bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang, termasuk
di bidang agraria. Sebagai catatan dimana mayoritas penduduknya bermata
pencaharian sebagai petani. Serta dengan melihat luas lahan pertanian yang
sangat melimpah, tentu negara ini akan memprioritaskan sektor pertanian sebagai
salah satu cara menyejahterakan rakyatnya. Maka bila hal tersebut terlaksana
dengan baik diharapkan negara Indonesia dapat menyejajarkan tekhnologi
pertanian dengan negara lain. Terutama untuk memenuhi cadangan kebutuhan
pangan nasional. Tentunya hal ini harus dilaksanakan dengan sistem yang bersifat
berkesinambungan.
Namun salah satu faktor penghambat yang sampai sekarang ini masih
ditemui adalah adanya lahan di Indonesia yang berpotensi tidak dimanfaatkan
dengan maksimal karena sistem pengolahan yang kurang tepat.
Dalam upaya mengatasi hal tersebut maka Presiden RI pada tanggal 11 Juni
2005 telah mencanangkan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(RPPK) sebagai strategi umum :
1. Peningkatan kesejahteraan petani, nelayan dan petani hutan.
2. Meningkatkan daya saing produk pertanian, perikanan dan
kehutanan.
3. Menjaga kelestariaan sumber daya pertanian, perikanan dan
kehutanan.
Sejalan dengan RPPK maka departemen pertanian telah menetapkan Visi
Pembangunan Pertanian yaitu : Terwujudnya pertanian tangguh untuk
pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk
pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani dan keluarganya. Mengingat ciri
pertanian di Indonesia sendiri masih sangat bergantung pada kondisi alamnya,
maka ada beberapa pertanian yang sifatnya identik dari daerah tertentu yang
sesuai dengan kondisi alam masing-masing daerah, misalnya cengkeh, tembakau,
sagu, wortel, bawang merah, dan lain-lain. Apabila jumlah produksi bahan
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
pangan dalam negeri masih belum mencukupi pasokan nasional maka mau tidak
mau harus di lakukan impor kebutuhan bahan pangan. Akan tetapi untuk
melindungi para petani dalam negeri pemerintah melakukan pengaturan importasi
kebutuhan pangan. Bawang merah sebagai salah satu kebutuhan premier rumah
tangga tentunya membutuhkan perancangan yang matang untuk melindungi
semua pihak yang terlibat didalamnya baik produsen (petani) maupun konsumen
(kebutuhan rumah tangga). Bardasarkan data Kementerian Pertanian, permintaan
bawang merah Indonesia diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk dan pengembangan pengolahan komoditas bawang
merah.
Dengan pengaturan importasi, mulai pertengahan tahun 2012 jumlah
bawang merah yang diimpor ditentukan oleh stok bawang merah yang ada di
petani. Implikasinya, saat petani tidak mampu mengelola stok dan manajemen
budidaya dengan baik, misalnya setiap kekurangan 100 kg pada seorang petani,
akan berimplikasi hilangnya ribuan ton stok di tingkat nasional. Bila menengok
ke belakang di tahun 2011, ketika itu belum ada pengaturan impor bawang merah
akibatnya harga bawang merah di tingkat petani mengalami penurunan. Akibat
rendahnya harga banyak petani yang merugi dan tidak semangat lagi menanam
bawang merah. Kondisi ini berakibat menurunnya stok benih di tingkat petani.
Dampak berlanjut pada produksi bawang merah yang menurun pada panen raya
2012. Rendahnya stok bawang di tingkat petani ini menyebabkan harga naik
tidak terkendali. Melihat kondisi ini maka Direktorat Pemasaran Domestik
Departemen Pertanian melalui Direktorat Jendral (DITJEN) Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Pertanian (PPHP) menginisiasi bawang merah untuk menjadi
komoditas yang dapat diresigudangkan. Pada tanggal 18 Juli 2013 dilakukan
rapat permulaan dengan menghadirkan para pemangku kepentingan di bidang
bawang merah. Adapun poin-poin hasil pertemuan tersebut adalah :
1. Kabupaten Brebes sebagai sentra bawang merah dengan kontribusi
40% kebutuhan nasional. Siklus panennya adalah bulan Juni -
Agustus terjadi panen raya, September – Oktober produksi turun,
dan Desember – Januari produksi naik dimana harga biasanya turun.
Namun kondisi pada periode Juni - Juli 2013, harga bawang merah
justru meningkat mencapai Rp.50 – 70 ribu per kg. Hal ini
disebabkan masa transisi kebijakan pengaturan impor hortikultura,
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), ketersediaan dan
harga bibit saat tanam. Selain itu, bulan siklus produksi sangat
dipengaruhi oleh curah hujan (anomali iklim). Pada periode Maret
– April 2013, karena curah hujan tinggi maka petani beralih untuk
menanam padi sehingga produksi bawang sedikit.
2. Bawang merah merupakan komoditas strategis dan kebutuhan
pokok masyarakat. Musim panen terjadi pada bulan tertentu dengan
kebutuhan sepanjang tahun. Data produksi nasional bawang merah
berkisar 1 juta ton/tahun, sedangkan kebutuhan nasional sekitar 620
ribu ton/tahun.
3. Penerapan Sistem Resi Gudang (SRG) pada masa panen raya adalah
salah satu solusi untuk mengatasi ketersediaan dan fluktuasi harga
sehingga dapat memenuhi kebutuhan secara stabil sepanjang tahun.
Selain itu, ketersediaan dan harga bibit saat tanam perlu mendapat
perhatian agar biaya saprodi (tenaga kerja, pupuk, pestisda dan
bibit) budidaya bawang merah rendah. Secara umum persyaratan
penerapan SRG adalah produk yang akan disimpan harus memenuhi
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan gudang sudah sesuai standar.
Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang mencakup penerbitan,
pengalihan, penjaminan dan transaksi resi gudang. Resi gudang
sendiri berarti dokumen bukti kepemilikan barang yang disimpan di
gudang yang diterbitkan oleh BAPPEBTI (Badan Pengawasan
Perdagangan Berjangka Komoditi).
4. Penyusutan pada saat penyimpanan menjadi faktor yang perlu
mendapat perhatian dalam penerapan SRG bawang merah.
Penyimpanan konvensional di gudang kering selama 4 bulan,
penyusutannya sekitar 40%. Pada periode yang sama, PT. Cahaya
Mustika Abadi di Brebes melakukan penyimpanan di ruang
berpendingin (cold storage), penyusutannya maksimal 5 %. Biaya
sewa gudang Rp 250/kg/bulan. Petani bawang merah sebagian besar
adalah petani kecil. Umumnya mereka sudah terbiasa dengan sistem
ijon (menjual hasil produksi sebelum masa panen) dan terkait
pinjaman dengan pedagang, sehingga penerapan sistem resi gudang
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
perlu diawali dengan suatu uji coba (pilot project). Hal ini berlaku
untuk bawang merah konsumsi dan bibit.
5. Sebelum menetapkan bawang merah sebagai komoditas yang dapat
dilakukan SRG, perlu dilakukan kajian penerapan SRG. Kajian
dimulai dari musim tanam dan panen, harga saat panen raya,
standarisasi produk sesuai SNI, standardisasi gudang. Juga pada
mekanisme penyimpanan untuk mendapatkan model penyimpanan
bawang merah yang lebih efisien dengan melibatkan instansi dan
lembaga terkait di sentra produksi.
6. Sebagai tahap percobaan akan dilakukan uji coba penerapan SRG
bawang merah di Kabupaten Brebes, tepatnya di kawasan
pengembangan bawang merah seluas 50 Ha yang mendapat bantuan
bibit dan pupuk dari DITJEN Hortikultura. Dengan asumsi
produktivitas 9 – 10 ton/Ha, diperkirakan produksi bawang merah
untuk uji coba SRG mencapai 450 - 500 ton.
7. Program Bank Indonesia (BI) Pusat dalam mendukung bawang
merah di Jawa Tengah adalah pengembangan cluster bawang merah.
Sebagai pelaksana adalah BI Tegal dan BI Cirebon.
Sebagai negara agraris tentunya kebijakan pemerintah khususnya
Departemen Pertanian tersebut diharapkan membantu para pelaku pertanian di
Indonesia untuk menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Kebutuhan
nasional terhadap hasil pertanian akan mudah terpenuhi jika para pelaku
pertanian di Indonesia mempunyai kemampuan yang berkualitas sehingga
swasembada pangan akan tercapai dan di harapkan Indonesia tidak lagi terlalu
bergantung pada produk impor pangan untuk mencukupi kebutuhan pangan
nasional. Menurut Kementrian Pertanian komoditas sayuran hortikultura
khususnya bawang merah ada beberapa sentra pusat penghasil bawang merah di
Indonesia yang utama yakni Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat,
Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta,
Bali, Sulawesi Tenggara, dan Sumatra Utara. Rata-rata pertumbuhan produksi
bawang merah di sentra-sentra produksi tersebut dari tahun 2006 sampai dengan
2010 cenderung meningkat lambat, kecuali di Propinsi Jawa Timur dan DI
Yogyakarta. Dalam upaya memenuhi kebutuhan bawang merah skala nasional
maka ada beberapa daerah yang sekarang juga membudidayakan pertanian
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
bawang merah diantaranya misalnya di Kabupaten Kampar Provinsi Riau, hal ini
juga akan mengurangi ketergantungan pasokan permintaan produksi tanaman
bawang merah dari pulau Jawa.
Salah satu provinsi dengan hasil utama pertanian berupa penghasil bawang
merah adalah Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar terdapat di Kabupaten
Brebes. Kabupaten Brebes sendiri yang sebagian besar wilayahnya masih berupa
lahan pertanian tentunya akan sangat bergantung dari hasil pertanian sebagai
salah satu sumber potensi wilayahnya, terutama komoditas pertanian berupa
pertanian bawang merah. Hal ini juga berbanding lurus dengan jenis mata
pencaharian penduduknya yang sebagaian juga sebagai pelaku pertanian. Akan
tetapi tidak semua wilayah di Kabupaten Brebes menjadikan bawang merah
sebagai produk utama pertaniannya karena memang lahan dan kondisi alamnya
haruslah sesuai dengan sifat budidaya pertanian bawang merah. Di daerah yang
lahan dan kondisi alamnya sesuai dengan penanaman bawang merah tentunya
menjadikan tanaman bawang merah sebagai komoditas utama di bidang
pertanian. Ada beberapa sentra pusat pertanian bawang merah di Kabupaten
Brebes di antaranya Kecamatan Brebes, Kecamatan Larangan, Kecamatan
Songgom, Kecamatan Jatibarang, Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Wanasari.
Di beberapa daerah yang termasuk dalam pola agihan pertanian bawang
merah di Kabupaten Brebes tentunya mempunyai gambaran spasial yang cocok
untuk budi daya tanaman bawang merah. Seperti di Kecamatan Larangan misal
nya, yang sebagian wilayah nya terletak di dataran yang relatif datar sehingga
sangat cocok dengan tipe dari budi daya bawang merah. Selain itu sistem irigasi
akan sangat merata menjangkau semua lahan yang terletak di daerah yang
cenderung datar. Dari hasil survay ke petani dengan metode questioner diketahui
pula bahwa faktor penentu yang tidak kalah pentingnya terkait budidaya
pertanian bawang merah adalah angin musiman di Kecamatan Larangan berupa
angin kumbang.
Untuk dapat menjadi petani yang tangguh maka diperlukan sebuah
Penerapan Visi Pembangunan Pertanian. Visi tersebut tentunya memerlukan
dukungan Sumbar Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan ciri mandiri,
profesional, berjiwa wirausaha, berdedikasi, etos kerja yang baik, disiplin dan
moral yang tinggi serta berwawasan global. Dalam upaya menciptakan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dibidang pertanian maka perlu
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
dikembangkan Sistem Penyuluhan Pertanian yang mampu memberdayakan
petani dan keluarganya serta pelaku usaha pertanian lainnya. Penyuluhan
pertanian dilaksanakan oleh Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Revitalisasi penyuluhan pertanian dimaksudkan untuk mendukung dan
memberdayakan penyuluhan pertanian sebagai bagian dari pembangunan di
bidang pertanian. Dengan demikian sistem penyuluhan pertanian perlu
dikembangkan agar sesuai dengan kebutuhan petani serta sebagai wadah
penyerapan informasi di bidang pertanian. Beberapa program penyuluhan
pertanian tersebut adalah pembentukan kelompok tani. Kelompok tani dibentuk
sebagai ajang sharing para petani yang mempunyai berbagai masalah yang
berhubungan dengan pertanian bawang merah, misalnya berbagi informasi
tentang program subsidi pupuk dari pemerintah. Informasi tersebut dapat
diperoleh para petani dari Dinas Pertanian Kehutanan dan Konservasi Tanah
Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes.
Untuk dapat bersaing dengan persaingan global serta dengan makin
berkembangnya teknologi informasi, terutama dalam bidang Sistem Informasi
Geografi (SIG) maka dirasakan pula perlunya sebuah basis data untuk berbagai
keperluan dibidang pertanian. Akhirnya tidak hanya berupa sistem non formal
saja yang perlu diberdayakan tetapi juga sistem formal. Diantaranya adalah
sebagai data statistik dalam bidang pertanian yang mana dalam kasus ini adalah
pertanian bawang merah, sehingga dapat menyerap alih teknologi yang sedang
berkembang tersebut. Hal ini jika tersusun dengan rapi maka akan mempermudah
berbagai kajian para pelaku pertanian di Kecamatan Larangan.
Untuk kepentingan monitoring hasil panen maka diperlukan adanya sebuah
basis data hasil produksi tanaman bawang merah di Kecamatan Larangan.
Dengan makin bertambahnya jumlah data tekstual dan data spasial/keruangan
yang masih bersifat analog (hardcopy) yang terkumpul di Dinas Pertanian
Kehutanan dan Konservasi Tanah Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, ini
merupakan kendala tersendri dalam upaya menciptakan sistem pertanian berbasis
tekhnologi. Ada beberapa kekurangan dari sebuah data yang masih bersifat
manual ini. Keterbatasan tersebut yakni dalam mengolah data menjadi sebuah
informasi yang masih dilakukan secara manual, sehingga membutuhkan waktu
ekstra dalam pengerjaanya, disinilah perlunya diadakan sebuah pembentukan
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
basis data yang bersifat spasial atau keruangan. Penerapan ilmu SIG akan dapat
mempermudah hal tersebut, mulai dari memasukan data (data hasil panen bawang
merah), pengolahan data, maupun hasil keluaran dari data (peta hasil produksi
bawang merah).
Konsep basis data merupakan unsur utama SIG, hal tersebut yang
membedakan dengan sistem pemetaan komputer lainnya yang hanya mampu
memproduksi tampilan informasi grafis yang baik. SIG mengorganisasi data
geografik dalam suatu basis data.
Basis data SIG menghubungkan data spasial dan informasi geografis
tentang suatu tema tertentu pada peta. Informasi geografis ini merupakan data
tematis (atribut) yang mendeskripsikan lebih jauh kenampakan yang sebenarnya.
Konsep hubungan data spasial dan data atribut dalam SIG merupakan
implementasi dari model data relasional. Dengan adanya hubungan tersebut
informasi deskriptif dapat ditanyakan kedalam sebuah peta. Sebaliknya, dengan
tabel atribut (hasil produksi tanaman bawang merah) dapat pula diperoleh sebuah
peta (tematik).
Gambar 1.1 Pola Keterlibatan Sistem Informasi Geografi (Sumber :
BAKOSURTANAL)
Seperti gambar 1.1 diatas, SIG merupakan sebuah sistem yang berangkaian
satu dengan yang lainnya. BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional) menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang terorganisir dari
perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personel dalam hal
ini manusia untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi
geografi.
Dengan adanya proses basis data hasil produksi tanaman bawang merah di
Kecamatan Larangan ini, data dan informasi mengenai berbagai macam hal dapat
disajikan dengan lebih efisien. Terutama yang terkait erat dengan kegiatan budi
Pengguna (User)
Sistem Informasi Geografi (Software + Database)
Dunia Nyata (Real World)
Hasil
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
daya tanaman bawang merah sehingga nantinya data tersebut dapat dengan cepat
disajikan dan dapat pula dengan mudah diperbaharui sehingga memudahkan bagi
pengguna dalam pemanfaatannya.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam upaya Kabupaten Brebes menjadi salah satu pusat sentra komoditas
tanaman bawang merah unggulan, maka ada beberapa poin pokok permasalahan
yang mendasari penulisan laporan ini, diantaranya sebagai berikut :
1. Kurangnya data spasial atau keruangan berbasis komputerisasi
dibidang pertanian bawang merah di Kecamatan Larangan.
2. Minimnya data statistik hasil produksi tahunan di Kecamatan
Larangan.
3. Ingin mengetahui hasil produksi tanaman bawang merah secara
berkala.
4. Menginformasikan data hasil produksi bawang merah dalam
bentuk peta.
Sehubungan dengan hal tersebut, setiap wilayah perlu melakukan
penyusunan pewilayahan (Zonasi) komoditas pertanian dan neraca ketersediaan
lahan secara komputerisasi agar pengembangan komoditas unggulan wilayah
tersebut dapat dilakukan secara terarah sesuai dengan potensi sumber daya
lahannya. Zonasi komoditas dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan
perencanaan pembangunan bagi pemerintah daerah, investasi, penerapan
teknologi yang tepat dalam upaya mengoptimalkan penggunaan sumber daya
lahan secara baik dan berkelanjutan dalam rangka pengembangan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
Disinilah letak korelasi SIG dalam bidang pertanian bawang merah. Sistem
Informasi Geografis (SIG) memungkinkan proses analisis dan penyusunan Zonasi
sampai penyajiannya bisa dilakukan dengan lebih cepat, akurat dan bahkan
menampilkannya secara on-line. Pengkajian dan aplikasi Inderaja (Penginderaan
Jauh) dan SIG di bidang ini telah dilakukan oleh Tim Bidang Karakterisasi
Sumber Daya Alam.
Sebuah data perlu dipetakan agar memudahkan pengguna dalam memahami
informasi yang disampaikan dan untuk mendapatkan informasi baru yang
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
berkaitan dengan data tersebut (hasil produksi tanaman bawang merah). Hal
tersebut tidak jauh dari fungsi peta itu sendiri yaitu untuk mengetahui persebaran
secara keruangan dari data itu sendiri dan dapat dianalisis secara spasial.
Berdasarkan uraian diatas penulis mengambil judul penelitian sebagai berikut
“Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan
Larangan dari Tahun 2006 – 2010 Dengan Menggunakan Software ArcView
3.2”.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tentang Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang
merah di Kecamatan Larangan ini adalah sebagai salah satu sarana untuk
menginformasikan hasil produksi kedalam sebuah peta tematik baik berupa peta
berbentuk hardcopy maupun softcopy. Kedepannya data tersebut dapat disimpan,
diolah, dianalisis, dimanipulasi, diperbaharui dan disajikan kembali secara lebih
efisien. Apabila basis data hasil pertanian terpenuhi maka akan mudah dilakukan
monitoring hasil panennya, apakah hasil panen meningkat atau menurun dari
tahun sebelumnya. Lebih jauh diharapkan dari data statistik hasil pertanian
tersebut dapat memotivasi para petani di daerah penelitian untuk meningkatkan
hasil pruduksi bawang merah.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Pemetaan hasil produksi tanaman bawah merah dapat menjadi alat untuk
memantau hasil panen. Diharapkan dengan adanya peta hasil produksi ini
dapat meningkatkan kualitas maupun kuantitas dari hasil panen tanaman
bawang merah.
2. Dapat menjadi gambaran untuk Dinas Pertanian di daerah Kecamatan
Larangan supaya lebih banyak lagi diadakan penyuluhan pertanian yang
mampu memberdayakan petani dan keluarganya serta pelaku usaha
pertanian lainnya.
3. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat tani dapat memaksimalkan
peruntukan lahan yang tepat sesuai dengan kondisi spasial di daerahnya
masing-masing.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
4. Sebagai data statistik tahunan mengenai hasil produksi tanaman bawang
merah yang bersifat berkesinambungan.
5. Penelitian ini diharapkan dapat menambah banyak perbendaharaan
penelitian berbasis Sistem Informasi Geografi dalam aplikasinya dibidang
pertanian pada umumnya ataupun pertanian bawang merah pada
khususnya.
1.5 Tinjauan Pustaka
1.5.1 Pengertian Bawang Merah
Berdasarkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA)
Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian tanaman bawang
merah (Allium Ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas sayuran
dataran rendah, tanaman ini berasal dari Syria dan telah dibudidayakan
semenjak 5.000 tahun yang lalu. Bawang merah merupakan tanaman
semusim yang memiliki umbi yang berlapis, berakar serabut, dengan daun
berbentuk silinder berongga. Umbi bawang merah terbentuk dari pangkal
daun yang bersatu dan membentuk batang yang berubah bentuk dan fungsi,
membesar dan membentuk umbi. Umbi terbentuk dari lapisan-lapisan daun
yang membesar dan bersatu. Tanaman ini dapat ditanam di dataran rendah
sampai dataran tinggi yang tidak lebih dari 1200 mdpl (meter diatas
permukaan laut). Di daratan tinggi umbinya lebih kecil dibanding dataran
rendah.
Kegunaan utama bawang merah adalah sebagai bumbu masak.
Meskipun bukan merupakan kebutuhan pokok, bawang merah cenderung
selalu dibutuhkan sebagai pelengkap bumbu masak makanan sehari-hari.
Kegunaan lainnya adalah sebagai obat tradisional (sebagai kompres
penurun panas, diabetes, penurun kadar gula dan kolesterol darah,
mencegah penebalan dan pengerasan pembuluh darah dan maag) karena
kandungan senyawa Allin dan Allisin yang bersifat bakterisida atau
pembunuh bakteri.
Adapun klasifikasi ilmiah dari tanaman bawang merah yang
mempunyai nama binomial Allium Ascalonicum adalah seperti tertera di
bawah ini :
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
Tabel 1.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Bawang Merah
Kerajaan Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Liliopsida
Ordo Liliales
Famili Alliaceae
Genus Allium
Spesies A. ascalonicum
Sumber : http://plants.usda.gov
Gambar 1.2 Kelopak Bunga (Sumber : www.google.com)
Gambar 1.3 Daun, Umbi dan Akar (Sumber : www.google.com)
Gambar 1.4 Lapisan Umbi (Sumber : www.google.com)
Lapisan umbi
Kelopak bunga
Daun
Umbi
Akar
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
1.5.2 Faktor Penghambat Hasil Produksi
Apabila ada beberapa hambatan atau masalah tentunya akan
mempengaruhi jumlah dari hasil produksi tanaman bawang merah. Hal ini
juga sekaligus menjadi catatan yang sangat penting bahwa pertanian di
Indonesia masih bergantung dengan kondisi iklim. Berikut merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi bawang merah, di
antaranya sebagai berikut :
A. Penyimpangan atau anomali cuaca, cuaca yang tidak menentu
menyebabkan produksi bawang merah Indonesia turun hingga 50
persen dari biasanya. Ketua Asosiasi Petani Bawang Merah Indonesia
(APBMI) Agusman, mengatakan akibat anomali cuaca ini otomatis
menurunkan jumlah produksi. Cuaca akibat hujan yang mengguyur
pada musim penghujan atau pun di bulan-bulan dengan intensitas
hujan yang tinggi ini menyebabkan tanaman bawang menjadi busuk
dan mudah terkena serangan hama.
B. Penggunaan pupuk anorganik yang terus menerus dan berlebihan
tanpa dibarengi dengan pemberian pupuk organik dapat menurunkan
produksi dan juga merusak tanah. Untuk itu suatu penelitian telah
dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara (± 25 mdpl) pada Januari sampai April 2010
menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktor Ganda yaitu
varietas bawang lokal (jenis Katumi, Maja dan Bima) dan pupuk
(pupuk kandang, pupuk anorganik, pupuk organik baik bios maupun
cair serta pupuk anorganik). Parameter yang diamati adalah tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah siung per sampel, dan produksi umbi
per plot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas berbeda nyata
terhadap tinggi tanaman, jumlah daun. Pupuk berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman dan produksi umbi per plot. Interaksi
perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap semua parameter. Hasil
terbaik diperoleh pada varietas jenis Maja dengan pupuk kandang.
C. Luas lahan berpengaruh tergadap produksi bawang merah. Luas lahan
pertanian bawang merah berbanding lurus dengan jumlah
produksinya, semakin besar luas lahan maka akan semakin banyak
pula hasil produksinya.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
D. Bibit berpengaruh terhadap produksi bawang merah. Ada beberapa
jenis varietas bibit bawang merah diantaranya adalah bawang luar
(jenis Pilipin) dan bawang lokal (jenis Katumi, Maja dan Bima)
dimana tiap-tiap varietas tentunya mempunyai karakteristik tumbuh
sendiri-sendiri sesuai dengan beberapa faktor pendukungnya misal
ketinggian tempat, daya tahan terhadap unsur hara ataupun intensitas
air hujan. Oleh karena itu pemilihan bibit juga berpengaruh terhadap
hasil produksi tanaman bawang merah itu sendiri.
E. Tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi bawang merah.
Tanaman bawang merah merupakan tanaman hortikultura dimana
cara penanganannya diperlukan keahlian khusus. Pengetahuan akan
cara penanganan masalah dari para petani akan mempunyai andil
yang cukup besar terhadap hasil produksi.
1.5.3 Tata Cara Budidaya Bawang Merah
Berikut merupakan tata cara budidaya tanaman bawang merah yang
diambil dari Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang Bandung, dan
berbagai sumber lainnya, yaitu sebagai berikut :
1) Syarat Tumbuh Bawang Merah
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan,
berstruktur lemah, dan bertekstur sedang sampai liat. Jenis tanah
Alluvial, Glei Humus atau Latosol, PH tanah 5,6 - 6,5. Tanaman
bawang merah memerlukan udara hangat untuk pertumbuhannya (25
s/d 32°C), curah hujan 300 – 2500 mm pertahun, ketinggian 0 - 400
mdpal, dan kelembaban 50 - 70 %.
2) Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan
lapisan tanah yang gembur, memperbaiki drainase dan aerasi tanah,
meratakan permukaan tanah, dan mengendalikan gulma. Tanah dibajak
atau dicangkul dengan kedalaman 20 cm, kemudian dibuat bedengan
selebar 120 – 170 cm, tinggi 25 – 30 cm, serta panjang sesuai
disesuaikan dengan kondisi lahan. Saluran drainase dibuat dengan
lebar 40 - 50 cm dan kedalaman 50 - 60 cm. Apabila PH tanah kurang
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
dari 5,6 diberi Dolomit dosis ±1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan
dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2 minggu. Untuk mencegah
serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus GLIO)
dicampur 25 – 50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu
taburkan merata di atas galengan tanah.
Gambar 1.5 Sketsa Penampang Atas Lahan (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
Keterangan Gambar 1.5 di atas adalah sebagai berikut :
I. Tahap ini membuat lahan menjadi gendokan (parit tempat
aliran air) lebarnya 0,5 meter dan galengan (meninggikan
tanah) lebarnya 1,7 meter. Tanah dari sisa membuat cekungan
gendokan lalu dialihkan ke bagian galengan.
II. Setelah 5 hari dari tahap I lalu dilakukan tahap kedua yakni
meratakan tanah di bagian galengan yang masih belum rata.
III. Kemudian jarak 5 hari lagi di lakukan pencangkulan tanah
supaya tanah galengan lebih halus dari kondisi tanah
sebelumnya.
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air I Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air II Air≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈Air III Air≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air IV Air ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ Air V Air≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈ ≈≈≈
≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈Air VI Air≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈≈≈≈ √ √ √ ≈≈≈
0,5m 1,7m 0,5m
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
IV. Tahap yang ke IV di lakukan berjarak 7 hari dari tahap III, hal
ini dilakukan karena menunggu tanah menjadi kering, tahap ini
dilakukan pencangkulan kembali supaya tanah menjadi ideal
untuk tumbuhnya bawang merah.
V. Setelah 7 hari dari tahap IV maka selanjutnya tahap V yakni
masih sama seperti tahap sebelumnya, yaitu mengeringkan
tanah dan dilakukan pencangkulan supaya kondisi tanah lebih
halus lagi dan kondisi tanah menjadi gembur. Karena jika
kondisi tanah masih terlalu keras dan liat maka bawang merah
tidak akan bagus pertumbuhannya.
VI. Kemudian setelah 6 hari dari tahap sebelumnya dan tanah
kembali mengering, maka dilakukan tahap yang terakhir
menyiapkan tanah untuk siap di tanami bibit bawang merah.
Gambar 1.6 Proses Pengolahan Tanah (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
3) Penyediaan Bibit
Pada umumnya perbanyakan bawang merah dilakukan dengan
menggunakan umbi sebagai bibit. Kualitas umbi bibit merupakan salah
satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil produksi bawang
merah. Umbi yang baik untuk bibit harus berasal dari tanaman yang
cukup tua yaitu berumur 120 - 130 hari setelah tanam, dengan ukuran
sedang (beratnya 5 - 10 gram, diameter 1,5 - 1,8 cm). Umbi bibit
tersebut harus terlihat segar dan sehat, tidak keriput, dan warnanya
cerah. Umbi bibit telah siap tanam apabila telah disimpan 2 - 4 bulan
sejak dipanen dan tunasnya sudah sampai ke ujung umbi. Pengadaan
bibit unggul di Brebes lewat kerja sama dengan Universitas Gadjah
Mada, Institut Pertanian Bogor, maupun UNS.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Umbi bibit ditanam dengan jarak 10 x 20 cm atau 15 x 15 cm.
Lobang tanaman dibuat setinggi umbi dengan menggunakan alat
penugal. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lobang tanaman
dengan gerakan seperti memutar sekrup, hingga ujung umbi tampak
rata dengan permukaan tanah. Setelah tanam dilakukan penyiraman
dengan menggunakan embrat yang halus.
4) Penanaman dan Pemberian Pupuk Dasar
Setelah tanah selesai diolah dan bibit bawang telah di tanam
maka selanjutnya dilakukan kegiatan pemupukan. Dari pengakuan para
petani ada beberapa jenis pupuk yang harganya di subsidi oleh
pemerintah. Hal ini tentunya sangat membantu para petani untuk
menekan biaya pembudidayaan tanaman bawang merah. Adapun
perincian pemberian pupuk dengan contoh luas lahan ¼ bau yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1.2 Pemberian Pupuk
Tahap Jumlah Pupuk (Kg)
Jenis Pupuk
Waktu Pemupukan
Pasca Tanam
Pemupukan I 60 SP36/Kompos 10 Hari
Pemupukan II 60 NPK Mutiara(20Kg)+UREA(40Kg) 20 Hari
Pemupukan III 60 NPK Holland(30Kg)+ZA(30Kg) 30 Hari
Pemupukan IV 40 KCL(25Kg)+KAMAS(15Kg) 36 Hari
Sumber : Hasil Survay Lapangan
5) Pengairan
Tanaman bawang membutuhkan air yang cukup dalam
pertumbuhannya. Penyiraman pada musim kemarau dilakukan 1 kali
dalam sehari pada pagi hari atau sore, sejak tanam sampai menjelang
panen. Sumber irigasi di Brebes di antaranya berasal dari Waduk
Malahayu, Waduk Penjalin, Sungai Pemali, dan sejumlah anak Sungai
Pemali. Pola pengairan yaitu menggunakan pintu air sebagai
pengendali air yang akan masuk ke persawahan, yang sudah di buat
saluran-saluran air dari sumber air.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
Gambar 1.7 Proses Penyiraman (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
6) Menyiangan dan Pembumbunan
Menyiang dilakukan sesuai dengan kondisi gulma, minimal
dilakukan dua kali/musim, yaitu menjelang dilakukannya pemupukan
susulan. Kegiatan membumbun dilakukan saat tanaman umur 30 dan
45 hari setelah tanam atau disesuaikan dengan kondisi umbi sampai
muncul ke permukaan tanah.
7) Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit yang sering menyerang tanaman bawang
merah adalah ulat tanah, ulat daun, ulat grayak, kutu daun, nematoda
akar, bercak ungu alternaria, embun tepung, busuk leher batang,
otomatis/antraknose, busuk umbi, layu fusarium dan busuk basah. Ada
beberapa jenis hama atau penyakit yang dapat menyerang tanaman
bawang merah yang mana akan dapat mempengaruhi hasil produksi
tanaman bawang merah, diantara adalah sebagai berikut :
a. Hama ulat bawang (Spodoptera spp).
Serangan hama ini ditandai dengan bercak putih
transparan pada daun. Pengendaliannya adalah : Telur dan ulat
dikumpulkan lalu dimusnahkan, pasang perangkap ngengat
(feromonoid seks) ulat bawang 40 buah/ha, jika intensitas
kerusakan daun lebih besar atau sama dengan 5 % per rumpun
atau telah ditemukan 1 paket telur/10 tanaman, dilakukan
penyemprotan dengan insektisida efektif, misalnya Hostathion
40 EC, Cascade 50 EC, Atabron 50 EC atau Florbac. Dari hasil
survay di Kecamatan Larangan di dapatkan beberapa cara
pencegahan hama ulat yakni menggunakan cahaya lampu yang
disertai wadah berisi oli di bawahnya dan dipasangkan di
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
beberapa titik di persawahan. Cara ini cukup efektif untuk
menarik kupu-kupu ke dalam cahaya lampu kemudian kupu-
kupu tersebut jatuh ke dalam wadah berisi oli, kupu-kupu
adalah indukan dari hama ulat berasal.
Gambar 1.8 Penanggulangan Hama Ulat (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
b. Hama trip (Thrips sp.).
Gejala serangan hama thrip ditandai dengan adanya
bercak putih beralur pada daun. Penanganannya dengan
penyemprotan insektisida efektif, misalnya Mesurol 50 WP
atau Pegasus 500 EC.
Gambar 1.9 Penyemprotan Insektisida (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
c. Penyakit layu Fusarium.
Ditandai dengan daun menguning, daun terpelintir dan
pangkal batang membusuk. Jika ditemukan gejala demikian,
tanaman dicabut dan dimusnahkan.
d. Penyakit otomatis atau Antraknose.
Gejalanya bercak putih pada daun, selanjutnya
terbentuk lekukan pada bercak tersebut yang menyebabkan
daun patah atau terkulai. Untuk mengatasinya, semprot dengan
fungisida Daconil 70 WP atau Antracol 70 WP.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
e. Penyakit trotol atau bercak ungu (Alternaria).
Ditandai dengan bercak putih pada daun dengan titik
pusat berwarna ungu. Gunakan fungisida efektif, antara lain
Antracol 70 WP, Daconil 70 WP, dll untuk membasminya.
f. Gulma dan rumput liar.
Tanaman liar berupa gulma dan rumput liar.
Membasminya dengan cara mencerabut gulma dan rumput liar
tersebut sampai ke akar-akarnya.
Gambar 1.10 Proses Pemberantasan Gulma (Sumber : Hasil Survay Lapangan)
8) Panen dan Pasca Panen.
Bawang merah dipanen apabila umurnya sudah cukup tua,
biasanya pada umur 60 - 70 hari setelah tanam. Tanaman bawang
merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60 - 70% daun telah rebah
atau leher batang lunak, sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih
dari 90%. Panen dilakukan waktu udara cerah. Pada waktu panen,
bawang merah diikat dalam ikatan-ikatan kecil (1 - 1,5 kg/ikat),
kemudian dijemur selama (5 - 7 hari). Setelah kering (penjemuran 5 - 7
hari), 3 - 4 ikatan bawang merah diikat menjadi satu, kemudian bawang
dijemur dengan posisi penjemuran bagian umbi di atas selama 3 - 4
hari. Pada penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan umbi
bawang dari tanah dan kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air
kurang lebih 85 %), umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan
di gudang.
9) Kriteria Kualitas Bawang Merah.
Kriteria kualitas bawang merah yang dikehendaki oleh
konsumen rumah tangga adalah : umbi berukuran besar, bentuk umbi
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
20
bulat, warna kulit merah keunguan, dan umbi kering askip. Sedangkan
konsumen luar (export) yang dikehendaki adalah : umbi berukuran
besar, bentuk umbi bulat, warna kulit merah muda, dan umbi kering
lokal.
10) Persiapan, Pemeliharaan, Panen dan Pasca Panen
Secara garis besar pembudidayaan tanaman bawang merah
dapat dibagi menjadi beberapa tahap sebagai berikut :
a. Persiapan
Terdiri dari penyiapan bibit, pengolahan lahan.
b. Pemeliharaan
Pemeliharaan pertanian bawang merah terdiri dari :
penyiraman, pemupukan, pemberantasan hama, penyiangan.
c. Panen
- Waktu panen
Pemanenan bawang di daerah ini yaitu setelah berumur
60 - 65 hari. Dengan ciri-ciri tanamannya adalah sebagai
berikut :
Daunnya sudah mulai layu dan menguning.
Pangkal batang mengeras.
Umbi telah tersumbul keatas tanah dan lapisan umbi
telah penuh berisi dan berwarna merah.
- Cara panen
Bawang merah dalam cara pemanennya di cabut dengan
menggunakan tangan dan umbinya di bersihkan dari tanah yang
melekat.
d. Pasca Panen
Yaitu terdiri dari pembersihan, pengeringan dan
pemilihan umbi yang baik.
1.5.4 Sistem Informasi Geografi (SIG)
Teknologi SIG saat ini telah diterapkan diberbagai bidang dan
kegiatan, dari organisasi pemerintah hingga swasta, untuk kegiatan
perencanan maupun pemantauan (Dulbahri, 1993). Teknologi ini
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
21
dimanfaatkan untuk memecahkan suatu masalah, menentukan pilihan
ataupun menentukan suatu kebijakan berdasarkan metode analisis spasial
dengan menggunakan komputer sebagai alat untuk pengelolaan dan
pengolahan data sumberdaya yang diperoleh khususnya dalam penelitian
tingkat hasil produksi tanaman bawang merah.
Berbagai batasan SIG yang dikemukakan oleh (Marble et al, 1983;
Burrough, 1986; Culkin and Tomlinson, 1984 dalam Dulbahri, 1993),
mengarah pada suatu pengertian SIG yang berkembang saat ini. Pengertian
ini dikemukakan oleh (Aronoff, 1989) yang menyatakan bahwa SIG adalah
suatu sistem informasi yang mendasarkan pada kerja komputer yang
mempunyai kemampuan untuk menangani data geografis, meliputi
kemampuan untuk memasukkan, mengolah, memanipulasi, dan analisa data
serta memberi keluaran.
SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk menangani data spasial
yang mana di dalam SIG, data tersimpan dalam format digital. Jumlah data
yang besar dapat disimpan dan diambil kembali secara cepat dengan biaya
yang rendah dengan memanfaatkan sistem informasi berbasis kerja
komputer. Keunggulan SIG yang lainnya adalah kemampuan manipulasi
dan analisis data spasial dengan mengkaitkan data dan informasi atribut
untuk menyatukan tipe data yang berbeda kedalam suatu analisis tunggal.
Penerapan teknologi SIG yang berbasis kerja komputer di dalam
pemrosesan data dan penyajian keluaran dikatakan oleh (Dulbahri, 1993)
mencirikan adanya dinamisasi proses masukan, klarifikasi, analisis dan
keluaran hasil yang memungkinkan sistem informasi ini dapat menerima
dan memproses data dalam jumlah besar dan waktu relatif singkat.
Perencanaan suatu tindakan maupun pengambilan suatu keputusan
memerlukan analisis data yang mempunyai rujukan spasial atau geografis
(Dulbahri, 1993). Dikemukakan bahwa pengambilan keputusan
memerlukan pengetahuan yang didukung oleh konsep yang mapan,
sehingga informasi yang berkaitan dengan permasalahan harus dipilih dari
sejumlah besar data untuk mengetahui keadaan permasalahan tersebut
melalui pemrosesan dan analisis data.
Menurut (Aronoff, 1989 dalam Dulbahri, 1993), SIG terdiri dari
beberapa komponen yang dapat digunakan untuk menangani data spasial,
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
22
yaitu komponen masukan data, pengolahan data, manipulasi dan analisis
data serta keluaran data.
Uraian selanjutnya mengenai komponen-komponen SIG mengacu
pada (Weir et al, 1988 dalam Dulbahri, 1993) seperti tertera dibawah ini :
1. Komponen Masukan Data
Komponen masukan data merubah data dari berbagai bentuk
dan sumber kedalam bentuk yang dapat diterima dan digunakan dalam
SIG. Sumber data ini antara lain berupa peta, data lapangan maupun
tabel atribut yang berkaitan dengan data hasil produksi tanaman
bawang merah.
Pemasukan data kedalam SIG memerlukan waktu yang lama
dan merupakan salah satu keterbatasan dalam keseluruhan proses
didalam SIG. Disamping itu komponen ini harus dapat menjamin
konsistensi kualitas data dalam proses pemasukan dan penerimaan data
agar hasilnya benar dan dapat dimanfaatkan.
2. Komponen Pengolahan Data
Komponen pengolahan data SIG meliputi fungsi-fungsi yang
dibutuhkan untuk menyimpan atau menimbun dan memanggil kembali
data dari arsip data dasar. Efisiensi fungsi ini harus diutamakan
sehingga perlu dipilih metode yang paling sesuai dengan struktur data
yang digunakan. Perbaikan data dasar untuk mengurangi, menambah,
ataupun memperbaharui data dapat dilakukan dengan cara mengurangi,
menambah, ataupun memperbaharui data dapat dilakukan pada
komponen ini.
3. Komponen Manipulasi dan Analisis Data
Fungsi manipulasi dan analisis data membedakan informasi
yang dapat dihasilkan oleh SIG. Komponen ini dapat digunakan untuk
mengubah format data dan memperoleh parameter.
4. Komponen Keluaran Data
Komponen ini berfungsi untuk menanyakan informasi dan hasil
analisis data spasial secara kualitatif maupun kuantitatif yang berupa
peta ataupun arsip elektronik, yaitu tabel, data statistik, dan data dasar
lainnya. Keluaran data dapat digunakan sebagai dasar untuk
identifikasi informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
23
1.5.5 Kartografi dan Peta
Kartografi merupakan seni, ilmu pengetahuan dan teknologi
rnengenai pembuatan peta sekaligus mencakup studinya sebagai dokumen-
dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Dalam konteks ini, peta dianggap
sebagai suatu hasil karya seni dalam kerangka ilmiah yang benuansa ilmu
pengetahuan tentang pembuatan termasuk semua tipe peta, plan (peta skala
besar), charts, bentuk 3 dimensi dan globe yang menyajikan model bumi
atau sebuah benda angkasa pada skala tertentu. Peta itu sendiri menurut
ICA dalam Robinson A. H, 1995 adalah gambaran konvensional dan
selektif yang diperkecil, biasanya dibuat pada bidang datar, dapat meliputi
perwujudan (features) dari permukaan bumi atau benda angkasa.
Peta dasar adalah peta yang berisikan informasi topografi dan di
gunakan sebagai dasar untuk ploting informasi tematik. Peta dasar pada
hakekatnya adalah peta topografi. Istilah peta dasar umumnya juga
digunakan dalam pemetaan topografi, suatu peta topografi menjadi peta
dasar buntuk pembuatan peta topografi lainnya. Peta yang umum
digunakan sebagai peta dasar untuk pemetaan tematik adalah peta topografi
disebut juga peta Rupa Bumi Indonesia (RBI). Tidak semua
elemen/kenampakan pada peta topografi digunakan dalam peta dasar.
Elemen peta dasar biasanya terdiri dari : grid dan graticule, pola aliran
sungai, relief, permukiman, jaringan transportasi, batas administrasi, nama-
nama geografi.
Ada 4 cara penyajian data geografi yakni : Deskriptif (ditulis, lisan,
dll), tabular (tabel), grafik dan diagram, peta (dapat mengetahui hubungan
keruangan). Dilihat dari segi fungsinya peta khusus atau peta tematik
adalah peta yang menyajikan unsur-unsur tertentu yang rnempunyai
hubungan antara satu unsur dengan unsur lainnya seperti ekonomi,
trarnsportasi, aliran lalu lintas dan lain-lain. Begitupun dengan Pemetaan
Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari
Tahun 2006 – 2010 Dengan Menggunakan Software ArcView 3.2.
Dari definisi di atas dapat dimengerti bahwa tugas seorang
kartografer adalah membuat peta yaitu merancang peta yang meliputi
desain simbol, tata letak peta, isi peta dan generalisasi. Peta adalah suatu
media komunikasi grafis yang berarti informasi yang diberikan dalam peta
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
24
berupa gambar atau simbol. Peta sendiri berdasarkan isi dan skalanya
dibagi menjadi dua yaitu peta umum dan peta khusus atau tematik. Peta
umum merupakan peta yang memuat kenampakan umum, baik
kenampakan fisik maupun kenampakan sosial ekonomis (medan asli dan
medan buatan) yang meliputi peta topografi, peta chorografi dan peta dunia
(atlas), sedangkan peta khusus atau tematik adalah peta yang memuat
kenampakan khusus atau tema-tema khusus seperti peta pariwisata, peta
perdagangan dan lain sebagainya.
Penggambaran peta tematik harus mencangkup tiga aspek penting
yaitu desain peta dasar, desain simbol/isi peta dan desain tata letak
peta/layout.
A Desain Peta Dasar
Dalam penyusunan peta diperlukan terlebih dahulu adalah peta
dasar, yang merupakan kerangka untuk menempatkan unsur–unsur,
ataupun obyek yang akan dipetakan. Peta dasar dapat diturunkan dari
peta Rupa Bumi dan Peta Topografi Dalam penelitian ini sumber
pembuatan peta dasar adalah peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000. Untuk
memenuhi efisiensi maka peta dasar tersebut diperkecil dengan
pertimbangan. Data terbesar dan terkecil masih dapat tercermin dan
jelas, unit terkecil dari wilayah administrasi dapat digambarkan. Peta
dasar ini memuat unsur-unsur geografi, seperti: grid dan graticule, pola
aliran, relief, unit administrasi komunikasi seperti: jalan, rel kereta api,
unit administrasi dan nama–nama geografis :
1. Grid dan Graticule (Lintang dan bujur)
Grid berfungsi untuk mengetahui dan menentukan koordinat
titik-titik diatas peta. Graticule digunakan untuk orientasi
secara kasaran dari suatu tempat.
2. Pola Aliran
Pola aliran bisa berupa saluran yang yang terbentuk secara
alami, seperti sungai atau buatan manusia, saluran irigasi.
3. Relief
Gambaran yang menyatakan suatu tinggi rendahnya suatu
permukaan fisik bumi. Dalam peta dasar relief dinyatakan
dengan garis kontur. Relief digunakan untuk orientasi
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
25
pembuatan peta tematik bidang teknik sipil, pembuatan irigasi
atau jalan.
4. Permukiman
Hal ini berkaitan dengan kepentingan sosial ekonomi. Peta
sosial ekonomi ini sering diperlukan pada perencanaan kota
untuk daerah permukiman.
5. Bentuk Perhubungan
Jalan dan rel kereta apa merupakan unsur yang penting dalam
peta dasar, unsur ini digunakan untuk orientasi. Ini sangat
penting untuk kegiatan sosial ekonomi, seperti peta pariwisata.
6. Unit Administrasi
Unsur ini penting untuk pembuatan peta sosial ekonomi
7. Nama–nama geografis
Nama–nama geografis berupa sungai, unit administrasi dan
nama daerah.
8. Detail Lainya
Detail lainya dibuat diatas peta dasar secara terbatas sesuai
dengan kebutuhanya, misalnya daerah hutan, pola land use dan
lain-lain. Detail–detail ini biasanya dinyatakan dalam bentuk
simbol (Saraswati, 1979).
B Desain Simbol/Isi Peta
Simbol adalah suatu alat yang berfungsi untuk menggambarkan
keadaan medan dan letaknya didalam peta. Simbol yang baik adalah
simbol yang sudah dikenal dan mudah digambar. Didalam pembuatan
peta pemasukan simbol–simbol inilah menyebabkan peta dapat dibaca.
Simbol–simbol ini mempunyai arti dan bentuk sehingga dengan
mengetahui arti dan bentuk simbol tersebut maka pemilihan simbol
disesuaikan dengan maksud dan tujuan dari pembuatan peta. Secara
garis besar simbol–simbol yang digunakan dalam peta tematik hanya
mempunyai ketentuan sesuai temanya. Simbol mempunyai peran
penting dalam proses komunikasi peta. Informasi dari peta dapat
dibaca dengan simbol tersebut, sehingga simbol yang digunakan harus
sesuai dengan tema dan tujuan pemetaan. Simbol menurut bentuk
dapat dibagi menjadi 3 yaitu, simbol titik, simbol garis dan simbol
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
26
bidang. Sedangkan wujud simbol dalam kaitanya dengan unsur yang
digambarkan dapat dibedakan abstrak, setengah abstrak dan nyata
(piktorial).
Pewarnaan pada peta dasar juga merupakan cara
berkomunikasi, pemberian warna disesuaikan dengan unsur yang
digambarkan, seperti: tubuh air sesuai dengan warna biru, vegetasi
dengan warna hijau dan diusahakan menarik serta memberikan kesan
jelas bagi pengguna.
C Desain Tata Letak Peta (Layout)
Kegiatan ini merupakan perencanaan bentuk akhir dari peta,
yaitu dengan pertimbangan posisi dan besarnya peta, sehingga peta
tampak serasi dan seimbang. Untuk itu semua informasi tepi peta yang
akan diletakan dalam peta dasar perlu diatur dan disesuaikan dengan
elemen-elemen lainnya. Penentuan tata letak peta harus
mempertimbangkan cara-cara yang tepat dan menyentuh perasaan
tertarik (sensible) dan juga unsur keindahan juga dipertimbangkan.
Salah satu faktor yang diperhatikan adalah adanya keseimbangan
(balance) dalam tata letak dan informasi tepi. Ukuran huruf (text), tipe
huruf (style) mempunyai peranan pula dalam komposisi tata letak
informasi.
Secara sederhana simbol dapat diartikan sebagai suatu gambar
atau tanda yang mempunyai makna tertentu. Simbol dalam peta
mernpunyai peran yang sangat penting, bahkan dalam peta-peta
khusus, simbol merupakan informasi utama untuk menunjukkan tema
suatu peta. Menurut bentuknya, simbol dapat dibedakan menjadi
simbol titik, garis dan area. Sedangkan wujud simbol dalam kaitannya
dengan unsur yang digambarkan dapat dibedakan menjadi simbol
abstrak, setengah abstrak dan nyata atau piktorial. Simbol piktorial
adalah simbol yang dalam kenampakan wujudnya ada kemiripan
dengan wujud unsur yang digambarkan, sedangkan simbol geometrik
adalah abstrak simbol yang wujudnya tidak ada kemiripan dengan
wujud unsur yang digambarkan. Disamping itu ada simbol huruf dan
angka.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
27
Dalam membuat atau mendesain sebuah peta, agar informasi
yang akan disajikan dapat memenuhi kebutuhan pengguna peta maka
segala informasi yang berkaitan dengan kebutuhan pengguna peta
harus disajikan sebaik mungkin terutama dalam hal kemudahannya
untuk dibaca dan diinterpretasi. Informasi tersebut ditempatkan pada
informasi tepi yang mencakup informasi penting. Informasi tepi
tersebut membentuk suatu susunan atau tata letak peta atau yang sering
disebut dengan komposisi peta. Penentuan tata letak peta harus
mempertimbangkan berbagai macam hal yang menimbulkan berbagai
macam kesan keindahan disamping tetap mempertahankan
keseimbangan peta secara keseluruhan agar tidak menimbulkan kesan
yang rumit.
Sebelum menggunakan peta, maka yang perlu diperhatikan
pertama kali adalah informasi tepi yang banyak mempertimbangkan
dan memberikan informasi penting untuk dipahami oleh pengguna
peta. Pada peta topografi lama maupun peta rupa bumi yang dibuat
oleh BAKOSURTANAL, tata letak informasi tepi ini telah dibakukan
agar pengguna peta menjadi terbiasa untuk menemukan berbagai jenis
informasi yang diperlukan pada bagian yang sama pada tepi semua
peta meskipun berbeda skalanya.
Informasi tepi peta dibedakan menjadi 2 yaitu informasi yang
bersifat khusus dan yang bersifat umum. Informasi umum meliputi
identifikasi peta (nomor peta, nomor lembar peta dan keterangan
edisi), skala peta, kontur, interval kontur, simbol, petunjuk pembacaan
grid dan gratikul, indeks lembar peta, arah utara magnetik, indeks
lembar peta (istilah atau nama-nama geografi dan singkatannya yang
digunakan dalam peta). Sedangkan informasi khusus terdiri dari
informasi teknis mengenai grid, proyeksi datum geodesi dan tinggi,
informasi mengenai revisi peta dan reabilitas serta koordinat geografi
pada sudut-sudut peta.
Pada peta tematik, komposisi peta terutama disusun dengan
mempertahankan keseimbangan tata letak peta di samping keserasian
dalam hal ukuran dan tipe huruf. lnformasi tepi yang penting hampir
sama untuk semua jenis peta, yaitu paling tidak mencakup judul peta,
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
28
daerah yang dicakup, skala, orientasi utara, legenda, grid lintang dan
bujur, serta indeks atan petunjuk letak peta.
Pemetaan Hasil Produksi Tanaman Bawang Merah di Kecamatan Larangan dari Tahun 2006 – 2010DenganMenggunakan Software ArcView 3.2ANGGA BAGUS SEPTIANTOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/