bab i pendahuluan i.1 latar belakang masalah · kepustakaan serta studi kasus yang relevan dan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Dalam suatu konteks social seringkali terlihat remaja membicarakan suatu
permasalahan yang mana permasalahannya itu cenderung mangarah pada
perilaku prokrastinasi. Konteks social dalam prokrastinasi itu memberikan
informasi mengenai bagaimana prokrastinasi pada remaja sangat dipengaruhi
oleh berbagai intervensi dari luar diri remaja itu sendiri. Melalaikan tugas
sekolah, terlambat datang ke sekolah, dan menghapal suatu pelajaran sebelum
ulangan hanya dengan waktu semalam (SKS) itu semua merupakan sedikit
indikator yang menggambarkan bahwa perilaku prokrastinasi ini terjadi pada
dunia remaja sebagai pelajar.
Sejalan dengan konsep dasar remaja, yang menggambarkan bahwa pada
tahapan perkembangan remaja, individu mengalami masa transisi, masa
ketidakjelasan identitas, dan sebagainya. Remaja menjadi banyak mengalami
krisis dan cenderung gamang dalam memilah dan memilih suatu hal ataupun
suatu keputusan, baik dalam hal akdemik, karir, ataupun pribadi-sosial.
Salah satu kunci untuk menjaga atau meminimalisir kegamangan tersebut
adalah dengan self-management (manajemen diri) yang baik. Remaja diarahkan
untuk dapat mengatur dan mengelola diri sehingga remaja mendapat bantuan
arahan bagaimana remaja harus bersikap.
Prokrastinasi merupakan salah satu contoh riil, bagaimana gambaran self-
management remaja yang buruk. Prokrastinasi yang merupakan sikap menunda-
nunda sesuatu sehingga menimbulkan keterlambatan mengindikasikan bahwa
remaja procrastinator tidak mampu mengelola diri, baik dalam hal waktu,
tenaga, ataupun pikiran.
Buruknya self-management akan berimbas pada sulitnya remaja untuk maju
dan berprestasi. Apalagi jika prokrastinasi masih menjadi “budaya” yang
“membudaya” di kalangan remaja. Dengan demikian, hal pertama yang harus
dibenahi adalah sikap remaja mengenai kesadaran untuk mengelola diri dengan
2
baik, yang diharapkan di dalamnya akan menimbulkan rasa tanggung jawab dan
kemampuan akan potensi diri untuk berprestasi.
Fenomena prokrastinasi merupakan suatu kasus yang bersumber dari dua
faktor utama, yaitu pribadi dan sosial. Permasalahan prokrastinasi merupakan
suatu permasalahan yang sebenarnya fenomena tersebut menggambarkan suatu
permasalahan ketidak mampuan remaja dalam melakukan managemen diri,
dimana remaja memerluakan suatu komitmen untuk melakukan tindakan
management diri. Dan fenomena ini diangkat sebagai suatu fenomena sosial
yaitu dikarenakan proses dalam pengambilan suatu komitmen pada remaja
sangat dipengaruhi oleh intervensi yang dilakukan oleh pihak luar diri remaja
itu sendiri (lingkungan).
Motif berprestasi, rasa tanggung jawab atas pentingnya belajar, dan
kepercayaan terhadap kemampuan diri adalah sebagain komponen yang
terkandung dalam komitmen belajar. Rasa responsiblitas yang tinggi terhadap
belajar, dan kepercayaan terhadap kemampuan diri merupakan dua faktor utama
yang melatar belakangi penyusun menyajikan dan membahas tema mengenai
self-management yang berjudul “PENCEGAHAN PROKRASTINASI
AKADEMIK MELALUI SELF MANAGEMENT”
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus kajian makalah ini adalah
“Bagaimana Prokrastinasi belajar siswa dapat diatasi oleh Self Mangement?”
Secara khusus rumusan masalah penelitian ini diuraikan dalam pertanyaan
penelitian sebagai berikut ini.
1. Bagaimana karakteristik siswa (remaja) dalam perkembangan belajarnya ?
2. Apa saja hal yang menyebabkan prokrastinasi akademik pada siswa sebagai
pelajar ?
3. Fenomena prokrastinasi yang dialami siswa ?
4. Apa upaya yang bisa dilakukan oleh Konselor di sekolah untuk mengatasi
persoalan prokrastinasi yang dialami oleh siswa (pelajar) ?
3
I.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan permasalahan di atas, penulisan makalah ini bertujuan
untuk memetakan permasalahan tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Karakteristik siswa dalam perkembangan proses belajarnya.
2. Faktor-faktor penyebab prokrastinasi akademik pada siswa.
3. Fenomena serta permasalahan seputar prokrastinasi akademik.
4. Upaya pencegahan prokrastinasi akademik melalui layanan bimbingan
konseling.
I.4 Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini dilakukan dengan melakukan suatu studi
kepustakaan serta studi kasus yang relevan dan tentunya biasa terjadi pada para
pelajar dalam lingkup pendidikan.
I.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
Bab II Pembahasan:Konsep Prokrastinasi, Karaktersitik siswa sekolah
menengah atas, factor-faktor yang mempengaruhi timbulnya prokrastinasi
akademik pada siswa, Self Management.
Bab III Pembahasan Kasus: Prokrastinasi akademik siswa, Layanan Bimbingan
Kosneling untuk mencegah adanya prokrastinasi akademik pada siswa-siswi
sekolah.
Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi.
4
BAB II
PROKRASTINASI AKADEMIK REMAJA DAN SELF MANAGEMENT
II.1 Karaktersitik Siswa Sekolah Menengah Atas (Remaja)
Konsep dasar remaja : “Remaja merupakan masa transisi (perpindahan,
ketidakjelasan identitas, sedang menjadi) dari masa anak-anak ke masa dewasa,
baik secara fisik, kognitif, emosional, bahasa, ataupun sosial.”
Peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) pada umumnya berada
pada rentang umur 16-18 th. Dengan kata lain para peserta didik pada jenjang SMA
masih tergolong dalam tahap perkembangan remaja yang memiliki ciri
perkembangan yang khas.
Hall (Yusuf, 2004:185) memaparkan bahwa masa remaja adalah masa Storm
& Drang, yaitu sebuah periode dimana remaja berada pada dua situasi ; antara
kegoncangan, penderitaan, asmara, dan pemberontakan dengan otoritas orang
dewasa.
Dilihat dari perspektif psikososial, remaja menurut Erikson (Yusuf, 2004:188),
merupakan masa pencarian identitas dimana remaja berada dalam kontinum antara
identity and identity confusion. Problematika yang dihadapi oleh individu pada
masa remaja adalah sebuah kemutlakan dalam menjalani proses pertumbuh-
kembangan dalam mencapai dan memenuhi tugas perkembangan pada fase ini.
Untuk mencapai tugas perkembangan yang optimal, remaja dengan fluktuasi
yang menjadi karakteristiknya akan membutuhkan bimbingan dan bantuan untuk
memfasilitasi dengan cara yang tepat, sehingga remaja tidak mengalami
penyimpangan dalam melakukan proses perkembangan dan pertumbuhanannya.
Karakteristik permasalahan yang dihadapai oleh remaja pada jenjang SMA
pada dasarnya tidak akan terlepas dari aspek – aspek tugas perkembangan remaja,
Havighurst (Hurlock, 1994:10. Yusuf, 2004:74-93) terdapat sepuluh tugas
perkembangan remaja yaitu :
5
1. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif
2. Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.
3. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya
4. Mengembangkan konsep-konsep intelektual untuk hidup bermasyarakat
5. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk
berperilaku dan mengembangkan ideology.
Pencapaian tugas perkembangan bagi para remaja adalah sebuah kemestian
karena akan mempengaruhi pada tahapan berikutnya. Penguasaan tugas-tugas
perkembangan pada masa remaja di arahkan untuk mempersiapkan remaja
memasuki tahap perkembangan berikutnya yaitu masa dewasa.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja memiliki ciri-ciri dan
karakteristik tertentu yang khas. Khususnya pada remaja usia 16-18 tahun, remaja
mengalami masa transisi yaitu terjadi ketidakjelasan identitas. Krisis identitas
remaja pada tahapan ini, dapat dilihat dari bagaimana remaja berkomitmen terhadap
tanggungjawab dalam menjalankan tugas-tugas perkembangannya terutama yang
berkaitan dengan bidang akademik. Dimana komitmen merupakan suatu bagian
dari perkembangan identitas dimana remaja menunjukkan adanya suatu investasi
pribadi pada apa yang mereka lakukan. Contohnya: dalam pengerjaan tugas-tugas
sekolah, sering terjadi penundaan pada waktu pengerjaan dan pengumpulan tugas.
Hal ini bisa disebut sebagai prokrastinasi akademik. Ini membuktikan bahwa pada
umunya remaja belum mampu menjalankan komitmennya atas pengelolaan waktu
yakni penundaan dalam mengerjakan tugas atau pekerjaan lainnya, sehingga terjadi
keterlambatan.
II.2 Konsep Prokrastinasi Akademik
II.2.1 Pengertian Prokrastinasi Akademik
Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare dari ”pro” dan
”crastinus”. Pro berarti kecenderungan bergerak, crastinus berarti menuju
keesokan hari, sehingga jika digabungkan menjadi menangguhkan atau
menunda sampai hari berikutnya.
6
Prokrastinasi menurut Brown dan Holzman (Anne Rakhmawati, 2007 : 26)
didefinisikan sebagai suatu kecenderungan menunda-nunda penyelesaian suatu
tugas atau pekerjaan. Berdasarkan Merriam-Webster Collegiate Dictionary
(Anne Rakhmawati, 2007 : 26), prokrastinasi adalah ”to put off intentionally
the doing of something that should be done” (menunda dengan sengaja
mengerjakan sesuatu yang seharusnya dikerjakan).
Setiap bentuk penundaan adalah prokrastinasi, salah satunya dalam bidang
akademik. Prokrastinasi akademik dapat disimpulkan sebagai suatu
kecenderungan individu menunda tugas akademik yang ditandai oleh
pengalihan kapasitas pikiran, perasaan dan tindakan yang menyebabkan
kegagalan dalam penyelesaian tugas akademik secara keseluruhan dari waktu
ke waktu.
II.2.2 Ciri-ciri Prokrastinasi Akademik
Ferrari.,et all (Anne Rakhmawati, 2007 : 27) mengemukakan
prokrastinasi akademik termanifestasikan dalam indikator sebagai berikut :
a. Penundaan untuk memulai maupun penyelesaian kerja pada tugas yang
dihadapi
b. Keterlambatan dalam mengerjakan tugas
c. Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual
d. Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada melakukan
tugas yang harus dikerjakan
II.2.3 Area Prokrastinasi Akademik
Solomon dan Rothblum (Anne Rakhmawati, 2007 : 27-28)
mengemukakan bahwa prokrastinasi yang berada dalam area akademik,
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Tugas mengarang yang meliputi penundaan melaksanakan kewajiban atau
tugas-tugas menulis, misalnya menulis makalah, laporan, atau mengarang
lainnya.
7
2. Tugas belajar menghadapi ujian, mencakup penundaan belajar untuk
menghadapi ujian, misalnya Ujian Tengah Semester, Ujian Akhir Semester,
dan Ulangan Mingguan
3. Tugas membaca meliputi adanya penundaan untuk membaca buku atau
referensi yang berkaitan dengan tugas akademik yang diwajibkan
4. Kinerja tugas administratif, seperti menulis catatan, mendaftarkan diri
dalam presensi kehadiran, mengembalikan buku perpustakaan.
5. Menghadiri pertemuan, yaitu penundaan maupun keterlambatan dalam
menghadiri pelajaran.
6. Penundaan kinerja akademik secara keseluruhan, yaitu menunda
mengerjakan atau menyelesaikan tugas-tugas akademik secara keseluruhan.
II.2.4 Tipe-tipe Prokrastinator
1. The sometime-procrastinator, tipe ini merupakan seseorang yang melakukan
prokrastinator setiap hari.
2. The chronic-procrastinator, yaitu seseorang yang melakukan tindakan
prokrastinasi dalam semua area kehidupan. Perilaku prokrastinasi dapat
menjadi gaya hidup bagi prokrastinator kronik.
3. The tense-afraid type, yaitu seseorang yang sering merasa berada di bawah
tekanan untuk mencapai sukses dan selalu merasa takut gagal sehingga
melakukan prokrastinasi, contohnya: tidak mempunyai tujuan, tidak
mempunyai komitmen.
4. The relaxed type, yaitu tipe orang tidak mau mengambil pusing dengan tugas
yang sedang atau harus dikerjakan, merasa bisa melakukannya dilain waktu
dan lebih memilih melakukan sesuatu yang lebih menyenangkan.
II.2.5 Faktor-Faktor Prokrastinasi Akademik
Faktor – faktor yang dapat menyebabkan terjadinya prokratis akademik
sremaja SMU adalah sebagai berikut :
8
a. Faktor Internal, meliputi : kondisi fisik dan psikologis dari individu
sebagai berikut :
1) Kondisi fisik yaitu keadaan fisik dan kondisi kesehatan individu yang
turut mempengaruhi munculnya prokrastinasi.
2) Kondisi psikologis individu yaitu sifat kepribadian individu yang dapat
mempengaruhi munculnya perilaku penundaan misalnya sifat
kemampuan sosial dalam self regulation (Pengaturan diri) dan tingkat
kecemasan dalam berhubungan sosial. Besarnya motivasi yang
dimiliki seseorang mempengaruhi prokrastinasi secara negatif, dimana
semakin tinggi motivasi intrinsik yang dimiliki seseorang ketika
menghadapi tugas, akan semakin rendah kecenderungannya untuk
melakukan prokrastinasi akademik.
b. Faktor Eksternal, meliputi :
1) Pola asuh orang tua. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete, menemukan
bahwa tingkat pengasuhan otoriter ( ) ayah menyebabkan munculnya
kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek
penelitian wanita, sedangkan pengasuhan otoritatif ( ) ayah
menghasilkan anak wanita yang bukan prokrastinator.
2) Kondisi lingkungan yang lenient atau toleran, prokrastinasi akademik
lebih banyak dilakukan pada lingkungan yang rendah pengawasan
daripada lingkungan yang penuh pengawasan. (Millgram, dkk).
Prokrastinasi terjadi dikarenakan berbagai alasan yang dimiliki individu.
Terdapat sepuluh alasan individu yang cenderung melakukan prokrastinasi
(Bernard, 1991), yaitu:
1. Adanya kecemasan
2. Depresiasi diri
3. Rendahnya toleransi
4. Adanya hal-hal yang lebih menyenangkan
5. Tidak dapat mengatur waktu
6. Adanya gangguan dari lingkungan
7. Pendekatan tugas yang sangat buruk
9
8. Kurangnya ketegasan
9. Adanya permusuhan dengan orang lain
10. Mengalami stress dan keletihan
II.3 Self Management
II.3.1 Pengertian Self-Management
Untuk dapat mengatur diri sendiri, Anda perlu mengenali diri
sendiri. Manajemen merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,
2001) memiliki dua arti, yaitu;
1) Penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; dan
2) Pimpinan yang bertanggungjawab atas jalannnya perusahaan dan organisasi.
Manajemen menurut James A.F. Stoner : Manajemen adalah suatu proses
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari
anggota organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Pengertian manajemen menurut Mary Parker Follet : Manajemen adalah
suatu seni, karena untuk melakukan suatu pekerjaan melalui orang lain
dibutuhkan keterampilan khusus.
Secara bahasa manajemen (Tanzhim) berasal dari kata Nazhamal asy yaa
nazhman yang artinya: menyusun berbagai hal dan menggabungkan
sebagiannya pada sebagian yang lain. Adapun kesimpulan definisi
manajemen yaitu penataan, pengorganisasian, dan pemikiran manusia,
sehingga manusia mampu menata dan merapihkan segala hal yang ada di
sekitarnya, mengetahui skala prioritasnya, dan menjadikan seluruh hidupnya
serasi dengan orang lain.
Kata “diri” jamak Al-Quran banyak maknanya, diantaranya: ruh
(nyawa), dhamir (hati nurani), jinsun (jenis), dan syahshiyah (pribadi) atau
“totalitas manusia” dimana terpadu jiwa-raga manusia. Nah, makna yang
terakhirlah yang dimaksud dengan “diri”.
10
Yang kita sebut diri, pribadi, individu, adalah totalitas manusia sebagai
perpaduan dari jasad dan ruhani, fisik yang bisa kita lihat dan sesuatu yang
tak terlihat yang menggerakan fisik (hati; pikiran; jiwa). Diri adalah
totalitas dari pemikiran, keinginan, dan gerakan kita dalam ruang dan waktu.
Dengan kata lain, perpaduan antara intelektual, emosional, spiritual, dan fisik.
Secara istilah manajemen diri yaitu menempatkan individu pada tempat
yang sesuai untuknya dan menjadikan individu layak menempati suatu posisi
sehingga tercapai suatu prinsip laki-laki yang kapabel pada posisi yang tepat
(yakni, menyediakan posisi untuk tiap-tiap individu dan memposisikan tiap-
tiap individu pada posisinya secara tepat).
Pada dasarnya manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap
pikiran, ucapan, dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada
penghindaran diri terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan
perbuatan yang baik dan benar. Manajemen diri adalah sebuah proses
merubah “totalitas diri” baik itu dari segi intelektual, emosional, spiritual, dan
fisik agar apa yang kita inginkan (sasaran) tercapai.
Manajemen diri juga menuju pada konsistensi dan keselarasan pikiran,
ucapan dan perbuatan sehingga apa yang dipikirkan sama dan sejalan dengan
apa yang diucapkan dan diperbuat. Integritas seperti inilah yang diharapkan
akan timbul dalam diri para praktisi manajemen diri.
Bila digambarkan dalam bentuk bagan maka konsep self managemen
dapat di gambarkan sebagai berikut:
Goal Setting Scheduling Task Tracking Planning
EVALUASI SELF
INTERVENTIO
SELF
DEVELOPMENT
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
11
Bagan II.1
Alur komponen self-managment dan keterkaitannya
Stephen M. Edelson (http://www.autism.org/selfmanage.html)
II.3.2 Dimensi Potensi Self-Management
Yang menjadi dimensi potensi pada aspek manajemen diri adalah :
a. Remaja dapat mengenali dan memahami dirinya atau potensi yang
dimilikinya dan melakukan perubahan dalam berbagai aspek baik aspek
intelektual, emosional, spiritual, dan fisik menuju ke arah yang lebih baik,
serta mengelolanya dengan baik
b. Dapat menemukan peluang diri
II.3.3 Tantangan dan Hambatan dalam Self-Management
Dalam manajemen diri ada beberapa tantangan yang didapatkan oleh
individu, remaja khususnya diantaranya adalah :
1. Mampu untuk hidup mandiri, dapat menentukan diri sendiri kemana dia
akan melangkah
2. Merumuskan bagaimana caranya untuk meraih impian yang ingin kita
capai, dan bagaimana untuk memanage diri dengan baik
Terkadang lingkungan dapat menjadikan hambatan bagi remaja dalam
memanage dirinya. Hambatan tersebut adalah : Remaja ketika akan
memanage dirinya sering berorientasi kepada orang lain, bukan karena
kemauan sendiri. Seharusnya remaja mempunyai niat yang tulus dari dalam
dirinya untuk memanage dirinya.
Untuk mengatasi hambatan tersebut, maka kita harus :
1. Mampu menerima diri kita apa adanya, baik kelebihan ataupun
kekurangannya
2. Melakukan hal yang terbaik, baik untuk diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan Tuhan
3. Berani untuk bermimpi dan memimpikan sesuatu
12
4. Mampu belajar dari pengalaman dan mampu mengambil hikmah dari
suatu kejadian
II.3.4 Prinsip Dalam Self-Management
Ada beberapa prinsip dalam manajemen diri diantaranya adalah :
1. Awali dengan Niat
Apakah kita mempunyai niat ketika hendak melaksanakan manajemen
diri? Apakah hanya sebatas ingin meraih pujian dari orang tua, adik-
kakak, teman, atau dari yang lainnya? Apakah karena merasa iri dengan
prestasi dan apa yang orang lain raih? Apakah hanya sekedar ingin
mendapatkan pekerjaan? Apakah sebagai bentuk rasa syukur kepada
Allah SWT? Manajemen diri Islami berpusat kepada Allah Swt. (Allah-
sentris), sedang konsep manajemen diri lain berpusat kepada manusia
(antroposentris).
Dan akan lebih baik jika kita memanage diri janganlah berorientasi kepada
manusia, tapi harus kepada diri sendiri yang memang mempunyai niat
ingin merubah diri menjadi lebih baik.
2. Terimalah diri apa adanya
Kita harus mampu membedakan, mana yang bisa kita ubah, dan mana
yang tidak bisa kita ubah dalam diri kita. Contoh yang bisa kita ubah
adalah pikiran, perasaan, kebiasaan kita, dan seterusnya. Yang tidak bisa
kita ubah adalah hari lahir kita, orang tua kita, semua pengalaman hidup
kita, dan seterusnya. Maka ubahlah terhadap hal-hal yang bisa kita ubah!
Sebaliknya, terimalah apa adanya yang tidak bisa kita ubah.
3. Berikanlah yang terbaik
Ceritakan keinginan untuk merubah diri dan mintalah pendapat-Nya. Dan
buatlah rencana untuk menjalin hubungan lebih erat kepada Allah dan
manusia.
4. Lihatlah impian
Kita harus mampu membayangkan semua kejadian yang akan menimpa
kita nanti setelah kita melakukan sesuatu, kita harus mampu
13
membayangkan impian hidup kita beberapa tahun yang akan datang.
Ingat, salah satu ciri orang sukses adalah dapat melihat sesuatu sebelum
segala sesuatu itu terjadi.
5. Temukan potensi dan peluang diri
Ada kiat Rasulullah SAW supaya kita dapat hidup mandiri diantaranya
adalah :
(1) Mempelajari posisi dan mendudukan masalah sesuai dengan porsinya
(2) Saling bantu-membantu jika ada teman atau sahabat yang mengalami
kesulitan
Dalam manajemen diri hal yang terpenting adalah apa yang
sesungguhnya kita miliki baik itu potensi, minat, bakat ataupun hal
lainnya. Dan hal ini merupakan modal awal kita bisa hidup mandiri. kunci
utama untuk melakukan kemandirian itu adalah dengan menggantungkan
diri sepenuhnya hanya kepada Allah Swt. semata; tidak kepada makhluk-
Nya.
6. Rumuskan cara meraih impian
Sekadar yakin tanpa tindakan, itulah yang disebut dengan angan-angan
kosong atau khayalan. Sedangkan keyakinan disertai tindakan, inilah yang
disebut harapan. Harapan adalah “yakin bahwa kita mempunyai kemauan
maupun cara untuk mencapai sasaran.” Sebagus dan sebesar apapun
impian kita, bila kita tidak mampu menerjemahkannya dalam bentuk
sasaran atau target, maka kecil kemungkinan akan tercapai.
Biasanya, manakala ada kesenjangan antara impian dengan tindakan,
maka akan melahirkan tidak percaya diri, kemalasan, keputus-asaan,
kehilangan arah hidup (disorientasi), dan akhirnya, keterpecahan pribadi
(split personality). Sebaliknya, sekecil apapun tindakan yang kita target
dan itu dapat kita raih, akan mendatangkan rasa percaya diri, semangat,
harapan, hidup bermakna, dan integritas.
7. Belajarlah dari pengalaman
Kita boleh mencoba sesuatu, meskipun kita tidak tahu, apakah itu akan
berhasil atau gagal. Karena gagal setelah mencoba, jauh lebih baik
14
daripada gagal untuk mencoba. Karena dari kegagalan itu kita akan
memiliki pengalaman. Kita harus mempelajari pengalaman dari siapa saja
terutama untuk diri sendiri, walaupun dari orang jahat sekalipun.
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan diantaranya adalah :
(1) Pelajari setiap pengalaman pribadi, baik itu kesuksesan maupun
kegagalan. Lakukan dengan pola pengalaman berstruktur (structured
experiences) dengan lima hal ini: melakukan, mengungkapkan,
mengolah/menganalisa, menyimpulkan, menerapkan
kembali/eksprimen. Gunakan “Jurnal pribadi” atau “Diary” (Catatan
Harian) untuk mencatat seluruh pengalaman itu;
(2) Pelajari pengalaman hidup orang yang sukses dan orang gagal
Ada beberapa variabel yang mempengaruhi manajemen diri:
1. Perhatian terhadap waktu
2. Kondisi sosial
3. Tingkat materi dan ekonomi
4. Tingkat pendidikan
5. Kendala dalam lingkungan sekitar
6. Jenis Pekerjaan
7. Kerapian amal sosial
II.3.5 Dua Belas Strategi Self-Management
Ada dua belas yang bisa ditempuh agar mempunyai manajemen diri yang
baik :
A. Mengenali dan Menemukan Potensi Diri
Supaya kita dapat mengenali dan menemukan potensi yang kita miliki,
maka kita harus :
1. Mengubah Sikap dengan;
a. Perlakukan sesama seperti kita ingin diperlakukan.
b. Percaya bahwa pasti ada peluang dalam setiap kesulitan
c. Memandang bahwa hari ini adalah hari yang dijadikan Tuhan buat
kita
15
d. Mengatasi musuh terbesar Anda
e. Jangan pedulikan pendapat orang lain terhadap Anda
2. Memperbaiki Pencitraan Diri, dengan;
a. Mengenali siapa diri kita
b. Mengatasi citra diri yang buruk
c. Membentuk citra diri yang positif
d. Jadilah sahabat bagi dirimu
3. Terus Bekerja dan Berkarya, dengan;
a. Mempunyai prinsip dalam bekerja
b. Bekerjalah dengan penuh rasa cinta
c. Kegigihan: cobalah sekali lagi!
d. Jadilah proaktif
B. Terus Bertumbuh dan Berkembang
1. Peliharalah Kesehatan Fisik Anda, dengan;
a. Kenalilah tubuh Anda
b. Latihan ESC merupakan olah raga murah dan mudah
c. Perhatikan apa yang Anda makan
d. Kebiasaan buruk yang merusak
2. Tingkatkan Daya Pikiran Anda, dengan;
a. Jangan sia-siakan kekuatan pikiran Anda! (kenalilah otak dan
pikiran Anda)
b. Alam bawah sadar-kekuatan maha dahsyat
c. Relaksasi: jalan menuju alam bawah sadar
d. Menciptakan realitas baru (The subconscious reprogramming)
3. Kembangkanlah Kehidupan Spiritual Anda, dengan;
a. Mengenal dan menemukan Tuhan
b. Meditasi seberapa dalam Anda dapat menyelaminya
c. Memelihara dan mengembangkan kehidupan spiritual
d. Rasakan hadirat Tuhan setiap hari
e. Kehidupan dan kematian
4. Lakukan Saja Sekarang, dengan;
16
a. Mulailah langkah pertama Anda
b. Tujan menentukan arah hidup
c. Penundaan awal kehancuran
d. Disiplin: mengalahkan diri sendiri
5. Tetaplah Belajar, dengan;
a. Pendidikan dan pembelajaran
b. Bagaimana meningkatkan kemampuan membaca
c. Bahasa dan komunikasi
d. Mengembangkan keterampilan
e. Kaizen: penyempurnaan berkesinambungan
C. Membangun Jaringan Kehidupan
1 Kembangkan Jaringan Anda, dengan;
a. Mengapa kita membutuhkan jaringan?
b. Seni membangun jaringan
c. Kisah sukses membangun jaringan
d. Bagaimana memelihara jaringan kita
2 Membangun dan Memelihara Hubungan, dengan;
a. Cintailah sesamamu (bagaimana Anda memandang orang lain)
b. Komunikasi empatik
c. Mengatasi sakit hati
d. Sinergi dan kerja sama
3 Membangun Sesama, dengan;
a. Mengapa Anda perlu membangun sesama
b. Bagaimana Anda membangun sesama
c. Memberdayakan sesama
d. Menciptakan pemimpin
4 Membangun Kelompok Tumbuh Bersama, dengan;
a. Bagaimana membentuk kelompok tumbuh bersama
b. Menyelenggarakan pertemuan kelompok
17
c. Memelihara keutuhan kelompok
d. Duplikasi kelompok Anda
e. Q Society
BAB III
FENOMENA PROKRASTINASI AKADEMIK PADA REMAJA
III.1 Kasus Prokrastinasi Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas
Seorang siswa salah satu SMA negeri di Bandung kelas XI bernama Kumbang
(bukan nama yang sebenarnya) dengan usia 16 tahun, seringkali mengalami
keterlambatan dalam mengumpulkan tugas. Keterlambatan ini disebabkan
Kumbang menunda-nunda tugas kuliah yang diberikan padanya, dan baru bisa
mengerjakan tugas ketika tugas itu harus segera dikumpulkan. Seribu satu alasan
yang dapat dijadikan alasan sebagai bentuk pembelaan diri, diantaranya;
1. Kemampuannya baru keluar saat waktu sudah hampir dekat-dekat (mendesak)
2. Fasilitas yang menunjang misalnya fasilitas komputer sehingga Kumbang
termanjakan dengan fasilitas yang ada,
18
3. Keterbatasan dalam mencari referensi dan mengalami kebingungan dalam
mengerjakan tugas yang pada akhirnya menyita waktu.
Alasan mendasar dari penundaan tugas akademik yang dialami Kumbang yaitu
ketidaksadaran Kumbang terhadap manfaat pekerjaan rumah.
III.2 Intervensi Layanan Bimbingan Konseling Terhadap Kasus Prokrastinasi
III.2.1 Layanan Konseling Kelompok
Konseling kelompok merupakan bantuan individu dalam situasi kelompok
yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, serta diarahkan pada pemberian
kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Maksud dari konseling kelompok yang bersifat pencegahan bahwa
individu mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam
masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga
mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain.
Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan
perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan juga
pengarahan pada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap
dan perilakunya sesuai dengan lingkungannya.
III.2.2 Teori Cognitive Behavioral Therapy
III.2.2.1 Pengertian CBT
Pada dasarnya terapi perilaku menekankan pentingnya lingkungan
dalam pembentukkan tingkah laku individu. Sebaliknya terapi kognitif
lebih menekankan pentingnya dunia internal (kognitif) konseli dalam
pembentukan perilakunya (Kalodner, 1995; Foreyt&Goodrick,
1981;Storrow, 1981).
Dalam perkembangannya, berdasarkan banyak studi kasus ternyata
prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan terapi perilaku tidak mampu
menjelaskan secara memuaskan terhadap problem perilaku manusia yang
19
memang lebih kompleks daripada perilaku binatang percobaan di
laboratorium (Foreyt&Goorick, 1981). Demikian pula dengan terapi
kognitif mengalami kesulitan dalam membantu konseli mengubah
perilakunya. Terapi kognitif banyak belajar dari konseli bahwa seseorang
dapat saja belajar memperbaiki pola pikirnya tanpa mengubah perilaku
sama sekali (Storrow, 1981).
Menurut National Association for Cognitive Behavior Therapy
(NACBT) (2004) mengemukakan bahwa teori perilaku kognitif adalah
suatu bentuk terapi yang menekankan pentingnya pikiran dalam perasaan
dan tindakan kita.
III.2.2.2 Tujuan CBT
Secara umum, tujuan CBT menurut Foreyt&Goorrick (1981) ialah
membantu konseli mengidentifikasi dan mengubah proses kognitif
spesifik yang berhubungan dengan masalah afeksi dan tingkah lakunya.
Sedangkan secara khusus tujuan CBT ialah membantu konseli:
a. Mengembangkan kesadaran terhadap pola-pola hubungan kognisi –
perilaku – afeksi maladjustment yang dialami konseli.
b. Mengembangkan seperangkat kognisi baru yang dapat dipakai dan
mempengaruhi konseli untuk berubah.
c. Menegmbangkan kompetensi yang diperlukan untuk mengatsi
kelemahan konseli.
d. Meningklatkan keefektifan kompetensi konseli dalam pengembangan
kognisi, perilaku, afeksi baru sebagai mana yang ditetapkan.
III.2.2.3 Teknik-teknik Intervensi
Dalam kerangka membantu konseli mencapai perubahan yang
diharapkan, maka konselor perilaku kognitif menggunakan berbagai
teknik intervensi. Teknik-teknik tersebut diantaranya:
1. Teknik-teknik Perilaku
20
Teknik-teknik perilaku ialah teknik-teknik intervensi yang bertujuan
membiasakan konseli mengalami dan bertindak dengan perilaku baru yang
disepakati dalam proses terapi. Teknik tersebut antara lain berupa teknik-
teknik penguatan, penghentian, pembentukan perilaku, kendali stimulus,
kendali afersif, pengelolan diri, desensitisasi sistematis, teknik relaksasi,
modeling, perlakuan asertif, dan kontrak perilaku.
2. Teknik-teknik Kognitif
Teknik-teknik kognitif merupakan kelompok teknik intervensi yang
dimaksudkan untuk membongkar akar-akar keyakinan irrasional konseli.
Teknik tersebut antara lain menentang keyakinan irrasional, pekerjaan rumah
yang bersifat kognitif, pengubahan pernyataan dan bahasa konseli,
penggunaan humor, restrukturisasi kognitif, penghentian pikiran irrasional,
diskusi, dan terapi bacaan.
3. Teknik-teknik Emotif
Teknik-teknik emotif bertujuan untuk membiasakan konseli dengan emosi
baru yang diharapkan. Teknik tersebut antara lain berupa imajeri rasional
emotif, permainan peran, latihan taklukan rasa malu, penggunaan kekuatan
dan tenaga untuk menghindari emosi negatif, dan pekerjaan rumah yang
berkaitan dengan pengembangan emosi.
III.2.2.4 Instrumen Intervensi
Fenomena dapat digunakan dengan teori CBT, kami mengadopsi salah
satu teknik CBT yaitu teknik kognitif berupa pekerjaan rumah yang bersifat
kognitif.
Angket Skala Prioritas (Jawwad, M. Ahmad Abdul; 2004 : 3-5).
Dijadikan sebagai follow up, untuk mengerjakan pekerjaan rumah yang
bersifat kognitif. Format angketnya adalah :
21
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini dengan melingkari nomor yang
mengungkapkan sejauhmana pelaksaan amal yang Anda terapkan. Jujurlah,
sebab tiada yang mengetahui jawaban anda, kecuali diri Anda!
1. Setiap hari saya mengalokasikan sedikit waktu untuk membuat rencana
dan memikirkan sekolah.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
2. Saya membuat target-target tertentu secara tertulis dan menentukan masa
pencapaiannya.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
3. Saya menyiapkan daftar kerja harian secara tertib berdasarkan urgensinya.
Saya melaksanakan yang paling penting secepat mungkin.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
4. Saya mengetahui kaidah (80-20) dalam kuliah. Maksud kaidah ini adalah
80% efektifitas Anda akan nampak pada saat Anda menyelesaikan 20%
target-target Anda.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
5. Saya memiliki jadwal terbuka (tidak kaku), sehingga selalu dalam kondisi
siap menghadapi berbagai krisis atau masalah yang tidak tertuga.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
6. Saya mendelegasikan hal-hal yang memungkinkan untuk dilaksanakan
orang lain.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
7. Saya berusaha memperhatikan setiap tugas sekali saja (tanpa ada
pengulangan)
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
8. Saya menyedikitkan makan siang, agar tidak terserang kantuk setelah
Zuhur.
22
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
9. Saya berusaha maksimal, mencegah terjadinya berbagai gangguan
(berbagai kunjungan, pertemuan, dan ngobrol via telpon) yang dapat
mengganggu keberlangsungan kerjaku.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
10. Saya mampu mengatakan ’Tidak’ ketika orang lain meminta waktuku,
terutama apabila hal itu dapat menghalangi penyelesaian tugas-tugas
utamaku.
0. Jarang 1. Terkadang 2. Biasanya 3. Selalu
Untuk Mengetahui Nilai Angket, Berikan Pada Diri Anda :
3 poin untuk setiap jawaban ’Selalu’
2 poin untuk setiap jawaban ’Biasanya’
Satu poin untuk setiap jawaban ’Terkadang’
Nol poin untuk setiap jawaban ’Jarang’
Jumlahkan poin-poin perolehan Anda, untuk mengetahui nilai akhir yang
Anda peroleh! Apabila perolehan Anda :
0 – 15 : Maka, sebaiknya Anda banyak berpikir mengenai manajemen waktu
Anda
15 – 20 : Berarti, baik. Akan tetapi, sebaiknya Anda meningkatkan prestasi
Anda
20 – 25 : Berarti, baik sekali (jayyid jiddan)
25 – 27 : Berarti cumlaude (mumtaz)
28 – 30 : Berarti, kemungkinan besar Anda menipu diri sendiri
III.2.2.5 Analisis
23
III.2.2.5.1 Karakteristik Remaja (melalui SWOT)
1. Kekuatan / Potensi
Remaja telah memiliki komitmen, komitmen ini merupakan suatu bagian dari
perkembangan identitas, dimana remaja menunjukkan adanya investasi
mengenai apa yang akan mereka lakukan. Di satu sisi, sebagian remaja justru
telah memiliki identitas yang jelas.
2. Kelemahan
Dalam masa pencarian identitas, remaja menjadi kurang komitmen terhadap
prinsip hidupnya, karena sebagian besar prinsip tersebut dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya. Di sisi lain, remaja juga mengalami moratorium identitas,
dimana remaja sama sekali tidak memiliki komitmen yang jelas.
Status Identitas
Pilihan dalam
hal
pengambilan
keputusan
dan tindakan
Identity
moratorium
Identity
foreclosure
Identity
diffusion
Identity
achievement
Krisis
Komitmen
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Empat Status Identitas
Marcia (Santrock, W. Jhon. 2003 : 117)
Notes :
Komitmen merupakan suatu bagian dari perkembangan identitas dimana
remaja menunjukkan adanya suatu investasi pribadi pada apa yang mereka
lakukan.
Difusi Identitas (Identity Diffusion) merupakan suatu istilah yang digunakan
Marcia untuk remaja yang belum pernah mengalami krisis (sehingga mereka belum
pernah mengeksplorasi adanya alternatif-alternatif yang berarti) atau membuat
suatu komitmen.
Membuka identitas (Identity Foreclosure) adalah istilah yang dipakai Marcia untuk
remaja yang telah membuat suatu komitmen namun belum pernah mengalami
krisis.
24
Moratorium identitas (Identity Moratorium) adalah istilah yang digunakan oleh
Marcia untuk remaja yang berada dalam krisis namun tidak memiliki komitmen
sama sekali atau memilki komitmen yang tidak terlalu jelas.
Pencapaian identitas (Identity Achievement) adalah istilah yang digunakan oleh
Marcia untuk remaja yang telah melewati krisis dan telah membuat komitmen.
3. Peluang / Kesempatan
Remaja memiliki kemampuan serta potensi untuk mengembangkan komitmen
yang dimiliki.
4. Tantangan
Melihat ciri remaja yang mana di satu sisi remaja memiliki kelebihan serat
potensi untuk berkembang dan membentuk suatu komitmen, akan tetapi di sisi
lain remaja juga dalam perkembangannya mengalami berbagai macam
hambatan dan komitmen yang dibentuk sebagian besar masih dipengaruhi oleh
lingkungan.
III.2.2.5.2 Berdasarkan Teknik CBT
Diagram CBT
Ketidakmampuan
memanajemen
diri dalam hal
akademik
What You Think What You Feel What You Do
Saya baru dapat
mengerjakan
tugas pada saat
sudah mulai
tertekan
Saya merasa
mendapat
inspirasi yang
lebih di saat-
saat terakhir
Mengerjakan
tugas di saat-saat
terakhir
1. Penjelasan Sisi Kognitif
a) Konseli memiliki pemahaman yang keliru atas keterampilan memanajemen
kemampuan diri.
b) Konseli memiliki anggapan mengenai pengerjaan atau penundaan sesuatu
(tugas) memberinya banyak inspirasi akan tugas yang akan dikerjakan, yang
sebenarnya konseli mengalami ketidakmampuan memanajemen diri dalam
hal penggunaan kemampuan serta pemanfaatan waktu.
25
c) Konseli menempatkan dirinya pada individu yang memiliki kebimbangan
identitasnya yang berdampak pada komitmen yang konseli bentuk.
2. Penjelasan Sisi Behavior
a) Menggunakan perinsip dasar “classical conditioning” dari Ivan Pavlov.
b) Terapi behaviour diperlukan untuk melemahkan hubungan antara situasi
permasalahan dengan situasi yang timbul darinya.
c) Sisi perilaku yang dihadapi oleh konseli adalah, bahwa konseli merasa
kebingungan mengenai penggunaan bahasa dalam menunjang keterampilan
komunikasi konseli.
d) Perinsip dari sisi behaviour adalah bahwa perilaku mengganggu, apabila
tidak mendapatkan dukungan dari pemikiran yang salah (secara kognitif)
maka akan menjadi lemah. Hal ini disebut dengan extinction.
3. Pengelolaan Sisi Behavior
a) CBT bersifat aktif dimana terapis banyak terlibat dalam pemilihan pilihan
dan tugas individu.
b) Tujuan yang akan dicapai direncanakan secara matang.
c) Pemberian tugas serta pemantauan kepada konseli untuk mempercepat
proses penyembuhan.
d) Exploring option : konselor aktif menyodorkan pilihan-pilihan perilaku
kepada konseli.
e) Facilitating action : konselor memberikan tugas untuk mempercepat
penyembuhan konseli.
26
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Manajemen diri merupakan pengendalian diri terhadap pikiran, ucapan,
dan perbuatan yang dilakukan, sehingga mendorong pada penghindaran diri
terhadap hal-hal yang tidak baik dan peningkatan perbuatan yang baik dan
benar.
Yang menjadi dimensi potensi pada aspek manajemen diri adalah :
1. Remaja dapat mengenali dan memahami dirinya atau potensi yang
dimilikinya dan melakukan perubahan dalam berbagai aspek baik aspek
intelektual, emosional, spiritual, dan fisik menuju ke arah yang lebih baik,
serta mengelolanya dengan baik
2. Dapat menemukan peluang diri
Remaja ketika akan memanage dirinya sering berorientasi kepada orang
lain, bukan karena kemauan sendiri, hal itulah yang menjadikan hambatan
27
bagi remaja dalam memanage dirinya. Seharusnya remaja mempunyai niat
yang tulus dari dalam dirinya untuk memanage dirinya.
Dalam manajemen diri ada beberapa tantangan yang didapatkan oleh
individu, remaja khususnya diantaranya adalah :
1. Mampu untuk hidup mandiri, dapat menentukan diri sendiri kemana dia
akan melangkah
2. Merumuskan bagaimana caranya untuk meraih impian yang ingin kita
capai, dan bagaimana untuk memanage diri dengan baik
Terkadang lingkungan dapat menjadikan hambatan bagi remaja dalam
memanage dirinya. Untuk dapat melakukan manajemen diri, maka kita harus:
1. Mampu menerima diri kita apa adanya, baik kelebihan ataupun
kekurangannya
2. Melakukan hal yang terbaik, baik untuk diri sendiri, orang lain,
lingkungan dan Tuhan
3. Berani untuk bermimpi dan memimpikan sesuatu
4. Mampu belajar dari pengalaman dan mampu mengambil hikmah dari
suatu kejadian
Prinsip dalam manajemen diri diantaranya adalah :
1. Awali dengan Niat
2. Terimalah diri apa adanya
3. Berikanlah yang terbaik
4. Lihatlah impian
5. Temukan potensi dan peluang diri
6. Rumuskan cara meraih impian
7. Belajarlah dari pengalaman
Fenomena yang berkaitan dengan manajemen diri adalah prokrastinasi
akademik siswa. Prokrastinasi adalah kecenderungan menunda-nunda suatu
penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Alasan melakukan prokrastinasi itu
adalah :
1. Adanya kecemasan
2. Adanya hal-hal yang lebih menyenangkan
28
3. Rendahnya toleransi
4. Tidak dapat mengatur waktu
5. Mengalami stres dan keletihan
Untuk mengatasi fenomena tersebut, dapat dilakukan dengan konseling
kelompok dengan menggunakan teori konseling CBT (cognitive behaviour
therapy). Teknik intervensi yang dapat digunakan adalah :
1. Teknik-teknik Perilaku
2. Teknik-teknik Kognitif
3. Teknik-teknik Emotif
IV.2 Rekomendasi
Rekomendasi ini ditujukan kepada mahasiswa jurusan Psikologi
Pendidikan dan Bimbingan. Sebagai calon konselor atau guru pembimbing
(yaitu orang yang berkehendak dan amat berkepentingan dengan
pemahaman yang mendalam tentang kasus yang dialaminya) pertama-tama
perlu dikembangkan konsep atau ide-ide yang yang cukup kaya tenatng
berbagai kasus terutama kasus yang berkaitan dengan pribadi dan sosial.
Apabila kepada konselor dihadapkan sebuah kasus, maka pada diri konselor
itu seharusnyalah telah tersedia berbagai ide berkenaan dengan kasus itu,
dan konselor perlu sangat memahami berbagai macam teori yang berkenaan
dengan kasus tersebut. Untuk dapat melakukan pemecahan kasus dalam
pribadi sosial yang sistematis dan juga efketif dan efisien, seorang calon
konselor haruslah dibekali dengan kemantapan pengetahuan mengenai teori
yang dilatar belakangi kasus yang khususnya berada di lingkungan sosial
siswa sekolah.
29
DAFTAR PUSTAKA
Anne Rakhmawati, S.Pd. (2007). Program Bimbingan Belajar dalam Mengurangi
Prokrastinasi. Skripsi S1 pada FIP UPI Bandung : Tidak diterbitkan.
Covey, Sean. 2001. 7 Kebiasaan Remaja Yang Sangat Efektif. (ab.Saputra, Avin).
Jakarta : Bina Putra Aksara
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung :
Refika Aditama.
Dahlan, Djawad. 2005. Pendidikan dan Konseling di Era Global. Bandung : Rizki
Press.
Edelson, Stephen M.-- . Self Management. Tersedia di :
(http://www.autism.org/selfmanage.html)
Ensiklopedia wikipedia. Self Management tersedia di :
http://en.wikipedia.org/wiki/Self-management
Espeland, Pamela & Verdick, Elizabeth. (2005). Loving to Learn The Commitment
to Learning Assets, The Adding Assets Series for Kids. Minneapolis : Free
Spirit Publisher.
30
Hurlock, Elizabeth. (1994). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Handayani, Leni. (2007). Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dengan
Komitmen Belajar Siswa. Skripsi : PPB FIP UPI.
Jawwad, M Ahmad Abdul. 2003. Manajemen Diri. Bandung : Syaamil Cipta
Media.
Santrock, W. John. (2003). Adolescence. Perkembangan Remaja Edisi Keenam.
Jakarta : Erlangga
Suherman. (2007). Model Pengembangan Kecakapan Pengarahan Diri dengan
Pendekatan Konseling Perkembangan. Disertasi : PPS UPI Bandung
Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Grasindo.
Yusuf , S . 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : Rosda