bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/44273/2/bab i.pdf · 1 bab i pendahuluan a....
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila menjadi pedoman dasar Negara mengandung makna bahwa nilai
nilai yang terkandung dalam pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi
masyarakat Indonesia. Nilai pancasila dasarnya adalah nilai-nilai filsafat yang
mendasar yang dijadikan peraturan dan dasar dari norma norma yang berlaku
dalam Indonesia. Melihat pada sila pertama menyebutkan bahwa “Ketuhanan
Yang Maha Esa”, juga termaktub dalam Pasal 29 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) menyebutkan bahwa
“ayat 1 Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa dan ayat 2 Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”,
memang pada sila pertama dan pasal tersebut tidak menentutukan salah satu
agama di Indonesia, namun kita sebagai seorang muslim dapat memahaminya
sebagai konsep Tauhid.1
Konsep Tauhid ini mengandung kalimat لا إله إلا الله (Laa ilaaha ilallah)
mempunyai konsekuensi bagi setiap muslim hanya menyambah kepada Allah
subhana wa ta’ala, sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah
حيم “ 163:[2] ن ٱلرا حم ه إلاا هو ٱلرا إل حد لاا ه و هكم إل yang artinya “Dan Tuhan kamu ”وإل
1 Maya Sari. 9 Fungsi Pancasila sebagai Dasar Negara. www.gruppkn.com. Akses 04 Nopember
2018.
2
adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”. Menurut istilah
syar’i, makna tauhid yakni menjadikan Allah menjadi satu-satunya sesembahan
yang benar dengan segala kekhususannya. Berdasarkan makna ini maka dapat
dipahami bahwa banyak hal yang manusia menjadikannya sesembahan, bisa
jadi berupa Malaikat, para Nabi-Nabi, orang-orang yang shalih atau bahkan
makhluk Allah yang lainnya, namun seorang yang bertauhid hanya mengesakan
Allah sebagai satu-satunya sesembahan saja.2
Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama
sejak dahulu hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi
menjadi tiga: Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was
Shifat. Tauhid Rububiyyah yakni mentauhidkan Allah pada kejadian-kejadian
yang hanya bisa dilakukan Allah, serta menyatakan dengan tegas bahwa Allah
Ta’ala adalah Rabb, Raja, dan Pencipta semua makhluk baik di bumi maupun
di langit, dan Allah-lah yang dapat mengatur dan mengubah keadaan mereka.
Tauhid Uluhiyyah yakni mentauhidkan Allah dalam semua bentuk peribadahan
baik yang terlihat (zhahir) maupun tidak terlihat (batin). Tauhid Al Asma’ was
Sifat yakni mentauhidkan Allah Ta’ala pada penetapan nama dan shifat Allah,
yaitu sesuai dengan yang Allah tetapkan bagi diri-Nya berdasarkan Al Qur’an
dan Hadits Rasulullah 3.صلى الله عليه وسلم
2 Yulian Purnama. Makna Tauhid. www.muslim.or.id. Akses 04 Nopember 2018. 3 Ibid.
3
Makna ibadah dalam Tauhid Uluhiyyah adalah semua hal yang dicintai oleh
Allah baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh karena itu, kita jadikan
baik perbuatan yang halal maupun mubah kita niatkan ikhlas kepada Allah agar
menjadi sesuatu yang dicintai oleh Allah dan mendapat ganjaran pahala-Nya,
termasuk di dalamnya dengan menghindari salah satu larangan Alah ta’ala
dalam berkonomi yang halal dan thayyib yakni Riba.4
Pembangunan perekonomian di Indonesia, khususnya di bidang
perindustrian dan perdagangan telah membawa manfaat yang besar bagi semua
pihak (pelaku ekonomi), terutama bagi konsumen, yaitu semakin banyaknya
pilihan barang dan jasa yang ditawarkan, dengan berbagai jenis, tipe, harga dan
kualitas. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas (pasar bebas), dan dengan
dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih, maka semakin luas arus
keluar-masuknya barang dan jasa yang menembus ke suatu negara, sehingga
masyarakat dapat lebih mudah dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari baik
berupa barang maupun jasa. Berkembang pesatnya kegiatan ekonomi keuangan
yang menggunakan prinsip syari’ah telah menarik banyak pihak untuk
mengetahui lebih dalam ekonomi keuangan syari’ah, bukan saja dari sisi
manajemen bisnis dan ekonominya, namun terlebih lagi dari sisi landasan fikih,
analisa fikih, dan penerapan fikih dalam kegiatan ekonomi keuangan tersebut.5
Pada era yang modern seperti sekarang ini, sudah banyak kemajuan
teknologi yang telah kita rasakan. Akan tetapi kemajuan teknologi tidak
4 Ibid. 5 Neni Sri Imaniyati. Hukum Ekonomi dan Ekonomi Islam dalam Perkembangan. Mandar Maju.
Bandung. 2002. Hal. 161.
4
selamanya berjalan di atas koridor-koridor syari’ah, bahkan malah terkadang
kemajuan teknologi berdampak terhadap kemunduran atau dekadensi moral
masyarakat. Pun juga sila pertama Pancasila terkait Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila kandungan nilai ketuhanan dikaitkan dengan hukum positif. Maka Asas
Ketuhanan mengamanatkan bahwa tidak boleh ada produk hukum nasional
yang bertentangan dengan agama atau bersifat menolak atau bermusuhan
dengan agama. Setiap warga negara berhak menentukan kebebasan untuk
memeluk agama dan beribadah menurut agamanya6, sehingga setiap warga
negara dijamin haknya apakah menginginkan penerapan hukum Islam dalam
suatu perikatan ataupun menggunakan instrumen hukum nasional, negara akan
tetap menjamin sebagai satu kesatuan hak konstitusional warga negara. hal ini
kemudian di justifikasi kembali dalam pasal 29 ayat 2 UUD NRI 1945 yang
menyatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya itu”.7
Dalam perkara agama, terdapat masalah-masalah agama yang ditetapkan
hukumnya dengan nash yang qath’i (pasti), baik tsubut (kebenaran sumber) dan
dalalah-nya (kebenaran makna), ada yang ditetapkan dengan ijma’ ulama, dan
ada yang ditetapkan dengan nash yang tidak qath’i dalam tsubut atau dalalah-
nya, atau tidak ada nash dalam masalah tersebut, serta para ulama berbeda-beda
pendapatnya. Masalah agama yang disebutkan pertama dan kedua,
6 Vide Pasal 28E ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 7 Hukum Online. Adakah Nilai Ketuhanan dalam Setiap Undang-Undang? www.hukumonline.com.
Akses 04 Nopember 2018.
5
persoalannya mudah ditentukan. Adapun pada masalah yang ketiga perlu
adanya ijtihad. Definisi Ijtihad, menurut makna secara bahasa berarti
mencurahkan semua kemampuan untuk menghasilkan perkara yang besar.
Adapun berdasarkan istilah, ijtihad adalah mencurahkan semua kemampuan
untuk mengetahui hukum syar’i. Adapun seorang yang mengeluarkan semua
kemampuannya untuk mengetahui hukum syar’i, disebut mujtahid.8
Adapun ijtihad bukanlah perkara yang mudah karena padanya terdapat
syarat-syarat, komponen-komponen dan kekhususan-kekhususan dan harus
memiliki kapabilitas yang mapan sehingga dengan semua hal ini seseorang
mampu ber-ijtihad dalam menghasilkan hukum-hukum syar’i. Dan bagi
siapapun yang belum memiliki semua hal ini maka ia boleh taqlid kepada ulama
yang terdahulu dan mengambil hasil ijtihad mereka yang dinilai lebih kuat
dengan berlandaskan dalil-dalil yang shahih. Ini berdasarkan firman Allah
Ta’ala, كر إن كنتم لا تعلمون maka bertanyalah kepada orang yang“ فاسألوا أهل الذ
berilmu jika kalian tidak mengetahui” (Q.S. An Nahl [16]:43).9
Adapun di Indonesia banyak organisasi keagamaan yang mengeluarkan
ijtihad-nya masing-masing, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang
termasuk dalam infrastruktur pemerintah, ada juga organisasi lainnya seperti
Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis),
Perhimpunan al-Irsyad. Yang kesemuaan organisasi ini adalah organisasi
masyarakat yang termaktub dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16
8 Andi Ihsan. Apakah Pintu Ijtihad Sudah Tertutup? www.muslim.or.id. Akses 04 Nopember 2018. 9 Ibid.
6
Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013
Tentang Organisasi Kemasyarakatan menyebutkan “Organisasi
Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang
didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan
kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.10
Dalam hal ini penulis mengkhususkan pada Perhimpunan al-Irsyad,
sebagaimana Perhimpunan al-Irsyad ini mempunyai legalitas Badan Hukum
dalam SK Kemenkumham Nomor AHU-106.AH.01.07 Tahun 2013 dan
Tambahan Berita Negara R I tanggal 12 Juni 2013 No. 49.11 Perhimpunan al-
Irsyad yang mempunyai Dewan Fatwa-nya sendiri, untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat muslim Indonesia. Salah satu alasannya dibentuk dewan fatwa ini
adalah al-Irsyad sebagai organisasi masyarakat yang sudah berumur lebih dari
satu abad memiliki peran strategis yang baik untuk memberikan pencerahan
kepada masyarakat muslimin Indonesia melalui dewan fatwa. Sehingga
harapannya mereka bisa beragama dengan baik dan benar sesuai dengan
tuntunan agama.12
10 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. 11 Media al-Irsyad. Sejarah Perhimpunan Al-Irsyad. www.mediaalirsyad.com. Akses 04 Nopember
2018. 12 Admin Gema Islam. Dewan Fatwa Perhimpunan Al-irsyad Menjadi Harapan Kontribusi Umat.
www.gemaislam.com. Akses 04 Nopember 2018.
7
Ketua Umum Perhimpunan al-Irsyad, Basyir Ahmad mengatakan, “Bahwa
terbentuknya Dewan Fatwa Perhimpunan al-Irsyad ini dimulai dari pertanyaan
masyarakat tentang hal-hal yang bersifat umum namun belum jelas hukumnya.
Fenomena yang kini marak antara lain pembayaran ojek online, pembayaran E-
Toll dan lain-lain”. Hal senada juga dikemukakan Dr. Firanda Andirja, Lc.,
MA., Ketua Dewan Fatwa Perhimpunan al-Irsyad, “Kita ingin memberikan
sumbangsih kepada masyarakat soal kebutuhan akan fatwa yang begitu besar”.
Menurut beliau, saat ini kesadaran masyarakat akan kehidupan beragama
sungguh luar biasa. Sementara lembaga yang ada belum bisa menangani
masalah tersebut sepenuhnya. Perhimpunan al-Irsyad berharap Dewan Fatwa
menjadi pelengkap dan tim yang memperkuat Majelis Fatwa DPP Perhimpunan
al-Irsyad agar fatwa-fatwa yang dikeluarkan nantinya memiliki bobot ilmiah
yang baik. Para anggota Dewan Fatwa al-Irsyad ini memiliki latar disiplin ilmu
agama yang mumpuni di bidangnya dan berasal dari berbagai daerah di
Indonesia. Dewan Fatwa Perhimpunan al-Irsyad dalam keorganisasian
Perhimpunan al-Irsyad dalam bidang Mejelis Fatwa.13
Imam Zamahsyari mengemukakan di dalam bukunya “al-kasyaf”
pengertian fatwa ialah suatu jalan yang lapang/lurus. Dalam bahasa arab فتوى,
al-fatwa; jamaknya fatâwa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan
yang bertalian dengan hukum Islam. Berdasarkan ilmu Ushul Fiqh, fatwa
berarti pendapat yang dicurahkan seorang mujtahid atau mufti sebagai jawaban
atas permintaan yang diajukan oleh orang yang memohon fatwa (mustafti) pada
13 Media Al-Irsyad. Dewan Fatwa. www.mediaalirsyad.com. Akses 04 Nopember 2018.
8
suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat, maksudnya ialah pihak yang
memohon fatwa tersebut baik pribadi, lembaga, maupun kelompok,
masyarakat, tidak mesti harus mengikuti fatwa tersebut, karena fatwa tersebut
tidak memiliki daya ikat.14
Adapun fatwa menurut arti syari’at adalah suatu penjelasan hukum
syar’iyah untuk menjawab suatu perkara yang diajukan oleh seseorang yang
bertanya, baik penjelasan itu jelas/terang atau tidak jelas (ragu-ragu) dan
penjelasan itu menuju pada dua kepentingan yakni kepentingan pribadi dan
kepentingan masyarakat banyak.15
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa fatwa adalah sebuah
pendapat atau nasehat dari seorang mujtahid atau mufti, sebagai jawaban atas
pertanyaan dan permintaan yang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti)
terhadap suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat. Dalam memberikan fatwa,
para ulama melakukan langkah secara berkelompok (kolektif), melakukan
musyawarah untuk membahas permasalahan yang dipertanyakan oleh peminta
fatwa (mustafti) dan kemudian akan ditetapkan sebuah hukum secara bersama-
sama, dan tidak dilakukan secara individual. Sehubungan dengan kedudukan
fatwa, maka bisa dipersamakan dengan doktrin, dan sudah barang tentu
kekuatan dari fatwa itu tidak mutlak dan tidak mengikat sebagaimana
berlakunya pada ketentuan sebuah undang-undang ataupun putusan hakim yang
sifatnya mengikat, oleh karena itu fatwa tersebut tidak harus diikuti baik oleh
14 M. Erfan Riadi. 2010. Kedudukan fatwa Ditinjau dari Hukum Islam dan Hukum Positif (Analisis
Yuridis Normatif). Malang. Ulumuddin, Volume VI, Tahun IV, Januari – Juni 2010. Fakultas Agama
Islam UMM. Hal. 474. 15 Ibid.
9
pribadi, lembaga, maupun kelompok masyarakat, karena jelas fatwa tidak
mempunyai daya ikat yang mutlak.16
Pada tanggal 01 Maret 2018 Dewan Fatwa Perhimpunan al-Irsyad telah
mengeluarkan fatwa Nomor 005/DFPA/VI/1439 tentang Haramnya Diskon
yang Didapatkan dari GO-PAY. GO-PAY ialah uang elektronik yang
diterbitkan oleh PT. DAB (Dompet Anak Bangsa) yang terdaftar dan dimonitor
oleh Bank Indonesia, GO-PAY memiliki fungsi yang sama dengan uang tunai
yang di mana dapat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah, GO-PAY
nilainya sama dengan nilai uang tunai yang didepositkan terlebih dahulu di
dalam akun GO-PAY. Deposit ini bisa disamakan hukumnya dalam transaksi
nitip uang pada toko sembako yang ada di dekat rumah dengan tujuan dapat
diambil barang setiap dibutuhkan dan pada saat itu pembayaran harga barang
dapat diambil langsung dari saldo uang yang dititipkan.17
Ibnu Abidin (Ulama mazhab Hanafi, wafat 1836M) memasukkan kasus ini
ke dalam salah satu bentuk bai’ istijrar, ia berkata,18
“Bila seseorang menyerahkan sejumlah uang kepada penjual, setiap harinya
dia mengambil barang sebanyak 5 item dan pada saat menyerahkan uang dia
tidak mengatakan, “saya beli darimu 5 item setiap harinya”
Aku berkata, ”Hukumnya boleh jika harga 5 item tersebut telah jelas
sebelumnya seperti roti dan daging. Adapun jka harganya tidak diketahui
pada saat mengambil barang maka akad jual-belinya tidak sah karena harga
pada saat transaksi tidak jelas. Maka apabila barang telah digunakan oleh
pihak penitip uang dan sungguh penjual telah menyerahkannya dengan
ridha dan dengan tujuan mendapat uang maka sesungguhnya akad jual-beli
belum terjadi. Walaupun niat kedua belah pihak untuk melakukan akad jual-
beli, hal ini dikarenakan akad jual beli tidak sah dengan niat saja. Maka
16 Ibid. 17 Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad. Fatwa Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad No.
005/Dfpa/Vi/1439 Tentang Haramnya Diskon yang Didapatkan Dari Go-Pay dan Layanan yang
Sejenisnya. Perhimpunan Al-Irsyad. Jakarta. 2018. Hal. 1. 18 Ibid. Hal. 2.
10
sesungguhnya yang terjadi hampir serupa dengan akad Qardh (di mana
penitip uang meminjamkan uangnya dan penjual meminjamkan barangnya)
yang dia menjamin uang atau barang dengan semisalnya atau senilainya.”
Berdasarkan takyif fiqh (penyesuaian tinjauan fikih) yang dikemukakan oleh
Ibnu Abidin bahwa akadnya bisa disamakan dengan akad qardh maka pada
kasus GO-PAY bahwa khusus pengguna jasa GO-JEK yang membayar jasa
menggunakan GO-PAY mendapat potongan harga maka ini dapat disebut
manfaat yang diberikan muqtaridh (penerima pinjaman) kepada muqridh
(pemberi pinjaman), oleh karena itu setiap pinjaman yang memberikan manfaat
bagi pemberi pinjaman hukumnya adalah riba.19
Di antara kemajuan teknologi yang kita rasakan sekarang ini adalah adanya
transportasi online, yaitu GO-JEK. Ojek, telah ada di masyarakat Indonesia
sejak lama dan pada hakekatnya merupakan sebuah usaha perorangan dari
tukang ojek untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Keberadaan PT. Gojek
sendiri ialah memberikan fasilitas berupa aplikasi GO-JEK, jaket dan helm yang
memudahkan tukang ojek melangsungkan usahanya. GO-JEK bermitra dengan
para driver ojek yang telah berpengalaman untuk menjalankan usahanya.20
Oleh karena itu, jika dicermati, keberadaan driver ojek dan PT. Gojek
sesungguhnya merupakan 2 hal yang berbeda, driver ojek online tidak
menerima perintah kerja dari PT. Gojek, akan tetapi dari pelanggan ojek dan
dikerjakan secara pribadi sama seperti tukang ojek pada umumnya. GO-JEK
adalah perusahaan teknologi berjiwa sosial yang memiliki tujuan untuk
19 Ibid. 20 GO-JEK. Tentang GO-JEK. www.go-jek.com. Akses 4 April 2018.
11
meningkatkan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor informal di Indonesia.
Kegiatan GO-JEK berlandaskan pada tiga nilai pokok: kecepatan, inovasi, dan
dampak sosial.21
Meskipun GO-JEK belum memiliki landasan hukum yang jelas, perusahaan
ini tetap diijinkan berjalan dengan alasan dampak positif yang ditimbulkannya
sangat besar. Walaupun sempat diberitakan soal adanya larangan bagi taksi dan
ojek online namun transportasi umum berbasis aplikasi online dinyatakan tetap
dapat beroperasi oleh Menteri Perhubungan seperti yang tertuang dalam
Permenhub 26 Tahun 2017.22
GO-JEK memiliki beberapa layanan diantaranya GO-RIDE, GO-CAR, GO-
FOOD, GO-MART, GO-SEND, GO-PULSA, GO-BOX, GO-TIX, GO-
BUSWAY, GO-PAY, GO-BILLS, GO-SHOP, GO-POINTS. Yang di mana
semua layanan tersebut dapat dibayarkan dengan salah satu layanannya yaitu
GO-PAY. GO-PAY adalah dompet virtual yang bisa masyarakat gunakan untuk
melakukan pembayaran semua transaksi pada aplikasi GO-JEK. Pembayaran
yang dapat dilakukan menggunakan GO-PAY yakni transportasi seperti GO-
RIDE, GO-CAR, dan GO-BUSWAY, membeli makanan dengan GO-FOOD,
berbelanja dengan GO-MART atau GO-SHOP, mengirim barang dengan GO-
SEND atau GO-BOX, membeli pulsa dan paket data dengan GO-PULSA,
membeli tiket bioskop atau acara dengan GO-TIX, sampai relaksasi setelah
21 Ibid. 22 Timothy K. L. Tobing. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Transportasi Berbasis
Aplikasi Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. Manado. Lex Crimen Vol. VI/No.
5/Jul/2017. Fakultas Hukum Unsrat. Hal. 123.
12
beraktivitas dengan GO-MASSAGE, semua bisa dibayar menggunakan GO-
PAY.23
Produk baru ini sangat menggiurkan bagi masyarakat. Karena, dengan
menggunakan fasilitas tersebut, konsumen bisa membayar tarif jasa ojek lebih
murah atau mendapatkan potongan harga (diskon). GO-PAY ini berbeda
dengan transaksi tunai, di mana konsumen harus membayar sesuai dengan tarif
normal.24
Diskon adalah potongan dari harga pasar atau dari harga barang yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Potongan harga ini diberikan oleh penjual untuk
meningkatkan penjualannya. Diskon pada jual-beli boleh-boleh saja, tidak
menjadi sesuatu yang masalah dalam syari’at Islam, karena hukum asal jual-
beli adalah boleh. Namun, diskon ini menjadi sesuatu yang tidak diperbolehkan
apabila diskon menjadi sesuatu manfaat yang diberikan oleh penerima pinjaman
kepada pemberi pinjaman, sebagaimana yang dilakukan oleh GO-JEK dalam
salah satu produk usahanya yaitu GO-PAY.25
Kemudahan dari GO-JEK ini sangat terasa bagi pengguna jasa dan
kemudahan merupakan salah satu maqshad dari syari’at Islam. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda
kepada Muaz bin Jabal dan Abu Musa al-Asyari radhiyallahu ‘anhuma yang
beliau utus ke penduduk Yaman untuk mendakwahkan Islam, روا روا ولاتعس يس
روا ولاتنف روا yang artinya “Berilah kemudahan dan jangan menyulitkan! Beri وبش
kabar gembira dan jangan beri kabar ketakutan”. (HR. Bukhari dan Muslim).
23 GO-JEK. Frequently Asked Questions Layanan GO-PAY. www.go-jek.com. Akses 4 April 2018. 24 Dewan Fatwa Perhimpunan Al-Irsyad. Op.cit. 25 Erwandi Tarmizi. Harta Haram Muamalat Kontemporer Cetakan Ke 16. Berkat Mulia Insani.
Jakarta. 2018. Hal. 347.
13
Namun, apabila dalam transaksi terdapat sesuatu yang diharamkan oleh syari’at
maka kemudahan tersebut berubah menjadi kesusahan di dunia dan akhirat.26
Dalam suatu kaidah fikih disebutkan الحكم يدور مع علاته ثبوتا وعدما yang artinya
“Hukum itu berputar bersama illat-nya, ada dan tidak adanya”. Berdasarkan
kaidah ini, ketika di dalam suatu akad diketemukan mengandung illat (penyakit
atau sebab dihukumi) atas suatu perkara yang diharamkan, maka hukumnya
akan dipalingkan dari mubah menjadi haram, sesuai dengan keberadaan sebab
haramnya, sebagaimana dijelaskan pada kaidah fikih mu’amalah “hukum asal
segala sesuatu adalah boleh, kecuali ada dalil yang menunjukkan atas
pengharamannya”.27
Masyarakat awam memandang GO-PAY ini hanya sebatas menitipkan
uangnya kepada GO-JEK. Hanya saja, dalam fikih mu’amalah pengertian
penitipan tidak bisa disamakan dengan penitipan dalam bentuk deposito GO-
PAY. Karena hakikat penitipan dalam ilmu fikih yaitu mewakilkan pihak lain
untuk menyimpan harta untuk dikembalikan lagi harta itu juga kepada yang
meminta diwakilkan. Hal tersebut diaplikasikan dengan berbagai komitmen
yang diberikan kepada pihak yang mewakili untuk menyimpannya dan
mengembalikannya pada saatnya nanti. Aplikasi penitipan ini tentu saja tidak
bisa disamakan dengan deposito kontan biasa yang dipegang oleh pihak GO-
JEK untuk kemudian dicampurkan dengan harta lain milik GO-JEK lalu
26 Ibid. Hal. 271. 27 Ibid.
14
digunakan dalam usaha GO-JEK tersebut, dan dikembalikan lagi pengganti
uang tersebut pada saat yang ditentukan.
Dengan demikian, untuk mendudukan deposito ini secara benar menurut
ilmu fikih harus dikatakan bahwa deposito di sini adalah pinjaman kepada pihak
GO-JEK. Karena hakikat peminjaman adalah pemindahan kepemilikan harta
kepada pihak lain untuk dikembalikan lagi penggantian uang itu kepada yang
meminjamkan. Dan itulah yang dilakukan oleh pihak GO-JEK terhadap
deposito tersebut. Pihak GO-JEK biasa mencampurkan harta deposito itu
dengan harta lain milik GO-JEK untuk dioperasikan sebagaimana halnya harta
miliknya sendiri, kemudian dikembalikan penggantiannya kepada pemilik harta
atau uang tersebut. Karena yang menjadi patokan hukum adalah hakikat dan
pengertian sesungguhnya, bukan sekedar nama atau sebutan saja, maka dapat
dikatakan GO-PAY itu adalah uang pinjaman, meskipun disebut dengan nama
lain.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menganalisis fatwa
tersebut dalam tulisan ini dengan judul “ANALISIS TERHADAP ISTINBATH
HUKUM DALAM FATWA DEWAN FATWA PERHIMPUNAN AL-
IRSYAD TENTANG GO-PAY TAHUN 2018 MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF INDONESIA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun
merumuskan permasalahan penilitian ini pada sebagai berikut:
15
1. Bagaimana kedudukan hukum fatwa dari Dewan Fatwa Perhimpunan al-
Irsyad tentang GO-PAY menurut hukum Islam dan hukum positif di
Indonesia?
2. Bagaimana metode istinbath hukum yang digunakan oleh Dewan Fatwa
Perhimpunan al-Irsyad dalam menetapkan hukum GO-PAY menurut
hukum Islam dan hukum positif di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan mengkaji kedudukan hukum fatwa dari Dewan
Fatwa Perhimpunan al-Irsyad tentang GO-PAY menurut syari’at Islam dan
hukum positif di Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan mengkaji metode istinbath hukum yang digunakan
Dewan Fatwa al-Irsyad dalam menetapkan hukum GO-PAY.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penilitian ini:
1. Bagi Penulis:
Dapat memberikan wawasan terhadap penulis terkait fikih mu’amalah
kontemporer dan untuk memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan
program studi Sarjana Strata I (S-I) ilmu hukum, Universitas
Muhammadiyah Malang.
16
2. Bagi Akademik:
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan di bidang hukum Islam
terutama dalam dunia fikih mu’amalah kontemporer.
3. Bagi Masyarakat:
a. Untuk mengingatkan umat Islam mengenai ajaran al-Qur’an dan as-
Sunnah tentang larangan riba dan terutama bahwa melanggar larangan
ini merupakan sebagian dosa yang amat besar.
b. Untuk menjelaskan ekonomi berasaskan Sunnah (yakni, Sunnah yang
berkaitan dengan urusan ekonomi).
E. Kegunaan Penulisan
1. Secara Teoritis
Secara teoritis kegunaan dari penulisan ini adalah untuk menambah
rujukan atau referensi tentang fikih mu’amalah kontemporer khususnya
tentang hukum menggunakan GO-PAY.
2. Secara Praktis
Secara praktisnya kegunaan dari penulisan ini adalah untuk memberi
kontribusi terhadap berbagai kegiatan ekonomi di masa kontemporer untuk
bermu’amalah yang berlabel syari’ah sesuai dengan al-Qur’an dan as-
Sunnah.
17
F. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif, yakni
melihat hukum sebagai norma dalam masyarakat. Dalam hal ini yuridisnya
adalah fatwa Perhimpunan al-Irsyad menurut hukum Islam dan hukum
positif Indonesia, sedangkan normatifnya adalah istinbath hukum tentang
GO-PAY.
2. Jenis Bahan Hukum
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang diperoleh
secara langsung dari al-Qur’an dan as-Sunnah, ijma’, qiyas, Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan, Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan (UU Yayasan), Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UU
Perlindungan Konsumen), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor
Umum Tidak Dalam Trayek, buku Harta Haram Muamalat
Kontemporer karya Dr. Erwandi Tarmizi, MA., Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah.
18
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah wawancara kepada para ahli fikih,
artikel-artikel para ahli fikih mu’amalah terkait fikih mu’amalah
kontemporer dan fatwa-fatwa para ‘ulama.
3. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
a. Studi Manual dan Digital
Dalam penulisan ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan
bahan hukum adalah penelusuran pustaka (library research) melalui
studi dokumen dan studi pustaka yang berhubungan dengan masalah
penulisan. Pun juga dalam penulisan ini metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah studi internet artikel-artikel yang
berhubungan dengan masalah penulisan.
b. Wawancara
Metode ini digunakan sebagai bahan hukum sekunder yang
menguatkan bahan hukum primer. Wawancara akan dilaksanakan
dengan pakar ahli fikih muamalat kontemporer yakni salah satu anggota
Dewan Fatwa Perhimpunan al-Irsyad Ustadz Dr. Erwandi Tarmizi, Lc.,
MA. dan dosen Ekonomi Syari’ah Universitas Indonesia (UI) Ustadz
Imam Wahyudi, S.E., MM.
4. Analisis Data
Dalam penulisan ini penyusun menggunakan metode deskriptif-
analitis yaitu menggambarkan syarat dan rukun bermu’amalah dan
fenomena transaksi GO-PAY yang bersumber dari beberapa bahan hukum
19
yang telah terkumpul. Selain itu, penulis juga menggunakan analisa isi
(content analysis) yaitu sebuah upaya menganalisis konsep-konsep umum
baik berupa ayat al-Quran, as-Sunnah, pendapat-pendapat para ulama
mengenai illat dari GO-PAY. Dengan demikian hikmah dan illat dapat
diketahui sehingga jika dikontekstualisasikan dengan GO-PAY, akan
diketahui apakah halal atau haram menggunakan GO-PAY. Adapun tafsir
yang digunakan dalam penulisan adalah tafsir Ibnu Katsir.
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi dan pembahasannya lebih terarah, maka disini perlu
disusun sistematika pembahasan yang dibagi menjadi lima bab, yang
sistematika pembahasannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat, kegunaan, telaah pustaka,
kerangaka teoritik, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab kedua, Bab ini menguraikan tentang profil dari Dewan Fatwa al-
Irsyad dan GO-JEK, teori – teori di dalam al-Qur-an dan as-Sunnah, dasar
hukum, kaidah fikih mu’amalah, buku – buku, jurnal, maupun pendapat ahli
fikih. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam melakukan
penelitian.
20
BAB III : PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan inti dari penulisan hukum yang dibuat oleh penulis
yang mana isinya adalah gambaran mengenai pembahasan dari rumusan
masalah tentang kedudukan hukum fatwa dari Dewan Fatwa Perhimpunan al-
Irsyad tentang GO-PAY menurut hukum Islam dan hukum positif di Indonesia
dan metode istinbath hukum yang digunakan oleh Dewan Fatwa Perhimpunan
al-Irsyad dalam menetapkan hukum GO-PAY menurut hukum Islam dan
hukum positif di Indonesia yang diangkat sesuai dengan bahan hukum yang
didapatkan oleh Penulis.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini akan menguraikan kesimpulan yang didapat dari bab
sebelumnya, serta berisikan tentang saran - saran yang perlu di sampaikan
terkait permasalahan yang telah diteliti.