bab i pendahuluan a. latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak asasi manusia disingkat (HAM) merupakan bentuk dari hak - hak
dasar manusia yang di lindungi oleh undang - undang dasar Republik Indonesia
tahun 1945, salah satu HAM tersebut sangat berkaitan erat pembinaan
narapidana di lembaga pemasyarakatan yang telah diatur dalam standart
Minimuum Rules For The Treatmant Of Prisoner oleh PBB, yang kemudian di
Ratiffikasi oleh Negara Indonesia dalam Undang - Undang Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Sistem Pemasyarakatan. Dalam sitem pemasyarakatan telah di
tentukan bahwa Negara dalam rangka pembinaan narapidana di perbolehkan
merampas hak kemerdekaan arapidana, melalui lembaga pemasyarakatan,
tetapi tetap harus memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk
pemenuhan Hak kebutuhan seksual karena Narapidana hanya dirampas Hak
kemerdekaanya saja sedangkan hak pemenuhan kebutuhan seksual harus tetap
dipenuhi karena Seksualitas merupakan aspek kehidupan yang menjadi
kebuthan dasar manusia sejak lahir.
Menurut John locke, Natural rights merupakan hak alami yang dimiliki oleh
setiap orang atau individu yang bersifat universalyang bersifat umum hak
untuk hidup,berpendapat,bekerja,memiliki sesuatu,dan lainnya termasuk juga
pemenuhan kebutuhan seksual, dimana hak alamiah ini tidaklah dibuat oleh
orang lainoleh suatu Negara serta badan-badannya melainkan lahir dan sejak
individu tersebut ada sebagai manusia.1
11 Muladi,2009, Hak Asasi Manusia Hakekat Konsep dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat.Bandung PT Refika Aditama hal 40
2
Berbagai temuan mengenai aktivitas pemenuhan kebutuhan seksual
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan merupakan fenomena yang tidak bisa
diabaikan. Berbagai aktivitas seksual yang dilakukan, seperti masturbasi,
praktek homoseksual, kekerasan seksual hingga bisnis seks di Lembaga
Pemasyarakatan merupakan temuan yang nyata ditemukan di lapangan.
Keadaan tersebut diharapkan dapat mendorong pemerintah untuk
memerhatikan kebutuhan seksual narapidana melalui suatu model hukum yang
melalui Fasilitas pemenuhan kebutuhan seksual di Lapas. Seks tergolong dalam
kebutuhan primeryang sama dengan kebutuhan makan, minum, mandi,
berpakaian, tidur, bangun, bekerja, buang air besar, atau buang air kecil.
Aktiviats - aktivitas rutin ini dilakukan setiap manusia sepanjang hidup, itulah
yang disebut dengan kebutuhan seks. Sarana dan prasarana di Lembaga
Pemasyarakatan diberikan kepada warga binaan untuk memenuhi
kebutuhannya selama menjalani masa pidananya. Penyediaan sarana dan
prasarana yang dimaksud diantaranya adalah Penyediaan fasilitas ruang
berhubungan intim antara narapidana dengan pasangan sahnya merupakan hak
yang sepatutnya dipenuhi.
Beragam upaya diusahakan dalam pemenuhan kebutuhan di LAPAS
termasuk kebutuhan seksual. Sebagian besar perilaku adaptasi dibawa dari luar
penjara merefleksikan gaya hidup karakteristik narapidana sebelum di penjara
yang salah satunya adalah kebutuhan seksual. Kebiasaan memenuhi kebutuhan
seksual sebelum masuk Lapas menjadi persoalan yang sulit terpenuhi dalam
3
LAPAS. Dengan adanya kasus penyimpangan seksual yang terjadi di Lapas
seperti kasus di bawa ini :
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kab Subang mengakumendapatkan
informasi mengenai penyimpangan prilaku seks di LembagaPemasyarakatan
(Lapas) Sukamalang Subang, Para napi di Lapas tersebut kerap melakukan
hubungan seks sesama jenis,informasi di peroleh, saat melakukan survey
(pengambilan sampel darah)para napi di Lapas,untuk menyalurkan hasrat
biologisnya para napisering menggunakan jasa napi lainnya, kendati sesama
jenis. bahkan ada salahseorang napi yang secara terang-terangan bersedia
memberikan jasa pelayanan seks dengan imbalan,sehingga perlu adanya
pencegahan khusus untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangan seksual
karena tentu saja prilaku seks seperti inisangat rentan tertular virus
HIV/AIDS.2
Kasus diatas menunjukan adanya penyimpangan seks yang sangat
memprihatinkan, karena hasrat kebutuhan seks narapidana harus benar - benar
terpenuhi. Apabila kebutuhan seks tidak terpenuhi maka akan berakibat
melakukan penyimpangan seks seperti kasus di atas yaitu melakukan hubungan
seks sesama jenis. Kasus perilaku menyimpangan seksual banyak terjadi dalam
penjara seperti anal seks dikarenakan tersumbatnya saluran seks dari
narapidana sehingga terjadinya homoseksual. Seharusnya Lapas harus bisa
mengantisipasi gejala - gejala terjadinya penyimpangan seks. Dan Kementerian
Hukum dan HAM bisa membuat aturan khusus mengenai penyediaan fasilitas
pemenuhan kebutuhan seks.
Namun, sepertinya penyediaan fasilitas khusus bagi para narapidana ini sulit
diwujudkan dalam sebuah kebijakan, sebab secara faktual penjara di
Indonesiamasih terfokus pada permasalahan klasik seperti kelebihan kapasitas
dan terbatasnya dana pemenuhan kebutuhan sehari-hari narapidana. Untuk
mengatasi hal demikian, dukungan penuh terhadap pemerintah yang
mewacanakan pengadaan fasilitas khusus untuk pemenuhan kebutuhan seksual
para narapidana perlu mendapatkan apresiasi, dengan diikuti aturan ketat dalam
melakukan hubungan intim. Harus mendapatkan izin dan syarat-syarat yang
2Kompas, 2009, Penyimpangan Seksual, http:www.Kompas.com, Diakses tanggal 3 Februari
2015, Pukul 12.30.
4
wajib dipenuhi di antaranya harus istri atau suami yang sah dilengkapi dengan
bukti surat nikah.3
Wacana memberikan akses kepada para narapidana dalam menyalurkan
kebutuhan seksual memang layak diperjuangkan semua pihak demi
kemanusiaan bagi para narapidana, sehingga dapat berlaku efektif hal itu guna
menghindari terjadinya penyimpangan seksual dalam penjara yang makin
mengkhawatirkan. Karena apabila seseorang telah kehilangan kemerdekaannya
dalam artian narapidana juga memiliki hak asasinya yang tertuang dalam
peraturan perundang - undangan mengenai hak yang di dapatkan seorang
narapidana yang terdapat dalam Pasal 14 ayat (1) Undang - Undang Nomor 12
Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan :
(1) Narapidana berhak :
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya
b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak
e) Menyampaikan keluhan
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang
g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang di lakukan
h) Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum , atau orang tertentu
lainnya
i) Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
j) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga
k) Mendapatkan pembebasan bersyarat
l) Mendapatkan cuti menjelang bebas
m) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku
Namun secara kelembagaan tidak ada aturan khusus mengenai
pemenuhan kebutuhan seksual Narapidana. Narapidana hanya dapat
3joglosemar,2010, Urgensi Ruang Intim Di Penjara, http:www. .Joglosemar.com, Diakses tanggal
3 Februari 2015, Pukul 11.30.
5
mengajukan Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) sebagai sarana untuk
memenuhi kebutuhanya dengan syarat sudah menjalani setengah dari masa
pidana seperti yang di jelaskan di Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan Pasal 14 Ayat (1) huruf j, yang menyatakan:
Bahwa Narapidana berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk
Cuti Mengunjungi Keluarga, di atur juga di dalam Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21tahun 2013 Tentang
Syarat Dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi,Cuti Mengunjungi
Keluarga, Pembebasan Bersyarat,Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat
Pasal 35.
Menurut ketentuan di atas, CMK bisa di jadikan alasan untuk
terpenuhinya kebutuhan seksual Narapidana, Akan tetapi menurut ketentuuan
diatas dengan adannya cuti mengunjungi keluarga tersebut pemenuhan
kebutuhan seks Narapidana menjadi sulit untuk terpenuhi karena untuk
mendapatkan cuti mengunjungi keluarga Narapidana harus sudah menjalani
setengah dari hukumannya berarti apabilah seorang Narapidana di hukum
kurungan penjara selama 10 tahun maka otomatis harus menunggu selama 5
tahun untuk dapat memenuhi kebutuhan seksualnya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja faktor penyebab terjadinya penyimpangan seks narapidana di
Lapaskelas II A Bojonegoro ?
2. Bagaimana bentuk-bentuk perbuatan penyimpangan seks narapidana di
Lapas kelas II A Bojonegoro?
3. Apa sajakah upaya yang di lakukan Lapas kelas II A Bojonegorountuk
mencegah terjadinya penyimpangan seks narapidana?
6
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan memahami faktor penyebab dari terjadinya tindakan
penyimpangan seks narapidana di Lapas kelas II A Bojonegoro.
2. Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk perbuatan penyimpangan
seks narapidana di Lapas kelas II A Bojonegoro.
3. Untuk mengetahui dan memahami apa sajakah upaya yang di lakukan Lapas
kelas II A Bojonegoro untuk mencegah terjadinya penyimpangan seks
narapidana.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kepentingan-
kepentingan sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis
Penullisan hukum ini di harapakan dapat berguna untuk memberikan
masukan bagi pihak - pihak yang memerlukan yaitu pemerintah dan
instansi penyelenggara Lapas, khususnya Lapas Klas II A Bojonegoro.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu hukum khususnya terkait dengan upaya Lapas dalam
melakukan pembinaan bagi para Napi di dalam Lapas dan juga untuk
mendapatkan gelar sarjana S1.
7
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan untuk lebih
memahami hukum acara pidana guna penegakkan hukum yang lebih baik
di masyarakat.
2. Bagi Lapas Memberikan informasi kepada Lapas, lembaga terkait,
akademisi dan masyarakat secara umum mengenai gambaran dampak
tentang penyimpangan seksual di Lapas. Dan sebagai upaya untuk lebih
memperhatikan pemenuhan kebutuhan seks sebagai salah satu upaya
pembinaan bagi para Napi. Selain itu para praktisi hukum di Indonesia
khususnya kalangan Lembaga Pemasyarakatan bisa menjadi referensi
dalam penegakan hukum.
3. Bagi Masyarakat / Narapidana
Masyarakat/ Narapidana mampu mengetahui kondisi serta informasi
terkait dengan penyelenggaraan LAPAS di indonesia yang mana hak-hak
narapidana yang harus di penuhi oleh LAPAS bukan hanya untuk
memberikan efek jerah, tetapi juga memberikan pembelajaran agar
narapidana tidak melakukan menyimpangan khusunya penyimpangan
seksual ketika kembali ke masyarakat.
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data – data valid yang berhubungan dengan
penulisan hukum ini, maka penulis menggunakan metode sebagai berikut :
8
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode
pendekatan yuridis sosiologis (socio legal research) untuk mengkaji dan
membahas Hak pemenuhan kebutuhan seksual Narapidana. Metode
penelitian yuridis yaitu memahami Undang -Undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan, sedangkan pendekatan secara sosiologis
yaitu dengan melihat secara langsung kebenaran dan kenyataan ke lokasi
penelitian untuk mengetahui sejauhmana pemenuhan kebutuhan seksual
Narapidana di LAPAS dan pencegahan penyimpangan Seksual.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di LAPAS Kelas II A Bojonegoro yang
beralamatkan di Jalan Diponegoro Nomor 94 kota Bojonegoro, Karena
penulis mendapatkan informasi penyimpangan seksual dari penelitian
langsung di lapas tersebut.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung
dari lokasi penelitian tentang Analisis terjadinya penyimpangan seks
narapidana karena tidak terpenuhinya kebutuhan seksual. Selain itu
data - data yang ada di tempat penelitian yang terjadi selama tahun
2013 sampai 2015 yang dilakukan dengan cara melakukan observasi
secara lagsung di LAPAS Kelas II Bojonegro dan melakukan
pencatatan. Hal ini di lakukan untuk mengetahui tentang adanya
9
penyimpangan seksual di LAPAS dan melakukan wawancara tertutup
dengan pertanyaan yang terbatas jawabanya melalui daftar pertanyaan
dalam bentuk kuesioner untuk memperoleh, fakta - fakta dan bahan
keterangan secara langsung selama proses penelitian yang dilakukan
penulis, yang di lakukan selama bulan Februari sampai dengan bulan
Juni tahun 2015
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kajian kepustakaan
dan Undang - Undang, buku literature maupun hasil penelitian /
skripsi terdahulu sebagi acuan bagi penulis. Data ini memberikan
penjelasan mengenai data primer seperti artikel, website, jurnal, dan
buku kepustakaan atau sumber lain yang terkait dengan masalah yang
dibahas.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Metode observasi : Observasi ini dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan langsung di lokasi penelitian terhadap pelaksanaan
pembinaan Narapidana yang di laksanakan di LAPAS Kelas II A
Bojonegoro
b. Wawancara (Interview) : suatu proses untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog atau diskusi
dengan pihak yang di anggap mengetahui banyak tentang masalah
10
penelitian yaitu Responden yang berada di dalam LAPAS Kelas II A
Bojonegoro antara Lain :
Tabel 1
Identitas Narapidana Di Lapas Kelas II Bojonegooro
No Nama Warga Binaan Masa Hukuman
1 Niti Suparlan 2,5 Tahun
2 Suratin 57 Hari
3 Bimil 1 Tahun
4 Moh, As’ad 5 Tahun
5 Sri Anjayana 1 Tahun
6 Indrabil 4 Bulan
7 Masjuri 10 Tahun
8 Abu Darin 5 Tahun
9 Lasiran 12 Tahun
10 Indra 6 Tahun
Sumber : Data primer yang telah diolah dari Bagian Kepegawaian
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro tanggal 4 Mei 2015
Table 2
Identitas PetugasLAPAS
No Nama Petugas Lapas Jabatan
1 Basyir Ramlan, Bc.IP,SH KALAPAS
11
2 Cuk Kusdewanto Bc.IP Kepala Pembinaan
3 Koesdwi Anto Adi Kepala Bimbingan
Sumber : Data primer yang telah diolah dari Bagian Kepegawaian
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Bojonegoro tanggal 4 Mei 2015
c. Studi Pustaka :Sebagai alat memperluas penulis sehubungan dengan
masalah yang diteliti. Peninjauan kepustakaan ini bertujuan untuk
memberikan petunjuk mendapatkan penegetahuan yang penulis miliki
dalam melakukan penelitian, membantu penulis menemukan ide - ide
baru dalam merumuskan permasalahan, memberikan bantuan untuk
menguji hasil penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisa data hasil penelitian penulis menggunakan metode
deskriptif analitis yaitu metode untuk memperoleh gambaran singkat
mengenai suatu permasalahan yang ada dilokasi yang telah dinyatakan
oleh responden secara tertulis maupun lisan dan juga perilaku yang
nyata tentang pemenuhan hak narapidana untuk mendapatkan
Pemenuhan kebutuhan sekssual narapidanayang layak di Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Bojonegoro.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini terdiri dari 4 ( empat ) BAB yang tersusun
secara berurutan. Mulai BAB I sampai BAB IV, secara garis besar dapat di
uraikan sebagai berikut :
12
BAB I Pendahuluan
Pada Bab ini berisi mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan hukum, dan metode penulisan hukum, serta
sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Pada Bab ini berisi mengenai tinjauan pustaka yang meliputi deskripsi dan
uraian mengenai bahan - bahan teori, doktrin atau pendapat sarjana, dan
kajian yuridis berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, terkait dengan
permasalahan yang akan dijadikan suatu penulisan hukum.
BAB III Pembahasan
Pada Bab ini menjelaskan dan memaparkan bahan hukum hasil penulisan
hukum serta analisa bahan hukum penulisan yang berkaitan dengan masalah
berdasarkan pada teori dan kajian pustaka.
BAB IV Penutup
Pada Bab ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penulisan hukum
pada Bab III, serta berisi saran - saran sebagai rekomendasi terhadap pihak -
pihak yang berkepentingan. Kemudian setelah penutup selesai, dilanjutkan
dengan daftar pustaka yang dijadikan sumber rujukan penulisan hukum.