bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/36958/2/jiptummpp-gdl-apriliaori-46970...pesan...

39
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan interaksi sosial yang digunakan individu untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia dan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Proses komunikasi merupakan urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam manusia menyampaikan isi pernyataan kepada manusia lain (Soehoet, 2002:10). Manusia tak terlepas dari proses interaksi dan komunikasi. Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia (Effendy, 2003 : 8). Komunikasi juga dapat diartikan sebagai bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bhasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi (Cangara, 2002 : 20). Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama, sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003 : 30). Dari hal tersebut dapat diartikan jika tidak

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk

    menyusun makna yang merupakan interaksi sosial yang digunakan individu

    untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia dan

    untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Proses komunikasi merupakan

    urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam manusia menyampaikan isi

    pernyataan kepada manusia lain (Soehoet, 2002:10).

    Manusia tak terlepas dari proses interaksi dan komunikasi. Komunikasi

    merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia dapat

    saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun kelompok

    dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan

    antar manusia (Effendy, 2003 : 8). Komunikasi juga dapat diartikan sebagai

    bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh mempengaruhi satu sama

    lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk komunikasi

    menggunakan bhasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan, seni, dan

    teknologi (Cangara, 2002 : 20).

    Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris yaitu

    communication berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari

    kata communis yang berarti sama, sama yang dimaksud adalah sama makna

    atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna

    mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh

    komunikan (Effendy, 2003 : 30). Dari hal tersebut dapat diartikan jika tidak

  • 2

    terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan maka komunikasi

    tidak terjadi.

    Pada kehidupan keseharian masyarakat Indonesia yang majemuk,

    pertemuan antar budaya merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Dalam

    interaksi yang dilakukan masyarakat, pertemuan dengan budaya lain adalah

    sebuah keanekaragaman dan merupakan rutinitas yang tidak bisa dihindari,

    sehingga komunikasi antarbudaya harus terjadi. Proses interaksi dalam

    komunikasi antarbudaya sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan kultur,

    orang-orang dari kultur yang berbeda akan berinteraksi secara berbeda pula,

    akan tetapi perbedaan kultur ini diharapkan tidak dijadikan sebagai

    penghambat proses interaksi dalam budaya yang berbeda. Interaksi dan

    komunikasi harus berjalan satu sama lain dalam anggota masyarakat yang

    berbeda budaya terlepas dari mereka sudah saling mengenal atau belum.

    Kenyataan kehidupan yang menunjukan bahwa kita tidak hanya berhubungan

    dengan orang yang berasal dari satu etnik, akan tetapi juga dengan orang yang

    berasaldari etnik lainnya.

    Berkomunikasi juga tidak serta merta bejalan lancar, ada beberapa

    hambatan dalam berkomunikasi. Berikut ini adalah beberapa hal yang

    merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian bagi

    komunikator jika ingin komunikasinya sukses (Effendy, 2003 : 45). Pertama

    adalah gangguan. Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya. Dan keempat

    adalah prasangka. Prejudice atau prasangka merupakan salah satu rintangan

    atau hambatan terberat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang yang

    mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang

  • 3

    komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi

    memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka tanpa

    menggunakan pikiran yang rasional. Prasangka bukan saja dapat terjadi

    terhadap suatu ras seperti sering kita dengar, melainkan juga terhadap agama,

    pendirian politik, pendek kata suatu perangsang yang dalam pengalaman

    pernah memberi kesan yang tidak enak.

    Dalam komunikasi antar budaya, hambatan dalam komunikasi tentu

    menjadi sebuah hal yang signifikan untuk segera diatasi. Dari beberapa

    hambatan yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui

    prasangka dari mahasiswa asing terhadap cara berkomunikasi mahasiswa

    Indonesia. Seperti yang di ketahui, banyak pertukaran pelajar ataupun

    mahasiswa yang ada di Indonesia dari berbagai Negara khususnya yang ada d

    Malang. Sulit tentunya bagi mahasiswa asing untuk beradaptasi dengan

    lingkungan yang baru, apalagi beda negara, beda kultur, dan masih banyak lagi

    perbedaan untuk beradaptasi di Negara Indonesia.

    Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam beberapa bulan terakhir di

    Universitas Islam Negeri Malang, peneliti mendapati pernyataan atau keluhan

    dari mahasiswa asing tentang kurangnya interaksi antara mahasiswa asing

    dengan mahasiswa Indonesia. Mahasiswa asing merasa kurang mendapat

    perhatian dari masyarakat Indonesia.

  • 4

    A. Kegunaan Penelitian

    1. Kegunaan Akademik

    Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi penelitian

    terdahulu tentang komunikasi antar budaya khususnya pada prasangka

    mahasiswa antar budaya.

    2. Kegunaan Praktis

    Penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana atau informasi bagi

    pembaca skripsi ini khususnya pada mahasiswa asing tentang prasangka

    dan cara berkomunikasi mahasiswa Indonesia.

    B. Tinjauan Pustaka

    1. Komunikasi

    Menurut Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu

    Komunikasi", "Komunikasi mengandung makna bersama-sama (common).

    Istilah komunikasi atau communications yang berarti pemberitahuan atau

    pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-

    sama" (Wiryanto, 2004 : 5 ).

    Sedangkan Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid yang

    dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu

    Komunikasi", mendenifisikan komunikasi adalah "Suatu proses di mana dua

    orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi anatar satu

    sama lainnya, yang pada gilirannya terjadi saling pengrtian yang mendalam"

    (Wiryanto, 2004 : 6).

    Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih, yang

    mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise), terjadi

  • 5

    dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada

    kesempatan untuk melakukan umpan balik (DeVito, 1997 : 23).

    Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk

    menyusun makna yang merupakan interaksi sosial yang digunakan individu

    untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia dan

    untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Proses komunikasi merupakan

    urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam usaha manusia menyampaikan isi

    pernyataan kepada manusia lain (Soehoet, 2002:10).

    Berbeda dengan denifisi menurut Harold D. Laswell yang dikutip oleh

    Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu Komunikasi", yaitu

    cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

    pertanyaan berikut : Who Says what In which Channel To Whom With What

    Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan efek

    bagaimana?)" (Wiryanto, 2004 : 7).

    Berdasarkan denifisi Laswell tersebut dapat diturunkanlima unsure

    komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:

    1. Sumber (source), dapat disebut juga pengirim (sender), komunikator

    (communicator). Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai

    kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber dapat berupa individu,

    kelompok, organisasi, perusahaan.

    2. Pesan yaitu, apa yang dikomunikasikan oleh sumbber kepada penerima.

    Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang

    mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi.

  • 6

    3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber

    untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.

    4. Penerima (reicever) yakni, orang yang menerima pesan dari sumber.

    Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi,

    pola pikir dan perasaan.

    5. Efek yaitu, apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan

    tersebut.

    Dari denifisi yang telah dikemukan diatas, maka dapat disimpulkan

    bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling mempengaruhi

    satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas pada bentuk

    komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan seni dan

    teknologi. Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian

    pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dll yang muncul dari benaknya.

    Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragua-raguan, kekhawatiran,

    kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbuI dari lubuk

    hati.

    1.1. Unsur-unsur Komunikasi

    Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2011) dipaparkan

    bahwa terdapat beberapa unsur komunikasi, termasuk lima unsur di atas,

    ditambah dengan umpan batik dan lingkungan.

    1. Sumber

    Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai

    pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut pengirim,

  • 7

    komunikator, atau dalam bahasa Inggris disebut source, sender atau

    encoder.

    2. Pesan

    Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang

    disampaikan pengirim kepada penerima. Isinya bisa berupa ilmu

    pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam bahasa

    Inggris disebut message, content, atau information.

    3. Media

    Media ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari

    sumber kepada penerima. Contoh media dalam komunikasi antarpribadi

    ialah pancaindera, telepon, surat, telegram. Sementara untuk media massa

    dibedakan atas media cetak dan media elektronik. Namun karena makin

    canggihnya teknologi komunikasi saat ini, yang bisa mengkombinasikan

    (multimedia) antara satu dan lainnya, makin kaburlah batas-batas untuk

    membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi

    antarpribadi. Selain itu, terdapat pula media komunikasi sosial, seperti

    rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian, dan pesta

    rakyat.

    4. Penerima

    Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh

    sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam

  • 8

    1.2 Tujuan Komunikasi

    Menurut Onong Uchajana Effendy (2011 : 55) dalam buku yang berjudul

    "Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi". Tujuan komunikasi adalah

    a. Mengubah sikap (To change the attitude).

    b. Mengubah opini (To change the opinion).

    c. Mengubah perilaku (To change the behavior).

    d. Mengubah masyarakat (To change the society).

    1.3 Fungsi Komunikasi

    Menurut Harold Laswell sebagaimana telah dikutip oleh Nurudin

    (2010:14), secara terperinci fungsi — fungsi komunikasi sebagai berikut:

    1. Penjagaan atau pengawasan lingkungan (surveilance of the

    environtment), fungsi ini di jalankan oleh para diplomat, atase dan

    koresponden luar negeri sebagai usaha menjaga lingkungan.

    2. Menghubungkan bagian — bagian yang terpisah dari masyarakat untuk

    menanggapi lingkungan (correlation of the part of the society in respond

    in to the environtment).

    3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi berikutnya

    (transmission of the social herilage) fungsi ini di jalankan oleh para

    pendidik di dalam pendidikan formal atau informal karena terlibat

    mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi.

    Charles R. Wright (1988), sebagaimana dikutip oleh Nurudin,

    menambahkan satu fungsi, yaitu entertainment (hiburan) yang menunjukan

    pada tindakan — tindakan komunikatif yang terutama sekali di maksudkan

  • 9

    untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek — efek instrumental yang

    dimilikinya (Nurudin,2010:16).

    1.4 Hambatan Komunikasi

    Menurut Onong Uchajana Effendy (2004 :11) dalam buku yang

    berjudul "Dinamika Komunikasi", faktor-faktor penghambatan komunikasi

    adalah :

    1. Hambatan sosio-psikologis.

    2. Hambatan semantis.

    3. Hambatan mekanis.

    Menurut Onong Uchajana Effendy (2003: 45) dalam bukunya "Ilmu,

    Teori, dan Filsafat Komunikasi", ada beberapa hal yang merupakan hambatan

    komunikasi yang hams menjadi perhatian bagi komunikator bila ingin

    komunikasinya sukses, yaitu sebagai berikut :

    1. Gangguan

    2. Kepentingan

    3. Motivasi terpendam

    4. Prasangka

    2. Komunikasi Antar Budaya

    Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang membedakannya

    dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang pengalaman yang

    relative besar antara para komunikatornya, yang disebabkan perbedaan

    kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda budaya maka

    akan berbeda pula komunikasi dan makna yang dimilikinya. Istilah

    antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada tahun 1959.

  • 10

    Namun demikian, Hall tidak menerangkan pengaruh perbedaan budaya

    terhadap proses komunikasi antarpribadi. Perbedaan antarbudya dalam

    berkomunikasi baru dijelaskan David K.Berlo melalui bukunya Process of

    Communication (An Introduction to Theory and Practice) pada tahun 1960

    (Liliweri, 2001:1).

    Menurut Liliweri (2001), komunikasi antarbudaya adalah antarpribadi

    yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda budaya,

    bahkan dalam satu bangsa sekalipun. Komunikasi antarbudaya terjadi bila

    produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya adalah

    anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, akan segera

    dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi tempat suatu

    pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain.

    Seperti diketahui bahwa budaya sangat mempengaruhi orang yang

    berkomunikasi dan budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan

    perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya,

    bila dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula perbendaharaan

    yang dimilikinya, dan itu jelas akan menimbulkan kesulitan tertentu.

    Sitaram (Frans Josef :1993:30) mendefinisikan secara sederhana

    komunikasi antarbudaya adalah interaksi di antara anggota-anggota budaya

    yang berbeda. Kemudian komunikasi antarbudaya menurut Maletzke adalah

    proses tukar menukar pemikiran dan pengertian menunjuk pada pertukaran hal-

    hal yang bersifat kognitif dan sentimental di antara budaya yang berbeda.

    Selanjutnya Samoyar dan Poster (dalam Larry,Richard,Edwin: 2010)

    mengatakan komunikasi antarbudaya merupakan penyampaian pesan dan

  • 11

    penerima pesan berasal dari budaya yang berlainan. Menurut charley H. Dood,

    komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan peserta

    komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok dengan tekanan

    pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi perilaku

    komunikasi para peserta.

    Menurut Mulyana (dalam Mulyana dan Rahmat 2005:19 ) Komunikasi

    antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni hubungan antarpribadi di

    antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda. Jika

    berbicara tentang komunikasi antarpribadi, maka yang dimaksud adalah dua

    atau lebih orang terlibat dalam komunikasi verbal atau non verbal secara

    langsung. Apabila kita menambahkan dimensi perbedaan kebudayaan ke

    dalamnya, maka kita berbicara tentang komunikasi antarbudaya. Maka

    seringkali dikatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi

    antarpribadi dengan perhatian khusus pada faktor-faktor kebudayaan yang

    mempengaruhinya. Dalam keadaan demikian, kita dihadapkan dengan

    masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan disandi

    dalam suatu budaya dan harus disandi batik dalam budaya lain. Budaya

    mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab atas

    seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap

    orang, konsekuensinya, perbendaharaan- perbendaharaan yang dimiliki oleh

    dua orang yang berbeda budaya pula yang dapat menimbulkan berbagai macam

    kesulitan.

    Komunikasi antarbudaya merujuk pada fenomena komunikasi dimana

    para partisipan yang berbeda dalam latar belakang kultural menjalin kontak

  • 12

    satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. Ketika komunikasi

    antarbudaya mempersyaratkan dan berkaitan dengan kesamaan-kesamaan

    perbedaan-perbedaan kultural antara pihak-pihak yang terlibat, maka

    karakteristik-karakteristik kultural dari para partisipan bukan merupakan fokus

    studi dari komunikasi antarbudaya, melainkan proses komunikasi antara

    individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok (Rahardjo, 2005:

    54).

    Sebagaimana sebuah aktivitas komunikasi yang efektif terdapat

    persamaan makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian halnya

    dengan komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih sulit mengingat

    adanya unsur perbedaan kebudayaan antara pelaku- pelaku komunikasinya.

    Itulah sebabnya, usaha untuk menjalin komunikasi antarbudaya dalam

    praktiknya bukanlah merupakan suatu persoalan yang sederhana. Terdapat

    banyak masalah-masalah potensial yang sering terjadi di dalamnya, seperti

    pencarian kesamaan, penarikan diri, kecemasan, pengurangan ketidakpastian,

    stereotip, prasangka, rasisme, kekuasaan, etnosentrisme dan culture shock

    (Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 316).

    Sedangkan Lewis dan Slade menguraikan tiga kawasan yang paling

    problematik dalam lingkup pertukaran antarbudaya, yaitu kendala bahasa,

    perbedaan nilai dan perbedaan pola perilaku kultural. Kendala bahasa

    merupakan sesuatu yang tampak, namun hambatan tersebut lebih mudah untuk

    ditanggulangi karena bahasa dapat dipelajari, sedangkan dua hambatan lainnya,

    yaitu perbedaan nilai dan perbedaan pola-pola perilaku kultural terasa lebih

    sulit untuk ditanggulangi. Menurut Lewis dan Slade, perbedaan nilai

  • 13

    merupakan hambatan yang serius terhadap munculnya kesalahpahaman

    budaya, sebab ketika dua orang yang berasal dari kultur yang berbeda

    melakukan interaksi, maka perbedaan-perbedaan tersebut akan menghalangi

    pencapaian kesepakatan yang rasional tentang isu-isu penting. Mengenai

    kesalahpahaman antarkultural dikarenakan perbedaan pola-pola perilaku

    kultural lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan masing-masing kelompok

    budaya untuk memberi apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan

    oleh setiap kelompok budaya tersebut.

    Usaha untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, di samping

    dihadapkan pada ketiga hal tersebut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor

    penghambat, yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka. Etnosentrisme

    merupakan tingkatan dimana individu-individu menilai budaya orang lain

    sebagai inferior terhadap budaya mereka. Prasangka merupakan sikap yang

    kaku terhadap suatu kelompok yang didasarkan pada keyakinan atau pm

    konsepsi yang keliru, juga dapat dipahami sebagai penilaian yang tidak

    didasari oleh pengetahuan dan pengujian terhadap informasi yang tersedia.

    Sedangkan stereotip merupakan generalisasi tentang beberapa kelompok orang

    yang sangat menyederhanakan realitas (Rahardjo, 2005: 54- 56).

    Sarbaugh mengemukakan tiga prinsip penting dalam komunikasi

    antarbudaya. Pertama, suatu sistem sandi bersama yang tentu saja terdiri dari

    dua aspek (verbal dan non verbal). Tanpa suatu sistem bersama, komunikasi

    akan menjadi tidak mungkin. Terdapat berbagai tingkat perbedaan, namun

    semakin sedikit persamaan sandi itu, semakin sedikit komunikasi yang

    mungkin terjadi. Kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan diantara

  • 14

    pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi asumsi-asumsi

    berbeda untuk memberikan respons. Sebenarnya kepercayaan-kepercayaan dan

    perilaku-perilaku kita mempengaruhi persepsi kita tentang apa yang dilakukan

    orang lain. Maka dua orang yang berbeda budaya dapat dengan mudah

    memberi makna yang berbeda kepada perilaku yang sama. Bila ini terjadi,

    kedua orang itu berperilaku secara berbeda tanpa dapat meramalkan respon

    pihak lainnya, padahal kemampuan meramalkan ini merupakan bagian integral

    dari kemampuan berkomunikasi secara efektif. Ketiga, tingkat mengetahui dan

    menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai budaya lain

    dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan menolak mempertimbangkan norma-

    norma budaya lain akan menentukan keefektifan komunikasi yang akan terjadi

    (Tubbs dan Moss, 2005: 240).

    Adapun yang menjadi unsur dalam komunikasi antar budaya adalah

    sebagai berikut:

    1. Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikator.

    Komunikator dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak yang

    mengawali proses pengiriman pesan terhadap komunikan. Baik

    komunikator maupun komunikan ditentukan oleh faktor-faktor makro

    seperti penggunaan bahasa minoritas dan pengelolaan etnis, pandangan

    tentang pentingnya sebuah percakapan dalam konteks budaya, orientasi

    terhadap konsep individualitas dan kolektivitas dari suatu masyarakat,

    orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan faktor mikronya adalah

    komunikasi dalam konteks yang segera, masalah subjektivitas dan

    objektivitas dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan percakapan dalam

  • 15

    bentuk dialek dan aksen, dan nilai serta sikap yang menjadi identitas

    sebuah etnik (Liliweri, 2003: 25-26).

    2. Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikan.

    Komunikan merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh

    komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, komunikan merupakan

    seorang yang berbeda latar belakang dengan komunikator. Tujuan

    komunikasi yang diharapkan ketika komunikan menerima pesan dari

    komunikator adalah memperhatikan dan menerima secara menyeluruh.

    Ketika komunikan memperhatikan dan memahami isi pesan, tergantung

    oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt action.

    Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu yang

    benar, kemudian afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa pesan

    tidak hanya benar namun baik dan disukai, sedangkan overt action

    merupakan tindakan yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap pesan yang

    benar dan baik sehingga mendorong suatu tindakan yang tepat (Liliweri,

    2003:26-27).

    3. Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi pikiran, ide atau

    gagasan, dan perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan sesuatu

    yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu seperti kata-kata verbal

    dan simbol nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama, yaitu content (isi)

    dan treatment (perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan terhadap

    pesan tergantung dari keterampilan komunikasi, sikap, tingkat

    pengetahuan, posisi dalam sistem sosial dan kebudayaan (Liliweri, 2003:

    27-28).

  • 16

    4. Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi antarbudaya, media

    merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe

    saluran yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel yakni

    saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima

    indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi,

    tangan, hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized channel

    yaitu saluran yang sudah sangat dikenal manusia seperti percakapan tatap

    muka, material percetakan dan media elektronik. Para ilmuwan sosial

    menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan yang

    disampaikan melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris (Liliweri,

    2003:28-29).

    5. Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek atau

    umpan balik. Tujuan manusia berkomunikasi adalah agar tujuan dan

    fungsi komunikasi dapat tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi

    antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menerangkan tentang

    sesuatu, memberikan hiburan dan mengubah sikap atau perilaku

    komunikan. Didalam proses tersebut, diharapkan adanya reaksi atau

    tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut umpan balik..

    Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses komunikasi

    antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk memahami

    pikiran dan ide atau gagasan yang terkandung didalam pesan yang

    disampaikan.

  • 17

    6. Unsur keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah suasana.

    Suasana merupakan salah satu dari 3 faktor penting (waktu, tempat dan

    suasana) didalam komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2003:29-30).

    7. Unsur ketujuh dalam proses komunikasi antarbudaya adalah gangguan.

    Gangguan didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala sesuatu

    yang menghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dan

    komunikan dan dapat juga mengurangi makna pesan antarbudaya.

    Gangguan tersebut menghambat penerimaan pesan dan sumber Gangguan

    yang berasal dari komunikator bersumber akibat status sosial dan budaya,

    latar belakang pendidikan dan keterampilan berkomunikasi. Gangguan

    yang berasal dari pesan disebabkan oleh perbedaan pemberian makna

    pesan yang disampaikan secara verbal dan perbedaan tafsir atas pesan non

    verbal. Sedangkan gangguan yang berasal dari media, yaitu karena

    kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi

    sehingga kurang mendukung komunikasi antarbudaya. De Vito (1997)

    menggolongkan tiga macam gangguan, yaitu fisik, psikologis dan

    semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat

    atau pesan lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif atau

    mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan pendengar

    memiliki anti yang berlainan (Liliweri, 2003:30- 31).

    Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku

    komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang. Konsekuensinya

    perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang berbeda budaya

    akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan segala macam kesulitan.

  • 18

    Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah penyandian-penyandian

    batik pesan terlukis pada gambar

    (Sumber: Liliweri, 2003:11)

    Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometrik yang

    berbeda. Budaya A dan Budaya B relatif serupa dan masing-masing diwakili

    oleh suatu segi empat. Budaya C sangat berbeda dengan budaya A dan budaya

    B. perbedaan yang lebih besar ini tampak pada melingkar budaya C dan jarak

    fisiknya dari buya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada bentuk lain yang

    agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukan individu yang telah

    dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari bentuk budaya

    yang mempengaruhinya. Ini menunjukan dua hal. Pertama, ada pengaruh-

    pengaruhlain disamping budaya yang membentuk individu. Kedua, meskipun

    budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu. Orang-

    orangdalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang berbeda.

    Proses komunikasi antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah yang

    menghubungkan antar budaya (Sihabudin, 2011: 21):

    1) Pesan mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi (encorder)

    2) Pesan mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya penyandi

    batik (decoder), telah menjadi bagian dari makna pesan.

    Bagan I

    Komunikasi Antarbudaya

    Budaya A

    Budaya B

    Budaya C

  • 19

    3) Makna pesan berubah selama fase penerimaan penyandian batik dalam

    komunikasi antarbudaya karena makna yang dimiliki decoder tidak

    mengandung makna budaya yang sama dengan encoder.

    Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situsi komunikasi antarbudaya

    merupakan fungsi perbedaan antara budaya-budaya yang bersangkutan. Ini

    ditunjukan pada model oleh derajat perubahan pola yang terlihat pada panah-

    panah pesan. Perubahan antara budaya A dan budaya B lebih kecil daripada

    perubahan antara budara A dan budaya C. ini disebabkan oleh kemiripan yang

    lebih besar antara budaya A dan budaya B. parbendaharaan perilaku

    komunikastif dan makna keduanya mirip dan usaha penyandian balik yang

    terjadi, oleh karenanya, menghasilkan makna yang mendekati makna yang

    dimaksudkan dalam penyandian pesan asli. Tetapi oleh karena budaya C

    tampak sangat berbeda dengan budaya A dan budaya B, penyandian baliknya

    juga sangat berbeda dan lebih menyerupai budaya C.

    Model menunjukan bahwa bisa terdapat banyak ragam perbedaan budaya

    dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi dalam banyak

    ragam situasi, yang berkisar dari ragam interaksi antara orangorang yang

    berbeda budaya secara ekstrem hingga interaksi antara orangorang yang

    memiliki budaya dominan yang sama, tetapi memiliki subkultur dan

    subkelompok berbeda. Bila melihat perbedaan-perbedaan berkisar pada suatu

    skala minimum-maksimum, tampaklah bahwa besarnya perbedaan dua

    kelompok budaya tcrgantung pada keunikan sosial kelompok-kelompok

    budaya yang dibandingkan. Walaupun skala ini sederhana, skala tersebut

  • 20

    memungkinkan memeriksa suatu aksi komunikasi antarbudaya dan

    meneropong efek perbedaan-perbedaan budaya.

    Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antar budaya adalah sebuah hal

    yang sangat penting saat ini. Pendatang sementara secara kolektif disebut

    sebagai sojourners atau biasa dikenal dengan istilah ekspatriat, yaitu

    sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah negara yang

    memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat mereka

    berasal. Oberg menggunakan istilah sojourners untuk mengindikasikan

    kesulitan-kesulitan yang muncul dari pembukaan lingkungan yang tidak

    dikenal. Kesulitan yang dialami oleh sojourners tidak sama. Beberapa variabel

    utama mencakup jarak antara budaya tempat mereka berasal dengan budaya

    tempat pribumi, jenis keterlibatan, lamanya kontak, dan status pendatang

    dalam sebuah Negara.

    2.1. Efektivitas Komunikasi Antarbudaya

    Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan

    pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh maraa para

    partisipan memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Itulah

    yang dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif, sering disebut

    pula dengan efektivitas komunikasi antarbudaya.

    Kata Gudykunst, jika dua orang atau lebih berkomunikasi antarbudaya

    secara efektif maka mereka akan berurusan dengan satu atau lebih pesan yang

    ditukar (dikirim & diterima) mereka harus bisa memberikan makna yang sama

    atas pesan. Singkat kata, komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang

  • 21

    dihasilkan oleh kemampuan para partisipan komunikasi lantaran mereka

    berhasil menekan sekecil mungkin kesalahpahaman (Liliweri, 2003:227-228).

    Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa

    komunikasi antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul nlua,at understanding

    atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan saling

    memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan bagaimana

    orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi batik pesan

    yang diterima. Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman timbal balik itu

    tidak sama dengan pernyataan setuju, tetapi hanya menyatakan dua pihak

    sama-sama mengerti makna dari pesan yang diperlukarkan itu.

    Lebih lanjut Schramm (Liliweri, 2001:171) mengemukakan, komunikasi

    antarbudaya yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat syarat,

    yaitu:

    1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia

    2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan

    sebagaimana yang di kehendaki.

    3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari

    cara bertindak.

    4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar menyenangi

    hidup bersama orang dari budaya yang lain.

    Yang paling penting sebagai hasil komunikasi adalah kebersamaan

    dalam makna itu. Bukan sekedar hanya komunikatornya, isi pesanya, atau

    saluranya. Maka, agar maksud komunikasi dipahami dan diterima dilaksankan

    bersama, harus dimungkinkan adanya peran serta untuk mempertukarkan dan

  • 22

    merundingkan makna diantara semua pihak dan unsur dalam komunikasi yang

    pada akhinya akan menghasilkan keselarasan dan keserasian.

    2.2. Hambatan-hambatan Komunikasi Antarbudaya

    Hambatan-Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya terjadi karena

    alasan yang bermacam-macam karena komunikasi mencakup pihak-pihak yang

    berperan sebagai pengirim dan penerima secara berganti-ganti maka hambatan-

    hambatan tersebut dapat terjadi dari semua pihak antara lain (Liliweri,

    2003:15):

    1) Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi. Masalah komunikasi

    sering terjadi karena alasan dan motivasi untuk berkomunikasi yang

    berbeda-beda, dalam situasi antarbudaya perbedaan ini dapat

    menimbulkan masalah.

    2) Etnosentrisme banyak orang yang menganggap caranya melakukan

    persepsi terhadap hal-hal disekelilingnya adalah satusatunya yang

    paling tepat dan benar, padahal harus disadari bahwa setiap orang

    memiliki sejarah masa lalunya sendiri sehingga apa yang dianggapnya

    baik belum tentu sesuai dengan persepsi orang lain.36 Etnosentrisme

    cenderung menganggap rendah orang-orang yang dianggap asing dan

    memandang budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri karena

    etnosentrisme biasanya dipelajari pada tingkat ketidaksadaran

    diwujudkan pada tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak asal

    usulnya.

    3) Tidak adanya kepercayaan karena sifatnya yang khusus, komunikasi

    antarbudaya merupakan peristiwa pertukaran informasi yang peka

  • 23

    terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan antara pihak-

    pihak yang terlibat.

    4) Penarikan diri komunikasi tidak mungkin terjadi bila salah satu pihak

    secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya terjadi.

    Ada dugaan bahwa macam-macam perkembangan saat ini antara lain

    meningkatnya urbanisasi, perasaan-perasaan orang untuk menarik diri

    dan apatis semakin banyak pula.

    5) Tidak adanya empati, beberapa hal yang menghambat empati antara

    lain: (a) Fokus terhadap diri sendiri secara terus menerus, (b)

    Pandangan-pandangan stereotype mengenai ras dan kebudayaan. (c)

    Kurangnya pengetahuan terhadap kelompok, kelas atau orang tertentu.

    Namun lain lagi menurut Barna & Rubenm (DeVito, 1997:490)

    hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya dibagi menjadi 5 yaitu :

    1) Mengabaikan Perbedaan Antara Anda dan Kelompok yang Secara

    Kultural Berbeda

    2) Mengabaikan perbedaan Antara Kelompok Kultural yang Berbeda

    3) Mengabaikan Perbedaan dalam Makna

    4) Melanggar Adat Kebiasaan Kultural

    5) Menilai Perbedaan Secara Negatif

    2.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya

    Adapun yang menjadi prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya

    (DeVito, 1997:488) terdiri dari :

    1) Relativitas Bahasa

  • 24

    Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan

    perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis linguistik.

    Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930- an, dirumuskan

    bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif. Dan karena

    bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal karakteristik

    semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk mengatakan

    bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan

    berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang dunia.

    2) Bahasa Sebagai Cermin Budaya

    Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya,

    makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-

    isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan,

    karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit

    komunikasi dilakukan.Kesulitan ini dapat mengakibatkan, misalnya,

    lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan kalimat,

    lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah persepsi,

    dan makin banyak potong kompas (bypassing).

    3) Mengurangi Ketidak-pastian

    Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-

    pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari komunikasi

    berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga dapat lebih baik

    menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang lain.

    Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini, diperlukan

  • 25

    lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian dan

    untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.

    4) Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya

    Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran diri

    (mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini mempunyai

    konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri ini

    barangkali membuat lebih waspada. ini mencegah mengatakan hal-hal

    yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya, ini

    membuat terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya diri.

    Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya Perbedaan

    antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara

    berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika menjadi lebih

    akrab. Walaupun selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi dan

    salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar dalam

    situasi komunikasi antarbudaya.

    5) Memaksimalkan Hasil Interaksi

    Dalam komunikasi antar budaya seperti dalam semua

    komunikasi, berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga konsekuensi

    yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratluxn implikasi yang penting

    bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan berintraksi

    dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan hasil

    positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda mungkin

    menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih

  • 26

    berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan anda

    ketimbang orang yang sangat berbeda.

    Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, terus melibatkan

    diri dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil negatif,

    mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga, membuat

    prediksi tentang mana perilaku yang akan menghasilkan hasil positif.

    dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari, misalnya,

    pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang anda

    tunjukkan, dan sebagainya.

  • 27

    3. Hubungan Kebudayaan dan Komunikasi

    Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh perilakunya

    melalui belajar. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan

    aspek terpenting dan paling mendasar. Proses yang dilalui individu -

    individu untuk memperoleh aturan - aturan (budaya) komunikasi dimulai

    pada masa awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan pola.

    Pola-pola budaya ditanamkan kedalam system saraf dan menjadi bagian

    kepribadian dan perilaku kita. Berbagai macam defmisi mengenai

    kebudayaan telah diungkapkan paraahli lainnya, salah satunya Clyde

    Kluckhon mendefinisikan kebudayaan sebagai — keseluruhan cara hidup

    suatu bangsa, warisan sosial, yang di dapat individu dari kelompoknya

    (Koentjaraningrat,2000:130).

    Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti

    budaya adalah komunikasi, karena budaya sering muncul melalui

    komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta pun

    mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang bersangkutan.

    Hubungan antar budayadan komunikasi adalahh timbal balik. Budaya

    takkan eksis tanpa komunikasi dan komunikasitakkan eksis tanpa budaya.

    Godwin C. Chu mengatakan bahwa setiap pola budaya dan setiaptindakan

    melibatkan komunikasi. Untuk dapat dipahami , keduanya harus dipelajari

    bersama — sama. Budaya takkan dapat dipahami tanpa mempelajari

    komunikasi, dan komunikasi hanyadapat dipahami dengan memahami

    budaya yang mendukungnya (Mulyana, 2003:14).

  • 28

    Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua

    konsep yang tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa studi komunikasi

    antar budaya adalah studi yang menekankan padaefek kebudayaan terhadap

    komunikasi. Orang-orang memandang dunia budaya dan komunikasi

    mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang berkomunikasi sesuai dengan

    budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa, berapa banyak hal yang

    dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang yang

    berinteraksi. Liliweri (2003:135) menjelaskan komunikasi antar budaya

    merupakan pertukaran pesan yang disampaikan secara lisan, tertulis, bahkan

    secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang budaya dan

    merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan yang

    disampaikan secara lisan atau tertulisatau metode lainnya yang dilakukan

    oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.

    Komunikasi antarbudaya tidak dapat terlepas dari faktor-faktor

    budaya yang melekat pada diriindividu. Budaya adalah suatu pola hidup

    menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam bahasa

    Sansekerta kata budaya berasal dari kata buddhayah yang berarti akal budi.

    Dalam filsafat Hindu, akal budi melibatkan seluruh unsur panca indera, baik

    dalam kegitan pikiran (kognitif), perasaan (afektif), maupun perilaku

    (psikomotori). Sedangkan kata lain yang juga memiliki maknayang sama

    dengan budaya adalah 'kultur' yang berasal dari Romawi,cultura, biasanya

    digunakan untuk menyebut kegiatan manusia mengolah tanah atau bercocok

    tanam. Kultur adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa manusia

    berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik (Purwasito,2003:95).

  • 29

    Dalam komunikasi antarbudaya seperti dalam proses

    komunikasinya, kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Kita berusaha

    mendapatkan keuntungan yang maksimal dari biayayang minimum. Dalam

    komunikasi budaya, orang cendrung akan berinteraksi dengan orang lain

    yang mereka perkirakan akan memberikan hasil yang positif, dan bila

    mendapatkan hasil yang positif maka proses komunikasi tersebut akan terus

    ditingkatkan, dan ketika dalam proses komunikasi tersebut dirasa mendapat

    hasil yang negative maka pelaku komunikasi tersebut mulai menarik diri

    danmengurangi proses komunikasi. Dalam berinteraksi konteks

    keberagaman kebudayaan kerap kalimenemui masalah atau hambatan-

    hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya, misalnya dalam penggunaan

    bahasa, lambang-lambang, nilai-nilai atau norma masyarakat dan lain

    sebagainya.

    Hambatan-hambatan yang terjadi mungkin disebabkan karena

    adanya sikap yang tidak saling pengertian antara satu individu dengan

    lainnya yang berbeda budaya.Padahal syarat untuk terjadinyainteraksi dalam

    masyarakat yang berbeda budaya tentu saja harus ada saling pengertian atau

    pertukaran informasi atau makna antara satu dengan yang lainnya. Diakui

    atau tidak perbedaan latar belakang budaya bisa membuat kita sangat kaku

    dalam proses berinteraksi dan berkomunikasi Untuk mewujudkan

    komunikasi yang baik atau efektif dengan latar belakang budaya yang

    berbeda tidak sesulit yang dibayangkan dan tidak semudah anggapan

    banyak orang.

  • 30

    Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang berbeda,

    banyak hal yang harus diperhatikan dan banyakk juga kemungkinan

    terjadinya kesalahpahaman di dalamnya. Perbedaan- perbedaan tersebut

    melahirkan sikap prasangka sosial, prasangka ekonomi, prasangka politik

    antaretnik. Sikap itu muncul pada stereotipe antar etnik (menjelekkan suku

    lain), jarak sosial (memilih-milih bergaul dengan suku lain), sikap

    diskriminasi (menyingkirkan suku lain) yang bila tidak ditangani dengan

    baik akan menimbulkan disintegrasi sosial antaretnik termasuk disintegrasi

    antar etnik dalam lembaga pendidikan atau sekolah.

    4. Prasangka

    Secara terminologi, prasangka (prejudice) merupakan kata yang

    berasal dari bahasa Latin. Prae berarti sebelum dan Judicium berarti

    keputusan (Hogg,2002). Chambers English Dictionary (dalam Brown, 2005)

    mengartikan prasangka sebagai penilaian atau pendapat yang diberikan oleh

    seseorang tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Hal senada juga

    diberikan oleh Hogg (2002), yang menyatakan bahwa prasangka merupakan

    sikap sosial atau keyakinan kognitif yang merendahkan, ekspresi dari

    perasaan yang negatif, rasa bermusuhan atau perilaku diskriminatif kepada

    anggota dari suatu kelompok sosial tertentu sebagai akibat dari

    keanggotaannya dalam kelompok tertentu.

    Karakteristik dan perilaku aktual dari individu hanya sedikit

    berperan. Baron dan Graziano (1991) mendefinisikan prasangka sebagai

    suatu sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu. Dalam hal ini, Baron

    dan Graziano (1991) menyatakan bahwa prasangka merupakan aspek yang

  • 31

    penting dari hubungan antar kelompok. Burchell dan Fraser (2001) juga

    mendefinisikan prasangka sebagai sikap negatif atau sikap tidak suka

    terhadap suatu kelompok dan anggotanya.

    Prasangka ialah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap

    individu dan kelompok lain seperti dalam hubungan ras dan etnis atau

    melalui media massa yang populer. Prasangka menjadi komunikasi

    antarbudaya karena biasanya ada pandangan negatif ayng diiringi oleh

    adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku (in group) dan

    perasaan kelompokmu (out group feeling). Oleh sebab itu komunikasi yang

    diawali oleh adanya prasangka tidak akan berjalan dengan efektif

    (Baron&Graziano, 1991:48).

    Ada tiga tipe tipe prasangka yang kita kenal, yakni:

    1. Prasangka kognitif, yakni prasangka yar5 berada pada ranah pemikiran,

    benar atau salah. Menurut kelompoknya terhadap kelompok lain.

    2. Prasangka afektif, yakni prasangka yang berada pada ranah perasaan,

    suka atau tidak suka.

    3. Prasangka konatif, yakni prasangka yang berada pada ranah

    perbuatan/perilaku/action. Pada ranah ini bila suatu kelompok tidak suka

    pada kelompok lain maka kelompok tersebut akan di deskrimninasi dan

    dijauhkan (Baron&Graziano, 1991:48) Prasangka itu mencakup hal-hal

    berikut : memandang kelompok lain lebih rendah, sifat memusuhi

    kelompok lain, bersikap ramah pada kelompok lain pada saat tertentu,

    namun menjaga jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci kelompok

    lain seperti terlambat padahal mereka menghargai ketepatan waktu. Ini

  • 32

    berarti bahwa hingga derajat tertentu kita sebenarnya berprasangka

    terhadap suatu kelompok. Jadi kita tidak dapat tidak berprasangka.

    Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi, yakni

    pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang terhadap sumber

    daya semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut

    seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya. Contohnya

    dislcriminasi terhadap orang negro yang ada di amerika.

    Prasangka dapat menghambat komunikasi. Oleh karena itu, orang-

    orang yang punya sedikit prasangka pun terhadap suatu kelompok yang

    berbeda tetap saja lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang yang mirip

    dengan mereka karena interaksi demikian lebih meyenagkan daripada

    interaksi dengan orang tak dilcenal. Ada beberapa contoh prasangka

    misalnya. orang Jepang kaku dan pekerja keras, orang Cina mata duitan,

    politikus itu penipu, wanita sebagai objek seks, dll. Prasangka mungkin

    tidak didukung dengan data yang memadai dan akurat sehingga komunikasi

    yang terjalin bisa macet karena berlandaskan persepsi yang keliru, yang

    pada gilirannya membuat orang lain juga salah mempersepsi kita. Cara yang

    terbaik untuk mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan kontak

    dengan mereka dan mengenal mereka lebih baik, meskipun kadang cara ini

    tidak berhasil dalam semua situasi. (Baron&Graziano, 1991:50-51)

    Prasangka, menunjuk pada struktur sikap umum dengan komponen

    afektifnya (emosional). Prasangka, bisa positif atau negatif, namun para

    psikolog sosial (dan orang-orang path umumnya) menggunakan kata

    prasangka terutama menunjuk pada sikap negatif terhadap orang lain.

  • 33

    Prasangka dalam konteks ini didefinisikan sebagai: Sikap negatif terhadap

    individu atau sekelompok individu tertentu, yang hanya didasarkan pada

    keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.

    Berikut merupakan komponen dalam prasangka dalam Handout

    Psikologi Sosial (Nilam, 2011):

    1. Stereotip : Komponen Kognitif

    Istilah stereotype pertama kali diperkenalkan oleh Jumalis

    Walter Lippmann (1992). Ia menggambarkan stereotype sebagai

    "The little pictures we carry around inside our head', dimana

    gambaran-gambaran tersebut merupakan skema mengenai

    kelompok. Budaya atau kelompok tertentu dapat digambarkan

    dengan ciri-ciri yang sama. Contohnya, kita akan terkejut jika

    menjumpai supir taksi perempuan, karena profesi supir taksi

    biasanya dijalankan oleh laki-laki.

    Stereotip adalah proses kognitif, bukan emosional. Stereotip

    tidak selalu mengarah pada tindakan yang sengaja dilakukan untuk

    melecehkan. Seringkali stereotip hanyalah sebuah teknik yang kita

    gunakan untuk menyederhanakan dalam melihat dunia. Namun

    bagaimanapun juga, stereotipe tidak membutakan manusia dalam

    melihat perbedaan-perbedaan individual yang ada, karena bila

    demikian bersifat maladaptif, tidak adil, dan berpotensial untuk

    menjadi sesuatu yang melecehkan.

  • 34

    2. Diskriminasi: Komponen Perilaku

    Ketika stereotype menimbulkan perilaku yang tidak adil

    terhadap orang lain, maka telah terjadi diskriminasi. Diskriminasi

    merupakan perilaku negatif atau membahayakan terhadap anggota

    kelompok tertentu, semata-mata karena keanggotaan mereka dalam

    kelompok tersebut.

    Di Amerika, beberapa hasil penelitian selama dua dekade lalu

    menunjukkan bahwa homoseksual menghadapi perlakuan

    diskriminatif dan antipati di hari-hari kehidupan mereka. Tidak

    seperti perempuan, etnis minoritas, orang cacat, homoseksual tidak

    dilindungi oleh hukum nasional yang melarang diskriminasi di

    tempat kerja. Kaum homoseksual rentan terhadap diskriminasi

    dalam dunia pekerjaan. Untuk melihat kemungkinan ini, Michelle

    Hebl dick (2002) mengadakan suatu eksperimen lapangan dengan

    menggunakan enam betas mahasiswa (delapan pria dan delapan

    perempuan) yang mencoba untuk melamar pekerjaan di toko-toko

    lokal.

    Dalam beberapa wawancara, mahasiswa-mahasiswa tersebut

    mengaku bahwa mereka homoseksual dan dalam beberapa

    wawancara lain mereka tidak mengakuinya. Mahasiswa-mahasiswa

    tersebut berpakaian jeans dan jaket yang sama. Penelitian ini

    menguji dua jenis diskriminasi, yaitu formal discrimination dan

    interpersonal discrimination. Untuk mengukur formal

    discrimination, peneliti mencoba melihat adanya perbedaan dalam

  • 35

    perkataan employer mengenai ketersediaan pekerjaan, perbedaan

    apakah employer mengizinkan mengisi formulir pekerjaaan,

    perbedaan apakah employer memberikan jawaban atas lamaran

    kerja, dan perbedaan respon employer ketika dimintai izin untuk

    pergi ke kamar kecil. Peneliti tidak menemukan adanya perbedaan

    yang signifikanmengenai hal ini. Namun peneliti melihat adanya

    indikasi interpersonal discrimination yang kuat terhadap kaum

    homoseksual. Dibandingkan interaksi dengan mahasiswa yang

    tidak mengaku homoseksual, employer kurang positif secara

    verbal, menghabiskan waktu lebih sedikit untuk wawancara, tidak

    terlalu banyak berbicara ketika mengobrol, dan melakukan lebih

    sedikit kontak mata dengan mahasiswa yang mengaku

    homoseksual. Perilaku para employer ini menunjukkan adanya

    ketidaknyamanan atau jarak terhadap orang yang mereka anggap

    homoseksual.

    C. Definisi Koseptual

    1. Prasangka

    Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka dibatasi

    sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok

    dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku

    negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada

    keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Prasangka juga

    dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional, yang akan

    mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial.

  • 36

    2. Mahasiswa Asing

    Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi baik di

    universitas, institusi atau akademi. Jadi mahasiswa asing adalah mahasiswa

    yang berasal dari Negara lain selain Indonesia yang tengah melakukan studi

    atau belajar di Universitas yang ada di Indonesia.

    3. Mahasiswa Indonesia

    Mahasiswa Indonesia adalah mahasiswa yang berasal dari Indonesia yang

    tengah melakukan studi atau belajar di Universitas yang ada di Indonesia.

    4. Cara Komunikasi

    Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid yang dikutip oleh

    Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu Komunikasi",

    mendenifisdcan komunikasi adalah "Suatu proses di mana dua orang atau

    lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antar satu sama

    lainnya, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam

    (Wiryanto, 2004:6). Jadi cara berkomunikasi adalah cara seseorang atau

    individu dalam melakukan komunikasi dengan individu lain.

    D. Metode Penelitian

    1. Tipe Penelitian

    Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

    metode penelitian kualitatif. Tipe penelitian deskriptif ini berusaha untuk

    mendeskripsikan atau mengintepretasikan kondisi atau hubungan yang ada,

    pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat yang

    sedang terjadi atau kecenderungan yang sedang berkembang (Sumanto,

    1990;47)

  • 37

    2. Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini adalah pada prasangka, penilaian, persepsi

    dari mahasiswa asing yang sedang melakukan studi di UIN Maliki Malang.

    3. Waktu dan Tempat Penelitian

    Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 sampai dengan

    bulan September 2016 di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

    Malang atau di tempat yang telah disepakati antara peneliti dan informan untuk

    melakukan wawancara (penelitian).

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:

    a) Interview

    Yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan mengajukan

    beberapa pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak perusahaan

    (informan yang sudah ditetapkan) guna memperoleh data yang

    diperlukan.

    b) Dokumentasi

    Yaitu pengumpulan data dengan mengambil, menyalin,dan mengutip

    dari catatan-catatan dokumen dan arsip-arsip yang ada, yang sesuai

    dengan topik dan subjek yang akan diambil. Teknik ini dilakukan

    untuk mendapatkan data sekunder berupa dokumen-dokumen ada,

    baik berupa arsip, statistik, tabel dan data lainnya.

    c) Observasi

    Yaitu pengamatan langsung selama penelitian dilaksanakan.

    Observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan terjun langsung ke

  • 38

    lokasi penelitian dan mengamati secara langsung cara berkomunikasi

    dan proses interaksi antara mahasiswa asing dan mahasiswa

    Indonesia.

    5. Informan Penelitian

    Teknik penetapan jumlah informan peneliti penggunakan teknik

    purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang mencakup orang-orang yang

    diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan

    penelitian. (Rachmat, 2006:154). Pemilihan informan ini didasarkan atas

    subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia memberikan

    data. Adapun yang menjadi kriteria dalam penelitian ini adalah:

    1. Mahasiswa asing yang aktif dalam berinteraksi dengan mahasiswa

    Indonesia setiap harinya.

    2. Mahasiswa asing yang berasal dari benua Eropa, Afrika dan Asia

    3. Mahasiswa yang memilii teman akrab seorang mahasiswa Indonesia

    6. Teknik Analisa Data

    Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2006:248)

    adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekekrja dengan data,

    mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat

    dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola. Menemukan apa

    yang penting dan apa yang dipelajarai dan memutuskan apa yang dapat

    diceritakan kepada orang lain.

    Proses yang digunakan dalam analisis data ini dilakukan dengan cara

    induksi-intepretasi-konseptualisasi. Induksi adalah mengumpulkan dan

    menyajikan tumpukan data sebagai tahap awal. Intepretasi data maksudnya

  • 39

    adalah pembahasan hasil penelitian atau data temuan dengan teori relevan yang

    digunakan. Konseptualisasi adalah proses penemuan konsep melalui

    wawancara, observasi yaitu pernyataan singkat (abstraksi) mengenai keinginan

    yang tersirat dibalik cerita• responden (Hamidi, 2004;81).

    7. Teknik Keabsahan Data

    Untuk menentukan keabsahan data, laporan dicek kepada subyek dan jika

    kurang sesuai perlu diadakan perbaikan. Peneliti menggunakan teknik

    triangulasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2006: 330) bahwa

    triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

    sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai

    perbandingan data itu. Menurut Wiersma (dalam Sugiyono,2008) triangulasi

    dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari

    berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

    Peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dimana data

    dibandingkan, antara lain (Moleong, 2006:330-331 ) :

    1. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang

    dikatakannya secara pribadi.

    2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai

    pendapat dan pandangan orang.

    3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang

    berkaitan.

    Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan menggunakan teknik

    triangulasi dengan sumber, yaitu menguji kredibilitas data dilakukan dengan

    cam mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai sumber.