bab i pendahuluan a. latar belakang...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Perkembangan teknologi saat ini menandai bahwa globalisasi di
Indonesia sudah menjadi bagian dari kehidupan.Globalisasi dan
perkembangan teknologi saat ini seperti hal tidak mudah dipisahkan,
menjadi satu hal yang selalu berdampingan.Perkembangan teknologi saat
ini sudah menjadi bagian dari kehidupan.Perkembangan teknologi saat ini
tidak hanya ditandai dengan berkembang pesatnya teknologi industri,
kecanggihan dan kemajuan internet (dunia maya) saat ini ikut serta dalam
perkembangan teknologi.Internet tidak hanya merupakan salah satu
sumber informasi tapi juga merupakan salah satu sarana komunikasi.Saat
ini internet sudah bukan barang mewah dan langka seperti dulu, kini
internet bahkan menjadi salah satu hal penting bagi kehidupan sehari-hari
manusia, setelah adanya telepon, televisi, komputer, dan teknologi internet
yang mulai dikenal semua orang. Mereka dapat dengan mudah melakukan
mobilitas secara semu. Seiring dengan berkembangnya teknologi, maka
masyarakat juga mendapatkan fungsi baik laten mupun manifest dari
pemanfaatan teknologi tersebut,dimana berbagai informasi bisa didapatkan
dengan mudah bahkan seiring dengan perkembangannya internet sudah
2
menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi sekalangan masyarakat
khususnya diperkotaan. Pada tulisannya Ahmad menjelaskan mengenai
“Analisa Beberapa Contoh Kasus CyberCrime di Indonesia” program
Magisternya mengatakan, dunia internet merupakan sebuah tempat dimana
kita “hidup” secara maya (virtual digital). Di dunia ini kita dapat
melakukan beberapa kegiatan yang mirip dengan kegiatan di dunia nyata
(real space).Kita dapat melakukan perniagaan (commerce) atau sekedar
untuk sosialisasi kongkow-kongkow.
Perkembangan internet ini juga dimanfaatkan oleh beberapa orang-
orang yang tidak bertanggung jawab seperti maraknya penipuan yang
dilakukan di berbagai media social atau media online lainnya, berbagai
bentuk kejahatan dan bentuk kriminalitas lainnya yang muncul. Seperti
penipuan berkedok onlineshop, pemberitaan yang tidak benar, kabar
burung atau yang sering kita dengar dengan Hoax,akun yang khusus dibuat
oleh oknum untuk menjelek-jelekkan seseorang yang biasanya sering kita
dapati merupakan publik figure, seperti selebriti atau bahkan politisi,
hacker atau pengentas situs dan yang akan menjadi fokus dalam penulisan
ini adalah cyberbullying.Sebelum membahas istilah cyberbullying disini
akan sedikit menjelaskan terlebih dahulu kekerasan dalam bentuk
nyatanya, bullying (English) jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
berarti intimidasi, pelecehan, ancaman yang dilangsungkan baik secara
verbal maupun fisik. Bullying dapat didefinisikan sebagai aktivitas
berulang (the activity of repeated), perilaku agresif (aggressive behavior)
dimaksudkan untuk menyakiti (to hurt ) orang lain, secara fisik maupun
3
mental (physically or mentally). Bullying juga ditandai dengan perilaku
individu dengan cara tertentu untuk menguasai orang lain (gain power
over another person) (Besag, V. E. (1989) Bullies and Victims in Schools.
Milton Keynes, England: Open University Press).
Bullying menggunakan kekerasan (force) atau paksaan (coercion)
untuk menyalahgunakan (abuse) atau mengintimidasi (intimidate) orang
lain. Hal ini dapat mencakup pelecehan verbal (verbal harassment)
atau ancaman (threat),serangan fisik atau paksaan (physical assault or
coercion) dan dapat diarahkan berulangkali (repeatedly towards) kepada
korban tertentu, mungkin atas dasar ras, agama, gender, seksualitas,
atau kemampuan (ability).Jika bullying dilakukan oleh sebuah kelompok,
itu disebut mobbing.Korban bullying kadang-kadang disebut sebagai
“target“. (Clemson University: About Dan Olweus). Disini peneliti
menambahkan bahwa kekuasaan juga menjadi slaah satu faktor terjadinya
bullying. Pada buku Ida Bagus Wirawan, Davis (1988:86-91) mengatakan
ada lima karakteristik utama dari kekuasaan menurut pandangan
strukturasionis, salah satunya merupakan hal yang bisa menjadi faktor
pendorong bullying. Yaitu, kekuasaan adalah hal penting atau pokok
dalam diri manusia (power as intrinsic to human agency). Kekuasaan
adalah kemampuan aktor untuk mempengaruhi dan mengintervensi
serangkaian peristiwa, sehingga ia dapat mengubah jalannya peristiwa
tersebut. (Ida Bagus Wirawan : 306) biasanya pelaku menganggap dirinya
memiliki kelebihan yang tidak dimiliki korban, misalnya, dia memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi,memprovokasi,memimpin orang lain
4
untuk mengumpulkan kekuatan utnuk mengintimidasi atau bahkan
melakukan tindak kekrasan kepada korban, atau dia merasa memiliki
tingkat ekonomi dan sosial yang lebih tinggi daripada si korban.
CyberBullying kemudian bisa diartikan sebagai pelecehan dan
penghinaan yang dilakukan pelaku (bully) kepada korban dunia maya
(internet).Ketika bullying dilakukan secara online maka kita tambahkan
“cyber” didepan kata bullying. Medianya bisa berupa sms, e-mail, status
facebook, twitter, chat room dan sebagianya yang kini ada dan banyak
berkembang di media online, baik yang melalui komputer ataupun ponsel,
dan Cyber Bullying berlaku ketika pelaku menyerang secara eksplisit pada
si korban. Misalnya, pelaku dengan sengaja dan sadar memosting di
facebook atau mention ke twitter lawan untuk mencomooh,menyebarkan
berita tidak benar (hoax) atau mengintimidasi.Lebih sering cyberbullying
yang disebut bulliest ini kita dapati di forum-forum bebas dan di jejaring
sosial seperti facebook dan twitter. Media chat box dan group facebook
juga menjadi lahan basah bagi pelaku cyberbullying.Biasanya awalnya
percakapan memang berdiskusi baik-baik namun pada akhirnya biasanya
juga berakhir dengan percekcokan.Bisa pula langsung murka dan memaki-
maki karena tidak setuju dengan tema diskusi atau teks bacaannya, atau
memberikan komentar yang buruk tanpa alasan yang jelas. Bentuk
cyberbullying lainnya juga sering kita dapati dalam bentuk berita tidak
benar atau Hoax, postingan rumor atau gossip tentang seseorang (target),
atau dengan cara lain seperti membeberkan keburukan dan identitas asli si
target untuk kemudian dipermalukan. Kegiatan kekerasan ini hanya
5
dibedakan melalui media yang dipakai, jadi ketika kita akan
mengindetifikasikan seseorang sebagai pelaku Cyberbullying, kita tidak
terlepas pada definisi Bullying yang sudah dibahas secara singkat
sebelumnya, yang kemudian perlu dilihat adalah niat, tujuan yang
dilakukan secara berulang dan menyebabkan kerugian pada orang lain.
Cyberbullying merupakan salah satu jenis bullying.Intimidasi
dalam dunia cyber meliputi bentuk agresi dalam hubungan dan segala
bentuk-bentuk ancaman elektronik, dan ini terjadi di mana-mana (Parsons,
2005).Istilah cyberbullying dikenalkan oleh Bill Belsey dari Kanada, dan
istilah ini berkembang begitu cepat.Cyberbullying memiliki definisi yang
beda-beda. Berikut adalah definisi cyberbullying menurut para ahli:
1. Cyberbullying is the use of technology to intimidate, victimize, or
bully anindividual or group , cyberbullying adalah penggunaan
teknologi untuk mengintimidasi, menjadikan korban, atau
mengganggu individu atau sekelompok orang (Bhat, 2008)
2. Cyberbullying is an individual or a group willfully using
information and communication involving electronic technologies
to facilitate deliberate and repeated harassment or threat to
another individual or group by sending or posting cruel text and/or
graphics using technological means” (Mason, 2008, p. 323).
Definisi Bullying sendiri menurut Dan Olweus pada tahun 1993
telah mendefinisikan bullying yang mengandung tiga unsur dasar
mendasar perilaku bullying, yaitu :
1. Bersifat menyerang (agresif) dan negatif.
6
2. Dilakukan secara berulang kali.
3. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat.
Dibeberapa artikel mengenai cyberbullying pada umumnya korban
mengalami masalah kesehatan secara fisik dan mental.Gejala fisik seperti
hilangnya selera makan, sulit tidur/gangguan tidur, masalah pencernaan
dan sebagainya.Gejala psikologis yang kemudian muncul seperti depresi,
gelisah, kelelahan, murung, gampang marah, penyendiri, dan banyak
diantara kasus cyberbullying yang mencoba untuk melakukan tindakan
bunuh diri. Selain dibeberapa artikel lainnya banyak dari korban tidak
banyak melakukan perlawanan atau bertindak tegas, karena adanya rasa
ketidak berdayaan untuk melawan, dan orang – orang disekitarnya enggan
untuk bertindak lebih lanjut karena ada rasa khawatir akan ikut menjadi
korban cyberbullying. Cyberbullying lebih mudah dilakukan daripada
kekerasan konvensional karena si pelaku tidak perlu berhadapan muka
dengan orang lain yang menjadi targetnya. Mereka bisa mengatakan hal-
hal yang buruk dan dengan mudah mengintimidasi korbannya karena
mereka berada di belakang layar komputer atau menatap layar telepon
seluler tanpa harus melihat akibat yang ditimbulkan pada diri korban.
Peristiwa cyberbullying juga terkadang sulit untuk
diidentifikasikan orang lain, seperti orang tua atau guru karena tidak jarang
anak-anak remaja ini juga mempunyai kode-kode berupa singkatan kata
atau emoticon internet yang tidak dapat dimengerti selain oleh mereka
sendiri. Harus diwaspadai bahwa kasus cyberbullying ini seperti gunung
es.Korban sendiri lebih sering malas mengaku. Ini karena bila mereka
7
mengaku biasanya akses mereka akan internet (maupun HP) akan dibatasi.
Korban juga terkadang malas mengaku karena sulitnya mencari pelaku
cyberbullying atau membuktikan bahwa si pelaku benar-benar bersalah.Ini
menyebabkan munculnya kondisi gunung es tadi. Tujuannya adalah untuk
mengganggu, mengancam, mempermalukan, menghina, mengucilkan
secara sosial, atau merusak reputasi orang lain.
Komisi Nasional Perlindungan Anak memberi definisi/pengertian
terhadap bullying adalah : kekerasan fisik dan psikologis berjangka
panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang
tidak mampu mempertahankan diri dalam situasi dimana ada hasrat untuk
melukai atau manakuti orang atau membuat orang tertekan, trauma /
depresi dan tidak berdaya. Biasanya bullying ini terjadi karena adanya rasa
superioritas seseorang atau sekelompok orang terhadap individu yang
dirasa lebih lemah dari mereka. Seperti senior terhadap junior di lembaga
pendidikan, sekolah contohnya, bullying bisa berupa fisik seperti
memukul, menampar, memalak atau meminta paksa yang bukan miliknya,
pengeroyokan menjadi eksekutor perintah senior, verbal seperti memaki,
mengejek, menggosip, membodohi dan mengkerdilkan dan psikologis
seperti mengintimdasi, mengecilkan, mengabaikan, mendiskriminasikan
(www.kpai.go.id). Motivasi pelakunya juga beragam. Banyak diberbagai
kasus cyberbullying menimpa banyak remaja, dibeberapa akun sosial
media yang sering dilihat oleh peneliti biasanya korban atau sasaran
cyberbullying ini adalah seseorang yang terbilang terkenal,dengan
banyaknya follower atau friends, dan si korban atau orang yang menjadi
8
sasaran cyberbullying merupakan seseorang yang dianggap memiliki apa
yang tidak dimiliki si pelaku entah itu dalam hal prestasi, benda-benda
mewah dan canggih yang dimiliki korban dan tidak dimiliki pelaku dan
lainnya yang kemudian membuat si pelaku iri dan merasa tidak senang.
Dikutip dari kidshealth.org, kadang-kadang cyberbullying mudah untuk
dilihat.Misalnya saat anak menunjukkan pesan teks, tweet, atau respons
terhadap update status di Facebook yang keras atau kejam, patut
diwaspadai adanya cyberbullying. (detik health.com)
Pelaku juga menganggap dengan melakukan cyberbullying didunia
maya tidak perlu mengalami kesulitan dan mengeluarkan tenaga yang begitu
banyak, berbeda dengan bullying cyberbullying dianggap lebih praktis,
mudah, bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Selama koneksi internet
dan kecanggihan teknologi dan niat si pelaku cyberbullyingakan terus
terjadi. Mutia mawardah pada tesisnya menjelaskan beberapa pengertian
cyberbullying, cyberbullying adalah bentuk bullying yang terjadi ketika
seseorang atau beberapa siswa menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi seperti email, ponsel, pesan teks, pesan singkat,website pribadi
situs jejaring (facebook,twitter,tumbrl, dll), dan game online, untuk
digunakan secara sengaja, berulang-ulang dan perilaku yang tidak ramah
yang dimaksudkan untuk merugikan orang lain (Besley,2007;Lines,2007).
Cyberbullying adalah salah satu bentuk baru dari bullying, lebih dikenal
dekat dengan bagaimana pelecehan secara online atau bullying secara internet.
Penganiyaan korban merek lakukan didunia maya dengan berbagai bentuk
teknologi seperti email,pesan singkat, dan website. Pesan teks melalui telepon
9
seluler dan kamera ponsel juga telah menjadi media baru untuk melakukan
bullying (Campbell,2005;Paulson;2006;Peterson,2006).
Cyberbullying adalah istilah untuk bullying internet yang diciptakan oleh
seorang pendidik kanada bernama Bill Besley. Adapun definisinya adalah suatu
tindakan yang dilakukan anak atau remaja dan dibantu dengan teknologi
informasi (misalnya email,ponsel,dan pesan teks, pesan singkat,website dan
jejaring sosial) untuk tujuan secara sengaja menghina, menyiksa, mengancam,
atau melecehkan individu (Besley,2011). Hal ini menjadi semakin sering terjadi
dan merupakan salah satu cara untuk menyakiti seseorang (National Children‟s
Home Study,2006;Finkelhor;Mitchell & Wolak,2006).
Dari uraian yang dijelaskan Mutia Mawardah dalam tesisnya mengenai
“Hubungan antara Kelompok Teman Sebaya dan Regulasi Emosi dengan
Kecenderungan Menjadi Pelaku Cyberbullying pada Remaja Menjelaskan
Bahwa Cyberbullying” menyimpulkan pengertian cyberbullying adalah perilaku
seseorang yang dilakukan secara terus-menerus dengan memanfaatkan
kekuasaan yang dimiliki untuk menggangu orang lain dan mengintimidasi orang
lain, dengan menggunakan media eletronik baik melalui email,website, jejaring
sosial,game online,chat room dan telepon selular.
Ada beberapa jenis situs pertemanan yang dipilih peneliti untuk dijadikan
media menghubungi responden, dintaranya adalah, Facebook, Twitter, Instagram
dan Path, peneliti kemudian memilih facebook untuk berkomunikasi dengan
responden ini karena dianggap paling banyak dimiliki oleh orang Indonesia dan
memiliki berbagai macam fitur yang mendukung untuk melakukan tindakan
10
cyberbullying. Data terakhir pengguna Facebook di Indonesia kini sekitar 43,06
juta,sedangkan Twitter Indonesia sendiri berada di posisi kelima dengan jumlah
akun 19,5 juta dan paling aktif dari rata-rata pengguna lain di dunia. Kini jumlah
pengguna aktif Instagram melonjak 23 persen dari 130 juta pengguna pada Juni
2013 menjadi 150 juta per bulan pada kuartal keempat tahun lalu, dan pengguna
Path di Indonesia saat ini sudah mencapai 4 juta orang. Identifikasi responden
dilakukan dengan cara memilih beberapa orang yang dianggap cukup aktif
menggunakan media sosial (di Facebook, Path, Twitter dan Instagram), dilihat
dari seberapa seringnya (intensitas) memposting atau membuat status, dan jumlah
teman atau followersnya, kemudian peneliti memilih responden dengan rentang
umur 16 – 20 tahunan, peneliti beranggapan bahwa pada rentang umur ini
(remaja) dianggap paling rentan menjadi korban cyberbullying.
B. Rumusan Masalah
1. Seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari cyberbullying ini pada
kehidupan sosial dan kondisi psikis korban cyberbullying sesuai dengan
jenis cyberbullying yang dilakukan pelaku?
2. Bagaimana korban mengatasi cyberbullying ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan dari
cyberbullying ini pada kehidupan sosial dan kondisi psikis korban
cyberbullying.
11
2. Mengetahui perilaku korban dalam menghadapi tindakan seperti apa
yang dilakukannya.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur mengenai
tindak kekerasan di dunia maya yaitu cyberbullying khususnya di
Indonesia. Fenomena kekerasan dunia maya ini yang tidak hanya sebagai
gejala kekerasan saja tetapi juga dapat dilihat dari sisi sosiologisnya
sehingga mampu melihat dan menggali lebih dalam apa yang menjadi
alasan atau motif si pelaku dan kondisi sosial si korban.
E. Kerangka Teoritik
Harga, fitur atau aplikasi yang canggih yang ditawarkan para
produsen handphone atau perangkat eletronik lainnya menjadikan benda –
benda eletronik ini sangat mudah dimiliki siapapun, kecanggihannya pun
membuat pekerjaan sehari-hari menjadi lebih mudah dan bisa dilakukan
dimana saja dan kapan saja, perniagaan, komunikasi dan salah satunya
adalah cyberbullying.Komputer dan handphone dapat menjadikan
seseorang sebagai pelaku yang mempunyai beberapa keuntungan –
keuntungan ini termasuk anonimitas (tanpa nama,tersembunyi) kurangnya
pengawasan, user yang melihat tiada batas dan tidak terbatas dan tidak ada
batasan apapun (Patchin & Hinduja, 2006;Strom & Strom,2005).
12
Cyberbullying adalah perilaku negatif dimana para pelaku berusaha
untuk menggangu korban melalui kecanggihan teknologi infomasi yang
sudah sangat berkembang dengan pesat. Cyberbullying bisa diartikan
sebagai pencemaran nama baik dalam bentuk teks atau gambar (termasuk
foto dan video) melalui internet, ponsel atau media elektronik lain. Bentuk
cyberbullying adalah pemakaian data pribadi korban (nama asli,alamat)
untuk mempublikasikan gossip tak sedap atau memalukan, yang merusak
nama baik si korban pada halaman atau forum online. Semakin maraknya
pengguna sosial media seperti facebook,twitter, path dan lain sebagainya
membuat banyak orang membuka informasinya. Informasi-informasi
inilah yang mana bilamana jatuh ke tangan orang yang salah bisa
disalahgunakan. (Agatson,dkk,2007)
Sepertiga dari remaja yang mengalami pelecehan didunia maya
(cyberbullying) menggambarkan insiden tersebut sebagai hal yang
menyedihkan, yang membuat mereka merasa sangat marah atau takut.
(Janis Wolak, dkk,2006). Remaja yang melaporkan diri karena telah
menjadi korban pelecehan didunia maya menunjukkan depresi,cemas,takut
dan setres dibandingkan dengan yang bukan korban pelecehan didunia
maya (Michele Ybarra,2004) Remaja yang menjadi korban cyberbullying
mengalami peningkatan kecemasan sosial. Temuan ini sangat relevan
karena peneliti telah menemukan bahwa kenakalan dan kekerasan
interpersonal kemungkinan berasal dari emosi negatif tersebut, hal ini
terjadi karena remaja berada pada masa peralihan dimana masa itu
13
seseorang harus sudah siap menanggung tanggung jawab seperti layaknya
orang dewasa.Pada masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa inilah
remaja belum bisa sepenuhnya mengendalikan emosi dan menghadapi
stres. (Allison Dempsey,2008)
Ditinjau dari teori konflik yang dikemukakan oleh Ralf
Dahrendorf, tindakan cyberbullying merupakan tindakan yang terjadi
karena adanya keinginan dari pelaku untuk mendapatkan legitimasi dari
masyarakat disekitarnya karena telah berhasil menaklukkan individu yang
menjadi korban dari tindakan intimidasi yang dilakukan dengan kekuatan
yang dimilikinya. Kekuatan yang dimaksud bisa saja kelebihan mereka
atau si pelaku dibanding korban dari peran yang dimiliki dalam suatu
lingkungan, sisi kepemilikan materi, keberadaan peer group yang
memberikan dukungan, atau pencapaian prestasi yang dianggap lebih baik
dalam suatu bidang oleh sang pelaku. Sehingga tindakan tersebut juga
mengindikasikan adanya sikap seseorang atau suatu kelompok dari bagian
masyarakat yang ingin menunjukkan bahwa dia atau merekalah yang
memegang kekuasaan dan siapapun yang dianggap tidak memiliki apa
yang mereka jadikan kekuatan tadi harus diperjelas posisinya sebagai
seseorang atau kelompok yang bisa dengan bebas diperlakukan semena-
mena (Raho, 2007)
14
F. Hipotesa.
Hipotesa mayor.
Berbagai macam bentuk-bentuk cyberbullying yang ada saat ini
menjadi cara paling jitu untuk menyerang seseorang, ditambah semakin
menjamurnya situs-situs pertemanan, semakin banyaknya bentuk-bentuk
cyberbullying tersebut maka akan semakin banyak bentuk penghinaan,
pelecehan atau pencemaran nama baik seseorang. Situs pertemana yang
semakin banyak juga dan akses internet akan semakin membuat bentuk-
bentuk cyberbullying tersebut tersebar luas dan sulit dikendalikan. Korban
akan merasa sangat dirugikan dan bisa jadi akan di bullying di dunia nyata,
kondisi korban akan berubah dan kemudian berubah menjadi sosok yang
berbeda.
Hipotesa minor.
(1-3) makin bervariasi bentuk cyberbullying, maka makin tinggi intensitas
dengan peer group.
(1-2) makin bervariasi bentuk cyberbullying, maka makin tinggi intensitas
membalas cyberbullying.
(3-2) makin tinggi intensitas interaksi peer group, maka makin tinggi
intensitas membalas cyberbullying
(3-4) makin tinggi interaksi dengan peer group maka makin tinggi
perubahan perilaku sosial.
15
(2-4) makin tinggi intensitas membalas cyberbullying maka makin tinggi
perubahan perilaku sosial
(1-4) makin tinggi variasi bentuk cyberbullying maka makin tinggi
perubahan perilaku sosial.
G. Matrix Hubungan Antar Variabel.
Independen
variabel
X1
X2
X3
Y
∑ Dependen
variabel
X1 - 0 0 0 0
X2 1 - 1 0 2
X3 1 0 - 0 1
Y 1 1 1 - 3
∑ 3 1 2 0 6
keterangan :
0 : Tidak mempengaruhi
1 : Mempengaruhi
Variabel :
X1 : Bentuk cyberbullying
X2 : Intensitas membalas cyberbullying
16
X3: Intensitas interaksi dengan peer group
Y : Perubahan perilaku sosial.
Dari skema hubungan antar variabel dapat dinyatakan secara tentative
untuk mengasumsikan jumlah hubungan empiris tersebut dengan
menggunakan rumus :
n(n-1)
2
4(4-1)
2
= 6
Analisa jalur
Dari hubungan keempatvariabel yang ada dalam bentuk matriks kausal,
dapat dibuat sebagai model yaitu simplikasi dari gambaran peristiwa yang
mencerminkan adanya hubungan kausal sebagai berikut :
X2
X1 Y
X3
17
keterangan :
X1 : Bentuk cyberbullying
X2 : Intensitas membalas cyberbullying
X3: Intensitas interaksi dengan peer group
Y : Perubahan perilaku sosial.
Dari model tersebut dapat dilihat bahwa jumlah alur hubungan ada enam
jalur.Pada variabel independen terlihat mempunyai pengaruh terbesar yaitu tiga
jalur.Variabel ini merupakan penyebab, sedangka pada variabel ke empat (Y)
dipengaruhi oleh tiga jalur, dan variabel dua dan tiga merupakan intervening
variabel.
H. Variabel penelitian.
Kecanggihan teknologi dan kemudahan akses internet
menjadikan dua hal penting ini ke kedalam kehidupan manusia modern,
dimana pada penjelasan di atas manusia sangat terbantu dengan pekerjaan
dan kegiatan mereka sehari-hari. Tidak hanya dalam hal – hal positif yang
dapat mempermudah pekerjaan manusia, tetapi juga menjadi ajang atau
“ring” oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab dalam melancarkan
aksi kejahatannya. Disini peneliti menduga ada dua variabel yang berperan
kuat dalam fenomena atau kejadian cyberbullying ini. Diduga Bentuk –
bentuk cyberbullying memiliki hubungan kuat dengan perubahan sosial
18
korban, ini didasari banyak contoh kasus dan artikel yang menjelaskan
bahwa korban cyberbullying cukup mempengaruhi keadaan korban secara
psikis dan sosial, dimana sikap dan perilaku korban akan berubah seiiring
dengan serangan – serangan cyberbullying yang dilakukan pelaku.
I. Fokus penulisan
Disini ingin melihat bagaimana dan seberapa besar pengaruhnya
cyberbullying terhadap kehidupan sosial si korban. Apakah dari
munculnya cyberbullying di dunia maya juga memiliki dampak pada
bullying di kehidupan sehari-hari korban, kemudian disini ingin melihat
bagaimana pendapat atau pandangan para korban, dan bagaimana cara dan
apa yang mereka lakukan untuk menghindari salah satu tindak kekerasan
ini.
J. Metode penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.
1. Pendekatan penelitian.
Peneliti akan menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif untuk
mendapatkan data yang diinginkan. Penelitian deskriptif dimaksudkan
untuk melakukan pengukuran yang cermat dan tepat terhadap fenomenal
19
tertentu, misalkan perceraian, pengangguran dan lain-lain. Peneliti
pengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak melakukan
pengujian hipotesa (Masri singarimbun,2011:04). Menurut Sugiyono,
metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti
pada populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan
instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012:
7).Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung
saat ini atau saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi
atau perubahan pada variable-variabel bebas, tetapi menggambarkan
kondisi apa adanya, baik individual maupun kelompok dengan
menggunakan angka-angka. Penelitian ini sangat penting sebagai studi
pendahuluan bagi penelitian lain atau penelitian lanjutan.
Penelitian deskriptif bisa menggambarkan sesuatu keadaan saja,
tetapi bisa juga mendeskripsikan keadaan dalam tahapan-tahapan
perkembangannya.Penelitian demikian disebut dengan penelitian
perkembangan (developmental research). Dalam penelitian perkembangan
ada yang bersifat longitudinal atau sepanjang waktu, dan ada yang bersifat
cross sectional atau dalam potongan waktu.
20
2. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan secara online, dimana para responden akan
dikirimkan berupa lembar kuesioner dalam bentuk google drive ke email
atau aplikasi messenger seperti fitur chat pada facebook yang dimiliki
responden berupa link, link ini nantinya akan mempermudah responden
mengisi pertanyaan-pertanyaan yang sudah disediakan. Peneliti memilih
beberapa media sosial untuk berkomunikasi dengan responden untuk
mendapatkan data yang diinginkan, diantaranya adalah Facebook, Twitter,
dan aplikasi chat massanger yang dimiliki responden. Penggunaan google
drive dimaksudkan agar mempermudah responden dalam mengisi
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, dan mempermudah peneliti dalam
mengumpulkan data. Jarak dan biaya yang dibutuhkan bisa diminimalisir
dengan penggunaan google drive dalam pengumpulan data.
3. Pemilihan Populasi Responden.
Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling yang
dianggap peneliti pernah menjadi korban cyberbullying, karena peneliti
menganggap responden merupakan orang yang akan memberikan
informasi dan akan mengarahkan siapa saja orang-orang yang pernah
mengalami cyberbullying, seperti teman, relasi kerja, anggota keluarga
dsb. Pada pemilihan seperti ini jumlah sampel ditentukan oleh
pertimbangan-pertimbangan informasi yang diperlukan. Jika maksudnya
21
memperluas informasi, dan jika tidak ada lagi informasi yang dapat
dijaring, maka penarikan sampel pun sudah dapat diakhiri (Moleong :
2008). Peneliti menggunakan rumus Slovin untuk menentukan jumlah
sampel, dimana dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% dan
kelonggaran ketidaktelitian 5%
Rumus Slovin : n = N = 88 = 72
1 + N(e) 1,22
Dengan jumlah populasi 88 orang (siswa SMA al muslim angkatan
2007) maka sampelnya adalah 72 orang. Dari 72 orang tersebut
kemudian dipilih menggunakan purposive sampling didapat 42 orang
responden yang pernah menjadi korban cyberbullying, 42 responden
adalah alumni SMA almuslim yang masih bisa dihubungi lewat sms/chat
massanger/media sosial lainnya. Pengumpulan data dilakukan secara
online dengan mengirimkan sebuah link yang berisi kuesioner. Link
tersebut dikirim melalui email, chat messenger atau aplikasi lainnya yang
dimiliki responden, hal ini untuk mempermudah responden mengisi
seluruh pertanyaan dalam kusioner. Dipilih siswa SMA al muslim 2007
karena saat kejadian berlangusng responden merupakan siswa SMA
almuslim ditahun 2007.
4. Jenis dan sumber data.
Penelitian ini akan menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
informan penelitian.Data primer dalam penelitian ini berupa hasil
22
kuesioner yang telah di isi oleh responden atau korban cyberbullying.
Dengan kata lain sumber data dalam penelitian kuantitatif ini adalah
berupa data dan statistik.Kemudian jenis data berikutnya adalah data
sekunder. Data sekunder merupakan data yang didapat dari telaah
terhadap dokumen-dokumen terkait hasil observasi dan data yang
didapat dari hasil penelitian lain untuk mendukung penelitian ini, seperti
data statistik mengenai cyberbullying dan penelitian yang pernah
membahas cyberbullying. Beberapa sumber data sekunder lainnya ialah
literatur pendukung baik berupa buku, foto, maupun media online.
5. Teknik pengumpulan data.
Kuesioner.
Pada penelitian survai, penggunaan kuesioner merupakan hal yang
pokok untuk mengumpulkan data. Hasil kuesioner tersebut akan terjelma
dalam angka-angka, tabel-tabel, analisa statistik dan uraian serta
kesimpulan hasil penelitian. Analisa data kuantitatif dilandaskan pada
hasil kuesioner itu.tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk (a)
memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survai, dan (b)
memperoleh informasi dengan realibilitas dan validitas setinggi mungkin.
(Masri singarimbun dan Tri handayani, 2011:175).
Dokumentasi.
Sebagai objek yang diperhatikan dalam memperoleh informasi,
kita memperhatikan tiga macam sumber, yaitu tulisan (paper), tempat
23
(place), dan kertas atau orang (people). Dalam mengadakan penelitian
yang bersumber pada tulisan inilah kita telah menggunakan metode
dokumentasi (Suharsimi Arikunto. 2006 : 156). Pada penelitian ini
bentuk dokumentasi yang digunakan berupa bukti-bukti bullying berupa
kata-kata yang di atau bentuk lain yang dikirim oleh pelaku
bullying.Seperti, potongan percakapan, gambar, atau pesan yang dikirim
pelaku kepada korban.
Studi literature.
Studi literatur, yaitu menggunakan beberapa pustaka, baik berupa
buku-buku, hasil penelitian, ataupun penulisan lepas maupun penulisan
di tabloid atau koran dan artikel di halaman pencari.
6. Teknik analisa data.
Peneliti menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan
data dan didukung dengan beberapa dokumentasi yang dimiliki korban
atau peneliti.Analisa data dilakukan setelah data dirasa telah mencukupi,
penelitian ini berproses secara deduktif, yakni dari penetapan variable
dan pengumpulan data dan kemduain menyimpulkannya.Dalam
penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan setelah data dari
seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam
analisis data adalah : mengelompokkan data berdasarkan variable dan
jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variable dari seluruh
24
responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Teknik analisis
data dalam penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Terdapat
beberapa dua macam statistik yang digunakan untuk analisis data dalam
penelitian, yaitu statistik deskriptif dan statistik inferensial, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan statistik deskriptif
(Sugiyono,2009;147). Pengolahan data kemudian akan dibantu
menggunakan SPSS ini akan mempermudah peneliti dalam mengolah
data.
Data yang telah dikode perlu dipindahkan ke dalam kartu atau berkas data.
Cara merekam data dapat dilakukan dengan menggunakan 2 cara di
antaranya :
1. Kartu tabulasi
2. Komputer.
Disini peneliti menggunakan komputer, paket program seperti
WordStar, Dbase III Plus, SPSS/PC+, BMDPC dan SAS dapat digunakan
untuk memasukan data. Masing – masing paket program mempunyai
cara tersendiri untuk merekam data penelitian. Prinsip memasukkan data
ke berkas data dengan menggunakan komputer mikro maupun mainframe
adalah sama.
Korelasi product moment untuk mencari ada tidaknya hubungan antara 2
variabel.
Rxy = n∑xy - p∑y
25
√(n∑x2 – (∑x
2) (n∑y
2-∑y))
2
R : koefisien korelasi antara variable x dan y
X: variabel bebas
Y : variabel terpengaruh
N : jumlah responden (Sutrisno, Hadi, 1982)
Signifikan tidaknya hasil perhitungan korelasi ditentukan oleh
besarnya nilai korelasi (r) tersebut.dikatakan signifikan apabila r hitung
lebih besar dari r table dan sebaliknya (Sutrisno Hadi, 1971). Untuk
mengetahui tingkat signifikan korelasi produck moment tersebut digunakan
rumus T tes
T = r√n-k-1
√1-r2
N :jumlah responden
K : jumlah variabel bebas.
korelasi product moment dinyatkan signifikan apabila T test < T table.
akan diketahui adanya soliditas antara 2 variabel dengan kriteria sebagai
berikut :
-0,000 – 0,200 lemah sekali
-0,201 – 0,400 lemah
26
-0,401 – 0,600 sedang
-0,601 – 0,800 kuat
-0,8001 – 1,000 kuat sekali.
Arah hubungan didasakan pada koefisien korelasi notasi (+) atau negative
(-). koefisien korelasi bernotasi positif (+) berarti semakin tinggi variabel
independen, maka semakin tinggi pula variabel dependennya dan
sebaliknya. Sedangkan koefisien korelasi bernotasi negative (-) berarti
semakin tinggi variabel independen maka semakin rendah variabel
dependennya dan sebaliknya. Apabila koefisien korelasi bernotasi 0,00
berarti tidak terdapat korelasi antara duavariabel (Sutrisno Hadi, 1971).
K. Definisi Konseptual
a. Cyberbullying adalah salah satu bentuk baru dari bullying, lebih
dikenal dekat dengan bagaimana pelecehan secara online atau
bullying secara internet. Penganiyaan korban merek lakukan didunia
maya dengan berbagai bentuk teknologi seperti email,pesan singkat,
dan website. Pesan teks melalui telepon seluler dan kamera ponsel
juga telah menjadi media baru untuk melakukan bullying
(Campbell,2005;Paulson;2006;Peterson,2006).
b. Bentuk-bentuk cyberbullying biasanya berupa status (kata-kata) pesan,
gambar, video yang telah di edit dan berita tidak benar yang dibuat
27
pelaku untuk si korban yang kemudian disebar luaskan di dunia maya,
di berbagai situs pertemanan yang dimiliki pelaku dan korban.
c. Isi cyberbullying dari berbagai bentuk cyberbullying yang ada isi yang
terkandung di dalamnya adalah untuk memojokkan, menghina,
melecehkan dan mencemarkan nama baik si korban, ada „pesan‟ yang
ingin disampaikan pelaku ke khalayak luas melalui bentuk-bentuk
cyberbullying tersebut untuk si korban.
d. Perilaku sosial (korban) korban biasanya akan terkejut dan tidak
percaya telah menjadi korban cyberbullying, perilaku sehari-harinya
kemudian akan berubah entah itu di dunia nyata maupun di dunia
maya. Korban akan merasa lebih sensitif terhadap status atau
postingan yang ada di situs pertemanan yang dimilikinya, walaupun
status atau postingan tersebut bukan ditujukan untuk dirinya. Korban
akan merasa asing di lingkungan sekolahnya atau ditempat tinggalnya
karena merasa dirinya sudah dianiaya di dunia maya.
L. Definsi Operasional
a. Bentuk-bentuk cyberbullying.
Dengan indikator - indikator :
Status yang memojokkan, menghina atau melecehkan
28
Foto yang telah di edit yang tujuan untuk menjelek-jelekkan
korban
Video yang telah di edit, parody, atau video yang khusus dibuat
untuk menghina, menjelek-jelekkan, menyudutkan seseorang.
Berita palsu, yang sengaja dibuat untuk memfitnah, hoax
b. Isi yang ada pada bentuk-bentuk cyberbullying
Dengan indikator- indikator :
Ada pesan yang ingin disampaikan pelaku pada korban.
Pesan tersebut menunjukkan kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki
pelaku.
c. Media cyberbullying
dengan indikator – indikator :
Media sosial diantaranya : Facebook, Twitter, Path dan Instagram
Media elektronik : Blog, Website, Pesan teks (ponsel)
d. Perubahan perilaku
Dengan indikator – indicator :
Sikap dan perilaku berubah