bab i pendahuluan a. latar belakang masalah · 2 atau kata-kata, mempunyai unsur intrinsik dan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap manusia memiliki hasrat dan keinginan yang bisa diluapkan melalui
tindakan, kata-kata atau suatu karya. Lewat karya sastra, seseorang dapat
mencurahkan seluruh perasaan dan emosinya yang didukung oleh daya imajinasi
untuk mengungkapkan apa yang telah, sedang, atau akan terjadi. Karya sastra
merupakan pencerminan dari keadaan sosial suatu masyarakat, karena keadaan
sekitar atau asal usul dari sang pengarang sangat mempengaruhi suatu karya
sastra.
Sastra merupakan gambaran nyata sebuah kehidupan tentang perjalanan
manusia dengan berbagai problematik yang menyelimutinya. Permasalahan dalam
karya sastra tidak lepas dari masyarakat pendukungnya, meliputi berbagai
masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan
(Nurgiyantoro, 2005:3). Karya sastra khususnya fiksi merupakan karya imajinatif
yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab dari segi kreativitas sebagai karya
seni. Pengarang menciptakan karya sastra dengan tujuan-tujuan tertentu melalui
proses kreativitas sehingga membuat karya sastra itu menjadi lebih hidup
(Endraswara, 2011:69). Damono menambahkan bahwa karya sastra fiksi
umumnya diciptakan oleh pengarang untuk dinikmati, dipahami, dan
dimanfaatkan oleh pembaca/masyarakat (Damono dalam Wardhana, 2011:3)
Salah satu hasil karya sastra adalah novel. Novel mengungkapkan suatu
konsentrasi kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan
yang tegas (Semi, 1988:32). Novel menyajikan cerita fiksi dalam bentuk tulisan
1
2
atau kata-kata, mempunyai unsur intrinsik dan ekstrinsik. Sebuah novel biasanya
menceritakan tentang kehidupan manusia dengan bermacam-macam masalah
dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesamanya. Seorang pengarang
berusaha semaksimal mungkin mengarahkan pembaca kepada gambaran-
gambaran realita kehidupan lewat cerita yang ada dalam novel tersebut.
Novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn adalah novel yang
diterbitkan oleh Surya Samudra pada bulan Mei 2015 dengan tebal 349 halaman.
Novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn ini akan digunakan peneliti
sebagai objek kajian penelitian atas pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut.
Pertama, novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn meraih
penghargaan Rancage Sastra Jawa. Kedua, berdasarkan tinjauan dari segi
pengarang, Ardini Pangastuti Bn merupakan salah satu pengarang Sastra Jawa
senior yang produktif. Terbukti dari keaktifan beliau menekuni sastra Jawa sejak
tahun 1986 hingga sekarang. Beliau juga pernah menjabat sebagai redaktur di
salah satu majalah berbahasa Jawa yaitu Djaka Lodhang. Ardini Pangastuti Bn
sebagai redaktur, dituntut untuk menulis dengan berbagai macam bentuk tulisan,
oleh karena itu hampir setiap bentuk tulisan pernah ditulis beliau, khususnya fiksi.
Karya-karyanya yang berupa fiksi antara lain novel 3 Bumerang, Nalika Prau
Gonjing, Lintang dan Alun Samudra Rasa. Karya sastra lain yang berupa
cerbungantara lain, Kesrimpet Jaring Sutra, Anggraini, Isih Ana Dina Esuk,
Langit Perak Ing Dhuwur Nusa Dua, Rembulan Wungu, Kidung Suksma Larasing
Jiwa, Lintang-Lintang Dadi Seksi, Pilihan, Tangis Biru, dan sebagainya. Karya
sastra yang berupa cerkak antara lain Bos, Among Raga, Surti, Edan, Tobat,
Pasrah Lan Sumur Gumulung, Nalika Lampu Mati, Ibu, dan sebagainya.
3
Sedangkan karya sastra yang berupa antologi yaitu antologi cerkak Nalika
Srengenge Durung Angslup dan Pralambang, serta antologi geguritan (puisi
Jawa) Kidung Jaman. Pengarang dengan nama lengkap Suciati Ardini Pangastuti
tidak hanya menggunakan nama asli dalam identitas karyanya, adapun nama pena
yang juga sering digunakan yaitu Sawitri, Astuti, Ambarwati dan Isanatungga.
Karya sastra novel Alun Samudra Rasa menggunakan identitas Ardini Pangastuti
Bn yang merupakan gabungan dari nama beliau dengan singkatan nama
suaminya.
Hasil karya beliau khususnya karya sastra fiksi dapat menyajikan hal-hal
baru yang mampu memberi inspirasi bagi para pembacanya, sehingga karya-karya
sastranya tidak hanya sebagai hiburan semata, melainkan dapat memberi manfaat
dalam kehidupan, baik diri sendiri maupun kehidupan sosial. Hal ini sesuai
dengan fungsi utama karya sastra menurut Horatius (dalam Budianta, 2006:178)
yaitu 'dulce et utile' yakni indah dan menghibur (dulce) serta berguna dan
mengajarkan sesuatu (utile). Salah satunya adalah novel Alun Samudra Rasa yang
digunakan peneliti sebagai objek penelitian.
Ketiga, berdasarkan isinya, novel yang berjudul Alun Samudra Rasa karya
Ardini Pangastuti Bn ini menceritakan tentang gambaran kehidupan masyarakat,
tema yang diangkat yaitu permasalahan dalam keluarga. Permasalahan di dalam
keluarga Intan Purnami dan Bregas Jatmiko menjadi pusat cerita. Konflik yang
dialami oleh Intan mengakibatkan Intan mengalami penderitaan batin sehingga
mempengaruhi kondisi psikologinya.
Manusia mempunyai watak, pengalaman, pandangan dan perasaan sendiri
yang berbeda dengan yang lain. Pertemuan antarmanusia yang satu dengan
4
manusia yang lain tidak jarang menimbulkan konflik, baik konflik antara individu
maupun kelompok. Manusia mengalami konflik kejiwaan sebagai reaksi terhadap
situasi sosial di lingkungannya. Konflik terjadi karena adanya emosi dalam diri
individu. Pelaku dalam karya sastra memainkan realitas kehidupan manusia, salah
satunya realitas emosi yang menimbulkan perubahan-perubahan kejiwaan.
Pengarang menampakkan perilaku kebencian yang terjadi pada tokoh agar
pembaca memperoleh gambaran pikiran dan motif yang mendasari perilaku
konflik tersebut. Sentuhan-sentuhan emosi melalui dialog merupakan gambaran
kekalutan dan kejernihan batin pengarang (Endraswara 2011:96).
Manusia dalam menghadapi persoalan hidupnya tidak terlepas dari jiwa
manusia itu sendiri. Keinginan manusia dibentuk oleh dorongan-dorongan jiwa
dan pengamatan, setiap keinginan manusia dikendalikan oleh akal. Proses
kejiwaan pada diri manusia membentuk karakter atau kepribadian manusia.
Permasalahan-permasalahan yang menyangkut kejiwaan sosok Intan dalam novel
Alun Samudra Rasa memerlukan ilmu bantu yang berkaitan dengan problem
psikologi, yaitu psikologi sastra.
Berdasarkan pemaparan di atas penelitian novel Alun Samudra Rasa karya
Ardini Pangastuti Bn diteliti atas dasar; Pertama, dari segi isi maupun bentuk,
Kedua, secara psikologi, Novel ini mampu menggambarkan kondisi psikologi
manusia yang mengalami permasalahan dengan dunia luar yang menyebabkan
perubahan kondisi psikologis individu karena mengalami interaksi dengan
individu lain. Berbagai problem muncul menggambarkan watak dan perilaku
manusia yang tercermin melalui tokoh-tokoh dalam novel tersebut. Ketiga, dari
segi kualitas pengarang, Ardini Pangastuti Bn merupakan pengarang sastra Jawa
5
senior yang produktif. Karya-karyanya banyak dimuat di berbagai media, baik
surat kabar maupun majalah.
Karya sastra masih ada hubungannya dengan psikologi. Woodworth dan
Marquis (dalam Walgito, 1997:8) memberikan gambaran bahwa psikologi itu
mempelajari aktivitas-aktivitas individu, baik aktivitas secara motorik, kognitif,
maupun emosional. Oleh karena itu, psikologi merupakan suatu ilmu yang
menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas, di
mana tingkah laku dan aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan.
Jika dikaitkan dengan peristiwa atau kejadian yang dialami oleh Intan dalam
novel, maka novel Alun Samudra Rasa ini sangatlah tepat apabila dikaji melalui
pendekatan psikologi sastra. Berdasarkan konflik yang dialami oleh tokoh Intan
dalam novel, maka pendekatan psikologi sastra yang diterapkan dalam penelitian,
menggunakan teori kepribadian Carl Gustav Jung. Carl Gustav Jung menilai
kepribadian sebagai wujud pernyataan kejiwaan yang ditampilkan seseorang
dalam kehidupannya.
Berdasarkan uraian di atas maka novel Alun Samudra Rasa karya Ardini
Pangastuti Bn dianalisis dengan tinjauan psikologi sastra untuk mengetahui
kepribadian tokoh utamanya.
Penelitian yang terkait dengan objek penelitian ini antara lain :
1. Skripsi Aan Nur Cahyo, 2015, yang berjudul “Konflik Batin Tokoh
Bintoro dalam Cerita Bersambung Janji Kali Code Isih Mili Karya Ki
Cantrik Code (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)”
6
2. Skripsi Galuh Umi Setyowati, 2015, yang berjudul “Konflik Batin
Tokoh Utama Dalam Novel Kembange Ngaurip Lan Gegayuhan Karya
Parpal Poerwanto (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra)”
Berdasarkan dua penelitian di atas, Novel ini mampu menggambarkan
kondisi psikologis tokoh-tokohnya terutama tokoh utama yaitu Intan, serta dapat
menggambarkan watak dan perilaku yang tercermin dalam setiap tokohnya, maka
novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn dianalisis menggunakan
tinjauan psikologi sastra, Dengan judul "Konflik Batin Sosok Intan dalam
Novel Alun Samudra Rasa Karya Ardini Pangastuti Bn (Suatu Tinjauan
Psikologi Sastra)".
Manfaat penelitian yakni sesuatu yang bisa dirasakan dan dilaksanakan.
Secara keseluruhan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik
manfaat teoretis maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis
Manfaat penelitian ini secara teoretis diharapkan mampu memperkaya
khazanah ilmu pengetahuan dalam gambaran sebuah model pendekatan terhadap
penelitian karya sastra, khususnya pendekatan struktural dan pendekatan psikologi
sastra yang dapat dipergunakan terhadap objek-objek penelitian karya fiksi
lainnya, sehingga mampu mempertajam nuansa akademis pembacanya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat penelitian ini secara praktis diharapkan dapat membantu pembaca
dan peneliti dalam memahami tentang cerita novel mengenai aspek perjuangan,
kegigihan, kesabaran, kemandirian, kepedulian, dan sebagainya yang dapat
menjadi tuntunan bagi pembaca dan masyarakat luas
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn
berdasarkan teori strukturalisme Robert Stanton yang meliputi Fakta-fakta
cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut
pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi)?
2. Bagaimanakah bentuk konflik batin sosok Intan dalam menghadapi konflik
Rumah Tangga pada novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn?
3. Bagaimanakah analisis kepribadian sosok Intan dalam novel Alun Samudra
Rasa karya Ardini Pangastuti Bn dengan tinjauan psikologi sastra?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
hendak dicapai adalah sebagai berikut :
1. Memaparkan unsur struktural yang membangun novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn menurut teori struktural Robert Stanton yang
meliputi fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana sastra
(judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme dan ironi)
2. Mendeskripsikan bentuk konflik batin sosok Intan dalam menghadapi konflik
Rumah Tangga pada novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.
3. Mendeskripsikan kepribadian sosok Intan dalam novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn dengan tinjauan psikologi sastra.
8
D. Batasan Masalah
Pembatasan masalah bertujuan mengarahkan pada pokok persoalan dan
tidak meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan, sehingga penelitian ini
menjadi jelas dan terarah. Penelitian terhadap novel yang berjudul Alun Samudra
Rasa karya Ardini Pangastuti Bn terlebih dahulu akan dianalisis menggunakan
pendekatan struktural menurut Robert Stanton yang meliputi fakta-fakta cerita
(alur, karakter, latar), tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya
dan tone, simbolisme dan ironi). Langkah selanjutnya mengungkapkan bentuk
konflik batin yang terjadi pada sosok Intan dan mengungkapkan aspek psikologis
kepribadian sosok Intan berdasarkan teori kepribadian Carl Gustav Jung yang
terdapat dalam novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.
E. Landasan Teori
1. Novel
Novel berasal dari bahasa italia Novella (dalam bahasa jerman Novelle).
Secara harfian Novella berarti sebuah barang yang kecil, dan kemudian diartikan
sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Novel adalah karya sastra tulis yang
berbentuk fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyarankan pada
kebenaran sejarah (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010:2). Istilah novella dianggap
bersinonim dengan fiksi (Nurgiantoro, 2007:9). Istilah fiksi dalam pengertian ini
adalah cerita rekaan atau cerita khayalan. Karya fiksi, mengarah pada suatu karya
yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan, khayalan sesuatu yang tidak ada
dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia tidak perlu dicari kebenarannya
pada dunia nyata (Nurgiantoro, 2007:9).
9
Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang
berisi model kehidupan yang didealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui
berbagai unsur intrinsik seperti peristiwa plot, tokoh (dalam penokohan), latar,
sudut pandang dan lain-lain yang kesemuanya tentu saja bersifat imajiner.
2. Pendekatan Struktural
Analisis struktural karya sastra fiksi, dapat dilakukan dengan
mengidentifikasikan, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar
unsur intrinsik yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan
untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur
karya sastra yang secara bersama menghasilkan keseluruhan unsur.
Teori struktural yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah
teori struktural Robert Stanton. Stanton membagi unsur intrinsik fiksi menjadi tiga
bagian, yaitu: fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra. Unsur fakta-fakta
cerita dibagi menjadi tiga, yaitu alur, tokoh, dan latar. Sedangkan unsur sarana-
sarana sastra terdiri dari judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme serta
ironi.
a. Fakta-Fakta Cerita
Alur, karakter dan latar merupakan bagian dari fakta-fakta cerita.
Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah
cerita. Jika dirangkum menjadi satu, semua elemen ini dinamakan “struktur
faktual” atau “tingkatan faktual cerita”. Struktur faktual merupakan salah satu
aspek cerita. Struktur faktual adalah cerita yang disorot dari satu sudut pandang
(Stanton, 2007:22). Fakta-fakta cerita atau unsur struktur faktual tersebut
terdiri atas tiga komponen yaitu, alur, karakter, dan latar.
10
1) Alur
Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah
cerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yang
terhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain yang tidak
dapat diabaikan karena akan bepengaruh pada keseluruhan karya.
Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja, seperti ujaran
atau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasan-
kilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi
variabel pengubah dalam dirinya (Stanton, 2007:26).
Alur merupakan tulang punggung cerita. Alur dapat membuktikan
dirinya sendiri meskipun jarang diulas panjang lebar dalam sebuah
analisis. Sebuah cerita tidak akan pernah seutuhnya dimengerti tanpa
adanya pemahaman terhadap peristiwa yang mempertautkan alur,
hubungan kausalitas, dan saling pengaruh. Sama halnya dengan elemen
lain, alur memiliki hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal,
tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan
bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri ketegangan-
ketegangan (Stanton, 2007:28).
'Konflik' dan 'klimaks' adalah dua elemen dasar yang membangun
alur. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki 'konflik internal' (yang
tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua orang karakter atau hasrat
seorang karakter dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini
merupakan subordinasi satu 'konflik utama' yang bersifat eksternal,
11
internal, atau dua-duanya. Konflik pada gilirannya akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan alur yang terus-menerus mengalir. Konflik
akan mencapai klimaks ketika konflik terasa sangat intens sehingga ending
tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan
kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut
dapat terselesaikan (Stanton 2012:31-32).
2) Karakter
Karakter biasanya dipakai dalam dua konteks. Konteks pertama,
karakter merujuk pada individu-individu yang muncul dalam cerita.
Konteks kedua, karakter merujuk pada berbagai percampuran dari
berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari individu-
individu tersebut. Sebagian besar cerita dapat ditemukan satu “karakter
utama” yaitu karakter yang terkait/menjadi pusat dengan semua peristiwa
yang berlangsung dalam cerita. Alasan seorang tokoh untuk bertindak
sebagaimana yang dilakukan dinamakan “motivasi”. Motivasi dibagi
menjadi dua yaitu 'motivasi spesifik' dan 'motifasi dasar'. Motivasi spesifik
seorang karakter adalah alasan atas reaksi spontan yang mungkin juga
tidak disadari, yang ditunjukkan oleh adegan atau dialog tertentu.
Sedangkan motivasi dasar adalah suatu aspek umum dari satu karakter atau
dengan kata lain hasrat dan maksud yang memandu sang karakter dalam
melewati keseluruhan cerita. Arah yang dituju oleh motivasi dasar adalah
arah tempat seluruh motivasi spesifik bermuara. Karakterisasi dapat dilihat
dalam bukti-bukti penafsiran nama karakter, deskripsi eksplisit, komentar
12
pengarang maupun komentar tokoh lain (karakter minor) (Stanton,
2012:33-35).
Setiap tokoh mempunyai watak sendiri-sendiri. Tokoh bertakitan
dengan orang atau seseorang sehingga perlu penggambaran yang jelas
tentang tokoh tersebut. Jenis-jenis tokoh dapat dibagi sebagai berikut.
a. Berdasarkan segi peranan dalam cerita, dapat dibedakan menjadi tokoh
utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama merupakan tokoh yang
diutamakan dalam cerita (yang paling banyak diceritakan), sedangkan
tokoh tambahan merupakan tokoh yang permunculannya lebih sedikit.
b. Bedasarkan segi fungsi penampilan tokoh, dapat dibedakan menjadi
tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis merupakan tokoh
hero yang menampilkan sesuatu sesuai dengan pandangan/harapan kita
(pembaca), sedangkan tokoh antagonis adalah tokoh penyebab
terjadinya konflik.
c. Berdasarkan perkembangan karakter, dapat dibedakan menjadi tokoh
bulat dan pipih/sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh kompleks yang
memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi
kepribadian dan jati dirinya. Tingkah lakunya sering tak terduga dan
memberikan efek kejutan pada pembaca, sedangkan tokoh
pipih/sederhana merupakan tokoh yang hanya memiliki satu kualitas
pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Tidak memiliki
sifat dan tingkah laku yang dapat memberikan efek kejutan bagi
pembaca. Sifatnya datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak
tertentu (Nurgiyantoro, 2005:176-182)
13
3) Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam
cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa yang sedang
berlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah kafe di Paris,
pegunungan di California, dan sebagainya. Latar juga dapat berwujud
waktu-waktu tertentu (hari, bulan, dan tahun). Latar terkadang
berpengaruh pada karakter-karakter. Latar juga terkadang menjadi tokoh
representasi tema. Berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki daya
untuk memunculkan tone dan mode emosional yang melingkupi sang
karakter (Stanton, 2012:35-36).
b. Tema
Tema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan “makna” dalam
pengalaman manusia sebagai sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman
begitu diingat. Tema disebut juga 'gagasan utama' dan maksud 'utama' secara
fleksibel, tergantung pada konteks yang ada. Tema menyorot dan mengacu
pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinya akan ada nilai-nilai tertentu
yang melingkupi cerita. Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya
adalah dengan mengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya.
Kedua hal ini berhubungan sangat erat dan konflik utama biasanya
mengandung sesuatu yang sangat berguna jika benar-benar diruntut. Tema
membuat cerita lebih terfokus, menyatu, mengerucut, dan berdampak. Bagian
awal dan akhir akan menjadi pas, sesuai, dan memuaskan berkat keberadaan
tema (Stanton, 2012:36-37).
14
c. Sarana-Sarana Sastra
Sarana-sarana sastra merupakan cara atau metode yang digunakan
pengarang dalam menyeleksi dan menyusun bagian cerita, sehingga akan
tercipta karya sastra yang bermakna. Sarana-sarana sastra ini meliputi judul,
sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, dan ironi (Stanton, 2012:46).
1) Judul
Judul tidak selalu relevan terhadap karya yang diampunya,
sehingga keduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima
ketika judul mengacu pada sang karakter utama atau latar tertentu. Akan
tetapi penting bagi kita untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu
pada satu detail yang tidak menonjol. Sebuah judul juga kerap memiliki
beberapa tingkatan makna. Banyak judul karya fiksi yang mengandung
ilusi. Judul tersebut bisa menjadi petunjuk tentang makna cerita
bersangkutan yang ingin disampaikan oleh pengarang terhadap pembaca
(Stanton, 2012:51).
2) Sudut Pandang
Sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama. Keempat tipe
sudut pandang tersebut adalah:
1. Sudut pandang “orang pertama-utama”, sang karakter utama bercerita
dengan kata-katanya sendiri.
2. Sudut pandang “orang pertama-sampingan”, cerita dituturkan oleh
satu karakter bukan utama (sampingan).
3. Sudut pandang “orang ketiga-terbatas”, pengarang mengacu pada
semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi
15
hanya menggambarkan apa yang dilihat, didengar, dan dipikirkan
oleh satu orang karakter saja.
4. Sudut pandang “orang ketiga tak-terbatas”, mengacu pada setiap
karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga. Pengarang juga
dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar, atau berpikir
atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir.
Sudut pandang “orang ketiga tak-terbatas” memberi arti bahwa
pengarang memiliki kebebasan yang memungkinkan kita untuk tahu
apa yang ada di dalam pikiran pengarang secara simultan. Pengarang
menempatkan diri dalam posisi superior yang serba tahu sehingga
pengalaman setiap karakter dapat menghadirkan efek-efek tertentu
sesuai keinginannya (Stanton, 2012:52).
3) Gaya dan Tone
Gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Meski
dua orang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasil
tulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umum
terletak pada bahasa yang menyebar dalam berbagai aspek seperti
kerumitan, ritme, panjang pendek kalimat, detail, humor, kekonkritan dan
banyaknya imajinasi dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas
dengan kadar tertentu akan menghasilkan gaya.
Pembaca harus membaca banyak cerita dari berbagai pengarang
untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya. Beberapa pengarang
mungkin memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga dapat dengan
mudah dikenali bahkan pada saat pembacaan pertama. Gaya semacam ini
16
juga dapat memancing ketertarikan pembaca. Gaya juga bisa terkait
dengan maksud dan tujuan sebuah cerita. Seorang pengarang mungkin
tidak memilih gaya yang sesuai bagi dirinya akan tetapi gaya tersebut
justru pas dengan tema cerita. Jadi, gaya dan tema menampilkan
pengarang yang sama.
Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah tone. Tone
adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalam cerita. Pada
porsi tertentu tone dimunculkan oleh fakta-fakta; satu cerita yang
mengisahkan seorang pembunuh berkapak akan memunculkan tone 'gila'.
Akan tetapi yang terpenting adalah pilihan detail pengarang ketika
menyodorkan fakta-fakta itu dan tentu saja gaya pengarang sendiri. Tone
bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan, romantis, ironis,
misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan (Stanton, 2012:61-
64).
4) Simbolisme
Gagasan dan emosi terkadang tampak nyata bagaikan fakta fisis.
Padahal sejatinya kedua hal tersebut tidak dapat dilihat dan sulit
dilukiskan. Salah satu cara untuk menampilkan kedua hal tersebut agar
tampak nyata adalah melalui “simbol”. Simbol berwujud detail-detail
konkrit dan faktual serta memiliki kemampuan untuk memunculkan
gagasan dan emosi dalam pikiran pembaca. Fiksi simbolisme dapat
memunculkan tiga efek yang masing-masing bergantung pada bagaimana
simbol bersangkutan digunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul
pada satu kejadian penting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa
17
tersebut. Kedua, satu simbol yang ditampilkan secara berulang-ulang
mengingatkan kita akan beberapa elemen konstan dalam cerita. Ketiga,
sebuah simbol yang muncul pada konteks yang berbeda-beda akan
membantu kita menentukan tema (Stanton, 2012:65).
5) Ironi
Ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkan bahwa sesuatu
berlawanan dengan apa yang telah diduga sebelumnya. Ironi dapat
ditemukan dalam hampir semua cerita. Di dalam dunia fiksi, ada dua jenis
ironi yang dikenal luas, yaitu “ironi dramatis” dan “tone ironis”. “Ironi
dramatis” atau ironi alur dan situasi biasanya muncul melalui kontras
diametris antara penampilan dan realitas, antara maksud dan tujuan
seorang karakter dengan hasilnya, atau antara harapan dengan apa yang
sebenarnya terjadi. Sedangkan “tone ironis” atau “ironi verbal” digunakan
untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengan
cara berkebalikan (Stanton, 2012:71-74).
Teori struktural Robert Stanton saling kait mengait dan merupakan satu
kesatuan yang utuh. Peneliti menggunakan teori tersebut dengan alasan adanya
keunikan pada sarana-sarana sastra yang terdapat gaya dan tone, simbolisme serta
ironi. Sesuai dengan pendekatan psikologi, pada bagian karakter lebih mendetail
dengan adanya motivasi-motivasi tokoh dalam bertindak. Peneliti menggunakan
teori struktural Robert Stanton sebagai pendekatan dalam analisis terhadap
novelAlun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.
18
3. Pendekatan Psikologi Sastra
Psikologi dari segi bahasa berasal dari kata psyche yang berarti 'jiwa' dan
logos yang berarti 'ilmu' atau 'ilmu pengetahuan'. Oleh karena itu psikologi sering
diartikan atau diterjemahkan sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa atau
disingkat ilmu jiwa (Walgito, 1997:1). Walgito mengemukakan bahwa psikologi
merupakan ilmu yang mempelajari dan menyelidiki aktivitas dan tingkah laku
manusia. Aktivitas dan tingkah laku tersebut dikatakan sebagai manifestasi
kehidupan jiwa.
Menurut Suwardi Endraswara (2011:97) psikologi sastra sebagai kajian
sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan, yaitu jiwa
manusia yang terpantul melalui tingkah laku atau aktivitas-aktivitasnya sebagai
manifestasi kehidupan psikis. Hal yang sama juga disampaikan oleh Minderop
(2013:54) yang mengatakan bahwa psikologi sastra merupakan telaah karya sastra
yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan. Secara keseluruhan
psikologi sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra
sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang
diperankan oleh tokoh-tokoh didalamnya atau mungkin juga diperankan oleh
tokoh faktual (Sangidu, 2004:30).
Psikologi dan karya sastra memiliki hubungan fungsional, yakni sama-
sama berguna untuk sarana mempelajari keadaan jiwa seseorang. Hanya
perbedaannya, gejala kejiwaan yang ada dalam karya sastra adalah gejala-gejala
kejiwaan dari manusia-manusia imajiner, sedangkan dalam psikologi adalah
manusia-manusia real, namun keduanya saling melengkapi dan saling mengisi
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam terhadap kejiwaan manusia.
19
Titik temu antara psikologi dan sastra dapat digabung menjadi psikologi sastra
(Endraswara, 2011:97). Pada intinya dasar pemikiran mengapa sastra harus
memanfaatkan psikologi, karena sastra dianggap sebagai aktivitas dan ekspresi
manusia. Karya sastra merekam gejala kejiwaan yang harus dimunculkan oleh
pembaca ataupun peneliti sastra dengan syarat memiliki teori-teori psikologi yang
memadai (Siswantoro, 2004:34).
Manusia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor endogen dan
eksogen. Faktor endogen adalah faktor atau sifat yang dibawa individu sejak
dalam kandungan hingga kelahiran, sedangkan faktor eksogen adalah faktor yang
datang dari luar individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar,
pendidikan dan sebagainya (Walgito, 1997:48). Lingkungan memberikan
kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan kepada individu. Bagaimana
individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan
tergantung kepada individu yang bersangkutan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
peranan lingkungan cukup besar dalam perkembangan kejiwaan individu.
Disamping itu, individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologis yaitu
tempramen dan watak. Tempramen merupakan sifat pembawaan yang
berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis seperti darah, kelenjar-kelenjar dan
cairan-cairan lain dalam diri manusia. “watak atau biasa disebut karakter
merupakan keseluruhan dari sifat seorang seorang yang nampak dalam perbuatan
sehari-hari baik sebagai hasil pembawaan maupun lingkungan” (Walgito,
2004:49).
Penelitian pada novel Alun Samudra Rasa ini mengarah aspek psikologi
seseorang yang ada pada karya sastra. Secara spesifik dapat dijelaskan bahwa
20
analisis yang akan dilakukan terutama diarahkan pada kondisi kejiwaan sosok
utama Intan yang mendominasi dalam cerita, untuk mengungkap kejiwaannya
secara menyeluruh.
Penelitian ini menggunakan teori kepribadian Carl Gustav Jung, beliau
adalah seorang psikiater Swiss yang semula dipandang oleh sebagian pewaris
teori psikoanalisis Freud, kemudian memisahkan diri dari Freud. Jung memiliki
pandangan yang berbeda dengan Freud tentang kepribadian, dan pandangan
tersebut yang membuat Jung memisah diri dari psikoanalisis Freud.
Carl Gustav Jung memiliki kepribadian sebagai wujud pernyataan
kejiwaan yang ditampilkan seseorang dalam kehidupannya. Namun, Jung tidak
berbicara tentang kepribadian melainkan Psyche. Adapun yang dimaksud dengan
psyche ialah totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang
tidak disadari. Jadi jiwa manusia terdiri dari dua alam, yaitu alam sadar
(kesadaran) dan alam tidak sadar (ketidaksadaran). Kedua alam ini tidak hanya
saling mengisi, tetapi berhubungan secara kompensatoris. Adapun fungsi dari
keduanya yaitu penyesuaian.
a. Alam sadar (kesadaran), yang berfungsi mengadakan penyesuaian terhadap
dunia luar.
b. Alam tak sadar (ketidaksadaran), yang berfungsi mengadakan penyesuaian
terhadap dunia dalam (Suryabrata, 2012:156-157).
Batas kedua alam itu tidak tetap, melainkan dapat berubah-ubah, artinya
luas daerah kesadaran atau ketidaksadaran itu dapat bertambah atau berkurang.
Dalam kenyataannya daerah kesadaran itu hanya merupakan sebagian kecil saja
daripada alam kejiwaan.
21
1. Struktur Kesadaran
Kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan
fungsi sikap jiwa. Masing-masing memiliki peranan penting dalam orientasi
manusia dalam dunianya.
a. Fungsi jiwa
Fungsi jiwa adalah suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara
teoritis tidak berubah dalam lingkungan berbeda-beda. Fungsi jiwa ada
empat macam. Rasional terbagi menjadi dua, yaitu pikiran dan perasaan,
dan yang irrasional terbagi dua, yaitu pendriaan dan intuisi. Fungsi yang
rasional bekerja dengan penilaian dan pikiran melihat segala sesuatu
menurut kriteria benar salah. Sedangkan perasaan melihat segala sesuatu
menurut kriteria menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Kedua fungsi yang irrasional didalam fungsinya tidak memberikan
penilaian, melainkan hanya semata-mata mendapat pengamatan. Pendriaan
mendapatkan pengamatan dengan melalui indra. Adapun intuisi mendapat
pengamatan secara tidak sadar melalui indra.
Lebih jelasnya lagi, fungsi-fungsi menurut Jung dapat digambarkan
pada label berikut ini.
Fungsi jiwa Sifatnya Cara bekerjanya
Pikiran
Perasaan
Pendriaan
Intuisi
Rasional
Rasional
Irrasional
Irrasional
Dengan penilaian ; benar-salah
Dengan penilaian ; senang-tidak senang
Tanpa penilaian ; sadar melalui indra
Tanpa penilaian ; tidak sadar-melalui naluri
22
Pada dasarnya setiap manusia memiliki keempat fungsi jiwa itu,
akan tetapi biasanya hanya salah satu fungsi yang berkembang (dominan).
Fungsi yang dominan itu merupakan fungsi superior, dan menentukan tipe
orangnya. Jadi berdasarkan atas dominasi fungsi jiwa itu menurut Jung ada
empat macam tipe manusia yaitu : tipe pemikir, tipe perasa, pendria, dan
tipe intuitif (Suryabrata, 2012:158-159).
b. Sikap jiwa
Sikap jiwa ialah arah daripada energi psikis umum atau libido,
yang menjelma dalam orientasi manusia terhadap dunianya. Arah aktivitas
psikis itu dapat ke luar atau ke dalam. Demikian juga arah orientasi manusia
dapat ke luar ataupun ke dalam dirinya.
Berdasarkan sikap jiwa atau reaksinya terhadap lingkungan, maka
kepribadian dapat dibagi menjadi berikut.
1. Kepribadian yang extravert (kepribadian terbuka), dipengaruhi oleh
dunia di luar dirinya. Orientasinya terutama tertuju keluar : pikiran,
perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh
lingkungan sosial maupun non sosial. Orang-orang seperti ini hatinya
terbuka, senang bergaul, ramah, mudah dimengerti perasaan orang lain.
Bahaya bagi tipe extravert ini adalah apabila ikatan kepada dunia luar
terlalu kuat, sehingga ia tenggelam di dalam dunia obyektif, kehilangan
dirinya atau asing terhadap dunia subyektifnya sendiri.
2. Kepribadian yang introvert (kepribadian tertutup), dipengaruhi oleh
dunia subyektif, yaitu dunia dalam dirinya sendiri. Orientasinya terutama
tertuju kedalam pikiran, perasaan, serta tindakan-tindakannya terutama
23
ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaiannya dengan dunia
luar kurang baik. Jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan
dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain. Penyesuaiannya
dengan hatinya sendiri baik. Bahaya bagi tipe ini adalah kalu jarak
dengan dunia obyektif terlalu jauh, sehinnga orang lepas dari dunia
obyektifnya.
Pengertian lain untuk membahas masalah kesadaran, yaitu persona.
Persona menurut Jung adalah cara seseorang dengan sadar menampakkan
diri ke luar. Bagaimana dia menunjukkan dirinya kepada sesama manusia.
Sebagaimana terjelma dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatannya. Persona
ini benar-benar sesuai dengan keadaan pribadi yang sebenarnya, tetapi dapat
juga merupakan semacam topeng, dimana si pribadi ini menyembunyikan
kelemahan-kelemahannya (Suryabrata,2012:161-164).
2. Struktur ketidaksadaran
Ketidaksadaran mempunyai dua lingkaran, yaitu :
a. Ketidaksadaran Pribadi
Ketidaksadaran pribadi berisi kompleks (konstelasi) perasaan,
Pikiran, Persepsi, ingatan yang terdapat didalam ketidaksadaran Pribadi.
Kompleks memiliki inti yang bertindak seperti magnet menarik berbagai
pengalaman ke arahnya. Sebagai contoh, misalnya kompleks ibu. Intinya
sebagian berasal dari pengalaman ras dengan ibu dan sebagian lain berasal
dari pengalaman anak dengan ibunya. Ide, perasaan, dan ingatan yang
berhubungan dengan ibu ditarik ke inti tersebut dan membentuk suatu
kompleks ibu. Makin kuat tenaga yang ke luar dari inti makin banyak
24
pengalaman yang ditarik ke arahnya. Jadi kepribadian seseorang didominasi
ibunya dikatakan mempunyai komplek ibu yang kuat. Pikiran, perasaan, dan
perbuatannya dituntun oleh konsepsi ibu akan sangat bermakna bagi orang
tersebut, dan gambarannya tentang ibu akan menguasai pikirannya.
Suatu kompleks bisa bertindak sebagai kepribadian otonom yang
memiliki kehidupan jiwa dan sumber penggeraknya sendiri. Ia bisa
memegang kontrol atas kepribadian dan menggunakannya untuk tujuannya
sendiri. Kompleks itu bersifat tak sadar, tetapi masing-masing kaitan
tersebut dapat dan sering kali menjadi sadar.
b. Ketidaksadaran Kolektif
Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama
pertumbuhan jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis
manusia, melalui generasi terdahulu. Ini merupakanendapan cara-cara reaksi
kemanusiaan yang khas semenjak dahulu di dalam manusia menghadapi
situasi-situasi ketakutan, bahaya, perjuangan, kelahiran, kematian dan
sebagainya.
Pengetahuan mengenai ketidaksadaran diperoleh secara langsung
yaitu melalui manifestasi daripada isi-isi ketidaksadaran itu. Manifestasi
ketidaksadaran itu dapat berbentuk symtom dan kompleks, mimpi dan
archetypus.
1) Symtom dan kompleks
Symtom dan kompleks merupakan gejala-gejala yang masih
dapat disadari. Symtom adalah gejala dorongan dari jalannya energi
yang normal, yang dapat berbentuk symtom kejasmanian maupun
25
kejiwaan. Symtom adalah tanda bahaya, yang memberitahu bahwa ada
sesuatu dalam kesadaran yang kurang, dan karenanya perlu perluasan
ke alam tak sadar.
Kompleks-kompleks adalah bagian kejiwaan kepribadian yang
telah terpecah dan terlepas dari kontrol kesadaran dan mempunyai
kehidupan sendiri dalam kegelapan alam ketidaksadaran, yang selalu
dapat menghambat atau memajukan prestasi-prestasi kesadaran.
Menurut Jung kompleks itu banyak pengalaman traumatis (Suryabrata,
2012:167-168).
2) Mimpi, Fantasi, Khayalan
Mimpi sering timbul dari komplek dan merupakan “pesan
rahasia sang malam”. Mimpi mempunyai hukum sendiri. Di dalam
mimpi soal-soal sebab-akibat, ruang dan waktu tidak berlaku,
bahasanya bersifat lambang dan karenanya untuk memahami hal
tersebut perlu ditafsirkan. Kalau bagi Freud dan Adler mimpi itu
dianggap sebagai hasil yang patalogis, yaitu penjelmaan angan-angan
atau keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan. Maka bagi
Jung mimpi itu mempunyai sifat konstrukti, yaitu mengkompensasikan
keberatsebelahan dari konflik (Suryabrata,2012:168).
Carl Gustav Jung juga mengemukakan fungsi (phantasie) dan
khayalan (vision) sebagi bentuk manifestasi ketidaksadaran. Kedua hal
ini bersangkutan dengan mimpi.
3) Arkhetipe
26
Istilah Arkhetipe ini diambil Jung dari Agustinus merupakan
bentuk pendapat instinktif terhadap situasi tertentu, yang terjadi diluar
kesadaran. Lebih lanjut Jung menjelaskan bahwaarkhetipe merupakan
pusat serta medan tenaga dari ketidaksadaran yang dpat mengubah
sikap kehidupan sadar manusia (Suryabrata, 2012:168-169).
4. Teori Konflik
Konflik merupakan sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan
antara dua kekuatan yang seimbang dan menyiratkan adanya aksi dan aksi balasan
(Wellek & Warren, 1990:285). Konflik dapat terjadi bila ada tujuan yang ingin
dicapai sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Konflik terjadi akibat perbedaan
yang tidak dapat diatasi antara kebutuhan individu dengan kemampuannya yang
potensial. Konflik ini dapat diselesaikan melalui keputusan hati. Konflik secara
garis besar dibedakan menjadi dua yaitu konflik fisik (eksternal) dan konflik batin
(internal). Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh
dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin
dengan lingkungan manusia. Sedangkan konflik internal (batin atau kejiwaan)
adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh atau tokoh-tokoh dalam
cerita. Konflik batin merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya
sendiri, lebih merupakan permasalahan intern seorang manusia. Misalnya adanya
pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-
harapan, atau masalah-masalah lainnya (Nurgiyantoro, 2005:124). Konflik secara
spesifik dapat dibagi menjadi:
1. Approachapproach conflict, yaitu konflik-konflik psikis yang dialami oleh
individu karena individu tersebut mengalami dua atau lebih motif yang
27
positif dan sama kuat. Misalnya, seorang mahasiswa pergi kuliah atau
menemani temannya karena sudah janji.
2. Approach avoidance conflict, yaitu suatu konflik psikis yang dialami
individu karena dalam waktu yang bersamaan mengahadapi situasi yang
mengandung motif positif dan motif negatif yang sama kuat. Misalnya,
mahasiswa diangkat pegawai negeri (positif) di daerah terpencil (negatif).
3. Avoidance-avoidance conflict, yaitu konflik psikis yang dialami individu
karena menghadapi dua motif yang sama-sama negatif dan sama-sama
kuat. Seorang tahanan misalnya harus membuka rahasia komplotannya dan
apabila ia melakukannya akan mendapat ancaman dari komplotannya
(Effendi, 1993:73-75).
Konflik timbul dalam situasi dimana terdapat dua atau lebih kebutuhan,
harapan, keinginan dan tujuan yang saling bersesuaian, saling bersaing dan
menyebabkan tarik-menarik sehingga menimbulkan perasaan yang sangat tidak
enak namun harus mengambil keputusan (Davidoff, 1991:178).
F. Metode dan Teknik
1. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah kualitatif. Metode ini menerapkan analisis
pada proses penyimpulan deduktif, serta pada analisisnya terhadap dinamika
hubungan antara fenomena yang diamati. H.B Sutopo (2003:88) menyatakan
metode kualitatif yaitu kegiatan penelitian untuk memperoleh informasi kualitatif
dengan deskriptif yang lebih berharga dari sekunder angka, yang dimaksudkan
28
sebagai penelitian yang temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau
angka, tetapi pada prosedur non-matematis.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll, dengan cara deskriptif kualitatif dalam bentuk
kata-kata dan bahasa (Moleong, 2010:6)
Bentuk penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian sastra diharapkan
dapat memperoleh gambaran atau deskripsi mengenai kualitatif dari objek yang
akan dijadikan penelitian yaitu novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti
Bn.
2. Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan,
selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Moleong,
2010:157). Sumber data dan data terbagi menjadi primer dan sekunder, sebagai
berikut :
a. Sumber data
Menurut siswantoro (2004:140) sumber data primer merupakan sumber
data utama, sedangkan data sekunder merupakan sumber data kedua. Sumber data
primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn yang diterbitkan oleh Suryo Samudra pada Mei 2015
sebanyak 349 halaman. Sumber data sekunder diperoleh dari informan yaitu
Ardini Pangastutu Bn selaku pengarang novel Alun Samudra Rasa
29
b. Data
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer
dalam penelitian ini adalah isi teks novel Alun Samudra Rasa karya Ardini
Pangastuti Bn berdasarkan unsur-unsur struktural yang meliputi fakta-fakta cerita
(karakter, alur, latar), tema, dan sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya
dan tone, simbolisme, dan ironi), serta aspek-aspek psikologi sastra menurut Carl
Gustav Jung yang diklasifikasikan menjadi kesadaran dan ketidaksadaran. Data
sekunder atau data pendukung dalam penelitian ini berupa hasil wawancara
dengan Ardini Pangastuti Bn selaku pengarang novel Alun Samudra Rasa.
3. Metode dan Teknik Pengumpulan data
Berdasarkan data yang digunakan maka teknik pengumpulan yang
dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Teknik Content Analysis
Content Analysis atau kajian isi merupakan teknik yang digunakan
untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karakteristiksebuah
pesan, dan dilakukan secara obyektif dan sistematis (Moleong, 2010:163).
Teknik ini kerjanya berupa analisis isi yang terdapat dalam karya sastra.
Kumpulan-kumpulan data berupa teks isi yang didapatkan dengan cara
membaca, menyimak, mencatat, kemudian mengelompokkan ke dalam dua
kategori.
Kategori pertama didapatkan dengan cara mengungkapkan unsur-unsur
struktur cerita dalam novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn
dengan menggunakan teori struktural Robert Stanton, sehingga mendapatkan
data katagoris yang berupa: Fakta-fakta cerita (alur, karakter, latar), tema dan
30
sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone, simbolisme, ironi).
Kategori kedua adalah psikologi sastra dengan mengungkapkan isi karya sastra
terutama mengenai kepribadian sosok intan dengan menggunakan teori
kepribadian Carl Gustav Jung serta mengkaji konflik batin sosok intan dalam
menghadapi konflik rumah tangga pada novel Alun Samudra Rasa Ardini
Pangastuti Bn.
b. Teknik Wawancara
Teknik wawancara merupakan teknik yang dipakai untuk memperoleh
informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti.
Wawancara juga merupakan cara untuk memperoleh data dengan percakapan,
yaitu antara pewawancara dengan yang diwawancarai (Moleong, 2010:186).
Wawancara dilakukan kepada Ardini Pangastuti Bn selaku pengarang
novel Alun Samudra Rasayang tinggal di Perum Bangun Griya Sentosa H/4,
Sribitan, Kelurahan Bangun Jiwa, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Wawancara dilakukan secara terstruktur, artinya penulis menyiapkan pertanyaan
berupa daftar pertanyaan sehingga nantinya akan bisa meluas dan berkembang
dengan sendirinya namun tetap terarah dengan proses perekaman menggunakan
handycam atau HP. Teknik wawancara yang dilakukan penulis berupa:
1. Peneliti mengunjungi rumah pengarang pada tanggal 28 Mei 2016.
2. Penulis memberikan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh
penulis. pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan dibahas dalam penelitian ini.
3. Jawaban yang diberikan oleh pengarang dicatat oleh penulis.
4. Data yang didapat dipilah dan diolah sesuai dengan kebutuhan penelitian.
31
Peneliti menggunakan jenis wawancara ini bertujuan agar wawancara
dapat berkembang guna mencari jawaban terhadap hipotesis kerja.
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data ini untuk mendukung penelitian kualitatif, digunakan
teknik analisis data interaktif yaitu interaksi tiga komponen utama yang meliputi
reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasinya (Sutopo, 2003:
94). Analisis dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen pokok yaitu:
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data yang
„kasar‟ yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan (Andi,
2011:242). Dari data yang diperoleh maka dilakukan pemilihan data/reduksi
data yang sesuai. Data dirampingkan dengan memilih data yang dipandang
penting, menyederhanakan dan mengabstrasikannya. Reduksi data ada dua
proses, yaitu living in dan living out. Living in adalah memilih data yang
dipandang penting dan mempunyai potensi dalam rangka analisis data,
sedangkan living out yaitu membuang data atau menyingkirkan data,
sebaiknya jangan dibuang atau disingkirkan, tetapi dapat digunakan dalam
penelitian atau karangan lain (Sangidu, 2004:73).
b. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian data nantinya berupa teks deskriptif (Andi, 2011:242).
Tahapan ini dimulai dengan membaca dan mengelompokkan data
32
berdasarkan tahap reduksi data, kemudian disajikan dalam analisis struktural
yang membangun novel Alun Samudra Rasa berdasarkan teori Robert
Stanton, meliputi fakta-fakta cerita (karakter/penokohan, alur, latar), tema dan
sarana-sarana sastra (judul, sudur pandang, gaya dan tone, simbolisme dan
ironi),menemukan bentuk konflik batin yang dialami sosok Intan, serta
menyajikan kepribadian sosok Intan berdasarkan teori psikologi Carl Gustav
Jung dalam novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.
c. Verifikasi atau Penarikan Kesimpulan
Verifikasi atau penarikan kesimpulan merupakan pencarian arti
benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab akibat
dan proposisi. Verifikasi dan kesimpulan adalah mengecek kembali
(diverifikasi) pada catatan yang telah dibuat oleh peneliti dan selanjutnya
membuat kesimpulan sementara (Sangidu, 2004:178). Penarikan kesimpulan
tidak bisa sekali jadi, jadi besar kemungkinan terjadi pengulangan proses.
Misalnya dalam penelitian terhadap objek kajian novel yang berjudul Alun
Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn adalah menarik kesimpulan
tentang keterkaitan antarunsur. Menarik kesimpulan harus melihat data-data
struktur berupa tema, alur, penokohan, latar/setting dan sebagainya. Setelah
itu, baru menarik kesimpulan dengan mencari hubungan antar unsur tersebut
apabila hasil proses ini dirasa kurang memuaskan maka bisa dilakukan
pengecekan ulang untuk memantapkan atau sekedar menambah dan
mengurangi kesimpulan sementara.
33
Skema Interaktif Analisis Data (Sutopo, 2003:172)
G. Sistematika Penyajian
Sistematika penulisan didalam sebuah penelitian berfungsi untuk
memberikan gambaran mengenai langkah-langkah suatu penelitian. Adapun
sistematika dalam penulisan ini sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
pembatasan masalah, teori, sumber data dan data, metode dan teknik, sistematika
penulisan.
BAB II: PEMBAHASAN
Meliputi analisis unsur struktural yang membangun novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn yang terdiri dari fakta-fakta cerita (karakter, alur,
latar), tema, sarana-sarana sastra (judul, sudut pandang, gaya dan tone,
simbolisme dan ironi), mengungkapkan konflik batin yang dialami sosok Intan
serta mendeskripsikan kejiwaan sosok Intan dalam novel Alun Samudra Rasa
karya Ardini Pangastuti Bn dalam perspektif pendekatan psikologi sastra.
BAB III: PENUTUP
Meliputi kesimpulan dan saran.
Pengumpulan Data
Reduksi Data Penarikan
simpulan atau
verivikasi
Penyajian Data