bab i pendahuluan -...

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota memiliki keterkaitan terhadap pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut Bayu A. Wibawa (1996), terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota akan meningkatkan jumlah penduduk bersamaan pula dengan peningkatan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk dari desa ke kota, disebabkan oleh faktor daya tarik (pull factors) dan faktor pendorong (push factors). Faktor daya tarik dapat berupa tersedianya lapangan kerja yang lebih beragam, fasilitas sosial di kota lebih memadai, kota berpotensi sebagai tempat pemasaran, tingkat upah yang lebih tinggi, dan kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk mengembangkan jiwa dan pengetahuan. Sedangkan faktor daya tarik kota, dapat disebabkan menyempitnya lahan di sektor pertanian di desa, alasan pendidikan, kurang fasilitas sosial, tingkat upah relatif rendah dan tekanan adat (Lembaga Demografi FE-UI, 1981). Migrasi penduduk dari desa ke kota, membawa banyak perubahan positif dalam kehidupan ekonomi, sosial dan politik sebuah kota. Namun migrasi yang tidak terencana telah menciptakan masalah di kota seperti peningkatan angka kriminalitas, kemiskinan, pembentukan pemukiman kumuh dan persoalan transportasi yang merupakan masalah komplek yang saat ini menjadi tantangan untuk diatasi, seperti penyediaan sarana dan prasarana angkutan umum yang memadai serta persoalan kemacetan lalu lintas yang semakin rumit dan komplek.

Upload: trannhan

Post on 09-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan dan pertumbuhan suatu kota memiliki keterkaitan terhadap

pertumbuhan jumlah penduduk. Menurut Bayu A. Wibawa (1996), terdapat

kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota akan meningkatkan jumlah penduduk

bersamaan pula dengan peningkatan mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk dari desa

ke kota, disebabkan oleh faktor daya tarik (pull factors) dan faktor pendorong (push

factors). Faktor daya tarik dapat berupa tersedianya lapangan kerja yang lebih beragam,

fasilitas sosial di kota lebih memadai, kota berpotensi sebagai tempat pemasaran, tingkat

upah yang lebih tinggi, dan kota merupakan tempat yang lebih menguntungkan untuk

mengembangkan jiwa dan pengetahuan. Sedangkan faktor daya tarik kota, dapat

disebabkan menyempitnya lahan di sektor pertanian di desa, alasan pendidikan, kurang

fasilitas sosial, tingkat upah relatif rendah dan tekanan adat (Lembaga Demografi FE-UI,

1981).

Migrasi penduduk dari desa ke kota, membawa banyak perubahan positif dalam

kehidupan ekonomi, sosial dan politik sebuah kota. Namun migrasi yang tidak terencana

telah menciptakan masalah di kota seperti peningkatan angka kriminalitas, kemiskinan,

pembentukan pemukiman kumuh dan persoalan transportasi yang merupakan masalah

komplek yang saat ini menjadi tantangan untuk diatasi, seperti penyediaan sarana dan

prasarana angkutan umum yang memadai serta persoalan kemacetan lalu lintas yang

semakin rumit dan komplek.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

2

Aktivitas perekonomian yang terpusat di kota seperti industri, perdagangan dan

jasa, membutuhkan moda transportasi umum dalam mobilitas penduduk ke tempat kerja.

Seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi para pekerja serta regulasi yang tidak

terlalu ketat untuk membeli kendaraan pribadi baik sepeda motor maupun mobil

berakibat pada pertubuhan kendaraan yang sangat berarti. Secara statistik kendaraan

pribadi terutama sepeda motor lebih banyak digunakan oleh penduduk sebagai mobilitas

ketempat kerja karena angkutan umum kinerjanya masih jauh dari harapan dan masih

belum menjadi pilihan.

Ketika penduduk lebih banyak mengunakan sarana transportasi pribadi dalam

mobilitas mereka ketempat kerja, kurangnya disiplin dalam berlalu lintas, dan terbatasnya

ruas jalan yang ada maka akan berdampak pada kemacetan lalu lintas di jalan.

Persoalan kemacetan lalu lintas di perkotaan sebagai akibat tidak seimbangnya

antara tingkat pertumbuhan jalan dengan tingkat pertumbuhan kendaraan, seperti yang

dituturkan oleh Sukarto (2006) dan Munawar (2013). Ketidakseimbangan antara

pertumbuhan kendaraan dengan petumbuhan ruas jalan secara matematik sering

diungkapkan bahwa pertumbuhan ruas jalan dengan deret hitung sedangkan pertumbuhan

kendaraan dengan deret ukur. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan jalan dengan

pertumbuhan kendaraan bermotor ini dapat dipastikan akan menjadikan pembebanan

berlebihan pada jalan yang pada gilirannya mengakibatkan kemacetan lalu lintas.

Berdasarkan data statistik Kementerian Pekerjaan Umum RI, diketahui bahwa

hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai 85.601.351 unit,

dimana 83.346.945 unit atau 97.4 persen merupakan kendaraan pribadi dan 2.254.406

unit atau 2.6 persen merupakan angkutan umum, dengan pertumbuhan kendaraan sebesar

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

3

14, 7 persen setiap tahunnya sedangkan pertumbuhan jalan hanya sekitar 4.5 persen

setiap tahunnya.

Persoalan kemacetan lalu lintas sebagai akibat ketidak seimbangan antara

pertumbuhan ruas jalan dan pertubuhan kenderaan bermotor, saat ini menjadi persoalan

yang komplek dihadapi di beberapa kota besar di Indonesia, tidak terkecuali bagi

pemerintah Daerah Istemewa Yogyakarta (DIY).

Berdasarkan data BPS DIY sebagaimana tabel 1.1. di bawah ini, diketahui bahwa

pertumbuhan kendaraan bermotor di DIY mengalami perkembangan yang sangat

signifikan setiap tahunnya. Kenaikan jumlah kendaraan bermotor per tahun yakni dari

tahun 2007 sampai 2012 tumbuh dengan rata-rata 10,63 persen. Jumlah total kendaraan

bermotor di Daerah Istimewa Yogyakarta per Oktober 2012 adalah 1.617.961 unit yang

terdiri dari sepeda motor sebanyak 1.423.147 unit, mobil pribadi 138.537 unit , mobil barang

45.290 unit dan bus sebagai alat angkut yang lebih banyak digunakan masyarakat 10.987

unit. Disisi lain pertumbuhan kendaraan bermotor yang ada di Provinsi DIY tidak

sebanding dengan tingkat pertumbuhan jalan yang diketahui bahwa panjang jalan

Provinsi DIY adalah 4.592,05 KM2.

Tabel 1.1 :

Jumlah Pertumbuhaan Kendaraan Bermotor di Yogyakarta

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

4

Sumber : BPS Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota yang pesat tanpa diikuti dengan

pengadaan sistem transportasi yang memadai untuk ukuran kota merupakan bentuk

besarnya demand daripada supply nya, begitu pula kebalikannya, lajunya pertumbuhan

sistem transportasi yang tidak sesuai dengan ukuran perkembangan suatu kota,

merupakan wujud supply lebih besar daripada demand untuk transportasi. Kondisi-

kondisi yang telah disebutkan di atas akan berakibat pada timbulnya permasalahan-

permasalahan baru dalam sistem transportasi maupun permasalaan perkotaan pada

umumnya. Tarsito (1997).

Menurut Munawar (2005), Solusi utama untuk mengatasi kemacetan di Daerah

Istimewa Yogyakarta adalah perbaikan angkutan umum. Angkutan umum yang cepat,

tepat waktu dan nyaman dapat merubah pilihan penduduk dalam bertransportasi, yakni

dari berkendaraan pribadi berpindah menggunakan angkutan umum. Namun demikian,

kondisi rata-rata angkutan umum di DIY sangat memprihatinkan. Sampai sekarang

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

5

jumlahnya saja tetap tidak bertambah kondisi angkutan umum yang ada saat ini semakin

lama makin tidak terawat dan banyak yang sudah tidak laik jalan.

Transportasi umum yang beroperasi di wilayah koridor perkotaan DIY, dibawah

tahun 2007 kondisinya sangat memprihatinkan. Bus yang beroperasi rata-rata 90 persen

dengan usia yang sudah tua. Buruknya kualitas layanan transportasi umum ini berimbas

dengan ditinggalkannya angkutan umum dengan tingkat penurunan kenderaan antara

16 sampai 17 persen per tahun (Nugroho, 2013). Menurut Rizki pejabat Dishub DIY

yang juga bekerja sebagai dosen Teknik Sipil UII bahwa Load factor bus perkotaan

di kota Yogyakarta pada tahun 2005 sangat rendah, yakni 27,22 persen.

Buruknya kondisi transportasi umum sebagaimana digambarkan di atas tentu

tidak bisa diabaikan oleh pemerintah karena ini menyangkut kepentingan publik. Dalam

keadaan seperti ini maka sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah kebijakan

untuk melakukan pembenahan melalui sistem angkutan umum yang ada secara

terintegrasi dan secara politis dapat diterima banyak pihak terutama para pengusaha

angkutan umum agar mereka “ tidak gulung tikar”.

Sebagai salah satu langkah kebijakan yang solutif maka kebijakan yang dilakukan

oleh pemerintah DIY dalam menanggulangi masalah transportasi yang bertujuan untuk

memperbaiki sistem dan manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan

transportasi publik yang aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, serta mengurangi

kemacetan di DIY adalah dengan dengan menerapkan sistem transportasi Bus rapid

Transit (BRT) layaknya di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarya,

Bandung, Surakarta, Medan, Pekanbaru, Palembang dan Bandar Lampung dengan nama

Transjogja.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

6

Bus Rapid Transit (BRT) muncul sebagai sebuah sistem yang mengintegrasikan

antara fasilitas, pelayanan, dan kenyamanan yang bertujuan meningkatkan kecepatan,

reliabilitas, dan ciri khas dari angkutan bus. BRT adalah Light Rail Transit (LRT) dalam

bentuk bus, suatu transportasi yang mengombinasikan kualitas transportasi kereta dan

fleksibilitas bus (Thomas, 2001). Sebuah sistem transportasi berbasis bus yang beroperasi

dalam suatu koridor dengan memanfaatkan salah satu jalur pada jalan utama sebagai jalur

khususnya, yang tidak mengizinkan kendaraan lain memasuki jalur tersebut. Menurut

Transit Cooperative Research Program (2003), BRT juga didefinisikan sebagai sistem

transportasi yang memiliki kualitas tinggi baik dari segi keamanan, kenyamanan,

ketepatan waktu, infrastruktur, dan juga sistem transportasi yang terjadwal.

Konsep operasional bus transjogja ini dilakukan dalam bentuk kerjasama antara

pemerintah provinsi DIY dengan para pengusaha angkutan umum yang ada di kota

Yogyakarta dengan mengunakan sistem pembelian layanan (system Buy The Service).

Dengan pola seperti ini memungkinkan para pengusaha angkutan umum untuk turut

bermitra dengan pemerintah untuk melakukan pelayanan angkutan umum yang cepat,

aman dan nyaman sekaligus berupaya untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di kota

Yogyakarta.

Prinsip dari sistem pembelian layanan adalah untuk mengganti sistem setoran

menjadi pembelian pelayanan, operator dibayar berdasar kilometer layanan, bukan

jumlah penumpang, operator/pengemudi/kru hanya berkonsentrasi pada pelayanan prima

kepada masyarakat, adanya standar pelayanan tertentu yang harus dipenuhi dan berbasis

public service bukan profit. Dalam program ini, pemerintah Provinsi DIY bekerjasama

dengan PT. Jogja Tugu Trans (PT.JTT), adalah sebuah Perseroan Terbatas (PT) yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

7

merupakan wadah konsorsium 4 koperasi dan satu BUMN yaitu ASPADA, KOPATA,

PUSKOPKAR DIY, PEMUDA, dan PERUM DAMRI, yang memiliki trayek serta

berpengalaman dalam mengoperasikan sarana angkutan di Provinsi DIY, diharapkan oleh

pemerintah untuk menjadi operator dalam program Buy The Service secara profesional.

PT. Jogja Tugu Trans dalam pengelolaan Buy The Service berkedudukan selaku penjual

layanan yang diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan sistem pelayanan

transportasi perkotaan di DIY.

Adapun kontrak kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi DIY dengan

PT. Jogja Tugu Trans yang dimulai pada tanggal 6 Februari 2008 Pemerintah Provinsi

Daerah IStemewa Yogyakarta dengan PT. Jogja Tugu Trans menandatangani Surat

Perjanjian kerjasama nomor 𝐍𝐨𝐦𝐨𝐫: 𝟒/𝐏𝐄𝐑𝐉/𝐆𝐔𝐁/𝐈𝐈/𝟐𝟎𝟎𝟖

𝐍𝐨𝐦𝐨𝐫: 𝟑𝟏/𝐉𝐓𝐓/𝐆/𝐈𝐈/𝟐𝟎𝟎𝟖 tentang pengelolaan sistem

pelayanan. Angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum wilayah perkotaan dengan

sistem Buy The Service di Provinsi DIY. Dilanjutkan dengan penandatanganan kontrak

antara Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Daerah Istemewa Yogyakarta

dengan PT. Jogja Tugu Trans Nomor: 050/246 pada tanggal 15 Februari 2008, dan pada

tanggal 26 Agustus 2008 transjogja diresmikan. Kemudian, karena adanya kenaikan

harga BBM maka terjadi perubahan perjanjian kerjasama anatara pemerintah Provinsi

DIY dan PT. Jogja Tugu Trans Nomor: 34/PERJ/GUB/XI/2008

Nomor: 230/JTT/G/XI/2008 tanggal 26 November 2008.

Operasional bus transjogja ditandai dengan diterbitkannya SK Gubernur

No. 132/Kep/2007 pada tanggal 27 Agustus 2007 mengenai jaringan trayek bus trans

jogja, selanjutnya disempurnakan dengan terbitnya Perda No.5 Tahun 2008 pada tanggal

6 Februari 2008 mengenai tarif angkutan bus perkotaan transjogja.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

8

Dalam rangka mengupayakan pelayanan yang terbaik dan keseragaman pelayanan

kepada masyarakat pengguna jasa transjogja, maka disusunlah standar operasi untuk

melaksanakan operasional bus. Standarisasi prosedur operasi tersebut disusun dan

dibentuk dengan mengacu pada asas-asas manajemen pelayanan publik dalam konteks

sektor transportasi yang baik agar pengoperasionalan bus transjogja dapat memberikan

pelayanan yang seragam dalam hal keselamatan, kelancaran, kenyamanan, kehandalan

(tepat waktu) dan keterjangkauan kepada masyarakat pengguna jasa.

Standar operasi ini ditetapkan oleh UPTD1 Trans Jogja Dishubkominfo yang

bekerjasama dengan PT. JTT. PT. JTT selaku mitra kerja dan pelaksana operasional atau

operator utama wajib melaksanakan dan mematuhi standar operasi, sedangkan UPTD

Trans Jogja melakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan standar operasi oleh

PT. JTT. Standar operasi pelayanan dan pengoperasian bus trans jogja ini terdiri atas

standar-standar2:

1. Standar Kendaraan (persyaratan umum, persyaratan teknis dan perlengkapan bus)

2. Standar Operasi Pelayanna/ SOP (pelayanan pengoperasionalan bus)

3. Standar keselamatan (keselamatan bus, awak bus dan penumpang)

4. Standar layanan pelanggan (pelayanan jasa dan pengguna jasa)

5. Standar pelaporan (mekanisme pelaporan dan evaluasi).

6. Standar persyaratan minimum

7. Standar penerimaan pengemudi

1 Unit Pelaksana Teknis Dinas yang khusus mengelola angkutan perkotaan Bus Trans Jogja, dibawah Dinas

Perhubungan, Komunikasi dan informasi DIY atau UPTD Trans Jogja untuk mengoperasikan sarana,

prasarana dan sistem operasional bus Trans Jogja. 2 uraian standar operasi pelayanan dapat dilihat pada halaman lampiran.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

9

8. Standar pelatihan keterampilan

9. Standar seragam dan perlengkapan

10. Standar kepegawaian

11. Standar pelaporan dan koordinasi

12. Standar Dokumen Bengkel

13. Standar Fasilitas bangunan (pengaturan dan pemanfaatan)

14. Standar Sumber Daya Manusia / SDM

15. Standar peralatan dan Perlengkapan

16. Standar suku cadang

17. Standar bahan dan material

18. Standar pelaporan.

Setiap harinya Operasional transjogja dimulai pada pukul 06.00 dan berakhir

hingga pukul 22.00 dengan biaya yang harus di keluarkan oleh penumpang untuk

menggunakan fasilitas transjogja sebesar 3.000 rupiah. Bus transjogja terdiri dari dua

komponen besar diantaranya terdiri dari komponen keras (hardware), dan komponen

manusia (brainware). Adapun komponen hardware tersebut adalah 54 Unit Bus dengan

ketentuan 48 unit bus yang efektif beroperasi dan 6 unit bus digunakan sebagai cadangan.

Perolehan 54 unit bus terdiri dari 20 unit bus hibah/bantuan dari Pemerintah kota

Yogyakarta dan 34 Unit bus merupakan tanggung jawab dari PT. JTT. bus transjogja

merupakan bus pariwisata yang berukuran sedang dilengkapi dengan fasilitas AC,

kapasitas maksimal 43 orang yang terdiri atas 22 orang penumpang duduk, 20 orang

penumpang beridiri serta 1 orang pengemudi.

Dari 48 unit bus tersebut dibagi menjadi 6 jalur, yaitu jalur IA, IB, IIA, IIB, IIIA,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

10

dan IIIB, sehingga masing – masing jalur ada 8 pemberangkatan. Selain itu operasional

bus transjogja di lengkapi dengan 75 buah shelter dengan 67 shelter berfungsi sebagai

shalter umum, dan 8 shelter lainnya berfungsi sebagai shelter pos, halte transjogja

berukuran panjang 4-5 meter dengan lebar 2 meter, lokasi masing-masing shelter tersebar

di beberapa wilayah DIY. Jalur yang digunakan masih bergabung dengan jalur kendaraan

umum. Untuk komponen brain ware adalah karyawan yang terdiri atas operasional

lapangan sebanyak 8 orang, operator 3 orang, mekanik 16 orang, tenaga profesi 2 orang,

pramudi (supir) dan pramugara/I masing – masing berjumlah 123 orang dan 126 orang.

Sebagai angkutan umum yang aman, nyaman, efektif, efisien, mudah dan murah.

transjogja yang telah berjalan selama 5 tahun ini sedikit demi sedikit memberikan

perubahan, walaupun perubahan tersebut tidak terlalu signifikan seperti yang di harapkan,

karena pemanfaatan transjogja belum terlalu optimal. Berdasarkan Transit Cooperative

Research Program (2003) mengungkapkan bahwa terdapat beberapa komponen yang

harus disediakan dalam sistem BRT (Bus Rapid Transit) untuk meningkatkan kualitas

pelayanan dan kepercayaan pengguna, yaitu: 1) Jalur (Running Ways) tersendiri / khusus,

2) Halte (Stations) yang terbagi atas klasifikasi kepadatan penduduk, 3) Kendaraan

(Vehicles) yang memiliki daya angkut besar dan ramah lingkungan, 4) Pelayanan

(Services) yang baik, 5) Struktur Rute (Route Structure) dengan informasi yang jelas,

6) Sistem Pembayaran (Fare Collection) yang cepat dan mampu menghindari adanya

antrian, serta 7) Transpotasi Sistem Cerdas (Intelligent Transportation Systems) yakni

penggunaan teknologi digital.

Untuk menilai bagaimana kinerja transjogja yang telah beroperasi selama kurun

waktu 5 (lima tahun) beroperasi, diberikan kepada setiap orang baik pengguna, calon

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

11

pengguna, wakil rakyat maupun dari pihak pemerintah (penanggung jawab penyediaan

jasa) pasti akan mendapatkan jawaban yang berbeda beda. Menurut Dwiyanto (1995)

untuk mengukur kinerja dapat dilihat dari efektifitas dan kualitas layanan yang

dihasilkan, sedangkan Mahmudi (2007) melihat keberhasilan kinerja melalui input,

proses (prilaku) dan output dari tujuan program tersebut.

Jika dilihat dari tujuan kebijakan operasional bus transjogja yakni, memperbaiki

sistem dan manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi

publik yang aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, serta mengurangi kemacetan,

maka bila dibandingkan dengan kinerja pelayanan yang diberikan maka dapat dikatakan

“kurang berhasil” karena bus transjogja saat ini, tidak lebih cepat dari kendaraan pribadi,

ikut terlibat dalam kemacetan bahkan menjadi penyebab kemacetan, tidak tepat waktu,

dan dari segi biaya sangat membebani APBD. Untuk lebih objektif berikut di kemukakan

beberapa hasil studi dan persepsi pengguna layanan bus transjogja tentang kinerja bus

transjojga.

Menurut Ambar peneliti Center for Institution and Management Development

(CIMDEV) dari Jurusan Administrasi Negara UGM, berdasarkan hasil studi kepuasan

pengguna dan efektivitas sistem layanan angkutan umum perkotaan transjogja diketahui

bahwa penumpang bus transjogja mengalami penurunan cukup drastis sejak empat bulan

setelah diluncurkan awal februari lalu. Bila sebelumnya jumlah pengguna mencapai 6000

orang setiap harinya, saat ini hanya berkisar 2000 penumpang. Tingkat penurunan

penumpang ini disebabkan belum terbiasanya masyarakat jogja dalam menggunakan

sistem halte dan belum mampunya transjogja menarik pengguna kendaraan pribadi untuk

beralih menggunakan layanan angkutan perkotaan ini.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

12

Lebih lanjut menurut Ambar, dari 2000 penumpang ini sebelumnya merupakan

pengguna angkutan umum yang beralih ke layanan transjogja, bukan dari pengguna

angkutan pribadi. Dijelaskan Ambar, jumlah perpindahan dari pengguna angkutan umum

yang beralih ke transjogja sekitar 43 persen. Artinya, kepindahan pengguna angkutan

umum ini sudah biasa, karena ada pilihan yang lebih baik, namun kepindahan dari

pengguna kendaraan pribadi ke transjogja itu kelihatannnya masih sulit padahal, yang

dibidik transjogja ini sebelumnya adalah masyarakat menengah ke atas yang memiliki

mobil dan motor.

Berdasarkan hasil studi juga diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang

mengeluh atas masih buruknya sistem layanan transjogja Terutama ketepatan waktu

layanan. Tidak heran, kalangan pelajar dan mahasiswa kurang menggunakan layanan

transjogja. Dari hasil survei menunjukkan sekitar 25,9 persen responden pengguna yang

mengeluhkan keterlambatan bus sampai tujuan. Meski demikian, kinerja pelayanan ini

masih dapat diperbaiki. Namun Ambar menilai keberadaan transjogja sesungguhnya

bukan terletak pada jasa layanan angkutan saja, namun bagaimana menjadi standar

pelayanan kota Yogjakarta sebagai kota pendidikan dan pariwisata. Keberadaan

Transjogja ini cukup perspektif, apalagi ini layanan standar seperti yang ada di luar

negeri, saya tidak hanya melihat keberadaannya sebagai layanan angkutan tetapi juga ada

kaitannya jogja sebagai kota pelajar dan kota pendidikan. Nyatanya data kami

menunjukkan lonjakan penumpang justru terjadi di hari sabtu dan minggu sekitar

30 persen dibandingkan di hari kerja senin sampai jumat.

Sesuai dengan hasil studi Center for Institution and management Development

(CIMDEV) UGM tersebut di atas, hasil survei yang dilakukan oleh Dishub. DIY baru-

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

13

baru ini masih menunjukkan terdapat ketidakpuasan penumpang terhadap pelayanan

transjogja, terutama persoalan waktu tunggu (ketepatan waktu dan jadwal) dan waktu

tempuh Trans Jogja. Hanya 27 persen responden yang merasa pelayanan terhadap waktu

tunggu bus sudah baik, sementara 20 persen merasa cukup, dan 55 persen sisanya

menyatakan kurang baik terhadap pelayanan waktu tunggu bis, sedangkan untuk waktu

tempuh 47% merasa kurang baik, 11 persen merasa cukup, dan 42 persen merasa baik.

Pengguna transportasi itu harus menunggu kedatangan bus Transjogja dalam waktu yang

relatif lama, demikian kata Joewono Soemardjito peneliti Pusat Studi Transportasi dan

Logistik Universitas Gadjah Mada (tempo, 2012).

Selain penilaian kinerja dari studi beberapa lembaga riset tersebut di atas

penuturan beberapa pengguna jasa transjogja mengungkapkan bahwa kinerja pelayanan

transjogja tidak jauh berbeda dengan pelayanan angkutan umum biasa yang tidak

berdasar atas kenyamanan dan keamanan penumpang / pengguna jasa. Ketidak efektifan

tersebut ditambah dengan kondisi bus transjogja yang saat ini mulai memprihatinkan,

mulai dari body mobil yang sudah tidak mulus di sudut bagian depan dan belakang bus,

pintu elektrik yang macet, kursi bus yang rusak, dan lain sebagainya menambah buruknya

kinerja pelayanan yang berakibat pada menurunnya minat masyarakat atau pengguna jasa

untuk menggunakan layanan transportasi trans jogja.

Dilain sisi, keberadaan lokasi halte transjogja pada daerah perkotaan terutama

pada titik strategis sudah memiliki jarak yang ideal sesuai dengan pedoman teknis

perekayasaan tempat pemberhentian kendaraan umum yang dikeluarkan oleh Departemen

Perhubungan RI, akan tetapi lokasi halte yang berada diluar lingkup perkotaan belum

dapat dijangkau dengan mudah oleh masyarakat atau para pengguna jasa.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

14

Lokasi halte menjadi keluhan beberapa masyarakat atau pengguna jasa sekaligus

menjadi penyebab kurangnya minat untuk menggunakan transjogja karena kemudahan

dalam mengakses lokasi halte yang cukup jauh dari asal calon penumpang, menurut

panduan Bus Rapid Transit Guide (2007), maksimal waktu perjalanan yang biasa

di tempuh orang dengan berjalan kaki adalah 15 menit, bila jarak tempuh sudah melebihi

itu masyarakat lebih memilih untuk tidak melakukan perjalanan. Pada jam tertentu dan

dilokasi jalur strategis jumlah penumpang lebih banyak dibandingkan pada jam dan

lokasi yang biasa, hal ini mengakibatkan penumpukan penumpang yang berada dihalte

maupun di dalam bus.

Pengguna layanan transjogja menilai bahwa pengguna transjogja sudah tidak

efisien dan efektif lagi dalam memobilisasi pergerakan mereka, yang diakibatkan

kelemahan pelayanan ketepatan waktu. mereka lebih memilih moda transportasi lain

yang lebih efisien dan efektif selain transjogja. Seharusnya untuk halte yang berada

di tempat-tempat strategis padat penumpang, dibutuhkan shelter yang lebih besar, apalagi

ketika armada bus datang dalam waktu yang cukup lama. Ketidaknyamanan penumpang

dirasakan pula ketika bus sedang berjalan, untuk memenuhi time table, para pengemudi

bus trans jogja seringkali terlihat ugal-ugalan dan dapat membuat kerugian fisik dan non

fisik bagi penumpang sebagai contoh kepala yang terpentuk atau perasaan mual, seperti

yang diungkapkan oleh beberapa orang pengguna jasa.

Tercapai atau tidaknya tujuan suatu program akan tergantung pada sejumlah

persyaratan teknis, ada beberapa persyaratan teknis yang belum diterapkan dalam

operasionalisasi transjogja. Yang paling utama adalah jalur (running ways) tersendiri,

untuk menjaga kelancaran bus saat beroperasi maka dibutuhkan jalur tersendiri untuk

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

15

menghindari kemacetan yang berdampak terhadap ketidak efisienan jarak dan waktu

tempuh, ketidaktepatan time table mengakibatkan penumpukan penumpang. Selain itu

jumlah bus transjogja dinilai belum sebanding dengan besaran jumlah penduduk

masyarakat Yogyakarta.

Untuk menilai secara objektif apakah transjogja berhasil memang sudah

seharusnya dikembalikan kepada tujuan awal dari penyelenggaraan transjogja ini, karena

dengan membandingkan antara tujuan awal dan kondisi saat ini bisa diketahui apakah

transjogja ini sudah berhasil atau belum.

Jadi apabila tujuan dari transjogja adalah untuk memperbaiki sistem dan

manajemen angkutan umum, meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik yang

aman, nyaman, ketepatan waktu dan handal, melalui peremajaan atau perbaikan angkutan

massal dan mengurangi kemacetan maka bisa dianggap transjogja ini berhasil, karena

telah mengubah fisik bis kota kita dari yang dulunya tua, kotor, jelek, tidak berwasan

lingkungan menjadi bagus, ber AC dan nyaman. Tapi apabila tujuan dari transjogja

adalah menyelenggarakan transportasi massal yang sifatnya rapid atau ketepatan waktu

(BRT atau bus priority) maka transjogja tidak bisa dikatakan berhasil, karena selain

lambat juga tidak ada sifat priority atau keberpihakan kepada transjogja ini. Sehingga

wajar apabila transjogja tidak mampu menjadi salah satu pendukung perbaikan

transportasi kota tetapi malah menjadi penyebab permasalahan transportasi di kota.

Sedangkan jika tujuan dari transjogja adalah menyelenggarakan angkutan umum

massal yang profit atau paling tidak nilai subsidi berkurang secara signifikan maka

transjogja ini juga dianggap tidak berhasil karena besarnya subsidinya masih dianggap

membebani keuangan daerah.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

16

Berdasarkan uraian diatas, dapat digarisbawahi bahwa kinerja pelayanan

transjogja selama 5 (lima) tahun terakhir ini beroperasi dapat dikatakan belum optimal.

Carol H. Weiess (1989), memgelompokkan kebijakan yang kurang berhasil menjadi

2 (dua) yaitu Program Failures, dimana kebijakan tidak dapat diimplementasikan sesuai

desain dan theory failures dimana kebijakan dapat dimplementasikan sesuai desain tapi

tidak memberi hasil yang diharapkan. Bila desain kebijakan transjogja ditekankan pada

pelayanan angkutan umum yang tepat waktu sebagaimana desain BRT dan tujuan untuk

mengurangi kemacetan lalu lintas di kota Yogyakarta maka program bus transjogja dapat

dikatakan gagal program.

Setiap evaluasi kebijakan menghasilkan kesimpulan, apakah kebijakan

dihentikan, atau dilanjutkan. Jika dilanjutkan apakah tetap ataukah direvisi

(Nugroho,2012). Dalam realitas kendati secara teori kebijakan bus transjogja ini dapat

dikatakan gagal untuk meuwujudkan tujuan namun saat ini Pemerintah DIY tetap

melanjutkan kebijakan operasional bus transjogja.

Dalam situasi masalah kebijakan seperti ini perlu diteliti mengapa kebijakan

operasional bus transjogja tetap dipertahankan dan dalam rangka kebelanjutan kebijakan

transjogja selanjutnya perlu dipikirkan bagaimana revisi kebijakan dalam rangka

efektivitas operasional bus transjogja untuk mencapai tujuan.. Sebagaimana yang

diungkapkan Weies alternatif rekomendasi kebijakan dapat berupa : 1) kebijakan perlu

diteruskan atau dihentikan, 2) diteruskan tetapi perlu perbaikan pada prosedur dan

penerapannya, 3) perlunya menambah atau mengembangkan strategi dan teknik program

khusus, 4) menerapkan kebijakan serupa, atau 5) perlunya mengalokasikan sumberdaya

langka diantara program yang kompetitif. Untuk memberikan alat transportasi umum

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66016/potongan/S2-2013... · hingga tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor di ... Palembang dan Bandar

17

yang aman, nyaman, efektif, efisien, mudah dan murah maka perlu dilakukan penelitian

tentang pilihan kebijakan terhadap keberlangsungan transjogja dengan menemukenali

masalah yang dihadapi dalam operasional transjogja.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas maka dapat

dirumuskan masalahnya sebagai berikut :

1. Mengapa kebijakan bus transjogja tetap dilanjutkan (dipertahankan) ?

2. Bagaimana solusi kebijakan perbaikan (revisi kebijakan) operasional bus transjogja ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis mengapa kebijakan bus transjogja tetap dilanjutkan.

2. Memberikan alternatif solusi kebijakan perbaikan (revisi kebijakan) operasional

pelayanan bus Transjogja.

2.2 Manfaat Penelitian

1. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam

ilmu kebijakan publik; dan

2. Hasil penelitian dapat menjadi masukan bagi instansi untuk lebih mengoptimalisasi

kebijakan program Tansjogja