bab i pendahuluan a. latar belakang masalah · 2020. 6. 29. · 1 bab i pendahuluan a. latar...

13
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian/ kontrak adalah suatu perbuatan hukum, guna untuk memperoleh hak dan kewajiban. Setiap perjanjian sebenarnya merupakan pencerminan maksud/ kepentingan dari para pihak untuk mewujudkan tujuan bersama. Oleh karena itu dapat ditemukan keanekaragaman maksud/ kepentingan para pihak yang dapat melatar belakangi suatu transaksi yang dirumuskan dalam bentuk perjanjian/kontrak. Kontrak atau perjanjian harus diakui sebagai tonggak dari kehidupan masyarakat modern, terutama ketika aktivitas ekonomi mengalami perkembangan yang luar biasa. 1 Istilah kontrak sendiri berasal dari bahasa Inggris yakni dari kata “contract”. Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak dikenal dengan istilah perjanjian yang merupakan terjemahan dari kata Overeenkomst dalam bahasa Belanda. 2 Tetapi penulis tidak akan membedakan antar istilah “kontrak” dan “perjanjian”, karena keduanya mempunyai makna yang sama. Pada dasarnya perjanjian adalah salah satu dari sumber hukum perikatan. 3 Perjanjian dalam pasal 1313 BW diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Didalam kontrak/ perjanjian dikenal dengan adanya berbagai asas, diantaranya adalah: 1. Asas Konsesualisme, yakni lahirnya perjanjian pada saat terjadinya kesepakatan. Pada dasarnya perjanjian berawal dari ketidak samaan 1 Dr. Tri Budiyono, SH,M.Hum , Genelogi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2012, hal. 17 2 Christiana Tri Budhayati, SH,M.Hum , Dinamika Hukum Kontrak Di Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2012, hal. 41 3 Dr. Muhammad Syaifudin, SH., M.Hum , Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung 2006, hal.17

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Perjanjian/ kontrak adalah suatu perbuatan hukum, guna untuk memperoleh hak

    dan kewajiban. Setiap perjanjian sebenarnya merupakan pencerminan maksud/

    kepentingan dari para pihak untuk mewujudkan tujuan bersama. Oleh karena itu

    dapat ditemukan keanekaragaman maksud/ kepentingan para pihak yang dapat

    melatar belakangi suatu transaksi yang dirumuskan dalam bentuk

    perjanjian/kontrak. Kontrak atau perjanjian harus diakui sebagai tonggak dari

    kehidupan masyarakat modern, terutama ketika aktivitas ekonomi mengalami

    perkembangan yang luar biasa.1 Istilah kontrak sendiri berasal dari bahasa Inggris

    yakni dari kata “contract”. Dalam bahasa Indonesia istilah kontrak dikenal dengan

    istilah perjanjian yang merupakan terjemahan dari kata Overeenkomst dalam bahasa

    Belanda.2 Tetapi penulis tidak akan membedakan antar istilah “kontrak” dan

    “perjanjian”, karena keduanya mempunyai makna yang sama. Pada dasarnya

    perjanjian adalah salah satu dari sumber hukum perikatan.3 Perjanjian dalam pasal

    1313 BW diartikan sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

    mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Didalam kontrak/ perjanjian

    dikenal dengan adanya berbagai asas, diantaranya adalah:

    1. Asas Konsesualisme, yakni lahirnya perjanjian pada saat terjadinya

    kesepakatan. Pada dasarnya perjanjian berawal dari ketidak samaan

    1 Dr. Tri Budiyono, SH,M.Hum , Genelogi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2012, hal. 17 2 Christiana Tri Budhayati, SH,M.Hum , Dinamika Hukum Kontrak Di Indonesia, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga 2012, hal. 41 3 Dr. Muhammad Syaifudin, SH., M.Hum , Hukum Kontrak, Mandar Maju, Bandung 2006, hal.17

  • 2

    kepentingan antara para pihak. Hal seperti ini biasanya di awali dengan

    negosiasi di antara pihaknya dan dari negosiasi inilah timbul kata sepakat.4

    2. Asas Mengikatnya Kontrak/Perjanjian (Pacta Sunt Servanda), setiap orang

    yang membuat perjanjian, dia terikat untuk memenuhi perjanjian tersebut

    karena perjanjian tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan

    janji tersebut mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-

    undang. Hal ini dapat dilihat pada pasal 1338 ayat (1) yang menentukan

    bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-

    undang.

    Itu artinya daya mengikat perjanjian itu baru bisa dipersamakan dengan

    undang-undang jika memenuhi syarat sahnya perjanjian yang tertuang

    dalam pasal 1320 BW bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat

    syarat, yaitu:

    a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

    b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

    c. Suatu hal tertentu

    d. Suatu sebab yang halal

    3. Asas Itikad Baik, ketentuan itikad baik ini diatur dalam pasal 1338 ayat (3)

    bahwa perjanjian harus didasarkan pada itikad baik. Para pihak tidak dapat

    mengundurkan diri atas kehendaknya sendiri,kecuali jika ini di persetujui

    dengan lawan janjinya atau karena alasan yang dinyatakan oleh undang-

    undang cukup untuk itu

    4 Dr. Agus Yudha Hernoko, SH., MH, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Prenadamedia Group, Jakarta 2010, hal.1

  • 3

    4. Asas Kebebasan berkontrak (freedom of contract) artinya setiap orang bebas

    melakukan kontrak/perjanjian dengan siapapun selama memenuhi syarat

    sahnya perjanjian dan tidak melanggar hukum, kesusilaan dan ketertiban

    umum. Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang penting

    dalam perjanjian5 ia memberikan jaminan kebebasan kepada seseorang

    untuk bebas dalam beberapa hal misalnya : seseorang dapat bebas

    menentukan dirinya akan melakukan perjanjian atau tidak, seseorang dapat

    bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian, dan

    kebebasan lainya yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

    undangan. Kebebasan berkontrak didasarkan pada asumsi bahwa semua

    pihak dalam perjanjian memiliki posisi tawar (bargaining position) yang

    seimbang, tetapi dalam kenyataanya para pihak tidak selalu memiliki posisi

    tawar yang seimbang.6

    Karena mengingat tingginya frekuensi kontrak yang ada di Indonesia, dengan

    alasan kepraktisan dan mampu menghemat biaya serta waktu, makan perjanjian

    baku banyak digunakan hampir di semua usaha bisnis. Isi-isi dari perjanjian baku

    bisanya telah dibuat sebelumnya oleh pelaku usaha yang sering melakukan

    perjanjian oleh banyak pihak (secara masal) misalnya:7

    1. Perjanjian (polis) asuransi

    2. Perjanjian di bidang perbankan

    3. Perjanjin sewa guna usaha

    5Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Grafindo Persada, Jakarta 2005, hal. 4 6 Ridwan Khairandy,itikad baik dalam kebebasan berkontrak, FH UI: Pascasarjana, Jakarta 2003,hal. 1-2 7 Munir Fuady, Hukum Kontrak (Buku Kedua) Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hal. 77

  • 4

    4. Perjanjian jual beli rumah atau apartemen

    5. Perjanjian sewa-menyewa gedung perkantoran

    6. Perjanjian pembuatan credit card

    7. Perjanjian pengiriman barang (darat, laut dan udara)

    Pada praktiknya, asas kebebasan berkontrak dipergunakan sebagai dasar dalam

    pemanfaatan perjanjian baku yang mengatur transaksi konsumen dengan pelaku

    usaha. Keseluruhan isi perjanjian baku yang telah dibuat secara sepihak berupa

    pasal-pasal yang dinamakan klausula baku (standardized clause).8 Misalnya di

    dalam contoh perjanjian kredit bank “MANDIRI” terdapat kalusula baku salah

    satunya yang berbunyi “Bank dapat mengakhiri jangka waktu Kredit sebelum

    berakhirnya jangka waktu sesuai dalam perjanjian ini dan menyatakan seluruh

    jumlah utang menjadi jatuh tempo dan debitur wajib membayar seluruh hutangnya

    secara seketika dan sekaligus lunas apabila debitur diberhentikan/ PHK atau

    mengundurkan diri dari perusahaan/ instansi dimana debitur bekerja” 9 hal seperti

    ini dianggap merugikan salah satu pihaknya.

    Perjanjian baku seperti ini dianggap bertentangan dengan asas kebebasan

    berkontrak karena terjadi bukan karena proses negosiasi yang seimbang di antara

    para pihak, tetapi perjanjian itu terjadi dengan cara pihak yang satu (bank) telah

    menyiapkan syarat-syarat baku (perjanjian baku) pada suatu formulir perjanjian

    yang sudah dicetak dan disodorkan kepada pihak lain (nasabah) untuk disetujui

    dengan hampir tidak memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak yang lain

    untuk melakukan negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Dalam penggunaan

    8 Ida Susanti & Bayu Seto Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam Melaksanakan Perdagangan Bebas, Citra Aditya Bakti 2003, hal.118. 9 Perjanjian Kredit Mikro Bank Mandiri

  • 5

    perjanjian baku kebebasan untuk melakukan perjanjian dan pemberian kesempatan

    terhadap perjanjian tersebut dirasa tidak sebebas perjanjian yang dilakukan secara

    langsung yang melibatakan para pihaknya.10 Sebab jika perjanjian dilakukan secara

    langsung maka kepentingan kedua belah pihak akan lebih seimbang dan tidak ada

    ketimpangan posisi diantara para pihak yang berjanji antara hak dan kewajibanya.

    Pihak yang lemah (nasabah) hanya diperkenankan untuk membaca syarat-syarat

    yang diajukan pihak yang kedudukannya kuat (bank), dan apabila ia menyetujui

    persyaratan tersebut maka pihak yang lemah dipersilahkan untuk

    menandatanganinya (take it), namun sebaliknya apabila ia tidak menyetujui

    persyaratan yang diajukan, maka perjanjian tidak dapat dilanjutkan (leave it). Itulah

    sebabnya perjanjian baku ini kemudian dikenal dengan penyebutan “take it or leave

    it contract.”11Adanya unsur pilihan ini oleh salah satu pihak, dikatakan perjanjian

    baku tidaklah melanggar asas kebebasan berkontrak dengan masih diberikannya

    hak kepada pihak yang lemah untuk menyetujui (take it) atau menolak perjanjian

    yang diajukan kepadanya (leave it). Tetapi pada kenyataanya pihak lemah

    (nasabah) mau tidak mau menyetujuinya, karena mengingat daya tarik dari salah

    satu pihak sangat kuat dan ia sangat membutuhkan apa yang ditawarkan oleh pelaku

    usaha.

    Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK07/2013 dan Surat Edaran

    Otoritas Jasa Keuangan Nomor 13/SEOJK07/2014 yang pada intinya menyebutkan

    bahwa “Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) merancang, merumuskan,

    menetapkan dan menawarkan perjanjian baku, PUJK wajib mendasarkan kepada

    10 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Op.Cit, hal.19 11Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta 2006, hal.120

  • 6

    keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan

    konsumen (debitur).”12 Keseimbangan13 dalam membuat perjanjian, misalnya

    dalam hal konsumen telah memberikan informasi dan dokumen yang jujur dan tidak

    menyesatkan, pelaku usaha jasa keuangan wajib menyimpan dan menggunakan

    informasi dan dokumen tersebut semata-mata untuk kepentingan konsumenya.

    Keadilan, dalam membuat perjanjian, misalnya dalam hal konsumen telah sepakat

    untuk membayar produk dan/atau layanan dari pelaku usaha jasa keuangan, pelaku

    usaha jasa keuangan juga harus memberikan produk dan/atau layanan dimaksud

    sesuai dengan perjanjian. Kewajaran, dalam membuat perjanjian, misalnya

    penetapan harga atau biaya yang dikenakan atas produk dan/atau layanan harus

    sesuai dengan biaya yang dikeluarkan.

    Terjadinya ketidak seimbangan kedudukan juga dapat memicu gangguan

    terhadap isi kontrak. Sebenarnya tujuan dari asas keseimbangan ialah hasil akhir

    yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan

    kewajibanya. Salah satu perlindunagn hukum kepada debitur, sekaligus

    menyeimbangkan posisi para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-

    Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut

    mengatur pencantuman klausula baku yang harus diperhatikan oleh kreditur, agar

    sebisa mungkin perjanjian tersebut tidak merugikan salah satu pihak,14 bahkan di

    dalam pasal ini memberikan sanksi kebatalan terhadap perjanjian yang

    bersangkutan, sebagai berikut :

    12 Jurnal Hukum Samudera Keadilan vol.ll no.2 thn.2016 13 Penjelasan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan no 1/POJK07/2013 14 Dr. RH. Wiwoho, Keadilan Berkontrak, Penaku, Jakarta 2017, hal.87

  • 7

    (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk

    diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

    setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:

    a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;

    b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

    barang yang dibeli konsumen;

    c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali

    uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh

    konsumen;

    d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik

    secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala

    tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh

    konsumen secara angsuran;

    e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau

    pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;

    f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau

    mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjdi obyek jual beli jasa;

    g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan

    baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat

    sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa

    yang dibelinya;

    h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha

    untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan

    terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

  • 8

    (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau

    bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang

    pengungkapannya sulit dimengerti.

    (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen

    atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat

    (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.

    (4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan

    Undang-undang ini.

    Sebaliknya jika terdapat posisi yang seimbang antara para pihak maka akan

    tercipta keadilan bagi para pihak dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

    Keadilan dimaksudkan untuk partisipasi rakyat dapat terwujud secara maksimal dan

    memberikan kesempatan kepada pihak-pihak untuk mendapat haknya dan

    melakukan kewajibanya secara adil. Keseimbangan dan keadilan hanya akan

    terwujud manakala kedudukan para pihak yang melakukan perjanjian sama

    kuatnya.

    Sebelumnya, sebagai perbandingan penulis juga melihat pada penelitian yang

    sedang dilakukan oleh Nandhika Nikasari mahasiswi Universitas Kristen

    Satyawacana yang berjudul “Asas Keseimbangan dalam Kartu Parkir” yang melihat

    dari sisi perlindungan konsumen dan melihat pada suatu putusan perkara nomor

    2157 K/Pdt/2010 antara Ramadhan M dan Ariyani melawan PT. Cipta Sumina

    Indah Satresna. Yang pada intinya pertimbangan hakim tersebut dalam kasus di atas

    tidak mengindahkan azas keseimbangan, dan selanjutnya penulis akan mengkaji

    pada objek perjanjian baku dan khususanya kepada kredit perbankan melihat dari

  • 9

    sisi keseimbang dan keadil antara para pihaknya dengan di dukung pendapat

    beberapa ahli di bidangnya.

    Penulisan penelitian ini akah membahas, tentang pergeseran perjanjian menjadi

    perjanjian yang baku dan kemudian didalam dunia kredit perbankan yang

    menggunakan perjanjian baku, kurang mencerminkan adanya keseimbangan dan

    keadilan antara para pihaknya, maka diharapkan dengan adanya ketimpangan posisi

    ini timbul suatu solusi yang dapat melindungi para pihak, dan adanya campur

    tangan seperti pengawasan oleh pemerintah. Serta menjadi pola berfikir bagi pelaku

    usaha yang menggunakan perjanjian baku agar mengindahkan suatu asas

    keseimbngan guna menciptakan keadilan bagi para pihak agar kepercayaan

    masyarakat dapat terus terjaga. Atas dasar latar belakang pemikiran tersebut,

    penulis melakukan penelitian dalam rangka menyusun skripsi dengan judul :

    “KESEIMBANGAN DAN KEADILAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN

    KEADILAN DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK MANDIRI”

    B. Rumusan Masalah :

    Berdasarkan yang telah di uraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan

    yang menjadi pokok penulisan adalah:

    1. Bagaimana pergeseran latarbelakang munculnya perjanjian ke perjanjian

    baku?

    2. Bagaimana keseimbangan dan keadilan pihak dalam perjanian kredit mikro

    bank MANDIRI?

    C. Tujuan Penelitian :

    Berdasarkan yang telah diuraian diatas tujuan yang ingin dicapai dalam

    penulisan penelitian ini yaitu :

  • 10

    1. Mengetahui latarbelakang munculnya perjanjian baku.

    2. Mengetahui keseimbangan dan keadilan para pihak dalam perjanjian kredit

    bank MANDIRI.

    D. Manfaat Penelitian :

    Manfaat dari penelitian ini adanya perjanjian baku yang dilakukan pada

    kegiatan kredit terhadap asas keseimbangan dan asas keadilan ini diharapkan

    dapat menjadi manfaat secara praktis dan teoritis.

    1. Manfaat teoritis :

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis,

    sekurang-kurangnya dapat berguna sebagai sumbangan pemikiran bagi

    pengembangan pengetahuan tentang ilmu hukum khususnya

    perjanjian/kontrak.

    2. Manfaat praktis :

    1) Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan informasi terhadap

    perjanjian khususnya perjanjian kredit yang menggunakan perjanjian

    baku.

    2) Bagi bandan usaha, dapat menjadi pertimbangan berfikir dalam

    permasalahan yang akan timbul dalam pencantuman klausula baku.

    E. Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan langkah-langkah metode penelitian sebagai

    berikut:

    1. Jenis Penelitian

    Sebagai konsekuensi pemilihan topik permasalahan yang akan dikaji dalam

    penelitian yang objeknya mempermasalahkan hukum, maka tipe penelitian

  • 11

    yang digunakan adalah yuridis normatif15, artinya penelitian ini difokuskan

    untuk menganalisis substansi dari suatu perjanjian baku atas dasar isu

    hukum dalam asas-asas hukum yang ada.

    2. Pendekatan Masalah

    Dalam penelitian ini digunakan pendekatan konseptual (conceptual

    approach) dan Pendekatan Historis (Historical Approach). Pendekatan

    konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang

    berkembang dalam ilmu hukum. Ini menjadi sandaran dalam membangun

    argumentasi hukum dan menyelesaikan isu yang dihadapi.16 Sedangkan

    Pendekatan historis dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang

    dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenai isu hukum yang

    dihadapi. Telaah demikian diperlukan oleh peneliti untuk mengungkap

    filosofi dan pola pikir yang melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari.

    3. Bahan Hukum

    Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat mengikat

    karana memiliki otoritas hukum

    1) Perjanjian Kredit Mikro Bank MANDIRI

    2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Buku ke-3)

    3) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 jo Undang-Undang Nomor 10

    tahun 1998 tentang Perbankan

    4) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

    5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1 Tahun 2013

    15Prof.Dr. Mahmud Marzuki, S.H., M.H., LLM, Penelitian Hukum, edisi revisi Prenadamedia Grup, 2005 hal. 47. 16 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta 2015, hal.43

  • 12

    a. Analisis

    Sebagai landasan alur berfikir, maka penulis membuat bagan sebagai

    alur bekerja untuk melakukan analisis penelitian skripsi yang berjudul

    “Keseimbangan dan Keadilan para pihak dalam perjanjian Kredit Bank

    Mandiri”

    Asas-asas dalam

    kontrak/perjanjian

    Salah satu jenis perjanjian

    Feedback

    Kontrak atau Perjanjian

    5. Asas

    Konsesualisme

    6. Asas mengikatnya

    Kontrak (Pacta

    Sunt Servanda)

    7. Asas Itikad Baik

    8. Asas Kebebasan

    Berkontrak

    (freedom of Perjanjian Baku

    Masalah yang timbul dalam

    perjanjian baku

    3. Terjadi ketidak

    seimbangan dan ketidak

    adilan antara para pihak

    4. Dapat menjadi ekploitasi

    pihak yang kuat ke pihak

    yang lemah

    Teori tentang

    keseimbangan

    dan keadilan di

    dukung dengan

    pendapat

    beberapa ahli

    Timbul ketidak seimbangan dan

    ketidak adilan para pihak.

    Menganalisis salah satu jenis

    perjanjian yaitu perjanjian baku

    dalam kredit perbankan dengan

    mendasarkan kepada asas

    kebebasan berkontrak.

  • 13

    4. Unit Amatan dan Unit Analisis

    a. Unit Amatan

    Unit Amatan adalah perjnjian yang bergeser menjadi perjanjian

    baku dan karakteristik perjanjian baku terkait dengan keseimbangan

    dan keadilan kedudukan para pihak dalam perjanjian tersebut.

    b. Unit Analisis

    Unit Analisisnya adalah menyeimbangkan kepentingan, hak-hak

    dan kewajiban-kewajiban antar pihak sesuai dengan pengaturan

    undang-undang yang berlaku.