bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pemilih pemula sering kali luput dari perhatian pihak yang melakukan
sosialisasi Pemilu. Sampai saat ini pemilih pemula (khususnya remaja dan siswa)
cenderung hanya diangkat sebagai objek dan dihitung sebagai massa potensial
untuk mendukung partai politik. Ada kekhawatiran mengenai tingkat melek
politik pemilih pemula, sehingga akan membuat mudah terombang-ambing oleh
politik uang (money politic) dan kekuasaan. Oleh karena itu perlu ada perhatian
khususnya melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Internasional Commision of Jurists dalam konferensinya di Bangkok pada
tahun 1965 mengemukakan bahwa salah satu syarat negara demokratis di bawah
Rule of Law adalah adanya Pendidikan Kewarganegaraan yang didalamnya
terdapat pendidikan politik. Pendidikan politik diberikan sebagai upaya untuk
mencapai karakteristik warga negara yang cerdas dan bertanggung jawab. Cerdas
di sini mengandung pengertian yang luas salah satunya cerdas secara politis.
Artinya mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warganegara.
Pendidikan kewarganegaraan atau civic education adalah program
pendidikan pembelajaran yang secara programtik, prosedural berupaya
memanusiakan (humanizing) dan membudayakan, (civilizing) serta
memberdayakan (empowering) anak didik dan kehidupannya menjadi warga
negara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan yuridis konstitusional suatu
2
bangsa/negara agar warganegara tersebut melek politik termasuk paham tentang
Pemilu dan demokrasi.
Dalam negara demokrasi, proses demokratisasi memerlukan syarat
mutlak keterdidikan rakyat agar melek politik (political literacy). Rakyat yang
melek politik (political literacy) adalah warga negara yang sadar akan hak dan
kewajibannya termasuk di dalamnya sadar hukum dan memiliki kesadaran sosial,
sehingga secara otonom ikut berpartisipasi baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam proses pengambilan keputusan publik dan melakukan advokasi
terhadap akses kebijakan publik di lapangan. Melek politik, warga negara
diperlukan dalam rangka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, baik secara
konstitusional maupun praksis kehidupan politik. Dengan demikian melek politik
warganegara dapat diartikan warganegra yang memiliki kesadaran politik dan
paham atas peraturan perundang-undangan secara utuh termasuk didalamnya
sistem politik.
Secara konstitusional sistem demokrasi dan politik di Indonesia diatur
dalam UUD 1945 yang diatur lebih lanjut oleh peraturan organiknya, yaitu UU
tentang Pemilu, misalnya tentang Pemilu 2009, Pemilu legislatif di atur dalam UU
No 10 Tahun 2008. Suksesnya Pemilu berdasarkan UU tersebut sangat
tergantung kepada melek politik.
Secara praktis atau empiris melek politik itu belum optimal masih
besarnya angka “golput”, baik dalam Pilkada walaupun Pemilu 2009, atau
sebagai contoh Pilgub Jabar mencapai 32,5% ataun waktu pemilu legislatif
Pemilu 2009 mencapai angka 37% itu menunjukan bahwa tingkat melek politik
3
masih rendah, demikianlah peran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai
pendidikan politik.
Menurut Angel Ochoa (1988) Pendidikan Kewarganegaraan haruslah
secara bersama dapat menjadi wahana pendidikan untuk mengsosialisasikan dan
sekaligus melakukan kountersosialisasi yang kritis tehadap kehidupan sosial
budaya politik kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Ini tidak sama
dengan Pendidikan Kewarganegaraan yang hanya mengajarkan warga negara
untuk menjadikan tong kosong nyaring bunyinya. Menjadi kritis dan refleksi
sebagai warga negara tidaklah sama hanya menjadi warga negara yang berbicara
keras, bisa memprotes dan bisa melakukan anarkhis. Menjadi kritis dan refleksi
adalah menjadi warga negara yang cerdas, bertanggung jawab, memiliki
komitmen yang tinggi, dan memiliki kompetensi untuk turut berpartisipasi aktif
secara sosial politik dalam memajukan kehidupan warga negara yang memiliki
pengetahun (civic knowledge) yang luas dan mendalam, nilai-nilai dan sikap
kewaraganegaraan (civic values) yang positif dan penuh tanggungjawab (civic
responsibiliy) dan memiliki keterampilam kewarganegaran (civic skill) yang
bermakna bagi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Dengan demikian menumbuhkan kesadaran politik dan wawasan
kebangasaan melalui Pendidikan Kewarganegaraan merupakan syarat mutlak
bagi warganegara. Karena itu, gerakan yang berorientasi pada penyadaran politik
harus dijadikan sebagai gerakan bersama dan dengan kerangka kerja dan
metodologi yang tepat, sehingga sasaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
lebih akurat gerakan, penyadaran politik ini juga harus dilakukan secara
4
sistematis, menyeluruh dan terpadu, baik pada pendidikan formal maupun non
formal
Pendidikan Kewarganegaraan pada hakikatnya merupakan bagian dari
pendidikan politik untuk membina dan meningkatkan kesadaran politik warga
negara tidak saja pada pendidikkan formal melalui persekolahan tapi lebih luas
dari itu melalui jalur institusi yang ada dalam masyarakat. Dalam konstek
kontemporer Pendidikan Kewarganegaraan harus ditempatkan pada posisi yang
profosional dalam suatu kerangka pendidikan politik tertama pada model
sosialisasi politik bagi warga negara. Dengan demikian akan terwujud suatu
model pendidikan dengan kondisi bangsa Indonesia yang majemuk (pluralistik).
Oleh karena itu, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) harus melihat sebagai
sarana/fasilitas untuk mendidik warganegara yang sadar akan hak dan
kewajibanya dalam kerangka sistem politik berdasarkan Pancasila dan Undang –
Undang Dasar Negara Rapublik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945).
Melek politik (political Literacy) seharusnya memiliki sebuah
pemahaman dalam dasar konsep politik, seperti konflik, perbuatan, keputusan,
peraturan-peraturan, persetujuan/penolakan, dan pengetahuan- tentang dimana
untuk mendapatkan informasi yang mereka belum mengetahuinya
(misalnya siapa yang didekati, organisasi mana yang harus dihubungi,
dimana informasi faktual itu berada).
Sebagaimana diketahui berdasarkan sejarah, kehidupan bangsa Indonesia
sejak tercapainya proklamasi kemerdekaan telah tumbuh banyak paham/aliran
serta organisasi yang diwarnai keanekaragaman orientasi diluar Pancasila dan
5
UUD NRI 1945. Hal ini telah menyebabkan bangsa Indonesia hidup berkotak-
kotak secara psikis maupun fisik. Untuk itulah pendidikan kewarganegaraan
diharapkan dapat membentuk karakter bangsa Indonesia yang memiliki jiwa dan
semangat nasionalisme yang tinggi sampai pada tahap “Ultra Nationalisme”.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dapat mengenali hak dan kewajiban
agar warganegara memahami tentang nilai, tentang moral untuk membentuk
karakter warga negara sesuai dengan kepribadian masyarakat Indonesia, sehingga
tercipta warga negara yang melek politik (political literacy).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas,
maka yang menjadi persoalan inti dan sekaligus menjadi fokus telahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana Pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
dalam meningkatkan tingkat Melek Politik (Political Literacy) warga negara?
Untuk memperjelas permasalahan tersebut, maka masalah pokok dapat
dijabarkan menjadi sub-sub masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap
tingkat melek politik siswa SMA sebagai pemilih pemula?
2. Bagaimana Pengaruh Kompetensi Kewarganegaraan terhadap tingkat
melek politik siswa SMA sebagai pemilih pemula?
3. Bagaimana hubungan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran dengan
Kopetensi Kewarganegaraan?
6
4. Bagaimana Pengaruh Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan
Kompetensi Kewarganegaraan terhadap tingkat melek politik siswa SMA
sebagai pemilih pemula?
C. Definisi Operasional dan Variabel Penelitian
Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah Pendidikan
Kewarganegaraan Variabel bebas dalam penelitian ini meliputi ini meliputi
pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) dan Kompetensi
Kewarganegaraan (X2). Adapun yang menjadi variabel terikat (Y) dalam
penelitian ini adalah tingkat melek politik warga negara.
Sesuai perumusan masalah dan pertanyaan penelitian, pola hubungan
antar variabel penelitian dapat dideskripksikan pada Gambar 1.1.
Setiap terminologi memiliki makna yang berbeda dalam konteks dan dalam
lapangan studi yang berbeda.
Gambar 1.1 Hubungan Antar Variabel
Melek politik
Warga Negara (Y)
Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (X1)
Kompentensi Kewarganegaraan
(X2)
7
Oleh sebab itu, untuk memperjelas konsep dan variabel yang diteliti,
sehingga tidak mengundang tafsir yang berbeda, maka dirumuskan definisi
operasional atas variabel penelitian sebagai berikut:
a. Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam penelitian ini, istilah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada
dasarnya digunakan dalam pengertian civic education, yaitu Pendidikan
Kewarganegaraan yang berkedudukan sebagai salah satu mata pelajaran di
sekolah. Adapun yang dimaksud dengan Pendidikan kewarganegaraan dalam
penelitian ini adalah proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
harus dimiliki siswa yang meliputi dimensi pengetahuan kewaganegaraan (civic
knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skill), dan disposisi
kewarganegaraan (civic disposition).
Adapun indikator Pendidikan Kewarganegaraan yang diukur dalam
penelitian ini adalah Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kompetensi
Kewarganegaraan, dengan definisi opersional sebagai berikut:
1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah proses pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan yang melibatkan guru sebagai pengajar dan
siswa sebagai peserta didik yang di dalamnya di operasionalkan berbagai
komponen pembelajaran yang meliputi materi, metode, media, sumber, dan
evaluasi pembelajaran.
8
Tabel 1.1 Indikator Variabel Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1)
VARIABEL INDIKATOR
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (variabel X1)
1. Materi Pembelajaran PKn a. Kesesuaian materi pembelajaran dengan
kurikulum. b. Kesesuaian materi pembelajaran dengan
tingkat kemampuan berpikir siswa. c. Materi pembelajaran diangkat dari realitas
kehidupan siswa d. Materi pembelajaran diorganisasi dari
konkrit menuju abstrak e. Materi pembelajaran diorganisasi dari
pengalaman praktis menuju teori f. Materi pembelajaran diorganisasi dari
lingkungan terdekat siswa, lokal, nasional dan internasional.
g. Materi pembelajaran akurat jika ditinjau dari segi keilmuan.
h. Materi pembelajaran bersifat aktual dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
2. Metode Pembelajaran PKn a. Kesesuaian metode dengan materi
pembelajaran b. Variasi metode yang digunakan c. Metode yang digunakan menuntut siswa
untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran
d. Metode yang digunakan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa
3. Media Pembelajaran PKn a. Menggunakan jenis media visual, audio dan
audio visual. b. Kesesuaian media dengan tujuan dan materi
pembelajaran. c. Keberfungsian media. 4. Sumber Pembelajaran Pkn a. Bentuk Sumber Pembelajaran:
1) Materi bacaan 2) Materi bukan bacaan, Masyarakat 3) Dan Lingkungan
b. Jenis Sumber Pembelajaraan 1) Sengaja direncanakan 2) Sengaja dimanfaatkan
5. Evaluasi Pembelajaran PKn
9
VARIABEL INDIKATOR a. Penilaian proses belajar dan hasil
belajar b. Penilaian knowledge, skill, disposition c. Penilaian oleh guru, siswa sendiri (self
evaluation), dan siswa lain. d. Bentuk penilaian tertulis (pencil and
paper test) dan berdasarkan perbuatan (performance based assessment), penugasan (project), produk (product), atau portofolio.
e. Tindak lanjut hasil penilaian
2. Kompetensi Kewarganegaraan adalah Pengetahuan, keterampilan, dan
disposisisi kewarganegaraan yang harus dikuasai siswa, sehingga dapat
berperan serta dalam kehidupan demokrasi di berbagai lingkungan kehidupan
yang terdiri atas:
a) Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) yaitu pemahaman
mendasar yang dimiliki oleh siswa tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kewarganegaraan, yang meliputi demokrasi dan struktur pemerintahan
Indonesia, kewarganegaraan Indonesia dan civil kewarganegaraan.
b) Kecakapan Kewarganegaraan (civic skill) yaitu seperangkat keterampilan
mendasar yang dimiliki siswa berkaitan dengan kewarganegaraan yang
terdiri atas kecakapan intelektual dan kecakapan partisipatoris. Kecakapan
intelektual berupa: (1) kemampuan membaca dan memahami informasi
tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media; (2) kemampuan
membedakan antara fakta dan opini dalam tulisan teks; dan (3)
kemampuan mengartikulasikan konsep abstrak. Kecakapan partisipatoris
berupa :(1) keahlian partisipasi umum; (2) keahlian pemecahan masalah;
10
dan (3) partisipasi melalui kemampuan menganalisis isu-isu publik,
kepemimpinan, kelompok mobilisasi dan komunikasi.
c) Disposisi Kewarganegaraan (civic disposition) yakni memiliki sikap dan
komitmen yang penting bagi kehidupan kewarganegaraan. Disposisi
dalam penelitian ini meliputi inti disposisi dan disposisi yang
berhubungan dengan partisipasi. Inti diposisi kewargenegaraan dalam
penelitian ini meliputi kesopanan, empati, sikap kepemimpinan sesuai
pengalaman organisasi dan pengambilan pandangan, sedangkan disposisi
yang berhubungan dengan partisipasi meliputi hubungan masyarakat,
peran dalam masyarakat dan tanggung jawab kewarganegaraan.
Berdasarkan uraian di atas, berikut ini diuraikan indikator-indikator
variabel kompetensi kewarganegaraan (X1) seperti yang tercantum dalam tabel di
bawah ini :
Tabel 1.2 Indikator Variabel Kompetensi Kewarganegaraan (X2)
VARIABEL INDIKATOR
Kompetensi Kewarganegaraan (variabel X2)
1. Pengetahuan Kewarganegaraan (Civic Knowledge) a. Demokrasi dan struktur pemerintahan
1) Sistem pemerintahan Indonesia 2) Landasan sistem politik Indonesia 3) Perwujudan tujuan, nilai, dan
prinsip demokrasi oleh pemerintahan yang dibentuk konstitusi
b. Kewarganegaraan, yaitu peran warga negara dalam kehidupan demokrasi di Indonesia
c. Civic Seciety (masyarakat kewarganegraan)
11
VARIABEL INDIKATOR
a. Karakteristik masyarakat kewarganegaraan
b. Strategi pemberdayaan masyarakat kewarganegraan model Indonesia
c. Peran individu dalam masyarakat kewarganegaraan.
2. Kecakapan Kewarganegaraan (Civic Skills)
aKecakapan intelektual 1) Kemampuan membaca dan
memahami informasi tentang pemerintahan dan isu yang ditemukan di media
2) Kemampuan membedakan antara fakta dan opini dalam tulisan teks
3) Kemampuan mengartikulasikan konsep abstrak
d. Kecakapan partisipatoris 1) Keahlian partisipasi umum 2) Keahlian pemecahan masalah 3) Partisipasi melalui kemampuan
menganalisis isu-isu publik, kepemimpinan, kelompok mobilisasi, dan komunikasi
2. Disposisi Kewarganegaraan (Civic disposition) a. Inti disposisi kewarganegaraan
1) Kesopanan 2) Empati 3) Sikap kepemimpinan sesuai
pengalaman organisasi 4) Pengambilan pandangan
b. Disposisi yang berhubungan dengan partisipasi 1) Hubungan masyarakat 2) Peran dalam masyarakat 3) Sikap positif terhadap perbedaan
suku
3. Tingkat melek politik (political literacy) warga negara adalah kecerdasan
warga negara terhadap hak dan kewajiban dalam berpolitik sebagai
12
warganegara yang baik, yang tercermin dalam pengetahuan, pemahaman,
sikap dan perilakunya. Adapun yang menjadi indikator variabel ini teruraikan
dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1.3 Indikator Variabel Tingkat Melek Politik (Political Literacy) Warga Negara
Muda (Y) VARIABEL INDIKATOR
Melek Politik ( Variabel Y) 1. Pengetahuan warganegara tentang: a. Pengertian hak dan kewajiban
politik sebagai warganegara b. Macam-macam hak politik sebagai
warga negara c. Macam – macam kewajiban politik
warga negara. d. Tujuan dicantumkannya hak dan
kewajiban warga negara dalam undang-undang politik
e. Lembaga-lembaga politik yang menyelesaikan pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan umum (pemilu)
2. Pemahaman warga negara tentang: a. Pemahaman terhadap pentingnya
jaminan hak politik dalam undang-undang
b. Manfaat penegakkan hak politik warganegara dalam Undang-Undang
c. Pemahaman tentang akibat pelanggaran terhadap hak politik sebagai warganegara.
3. Sikap warganegara dalam berpolitik: a. Partisipasi warga negara terhadap
masalah perlindungan hak berpolitik
b. Menghormati dan memghargai hak politik warganegara lain
13
VARIABEL INDIKATOR
c. Menghargai upaya perlindungan dan penegakkan hak-hak politik warga negara.
4. Perilaku politik warga negara a. Pelaksanaan hak dan kewajiban
politik siswa sebagai pemilih pemula
b. Pelaksanaan kewajiban politik siswa sebagai pemilih pemula
c. Pelaksanaan demokrasi dalam pemilu siswa sebagai pemilu pemula
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan
Secara umum, studi atau penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
dan menganalisis secara mendalam pengaruh Pendidikan Kewarganegaraan
terhadap tingkat melek politik warga negara. Secara khusus penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam:
a. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan terhadap tingkat melek politik siswa SMA
sebagai pemilih pemula.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh kompetensi
kewarganegaraan terhadap tingkat melek politik siswa SMA sebagai pemilih
pemula.
c. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam hubungan pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dengan kompetensi kewarganegaraan pada
siswa SMA sebagai pemilih pemula.
14
d. Mendeskripsikan dan menganalisis secara mendalam pengaruh pembelajaran
pendidikan kewarganegaraan dan kompetensi kewarganegaraan terhadap
tingkat kemelekpolitikan siswa SMA sebagai pemilih pemula.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara keilmuan
(teoretik) maupun empirik (praktis). Secara teoritik, penelitian ini diharapkan
mampu memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian dalam dunia
pendidikan khsusnya pendidikan kewarganegaraan (PKn), sehingga pada akhirnya
akan memperkuat landasan dimensi pendidkian kewarganegaraan (PKn) yang
terdiri dari civic knowledge, civic skill, dan civic disposition.
Dari temuan ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis bagi
beberapa pihak sebagaimana diuraikan berikut :
a. Bagi peneliti
1) Mampu menalaah secara kritis tentang tingkat melek politik siswa SMA
sebagai pemilih pemula salah satu komponen penting bangsa Indonesia
2) Memberikan kontribusi positif terhadap berbagai pihak mengenai
pentingnya memahami dan mengarahkan perubahan pola pikir warga
negara terhadap melek politik, sehingga tingkat melek politik
warganegara terus meningkat.
15
b. Bagi pihak-pihak lain
1) Institusi pemerintahan: Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
mempertegas bahwa tingkat melek politik sebagai pemilih pemula dalam
kehidupan berpolitik.
2) Warga negara umum: Penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk
menambah wawasan keilmuan sekaligus sebagai stimulus untuk
menggugah kesadaran melek politik dalam melaksanakaan nilai-nilai dan
subtansi bernegara.
3) Institusi pendidikan: Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pengkajian yang lebih komprehensif mengenai urgensi tingkat melek
politik dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
E. Prosedur Penelitian
Dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang diharapkan, disusun
prosedur penelitian dengan sistematika tertentu, sebagai berikut:
a. Pengkajian dan pengembangan teori yang mencakup teori-teori tentang
pendidikan kewarganegaraan beserta komponen-komponen kompetensi
kewarganegaraan (pengetahuan, keterampilan, dan sikap kewarganegaraan)
dan melek politik.
b. Penyusunan instrumen pengumpulan data sesuai dengan variabel yang telah
dirumuskan serta landasan dan kerangka teoritik.
16
c. Pemilihan unit analisis penelitian, yaitu sejumlah SMA di Kabupaten
dilanjutkan dengan pemilihan subjek/responden penelitian yaitu siswa SMA
tersebut secara acak.
d. Pengumpulan data melalui kuesioner, tes, dan wawancara.
e. Pengolahan data dengan cara melakukan verifikasi, pengolahan data statistik,
analisis, dan interpretasi hasil penelitian.
f. Perumusan temuan penelitian dan perumusan kesimpulan hasil penelitian
F. Hipotesis
Hipotesis penelitian dapat dideskripsikan dalam rumusan sebagai berikut :
1. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan memberikan kontribusi positif dan
signifikan terhadap tingkat melek politik siswa SMA Negeri di Kabupaten
Sumedang.
2. Kompetensi kewarganegaraan memberikan kontribusi positif dan signifikan
terhadap tingkat melek politik siswa SMA Negeri di Kabupaten Sumedang.
3. Pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dan kompetensi kewarganegaraan
secara bersama-sama memberikan kontribusi yang positif dan signifikan
terhadap tingkat melek politik siswa SMA Negeri di Kabupaten Sumedang.
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Menurut jenis pendekatan, penelitian ini adalah penelitian kuantitatif,
yaitu penelitian yang datanya berupa angka-angka. Ada beberapa istilah tentang
17
pendekatan kuantitatif, Borg and Gall (1989) sebagaimana dikutip Sugiyono
(2006: 7-8) menyatakan sebagai berikut:
Many labels have been used to distinguish between traditional research methods and these new methods: positivistic versus postpositivistic research; scientivic versus artistic research; confirmatiry versus discovery-oriented research; quantitative versus interpretive research; quantitative versus qualitative research. The quantitative-qualitative distinction seem most widely used. Both quantitative researchers and qualitative researcher go about inquiry in different ways”.
Dari uraian di atas dapat digambarkan bahwa pendekatan kuantitatif sering
dinamakan metode tradisional, positivistik, scientifik dan metode discovery.
Pendekatan kuantitatif dinamakan metode tradisional, karena metode ini sudah
cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk
penelitian. Metode ini disebut metode positivistik karena berlandaskan pada
filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah/scientific karena telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional
dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode
ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi
baru. Metode ini disebut kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka
dan analisis menggunakan statistik.
Ciri pendekatan kuantitatif lainnya yang mendukung penelitian ini
memiliki asumsi bahwa dunia sebagai kenyataan tunggal yang diukur dengan
sebuah instrumen. Tujuan penelitiannya mengembangkan hubungan antara
variabel terukur, dan proses penelitiannya berurut dikembangkan sebelum studi
dimulai (Schumacher dan Millan, 2001: 22). Sedangkan menurut Furqon (2005:
12), pendekatan kuantitatif memiliki konsep kunci dalam penelitian ini adalah
18
adanya perubahan. Selanjutnya dalam penelitian ini digunakan statistika.
Statistika sebagai bagian dari matematika yang secara khusus membicarakan cara-
cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, analisis, dan penafsiran data.
Tahapan dan tujuan analisisnya, dimulai dari statistika deskriptif, statistika
inferensial atau statistik induktif. Dilihat dari asumsi mengenai distribusi populasi
data yang dianalisis, penelitian ini menggunakan statistik parametrik model
distribusi normal. Data kuantitatif yang diperoleh dari kuesioner di olah dengan
menggunakan Software SPSS (Statistical Package for Social Science) untuk
mendapatkan informasi statistik tentang Validitas Butir, Keterandalan Instrumen,
analisis korelasional, analisis regresi dan analisis jalur (path analysis).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif analitis. Hal ini dikarenakan permasalahan yang dikaji dalam penelitian
ini merupakan permasalahan yang ada ada masa sekarang (Dahlan, 1982:92;
Nazir, 1988:63; Surahmad, 1990:140). Metode deskriptif-analitis dalam penelitian
dioperasionalisasikan dengan menggunakan statistik inferensial yaitu untuk
menganalisis data sampel dan hasilnya digeneralisasikan (diinferensikan) untuk
populasi dimana sampel diambil. (Sugiyono, 2001: 14).
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data utama menggunakan teknik kuesioner dengan
instrumen angket dan didukung dengan teknik wawancara, observasi dan studi
dokumentasi. Angket dilakukan untuk mengukur pembelajaran kontekstual.
Variabel pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan menggunakan angket skala
19
SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman. Pola
skala SSHA Brown dan Holtzman ini dengan lima option, yaitu: (1) S =
Sering/Selalu, (2) AS= agak sering, (3) K=Kadang-Kadang; (4) J= Jarang; dan (5)
TP= tidak pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat
sekali diberi bobot/skor 4,3,2,1. Keunggulan skala model ini tidak mengukur
aspek kemampuan seseorang untuk menjawab, sebab yang dituntut dalam skala
ini bukan bagaimana seharusnya ia menjawab soal ini dengan benar berdasarkan
pengetahuannya, tetapi bagaimana kebiasaan mereka melakukan aktivitas sehari-
hari.
Variabel pengetahuan kewarganegaraan menggunakan instrumen tes
berbentuk pilihan ganda, dimana hanya ada satu jawaban yang benar. Jawaban
yang benar diberi skor 1 dan yang salah 0.
Variabel keterampilan kewarganegaraan (civic skill) menggunakan skala
SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes) dari Brown dan Holtzman. Pola
skala SSHA Brown dan Holtzman ini dengan lima option, yaitu: (1) S =
Sering/Selalu, (2) AS= agak sering, (3) K=Kadang-Kadang; (4) J= Jarang; dan (5)
TP= tidak pernah. Jawaban yang tepat diberi bobot lima, dan yang tidak tepat
sekali diberi bobot/skor 4,3,2,1. Keunggulan skala model ini tidak mengukur
aspek kemampuan seseorang untuk menjawab, sebab yang dituntut dalam skala
ini bukan bagaimana seharusnya ia menjawab soal ini dengan benar berdasarkan
pengetahuannya, tetapi bagaimana kebiasaan mereka melakukan aktivitas sehari-
hari.
20
Variabel sikap kewarganegaraan menggunakan instrumen skala sikap
pola Likert. Muler (1996:11) menjelaskan bahwa mengukur sikap seseorang
adalah mencoba untuk menempatkan posisinya pada suatu kontinum afektif
berkisar dari “sangat positif” higga “ke sangat negatif” terhadap sesuatu objek
sikap. Teknik dalam menggunakan skala ini bagi jawaban yang dianggap tepat
jika mengarah ke kutub positif adalah SS (sangat Setuju), S (Setuju), TAP (Tidak
ada Pendapat), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju) memperoleh skor
5,4, 3,2, 1, dan sebaliknya bagi jawaban yang mengarah ke kutub negatif, skornya
1,2,3,4,5.
Variabel melek politik warga negara diukur dengan menggunakan tiga
jenis instrumen yang juga digunakan untuk mengukur variabel kompetensi
kewarganegaraan. Pertama, untuk mengkur indikator pengetahuan dan
pemahaman digunakan tes dalam bentuk pilihan ganda. Kedua, untuk mengukur
indikator sikap digunakan skala sikap pola likert. Ketiga, untuk mengukur
indikator perilaku digunakan skala SSHA (Survey of Study Habits and Attitudes)
dari Brown dan Holtzman.. Teknik pengumpulan data pendukung yang digunakan
adalah teknik wawancara, observasi lapangan, dan studi dokumentasi sesuai
kebutuhan.
H. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh Tingkat melek politik siswa SMA
Negeri di kabupaten Sumedang. Adapun jumlah SMA Negeri yang ada di
kabupaten Sumedang sebanyak 15 sekolah. Pemilihan sampel penelitian
21
dilakukan melalui pengambilan sampel. Kemudian secara acak memilih sekolah
yang dijadikan sampel penelitian. Adapun jumlah SMA yang dijadikan sampel
adalah 3 (tiga) SMA Negeri yaitu SMAN 1 Sumedang, SMAN 1 Cimalaka dan
SMAN 1 Jatinunggal. Pengambilan sampel responden siswa dari tiap sekolah
dengan teknik proportional stratified random sampling, yaitu pengambilan
sampel siswa dari anggota populasi (seluruh siswa SMA di kabupaten Sumedang)
secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan karena kondisi
populasi penelitian ini terdiri dari beberapa kelompok individu dengan
karakteristik yang berbeda-beda, yaitu siswa kelas XII. Adapun pemilihan siswa
yang dijadikan sampel dilakukan dengan menggunakan tabel angka acak (random
numbers) dari Rand (Wahyudin, 2007)