bab i pendahuluan i. latar belakangeprints.umm.ac.id/34631/2/jiptummpp-gdl-dliyaunnaj-46339...kedua,...

13
1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kebijakan kependudukan dibedakan ke dalam dua tujuan. Pertama, kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk. Kedua, kebijakan yang bertujuan pada perbaikan tingkat sosial dan ekonomi, seperti pengaturan migrasi, kebijakan pelayanan terhadap penduduk usia lanjut, serta kebijakan-kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi. Kebijakan kependudukan yang berorientasi secara umum sifatnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan kependudukan yang pronatalis dan kebijakan kependudukan yang antinatalis. Kebijakan kependudukan yang banyak dianut saat ini adalah yang antinatalis. Kebijakan ini mempunyai tujuan utnuk menurunkan angka kelahiran. Negara-negara yang menjalankan program KB termasuk ke dalam kelompok negara yang antinatalis. Dibenua Asia kebijakan kependudukan dibagi menjadi dua, yakni pengikut kebijakan anti natalis dengan pengikut kebijakan pronatalis, sebagaimana dapat dijelaskan sebagai berikut: Negera-negara antinatalis, terdiri dari Asia Selatan, Tenggara dan Timur, Pakistan, Republik Rakyat Cina (RRC), Jepang dan Iran hampir semuanya menjalankan program KB, bahkan di RRC mempunyai kebijakan “Hanya Satu Anak” untuk masing-masing keluarga setelah penduduknya

Upload: dinhminh

Post on 06-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Kebijakan kependudukan dibedakan ke dalam dua tujuan. Pertama,

kebijakan yang bertujuan untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk.

Kedua, kebijakan yang bertujuan pada perbaikan tingkat sosial dan ekonomi,

seperti pengaturan migrasi, kebijakan pelayanan terhadap penduduk usia

lanjut, serta kebijakan-kebijakan berkualitas yang berkaitan dengan

peningkatan pelayanan kesehatan reproduksi.

Kebijakan kependudukan yang berorientasi secara umum sifatnya

dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kebijakan kependudukan yang

pronatalis dan kebijakan kependudukan yang antinatalis. Kebijakan

kependudukan yang banyak dianut saat ini adalah yang antinatalis.

Kebijakan ini mempunyai tujuan utnuk menurunkan angka kelahiran.

Negara-negara yang menjalankan program KB termasuk ke dalam

kelompok negara yang antinatalis.

Dibenua Asia kebijakan kependudukan dibagi menjadi dua, yakni

pengikut kebijakan anti natalis dengan pengikut kebijakan pronatalis,

sebagaimana dapat dijelaskan sebagai berikut:

Negera-negara antinatalis, terdiri dari Asia Selatan, Tenggara dan

Timur, Pakistan, Republik Rakyat Cina (RRC), Jepang dan Iran hampir

semuanya menjalankan program KB, bahkan di RRC mempunyai kebijakan

“Hanya Satu Anak” untuk masing-masing keluarga setelah penduduknya

2

mencapai jumlah stau milyar. Negara-negara pronatalis, terdiri dari Asia

Barat yang sebagian sebagian penduduknya bangsa Arab yang beragama

Islam, dan Kuwait yang menganut kebijakan pronatalis. Selain itu beberapa

negara belum memiliki kebijakan kependudukan yang jelas. (Lembaga

Demografi FEB UI 2010 : 264-266).

Kebijakan kependudukan di Indonesia telah dimulai sejak zaman

Hindia Belanda. Pada saat itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda mulai

menyadari bahwa kepadatan penduduk di pulau Jawa semakin tinggi.

Hingga Sensus Penduduk (SP) pertama yang dilakukan di Jawa pada tahun

1905 menunjukkan bahwa penduduk Jawa telah mencapai 30 juta Jiwa.

Pemerintah kolonial kemudian mulai memikirkan adanya proyek

pemukiman kembali (resettlememt) yakni penempatan petani-petani dari

daerah di pulau jawa yang padat penduduknya, ke desa-desa baru yang

disebut “koloni” di daerah-daerah di luar Jawa yang belum ada atau sedikit

penduduknya. Hal ini juga dipandang sebagai salah satu cara untuk

memecahkan masalah kemiskinan. Oleh sebab itu, kebijakan ini kemudian

dikenal sebagai kebijakan kolonisasi (Lembaga Demografi FE UI 2010 :

266).

Salah satu kebijakan dalam bidang kependudukan yang sangat penting

di Indonesia dan telah menunjukkan keberhasilannya adalah kebijakan

pengendalian jumlah penduduk melalui program KB. Ide dasar tentang

pembangunan keluarga sejahtera merupakan landasan filosofis pemerintah

dalam merumuskan kebijakan kependudukan. Penerjemahan ide dasar ini

secara konkret terutama pada masa-masa awal gerakan kependudukan lebih

3

ditekankan pada upaya untuk mempengaruhi tingkat pertumbuhan penduduk,

persebaran, kepadatan dan struktur umur penduduk. Dengan menggunakan

strategi pendekatan yang berbeda, sesuai dengan perubahan sosial yang

dihadapi dan ketersediaan sumber daya, program ini disosialisasikan

ditengah-tengah masyarakat dengan intensitas dan aksentuasi yang berbeda

pula. (BKKBN,1995:35)

Sejarah keluarga berencana (KB) di Indonesia dimulai pada tahun

1950-an, didasarkan atas keprihatinan sekelompok individu yang terdiri dari

dokter, para ibu, sarjana hukum dan sebagainya, terhadap keadaan

kesehatan perempuan pada saat itu. Menurut dokter Kartono Mohamad, saat

itu angka kematian ibu mencapai angka sekitar 800/100.000. Pada saat itu

perempuan banyak menderita sakit dan mengalami kematian terutama

sewaktu hamil dan melahirkan, bahkan sesudahnya. Hal ini terjadi karena

jumlah kehamilan yang terlalu dekat jaraknya, terlalu sering hamil, terlalu

sering keguguran atau sering melahirkan yang mengakibatkan banyak anak

(Kollman, 1997:13).

Pada awalnya tujuan pemerintah Republik Indonesia melaksanakan

program KB adalah untuk menekan angka kelahiran yang begitu tinggi.

Kemudian program ini berkembang kearah yang begitu tinggi. Kemudian

program ini berkembang kearah mencegah kematian atau mengatur jarak

kelahiran anak, perawatan kesehatan ibu dan anak, pendidikan keluarga,

pendapatan keluarga dan kesejahteraan keluarga. KB ini menjadi suatu

kebutuhan keluarga bukan saja untuk merencanakan dan menunda kelahiran,

tetapi lebih kearah pada perbaikan kualitas hidup. Bukan saja di daerah

4

perkotaan tapi di pedesaan pun kebutuhan KB mulai terasa penting bagi

keluarga (Kollman, 1997:73).

Meskipun program KB di Indonesia cukup diakui keberhasilannya di

kalangan internasional, banyak kritik yang diajukan terhadap keberhasilan

Indonesia ini. Kritikan tersebut antara lain adalah menyangkut pelaksanaan

KB karena kebijakan ini mendapat kritikan luas terutama karena

menyangkut masalah hak asasi manusia.

“Banyak pasagan muda yang saat ini memiliki empat anak. Ini

menunjukkan program KB dengan dua anak cukup masih belum berjalan

sesuai dengan semestinya,” menurut penjelasan Surya Chandra Surapaty

ketua BKKBN saat mengisi seminar Nasional Program Kependudukan

Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) Dalam Rangka

memperingati Hari Kontrasepsi se-Dunia Tahun 2016 di Hotel Atria Malang

pada hari senin 26 September 2016.

(http://malangkota.go.id/2016/09/27/bkkbn-gencarkan-program-keluarga-

berencana/ diakses pada tanggal 5 oktober 2016)

Angka laju pertumbuhan penduduk di Indonesia saat ini sangat cepat.

Dimana angka kelahiran total sebesar 2,6 persen, dan angka ini tergolong

tinggi dilihat dari rata-rata wanita berusia subur. Karena itu diperlukannya

lagi strategi baru untuk terciptanya keluarga kecil sejahtera salah satunya

dengan mengadakan seminar dan sosialisasi program KB. Hal ini juga

termasuk dengan beberapa kemungkinan lainnya mengenai percepatan laju

penduduk saat ini.

5

Partisipasi KB yang rendah terjadi dipedesaan karena keterbatasan alat

kontrasepsi, tetapi diperkotaan yang tersedia alat kontrasepsi melimpah

tidak pula membuat angka partisipasi tinggi. Bahwa selama ini penelitian

lembaga lain tidak mengaitkan fenomena tren penurunan partisipasi

Keluarga Berencana (KB) dengan pandangan keagamaan tertentu

(http://www.satuharapan.com/read-detail/read/agama-faktor-penurunan-

partisipasi-keluarga-berencana diakses pada 4 Oktober 2016)

Hal inilah termasuk alasan yang mewakili bahwa program KB tidak

sepenuhnya berhasil bahwa media tidak sepenuhnya mengaitkan penelitian

lembaga lain mengenai fenomena penurunan partisipasi Keluarga Berencana

(KB) dengan pandangan keagamaan atau kelompok golongan tertentu. Hal

ini menjadikan argumentasi penulis tentang agama sebagai salah satu faktor

partisipasi KB yang tergolong rendah. Bisa dari segi strategi program KB

pada masa Orde Baru dulu. Diawali dengan kekeliuan strategi program Orde

Baru yang mana dahulu KB hanya melibatkan kalangan Islam seperti NU-

Muhammadiyah sehingga kalangan Islam non-mainstream merasa

tersisihkan dan tidak memiliki kesempatan menyuarakan pendapatnya.

Hal ini semakin kuat berdasarkan penelitian BKKBN berjudul Agama

dan Keluarga Berencana “Politik Reproduksi Islam Salafi Paska Orde

Baru” Studi Kasus di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sulawesi

Selatan, ketika sebagian kalangan Islam non-mainstream beranggapan

bahwa keberadaan mereka cenderung diabaikan oleh masyarakat

berdasarkan dua hal: pertama, masyarakat masih menganggap mereka

marjinal secara populasi dan kedua, mereka merjinal secara pandangan

6

keagamaan dibandingkan kalangan Islam mainstream Muslim di Indonesia

yang didomisili oleh Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

Pandangan lain yang berkaitan dengan KB berdasarkan faktor teologis

yakni bersumber dari Al-Quran dan Hadits yang ditafsirkan tidak

mendukung KB. Selain itu ada pro dan kontra mengenai KB sebagai

pengaturan dan mengatasi kelahiran. Dalam relasi gender, rata-rata

perempuan tidak berhak mengambil keputusan tentang jumlah anak

sehingga dapat diartikan perempuan tidak berhak atas tubuhnya sendiri

Dewasa ini, resistensi terhadap program KB bukanlah hal baru di

indonesia. Munculnya suatu perlawanan biasanya didorong oleh suatu hal,

seperti adanya perbedaan kepentingan. Perbedaan kepentingan antara

kelompok yang berkuasa dengan kelompok yang dikuasai merupakan ciri

adanya konflik dalam organisasi sosial. Kepentingan tersebut bukan hanya

di bidang material, tetapi juga dalam budaya, harga diri, politik dan

ekonomi.

Ada kesamaan motivasi resistensi program KB di masa kini dengan

resistensi kelompok agama di masa lalu, yaitu argumen dan isu yang di

pakai sebagai alasan menolak program KB, meskipun dalam konteksnya

berbeda. Beberapa temuan yang paling sering di kemukakan adalah masalah

pembatasan dengan pengaturan yang mana mengartikan bahwa rejeki ada di

tangan Tuhan, serta isu-isu konspiratif yang memaparkan bahwa KB di

canangkan sebagai program negara Barat, serta lebih rinci lagi tentang

program KB lainnya.

7

Fenomena resistensi di masyarakat Desa Penambangan Kecamatan

Balongbendo Sidoarjo mencakup beberapa hal termasuk diantaranya adalah

argumentasi secara teologi. Kajian ini dilatarbelakangi karena sebagian

besar masyarakat desa Penambangan memiliki banyak ada dan paling

sedikit memiliki 3 anak. Beberapa alasan terjadinya fenomena tersebut

diantaranya dapat diuraikan sebaai berikut: 1) Masyarakat lebih memilih KB

sebagai pengaturan kelahiran tanpa melepas masalah mencegah kehamilan,

sehingga masyarakat lebih tidak sepakat dengan pembatasan dua anak saja;

2) Masyarakat lebih memilih tidak menggunakan KB berdasarkan surah

AL-Israa’ ayat 31 yang berbunyi “Dan janganlah kamu membunuh anak-

anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada

mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu

dosa yang besar.”; 3) Selain itu masyarakat lebih memilih tidak

menggunakan KB dengan alasan ingin memperbanyak ummat Islam

sehingga dapat menghambat konspirasi negara Barat yang lebih cenderung

menginginkan pembatasan pada masyarakat ; 4) Beberapa masyarakat lebih

memilih memilik anak lebih dari 3 dan tidak menggunakan KB dikarenakan

mereka lebih mampu secara ekonomi dan dapat mengatasi konsekuensi

yang didapat.

Ada beberapa kalangan masyarakat Islam fundamentalis di

Kecamatan Balongbendo ini diantaranya yakni HTI, LDII, PII, NU dan

Muhammadiyah. NU bersama kalangan pesantren, dan kemudian

Muhammadiyah serta berbagai ormas keagamaan berhaluan moderat

lainnya merupakan pendukung utama pemerintah dalam kampanye

8

pentingnya ber-KB dengan menggunakan argumentasi keagamaan.

Sedangkan Islam fundamental lainnya lebih memilih menolak KB yang

diadakan pemerintah kabupaten Sidoarjo.

Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia(LDII) yang pada awal

mula berdirinya pada 3 Januari 1972 di Surabaya,Jawa Timur bernama

Yayasan Lembaga Karyawan Islam(YAKARI) yang kemudian dirubah

menjadi Lembaga Karyawan Islam(LEMKARI) didirikan oleh : Drs.Nur

Hasyim, Drs.Edi Masyadi, Drs.Bahroni Hertanto, Soetojo Wirjo Atmodjo

BA. Dan Wijono BA (http://ldii-balongbendo.blogspot.co.id/p/sejarah.html

diakses pada tanggal 13 Oktober 2016) disinilah awal mula penyebaran

LDII hingga sampai pada Surabaya dan sekitarnya.

Sedangkan PII dan HTI berkembang dengan beberapa perkembangan.

PII sendiri berkembang dengan adanya yayasan pondok pesantren Al-Islam

cabang dari Al-Islam Gumuk Solo, dengan beberapa cabang lainnya yang

tersebar di beberapa kota di pulau Jawa. Sedangkan HTI di Sidoarjo

berkembang seperti perkembangan gerakan islam lainnya di seluruh

Indonesia. Sekitar tahun 1990-an ide-ide dakwah HTI merambah ke

masyarakat, melalui berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran,

perusahaan dan perumahan. HTI juga menjadi pecahan dari salafi modern

dalam beberapa literatur yang mencakupi kajian tentang perkembangan

salafi di Indonesia, berawal dari perkembangan awal di mesir pada era

sebelum reformasi hingga setelah reformasi (BKKBN, 2013:5)

Jika ditela’ah, sesungguhnya sumbangan pemikiran Islam Indonesia

terhadap pembangunan kependudukan dapat dilihat jejaknya dari suksesnya

9

program Keluarga Berencana di Indonesia. Di awal tahun 70-an kampanye

KB berlangsung sulit. Di luar kelompok-kelompok yang sangat kritis

terhadap ideologi developmentalisme, resistensi paling kuat datang dari

kelompok keagamaan atau kelompok yang menggunakan argumentasi

keagamaan. Mereka menggunakan argumentasi politis di mana KB dicurigai

sebagai upaya sistematis untuk mengurangi jumlah penduduk Muslim. Di

luar itu, penolakan atas KB pada umumnya terkait dengan alasan keyakinan

agama; dengan ber-KB manusia telah melampaui wilayah kekuasaan Tuhan

(http://rumahkitab.com/all-project-list/3-dasar-penolakan-kb-di-kalangan-

islam-fundamentalis/ diakses tanggal 13 oktober 2016).

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa ada beberapa kategori yang

melatarbelakangi kelompok islam fundamental dalam menolak pelaksanaan

program Keluarga Berencana, yaitu: 1) Alasan fikih/teologis; 2) Alasan

ekonomi dan politis keagamaan, dan; 3) Alasan politis ekonomi.

Sesuai dengan data Renstra Kesehatan tahun 2015 – 2019 berdasarkan

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

HK.02.02/MENKES/52/2015, Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2015

adalah 256.461.700 orang. Dengan laju pertumbuhan sebesar 1,19%

pertahun, maka jumlah penduduk pada tahun 2019 naik menjadi

268.074.600 orang. Jika pertumbuhan penduduk meledak pada 5-10 tahun

kedepan maka dapat dipastikan program Keluarga Berencana masih harus di

canangkan kembali mengingat jumlah wanita usia subur akan meningkat

dari tahun 2015 yang diperkirakan sebanyak 68,1 juta menjadi 71,2 juta

10

pada tahun 2019. Dari jumlah tersebut, diperkirakan ada 5 juta ibu hamil

setiap tahun.

Dari data akseptor KB yang telah di paparkan Lapja BPMPKB tahun

2015 didapati sekitar 82% adalah peserta aktif dari keseluruhan jumlah

penduduk dan sisanya sekitar 18% masih tercatat belum berpartisipasi

dalam program KB. Dari 18% penduduk yang masih belum berpartisipasi

ini ada beberapa motivasi yang melatarbelakangi terhadap penolakan KB

sesuai kondisi yang di temui di lapangan tergantung bagaimana kondisi

lingkungan sosial-budaya, ekonomi serta psiko-sosial masyarakat kabupaten

Sidoarjo sendiri. Berikut ini tabel tingkat prevalensi akseptor aktif di

sidoarjo tahun 2015:

Tabel 1.1 Tingkat Prevelensi Peserta KB Aktif tahun 2015 – Kabupaten Sidoarjo

No. Kecamatan JUMLAH

JUMLAH PA - SM TINGKAT

P U S PREVALENSI

1 2 3 4 5

1 Tarik 13.997 11.673 83,40

2 Prambon 15.343 11.980 78,08

3 Krembung 15.885 13.202 83,11

4 Porong 11.717 9.938 84,82

5 Jabon 10.462 8.786 83,98

6 Tanggulangin 15.970 13.435 84,13

7 Candi 27.375 21.447 78,35

8 Sidoarjo 37.883 30.775 81,24

9 Tulangan 17.627 14.732 83,58

10 Wonoayu 14.752 11.871 80,47

11 Krian 23.276 18.361 78,88

12 Balongbendo 13.803 12.004 86,97

13 Taman 37.236 31.140 83,63

14 Sukodono 23.250 18.933 81,43

11

15 Buduran 17.322 13.722 79,22

16 Gedangan 23.615 18.390 77,87

17 Sedati 22.106 19.733 89,27

18 Waru 43.132 35.794 82,99

Jumlah 384.751 315.916 82,11

Sumber : Lapja BPMPKB Kabupaten Sidoarjo 2015

Oleh karena itu berdasarkan latar belakang permasalahan diatas,

penulis menjadi termotivasi dalam pengambilan judul tentang “Resistensi

Program Keluarga Berencana (KB) Pada Masyarakat (Studi di Desa

Penambangan Kecamatan Balong Bendo Kabupaten Sidoarjo)”. Guna

mengetahui secara langsung apa saja motivasi dan alasan penolakan

terhadap program Keluarga Berencana yang sedang dicanangkan oleh

pemerintah kabupaten Sidoarjo. Mengingat pentingnya masalah ini bagi

masa depan Indonesia, maka kajian ini perlu dilakukan untuk mendapatkan

pemahaman yang mendalam dan komprehensif tentang resistensi KB

menyangkut pandangan, sikap, perilaku serta narasi penolakan terhadap

program pemerintah terkait kependudukan dan keluarga berencana.

II. Rumusan Masalah

Dari paparan latar belakang penelitian diatas dapat disimpulkan

perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa alasan masyarakat Desa Penambangan Kecamatan Balong Bendo

menolak program KB?

2. Bagaimana bentuk penolakan masyarakat Desa Penambangan Kecamatan

Balong Bendo terhadap program KB?

12

III. Tujuan

Sesuai dengan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka

penelitian tersebut memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui alasan masyarakat menolak program KB di Desa

Penambangan Kecamatan Balong Bendo

2. Untuk mengetahui bentuk penolakan masyarakat Desa Penambangan

Kecamatan Balong Bendo terhadap program KB

IV. Manfaat

1. Manfaat teoritis

a. Penelitian ini di harapkan mampu memberikan kontribusi kajian

tentang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera dan juga bisa

menjadi bahan referensi bagi peneliti lain jika akan meneliti tentang

Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera.

b. Para peneliti, mahasiswa yang berminat mengkaji ulang tema yang

sama dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai sumber

informasi, khusus mengenai program Keluarga Berencana (KB).

Serta menambah referensi untuk dijadikan acuan pembelajaran dalam

memberikan informasi kepada mahasiswa.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Penulis Memberikan wawasandan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat tentang Ilmu Kesejahteraan Sosial khususnya tentang

program yang di lakukan oleh BPMPKB kabupaten Sidoarjo kepada

akseptor aktif dan bukan akseptor KB masyarakat.

13

b. Bagi Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera pada

Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga

Berencana (BPMPKB) Kabupaten Sidoarjo Sebagai bahan masukan

dan referensi tentang program Keluarga Berencana dan Keluarga

Sejahtera yang dijalankan Badan Pemberdayaan Masyarakat,

Perempuan dan Keluarga Berencana Sidoarjo agar menjadi lebih

baik.

3. Bagi Masyarakat

Menghasilkan informasi tentang manfaat program Bidang Keluarga

Berencana dan Keluarga Sejahtera yang diadakan oleh Badan

Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Keluarga Berencana

(BPMPKB) Kabupaten Sidoarjo.