bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian mengenai video game sebagai new media telah berkembang pesat dalam
beberapa dekade. Dalam beberapa riset mengenai video game ini menjelaskan bahwa
konten di dalam video game kadang tidak dapat dilepaskan dari muatan-muatan
tertentu. Misal, dalam salah satu riset yang dilakukan Andre´ Brock dalam ―‗When
Keeping it Real Goes Wrong‘‘: Resident Evil 5, Racial Representation, and
Gamers”1, menjelaskan bagaimana representasi ras atau kebudayaan tertentu di dalam
video game. Ia membandingkan dua tipe ras yang dimunculkan, ras kulit putih dan
ras kulit hitam serta memberi penjelasan mengenai adanya perbedaan yang signifikan
tentang representasi kedua ras di dalam video game ‗Resident Evil 5‟. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa ras kulit hitam yang identik dengan karakteristik
orang Afrika yang di dalam game ini digambarkan sebagai ras yang belum beradab.
Berbeda dengan penggambaran ras kulit putih yang digambarkan di dalam game lebih
maju.
―At no point are the Africans allowed to be anything other than savage; they
are never seen within familiar Western contexts such as high-rise buildings,
shopping centers, or at leisure2‖
Pernyataan diatas menunjukkan bahwa video game, layaknya media lainnya,
terikat pada perspektif, sudut pandang, atau ideologi kelompok tertentu terhadap
kelompok lainnya. Muatan ini berpotensi untuk membentuk stereotip atau berujung
pada tindakan-tindakan rasisme yang menyudutkan suatu kelompok tertentu.
1 http://gac.sagepub.com/content/6/5/429 (Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 23:06)
2 Ibid.
2
Kehadiran bentuk penggambaran tersebut tidak jarang terkait dengan tempat media
itu hidup, dimana hal itu dapat menentukan ideologi-ideologi dari media tersebut.
Hal ini menjadi penting jika dikaitkan kedalam konteks Indonesia dengan
keberagaman budayanya. Muatan teks atau konten tertentu yang jika tidak diimbangi
dengan pemahaman yang sesuai dengan ideologi negara akan mempunyai potensi
untuk memecah belah persatuan bangsa. Tentu hal ini kemudian perlu menjadi
perhatian bersama, ketika muncul muatan teks yang berhubungan dengan
pemahaman yang mengarahkan pada kebijakan-kebijakan terhadap keberagaman
kebudayaan yang tidak sesuai dengan ideologi negara serta tidak berimbang atau
menyudutkan pihak-pihak tertentu. Maka dengan pertimbangan itu maka penulis
memiliki minat untuk meneliti kajian multikulturalisme yang berkembang di media.
Sedangkan untuk video game, penulis menilai bahwa media baru ini dapat
dikatakan populer di berbagai kalangan masyarakat, namun di Indonesia belum
banyak perhatian serius ditunjukkan kepada media baru ini.
Berangkat dari hal itu ada keinginan dari penulis untuk melakukan riset mengenai
video game Elder Scrolls V: Skyrim. Game dengan tipe permainan open world3 ini
diproduksi oleh Bethesda Game Studios4 di bawah lisensi Bethesda Softwork
5.
Penjualan video game ini dapat dikatakan „meledak‟. Di penghujung Desember tahun
lalu, penjualannya telah menginjak 10 juta kopi original6. Hasil penghitungan ini
tentu masih lepas dari kopi-kopi yang sifatnya bajakan yang banyak beredar di
Indonesia.
3 Open world merupakan salah satu tipe game yang memberikan keleluasaan bagi pemainnya untuk
menjelajahi dunia virtual. 4 Bethesda Game Studios adalah sebuah tim pengembang game di dalam perusahaan Bethesda
Softworks 5 Bethesda Softworks adalah perusahaan video game Amerika yang terkenal di dunia. Beberapa
produk game meliputi serial dari game RPG The Elder Scrolls dan Fallout. Perusahaan ini merupakan anak perusahaan dari ZeniMax Media Inc. 6http://www.joystiq.com/2011/12/15/skyrim-ships-10-million-copies-already-outsells-other-pc-
titles/ (Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 23:00)
3
Terkait dengan multikulturalisme, dunia virtual di dalam Elder Scrolls V: Skyrim
dilengkapi dengan adanya fitur klasifikasi ras berikut dengan budaya-budaya setiap
ras. Hal ini menggambarkan sebuah bentuk kehidupan virtual dengan sistem
keyakinan dan praktek yang diciptakan secara sengaja berlainan atau dibedakan
antara satu dengan yang lain. Sehingga di dalam game ini seakan diciptakan sebuah
dunia virtual dengan kehidupan yang multikultural.Dengan dasar hal itu maka penulis
akan meneliti secara lebih mendalam mengenai bagaimana bagaimana budaya-
budaya tersebut direpresentasikan. Sehingga dari hal itu akan ditemukan kerangka
dari faham multikulturalisme yang diusung di dalam game tersebut.
Jika ditemukan adanya pandangan akan perbedaan budaya yang mengandung
stereotype atauprasangka terhadap ras, suku bangsa, agama, budaya tertentu perlu
menjadi bahan kajian untuk dipahami dan dicegah dampaknya sejak dini. Mengingat
„keanekaragaman‟ yang telah menjadi bagian dari identitas Indonesia yang rawan
konflik, maka keingintahuan penulis tumbuh untuk meneliti kajian multikulturalisme
di dalam game Elder Scrolls V: Skyrim. Menumbuhkan kesadaran dalam memahami,
memaknai dan menghargai keberagaman budaya yang ada di sekitar kita.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi pertanyaan
penelitan ini adalah: “Bagaimana multikulturalisme direpresentasikan dalam video
game Elder Scrolls V: Skyrim ?”
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Mengetahui representasi multikulturalisme yang ada di dalam video game
Elder Scrolls V: Skyrim
2. Mengeksplorasi teks dalam video game
D. Manfaat Penelitian
4
Penelitian mengenai video game ini di luar negeri sudah mendapatkan perhatian
khalayak luas, khususnya dalam kajian new media. Di Indonesia sendiri, kajian
mengenai video game masih dapat dikatakan relatif minim. Sehingga penelitian
mengenai video game ini diharapkan dapat memperkaya wacana-wacana ilmu
komunikasi khususnya mengenai multikulturalisme dan kajian new media.
E. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian adalah simbol-simbol multikulturalisme di dalam
konten game Elder Scrolls V: Skyrim yang berupa visual, audio, karakter, storyline
dan narasinya.
F. Kerangka Pemikiran
Dalam bagian ini saya akan memetakan aspek-aspek yang berhubungan dengan
game komputer. Dimana game komputer dipandang sebagai new media dan media
reprersentasi.
1. Video Game sebagai New Media
Tidak banyak orang yang mengetahui bahwa video game merupakan salah satu
bentuk dari new media. Mengingat perkembangannya dimulai sejak tahun 1962, saat
diciptakan video game pertama yang berjudul “Space war!‖ oleh Steve Russel dari
Massachusets Institute Of Technology. Game ini kemudian dinobatkan menjadi
pionir game pertama yang paling berpengaruh dan terkenal. Empat tahun setelah itu,
Ralph Baer memperkenalkan game “Pong!”. Game ini telah menjadi sebuah catatan
penting dalam sejarah perkembangan video game. Ralph Baer mengintegrasikan
video game dengan televisi sekaligus memperkenalkannya kepada dunia industri.
Beberapa tahun itu perkembangan video game dan industri video game semakin
pesat. Hal ini ditandai dengan terus bermunculan perusahaan-perusahaan besar dalam
industri video game seperti Atari, Taito, Namco dan lain-lain.
5
Perkembangan video game sampai saat ini dapat dikatakan tidak dapat terlepas
dari perkembangan teknologi. Beriringan dengan perkembangan teknologi, video
game akan terus berkembang. Misalnyayang ditemukan pada sistem operasi personal
computer (PC)7. Pada sistem operasi komputer yang hanya berbasis pada MS-DOS
8,
video game yang dapat dimainkan di PC sebatas permainan grafik sederhana dengan
perspektif dua dimensi. Namun dengan perkembangan berbagai teknologi saat ini,
personal computer mampu memroses lebih banyak informasi digital dengan relatif
lebih cepat dan efisien. Hal ini tentu didukung dengan perkembangan sistem operasi
beserta berbagai perangkat keras dan perangkat lunak dari PC. Video game didalam
PC turut berkembang, dapat diketahui melalui unsur-unsur di dalam video game
yang dapat diketahui melalui peningkatan kualitas suara dan tampilan grafis.
Dengan berbagai perkembangan ini menjadikan video game mempunyai kapasitas
untuk menyimpan atau mentransmisikan informasi atau pesan tertentu (content).
Pesan atau informasi yang ada didalamnya pun dapat sangat beragam. Misal, ketika
muncul sebuah video game perang yang bisa memberikan pesan atau informasi
mengenai terorisme9 atau suatu sejarah
10. Dari kemampuan itu maka video game
dapat diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk media komunikasi.
Lalu apa itu sebenarnya „new media‘? Dalam bukunya Van Dijk menjelaskan
bahwa adalah sebuah media yang terikat pada tiga karakteristik berikut, yaitu
terintegrasi, sistem operasinya menggunakan kode-kode digital, dan interaktif11
.
Maka dari sini maka kita akan mendapatkan bahwa new media adalah sebuah media
yang terintegrasi, sistem operasinya menggunakan kode-kode digital, dan interaktif.
Lalu apakah video game mencakup semua pengertian itu?
7 Personal Computer atau yang biasa disebut PC adalah komputer yang umum, dimana ukuran, fungsi
dan harganya dapat menyesuaikan kepentingan tiap usernya. Termasuk di dalamnya terdapat fungsi untuk video game. beberapa video game yang terdapat dimainkan di personal computer yaitu World of Warcraft, Elder Scrolls V: Skyrim, Command and Conquer: Generals, dan lain-lain. 8 MS-DOS merupakan sistem operasi yang berbasis pada set instruksi 32-bit
9 Yuwono, Ardianindro .2007. POLITIK DALAM GAME KOMPUTER (Analisis Semiotik Simbol-Simbol
Terorisme dalam Game Command & Conquer Generals).Fakultas ISIPOL UGM, Jurusan Komunikasi, 10
Wisnu Setioko, Op.Cit. 11
Dijk, Jan van, (2006). The Network Society. Sage Publication. London. Hal 6.
6
Pergeseran definisi yang merupakan konsekuensi dari perkembangan dari video
game sampai saat ini dapat dikatakan terintegrasi dengan berbagai perangkat
teknologi terkini. Dari televisi sampai internet, video game seakan telah menjadi
bagian dari perkembangan teknologi tersebut. Salah satu contohnya adalah
perkembangan playstation, sebuah video game console12
yang teritegrasi dengan
televisi, atau beberapa permainan online di PC, yang terintegrasi dengan komputer
dan internet. Video game dapat berkembang dan terintegrasi dengan berbagai
perkembangan teknologi terkini.
Sejak kemunculan video game, ia telah menjadi menjadi artefak sekaligus
perangkat teknologi, yang pada prakteknya berbasis pada sistem komputer. Misal,
pada video game “Spacewar!” yang diciptakan pada tahun 1962. Untuk dapat
dimainkan, games (permainan) ini membutuhkan berbagai perangkat elektronik dan
komputer yang menggunakan angka-angka atau kode-kode yang terprogram (kode-
kode digital). Hal ini berbeda dengan games yang tidak membutuhkan perangkat
sistem komputer, misalnya dalam berbagai permainan tradisional. Walau ia salah satu
bentuk dari games, namun ia bukanlah sebuah bentuk dari video games. Sebuah
games (permainan) dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk dari video game
apabila berbasis pada sistem komputer dan menggunakan kode-kode yang terprogram
dalam prakteknya. Hal ini pun menjelaskan bahwa video game pun merupakan
sebuah bentuk media digital.
Ketiga, media yang berbasis pada sistem komputer ini membutuhkan partisipasi
aktif dari para audience –nya. maka ia dapat dikatakan sebagai sebuah perangkat
digital yang interaktif. Video game sebagai perangkat digital pun sama. Ia
membutuhkan peran aktif player13
ketika akan digunakan/dimainkan. Dari hal itu
maka video game dapat dipahami sebagai sebuah media yang terintegrasi, media
digital dan media interaktif serta mencakup dari karakteristik dari new media.
12
Video game console= sebuah peralatan komputer didesain khusus untuk memainkan video game 13
Player: Sebutan untuk pemain video game.
7
2. Video Game: Media Representasi
Dalam proses produksi video game, pembuat game tidak jarang terinspirasi dan
terkait dengan representasi berbagai macam peristiwa dan fenomena yang ada di
realitas. Apa itu representasi? Representasi adalah bentuk penggunaan tanda-tanda
(gambar, suara, dan sebagainya) untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap,
diindra, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik sedangkan Stuart Hall
menjelaskanya sebagai berikut14
, ―Representation is the process by which members of
a culture use language (broadly defined as any system which deploy signs, any
signifying system) to produce meaning‖. Hall menjelaskan bahwa representasi
merupakan sebuah proses dimana para anggota sebuah kebudayaan tertentu
menggunakan sistem pembentuk tanda (bahasa) untuk memproduksi makna. Dimana
tanda dari pengertian ini adalah tanda sebagai basis dari seluruh komunikasi.
Dalam meneliti makna dari representasi pun terkait dengan dua sudut
pandang, yaitu politic dan poetic15
. Dalam sudut pandang politic, atau politic of
exhibiting, ialah suatu usaha mendedah hubungan antara kekuatan dan pengetahuan
yang membentuk diskursus-diskursus tertentu dalam proses representasinya.
Misalnya hal ini dapat dilihat dari peran institusi yang selayaknya seperti
museum etnografi sebagai media representasi yang didirikan oleh negara-negara barat
terhadap kebudayaan-kebudayaan negara non-barat pada abad ke 19. Jika diteliti
secara mendalam, maka akan ditemukan bahwa pengertian dari keilmuan antropologi
dan etnologi pada abad ke 19 itu sendiri telah menghasilkan pengetahuan yang tidak
bebas nilai, dimana pengetahuan yang dihasilkan ternyata terkait dengan kekuatan
politik dari negara-negara barat itu terhadap negara-negara non-barat.
Sedangkan dalam poetic of exhibiting, peneliti melihat ke dalam objek, teks,
dan konteks dari representasi dengan menggunakan metode semiotik untuk melihat
14
Hall, S. (2003). Representation: Cultural Representation and Signifying Practices. Sage. London. Hal. 61 15
Ibid. Hal 168
8
bagaimana elemen-elemen itu memproduksi makna, serta bagaimana setiap elemen
itu digunakan untuk merepresentasikan kebudayaan „lain‟.
Salah satu contohnya, ialah mengenai pameran seni di dalam sebuah museum
mengenai kebudayaan „lain‟. Dalam sudut pandang kritic poetic of exhibiting,
pameran itu kemudian akan ditelisik mengenai bagaimana struktur dari pameran
tersebut diadakan, misalnya artefak-artefak yang digunakan dalam pameran dan teks
narasi yang digunakan untuk menjelaskan kebudayaan „lain‟ sehingga dapat melihat
bagaimana makna yang dihasilkan. Kritik ini melihat ke dalam permasalahan
mengenai bagaimana kebudayaan ”lain” tersebut dibentuk dan diproduksi.
Video game sebagai media, pun menampilkan ulang sesuatu dan video terbentuk
dari berbagai tanda. Hal ini dapat dijelaskan pada proses pembuatan video game.
Ketika pembuat game dalam sebagai anggota dari sebuah kebudayaan tertentu
membentuk dan merangkai tanda-tanda di dalam video game, maka ia tidak terlepas
dari proses interpretasinya akan makna dan tanda yang ada di lingkungan sistem
budayanya. Sebagai representasi dari realitas video game membentuk dan
menghadirkan kembali realitas yang terikat pada kode-kode, konvensi-konvensi,
pengetahuan, pemikiran atau ideologi dari kebudayaannya. Hal ini menjadikan apa
yang menjadi isi dan pesan di dalam game sifatnya representatif.
9
3. Multikulturalisme
Multikulturalisme sebagai sebuah faham yang terkait dengan praktek politik atas
realitas multikultur sudah diterapkan oleh beberapa negara. Di Malaysia, Nurhalifah
Musa menyatakan, "Malaysia's Multiculturalism or cultural pluralism can be defined
as each ethnic community is allowed to practice its own lifestyle and culture"16
.
Praktek Multikulturalisme di Malaysia menciptakan pemukiman-pemukiman yang
ditempati secara khusus oleh suatu kelompok etnis tertentu, dimana kelompok-
kelompok tertentu pun diberikan kebebasan untuk menjalankan tradisi-tradisi
kebudayaan dan praktek keagamaan mereka masing-masing. Hal ini ditunjukkan
dengan adanya pecinan dan kampung India di Malaysia.
Praktek multikulturalisme pun juga dilakukan di wilayah yang berbeda. Di
Kanada kbijakan multikulturalisme terkait dengan fungsi "bahasa" yang dianggap
sebagai penghalang (languange barrier) dalam sebuah kelompok-kelompok sosial
yang secara kultur memisahkan kelompok-kelompok masyarakat di Kanada. Praktek
Multikulturalisme di negara ini kemudian dikaitkan dengan kebijakan Official
Language Policy dimana peraturan ini memebri hak bagi masyarakatnya untuk
memilih bahasa yang dikehendakinya, baik dari bahasa Prancis ataupun Inggris, tanpa
mengurangi hak-haknya menjadi warga negara Kanada17
.
Sehingga dari dua contoh di atas dapat ditemukan bahwa kedua negara tersebut
memiliki pemahaman dan praktek yang berbeda-beda mengenai suatu paham terkait
multikulturalisme. Namun apda yang dinyatakan oleh kedua negara di atas dapat
16
Anggraeni, Dewi mengutip Nurhalifah, Musa, dalam jurnal “Dooes multicultural Indonesia include its ethnic chinese?” (2011). Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya: Multiculturalism. Faculty of humanities, University of Indonesia. Jakarta 17
Hal ini diatur dalam undang-undang negara yang tertera di bagian ke enambelas dari Canadian Charter of Rights and Freedoms. Undang-undang tersebut dapat diakses di http://www.pch.gc.ca/ddp-hrd/canada/guide/offcl-eng.cfm Diakses 7/7/2013 pukul 22:47
10
dikatakan sama ketika menyangkut suatu pemahaman dan tindakan atas realitas
multikultur di negara mereka masing-masing. Dalam dua pemahaman dan praktek
yang berbeda tersebut, lalu apakah multikulturalisme itu?
Istilah Multikulturalisme mempunyai banyak definisi dari berbagai kalangan,
salah satunya penjelasan dari Ahmad Rivai berikut. Ahmad Rivai menjelaskan bahwa
multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan
tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama
dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat
kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggaan untuk mempertahankan
kemajemukan tersebut18
. Sedangkan dalam pengertian yang dikemukakan oleh
Suparlan, ia menjelaskannya sebagai sebuah ideologi yang mengakui dan
mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara
kebudayaan19
. Dimana kebudayaan dalam hal itu merupakan keseluruhan kompleks
yang ada di dalamnya meliputi pengetahuan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan
setiap kemampuan atau kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang sebagai anggota
suatu masyarakat20
.
Ketika sekelompok manusia memiliki rasa persatuan akan budaya tertentu, Hal ini
tidak jarang juga diikuti dengan adanya kesamaan ras, keyakinan, bahasa, dan asal-
usul bangsa tertentu. Sekelompok manusia ini didefinisikan sebagai kelompok etnik.
Contoh dari kelompok etnik ini dapat digambarkan oleh kaum Yahudi, kaum
Skandinavia, Gipsi dan Basque. Jadi dalam penelitian ini multikulturalisme juga
dapat didefinisikan sebagai bentuk dari paham atas kondisi masyarakat yang tersusun
dari beragam ras atau kelompok etnik
18
Harahap, Ahmad Rivai.( 2004). Multikulturalisme dan Penerapannya dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama. Jakarta, Kencana. 19
Suparlan, Parsudi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural. Universitas Indonesia, Jakarta. http://anthropology.fisip.ui.ac.id/httpdocs/jurnal/2002/69/10brt3psu69.pdf 20
Alo Liliweri. (2003) Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya. LkiS Yogyakarta. Yogyakarta. Hal 11.
11
Kelompok etnik ini memiliki persamaan kebudayaan. bentuk kebudayaan yang
bagaimana yang mengikat kelompok etnik memiliki persamaan di tengah
masyarakat? Ini dapat ditilik dengan memahami kebudayaan secara mendalam adalah
dengan menjelaskannya melalui unsur-unsur budaya tersebut. Dalam hal ini
Koentjaraningrat menyebutkan ada tujuh unsur dari budaya21
, yaitu keagamaan,
upacara keagamaan), sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial (kekerabatan,
asosiasi dan perkumpulan, sistem kenegaraan, sistem kesatuan hidup, perkumpulan),
sistem pengetahuan (flora dan fauna, waktu, ruang dan bilangan, tubuh manusia dan
perilaku antar sesama manusia), bahasa (lisan, tulisan), kesenian (seni patung/pahat,
relief, lukis dan gambar, rias, vokal, musik, bangunan, kesusastraan, drama), sistem
mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi (berburu dan mengumpulkan makanan,
bercocok tanam, peternakan, perikanan, perdagangan), dan sistem peralatan hidup
atau teknologi (produksi, distribusi, transportasi, peralatan komunikasi, peralatan
konsumsi dalam bentuk wadah, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan
perumahan, senjata).
Dari berbagai definisi di atas, penulis memahami multikulturalisme sebagai
suatu paham atas situasi kondisi suatu kelompok manusia yang tersusun dari banyak
kebudayaan (multikultural), alih-alih menghapuskan perbedaan budaya yang ada,
lebih kepada memberi ruang diantara perbedaan kebudayaan tersebut. Bagaimana
ruang tersebut dibentuk tentunya sangat relatif, namun beberapa negara seperti
Malaysia atau Indonesia memiliki konsep mengenai bagaimana ruang tersebut
dibentuk dalam kebijakan-kebijakan politiknya. Misalnya melalui praktek
menciptakan pemukiman-pemukiman yang ditempati secara khusus oleh suatu
kelompok etnis tertentu, dimana kelompok-kelompok tertentu pun diberikan
kebebasan untuk menjalankan tradisi-tradisi kebudayaan dan praktek keagamaan
mereka masing-masing. Hal ini ditunjukkan dengan adanya Pecinan (pemukiman
21
Koentjaraningrat. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan: Bunga Rampai, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 2. http://books.google.co.id/books?id=94QpZ-x1l7QC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
12
kaum etnis Tionghoa) dan kampung India di Malaysia. Berbeda halnya di Indonesia,
konsep mengenai keberagaman diatur dalam ikrar sumpah pemuda dan slogan negara,
Bhinekka Tunggal Ika. Kedua konsep tersebut secara garis besar menjelaskan bahwa
negara mengakui adanya keragaman ras, etnis, budaya, kepercayaan dan suku, namun
hal itu perlu dikesampingkan dibawah kepentingan negara.
Jadi dengan berbagai definisi diatas, secara operasional penelitian, representasi
budaya tertentu di media akan diidentifikasikan melalui ras dan unsur-unsur budaya
yang membentuk kebudayaan tersebut. Dari hal itu nantinya akan ditemukan
representasi beragam kebudayaan atau kelompok etnik tertentu di media. Dengan
adanya ditemukan ada keberagaman budaya tersebut maka penelitian akan melihat
bagaimana faham-faham terkait dengan keberagaman budaya tersebut, maka dari situ
akan membawa penelitian ini kepada bentuk multikulturalisme di dalam game
tersebut.
G. Kerangka Konsep
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan mengenai konsep-konsep yang akan
digunakan dalam meneliti kajian mengenai new media, khususunya dalam memahami
proses mediasi beserta teks-teks di dalam video game.
1. Remediasi new media : Immediasi dan hipermediasi
Remediasi merupakan proses mediasi bertingkat dari new media yang
melibatkan satu atau lebih media-media lama yang telah di 'rubah'. Salah satu bentuk
perubahan ini misalnya dapat dilihat dari bentuk digitalisasi konten-konten media
sebelumnya, seperti foto, animasi, musik, sinema. Remediasi menurut Bolter dan
Grusin merupakan karakteristik utama dari new media dan bentuk-bentuk remediasi
dari new media dijelaskan melalui dua jenis logika yaitu, immediasi dan
hipermediasi.
13
Immediasi merujuk kepada keinginan dari user untuk secara langsung dapat
mengakses, memahami dan berinteraksi dengan konten di dalam media (foto, video,
musik). Selain itu, Immediasi menjadikan media yang diakses seakan „transparan‟
bagi para penggunanya. Contohnya adalah penggambaran dari desktop komputer.
Desktop komputer windows biasanya menunjukan ikon-ikon yang menjadi metafora
dari penggabaran peralatan dan perlengkapan kerja dari seorang pegawai kantor
(office workers), dimana misalnya terdapat folder dokumen, kertas, kotak surat, buku
catatan dan tempat sampah. Salah satu bentuk dari immediasi ditunjukkan dengan
fungsi dari mouse yang berfungsi layaknya sebuah tangan, sebagai media untuk
menyentuh, memindahkan dan memanipulasi ikon-ikon yang ada di dalam desktop
tersebut. pengalaman ini menjadikan seakan bahwa user seakan-akan benar-benar
menyentuh, memindahkan atau bahkan menyalin tulisan, kertas, dokumen, buku
catatan itu secara fisik, padahal hal itu dilakukan secara digital di dalam komputer.
Atau contoh lain adalah penggunaan aplikasi video call pada perangkat komunikasi,
dimana setiap penggunanya dapat merasakan seakan berkomunikasi secara tatap
muka dengan lawan bicaranya (face-to-face communication), padahal perangkat itu
sebatas menghadirkan representasi dari para penggunanya melalui sistem teknologi
perekaman video.
Berbeda dengan Immediasi yang bertujuan untuk “menghilangkan” media
(transparan), Hypermediasi lebih kepada menujukkan bahwa media itu adalah sebuah
media yang terdiri dari beragam media. Hal ini ditunjukkan kepada para penggunanya
yang dapat berintraksi dengan tampilan interface dari media tersebut, dimana media
yang digunakan dapat saja berupa gambar, suara, video yang dapat dikombinasikan
dengan beragam cara. ―it raw ingredients are images sound and text, animation and
video which can be brought together in any combination”22
. Contoh terkait dengan
new media ialah terkait dengan proses teknologi komputer yang dapat memutar
22
Jay david Bolter dan Richard Grusin.2000. Remediation : Understanding New Media. MIT Press. United States of America. Hal 31.
14
beragam media, seperti musik, foto dan sinema. Bentuk-bentuk dari hipermediasi ini
ditunjukkan dengan tombol-tombol dan konfigurasi yang mengatur segmen-segmen
media mana yang akan ditampilkan. Misalnya, hal ini ditunjukkan pada interface
komputer dengan sistem operasi windows dimana terdapat tombol program winamp
yang dapat memainkan lagu-lagu, tombol program dari acdsee yang dapat
menunjukkan foto hingga tombol program dari media player yang dapat memainkan
sinema, pada waktu yang bersamaan. Atau dalam contoh yang lebih sederhana ialah
program dari internet explorer yang dapat memebuka tab baru, untuk membuka
media atau konten lain di internet di kolom tab yang berbeda. Logika hipermediasi
ialah dengan menampilkan beragam program yang merepresentasikan beragam jenis
media dan konten ini dapat dimunculkan secara bersamaan di dalam satu media.
Video game sebagai new media dalam bentuk mediasi nya pun terikat dengan
definisi dari remediasi, hipermediasi dan immediasi. Sebagai bentuk remediasi,
bentuk dari video game dalam beberapa definisi disebut sebagai interactive film, atau
media film yang membutuhkan interaksi dari user-nya. Dengan definisi ini
menjelaskan bahwa bentuk video game merupakan bentuk remediasi dari film yang di
desain secara digital dan membutuhkan input aktif dari para user-nya ketika
dimainkan.
Dua logika remediasi pun berlaku di dalam bentuk-bentuk remediasi dari
video game. dalam logika immediasi, misalnya mengambil salah satu contoh, yaitu
The Elder Scrolls IV: Oblivion. Gagasan utama dari game ini adalah pemain dapat
menjadi salah satu karakter dalam narasi film. Pemain diberi keleluasaan untuk
mengatur jalannya narasi dan merealisasikannya, Misalnya pemain di dalam game ini
dapat memutuskan untuk pergi ke suatu tempat dan melakukan sesuatu hal yang
terkait dengan misi utama untuk menyelematkan dunia atau hanya berjalan-jalan saja.
Selain itu, pemain juga dapat mengatur bagaimana karakter sudut pandang mereka di
dalam game, baik dari perspektif First-person maupun Third-person- ini menjadikan
15
bahwa pemain memiliki peran langsung bukan hanya sebagai aktor, tetapi juga dapat
berperan sebagai sutradara.
Logika hipermediasi pun dapat ditemukan di dalam video game yang sama,
Hipermediasi di dalam game the Elder Scrolls IV: Oblivion ditunjukkan dengan
adanya buku (lore), dan dialog di dalam game tersebut. untuk membaca lore di
dalam game tersebut, pemain perlu untuk mencari ke dalam interface „items‟ yang
menujukkan lokasi dari buku yang ada di dalam „inventory‟ dari user dan menekan
buku tersebut untuk dapat dibaca teks-teks tertulisnya. Selain itu, di dalam game pun
terdapat teks-teks dialog yang dapat ditemukan ketika pemain berinteraksi dengan
NPC. Teks dialog ini terdapat di bagian tengah-bawah layar, yang dicocokkan dengan
suara perkataaan serta animasi gerak bibir dari NPC tersebut. Teks-teks tertulis ini
memberikan latar cerita yang mendukung narasi dari bagaimana kondisi yang ada di
dalam game serta mengarahkan pikiran pemain mengenai beragam cara game ini
dapat dimainkan. Adanya interface dan teks-teks tertulis di dalam game ini
menujukkan adanya bentuk hipermediasi.
Di satu pihak dengan desain dari game yang realistis dan tipe permainan yang
melibatkan penuh peran aktif dari para pemainnya menjadikan new media ini
menggunakan logika immediasi, namun di pihak lain game ini tetap membutuhkan
interface yang terdiri dari panel-panel yang berisi teks-teks tertulis yang memberi
informasi bagi pemainnya. Logika ini menjelaskan bahwa proses remediasi video
game tidak hanya terikat pada logika immediasi namun juga terikat pada logika
hipermediasi.
2. Semiotika dan teks video game
Semiotika adalah salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi yang mempelajari
tentang tanda. Dalam kajian semiotik, secara luas kajian ini merujuk pada dunia yang
terbentuk atas tanda-tanda, dimana melalui tanda-tanda tersebut yang kemudian
16
menghubungkan manusia dengan realitas. Tanda merupakan bagian penting dalam
kehidupan manusia.
Konsep tanda juga muncul pada hubungan antar manusia, dimana tanda tersebut
dalam konteks sosial merupakan basis dari segala komunikasi yang terjadi antar
manusia23
. Manusia melalui tanda melakukan komunikasi dengan sesamanya. Tanda
terdiri dari dua unsur, penanda dan petanda. Penanda adalah bentuk citraan atau kesan
mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual, seperti suara, tulisan atau benda.
Sedangkan Petanda adalah konsep abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda.
Sedangkan simbol merupakan sejenis tanda, dimana hubungan antara penanda
dan petanda seakan-akan bersifat arbitrer24
. Simbol adalah sesuatu yang berdiri/ada
untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidaknya tidak
jelas. Sebuah simbol dapat berdiri sebagai bagian dari budaya, institusi, identitas,
keyakinan, cara berpikir, ideologi, harapan. Misalnya dalam penggunaan simbol
tertentu sebagai lambang partai atau simbol salib kayu dalam agama kristen, yang
merupakan simbol pengorbanan Kristus demi umat manusia.
Dalam prakteknya, eksistensi tanda dan simbol membutuhkan kode untuk dapat
dipahami maknanya. Kode merupakan cara pengombinasian tanda yang disepakati
secara sosial, untuk memungkinkan satu pesan disampaikan kepada yang lain. Kode
ini terikat pada suatu sistem sosial dan budaya tertentu. Misalnya hal ini digambarkan
ketika manusia berkomunikasi melalui bahasa. Maka tanda dalam hal itu dapat
dipahami sebagai penggunaan kata dan penggunaan kode digambarkan sebagai jenis
bahasa yang digunakan. Makna dari kata atau tanda tersebut dapat dipahami ketika
bahasa atau kode tersebut terkait dengan kesepakatan sosial di antara komunitas
pengguna bahasa yang bersangkutan. Tanda terangkai dalam kode-kode yang terkait
dengan kesepakatan sosial dan budaya yang berlaku diantara pengguna kode tersebut.
23
Alex Sobur mengutip dari Little John, Semiotika Komunikasi (2009). Remaja Rosda Karya. Bandung. 24
Arbitrer : konsep dalam semiotika yang menyatakan bahwa hubungan antara petanda dan penanda semata berdasarkan kesepakatan sosial, bukan hubungan alamiah.
17
Dalam menganalisis kebudayaan dalam kajian semiotika, maka kebudayaan perlu
dilihat sebagai teks, yaitu rangkaian tanda-tanda bermakna, yang diatur berdasarkan
kode atau aturan tertentu25
. Teks adalah suatu wujud dari tindak penggunaan tanda
dan simbol dalam kehidupan sosial, yaitu berupa kombinasi seperangkat tanda, yang
dikombinasikan dengan kode atau cara tertentu, dalam rangka menghasilkan makna
tertentu.
Dalam prakteknya teks kemudian dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu teks
verbal dan teks visual. Dimana teks verbal terdiri teks oral dan teks tertulis. Teks
verbal yang secara sempit disebut sebagai discourse, dan teks tertulis yang secara
sempit disebut sebagai teks, yang termasuk didalamnya adalah puisi, novel, teks
hukum, surat, piagam, nota. Teks visual adalah yang didalamnya melibatkan unsur-
unsur visual seperti gambar, ilustrasi, foto, lukisan, citra rekaan komputer atau sistem
animasi komputer. Termasuk dalam teks visual ini adalah teks fashion,teks televisi,
teks seni (lukisan, patung, tari dan teater), teks arsitektur, teks film, teks animasi dan
juga teks video game.
Sebagai salah satu bentuk teks dan produk budaya (seperti film dan televisi),
maka video game pun dapat dipahami sebagai beragam teks yang dibentuk
serangkaian tanda atau simbol yang terikat oleh kode-kode atau konvensi dari suatu
kebudayaan tertentu serta mempunyai makna yang membentuk wacana atau sebuah
pemikiran tertentu. Hal ini misalnya dapat digambarkan dalam video game melalui
karakter, background dan storyline dari game tersebut26
.
Karakter di dalam game merupakan gambaran ilustrasi dari tokoh yang
ditampilkan di game. Hal ini terkait dengan dengan bentuk penampilan dan perilaku
karakter baik bentuk fisik maupun eksistensinya sebagai representasi simbolik.
Misalnya dengan penggambaran karakter yang berbentuk manusia yang kemudian
25
Piliang, Yasraf Amir. (2010). Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya & Matinya Makna. Matahari. Bandung.hal 307. 26
Yuwono, Ardian Indro .2007. POLITIK DALAM GAME KOMPUTER (Analisis Semiotik Simbol-Simbol Terorisme dalam Game Command & Conquer Generals).Fakultas ISIPOL UGM, Jurusan Komunikasi. hal. 18.
18
dilekatkan dengan ciri ataupun karakterisitik manusia di realitas. Manusia daoat
digambarkan di dalam game memiliki warna kulit, warna dan jenis rambut, serta
pakaian atau aksesoris yang melekat pada karakter tersebut.
Background atau latar belakang di dalam game berlaku sebagai pendukung setting
yang berlaku di dalam game. Secara lebih jauh, background pun dapat berfungsi
untuk memberikan nuansa dalam adegan atau peristiwa yang terjadi dalam suatu
chapter di dalam game tersebut. Penggambaran background misalnya terlihat pada
game dengan setting medieval eropa maka background akan digambarkan
menyesuaikan keadaan dan nuansa eropa pada abad ke 5, dengan mengadaptasi
bentuk-bentuk bangunan dan pemandangan pada saat itu. Sehingga dengan
penggambaran semacam itu, keberadaan latar belakang tersebut kemudian dapat
mendukung gambaran imajinasi pemain ketika memainkan suatu video game.
Sedangkan storyline merupakan naskah cerita yang dikembangkan dalam game.
Storyline sendiri di dalam game dapat bermakna sebagai langkah-langkah dalam
menceritakan gambar dan kata-kata yang ada. Storyline pun dapat berfungsi dalam
mengarahkan setiap gerakan pemain di dalam game tersebut. Hal ini misalnya
ditunjukkan dalam misi atau chapter di dalam game yang mengarahkan pemain pada
suatu cerita tertentu. Ketiga unsur tersebut dapat dianggap sebagai bagian dari teks
yang menyusun video game, yang menjadikan video game sebuah media yang
tersusun oleh teks-teks yang sarat akan kode-kode atau konvensi dari kebudayaan
tertentu.
H. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, untuk meneliti pemaknaan tanda atau
simbol, yang merupakan salah satu kajian dari ilmu komunikasi.
19
Tanda dalam pengertian ini merupakan tanda yang merupakan basis dari
seluruh komunikasi dan menandakan sesuatu selain dirinya sendiri27
. Sedangkan
wujud penggunaannya dalam kehidupan sosial yang berupa kombinasi seperangkat
tanda yang dikombinasikan dengan cara atau kode tertentu untuk menghasilkan
makna tertentu disebut teks. Sedangkan terkait dengan penelitian ini, bentuk dari teks
video game atau objek dari penelitian ini terdiri dari berbagai macam tanda yang
tergabung dalam satu sistem yaitu sistem animasi program komputer.
Sehingga metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
semiotika. Semiotika merupakan salah satu tradisi dalam ilmu komunikasi dalam
mendedah makna dibalik tanda atau simbol tertentu28
. Studi ini mencoba memahami
bagaimana teks begitu bermakna dan bagaimana makna itu kemudian dapat
dikomunikasikan di tengah masyarakat.
Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendalami lebih lanjut, pesan dan makna
yang terkandung dibalik penggunaan tanda-tanda tertentu. jenis penelitian ini bersifat
deskriptif, dikarenakan pemaparan data dan hasil-hasil penelitian akan disampaikan
dalam bentuk deskripsi.
2. Operasionalisasi Penelitian
a. Pengumpulan data
Penelitian akan diarahkan ke dalam proses pemetaan tanda dan simbol-simbol
yang digunakan dalam video game Elder Scrolls V: Skyrim. Instrumen analisis
menggunakan pemetaan yang digunakan oleh Ardianindro Yuwono dalam Politik
dalam Game Komputer: Analisis Semiotik Simbol-Simbol Terorisme dalam Game
Command & Conquer Generals. Dalam penelitian itu unsur didalam video game
dibagi menjadi tiga, yaitu karakter, background, dan storyline29
.
27
Sobur, Alex. Op.cit. Hal 15. 28
West, R., & Turner. 2010. L. H. Introducing Communication Theory: Analysis and application.
McGraw-Hill. New York.
29 Yuwono, Ardian Indro. Op.cit. hal 18
20
1. Karakter: Karakter adalah intepretasi karakter dan ikon-ikon atau atribut
karakter yang dapat merepresentasikannya.
2. Background: Merupakan intepretasi dari lingkungan dan setting lokasi
dimana permainan mengambil tempat.
3. Storyline: Didapatkan dari jalan cerita video game Elder Scrolls V: Skyrim
dalam mode singleplayer campaign-nya.
Unsur video game itu kemudian akan digabungkan dengan analisis unsur
budaya dan kelompok etnis untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk budaya yang
direpresentasikan di dalam video game. Jika digambarkan dalam tabel, maka akan
tampak sebagai tabel berikut,
Tabel 01.01
Tabel Instrumen Analisis
Unit Terteliti Unsur Sub Unsur
Background
atau latar
belakang
Environment Tampilan visual Bentuk
bangunan, latar belakang
dari tiap ras atau kelompok
etnik karakter
Karakter Tokoh, pemeran,
karakter yang terkait
Tampilan visual dan bentuk
karakter (warna kulit,
pakaian, dan atribut
karakter) dan penjelasan
secara textual
Storyline Textual dan visual Cerita, plot, misi permainan
dan gambar pendukung
21
Untuk mendukung hasil penelitian, maka akan dipaparkan elemen-elemen
yang sifatnya dapat memperkaya manfaat dari penelitian dengan menganalisis unsur-
unsur yang sifatnya non-visual, seperti yang dipaparkan pada tabel 1.2 berikut,
Tabel 01.02
Tabel Unit Pendukung Penelitian
Proses permainan &
interaktivitas
Teknis permainan
Penulis ingin meneliti kedalam elemen-elemen multikulturalisme yang
membentuk game ini. Untuk itu, penggunaan metode analisis semiotik ini bertujuan
untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk budaya yang membentuk dunia di dalam
video game Elder Scrolls V: Skyrim, dari situ maka akan didapatkan sebuah bentuk
pemetaan akan keberagaman budaya yang dilakukan oleh pembuat video game
tersebut. Untuk dimensi gameplay dan audio, sifatnya lebih sebagai pelengkap dari
penelitian ini.
Pada pengumpulan data, penulis akan melakukan studi literatur baik melalui
buku teks ataupun internet. Data utama adalah video game Elder Scrolls V: Skyrim ini
sendiri, dan juga beberapa data sekunder penting, yang termasuk di dalamnya
rangkuman narasi-narasi yang terangkum di dalam situs resmi dan situs pendukung
yang berkaitan dengan video game Elder Scrolls V: Skyrim. Penulis juga akan
mengunduh beberapa cuplikan adegan yang dikenal sebagai cutscene atau menangkap
beberapa potongan gambar di dalam game yang dikenal sebagai screenshot yang
menampilkan visualisasi yang mengandung elemen-elemen multikulturalisme.
Sehingga pemaknaan teks dapat lebih mudah dilakukan dan pembaca dapat
memahami secara langsung.
Langkah awal dalam penelitian ini adalah menjelaskan dan menguraikan
keberagaman yang ada di dalam game ini, Dari situ nantinnya akan didapatkan data-
data atau konten-konten yang terkait multikultural di dalam game. Setelah didapatkan
22
data terkait dengan kehidupan multikultural di dalam tersebut, maka data tersebut
akan dianalisis terkait bagaimana faham-faham terkait dengan keberagaman budaya
tersebut. Hal itu akan mengarahkan penelitian ini ke dalam pemahaman akan faham
multikulturalisme yang ada di dalam di game ini.
b. Tahapan Penelitian
Dalam tahap ini, penulis akan memaparkan peta pemikiran akan riset yang
dilakukan. Pada tahap awal saya akan melakukan pemilahan, pemetaan dan
pengumpulan data. Data-data ini kemudian dibagi kepada instrumen analisis yang
telah disebutkan di atas untuk mempermudah dan memperjelas letak setiap data
dalam fungsinya
Tahap selanjutnya adalah melakukan interpretasi terhadap simbol-simbol yang
ada. penulis akan membedah data instrumen analisis yang sudah dipetakan
sebelumnya. proses ini untuk melihat isi yang dibawa oleh data-data tersebut sebagai
suatu bahasa. Data yang dihasilkan disini adalah berupa data dalam level konotasi.
Dalam tahap terakhir penulis akan menganalisis data konotasi yang didapatkan
dengan menghubungkannya pada sebuah level lebih makro. Disini akan terlihat
bagaimana representasi simbol-simbol yang ada dipandang dalam sebuah wacana
yang luas seperti ideologi,atau paham tertentu.
c. Metode Analisis : Semiotik
Setelah semua data terkumpul maka analisis data akan dilakukan dengan cara
melakukan klasifikasi data terkait karakter, storyline dan background yang terkait.
Dari hal itu akan dilanjutkan dengan klasifikasi menurut representasi budaya-budaya
tertentu yang mengarahkan pada definisi atau pemahaman tertentu mengenai
multikulturalisme yang terdapat di dalam video game tersebut.
23
Data akan dibedah menurut instrumen analisisnya sehingga memunculkan
berbagai kode atau tanda yang terdapat di dalam game tersebut. Metode analisis yang
akan digunakan dalam riset ini adalah metode analisis semiotik.
Dengan memahami bahwa video game dan film tidak jauh berbeda, maka
penelitian ini akan menggunakan metode analisis semiotik Roland Barthes. Metode
analisis semiotik Roland Barthes menggunakan pengertian dasar tanda yang terdiri
dari dua unsur, penanda dan petanda atau signifier dan signified . Penanda atau signifier
adalah bentuk citraan atau kesan mental dari sesuatu yang bersifat verbal atau visual,
seperti suara, tulisan atau benda. Sedangkan petanda atau signified adalah konsep
abstrak atau makna yang dihasilkan oleh tanda.
Namun secara lebih mendalam, Barthes dalam kajian semiotiknya
mengembangkan dua tingkatan pertandaan, yang memungkinkan untuk dihasilkannya
makna yang bertingkat-tingkat,. Dua tingkat ini dalam semiotik Barthes dikenal
dengan tingkat konotasi dan denotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan anatara penanda dan petanda, atau antara tanda dan
rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna yang eksplisit., langsung dan
pasti. Makna denotasi dalam hal ini merupakan makna pada apa yang tampak.
Misalnya, foto wajah Presiden Amerika Serikat, George W. Bush. Foto ini
menunjukkan tiruan wajah dua dimensi dari George W. Bush yang sesungguhnya.
Denotatif merupakan level makna deskriptif dan literal.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda
dan petanda, yang di dalamnya terdapat sebuah makna yang implisit (tersembunyi).
Konotasi menciptakan makna-makna tingkat kedua yang terbentuk ketika penanda
terkait dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau keyakinan.
Misalnya, tanda hati (love) yang mengkonotasikan cinta, atau tanda tengkorak yang
mengkonotasikan bahaya. Konotasi merupakan menghasilkan makna tingkat kedua
yang bersifat implisit, yang disebut makna konotatif.
24
Tabel 01.03 Peta Tanda Roland Barthez
Signifier
(penanda)
Signified
(petanda)
Denotative sign
(tanda denotatif)
Connotative Signifier
(Penanda konotatif)
Connotative Signified
(Pertanda konotatif)
Connotative Sign (Tanda Konotatif)
Selain itu Roland Barthes melihat makna yang lebih dalam tingkatnya, yaitu makna-
makna yang berkaitan dengan mitos. Mitos dalam pemahaman semiotika Barthes,
adalah pengkodean makna dan nilai-nilai sosial sebagai sesuatu yang dianggap
sesuatu yang normal dan alami (natural).