bab i pendahuluan i. latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Peran dan kedudukan perempuan menjadi pembahasan di setiap
zaman. Peran dan kedudukan perempuan sangat dipengaruhi oleh
pandangan masyarakat terhadap perempuan. Perempuan mempunyai peran
yang strategis dalam pembangunan khususnya dalam pengelolaan
lingkungan. Nilai strategis berkaitan dengan kuantitas dan kualitas
sumberdaya yang dimiliki perempuan yang dapat digerakan sebagai
motivator dan aktor dalam resolusi konflik.1 Sangat sulit dijelaskan bahwa
sebenarnya proses rekonsiliasi alami adalah dipelopori oleh kaum
perempuan ketika konflik berlangsung. Contohnya, dalam kasus yang
terjadi contohnya di kepulauan Kei perempuan mempunyai tempat
istimewa dalam tatanan masyarakat. Proses rekonsiliasi dikepulauan Kei
selain mempergunakan beberapa metode penyelesaian seperti yang
diterapkan untuk pemulihan Maluku secara umum, kekuatan utama yang
dipakai adalah nilai-nilai adat masyarakat setempat yang nisbi lebih kuat
diyakini dan dipraktekkan dalam kehidupan keseharian mereka. Dalam
masyarakat setempat, perempuan Kei memiliki kedudukan istimewa.
Sebagai contoh, ketika konflik sedang berlangsung, kaum perempuan dan
ibu-ibu dari Desa Kolser (Kristen) menyeberangi laut, melewati pulau-
1 Siti Hariti Sastriyani, Perempuan di Sektor Publik, (Yogyakarta: Pusat Studi Wanita Universitas Gadjah Mada dan Tiara Wacana, 2008), 110.
2
pulau menuju ke lokasi pengungsian saudaranya yang beragama Islam di
Desa Dian, Pulau Selayar, Ut, Tamedan dan Ngadi sekadar membawa
bantuan makanan dan pakaian. Padahal rute yang ditempuh dikenal sangat
berbahaya untuk dilintasi saat itu, baik Muslim ataupun Kristen.2 Selain itu
ketika konflik hampir 75% korban konflik adalah perempuan dan anak.
Perempuan mendapat dampak negatif akibat konflik, namun perempuan
juga memegang peran penting dalam upaya rekonsiliasi maupun
pencegahan konflik. Banyak perempuan melibatkan diri secara sukarela
baik individu maupun kelompok dari berbagai tingkatan, dalam berbagi
bentuk kegiatan kemanusiaan selama konflik maupun pasca konflik.3
Itulah cara dimana perempuan sebenarnya mempunyai potensi untuk
mengatasi hal – hal semacam demikian khususnya dalam mencari solusi
untuk penyelasaian konflik.
Konflik yang terjadi tidak dapat dilepaspisahkan dari berbagai
bidang kehidupan baik itu agama, suku dan ras, yang tidak bisa kita
hindarkan dalam situasi dan keadaan dunia lebih khusus indonesia yang
plural saat ini. Salah satu contoh konflik yang terjadi di Provinsi Maluku
pada 19 Januari 1999. Banyak pandangan yang lahir bertolak dari konflik
ini merupakan sebuah konflik antar agama khususnya Kristen dan Islam.
Namun kenyataanya tidaklah demikian, agama dijadikan sebagai bahan
politisasi sehingga yang tercermin seolah-olah merupakan konflik antar
agama padahal, ada segelintir permainan politik yang dimainkan oleh
2 Ibid.,17-18 3 Ibid.,14
3
orang-orang yang memiliki kepentingan konflik tersebut. Hal ini dapat
dibuktikan dengan konsep kehidupan orang Maluku “PELA GANDONG”
– yang memiliki hubungan khusus baik antar kampung yang satu agama
bahkan juga berbeda agama yang ditimbulkan oleh berbagai faktor
pendukung – tetapi timbul karena adanya berbagai kepentingan yang
bersaing demi melegalkan setiap kepentingannya, khususnya yang
berkaitan dengan masalah “Pela – Gandong” yang selanjutnya mengarah
menjadi bentrok antar agama. Bentrok antar agama yaitu Islam dan
Kristen di Ambon yang pecah pada tanggal 19 Januari 1999.4 Akibat dari
konflik yang terjadi ini ribuan orang meninggal dunia, rumah – rumah
warga dan tempat – tempat ibadah baik Islam maupun Kristen lenyap
dimakan si jago merah. Konflik yang awal mulanya terjadi di Ambon
tidak hanya berhenti di Ambon saja melainkan meluas sampai di daerah
Maluku utara dan sekitarnya.
Konflik yang terjadi di Provinsi Maluku pada tahun 1999 memiliki
dampak yang besar bagi semua masyarakat di Maluku tanpa terkecuali
baik itu laki-laki maupun perempuan. Tidak bisa dipungkiri bahwa
dampak buruk dari adanya konflik ini ternyata memberikan luka batin bagi
mereka, trauma, rasa saling mencurigai antar umat beragama dan juga
banyak dari mereka yang kehilangan pekerjaan serta seolah mereka tidak
punya kekuatan untuk melakukan sesuatu demi kelangsungan kehidupan
mereka. Semua masyarakat Maluku tidak mampu menghindari gejolak
4http://www.blitbang.kemhan.go.id/Penanggulangan-konflik-Maluku, diunduh pada tanggal 1 juni 2014
4
konflik bahkan sampai kepada dampak buruknya yang terjadi semasa
tahun 1999-2004.
Fenomena seperti di atas juga menggambarkan kenyataan
kehidupan perempuan-perempuan Maluku pasca konflik. Perempuan-
perempuan Maluku dikenal sebagai sosok yang tangguh dan pada
dasarnya memiliki sifat yang sedikit keras. Namun ketika diperhadapkan
dengan konflik Maluku mereka seolah hilang arah dan tujuan. Misalnya
saja perempuan-perempuan yang berjualan di pasar memiliki andil besar
dalam mencukupi kehidupan rumah tangga mereka yang biasa disebut
sebagai ‘ibu papalele’ harus kehilangan semua aktifitas tersebut. Mereka
mempunyai ketakutan yang besar untuk datang ke lokasi pasar tempat
mereka berjualan karena lokasi tersebut tidak hanya dikhususkan pada satu
kelompok tertentu melainkan bagi semua ibu-ibu papalele dari berbagai
latar belakang suku, agama. Tidak hanya itu, mereka mulai membangun
kubu antar mereka sendiri. Mereka tidak mau bergabung dengan teman
mereka yang berasal dari agama yang berbeda dengan mereka. Fenomena
semacam inilah yang sampai sekarang masih terjadi dan diperlihatkan
dalam konteks kehidupan perempuan-perempuan di Maluku.
Perempuan tidak pernah dilibatkan bahkan sering tidak dianggap
penting dalam proses perdamaian meskipun dalam kehidupan sehari – hari
perempuan memiliki inisiatif yang kreatif dalam membangun perdamian.
Salah seorang perempuan Maluku yang adalah aktifis perdamaian di
Maluku Elsye Syauta-Latuheru memiliki niat yang tulus dan semangat
5
yang berkobar dalam melakukan visi dan misi perdamaian di Maluku.
Sebuah kebanggaan ketika Elsye yang adalah seorang perempuan dalam
budaya orang Maluku, perempuan ialah mahkluk yang lemah kini hadir
dengan gagah di depan public untuk memperlihatkan bahwa ia adalah
seorang perempuan Maluku yang juga ingin memberikan kontribusi bagi
negerinya. Elsye Syauta Latuheru ingin membawa pesan damai dengan
mengingatkan manisnya hidup berdampingan tanpa memandang
perbedaan agama. Pada awal kerusuhan di kota Ambon Elsye Syauta
Latuheru turut terlibat dalam pengambilan dan penanganan pengungsi
kemudian setelah konflik kembali terjadi pada tahun 2011 ia mempunyai
inisiatif untuk membuka ruang pertemuan anak muda dan membangun
kegiatan budaya yang melibatkan pemuda Kristen dan Muslim dalam
event 1000 cinta untuk maluku. Ini merupakan salah satu cara yang
dilakukan oleh Elsye Syauta Latuheru untuk menciptakan perdamian di
Maluku.5
Sikap yang dilakukan oleh Elsye Syauta Latuheru adalah salah satu
bentuk gerakan sosial yang terjadi untuk mengubah suatu keadaan yang
baru untuk menjadi lebih baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Gerakan sosial adalah tindakan atau agitasi terencana yang dilakukan
sekelompok masyarakat yang disertai program terencana dan ditujukan
pada suatu perubahan atau sebagai gerakan perlawanan untuk melestarikan
pola-pola dan lembaga masyarakat yang ada. Robert Hill mendefenisikan
5Wawancara via telepon dengan Elsye Syauta-Latuheru, pada tanggal 30 Mei 2014
6
gerakan sosial selalu berasosiasi dengan berbagai tindakan yang dilakukan
untuk memberikan reaksi terhadap kondisi tertentu yang terjadi
dimasyarakat. Reaksi yang dimaksud dalam hal ini adalah reaksi atau
respon terhadap pihak – pihak tertentu dalam masyarakat yang ingin
mendorong terjadinya suatu perubahan. Sedangkan menurut Sidney
Tarrow, gerakan sosial merupakan tantangan-tantangan kolektif yang
didasarkan pada tujuan bersama,solidaritas, interaksi berkelanjutan dengan
paraelit, penentang dan pemegang wewenang.6 Gerakan sosial lahir dari
situasi dalam masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap
sewenang-wenang terhadap masyarakat. Dengan kata lain, gerakan sosial
lahir dari raksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkan rakyat atau
menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil.7 Gerakan
sosial merupakan gerakan yang lahir dari prakarsa masyarakat dalam
menuntut perubahan dalam institusi,kebijakan atau struktur pemerintahan.
Disini terlihat tuntutan perubahan itu lahir karena melihat kebijakan yang
ada tidak sesuai dengan konteks masyarakat yang ada maupun
bertentangan dengan kepentingan masyarakat scara umum. Gerakan sosial
itu dilahirkan oleh kondisi yang memberikan kesempatan bagi gerakan itu.
Jadi ada sekelompok besar rakyat yang terlibat secara sadar untuk
menuntaskan sebuah proses perubahan sosial. Selanjutnya gerakan sosial
ini gelombang pergerakan dari individu-individu, kelompok yang
6 Sidney Tarrow,2011. Power in Movement: social movements and Contentious politics. Amerika: Cambridge University press, 3 7 http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29540/4/Chapter%20II.pdf, diunduh pada senin 8 september 2014, Pukul 08.30 WIB
7
mempunyai tujuan yang sama yaitu suatu perubahan. Menurut Cohen,
Gerakan Sosial pada umumnya menanggapi masalah yang berakar dari civil
society, yang bertujuan menata kembali hubungan antara negara, masyarakat
dan ekonomi, serta menciptakan ruang publik untuk mengembangkan
wacana demokratis tentang otonomi dan kebebasan individu dan kolektif
sosial.8 Gerakan sosial bisa dianggap bersifat lokal, berukuran kecil, pra
politis, tidak artikulat, dan tidak ada hubungannya dengan peristiwa sosial
dalam sejarah Indonesia. Namun sebenarnya gerakan sosial dapat
dijadikan sebagai peta kekuatan sosial dalam sejarah Indonesia karena
menyangkut sejarah perjuangan dari berbagai golongan sosial masyarakat
akibat adanya eksploitasi.
Gerakan sosial yang dilakukan Elsye Syauta Latuheru untuk
menggerakan perempuan – perempuan di Maluku bertujuan untuk
mewujudkan suatu perubahan yang lebih baik untuk menciptakan
perdamaian pasca konflik. Dalam usahanya “Elsye Syauta – Latuheru”
selalu menguatkan peran perempuan untuk berpartisipasi dalam upaya
perdamaian dan pembangunan perdamaian di wilayah pasca konflik.
Namun untuk menciptakan perdamaian pasca konflik yang terjadi di
Maluku tentunya bukan hal yang mudah, butuh banyak waktu, strategi,
dan energi untuk menyakinkan masyarakat pasca konflik. Sebab ketika
terjadinya konflik, ada jurang pemisah yang besar antara Islam dan Kristen
di Maluku yang berakibat kepada krisis kepercayaan antara agama. Hal ini
8 Rajendra Singh, 2001. Social Movement, old and new: A post modernist critique. (New delhi, Thousand Oaks, London : sage publications), 301
8
merupakan salah satu faktor penghambat bagi para aktivis perdamaian
untuk melakukan misi perdamaian di Ambon, Maluku. Namun semangat
untuk tetap melakukan perdamaian tetap dilakukan oleh Elsye Syauta
Latuheru walaupun banyak hal yang menghambat niat baiknya itu. Elsye
Syauta Latuheru selalu berusaha untuk menjembatani perempuan –
perempuan Maluku yang menjadi korban dari konflik yang terjadi dalam
rangka untuk mengakhiri luka yang dirasakan pasca konflik dan mencari
solusi yang produktif dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, dengan melihat
peran Elsye Syauta - Latuheru menciptakan perdamaian pasca konflik
untuk menggerakan perempuan – perempuan di Maluku, maka penulis
tertarik untuk meneliti dan menulis hal ini lebih lanjut dalam kajian yakni
Tesis dengan judul :
PEREMPUAN DAN GERAKAN SOSIAL
(Peran Elsye Syauta Latuheru dalam Menggerakan Perempuan –
Perempuan di Maluku untuk Perdamaian Pasca Konflik)
II. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam studi ini, dapat dirumuskan dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa alasan Elsye Syauta Latuheru dalam menggerakan
perempuan – perempuan di Maluku untuk perdamaian pasca
Konflik?
9
2. Apa saja tindakan – tindakan yang dilakukan Elsye Syauta
Latuheru untuk menggerakan perempuan – perempuan di
Maluku untuk perdamaian pasca Konflik ?
III. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian
adalah sebagai berikut :
1. Mendiskripsikan alasan Elsye syauta Latuheru dalam
menggerakan perempuan – perempuan di Maluku untuk
perdamaian pasca Konflik
2. Mendiskripsikan tindakan – tindakan yang dilakukan Elsye
Syauta-Latuheru untuk menggerakan perempuan – perempuan
di Maluku untuk perdamaian pasca Konflik .
IV. SIGNIFIKANSI PENULISAN
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas, maka penulis
menganggap bahwa hasil penelitian ini dapat berguna sebagai
berikut :
1. Memberikan sebuah pemahaman kepada masyarakat tentang
gerakan – gerakan perempuan di Maluku yang berjuang untuk
menciptakan perdamaian pasca konflik.
2. Memberikan sumbangan pemikiran bagi Magister Sosiaologi
Agama – Universitas Kristen Satya Wacana dalam
mengembangkan diri terhadap mata kuliah teori sosial.
V. METODE PENELITIAN
10
a. Pendekatan dan jenis penelitian
Usaha manusia untuk memenuhi dorongan ingin tahu terhadap
dunia sekitarnya itu yang pada akhitnya akan melahirkan adanya
penelitian. Usaha untuk memenuhi dorongan ingin tahu untuk
mendapat jawaban atau penyelesaian terhadap masalah tersebut
ditempuh dengan mengikuti metode-metode tertentu secara formil dan
sistematis.9 Metode adalah sebuah rumusan yang terdiri dari sejumlah
langkah-langkah yang dirangkai dalam urutan-urutan tertentu dan
merupakan perangkat aturan yang dapat membantu peneliti mencapai
sasaran yang tepat.10
Dengan demikian metodologi penelitian yang
peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah: Secara maksimal
memanfaatkan bahan-bahan pustaka, terutama karya-karya yang
menyangkut tentang budaya dan modernitas. Metode penelitian yang
digunakan adalah deskritif11
yakni penelitian yang berusaha
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek yang diteliti, dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Penelituan kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, perspespi,
motivasi, tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata – kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang
9 Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan Aplikasi Metode Kuantitatif dan
Statistik dalam Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset, 1990), 3.
10 E. Sumartono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat, Cet.VII, (Yogyakarta : Kanisius,
2000), 134.
11
W. Lawrence Neuman, social research methods: Qualitative and Quantitative
Approaches, (USA: Allyn and Bacon, 1999), 21.
11
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.12
Setelah
data diperoleh, kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode
diskriptif-analitis yaitu suatu metode untuk mengumpulkan data dan
menyusun data, kemudian diusahakan adanya analisis dan interpretasi
atau penafsiran data-data tersebut,13
serta data-data tersebut
dikomparasikan dengan menggunakan metode komparatif, yaitu suatu
metode yang digunakan untuk menentukan analisis yang membawa ke
persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan.14
b. Lokasi penelitian
Penulis mengambil lokasi penelitian di Kota Ambon, karena
sumber informasi utama dari penelitian yang penulis lakukan
berdomisi di Kota Ambon.
c. Teknik Pengambilan data
Penelitian yang penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, sebagai berikut:
Wawancara
Teknik wawancara ini bertujuan untuk mencoba mendapatkan
keterangan secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-
cakap berhadapan muka dengan orang itu. Wawancara ini pun
bermaksud mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia
12 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2006),6.
13 Winarno Surakhmad, Pengantar Penulisan Ilmiah : Dasar Metode dan Teknik,
(Bandung : Tarsito,1985), 139.
14 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Cet.VII (Yogyakarta : Kanisius,
2001),39.
12
dalam suatu masyarakat serta pendirian-pendirian mereka.15
Penulis dalam hal ini akan melakukan wawancara kepada Elsye
Syauta - Latuheru yang diyakani sebagai sumber utama dari
penelitian yang penulis lakukan dan kurang lebih 10 dari
perempuan – perempuan Maluku yang pernah menjadi korban
konflik dan juga perempuan – perempuan yang digerakan oleh
Elsye Syauta Latuheru.
Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti. Jenis observasi yang dipakai
yaitu observasi partisipasi yaitu pihak yang melaksanakan
observasi terlibat langsung secara aktif dalam objek yang diteliti.
Dalam tulisam ini penulis melakukan observasi langsung terhadap
kegiatan – kegiatan yang dilakukan oleh informan kunci dalam hal
ini Elsye Syauta – Latuheru.
Studi Pustaka
Studi kepustakaan bermanfaat juga menyusun landasan teoritis
yang akan menjadi tolak ukur untuk menganalisa hasil interpretasi
data penelitian lapangan guna menjawab persoalan pada rumusan
dan tujuan masalah serta penyusunan kerangka teoritis untuk
menyusun hipotesis dan membuktikan hipotesa masalah yang
diteliti.
15 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1981),
162.
13
VI. SUSUNAN PEMBAHASAN
Penulisan Tesis ini terdiri dari 5 Bab, yaitu:
Bab I. Pendahuluan, menguraikan tentang; I) Latar Belakang; II) Rumusan
Masalah; III) Tujuan Penelitian; IV) Signifikansi Penulisan; V)
Metodologi Penelitian; VI) Lokasi Penelitian; VII) Informan
Kunci; VIII) Sistematika Penelitian.
Bab II. Bab Teori, Memberikan pengertian tentang feminisme dan teori
gerakan sosial , serta menggambarkan keterkaitan antara
feminisme dan gerakan sosial.
Bab III. Merupakan bab yang berisi tentang ulasan data atas dasar
penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Bab IV. Merupakan analisa penulis terhadap hasil penelitian dengan
mengacu kepada teori yang dibahas dalam Bab II.
Bab V. Merupakan penutup yang terdiri dari; A) Kesimpulan; dan B)
Dokumentasi