarta dan semua siswa diliburkan.43 Dengan demikian, sebenarnya KTSP
secara teoritis dapat memberikan solusi belajar untuk mewujudkan sekolah
yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP memberikan keleluasaan
42 Mohammad Imam, Wawancara, ( 19 Desember 2007). 43 Sobari, Wawancara, (Jakarta, 22 Desember 2007).
79
kepada setiap satuan pendidikan dalam mengelola sumber daya, sumberdana,
sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih
tanggap terhadap kebutuhan setempat. Hal ini dapat terlihat pada kemandirian
guru dalam menentukan kompetensi dasar dalam pembuatan rencana
pelaksanaan pembelajaran, dan juga dapat dilihat pada kemandirian kepala
sekolah dalam mengambil keputusan yang menyangkut kalender pendidikan
serta penggunaan dana sesuai dengan kebutuhan. Selain itu juga penentuan
kepala sekolah pada stafnya berdasarkan keterampilan yang dimilikinya bukan
berdasarkan pengalamannya. Akan tetapi permasalahan yang ada sekarang ini
adalah bagaimana agar implementasi KTSP dapat tercapai secara optimal ?
maka disini semua elemen harus saling mendukung, bekerja sama mulai dari
kepala sekolah sebagai penanggung jawab semua kegiatan dan terakhir
terletak pada guru sebagai pelaksana dan penentu di lapangan.
Selanjutnya, proses implementasi KTSP disekolah yang dilakukan oleh
informan sebagai pelaksana dan penentu dari tercapai tidaknya tujuan
pendidikan, informan merasa cukup kesulitan. Mereka belum mengetahui
dengan benar mengenai pengelolaan pembelajaran yang menyangkut
perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian (evaluasinya), juga memahami
peserta didik mengingat mereka mempunyai bakat, minat,, potensi dan
karakteristik serta sosial budaya mayarakat setempat yang berbeda-beda
penggunaan metode, penggunaan media, serta proses evaluasinya.44 Semuanya
itu harus dikuasai agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Akan
tetapi pada prakteknya berbeda.
Dalam pengelolaan pembelajaran yang menyangkut perencanaan,
informan membuatnya dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran atau
yang lebih dikenal dengan RPP. Dalam membuat RPP informan membuat
kompetensi dasar yang akan dicapai dengan mencakup tiga aspek kompetensi
yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Selain itu juga dalam RPP ditentukan
mengenai tujuan pembelajaran, waktu belajar dan juga materi yang akan
44 Mohammad Imam, Wawancara, ( Jakarta, 19 Desember 2007).
80
diberikan kepada siswa.45 Akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah
informan membuat RPP tersebut untuk kelas yang sama dan waktu yang sama,
dan kondisi peserta didik yang sama, intinya informan menggunakan RRP
yang dibuatnya untuk digunakan atau diturunkan dalam beberapa kelas.
Seharusnya hal tersebut tidak dilakukannya, kenapa? Karena antara kelas yang
satu dengan yang lainnya itu berbeda, antara siswa yang satu mulai dari minat,
bakat, potensi, sosial budaya dengan siswa yang lainnya berbeda dan itu tidak
bisa dibuat dalam satu RPP. Selain itu juga waktu penyampaian materi juga
berbeda, mungkin kelas yang pagi akan lebih dapat menerima materi lebih
banyak ketimbang kelas yang masuknya siang, karena situasi dan kondisi
mempengaruhi terhadap prestasi belajar. Yang menjadi alasan kenapa hal
tersebut terjadi adalah karena informan merasa enggan membuatnya kembali,
dan baginya memerlukan waktu yang cukup lama, apalagi kalau dalam sehari
itu mengajarnya ful, delapan jam pelajaran dan semuanya harus memakai RPP
yang berbeda.
Selanjutnya dalam pengelolaan kelas, informan lebih banyak
memberikan penyampaian materi melalui metode ceramah, dan terkadang
menggunaan metode demonstrasi untuk materi sholat contohnya, guru
menggunakan metode demonstrasi. Yang menjadi permasalahan disini adalah
informan menggunakan metode demonstrasi melalui siswa, informan melihat,
membimbing dan mengarahkan. Seharusnya informan terlebih dahulu
mendemonstrasikan kemudian diikuti oleh peserta didiknya. Selain itu juga
dalam mendemonstraikan sholat tersebut, informan tidak melakukannya
dengan menggunakan media yang sudah ada yaitu dimushalla.46 Dengan
demikian, jika di dalam kelas informan hanya membutuhkan beberapa siswa
saja, ini kurang efektif, dan tidak berdasarkan konteksnya. Perlu diingat
bahwa keberhasilan belajar siswa tidak ditentukan oleh sebagian siswa saja
akan tetapi harus semuanya dapat mencapai kompetensi dasar yang telah
ditentukan, sedangkan apabila di mushalla semua siswa dalam satu kelas dapat
45 Sobari, Wawancara, (Jakarta, 22 Desember 2007). 46 Nurlaili, Wawancara, (Jakarta, 18 Desember 2007).
81
mempraktekkannya.dan lebih efektif, serta sesuai dengan konteksnya.
Kemudian dalam pengelolaan kelas selanjutnya, informan hanya sesekali
memberikan kesempatan kepada siswanya untuk bertanya dan menanggapi
terhadap materi yang masih kurang dipahami, dan juga dalam melakukan atau
menjawab pertanyaan siswa terkesan berbelit-belit bahkan informan
menjawab seperlunya saja. Selain itu juga, tidak semua siswa diberikan
kesempatan untuk bertanya, menjawab, dan menanggapi akan tetapi tebang
pilih. Padahal semua siswa mempunyai hak dan kedudukan yang sama untuk
menerima, bertanya, menanggapi tanpa dibeda-bedakan.
Selanjutnya, pengelolaan pembelajaran yang berkaitan dengan
penggunaan media pembelajaran, informan lebih banyak menggunakan dan
memanfaatkan media pembelajaran yang sudah ada, selain itu juga informan
mengusahakan / membuat sendiri media-media pembelajaran lain apabila
media tersebut tidak terdapat di sekolah padahal media tersebut sangat
penting, misalnya ketika informan akan menyampaikan materi tentang haji
dan umrah maka informan terlebih dahulu memberikan teori terlebih dahulu
yang dibantu dengan visualisasi dalam bentuk power point maupun CD yang
menjelaskan tentang materi haji dan umrah.47 Kemudian, pelaksanaan praktek
dilakukan pada waktu hari raya Ied al-adha. Pada hari Ied al-adha semua siswa
diharuskan hadir untuk secara bersama-sama melakukan shalat Ied berjamaah
yang dilanjutkan dengan pemotongan hewan kurban yang dihasilkan dari
siswa dalam bentuk kolektif. Pada hari berikutnya bagi kelas yang telah
menerima materi tentang umrah diharuskan datang untuk melakukan tawaf
bersama, dengan media yang dibuat disekolah dengan ukuran 3x4 meter.
Disini siswa dibimbing, diarahkan bagaimana proses tawaf, arah tawaf dan
juga pakaian yang harus dipakai pada waktu tawaf.48 Akan tetapi,
penggunaan media yang ada tersebut, yang berkaitan dengan materi yang
disampaikan masih kurang efektif karena tidak sesuai dengan konteksnya.
Selain itu juga siswa tidak berkonsentrasi dalam melakukan praktek baik itu
47 Sobari, Wawancara, (Jakarta, 22 Desember 2007). 48 Maryani, Wawancara, ( Jakarta, 31 Desember 2007).
82
shalat Ied maupun tawaf. Jumlah siswa dengan informan tidak memadai
sehingga tidak bisa membimbing, mengarahkan secara langsung peserta didik.
Dengan demikian tujuan kompetensi dasar yang telah dibuat dalam bentuk
RPP tidak tercapai dengan optimal. Walaupun demikian dengan adanya media
tersebut yang sudahdibuat dalam bentuk visualisasi sudah dapat membantu
peserta didik untuk menambah pemahamnnya mengenai materi tersebut
ketimbang hanya menerima teori saja. Kalau menurut saya, materi tentang haji
dan umrah tersebut kurang sesuai dengan karakteristik siswa, karena materi
tersebut cukup luas dan diperlukan media yang benar-benar sesuai dengan
konteknya untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang optimal, salah
satunya dengan cara dating langsung ketempat dimana haji dan umrah itu
dilakukan oleh orang pada umumnya, yaitu di Makkah dan ini tidak mungkin
dilakukan oleh semua sekolah yang ada. Salah satu solusinya adalah dengan
tidak memberikan materi tersebut pada tingkat sekolah dasar dan menengah
ataupun materi tersebut lebih disederhanakan lagi.
Selanjutnya, pelaksanaan evaluasi yang dilakukan oleh informan di
dalam kelas lebih banyak mengerjakan lembar kerja siswa, karena didalamnya
sudah terdapat soal-soal baik dalam bentuk pilihan ganda maupun esei.49
Dengan demikian informan lebih banyak mengandalkan lembar kerja siswa
sebagai alat untuk mengukur tercapai tidaknya kompetensi yang diharapkan.
Seharusnya informan tidak mengandalkan lembar kerja siswa, karena hanya
akan mengukur kognitif siswa saja secara umum padahal yang diharapkan ada
afektif dan psikomotorik. Untuk itu lebih baiknya disamping mengerjakan
lembar kerja siswa, siswa dilatih untuk mempraktekkan, bekerja kelompok
atau yang alinnya agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal. Selain
evaluasi yang dilakukan di kelas, informan juga melakukan evaluasi dalam
bentuk ujian tengah semester dan ujian akhir semester yang dilakukan oleh
pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas, akan tetapi untuk ujian tengah
semester dilakukan oleh satuan pendidikan masing-masing.
49 Nurlaili, Wawancara, (Jakarta, 18 Desember 2007).
83
C. KONDISI OBYEKTIF MATERI PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM Di dalam GBPP PAI mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kurikulum
1999 dijelaskan tentang tujuan materi pendidikan agama Islam, yaitu: “agar
siswa memahami, menghayati, menyakini, dan mengamalkan ajaran Islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt
dan berakhlak mulia”.50 Untuk mencapai tujuan tersebut secara optimal,
pengetahuan informan terhadap materi pendidikan agama Islam harus benar-
benar dipahami dan dikuasai sehingga ketika materi ajar pendidikan agama
Islam sudah benar-benar dipahami maka proses pembelajaran akan berjalan
sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, faktor materi pendidikan agama
Islam yang mencakup kedalaman dan keluasannya juga ikut menentukan
keberhasilan belajar peserta didik. Sejauh mana materi pendidikan agama
Islam itu menjelaskan, apakah materi pendidikan agama Islam yang ada sudah
sesuai dengan karakteristik siswa sesuai dengan minat, bakat, potensi, dan
kondisi sosial keagamaan yang berbeda-beda, apakah materi yang diterima
oleh peserta didik dapat dijadikan sebagai pedoman hidup, apakah materi
pendidikan agama Islam tersebut dapat memotivasi peserta didik untuk
memperluas dan memperdalam pengetahuannya, apakah materi ajar
pendidikan Agama Islam benar-benar diaplikasikan oleh peserta baik di
sekolah maupun dirumah sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Perlu diketahui bahwa materi pendidikan Agama Islam itu cukup luas
cakupannya, akan tetapi pada garis besarnya materi pendidikan agama islam
itu meliputi: Al-Qur’an, Keimanan, Akhlak, Fiqh dan bimbingan ibadah, serta
Tarikh/sejarah yang lebih menekankan pada perkembangan ajaran agama,
ilmu pengetahuan dan kebudayaan.51
Kemudian berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai seperti yang telah
dijelaskan dalam GBPP PAI tersebut di atas, ada beberapa hal yang dilakukan
50 GBPP PAI, 1994 51 Muhaimin, Paradigma Pendidikan…,h. 79.
84
oleh informan untuk dapat mencapai tujuan tersebut seoptimal mungkin.
Upaya tersebut diantaranya membaca buku-buku agama, literature-literatur
lain yang membahas tentang materi yang akan disampaikan baik melalui
majalah, koran, maupun buku tafsir al-Quran dan al-Hadits. Upaya tersebut
bertujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuannya tentang materi
pendidikan agama Islam sehingga nantinya dapat menjelaskan materi kepada
siswa dengan sejelas-jelasnya. Dengan demikian berarti materi pendidikan
agama Islam yang ada saat sekarang ini belum menjelaskannya secara rinci.
Hal ini dapat dilihat pada upaya informan untuk mencari dan membaca buku-
buku tafsir untuk menjelaskan isi kandungan dari suatu ayat al-Quaran
maupun al-Hadits.
Proses membaca dan mencari buku-buku tersebut dilakukan oleh informan
di perpustakaan dan juga di mushalla, akan tetapi disini informan tidak
menjelaskan secara rinci mengenai buku-buku agama apa saja yang dibaca
dan karangannya siapa jangan-jangan entar buku-buku agama yang tidak ada
kaitannya dengan materi yang akan diajarkan, kemudian majalah apa dan
topik apa yang dibahas dimajalah tersebut sehingga ada terkesan mengada-
ada. Kemudian saya mencoba mengecek kebenaran buku-buku yang berkaitan
tersebut ke perpustakaan dan tidak mengecek yang lainnya dan ternyata
memang ada buku-buku agama tersebut, akan tetapi tidak selengkap seperti
yang telah dikatakan oleh informan. Kebanyakan yang ada diperpustakaan itu
adalah koleksi buku-buku pelajaran umum bukan buku-buku yang berkaitan
dengan materi pendidikan agama Islam. Untuk lebih jelasnya saya tampilkan
gambar perpustakaan di bawah ini.
Selanjutnya upaya lain yang dilakukan oleh informan adalah dengan
menyampaikan materi sesuai dengan konteksnya atau kehidupan nyata peserta
didik. Seperti misalnya ketika menyampaikan materi tentang shalat berjamaah
yang telah dilakukan oleh kelas VII Sembilan. Informan menjelaskan terlebih
dahulu tentang materi shalat berjamaah disertai dengan demonstrasi di dalam
kelas dan diikuti oleh beberapa siswa, karena tempatnya yang kurang sesuai
85
maka dilanjutkan di mushalla.52 Seperti yang tampak dalam gambar dibawah
ini.
Pelaksanaan praktek dan juga media yang digunakan sudah sesuai
dengan konteksnya, akan tetapi apakah tujuan kompetensi dasar telah
tercapai? Mungkin dari aspek afektif ya dan belum tentu dari aspek
psikomotorik dan kognitif siswa. Jumlah siswa dalam satu kelas tidak bisa
diatur, dibimbing dan diawasi oleh seorang informan saja, selain itu juga perlu
adanya dukungan baik itu dari informan maupun dari siswanya itu sendiri.
Jika para siswa sadar dengan sendirinya bahwa materi yang diterima akan
menambah keimanan dan ketakwaannya kepada yang Allah SWT dan dapat
dijadikan bekal hidupnya, maka dengan sendirinya kompetensi dasar yang
menyangkut aspek psikomotorik dapat tercapai tidak semata-mata hanya
dilakukan pada waktu disekolah akan tetapi dimanapun dan kapanpun berada
jika memang waktu sholat telah tiba maka melakukannya. Selain itu juga
kompetensi kognitifnya juga akan tercapai dengan optimal, karena disini siswa
akan lebih mengingat, memahami, dan menerapkan.
Pelaksanaan pembelajaran yang sesuai dengan konteksnya atau
kehidupan nyata siswa tidak hanya dalam materi tentang sholat saja, akan
tetapi materi-materi yang lain juga disesuaikan dengan konteksnya juga,
contohnya materi tentang tayamum, materi bersuci baik dari hadats kecil
maupun hadats besar. Seperti tampak gambar di bawah ini.
Selanjutnya dalam proses penyampain materi pendidikan agama Islam
terkadang informan merasa kesulitan dalam hal materi-materi keimanan
misalnya, materi tentang pembagian warisan. Kesulitan tersebut bukan terletak
pada kurangnya pengetahuan guru mengenai materi tersebut, akan tetapi lebih
pada penggunaan medianya yang sesuai dengan konteksnya, selain itu juga
materi tersebut merupakan materi yang berhubungan dengan keyakinan dan
ini susah untuk dijelaskan. Dengan demikian, ketika membahas tentang
52 Sobari, Wawancara, (Jakarta, 22 Desember 2007).
86
materi tersebut tujuan kompetensi dasar tidak akan tercapai dengan optimal,
akan tetapi informan tetap berusaha menggunakan media atau sumber belajar
yang lain misalnya penggunaan CD sebagai visualisasi atau dengan
mengundang orang yang ahli dalam bidang tersebut, dan bisa juga ketika ada
acara –acara keagamaan para siswa dianjurkan untuk mengadirinya, karena
belajar tidak hanya disekolah saja akan tetapi diluar sekolah pun bisa
dilakukan.53 Siapa tahu materi yang didapat di luar sekolah belum didapat di
dalam sekolah, jadi saling mengisi dan bila perlu ditanyakan di sekolah jika
ada sesuatu yang tidak dipahami. Dibawah ini ditampilkan gambar mengenai
mendatangkan orang yang ahli untuk menjelaskan materi yang sesuai. Yang
dilaksanakan pada saat isra’ dan mi’raj di sekolah.
D. SARANA DAN PRASARANA PENDUKUNG IMPLEMENTASI
KTSP DENGAN PENDEKATAN CTL Proses implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di dalam
satuan pendidikan memerlukan dukungan atau partisipasi dari semua pihak
agar implementasi kurikulum tersebut dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan, baik dari pihak pendidik, peserta didik, maupun tempat atau
lingkungan peserta didik tersebut tinggal. Yang menjadi salah satu faktor
terpenting optimal tidaknya dalam mengimplementasikan KTSP adalah
adanya sarana dan prasarana yang memadai, mulai dari gedung sekolah
meliputi jumlah ruangan, ukuran ruangan, laboratorium, perpustakaan dan
sarana pendukung lain.54
Berkaitan dengan sarana dan prasarana untuk mendukung implementasi
KTSP, sarana pendukung disekolah tempat saya melakukan penelitian cukup
lengkap dan memadai. Di sekolah tersebut hamper semua saranan pendukung
ada, terkecuali ada beberapa sarana yang kebetulan belum ada dan biasanya
diadakan ketika sarana tersebut dibutuhkan artinya hanya sesekali saja. Akan
53 Mohammad Imam, Wawancara, ( Jakarta, 19 Desember 2007). 54 Maryani, Wawancara, ( Jakarta, 31 Desember 2007).
87
tetapi, dengan sarana pendukung tersebut terkadang informan merasa kesulitan
karena berbarengan dengan teman informan lain yang akan menggunakan
media atau alat tersebut, untuk itu dalam penyediaan sarana dan prasarana
tidak hanya sebatas memenuhinya saja akan tetapi harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan jumlah guru yang mengajar.55
Dengan demikian jika sarana pendukung tersebut cukup memadai
sebagaimana yang telah distandarkan BNSP akan tetapi masih terbatas, maka
secara tidak langsung prestasi siswa dan proses implementasi dapat berjalan
dengan baik, namun belum optimal. Sarana pendukung tersebut diperoleh dari
anggaran pemerintah daerah melalui bantuan operasional pendidikan dan
bantuan operasional sekolah. Akan tetapi permasalahan yang sering timbul
dan juga dapat menghambat proses implementasi justeru datangnya dari
pemahaman dan pengetahuan informan mengenai sarana pendukung tersebut.
Dalam penggunaan sarana pendukung, informan terkadang perlu
menyesuaikannya dan harus mempunyai keterampilan khusus dengan
peralatan/sarana yang bisa disebut baru, yaitu komputer misalnya, Lcd
infocus, OHP sehingga jarang sekali informan menggunakannya walaupun
sarana tersebut tersedia, akan tetapi karena alasan tidak bisa menggunakannya
maka informan mengesampingkan penggunaan sarana pendukung tersebut
sehingga terkadang sarana pendukung yang ada menjadi lapuk dimakan umur.
padahal kalau dilihat dari aspek kegunannya, sarana tersebut sangat
mendukung dan dapat menambah serta mempermudah dalam proses
penyampaian materi kepada peserta didik sehingga kemungkinan tercapai
tujuan pembelajarannya cukup optimal, dan tidak hanya itu saja untuk sarana
yang lain yang tersedia di sekolah tersebut seharusnya informan
memanfaatkan sarana pendukung yang ada sebaik mungkin dan diperlukan
keterampilan atau pengetahuan khusus untuk dapat menggunakannya. Untuk
itu informan perlu mengikuti atau mencari tahu tentang bagaimana
menggunakan sarana pendukung tersebut dengan baik dan benar. Dibawah ini
55 Nurlaili, Wawancara, (Jakarta, 18 Desember 2007).
88
saya tampilkan gambar sekolah sebagai sarana untuk mengimplementasikan
kurikulum.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan tersebut di atas penulis mengambil kesimpulan
bahwa pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMPN 250
Jakarta belum optimal. Belum optimalnya pelaksanaan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan disebabkan oleh beberapa hal:
1. Dari segi pengetahuan guru tentang Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan baik itu secara teori maupun praktis guru pendidikan
agama Islam di SMPN 250 Jakarta belum sesuai dengan yang
diharapkan seperti dalam pedoman pelaksanaan dan pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah dibuat bersama. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya sosialisasi tentang
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ataupun faktor lain seperti
lingkungan sekolah yang kurang mendukung.
2. Dari segi materi ajar pendidikan agama Islam guru pendidikan agama
Islam di SMPN 250 Jakarta belum begitu menguasai, selain itu juga
adanya kesulitan untuk menyampaikan materi sesuai dengan
konteksnya.
3. Dari segi sarana dan prasarana pendukung guru pendidikan Agama
Islam di SMPN 250 Jakarta belum mengerti dan mempunyai
pengetahuan, keterampilan khusus untuk menggunakannya sehingga
sarana yang ada tidak dapat dimanfaatkan dengan baik. Selain itu juga,
adanya keterbatasan sarana pendukung pada materi tertentu juga dapat
mempengaruhi terhadap proses implementasi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan.
Dengan demikian, karena pelaksanaan Kurikulum Tingkat satuan
Pendidikan di SMPN 250 Jakarta belum optimal, maka pelaksanaan
pendekatan CTL (Contextual Teaching And Learning) dalam Kurikulum
90
Tingkat Satuan Pendidikan khususnya pada Pendidikan Agama Islam di
SMPN 250 Jakarta tidak tercapai dengan optimal. Semakin efektif
terlaksananya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan di SMPN 250 Jakarta,
maka semakin efektif pula pelaksanaan pendekatan CTL (Contextual
Teaching And Learning) dalam materi Pendidikan Agama Islam di SMPN 250
Jakarta.
B. SARAN 1. Guru Pendidikan Agama Islam harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan (profesionalisme) dalam mengelola kegiatan pembelajaran di
dalam maupun di luar kelas secara teori dan praktek.
2. Kegiatan pembelajaran harus didukung dengan sarana dan prasarana yang
cukup dan memadai supaya dapat mencapai tujuan pendidikan yang
91
optimal. Untuk itu setiap satuan pendidikan harus memiliki dan
mengusahakan sarana dan prasarana tersebut.
3. Lingkungan pendidikan harus saling mendukung dan bekerja sama dalam
hal ini orang tua, masyarakat, pemerintah sesuai dengan yang diharapkan.
4. Pemerintah dalam hal ini Depdiknas harus benar-benar mensosialisasikan
kurikulum yang baru sampai ke tingkat yang paling bawah.
5. Dengan keberadaan skripsi ini penulis berharap dapat menjadi pemicu
untuk mengkaji dan meneliti mengenai hambatan pelaksanaan pendekatan
Contextual Teaching and Learning dalam Kutikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dan pendekatan-pendekatan yang baru yang ditawarkan oleh
sekolah-sekolah yang ada di Indonesia.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang menjadikan
bahan perbandingan untuk karya ilmiah selanjutnya.
92
DAFTAR PUSTAKA
GBPP PAI, 1994 Imam, Muhammad. Wawancara, Jakarta, 19 November 2007. Johnson, Elaine B. Contextual Teaching And Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, Bandung: Mizan Media Utama, Cet. II, 2007.
Maryani. Wawancara, Jakarta, 31 Desember 2007. Majid, Abdul dan Andayani, Dian. Pendidikan Agama Berbasis Kompetensi:
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: Rosdakarya, Cet. II, 2005.
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Rosdakarya, Cet.
III, 2007. _____, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: Rosdakarya. Cet. I,
2007. Muslich, Masnur. KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual,
Jakarta: Bumi Aksara, Cet. I, 2007. _____, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan, Jakarta: Bumi Aksara,
Cet. I, 2007. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah, Bandung: Rosdakarya, Cet. III, 2004. Moleong, Lexy J. Metodologi penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, Cet.
XV, 2001. Nurlaili. Wawancara, Jakarta, 16 Desember 2007. R. Bambang A. Soekisno, “Bagaimanakah Perjalanan Kurikulum Nasional (Pada
Pendidikan Dasar dan Menengah”, dari www. Wordpress.com, 16 Mei 2007.
Sobari, Ahmad. Wawancara, Jakarta, 22 November 2007. Sanjaya,Wina. Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi, Jakarta: Kencana, Cet. 1, 2006.
93
Sardiman A.M. Interaksi dan Motivasi Belajar Menguar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Cet. 1, 2004. Tafsir, Ahmad. Kajian Pendidikan Islam di IAIN, Bandung: Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Gunung Jati Bandung, 2006.
Lampiran 1
Wawancara dengan Kepala Sekolah SMPN 250 Jakarta
Nama : Drs. Moh. Imam
Jabatan : Kepala Sekolah
Tempat : Ruang Kepala Sekolah SMPN 250 Jakarta
94
Hari/Tanggal : Rabu, 19 Desember 2007
Topik 1 “Bagaimana pemahaman guru terhadap KTSP secara teoritis dan praktis ?” Secara Teoritis
1. Apakah yang Bapak/Ibu ketahui tentang KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? Kurikulum operasional yang disusun dan dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan.
2. Darimanakah Bapak/Ibu tahu tentang KTSP? Dari Depdiknas, kebetulan saya sebagai tim pengembang dan penilai KTSP
3. Sejak kapan sekolah Bapak/Ibu menerapkan KTSP? Tahap sosialisasi awal tahun 2004 dan mulai dilaksanakan pada tahun ajaran 2005
4. Apa yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan KTSP? Sebenarnya lebih pada adanya keinginan para guru untuk menentukan sendiri proses pembelajaran, mulai dari pembuatan silabus, rpp, walaupun masih berpedoman pada standar isi dan kelulusan yang telah ditetapkan BNSP
5. Apa kelebihan KTSP dengan kurikulum sebelumnya? Guru lebih leluasa dalam menentukan kompetensi dasar pada KTSP sedangkan pada KBK ditentukan oleh pemerintah pusat.
6. Bagaimana sikap para guru disekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP (mudah atau kesulitan)? Sedikit kesulitan terutama dalam menentukan kompetensi dasar, contohnya pada pelajaran IPA dan IPS yang harus menentukan kompetensi dasar secara keseluruhan, padahal pelajaran IPA dan IPS itu terdiri dari tiga sub pelajaran yaitu untuk IPA terdiri dari fisika, kimia dan biologi dan begitu juga dengan IPS terdiri dari sejarah, ekonomi dan geografi.
7. Bagaimana cara soialisasi KTSP di sekolah Bapak/Ibu? Semua guru di sini mengikuti pelatihan yang diadakan secara bersama-sama oleh tim pengembang dalam hal ini Depdiknas di SMPN 19 Jakarta dan semua siswa diliburkan, selain setiap ada musyawarah disekolah, saya
95
memberikan pengarahan dan penyuluhan kepada segenap guru beserta karyawan atau Tu dan pihak-pihak yang terkait seperti komite sekolah.
8. Apakah persiapan khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengimplementasikan KTSP? Tidak ada persiapan khusus, karena pada dasarnya semua kurikulum itu sama perbedaannya pada segi pelaksanaannya di lapangan.
9. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana hasil belajar siswa pada saat ini setelah menggunakan KTSP, apakah sudah maksimal? Dari segi prestasi meningkat. Hal ini dapat dilihat pada hasil ujian nasional kelas tiga, jika pada KBK nilai rata-ratanya mencapai 5,76 sedangkan pada KTSP mencapai 6,32.
10. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu/pihak sekolah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya implementasi KTSP? Dimusyawarahkan dengan pihak-pihak terkait seperti MGMP, selain itu juga saya memberikan pengarahan kepada guru-guru karena selain saya sebagai kepala sekolah, juga sebagai tim pengembang yang ditunjuk Depdiknas dalam masalam yang berkaitan dengan KTSP.
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui KTSP dapat dikatakan berhasil? Saya melihat dari prestasi nilai ujian nasional, karena secara tidak langsung ketika siswa lulus dari ujian nasional, maka kompetensi yang diharapkan dapat tercapai..Adapun dari segi perilaku dapat dilihat dari keseharian siswa di sekolah bagaimana mereka bergaul dan bersopan santun dengan guru maupun dengan temannya sendiri sesame siswa.
Secara Praktis
1. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, persiapan apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu? Mengabsen siswa, menata ruangan, memberikan apersepsi/gambaran umum tentang materi yang akan diberikan.
2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) atau satuan pembelajaran, jika tahu apa itu RPP dan bagaimana cara membuatnya? Ya, RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Cara membuatnya, guru harus bisa menentukan kompetensi dasar, penggunaan media, alokasi waktu, penilaiannya dll.
96
3. Apakah Bapak/Ibu selalu membuatnya setiap akan mengajar, jika ya/tidak mengapa? Ya, Agar kegiatan belajarnya dapat terencana dan terarah dengan baik tidak asal, karena dapat berpengaruh pada hasil belajar.
4. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam membuat RPP, jika ya/tidak kenapa dan dalam hal apa? Ya, karena kurangnya pengetahuan terhadap materi yang ada sehingga susah dalam menentukan kompetensi dasarnya. Hal ini dapat terlihat pada RPP yang telah dipakai pada kelas 7 misalnya dipakai lagi pada kelas berikutnya, padahal ini tidak boleh karena keadaan siswa berbeda antara kelas yang satu dengan yang lainnya.
5. Dalam membuat RPP, apakah Bapak/Ibu membuatnya dengan mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau salah satu aspek saja?alasannya. Ya, contohnya pada pelajaran Bhs.Indonesia kompetensi yang harus dicapai siswa adalah siwa harus bisa membaca, menulis, berbicara dst dan begitu juga dalam bahasa inggris. Karena keberhasilan belajar tidak hanya kognitif saja akan tetapi ketiga aspek tersebut.
6. Dalam proses pembelajaran apakah Bapak/Ibu menggunakan metode yang bervariasi, jika ya metode apasaja yang sering digunakan dan apa kelebihan metode tersebut? Ya, disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan. Biasanya saya menggunakan metode Tanya jawab, karena dengan metode ini siswa dengan guru dapat berkomunikasi dengan baik sehingga dengan sendirinya materi tersebut dapat diingat dan dicerna dengan baik oleh siswa.
7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggunakan metode pembelajaran, jika dilihat pada kondisi siswa yang berbeda-beda baik dari segi minat, bakat serta kondisi lingkungan yang berbeda-beda? Tergantung pada materi yang diajarkan dan tidak seenaknya saya sendiri. Selain itu juga saya melihat waktu yang tepat dalam menggunakan metode pembelajaran, misalnya waktu siang tidak sesuai dengan metode ceramah, karena selain membuat anak jenuh juga sering anak kurang begitu memperhatikan.
8. Bagaimana keadaan siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung dengan metode pembelajaran yang Bapak/Ibu lakukan? Menyimak dengan baik, bahkan kelihatannya mereka senang, walaupun ada beberapa siswa yang kurang tertarik dengan penggunaan metode yang saya lakukan akan tetapi saya berusaha tidak monoton terhadap penggunaan metode tersebut.
97
9. Apakah Bapak/Ibu menggunakan media pembelajaran yang berbeda dalam proses pembelajaran?, jika ya media apa saja yang sering dipakai dan apakah media tersebut sudah sesuai dengan keadaan atau karakteristik siswa? Ya, disesuaikan dengan kebutuhan dan menurut saya penggunaan media tersebut sudah cukup sesuai.
10. Jika dalam proses pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, akan tetapi media tersebut tidak tersedia apa yang Bapak/Ibu lakukan,contohnya dalam materi haji atau kurban? Dalam hal ini saya biasanya memberikan teori terlebih dahulu di dalam kelas disertai dengan visualisasi dalam bentuk CD dan Infocus, kemudian prakteknya pada waktu hari raya ied al adha siswa mempraktekkan atau melihat bagaimana penyembelihan hewan kurban, sholat ied bersama dan pada hari keduanya siswa mempraktekkan tawaf dengan menggunakan media yang telah dipersiapkan dengan ukuran 2x2 meter.
11. Apakah media pembelajaran yang sudah ada pada saat ini dapat menjamin ketercapaian prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada? ya
12. Apakah Bapak/Ibu memberikan keleluasaan kepada siswanya untuk bertanya, menanggapi, menjawab atau memberikan komentar setiap ada permasalahan? Ya
13. Apakah penilaian yang ada saat ini sudah sesuai, jenis penilaian apasaja yang sering dilakukan oleh Bapak/Ibu? Ya, Pertanyaan lisan maupun tulisan yang dilaksanakan di awal pembelajaran maupun di akhir pembelajaran dan disertai tugas untuk mengerjakan LKS
Topik 2 “Bagaimana Kondisi Obyektif Tentang Materi Ajar pendidikan Agama Islam yang Mencakup Kedalaman dan Keluasan Materi ?”
1. Untuk menambah wawasan keilmuan atau pengetahuan, apa saja yang telah Bapak/Ibu lakukan, apakah hal tersebut penting,mengapa? Membaca buku-buku agama atau sumber lain yang ada hubungannya dengan materi yang akan diajarkan.
2. Apakah yang menjadi buku rujukan atau pedoman Bapak/Ibu dalam mengajar, apa hanya mengandalkan buku paket saja atau yang lainnya? Tidak, buku-buku agama yang tersedia seperti yang ada di perpustakaan dan mushalla.
98
3. Seandainya ada perbedaan atau ikhtilaf pendapat yang berhubungan dengan materi pelajaran, bagaimana Bapak/Ibu bersikap?dalam fiqih misalnya…. Saya bersikap mengikuti keputusan atau penetapan dari pemerintah yang sudah ada agar tidak terjadi adanya perselisihan. Contohnya pada hari raya ied al-fitri.
4. Seringkali dalam materi pelajaran fiqih, contohnya materi sholat ada kesan diulang-ulang, apakah ada hubungan antara materi yang satu dengan yang lainnya atau ada maksud lain? Ya, yaitu pendalaman materi dan lebih luas cakupannya.
5. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu memotivasi siswa agar dapat memperdalam atau menggali ilmu lebih luas? Membaca dan membaca materi yang telah dan akan diberikan di sekolah., selain itu juga terdapat buku-buku penunjang lain di sekolah yang berhubungan dengan pelajaran yang terdapat di perpustakaan ataupun di mushalla yang harus dibaca dan dimanfaatkan oleh siswa. Contonya, ketika siswa laki-laki sedang melaksanakan shalat jum’at maka siswa perempuan diharuskan memanfaatkan waktunya untuk membaca/mendiskusikan pengetahuan tentang haid, nifas dan sejenisnya yang berkaitan dengan hal ihwal perempuan.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa materi yang telah diajarkan dapat menjadi bekal hidup bagi siswanya sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga Negara yang baik? Siswa mengaplikasikan materi yang sudah diterimanya di sekolah. Contohnya siswa memanfaatkan waktu shalat jum’at atau dzuhur untuk bersama-sama berjamaah.
7. Apakah materi yang telah diajarkan selama ini telah sesuai dengan karakteristik siswa (minat, bakat, kemampuan dan lingkungan yang berbeda-beda)? Belum cukup sesuai kalau dilihat dari segi lingkungannya, karena ada beberapa materi pendidikan agama yang tidak sesuai dengan konteksnya seperti yang diharapkan CTL, akan tetapi untuk materi-materi yang lain saya kira sudah sesuai walaupun belum begitu optimal. Selain itu juga mengenai materi sudah diatur pemerintah melalui peraturan pemerintah no 22.
8. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah para peserta didik tertarik dalam mempelajari materi ini, jika ya/tidak apa alasannya dan seharusnya bagaimana? Ya, karena selain belajar hal baru juga mereka menginginkan Pengetahuan yang didapat dapat dijadikan bekal hidupnya kelak.
99
9. Materi ajar yang telah diberikan dapat memberikan kepuasan tersendiri baik dalam bentuk nilai atau insentif yang sangat berguna bagi kehidupannya dimasa yang akan datang jika mereka dapat bekerja dengan menggunakan ilmunya dan bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Apakah hal tersebut benar, dan bagaimana menurut Bapak/Ibu? Ya,
Topik 3 “ Bagaimana Kondisi Sarana dan Prasarana untuk mengimplementasikan KTSP dengan CTL?”
1. Sarana dan prasarana apa sajakah yang diperlukan untuk mengimplementasikan KTSP? Bisa saja menggunakan media pembelajaran yang ada seperti: OHP, Lcd proyektor, untuk media haji dibuat dan dilakukan pada hari ied al adha. Selain itu juga masih banyak lagi media yang lain dan lebih jelasnya lihat di profil yang sudah ada.
2. Apakah sarana dan prasarana yang ada pada saat sekarang ini telah sesuai untuk mengimplementasikan KTSP? Ada yang sesuai dan ada juga yang tidak. Yang tidak ini biasanya jarang digunakan dan hanya sesekali saja dan kebanyakan dimakan oleh umur.
3. Sejak kapankah sekolah Bapak/Ibu terdapat fasilitas yang cukup memadai seperti saat ini? Sebenarnya sudah cukup lama semenjak KBK namun masih terdapat kekurangan, dan kadang berebutan pemakaiannya antara guru yang satu dengan yang lainnya.
4. Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang proses pembelajaran yang optimal, jika ya/tidak apa alasannya? Ya cukup baik bagi guru yang dapat memanfaatkan media/sarana dan prasarana tersebut.
5. Darimanakah dana diperoleh sekolah Bapak/Ibu untuk memenuhi sarana dan prasarana?(subsidi, individu, iuran) Dari bantuan operasional pendidikan dan dari bantuan operasional sekolah yang diberikan pemda/diknas setempat.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada (memakai, merawat, memperbaiki)? Digunakan sesuai kebutuhan, mengganti , memperbaiki yang sudah rusak dan memanfaatkan yang masih bisa dimanfaatkan.
100
7. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan mengenai sarana dan prasarana pendidikan (Pemakaian, pengadaan) Kalau dari segi pengadaan sarana dan prasarana tidak, dan kalau dari segi penggunaan media/sarana yang baru mungkin ya, dan perlu penyesuaian.contoh media Lcd atau computer.
8. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika sarana dan prasarana disekolah tidak terdapat, padahal itu cukup penting untuk menunjang proses pembelajaran yang akan diberikan pada peserta didik? Diusahakan walaupun dibuat oleh sendiri media tersebut. Dan tekhnologi sekarang sudah maju dan memudahkannya seperti adanya Cd sebagai bahan visualisasi.
9. Sekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP mengunakan pendekatan CTL, sejak kapan hal tersebut dilaksanakan ? Sebenarnya sudahada dari dulu, akan tetapi pasnya pada implementasi KBK.
10. Atas yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan pendekatan CTL dalam mengimplementasikan KTSP? Mengacu pada komponen pertama dari CTL, yaitu konstruktivisme.
11. Faktor apa sajakah yang mendorong sekolah Bapak/Ibu menggunakan pendekatan CTL?
12. Fasilitas apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan CTL?
Disesuaikan dengan materi 13. Apakah kelebihan pendekatan CTL jika dibandingkan dengan yang
lainnya? Siswa lebih faham, mudah mengingat dan tidak gampang lupa terhadap materi yang sudah diberikan.
14. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam menggunakan pendekatan CTL untuk mengimplementasikan KTSP ? Tidak, karena pada dasarnya kita sudah melaksanakan CTL dari dulu.
15. Bagaimana cara sekolah Bapak/Ibu mengetahui dan mensosialisasikan CTL? Mengikuti pelatihan, mencari sumber buku-buku tentang CTL
16. Bagaimanakah tanggapan siswa dengan dilaksanakannya pendekatan CTL ? Siswa akan lebih mengingat dan faham pada materi yang telah diberikan, karena sesuai dengan kehidupan nyata/konteksnya.
17. Dalam bidang studi apa saja pendekatan CTL disekolah Bapak/Ibu diterapkan?
101
Pada dasarnya CTl dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan yang sekarang sudah berjalan, yaitu:IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Olah Raga, Pendidikan Agama.
18. Bagaimanakah proses evaluasi yang dilakukan sekolah Bapak/Ibu ketika menggunakan pendekatan CTL, apa ada perbedaan khusus dan dilakukan terpisah,jika ya/tidak apa alasannya? Evaluasi yang sifatnya latihan-latihan, dan juga tugas-tugas lain seperti tugas individu, kelompok dilakukan oleh sekolah melalui guru dengan berpedoman pada standar isi dan lulusan dari BNSP. Adapun untuk evaluasi nasional dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini yaitu Depdiknas.
19. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan CTL, apakah ada perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudahnya, kemudian dalam bentuk apa? Dari aspek kognitif memang ya. Hal ini dapat di lihat pada hasil nilai ujian nasional dari nilai rata-rata: 6,32 sedangkan pada kurikulum sebelumnya mendapat nilai rata-rata: 5,76.
Lampiran 2 Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah SMPN 250 Jakarta
102
Nama : Sobari, S.Ag Jabatan : Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum / Guru PAI 1 Tempat : Ruang Wakil Kepala Sekolah SMPN 250 Jakarta Hari/Tanggal : Rabu, 22 Desember 2007 Topik 1 “Bagaimana pemahaman guru terhadap KTSP secara teoritis dan praktis ?” Secara Teoritis
1. Apakah yang Bapak/Ibu ketahui tentang KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? Kurikulum operasional yang disusun dan dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan
2. Darimanakah Bapak/Ibu tahu tentang KTSP? Baca buku-buku panduan tentang KTSP, mengikuti pelatihan yang diadakan bersama di SMP 19 Jakarta bagi semua guru SMPN 250 Jakarta
3. Sejak kapan sekolah Bapak/Ibu menerapkan KTSP? Sekurang-kurangnya 3 tahun dimulai dari tahun ajaran 2004/2005 sampai sekarang
4. Apa yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan KTSP? KBK sudah kurang releven lagi karena semua yang menyangkut kegiatan pembelajaran ditentukan oleh pemerintah dan ini telah melanggar hak-hak guru, engan demikian guru tidak diberikan kebebasan dalam menentukan keberhasilan peserta didiknya.
5. Apa kelebihan KTSP dengan kurikulum sebelumnya? Dalam pembuatan Satpel atau RPP guru diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kompetensi dasarnya dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kegiatan pembelajaran, dengann berpedoman pada standar isi dan standar lulusan yang telah ditetapkan BNSP.
6. Bagaimana sikap para guru disekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP (mudah atau kesulitan)? Cukup kesulitan karena merupakan hal baru dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk dapat menyesuaikannya, namun pada dasarnya sich tidak terlalu karena antara KBK dengan KTSP sama-sama berorientasi pada kompetensi dan hasil belajar siswa.
7. Bagaimana cara soialisasi KTSP di sekolah Bapak/Ibu?
103
Melalui pemerintah dalam hal ini Depdiknas kemudian mendatangkan orang yang ahli dalam bidangnya. Selain itu juga menghadiri undangan dari instansi tertentu mengenai KTSP.
8. Apakah persiapan khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengimplementasikan KTSP? Tidak ada, karena bagi saya hal tersebut sudah biasa dan tidak aneh dengan adanya perubahan kurikulum antara yang sebelum dengan yang sesudahnya, Cuma kalau dari segi media pembelajaran sih sekarang sudah cukup memadai, dan sekarang tinggal mengimplementasikannya saja.
9. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana hasil belajar siswa pada saat ini setelah menggunakan KTSP, apakah sudah maksimal? Ada yang naik dan ada juga yang turun, tergantung pada siswanya, karena siswa juga merupakan salah satu faktor yang menentukan berhasil tidaknya dalam belajar selain dari faktor kurikulum yang ada.
10. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu/pihak sekolah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya implementasi KTSP? Bertanya kepada yang lebih tahu/orang yang ahli dalam bidangnya, dan perlu uga dibicarakan dengan MGMP.
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui KTSP dapat dikatakan berhasil? Dilihat dari prestasi hasil belajar siswa yang didalamnya mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Secara Praktis
1. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, persiapan apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu? Megondisikan siswa agar lebih berkonsentrasi dalam belajar, membersihkan ruangan dari sampah, mengatur ruangan kelas dengan menata meja dan kursi dengan baik tidak berantakan, dan terakhir menyuruh ketua kelas untuk memimpin doa sebelum belajar.
2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) atau satuan pembelajaran, jika tahu apa itu RPP dan bagaimana cara membuatnya? Ya, RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas. Pertama guru harus menentukan terlebih dahulu tujuan pembelajaran, kemudian materi pembelajaran, metode pembelajaran, proses kegiatan
104
pembelajaran, sumber belajar atau media pembelajaran, dan terakhir mengenai penilaian yang didalamnya mencakup tekhniknya.
3. Apakah Bapak/Ibu selalu membuatnya setiap akan mengajar, jika ya/tidak mengapa? Ya, memudahkan saya dan dapat mengetahui kapan saya harus memberikan materi, kapan saya harus memberikan tes atau tanya jawab dan kapan saya harus mengakhiri pembelajaran.
4. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam membuat RPP, jika ya/tidak kenapa dan dalam hal apa?
Tidak, Kesulitannya dalam hal menentukan media yang akan dipakai, karena terkadang media tersebut sudah ditentukan dalam RPP akan tetapi dilapangan media tersebut tidak ada.
5. Dalam membuat RPP, apakah Bapak/Ibu membuatnya dengan mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau salah satu aspek saja?alasannya. Ya, Karena keberhasilan belajar siswa tidak ditentukan oleh salah satu aspek saja, akan tetapi semua aspek. Contohnya tentang materi sholat: siswa harus tahu tentang teori dan praktek tentang sholat. Kalau teori dilaksanakan di dalam kelas, sedangkan praktek dilaksanakan di mushola yang telah disediakan oleh sekolah. Biasanya pada sholat dzuhur atau sholat jum’at berjamaah.
6. Dalam proses pembelajaran apakah Bapak/Ibu menggunakan metode yang bervariasi, jika ya metode apasaja yang sering digunakan dan apa kelebihan metode tersebut? Ya, ceramah, diskusi, Tanya jawab dan semua metode tersebut disesuaikan dengan materi yang diajarkan, akan tetapi dalam satu kali pertemuan diusahakan mengingat tidak semua siswa menyukai metode-metode tersebut.
7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggunakan metode pembelajaran, jika dilihat pada kondisi siswa yang berbeda-beda baik dari segi minat, bakat serta kondisi lingkungan yang berbeda-beda? Disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, jika materi yang akan diajarkan tentang wudlu, maka saya menggunakan metode demonstrasi baik di dalam kelas maupun di luar kelas misalnya di musholla yang sekaligus terdapat medianya yaitu air.
8. Bagaimana keadaan siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung dengan metode pembelajaran yang Bapak/Ibu lakukan? Memperhatikan, menanyakan sesuatu yang kurang dipahami dan bahkan memberikan pendapat berdasarkan pengalamannya dia di
105
lingkungan keluarga maupun masyarakat. Contohnya mengenai penentuan awal puasa ramadhan, kemudian saya memberikan jawaban mana yang lebih baik yang harus dilaksanakan.
9. Apakah Bapak/Ibu menggunakan media pembelajaran yang berbeda dalam proses pembelajaran?, jika ya media apa saja yang sering dipakai dan apakah media tersebut sudah sesuai dengan keadaan atau karakteristik siswa? Ya, Disesuaikan dengan materi yang akan diberikan. Media yang sering saya pakai yaitu: OHP, Power Poin, dan terkadang menggunakan infocus. Adapun penggunaan media yang ada saya rasa sudah cukup sesuai, karena mayoritas siswa di sekolah sini mempunyai kemampuan yang sama. Hal ini dapat dilihat pada hasil belajar yang di peroleh siswa.
10. Jika dalam proses pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, akan tetapi media tersebut tidak tersedia apa yang Bapak/Ibu lakukan,contohnya dalam materi haji atau kurban? Saya memberikan teori atau pengetahuan tentang haji atau kurban, yang kemudian dipraktekkan pada waktu hari ied al adha yang disertai mempraktekkan wukuf dengan media yang tersedia.
11. Apakah media pembelajaran yang sudah ada pada saat ini dapat menjamin ketercapaian prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada? Ya, contohnya pelaksanaan tawaf walaupun dengan media yang tersedia saya rasa dapat membantu siswa untuk mencapai prestasi.
12. Apakah Bapak/Ibu memberikan keleluasaan kepada siswanya untuk bertanya, menanggapi, menjawab atau memberikan komentar setiap ada permasalahan? Ya
13. Apakah penilaian yang ada saat ini sudah sesuai, jenis penilaian apasaja yang sering dilakukan oleh Bapak/Ibu? Ya,Mengerjakan pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda maupun esay yang dilaksanakan setelah pembelajaran selesai, dan setiap pokok pembahasan materi tertentu selesai siswa disuruh untuk mengerjakan LKS
Topik 2 “Bagaimana Kondisi obyektif tentang materi ajar Pendidikan Agama Islam yang mencakup kedalaman dan keluasan materi?”
106
1. Untuk menambah wawasan keilmuan atau pengetahuan, apa saja yang
telah Bapak/Ibu lakukan, apakah hal tersebut penting,mengapa? Mencari sendiri literature-literatur buku yang berkaitan dengan materi yang akan diajarkan, seperti buku-buku tafsir dan terjemahan untuk menjelaskan ayat atau kandungan ayat.
2. Apakah yang menjadi buku rujukan atau pedoman Bapak/Ibu dalam mengajar, apa hanya mengandalkan buku paket saja atau yang lainnya? Tidak, terkadang membaca atau mencari topik-topik tentang agama yang ada di koran atau majalah seperti rebublika yang biasanya membahas tentang sabar.
3. Seandainya ada perbedaan atau ikhtilaf pendapat yang berhubungan dengan materi pelajaran, bagaimana Bapak/Ibu bersikap?dalam fiqih misalnya…. Disesuaikan dengan lingkungan sekolah yang ada, contohnya pelaksanaan hari raya ied al-fitri atau penentuan awal puasa, akan tetapi tetap saya memberikan alas an-alasan mengenai pendapat tersebutt mana yang lebih baik untuk dilaksanakan dan keputusan ada pada siswa itu sendiri.
4. Seringkali dalam materi pelajaran fiqih, contohnya materi sholat ada kesan diulang-ulang, apakah ada hubungan antara materi yang satu dengan yang lainnya atau ada maksud lain? Ya ada hubungannya, jika pada tingkat awal katakanlah kelas yang pertama siswa diberikan materi tentang shalat mulai dari syarat, rukun, serta hal-hal yang membatalkan shalat, akan tetapi pada kelas selanjutnya atau yang lebih tinggi siswa sudah diberikan dalil-dalil tentang shalat dan terkadang terjemahan serta dijelaskan mengenai penafsiran dari dalil tersebut.
5. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu memotivasi siswa agar dapat memperdalam atau menggali ilmu lebih luas? Belajar dirumah, sering berdiskusi dan latihan-latihan soal kemudian menyelesaikannya secara bersama-sama atau kelompok, dan jangan lupa mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh guru dengan baik. Jika ada permasalahan yang belum terjawab ditanyakan pada guru di sekolah.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa materi yang telah diajarkan dapat menjadi bekal hidup bagi siswanya sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga Negara yang baik? Siswa menerapkannya, dan dalam menerapkannya itu bukan hanya ingin mendapatkan nilai semata seperti yang terjadi di sekolah, akan tetapi mereka benar-benar sadar bahwa itu semua telah menjadi bagian dari rutinitasnya.
7. Apakah materi yang telah diajarkan selama ini telah sesuai dengan karakteristik siswa (minat, bakat, kemampuan dan lingkungan yang berbeda-beda)?
107
Sudah, disesuaikan dengan materi yang telah diajarkannya dan masih sebatas pengetahuan.
8. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah para peserta didik tertarik dalam mempelajari materi ini, jika ya/tidak apa alasannya dan seharusnya bagaimana? Menurut saya ada yang tertarik dan juga ada yang tidak, tergantung pada motivasi siswa itu sendiri untuk mengkaji atau mempelajari tentang materi pendidikan agama tersebut.
9. Menurut pendapat Bapak/Ibu apakah materi yang telah diajarkan dapat memotivasi siswa sehingga peserta didik mempunyai minat untuk menggali atau mengembangkan keterampilan lebih lanjut dan lebih mendalam dari apa yang yang telah diberikan melalui proses pembelajaran? Jika ya/tidak apa alasannya… Ya, hal ini dapat dilihat pada banyaknya lulusan dari SMPN 250 Jakarta ini yang meneruskan sekolahnya ke Madrasah Aliyah baik itu Negeri maupun Swasta.
Topik 3 “Bagaimana sarana dan prasarana pendukung untuk mengimplementasikan KTSP dengan pendekatan CTL?”
1. Sarana dan prasarana apa sajakah yang diperlukan untuk mengimplementasikan KTSP? Disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, karena pada dasarnya di sekolah ini cukup memadai mengenai sarana dan prasarana tergantung pada guru menggunakan media tersebut atau tidak.
2. Apakah sarana dan prasarana yang ada pada saat sekarang ini telah sesuai untuk mengimplementasikan KTSP? sudah
3. Sejak kapankah sekolah Bapak/Ibu terdapat fasilitas yang cukup memadai seperti saat ini? Sejak ktsp itu di implementasikan. Tahun ajaran 2005 sampai sekarang dan lebih-lebih sekarang sudah ada dana tersendiri dari pemerintah.
4. Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang proses pembelajaran yang optimal, jika ya/tidak apa alasannya? Ya, Dapat mempermudah dan praktis dalam penyampaian materi, sehingga dapat dengan mudah diserap dan dimengerti oleh siswa.
5. Darimanakah dana diperoleh sekolah Bapak/Ibu untuk memenuhi sarana dan prasarana?(subsidi, individu, iuran)
108
BOP dan BOS. Sedangkan dulu sebagian dana dari SPP yang diambil dari masyarakat.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada (memakai, merawat, memperbaiki)? Disesuaikan dengan kebutuhan yang ada.
7. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan mengenai sarana dan prasarana pendidikan (Pemakaian, pengadaan) Tidak, semuanya mudah asal mau belajar, seperti adanya komputer, ohp, lcd, power point dsb, yang kesemuanya itu memerlukan pengetahuan dan keterampilan khusus bagi guru yang akan menggunakan media tersebut.
8. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika sarana dan prasarana disekolah tidak terdapat, padahal itu cukup penting untuk menunjang proses pembelajaran yang akan diberikan pada peserta didik? Visualisasi, guru membuat sendiri media tersebut atau mengusahakannya, dan walaupun media tersebut tidak terdapat tetap diusahakan agar kompetensi dasar yang telah dibuat dapat tercapai.
9. Sekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP mengunakan pendekatan CTL, sejak kapan hal tersebut dilaksanakan ? Secara pasti pada kbk mulai diimplementasikan, walaupun sebenarnya konsep CTL sudah ada sejak kegiatan pembelajaran itu ada.
10. Atas yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan pendekatan CTL dalam mengimplementasikan KTSP? Adanya keinginan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, tercapainya tujuan pendidikan secara optimal, suasana pembelajaran yang demokratis.
11. Faktor apa sajakah yang mendorong sekolah Bapak/Ibu menggunakan pendekatan CTL?
12. Fasilitas apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan CTL? Disesuaikan dengan materi
13. Apakah kelebihan pendekatan CTL jika dibandingkan dengan yang lainnya? Mereka tidak perlu lagi menghafal akan tetapi dengan sendirinya akan ingat sendiri.
14. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam menggunakan pendekatan CTL untuk mengimplementasikan KTSP ? Tidak, akan tetapi terkadang ya apabila memerlukan media atau sarana yang sesuai dengan konteksnya.
109
15. Bagaimana cara sekolah Bapak/Ibu mengetahui dan mensosialisasikan
CTL? Mengikuti pelatihan, mencari sumber buku-buku tentang CTL
16. Bagaimanakah tanggapan siswa dengan dilaksanakannya pendekatan CTL ? Lebih respon atau lebih aktif, karena mereka mencari sendiri sedangkan guru mengarahkan dan membimbingnya.
17. Dalam bidang studi apa saja pendekatan CTL disekolah Bapak/Ibu diterapkan? Pada dasarnya CTl dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan yang sekarang sudah berjalan, yaitu:IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Olah Raga, Pendidikan Agama.
18. Bagaimanakah proses evaluasi yang dilakukan sekolah Bapak/Ibu ketika menggunakan pendekatan CTL, apa ada perbedaan khusus dan dilakukan terpisah,jika ya/tidak apa alasannya? Sekolah melakukan evaluasi tersendiri baik dalam bentuk penilaian kelas maupun yang lainnya, tetapi juga mengikuti pemerintah dalam hal ujian nasional.
19. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan CTL, apakah ada perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudahnya, kemudian dalam bentuk apa? Dari aspek kognitif memang ya. Hal ini dapat di lihat pada hasil nilai ujian nasional dari nilai rata-rata: 6,32 sedangkan pada kurikulum sebelumnya mendapat nilai rata-rata: 5,76.
Lampiran 3 Wawancara dengan Guru PAI 2 Nama : Nurlaili, S.Pd.I
110
Jabatan : Guru PAI 2 Tempat : Ruang Guru SMPN 250 Jakarta Hari/Tanggal : Rabu, 18 Desember 2007 Topik 1 “Bagaimana pemahaman guru terhadap KTSP secara teoritis dan praktis ?” Secara Teoritis
1. Apakah yang Bapak/Ibu ketahui tentang KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? Kurikulum operasional yang disusun dan dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan.
2. Darimanakah Bapak/Ibu tahu tentang KTSP? Saya mengetahui tentang KTSP dari sekolah, yang disosialisasikan oleh kepala sekolah kepada guru-guru dan semua komponen-komponen terkait.
3. Sejak kapan sekolah Bapak/Ibu menerapkan KTSP? Sekurang-kurangnya telah berjalan 4 tahun.
4. Apa yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan KTSP? Kurikulum sebelumnya (KBK) sudah tidak relevan Lagi.
5. Apa kelebihan KTSP dengan kurikulum sebelumnya? Memberikan keleluasaan/kebebasan bagi guru dengan tetap berpedoman pada standar isi dan standar lulusan yang telah ditetapkan BNSP.
6. Bagaimana sikap para guru disekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP (mudah atau kesulitan)? Kesulitan karena kurangnya sosialisasi dan sumber belajar yang terbatas, serta belum siap untuk menerapkan kurikulum yang baru mengingat kurikulum sebelumnya belum optimal.
7. Bagaimana cara soialisasi KTSP di sekolah Bapak/Ibu? Dari sekolah melalui kepala sekolah dan wakasek bidang kurikulum yang diberikan saat musyawarah guru dan orang tua beserta komite sekolah, disamping mengikuti pelatihan tentang KTSP di SMPN 19 Jakarta.
8. Apakah persiapan khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengimplementasikan KTSP? Tidak ada persiapan khusus karena pada dasarnya ktsp sama dengan kurikulum sebelumya kbk dengan mengedepankan kompetensi.
111
9. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana hasil belajar siswa pada saat ini setelah menggunakan KTSP, apakah sudah maksimal? Belum, karena ada beberapa hal yang belum terlaksana dengan baik yang menyangkut media pembelajaran yang terbatas.
10. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu/pihak sekolah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya implementasi KTSP? Diselesaikan dengan bermusyawarah bersama
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui KTSP dapat dikatakan berhasil? Prestasi hasil ujian nasional, dan kelulusan siswa, selain itu juga adanya perubahan sikap yang signifikan pada siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Secara Praktis
1. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, persiapan apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu? Berdoa, mengulang pelajaran sebelumnya, memberikan apersepsi.
2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) atau satuan pembelajaran, jika tahu apa itu RPP dan bagaimana cara membuatnya? Ya, RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.
3. Apakah Bapak/Ibu selalu membuatnya setiap akan mengajar, jika ya/tidak mengapa? Ya, mempermudah kegiatan pembelajaran
4. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam membuat RPP, jika ya/tidak kenapa dan dalam hal apa? Tidak, karena sudah terbiasa. Selain itu juga adanya panduan tentang cara membuat RPP kami merasa lebih mudah.
5. Dalam membuat RPP, apakah Bapak/Ibu membuatnya dengan mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau salah satu aspek saja?alasannya. Ya, walaupun tidak secara langsung kompetensi itu tercapai semua dan mungkin dalam waktu yang cukup lama, mengingat kondisi siswa yang berbeda-beda baik dari segi bakat, minat dan sosialnya.
112
6. Dalam proses pembelajaran apakah Bapak/Ibu menggunakan metode yang bervariasi, jika ya metode apasaja yang sering digunakan dan apa kelebihan metode tersebut? Ya Disesuaikan dengan materi yang diajarkan, contohnya: tentang sholat menggunakan metode demonstrasi yang kemudian diikuti oleh siswa. Selanjutnya guru membimbing dan membenarkan.
7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggunakan metode pembelajaran, jika dilihat pada kondisi siswa yang berbeda-beda baik dari segi minat, bakat serta kondisi lingkungan yang berbeda-beda? Diusahakan bervariasi.
8. Bagaimana keadaan siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung dengan metode pembelajaran yang Bapak/Ibu lakukan? Lebih memahami, mengerti dan bermakna karena disesuaikan dengan konteksnya.
9. Apakah Bapak/Ibu menggunakan media pembelajaran yang berbeda dalam proses pembelajaran?, jika ya media apa saja yang sering dipakai dan apakah media tersebut sudah sesuai dengan keadaan atau karakteristik siswa? Terkadang, Ohp, cd, disesuaikan dengan materi.
10. Jika dalam proses pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, akan tetapi media tersebut tidak tersedia apa yang Bapak/Ibu lakukan,contohnya dalam materi haji atau kurban? Diusahakan walaupun dalam bentuk visualisasi dengan CD, trus untuk kurban biasanya dipraktekkan pada hari ied al adha, mulai dari sholat sampai pemotongan hewan kurban.
11. Apakah media pembelajaran yang sudah ada pada saat ini dapat menjamin ketercapaian prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada? Belum tentu.
12. Apakah Bapak/Ibu memberikan keleluasaan kepada siswanya untuk bertanya, menanggapi, menjawab atau memberikan komentar setiap ada permasalahan? ya
13. Apakah penilaian yang ada saat ini sudah sesuai, jenis penilaian apasaja yang sering dilakukan oleh Bapak/Ibu? Ya, Tertulis maupun lisan setelah maupun sebelum kegiatan pembelajaran.
Topik 2 “Bagaimana kondisi obyektif tentang Materi ajar Pendidikan Agama Islam, yang meliputi kedalaman dan keluasan materi” ?
113
1. Untuk menambah wawasan keilmuan atau pengetahuan, apa saja yang
telah Bapak/Ibu lakukan, apakah hal tersebut penting,mengapa? Membaca, mencari buku-buku atau informasi lain yang ada hubungannya dengan materi, seperti dari radio, televise, Koran atau majalah hidayah.
2. Apakah yang menjadi buku rujukan atau pedoman Bapak/Ibu dalam mengajar, apa hanya mengandalkan buku paket saja atau yang lainnya? pertama dengan buku paket/pedoman yang ada, kemudian didukung dengan buku-buku lain yang ada kaitannya dengan materi keagamaan.
3. Seandainya ada perbedaan atau ikhtilaf pendapat yang berhubungan dengan materi pelajaran, bagaimana Bapak/Ibu bersikap?dalam fiqih misalnya…. Lebih mengedepankan pendapat hasil ijtihad atau kesepakatan orang lain (Ulama) yang sudah terbukti kebenarannya, dan tidak mengikuti kehendak sendiri.
4. Seringkali dalam materi pelajaran fiqih, contohnya materi sholat ada kesan diulang-ulang, apakah ada hubungan antara materi yang satu dengan yang lainnya atau ada maksud lain? Ya, hubungannya yaitu lebih pada kedalaman dan keluasan materinya.
5. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu memotivasi siswa agar dapat memperdalam atau menggali ilmu lebih luas? Memberitahukan akan pentingnya pendidikan agama sebagai bekal hidup untuk masa sekarang dan yang akan dating bahkan sampai akhirat kelak.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa materi yang telah diajarkan dapat menjadi bekal hidup bagi siswanya sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga Negara yang baik? Dilihat dari prestasi belajar siswa, kemudian perilaku siswa sehari-hari di sekolah yang mencerminkan kepribadiannya.
7. Apakah materi yang telah diajarkan selama ini telah sesuai dengan karakteristik siswa (minat, bakat, kemampuan dan lingkungan yang berbeda-beda)? Kurang sesuai, karena situasi kurang menunjang. Contohnya: materi al-Qur’an tidak didukung oleh orang tua dirumah.
8. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah para peserta didik tertarik dalam mempelajari materi ini, jika ya/tidak apa alasannya dan seharusnya bagaimana? Ya,
114
Dapat menjadi bekal hidup dan menambah keimanan serta ketakwaan dan menambah budi pekerti yang luhur. Hal ini tercermin dalam sikap saling menghormati antara sesama teman, guru dan orang lain.
9. Menurut pendapat Bapak/Ibu apakah materi yang telah diajarkan dapat memotivasi siswa sehingga peserta didik mempunyai minat untuk menggali atau mengembangkan keterampilan lebih lanjut dan lebih mendalam dari apa yang yang telah diberikan melalui proses pembelajaran? Jika ya/tidak apa alasannya… Ya, karena hal ini merupakan kebutuhan mereka.
Topik 3 “Bagaimana keadaan sarana dan prasarana yang mendukung terimplementasinya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan pendekatan CTl (Contextual Teaching And Learning)”
1. Sarana dan prasarana apa sajakah yang diperlukan untuk mengimplementasikan KTSP? Disesuaikan dengan kebutuhan. Contohnya; musholla sebagai sarana untuk praktek ibadah,
2. Apakah sarana dan prasarana yang ada pada saat sekarang ini telah sesuai untuk mengimplementasikan KTSP? Sudah, tergantung pada guru itu sendiri, mau dipakai atau tidak sarana tersebut.
3. Sejak kapankah sekolah Bapak/Ibu terdapat fasilitas yang cukup memadai seperti saat ini? Tahun ajaran 2004/2005
4. Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang proses pembelajaran yang optimal, jika ya/tidak apa alasannya? Kurang optimal, karena tidak semua sarana dan prasarana tersedia dan terkadang berebutan dengan teman guru lain.
5. Darimanakah dana diperoleh sekolah Bapak/Ibu untuk memenuhi sarana dan prasarana?(subsidi, individu, iuran) BOS dan BOP
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada (memakai, merawat, memperbaiki)? Memakainya sesuai dengan kebutuhan atau keperluan untuk menyampaikan materi dsb, dengan tidak untuk kepentingan sendiri.
7. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan mengenai sarana dan prasarana pendidikan (Pemakaian, pengadaan)?
115
Ya, terkadang membutuhkan media/sarana untuk menunjang kegiatan pembelajaran akan tetapi media tersebut tidak ada.
8. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika sarana dan prasarana disekolah tidak terdapat, padahal itu cukup penting untuk menunjang proses pembelajaran yang akan diberikan pada peserta didik? Diusahakan walaupun media yang diinginkn terbatas, dan sementara teori terlebih dahulu, karena tujuan pembelajaran tidak hanya dapat di capai dengan semata-mata penggunaan media tersebut.
9. Sekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP mengunakan pendekatan CTL, sejak kapan hal tersebut dilaksanakan ? Dari mulai KBK sampai sekarang
10. Atas yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan pendekatan CTL dalam mengimplementasikan KTSP? Ketentuankurikulum
11. Faktor apa sajakah yang mendorong sekolah Bapak/Ibu menggunakan pendekatan CTL? Kesuksesan atau prestasi belajar anak.
12. Fasilitas apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan CTL? Disesuaikan dengan materi
13. Apakah kelebihan pendekatan CTL jika dibandingkan dengan yang lainnya? Dalam pembelajaran CTL Siswa belajar melalui kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, berdiskusi, saling memberi dan menerima. Sedangkan dalam pembelajaran konvensional, Siswa lebih banyak menerima, mencatat, dan menghafal materi pelajaran
14. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam menggunakan pendekatan CTL untuk mengimplementasikan KTSP ? Tidak, karena proses penyelenggaraannya mudah.
15. Bagaimana cara sekolah Bapak/Ibu mengetahui dan mensosialisasikan CTL? Mengikuti pelatihan, mencari sumber buku-buku tentang CTL
16. Bagaimanakah tanggapan siswa dengan dilaksanakannya pendekatan CTL ? Baik
17. Dalam bidang studi apa saja pendekatan CTL disekolah Bapak/Ibu diterapkan? Pada dasarnya CTl dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan yang sekarang sudah berjalan, yaitu:IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Olah Raga, Pendidikan Agama.
116
18. Bagaimanakah proses evaluasi yang dilakukan sekolah Bapak/Ibu ketika
menggunakan pendekatan CTL, apa ada perbedaan khusus dan dilakukan terpisah,jika ya/tidak apa alasannya? Berpedoman pada standar isi dan standar kelulusan yang telah ditetapkan BNSP.
19. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan CTL, apakah ada
perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudahnya, kemudian dalam bentuk apa? Prestasi belajar siswa meningkat baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
117
Lampiran 4
Wawancara dengan Guru PAI 3
Nama : Maryani, S.Ag
Jabatan : Guru PAI 2
Tempat : Ruang Guru SMPN 250 Jakarta
Hari/Tanggal : Rabu, 31 Desember 2007
Topik 1
“Bagaimana pemahaman guru terhadap KTSP secara teoritis dan praktis ?”
Secara Teoritis
1. Apakah yang Bapak/Ibu ketahui tentang KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)? Kurikulum operasional yang disusun dan dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan.
2. Darimanakah Bapak/Ibu tahu tentang KTSP? Dari sekolah
3. Sejak kapan sekolah Bapak/Ibu menerapkan KTSP? Tahun ajaran 2004 / 2005
4. Apa yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan KTSP? KBK sudah Kurang sesuai dengan zaman sekarang ini.
5. Apa kelebihan KTSP dengan kurikulum sebelumnya? Adanya keleluasaan/kebebasan bagi guru dalam menentukan RPP yang di dalamnya terdapat kompetensi dasar dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan RPP dengan tetap berpedoman pada standar isi dan standar lulusan yang telah ditetapkan BNSP.
6. Bagaimana sikap para guru disekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP (mudah atau kesulitan)? Sedikit cukup kesulitan karena kurangnya sosialisasi dan sumber belajar yang terbatas dan terkadang berebutan dengan guru mata pelajaran lain dalam penggunaan media pembelajaran.
7. Bagaimana cara soialisasi KTSP di sekolah Bapak/Ibu?
118
Kepala sekolah dan wakasek bidang kurikulum memberikan pengetahuan tentang KTSP, selain itu juga adanya buku panduan tersendiri mengenai KTSP yang diberikan sekolah kepada semua guru. Selain itu juga pernah mengikuti pelatihan secara bersama-sama di SMPN 19 Jakarta tentang KTSP yang diadakan oleh Diknas setempat.
8. Apakah persiapan khusus yang dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengimplementasikan KTSP? Sampai saat ini belum ada persiapan khusus karena pada dasarnya ktsp sama dengan kurikulum sebelumya kbk dengan mengedepankan, tapi hanya butuh waktu untuk menyesuaikannya.
9. Menurut Bapak/Ibu, bagaimana hasil belajar siswa pada saat ini setelah menggunakan KTSP, apakah sudah maksimal? Dari aspek prestasi ujian semester sudah cukup baik, akan tetapi dari aspek sikap atau perilaku masih kurang.contohnya siswa belum mengetahui dengan benar mengenai praktek shalat.
10. Usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Bapak/Ibu/pihak sekolah untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul akibat adanya implementasi KTSP? Musyawarah dengan semua komponen .
11. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui KTSP dapat dikatakan berhasil? Hasil ujian nasional untuk aspek pengetahuan atau kognitifnya, sedangkan untuk sikap dilihat pada keseharian siswa tersebut.
Secara Praktis
1. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, persiapan apa saja yang
dilakukan oleh Bapak/Ibu? Mengondisikan siswa : siswa disuruh tenang, berdoa, menyimak dan tidak ngobrol sendiri, mengulang materi sebelumnya, memberikan gambaran tentang materi yang akan diberikan.
2. Apakah Bapak/Ibu tahu tentang RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran) atau satuan pembelajaran, jika tahu apa itu RPP dan bagaimana cara membuatnya? Ya, RPP adalah rancangan pembelajaran mata pelajaran perunit yang akan diterapkan guru dalam pembelajaran di kelas.
3. Apakah Bapak/Ibu selalu membuatnya setiap akan mengajar, jika ya/tidak mengapa?
119
Ya, dengan adanya RPP mudah bagi saya untuk mengetahui kompetensi apa yang harus di capai.
4. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam membuat RPP, jika ya/tidak kenapa dan dalam hal apa? Tidak, Sudah menjadi makanan sehari-hari, walaupun berbeda kurikulumnya akan tetapi sama tujuannya. Selain itu juga adanya panduan tentang cara membuat RPP kami merasa lebih mudah.
5. Dalam membuat RPP, apakah Bapak/Ibu membuatnya dengan mencakup tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik atau salah satu aspek saja?alasannya. Ya, sangat penting karena keberhasilan belajar dilihat tidak dari salah satu aspek saja, akan tetapi dari ketiga aspek tersebut.
6. Dalam proses pembelajaran apakah Bapak/Ibu menggunakan metode yang bervariasi, jika ya metode apasaja yang sering digunakan dan apa kelebihan metode tersebut? Ya, ceramah, keteladanan, demonstrasi dan kesemuanya itu disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang menyangkut media, materi dan siswanya itu sendiri.
7. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggunakan metode pembelajaran, jika dilihat pada kondisi siswa yang berbeda-beda baik dari segi minat, bakat serta kondisi lingkungan yang berbeda-beda?
8. Bagaimana keadaan siswa ketika proses pembelajaran sedang berlangsung dengan metode pembelajaran yang Bapak/Ibu lakukan? Menyimak dan memperhatikan, kemudian diberikan kesempatan untuk bertanya apabila ada hal-hal yang masih kurang dipahami.
9. Apakah Bapak/Ibu menggunakan media pembelajaran yang berbeda dalam proses pembelajaran?, jika ya media apa saja yang sering dipakai dan apakah media tersebut sudah sesuai dengan keadaan atau karakteristik siswa? Ya, Ohp, Lcd proyektor, visualisasi dengan Cd/dvd dll.
10. Jika dalam proses pembelajaran perlu menggunakan media pembelajaran yang sesuai, akan tetapi media tersebut tidak tersedia apa yang Bapak/Ibu lakukan,contohnya dalam materi haji atau kurban? Teori terlebih dahulu, selanjutnya berusaha untuk membuat media yang sesuai.
120
11. Apakah media pembelajaran yang sudah ada pada saat ini dapat menjamin ketercapaian prestasi belajar siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang ada? Belum tentu, tergantung minat dan kemampuan siswa.
12. Apakah Bapak/Ibu memberikan keleluasaan kepada siswanya untuk bertanya, menanggapi, menjawab atau memberikan komentar setiap ada permasalahan? ya
13. Apakah penilaian yang ada saat ini sudah sesuai, jenis penilaian apasaja yang sering dilakukan oleh Bapak/Ibu? Ya, Tertulis maupun lisan setelah maupun sebelum kegiatan pembelajaran.
Topik 2
“Bagaimana kondisi obyektif tentang Materi ajar Pendidikan Agama Islam, yang meliputi kedalaman dan keluasan materi” ?
1. Untuk menambah wawasan keilmuan atau pengetahuan, apa saja yang telah
Bapak/Ibu lakukan, apakah hal tersebut penting,mengapa? Menyempatkan waktu sebelum mengajar untuk membaca, mencari informasi lain karena buku-buku yang ada masih kurang memadai dan terkadang hanya dijelaskan secara garis besarnya saja.
2. Apakah yang menjadi buku rujukan atau pedoman Bapak/Ibu dalam mengajar, apa hanya mengandalkan buku paket saja atau yang lainnya? Tidak hanya mengandalkan buku paket saja, akan tetapi buku-buku agama seperti alqur’an dan terjemahannya serta buku/kitab tafsir alqur’an dan al-hadits bila diperlukan dan kesemuanya itu disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
3. Seandainya ada perbedaan atau ikhtilaf pendapat yang berhubungan dengan materi pelajaran, bagaimana Bapak/Ibu bersikap?dalam fiqih misalnya…. Mengikuti pemerintah yang telah menetapkan melalui Departemen Agama biasanya atau fatwa MUI. Contohnya seperti masalah penentuan awal dan akhir dari puasa ramadhan seperti yang telah kita lalui pada dua bulan yang lalu.
4. Seringkali dalam materi pelajaran fiqih, contohnya materi sholat ada kesan diulang-ulang, apakah ada hubungan antara materi yang satu dengan yang lainnya atau ada maksud lain? Ada hubungannya, yaitu lebih luas materinya , dan tentu berbeda antara materi yang diajarkan pada tingkat kelas yang satu dengan yang lebih tinggi/diatasnya..
121
5. Bagaimanakah cara Bapak/Ibu memotivasi siswa agar dapat memperdalam atau menggali ilmu lebih luas? Memberikan motivasi bahwa Belajar tidak hanya di sekolah saja, akan tetapi di mana saja kita berada., di perpustakaan, dimasjid dengan pengajian rutin atau di tempat-tempat lain. Selain itu juga memberitahukan akan pentingnya pendidikan Agama sebagai bekal hidup untuk masa sekarang dan yang akan datang bahkan sampai akhirat nanti. Sehingga dengan sendirinya siswa akan tergugah untuk mempelajarinya lebih lanjut.
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu mengetahui bahwa materi yang telah diajarkan dapat menjadi bekal hidup bagi siswanya sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun warga Negara yang baik? Dari prestasi, selain itu juga dilihat banyaknya siswa yang mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan seperti mauled nabi, isra’ mi’raj, shalat berjamaah,ektrakurkuler dst.
7. Apakah materi yang telah diajarkan selama ini telah sesuai dengan karakteristik siswa (minat, bakat, kemampuan dan lingkungan yang berbeda-beda)? Kurang sesuai, Lingkungan sekitar mempengaruhi terhadap belajar siswa
8. Menurut pendapat Bapak/Ibu, apakah para peserta didik tertarik dalam mempelajari materi ini, jika ya/tidak apa alasannya dan seharusnya bagaimana? Ya, Dapat menambah keimanan serta ketakwaan dan menambah budi pekerti yang luhur. Seharusnya siswa benar-benar mengaplikasikan ilmu yang telah didapat sehingga dari sini akan timbul sikap saling menghargai, menghormati, tolong menolong dst.
9. Menurut pendapat Bapak/Ibu apakah materi yang telah diajarkan dapat memotivasi siswa sehingga peserta didik mempunyai minat untuk menggali atau mengembangkan keterampilan lebih lanjut dan lebih mendalam dari apa yang yang telah diberikan melalui proses pembelajaran? Jika ya/tidak apa alasannya… Ya, setiap siswa punya minat, bakat yang berbeda, didorong oleh bakat dan minat dapat memotivasi siswa mengembangkan keterampilannya lebih mendalam dari apa yang telah diberikan melalui proses pembelajaran.
Topik 3 “Bagaimana keadaan sarana dan prasarana yang mendukung terimplementasinya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dengan pendekatan CTl (Contextual Teaching And Learning)”
122
1. Sarana dan prasarana apa sajakah yang diperlukan untuk mengimplementasikan KTSP?
Sesuai dengan kebutuhan/ materi yang akan diajarkan.
2. Apakah sarana dan prasarana yang ada pada saat sekarang ini telah sesuai untuk mengimplementasikan KTSP? ya
3. Sejak kapankah sekolah Bapak/Ibu terdapat fasilitas yang cukup memadai seperti saat ini?
Tahun ajaran 2004/2005
4. Apakah sarana dan prasarana yang ada dapat menunjang proses pembelajaran yang optimal, jika ya/tidak apa alasannya? Kurang optimal, karena tidak semua sarana dan prasarana tersedia dan terkadang berebutan dengan teman guru lain.
5. Darimanakah dana diperoleh sekolah Bapak/Ibu untuk memenuhi sarana dan prasarana?(subsidi, individu, iuran)? BOS dan BOP
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada? Merawat, menjaga, memperbaiki, dan memakai sesuai keperluan kegiatan pembelajaran tidak untuk kepentingan yang lain.
7. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan mengenai sarana dan prasarana pendidikan (Pemakaian, pengadaan)? Ya, terkadang berbarengan dengan teman guru yang lain Contohnya: penggunaan OHP.
8. Apa yang Bapak/Ibu lakukan jika sarana dan prasarana disekolah tidak terdapat, padahal itu cukup penting untuk menunjang proses pembelajaran yang akan diberikan pada peserta didik? Membuat/menguasakan agar media/sarana tersebut ada dan berguna bagi yang akan dating, karena nantinya akan dipakai kembali.
9. Sekolah Bapak/Ibu dalam mengimplementasikan KTSP mengunakan pendekatan CTL, sejak kapan hal tersebut dilaksanakan ? Saya mulai mengajar sekurang-kurangnya 4 tahun di sekolah ini, sudah melaksanakan pendekatan CTL
10. Apa yang menjadi dasar atau alasan sekolah Bapak/Ibu melaksanakan pendekatan CTL dalam mengimplementasikan KTSP? Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata atau berdasarkan konteksnya.
123
11. Faktor apa sajakah yang mendorong sekolah Bapak/Ibu menggunakan pendekatan CTL?
12. Fasilitas apa saja yang diperlukan untuk melaksanakan CTL? Disesuaikan dengan materi
13. Apakah kelebihan pendekatan CTL jika dibandingkan dengan yang lainnya? Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata secara riil; Sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
14. Apakah Bapak/Ibu merasa kesulitan dalam menggunakan pendekatan CTL untuk mengimplementasikan KTSP ? Tidak,
15. Bagaimana cara sekolah Bapak/Ibu mengetahui dan mensosialisasikan CTL? Mengikuti pelatihan, mencari sumber buku-buku tentang CTL
16. Bagaimanakah tanggapan siswa dengan dilaksanakannya pendekatan CTL ? Sangat menyenangkan karena siswa lebih mudah mengerti/lebih faham.
17. Dalam bidang studi apa saja pendekatan CTL disekolah Bapak/Ibu diterapkan? Pada dasarnya CTl dapat diterapkan pada semua mata pelajaran dan yang sekarang sudah berjalan, yaitu:IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Olah Raga, Pendidikan Agama.
18. Bagaimanakah proses evaluasi yang dilakukan sekolah Bapak/Ibu ketika menggunakan pendekatan CTL, apa ada perbedaan khusus dan dilakukan terpisah,jika ya/tidak apa alasannya? Guru memberikan penilaian tersendiri baik dalam bentuk lisan maupun tulisan, atau mempraktekkan. Dan disini guru membimbing dan mengarahkan.adapaun penilaian yang sifatnya nasional mengikuti ketentuan pemerintah dalam hal inin Diknas
19. Bagaimana prestasi belajar siswa setelah pelaksanaan CTL, apakah ada
perubahan yang signifikan antara sebelum dan sesudahnya, kemudian dalam bentuk apa? Prestasi belajar siswa meningkat baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
124
Lampiran 5
LEMBAR OBSERVASI Lingkungan / Latar Kelas dalam Proses Pembelajaran PAI
Hari / Tanggal : Kelas / Sekolah : Waktu : Nama Guru :
No Komponen Yang Dinilai Ya Tidak Keterangan 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11
12
13
Pengaturan kelas dilakukan oleh guru
Pengaturan meja dan kursi dilakukan oleh
guru
Pengaturan meja dan kursi dapat diubah
sesuai dengan interaksi yang diperlukan
Pencahayaan ruang kelas sesuai
Ventilasi cukup
Kebersihan cukup
Posisi Siswa menghadap guru/papan tulis
semua
Kegaduhan dari ruang luar kelas
Pengaturan meja dan kursi memudahkan
siswa untuk berinteraksi dengan siswa lain
Siswa hanya berada di kursinya selama
proses pembelajaran
Posisi guru saat memberi materi dapat
berubah/berpindah –pindah
Penggunaan / pemajangan poster afirmasi
untuk meningkatkan kegairahan belajar
Penggunaan / pemajangan poster ikon se
125
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
bagai visualisasi materi pelajaran
Ada tumbuhan di dalam ruangan kelas
Penggunaan aroma
Terdapat jam dinding
Ada media pembelajaran yang beragam
untuk setiap materi pelajaran
Penggunaan alat tulis warna untuk
menggarisbawahi pernyataan penting
Penggunaan warna untuk kata-kata penting
Letak papan tulis dapat dilihat oleh semua
siswa
Posisi papan tulis dapat berubah
Papan tulis dapat ditulisi dengan jelas
Meja siswa mempunyai tempat untuk
menyimpan alat pelajaran
Siswa memiliki tempat untuk menyimpan
perlengkapan sekolah
Ada tong sampah di dalam kelas
Adanya penggunaan kipas angin / ac
Ada rak buku khusus siswa
Ada hasil karya siswa yang dipajang di
dinding ruangan kelas
Ada papan pengumuman kelas untuk hasil
kerja siswa
Guru Observer
( ) ( ASIFUDIN ) NIP :
126
LEMBAR OBSERVASI Keadaan Siswa dalam Proses Pembelajaran PAI
Hari / Tanggal : Kelas / Sekolah : Waktu : Nama Guru :
No. Komponen Yang Dinilai A B C D E Ket. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Mencondongkan tubuhnya untuk
mendengar
Memandang kearah selain guru selama
guru menjelaskan
Berbicara dengan teman saat guru
menjelaskan
Berbicara dengan teman saat
mengerjakan latihan individu
Bekerja sama dalam mengerjakan tugas
individu
Mengangkat tangan untuk menjawab
pertanyaan yang diajukan oleh guru
Mengajukan pertanyaan tentang materi
yang kurang dipahami
Maju ke depan untuk mempraktekkan /
mendemonstrasikan materi yang telah
diajarkan
Menguap saat proses pembelajaran
Dapat bekerja sama dengan siswa lain
untuk menyelesaikan masalah
Bertanya untuk mengetahui lebih
127
13
14
15
16
17
18
18
banyak tentang materi yang dipelajari
Bertopang dagu saat guru menjelaskan
Ikut serta dalam berdiskusi saat
berkelompok
Membuat catatan-catatan yang kurang
perlu saat proses pembelajaran
berlangsung
Menggunakan warna /
menggarisbawahi untuk menandai hal
penting pada catatannya
Mengganggu ketenangan siswa lain
dalam belajar saat proses pembelajaran
berlangsung
Menggunakan telephon genggam / mp3/
walkmen saat pembelajaran
berlangsung
Merayakan akhir pembelajaran PAI
Keterangan : Jumlah siswa :(………….)Anak, Yang hadir(…………….)Anak A: Semua :(………….) B: Sebagian besar :(………….) C: Sebagian :(………….) D: Sebagian kecil :(………….) E: Tidak ada :(……….…)
Guru Observer, ( ) ( ASIFUDIN ) NIP :
128
LEMBAR OBSERVASI Keadaan Guru dalam Proses Pembelajaran PAI
Hari / Tanggal : Kelas / Sekolah : Waktu : Nama Guru :
No. Komponen Yang Dinilai A B C D E Ket. 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Memiliki RPP sebelum proses pembelajaran
Memberitahukan siswa tentang kegiatan yang
akan mereka lakukan selama belajar
Mempunyai kesepakatan antara guru dan
siswa
Menyakinkan siswa bahwa mereka semua
mampu menjadi siswa yang berprestasi
Menggunakan afirmasi sebelum memulai
pembelajaran
Menciptakan suasana yang kondusif sebelum
belajar
Mengenalkan materi baru dengan
mengaitkannya dengan masa depan
Memberitahukan manfaat belajar materi
tersebut
Mengaitkan materi yang dipelajari dengan
pengalaman sehari-hari siswa
Memberikan gambaran keseluruhan tentang
materi yang akan dipelajari melalui peta
konsep
Menyajikan materi dengan menggunakan
129
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
media yang sesuai
Menyajikan materi dengan variasi nada suara
Menggunakan gerakan atau alat tubuh untuk
menyampaikan atau mendemonstrasikan
materi
Mengunakan kata-kata yang bersifat
mengajak
Melakukan Tanya jawab dengan siswa saat
proses pembelajaran
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mempraktikkan yang mereka pelajari
Memberikan pengakuan pada usaha siswa
dengan ucapan
Memberikan motivasi pada siswa
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
bertanya terhadap materi yang kurang
dipahami
Menjawab semua pertanyaan siswa
Memberikan pengakuan pada usaha siswa
dengan perbuatan
Melakukan pengulangan selama proses
pembelajaran
Memberikan post tes kepada siswa setiap
akhir pembelajaran
Membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar
Mengajak siswa yang telah faham untuk
membantu siswa lain yang belum faham
Memberikan contoh yang relevan pada
materi yang diajarkan dengan keadan pada
saat sekarang dan yang akan datang
130
30 Memberikan pengayaan kepada siswa yang
telah faham
Membimbing siswa untuk merefleksi
terhadap materi yang telah diajarkan
Memberikan tugas rumah pada siswa untuk
materi yang akan atau sudah diajarkan
Mengadakan perayaan setelah belajar
Keterangan A: Selalu : B: Sering : C: Kadang – kadang : D: Jarang : E: Tidak pernah :
Observer,
( ASIFUDIN )
131
Lampiran 6
Opini Siswa Say Basmalah to start…! Name : Class : Date :
Let’s Share Opinion….! Menurut kamu pelajaran apa yang paling menyenangkan ? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Apa alasan kamu menyenangi pelajaran itu? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Bagaimana perasaan kamu saat belajar Pendidikan Agama Islam? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Apakah kamu dapat berkonsentrasi saat belajar Pendidikan Agama Islam? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Apakah kamu mengerti pelajaran Pendidikan Agama Islam yang telah diajarkan?
132
Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Bagaimana cara guru kamu menjelaskan materi Pendidikan Agama Islam? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Pelajaran apa saja yang kamu pelajari di rumah? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Menurut kamu apakah kegunaan Pendidikan agama Islam dalam kehidupan sehari-hari? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Apakah orang tuamu selalu menanyakan PR Pendidikan Agama Islam? Jawab:………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………….. Berapa jam kamu belajar Pendidikan Agama Islam di Rumah? Jawab:…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Alhamdulillah……
You’ve got me..
133