bab i pendahuluan i. latar belakang -...

13
1 BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Peran dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap zaman. Peran dan kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat terhadap perempuan. Perempuan mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan khususnya dalam pengelolaan lingkungan. Nilai strategis berkaitan dengan kuantitas dan kualitas sumberdaya yang dimiliki perempuan yang dapat digerakan sebagai motivator dan aktor dalam resolusi konflik. 1 Sangat sulit dijelaskan bahwa sebenarnya proses rekonsiliasi alami adalah dipelopori oleh kaum perempuan ketika konflik berlangsung. Contohnya, dalam kasus yang terjadi contohnya di kepulauan Kei perempuan mempunyai tempat istimewa dalam tatanan masyarakat. Proses rekonsiliasi dikepulauan Kei selain mempergunakan beberapa metode penyelesaian seperti yang diterapkan untuk pemulihan Maluku secara umum, kekuatan utama yang dipakai adalah nilai-nilai adat masyarakat setempat yang nisbi lebih kuat diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam masyarakat setempat, perempuan Kei memiliki kedudukan istimewa. Sebagai contoh, ketika konflik sedang berlangsung, kaum perempuan dan ibu-ibu dari Desa Kolser (Kristen) menyeberangi laut, melewati pulau- 1 Siti Hariti Sastriyani, Perempuan di Sektor Publik, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada dan Tiara Wacana, 2008), 110.

Upload: phungdat

Post on 08-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Peran dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap

zaman. Peran dan kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh

pandangan masyarakat terhadap perempuan. Perempuan mempunyai peran

yang strategis dalam pembangunan khususnya dalam pengelolaan

lingkungan. Nilai strategis berkaitan dengan kuantitas dan kualitas

sumberdaya yang dimiliki perempuan yang dapat digerakan sebagai

motivator dan aktor dalam resolusi konflik.1 Sangat sulit dijelaskan bahwa

sebenarnya proses rekonsiliasi alami adalah dipelopori oleh kaum

perempuan ketika konflik berlangsung. Contohnya, dalam kasus yang

terjadi contohnya di kepulauan Kei perempuan mempunyai tempat

istimewa dalam tatanan masyarakat. Proses rekonsiliasi dikepulauan Kei

selain mempergunakan beberapa metode penyelesaian seperti yang

diterapkan untuk pemulihan Maluku secara umum, kekuatan utama yang

dipakai adalah nilai-nilai adat masyarakat setempat yang nisbi lebih kuat

diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam

masyarakat setempat, perempuan Kei memiliki kedudukan istimewa.

Sebagai contoh, ketika konflik sedang berlangsung, kaum perempuan dan

ibu-ibu dari Desa Kolser (Kristen) menyeberangi laut, melewati pulau-

1 Siti Hariti Sastriyani, Perempuan di Sektor Publik, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada dan Tiara Wacana, 2008), 110.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

2

pulau menuju ke lokasi pengungsian saudaranya yang beragama Islam di

Desa Dian, Pulau Selayar, Ut, Tamedan dan Ngadi sekadar membawa

bantuan makanan dan pakaian. Padahal rute yang ditempuh dikenal sangat

berbahaya untuk dilintasi saat itu, baik Muslim ataupun Kristen.2 Selain itu

ketika konflik hampir 75% korban konflik adalah perempuan dan anak.

Perempuan mendapat dampak negatif akibat konflik, namun perempuan

juga memegang peran penting dalam upaya rekonsiliasi maupun

pencegahan konflik. Banyak perempuan melibatkan diri secara sukarela

baik individu maupun kelompok dari berbagai tingkatan, dalam berbagi

bentuk kegiatan kemanusiaan selama konflik maupun pasca konflik.3

Itulah cara dimana perempuan sebenarnya mempunyai potensi untuk

mengatasi hal – hal semacam demikian khususnya dalam mencari solusi

untuk penyelasaian konflik.

Konflik yang terjadi tidak dapat dilepaspisahkan dari berbagai

bidang kehidupan baik itu agama, suku dan ras, yang tidak bisa kita

hindarkan dalam situasi dan keadaan dunia lebih khusus indonesia yang

plural saat ini. Salah satu contoh konflik yang terjadi di Provinsi Maluku

pada 19 Januari 1999. Banyak pandangan yang lahir bertolak dari konflik

ini merupakan sebuah konflik antar agama khususnya Kristen dan Islam.

Namun kenyataanya tidaklah demikian, agama dijadikan sebagai bahan

politisasi sehingga yang tercermin seolah-olah merupakan konflik antar

agama padahal, ada segelintir permainan politik yang dimainkan oleh

2 Ibid.,17-18 3 Ibid.,14

Page 3: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

3

orang-orang yang memiliki kepentingan konflik tersebut. Hal ini dapat

dibuktikan dengan konsep kehidupan orang Maluku “PELA GANDONG”

– yang memiliki hubungan khusus baik antar kampung yang satu agama

bahkan juga berbeda agama yang ditimbulkan oleh berbagai faktor

pendukung – tetapi timbul karena adanya berbagai kepentingan yang

bersaing demi melegalkan setiap kepentingannya, khususnya yang

berkaitan dengan masalah “Pela – Gandong” yang selanjutnya mengarah

menjadi bentrok antar agama. Bentrok antar agama yaitu Islam dan

Kristen di Ambon yang pecah pada tanggal 19 Januari 1999.4 Akibat dari

konflik yang terjadi ini ribuan orang meninggal dunia, rumah – rumah

warga dan tempat – tempat ibadah baik Islam maupun Kristen lenyap

dimakan si jago merah. Konflik yang awal mulanya terjadi di Ambon

tidak hanya berhenti di Ambon saja melainkan meluas sampai di daerah

Maluku utara dan sekitarnya.

Konflik yang terjadi di Provinsi Maluku pada tahun 1999 memiliki

dampak yang besar bagi semua masyarakat di Maluku tanpa terkecuali

baik itu laki-laki maupun perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa

dampak buruk dari adanya konflik ini ternyata memberikan luka batin bagi

mereka, trauma, rasa saling mencurigai antar umat beragama dan juga

banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan serta seolah mereka tidak

punya kekuatan untuk melakukan sesuatu demi kelangsungan kehidupan

mereka. Semua masyarakat Maluku tidak mampu menghindari gejolak

4http://www.blitbang.kemhan.go.id/Penanggulangan-konflik-Maluku, diunduh pada tanggal 1 juni 2014

Page 4: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

4

konflik bahkan sampai kepada dampak buruknya yang terjadi semasa

tahun 1999-2004.

Fenomena seperti di atas juga menggambarkan kenyataan

kehidupan perempuan-perempuan Maluku pasca konflik. Perempuan-

perempuan Maluku dikenal sebagai sosok yang tangguh dan pada

dasarnya memiliki sifat yang sedikit keras. Namun ketika diperhadapkan

dengan konflik Maluku mereka seolah hilang arah dan tujuan. Misalnya

saja perempuan-perempuan yang berjualan di pasar memiliki andil besar

dalam mencukupi kehidupan rumah tangga mereka yang biasa disebut

sebagai ‘ibu papalele’ harus kehilangan semua aktifitas tersebut. Mereka

mempunyai ketakutan yang besar untuk datang ke lokasi pasar tempat

mereka berjualan karena lokasi tersebut tidak hanya dikhususkan pada satu

kelompok tertentu melainkan bagi semua ibu-ibu papalele dari berbagai

latar belakang suku, agama. Tidak hanya itu, mereka mulai membangun

kubu antar mereka sendiri. Mereka tidak mau bergabung dengan teman

mereka yang berasal dari agama yang berbeda dengan mereka. Fenomena

semacam inilah yang sampai sekarang masih terjadi dan diperlihatkan

dalam konteks kehidupan perempuan-perempuan di Maluku.

Perempuan tidak pernah dilibatkan bahkan sering tidak dianggap

penting dalam proses perdamaian meskipun dalam kehidupan sehari – hari

perempuan memiliki inisiatif yang kreatif dalam membangun perdamian.

Salah seorang perempuan Maluku yang adalah aktifis perdamaian di

Maluku Elsye Syauta-Latuheru memiliki niat yang tulus dan semangat

Page 5: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

5

yang berkobar dalam melakukan visi dan misi perdamaian di Maluku.

Sebuah kebanggaan ketika Elsye yang adalah seorang perempuan dalam

budaya orang Maluku, perempuan ialah mahkluk yang lemah kini hadir

dengan gagah di depan public untuk memperlihatkan bahwa ia adalah

seorang perempuan Maluku yang juga ingin memberikan kontribusi bagi

negerinya. Elsye Syauta Latuheru ingin membawa pesan damai dengan

mengingatkan manisnya hidup berdampingan tanpa memandang

perbedaan agama. Pada awal kerusuhan di kota Ambon Elsye Syauta

Latuheru turut terlibat dalam pengambilan dan penanganan pengungsi

kemudian setelah konflik kembali terjadi pada tahun 2011 ia mempunyai

inisiatif untuk membuka ruang pertemuan anak muda dan membangun

kegiatan budaya yang melibatkan pemuda Kristen dan Muslim dalam

event 1000 cinta untuk maluku. Ini merupakan salah satu cara yang

dilakukan oleh Elsye Syauta Latuheru untuk menciptakan perdamian di

Maluku.5

Sikap yang dilakukan oleh Elsye Syauta Latuheru adalah salah satu

bentuk gerakan sosial yang terjadi untuk mengubah suatu keadaan yang

baru untuk menjadi lebih baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan

sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan

pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan

pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada. Robert Hill mendefenisikan

5Wawancara via telepon dengan Elsye Syauta-Latuheru, pada tanggal 30 Mei 2014

Page 6: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

6

gerakan sosial selalu berasosiasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan

untuk memberikan reaksi terhadap kondisi tertentu yang terjadi

dimasyarakat. Reaksi yang dimaksud dalam hal ini adalah reaksi atau

respon terhadap pihak – pihak tertentu dalam masyarakat yang ingin

mendorong terjadinya suatu perubahan. Sedangkan menurut Sidney

Tarrow, gerakan sosial merupakan tantangan-tantangan kolektif yang

didasarkan pada tujuan bersama,solidaritas, interaksi berkelanjutan dengan

paraelit, penentang dan pemegang wewenang.6 Gerakan sosial lahir dari

situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap

sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial

lahir dari raksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau

menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil.7 Gerakan

sosial merupakan gerakan yang lahir dari prakarsa masyarakat dalam

menuntut perubahan dalam institusi,kebijakan atau struktur pemerintahan.

Disini terlihat tuntutan perubahan itu lahir karena melihat kebijakan yang

ada tidak sesuai dengan konteks masyarakat yang ada maupun

bertentangan dengan kepentingan masyarakat scara umum. Gerakan sosial

itu dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu.

Jadi ada sekelompok besar rakyat yang terlibat secara sadar untuk

menuntaskan sebuah proses perubahan sosial. Selanjutnya gerakan sosial

ini gelombang pergerakan dari individu-individu, kelompok yang

6 Sidney Tarrow,2011. Power in Movement: social movements and Contentious politics. Amerika: Cambridge University press, 3 7 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29540/4/Chapter%20II.pdf, diunduh pada senin 8 september 2014, Pukul 08.30 WIB

Page 7: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

7

mempunyai tujuan yang sama yaitu suatu perubahan. Menurut Cohen,

Gerakan Sosial pada umumnya menanggapi masalah yang berakar dari civil

society, yang bertujuan menata kembali hubungan antara negara, masyarakat

dan ekonomi, serta menciptakan ruang publik untuk mengembangkan

wacana demokratis tentang otonomi dan kebebasan individu dan kolektif

sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal, berukuran kecil, pra

politis, tidak artikulat, dan tidak ada hubungannya dengan peristiwa sosial

dalam sejarah Indonesia. Namun sebenarnya gerakan sosial dapat

dijadikan sebagai peta kekuatan sosial dalam sejarah Indonesia karena

menyangkut sejarah perjuangan dari berbagai golongan sosial masyarakat

akibat adanya eksploitasi.

Gerakan sosial yang dilakukan Elsye Syauta Latuheru untuk

menggerakan perempuan – perempuan di Maluku bertujuan untuk

mewujudkan suatu perubahan yang lebih baik untuk menciptakan

perdamaian pasca konflik. Dalam usahanya “Elsye Syauta – Latuheru”

selalu menguatkan peran perempuan untuk berpartisipasi dalam upaya

perdamaian dan pembangunan perdamaian di wilayah pasca konflik.

Namun untuk menciptakan perdamaian pasca konflik yang terjadi di

Maluku tentunya bukan hal yang mudah, butuh banyak waktu, strategi,

dan energi untuk menyakinkan masyarakat pasca konflik. Sebab ketika

terjadinya konflik, ada jurang pemisah yang besar antara Islam dan Kristen

di Maluku yang berakibat kepada krisis kepercayaan antara agama. Hal ini

8 Rajendra Singh, 2001. Social Movement, old and new: A post modernist critique. (New delhi, Thousand Oaks, London : sage publications), 301

Page 8: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

8

merupakan salah satu faktor penghambat bagi para aktivis perdamaian

untuk melakukan misi perdamaian di Ambon, Maluku. Namun semangat

untuk tetap melakukan perdamaian tetap dilakukan oleh Elsye Syauta

Latuheru walaupun banyak hal yang menghambat niat baiknya itu. Elsye

Syauta Latuheru selalu berusaha untuk menjembatani perempuan –

perempuan Maluku yang menjadi korban dari konflik yang terjadi dalam

rangka untuk mengakhiri luka yang dirasakan pasca konflik dan mencari

solusi yang produktif dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan.

Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dengan melihat

peran Elsye Syauta - Latuheru menciptakan perdamaian pasca konflik

untuk menggerakan perempuan – perempuan di Maluku, maka penulis

tertarik untuk meneliti dan menulis hal ini lebih lanjut dalam kajian yakni

Tesis dengan judul :

PEREMPUAN DAN GERAKAN SOSIAL

(Peran Elsye Syauta Latuheru dalam Menggerakan Perempuan –

Perempuan di Maluku untuk Perdamaian Pasca Konflik)

II. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan dalam studi ini, dapat dirumuskan dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut :

1. Apa alasan Elsye Syauta Latuheru dalam menggerakan

perempuan – perempuan di Maluku untuk perdamaian pasca

Konflik?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

9

2. Apa saja tindakan – tindakan yang dilakukan Elsye Syauta

Latuheru untuk menggerakan perempuan – perempuan di

Maluku untuk perdamaian pasca Konflik ?

III. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut :

1. Mendiskripsikan alasan Elsye syauta Latuheru dalam

menggerakan perempuan – perempuan di Maluku untuk

perdamaian pasca Konflik

2. Mendiskripsikan tindakan – tindakan yang dilakukan Elsye

Syauta-Latuheru untuk menggerakan perempuan – perempuan

di Maluku untuk perdamaian pasca Konflik .

IV. SIGNIFIKANSI PENULISAN

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas, maka penulis

menganggap bahwa hasil penelitian ini dapat berguna sebagai

berikut :

1. Memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat tentang

gerakan – gerakan perempuan di Maluku yang berjuang untuk

menciptakan perdamaian pasca konflik.

2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Magister Sosiaologi

Agama – Universitas Kristen Satya Wacana dalam

mengembangkan diri terhadap mata kuliah teori sosial.

V. METODE PENELITIAN

Page 10: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

10

a. Pendekatan dan jenis penelitian

Usaha manusia untuk memenuhi dorongan ingin tahu terhadap

dunia sekitarnya itu yang pada akhitnya akan melahirkan adanya

penelitian. Usaha untuk memenuhi dorongan ingin tahu untuk

mendapat jawaban atau penyelesaian terhadap masalah tersebut

ditempuh dengan mengikuti metode-metode tertentu secara formil dan

sistematis.9 Metode adalah sebuah rumusan yang terdiri dari sejumlah

langkah-langkah yang dirangkai dalam urutan-urutan tertentu dan

merupakan perangkat aturan yang dapat membantu peneliti mencapai

sasaran yang tepat.10

Dengan demikian metodologi penelitian yang

peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah: Secara maksimal

memanfaatkan bahan-bahan pustaka, terutama karya-karya yang

menyangkut tentang budaya dan modernitas. Metode penelitian yang

digunakan adalah deskritif11

yakni penelitian yang berusaha

menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek yang diteliti, dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Penelituan kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, perspespi,

motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

9 Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Aplikasi Metode Kuantitatif dan

Statistik dalam Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset, 1990), 3.

10 E. Sumartono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Cet.VII, (Yogyakarta : Kanisius,

2000), 134.

11

W. Lawrence Neuman, social research methods: Qualitative and Quantitative

Approaches, (USA: Allyn and Bacon, 1999), 21.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

11

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.12

Setelah

data diperoleh, kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode

diskriptif-analitis yaitu suatu metode untuk mengumpulkan data dan

menyusun data, kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi

atau penafsiran data-data tersebut,13

serta data-data tersebut

dikomparasikan dengan menggunakan metode komparatif, yaitu suatu

metode yang digunakan untuk menentukan analisis yang membawa ke

persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.14

b. Lokasi penelitian

Penulis mengambil lokasi penelitian di Kota Ambon, karena

sumber informasi utama dari penelitian yang penulis lakukan

berdomisi di Kota Ambon.

c. Teknik Pengambilan data

Penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa

teknik pengumpulan data, sebagai berikut:

Wawancara

Teknik wawancara ini bertujuan untuk mencoba mendapatkan

keterangan secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-

cakap berhadapan muka dengan orang itu. Wawancara ini pun

bermaksud mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia

12 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,

2006),6.

13 Winarno Surakhmad, Pengantar Penulisan Ilmiah : Dasar Metode dan Teknik,

(Bandung : Tarsito,1985), 139.

14 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Cet.VII (Yogyakarta : Kanisius,

2001),39.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

12

dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka.15

Penulis dalam hal ini akan melakukan wawancara kepada Elsye

Syauta - Latuheru yang diyakani sebagai sumber utama dari

penelitian yang penulis lakukan dan kurang lebih 10 dari

perempuan – perempuan Maluku yang pernah menjadi korban

konflik dan juga perempuan – perempuan yang digerakan oleh

Elsye Syauta Latuheru.

Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis

terhadap gejala-gejala yang diteliti. Jenis observasi yang dipakai

yaitu observasi partisipasi yaitu pihak yang melaksanakan

observasi terlibat langsung secara aktif dalam objek yang diteliti.

Dalam tulisam ini penulis melakukan observasi langsung terhadap

kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh informan kunci dalam hal

ini Elsye Syauta – Latuheru.

Studi Pustaka

Studi kepustakaan bermanfaat juga menyusun landasan teoritis

yang akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi

data penelitian lapangan guna menjawab persoalan pada rumusan

dan tujuan masalah serta penyusunan kerangka teoritis untuk

menyusun hipotesis dan membuktikan hipotesa masalah yang

diteliti.

15 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981),

162.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12400/1/T2_752013030_BAB I.pdf · sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal,

13

VI. SUSUNAN PEMBAHASAN

Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 Bab, yaitu:

Bab I. Pendahuluan, menguraikan tentang; I) Latar Belakang; II) Rumusan

Masalah; III) Tujuan Penelitian; IV) Signifikansi Penulisan; V)

Metodologi Penelitian; VI) Lokasi Penelitian; VII) Informan

Kunci; VIII) Sistematika Penelitian.

Bab II. Bab Teori, Memberikan pengertian tentang feminisme dan teori

gerakan sosial , serta menggambarkan keterkaitan antara

feminisme dan gerakan sosial.

Bab III. Merupakan bab yang berisi tentang ulasan data atas dasar

penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

Bab IV. Merupakan analisa penulis terhadap hasil penelitian dengan

mengacu kepada teori yang dibahas dalam Bab II.

Bab V. Merupakan penutup yang terdiri dari; A) Kesimpulan; dan B)

Dokumentasi