bab i pendahuluan i.1. latar...

31
15 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika penduduk di muka bumi semakin komplek ditandai dengan adanya peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk yang terus meningkat selaras dengan peningkatan kebutuhan penduduk, tingkat kepadatan penduduk disuatu wilayah mempengaruhi aktifitas sosial ekonomi masyarakat yang menuntut adanya ketersedian lahan sebagai konsekuensi dari pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Pemerintah di negara maju maupun negara yang sedang berkembang memberikan perhatian yang sangat besar terhadap penggunaan lahan yang selama ini diwujudkan dalam program pembangunan. Pembangunan Nasional di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur secara material maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Tujuan utama pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perencanaan pembangunan yang baik perlu melibatkan tokoh masyarakat, swasta, dan birokrat/pemerintah. Menurut Jayadinata (1999) pembangunan dalam suatu wilayah dapat dibagi dalam proyek produktif dan sosial. Proyek produktif cenderung pada pembangunan fisik sehingga secara wujud nyata dapat dirasakan secara langsung, sedangkan pembangunan sosial bersifat nonfisik, pembangunan mental dan spiritual masyarakat sehingga tidak dapat dirasakan secara langsung dalam kurun waktu yang pendek namun akan dapat dirasakan dalam jangka waktu lama. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tentu saja harus dilaksanakan dengan bertahap sesuai dengan tahapan-tahapan pembangunan yang diselaraskan dengan dinamika kebutuhan masyarakat, disusun dengan senantiasa berpijak pada kondisi, potensi, dan permasalahan yang ada serta harus berpihak pada kebutuhan masyarakat. Program pemerintah yang selama ini dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan tempat tinggal yaitu dengan mendirikan perumahan. Pemenuhan kebutuhan penduduk di suatu negara dapat dipenuhi dengan baik apabila

Upload: nguyentu

Post on 06-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

15

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Dinamika penduduk di muka bumi semakin komplek ditandai dengan

adanya peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk yang terus

meningkat selaras dengan peningkatan kebutuhan penduduk, tingkat kepadatan

penduduk disuatu wilayah mempengaruhi aktifitas sosial ekonomi masyarakat

yang menuntut adanya ketersedian lahan sebagai konsekuensi dari pemenuhan

kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Pemerintah di negara maju maupun

negara yang sedang berkembang memberikan perhatian yang sangat besar

terhadap penggunaan lahan yang selama ini diwujudkan dalam program

pembangunan. Pembangunan Nasional di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur secara material maupun spiritual berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945. Tujuan utama pembangunan daerah adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Perencanaan pembangunan yang baik perlu melibatkan tokoh masyarakat,

swasta, dan birokrat/pemerintah. Menurut Jayadinata (1999) pembangunan dalam

suatu wilayah dapat dibagi dalam proyek produktif dan sosial. Proyek produktif

cenderung pada pembangunan fisik sehingga secara wujud nyata dapat dirasakan

secara langsung, sedangkan pembangunan sosial bersifat nonfisik, pembangunan

mental dan spiritual masyarakat sehingga tidak dapat dirasakan secara langsung

dalam kurun waktu yang pendek namun akan dapat dirasakan dalam jangka waktu

lama. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tentu saja harus dilaksanakan

dengan bertahap sesuai dengan tahapan-tahapan pembangunan yang diselaraskan

dengan dinamika kebutuhan masyarakat, disusun dengan senantiasa berpijak pada

kondisi, potensi, dan permasalahan yang ada serta harus berpihak pada kebutuhan

masyarakat. Program pemerintah yang selama ini dilakukan untuk pemenuhan

kebutuhan tempat tinggal yaitu dengan mendirikan perumahan. Pemenuhan

kebutuhan penduduk di suatu negara dapat dipenuhi dengan baik apabila

16

pembangunan dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan fenomena tersebut dapat

diketahui bahwa secara umum manusia di manapun di dunia membutuhkan lahan,

sehingga lahan memiliki kedudukan yang penting dalam kehidupan manusia.

Usaha pemenuhan kebutuhan lahan terkandung berbagai permasalahan yang

berhubungan dengan dinamika kewilayahan dan dinamika sosial masyarakat

(penghuni).

Salah satu permasalahan mengenai lahan adalah semakin terbatas

pemenuhan kebutuhan akan lahan. Adanya kebutuhan ruang yang semakin

meningkat yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lahan, menyebabkan

perhatian orang untuk mencari lahan baru yang masih luas dengan harga yang

relatif murah. Berdasarkan pertimbangan tersebut masyarakat umumnya memilih

lokasi di daerah pinggiran kota atau desa yang notabene merupakan lahan agraris,

pilihan ini disebabkan ketersedian lahan didaerah pinggiran kota dan desa masih

luas dan harga lahan relatif murah dibandingkan dengan harga lahan di kota.

Akibat daerah pinggiran kota dan desa digunakan sebagai tempat tinggal atau

fungsi lain mengakibatkan lahan agraris semakin menyempit atau terjadi suatu

konversi penggunaan lahan. Makin gencarnya pengurangan lahan pertanian, akan

menimbulkan keraguan akan kemampuan intensitas pertanian dalam memberikan

nilai lebihnya dimasa yang akan datang (Yunus, 1991).

Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bantul dapat

diketahui bahwa setiap tahun terjadi penyusutan secara terus menerus terhadap

lahan pertanian, Pada tahun 2003 lalu, sedikitnya 28,9 hektar sawah di Bantul

berubah fungsi menjadi lahan pekarangan. Perubahan itu meliputi izin perubahan

penggunaan tanah seluas 13,02 hektar, izin lokasi seluas 5,28 hektar, dan

pembentukan klarifikasi tanah seluas 10,62 hektar. Pada tahun 2004 telah terjadi

alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian seluas 213.748 Ha.

sebagian penyusutan lahan pertanian ini disebabkan adanya pembangunan

pemukiman yang cukup tinggi. Pembangunan pemanfaatan lahan di Kabupaten

Bantul mengacu pada Perda No. 01 tahun 1994 tentang Rencana Umum Tata

Ruang Daerah Kabupaten Bantul yang menunjukkan pemanfaatan ruang wilayah.

17

Menurut data Kantor Menteri Perumahan Rakyat, kebutuhan perumahan

mengalami peningkatan dalam kurun waktu 10 tahun, pada tahun 1990 kebutuhan

perumahan sebanyak 202 ribu unit pertahun kemudian pada tahun 2000 kebutuhan

perumahan meningkat menjadi 300 ribu unit pertahun, rata-rata peningkatan

kebutuhan perumahan selama sepuluh tahun sebesar 49,7 %. Selama kurun waktu

27 tahun di wilayah Kabupaten Bantul terjadi peningkatan jumlah rumah sebesar

601 unit per tahun (Ritohardoyo, 2000). Pembangunan pemukiman yang cukup

tinggi sebanding dengan peningkatan jumlah penduduk, berdasarkan data

penduduk tahun 2000 di wilayah Kabupaten Bantul jumlah penduduk mencapai

795.778 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 0,88 %. Tingkat kepadatan

penduduk Kabupaten Bantul pada tahun 2000 mencapai 1.570 jiwa/km2, tiap

tahun rata-rata mengalami peningkatan kepadatan sebesar 0,98 %. mengenai

peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bantul berada di

peringkat ketiga bila dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di wilayah

DIY.

Pertimbangan pemilihan lahan dapat dipengaruhi juga oleh faktor

lingkungan alam, Peristiwa gempa yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2006 di

sebagian Bantul, selama 52 detik dengan skala 5,9 skala richter berakibat

kerusakan bangunan dan korban jiwa. Pusat gempa berada pada kedalaman 35 km

dari permukaan tanah, dan berada pada posisi 8,030 LS 110,32

0 BT. Wilayah

yang tergolong mengalami kerusakan berat antara lain Kecamatan Pleret, Jetis,

dan Imogiri, Adanya kerusakan bangunan yang hampir merata di seluruh wilayah

Bantul perlu penanganan yang serius dan berkelanjutan dari semua pihak baik

pemerintah dan instansi terkait. Rekontruksi bangunan yang rusak akibat gempa

sudah berjalan, bantuan dana rekontruksi baik dari pemerintah maupun lembaga

terkait di berikan dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat, besar

bantuan disesuai dengan tingkat kerusakan bangunan, adanya proses rekontruksi

dapat berpengaruh pada perubahan bentuk dan fungsi bangunan, sebagian besar

bangunan mengalami perubahan bentuk hanya sebagian kecil saja yang tidak

berubah, bahkan terjadi perubahan fungsi bangunan yang disesuaikan dengan

18

kebutuhan, dilihat secara makro terjadi perubahan persebaran pola spasial

dikarenakan adanya perubahan penggunaan dan perpindahan lokasi yang

dipandang lebih aman dari ancaman bencana,

Adanya permasalahan yang tersebut di atas maka diperlukan sebuah

kebijakan bersama sebagai penentu arah dalam mencapai tujuan dan sasaran serta

cara yang dilakukan dalam pengelolan lahan. Konversi penggunaan lahan

pertanian diidentikkan dengan kenampakan fisik yang menunjukkan semakin

bertambahnya daerah terbangun. Perkembangan fisikal spasial dari waktu ke

waktu, khususnya perkembangan secara horizontal sentrifugal telah

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan batas fisikal morfologi daerah

terbangun, sehingga batas fisikal morfologi terlihat sangat dinamis. Perubahan

penggunaan lahan baik yang diakibatkan dari faktor alam maupun faktor aktivitas

sosial ekonomi masyarakat perlu dilakukan pemantauan, hasil dari pemantauan

ini bertujuan sebagai salah satu bahan masukan dalam pembangunan. Pemantauan

ini akan lebih baik bila dilakukan secara periodik, sebagai salah satu

konsekuensinya pemantauan yang bersifat periodik dibutuhkan data kewilayahan

yang up to date dan mampu memberikan informasi kewilayahan yang cukup

akurat. Perolehan data kewilayahan dapat diperoleh melalui pengukuran terestrial

dan pemanfaatan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh sebagai produk

teknologi penginderaan jauh baik foto udara maupun citra dapat dijadikan sebagai

salah satu alternatif sumber data. Rekaman yang diperoleh dari jarak jauh

memberikan informasi yang serupa dengan pengamatan di udara mengenai

permukaan bumi. Informasi yang diperoleh memiliki cakupan wilayah yang luas

dan lebih banyak bila dibandingkan dengan pengamatan langsung dilapangan.

Data penginderaan jauh dikenal cukup akurat dalam memberikan informasi

permukaan bumi.

Foto udara dan citra Ikonos merupakan salah satu data penginderaan jauh

yang memiliki kemampuan penyajian data yang detail karena memiliki resolusi

spatial yang tinggi. Foto udara memiliki beberapa kelebihan yaitu caranya yang

sederhana, relatif murah, resolusi spatial baik dan integritas geometrinya baik, dan

19

yang sangat menguntungkan adalah foto udara dapat menggambarkan ujud dan

letak obyek yang mirip dengan yang ada di permukaan bumi, serta meliputi

daerah yang luas dan permanen ( Sutanto, 1986). Kelebihan data penginderaan

jauh yang memiliki resolusi spatial yang tinggi dapat memberikan informasi

permukaan bumi khususnya informasi penggunaan lahan dengan lebih detail.

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan satu kesatuan perangkat lunak yang

digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan

membuat keluaran suatu informasi yang terkait dengan unsur geografis beserta

atribut-atributnya (Prahasta, 2001). Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman

dapat diketahui dengan analisis multitemporal yaitu membandingkan dua data

penggunaan lahan dari tahun yang berbeda sehingga akan dapat diketahui

perubahan yang terjadi. Pemanfaatan data penginderaan jauh dan keunggulan

Sistem Informasi Geografis diharapkan mampu membantu mempermudah dalam

analisis multitemporal khususnya dalam teknik overlay untuk mengetahui

konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian

I.2. Perumusan Masalah

Lahan memiliki kedudukan yang penting dalam memenuhi salah satu

kebutuhan dasar manusia. Salah satu permasalahan mengenai lahan adalah

semakin terbatas pemenuhan kebutuhan akan lahan, dinamika dan pertumbuhan

penduduk yang terus meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan

penduduk yang meningkat, Laju pertumbuhan penduduk yang cepat

mengakibatkan meningkatnya kebutuhan ruang, baik sebagai tempat tinggal

maupun untuk fungsi lainnya. Kebutuhan ruang yang semakin meningkat tidak

diimbangi dengan ketersediaan lahan, menyebabkan perhatian orang untuk

mencari lahan baru yang masih luas dengan harga yang relatif murah. Akhir-akhir

ini banyak kompleks pemukiman dan pusat-pusat aktifitas ekonomi maupun

pemerintahan yang di bangun di daerah pinggiran dan di desa, pilihan ini

disebabkan ketersedian lahan didaerah pinggiran kota dan desa masih luas dan

harga lahan relatif murah dibandingkan dengan harga lahan di kota, berkurangnya

lahan pertanian merupakan indikasi adanya proses perubahan lahan, sehingga di

20

pandang dari sisi penggunaan lahan akan terjadi suatu konversi lahan. Proses

konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian mengakibatkan sektor produksi

pangan akan berkurang disamping itu akan terjadi proses perubahan lapangan

kerja dari sektor pertanian ke nonpertanian.

Pembangunan wilayah yang sangat pesat khususnya di wilayah

Kecamatan Bantul khususnya di Satuan Wilayah Pembangunan (SWP) V sangat

perlu dilakukan pemantauan, proses konversi lahan pertanian menjadi

nonpertanian tidak terjadi secara otomatis tetapi didorong oleh faktor-faktor lain

yang mempengaruhi, dalam menganalisis konversi lahan dapat memanfaatkan

data primer dan sekunder, proses konversi lahan dapat membentuk suatu pola

tertentu sehingga salah satu pemantauan ini dapat dilakukan dengan melihat pola

konversi lahan, pola konversi lahan dapat dipetakan sekaligus dapat diketahui

faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi.

Foto udara atau citra yang memiliki resolusi yang tinggi dapat

memberikan gambaran obyek yang lebih detail. Setiap obyek yang tidak tertutup

obyek lain akan terekam, ujud dan letak mirip dengan keadaan sebenarnya

dilapangan. Pada saat ini salah satu produk dari teknik penginderaan jauh yang

memiliki resolusi spasial yang baik adalah foto udara. Foto udara dapat

menggambarkan ujud dan letak obyek yang mirip dengan yang ada di permukaan

bumi, serta meliputi daerah yang luas dan permanen. Teknik perolehan data

dengan pemanfaatan penginderaan jauh dapat memberikan salah satu alternatif

untuk inventarisasi lahan di suatu daerah yang cukup luas salah satunya data

penggunaan lahan. Pemanfaatan data penginderaan jauh dan sistem informasi

geografis (SIG) dapat digunakan untuk mengetahui variabel-variabel yang

mempengaruhi konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dan dapat

dimanfaatkan untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel kaitannya

dengan proses konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian.

21

Dari hal-hal tersebut diatas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan :

1. Bagaimana teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis

(SIG) dapat digunakan untuk mengkaji konversi lahan pertanian menjadi

nonpertanian?

2. Bagaimana distribusi pola konversi lahan pertanian menjadi

nonpertanian secara keruangan dan temporal?

3. Bagaimana analisis kualitatif mengenai hubungan faktor-faktor pengaruh

dengan hasil konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian yang ada di

daerah penelitian?

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka penulis ingin

melaukan penelitian dengan judul “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh

Untuk Kajian Konversi Lahan Pertanian Menjadi Nonpertanian Di

Sebagian Wilayah Kabupaten Bantul”.

I.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dengan

menggunakan data penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis.

2. Mengetahui distribusi pola konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian

secara keruangan dan temporal

3. Mengetahui hasil analisis kualitatif mengenai hubungan faktor-faktor

pengaruh dengan konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian yang

terjadi di daerah penelitian

I. 5. Kegunaan Penelitian

1. Menambah pemahaman dan pengetahuan tentang penginderaan jauh dan

Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk analisis konversi penggunaan

lahan.

2. Memberikan informasi mengenai konversi lahan pertanian menjadi

pemukiman, sehingga dapat dijadikan salah satu masukan dalam

perencanaan pembangunan.

22

I.6. Sasaran Penelitian

Penelitian ini diarahkan terutama dalam hal pengenalan obyek pada foto

udara dan citra IKONOS, dengan metode visual menggunakan kunci interpretasi.

Obyek yang diinterpretasi antara lain penggunaan lahan, aksesibilitas serta

kelengkapan utilitas umum. Sasaran lain adalah penekanan metode analisa

menggunakan Sistem Informasi Geografis. Data yang telah dihasilkan oleh

metode penginderaan jauh diolah dengan software SIG, overlay merupakan

metode yang akan digunakan dalam penelitian kali ini.

I.7. Telaah Pustaka

I.7.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi

mengenai tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang

diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek,

daerah, atau gejala yang diteliti tersebut. Teknik penginderaan jauh merupakan

teknik pengumpulan data dan informasi tentang obyek atau gejala dipermukaan

bumi dengan menggunakan sensor tanpa ada hubungan langsung dengan obyek

atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994).

Sumber tenaga dalam teknik penginderaan jauh berupa tenaga aktif dan

tenaga pasif. Sumber tenaga aktif adalah sumber tenaga elektromagnetik yang

dihasilkan dari sensor pada wahana yang dipencarkan ke obyek di bumi kemudian

tenaga tersebut dipantulkan sebagai gelombang elektromaknetik yang di terima

oleh sensor pada wahana penginderaan jauh, sedangkan sumber tenaga pasif

adalah sumber tenaga yang dihasilkan dari pencaran sinar matahari atau sumber

tenaga alamiah lainnya yang kemudian di pantulkan oleh obyek di permukaan

bumi sebagai gelombang elektromagnetk yang dapat diterima oleh sensor pada

wahana. Sistem penginderaan jauh juga dapat bekerja dengan satu atau lebih

panjang gelombang pada spektrum tampak, inframerah, inframerah thermal serta

gelombang radio (Lillesand dan Kiefer, 1994).

23

Atmosfir memiliki pengaruh yang besar dalam proses interaksi tenaga

elekromaknetik yang dipancarkan dari wahana yang kemudian dipantulkan oleh

obyek yang ada dipermukaan bumi, banyak terjadi interaksi antara gelombang

elektromagnetik dengan atmosfer. Interaksi tersebut dapat berupa pantulan,

serapan, dan hamburan, jendela atmosfer berperan sebagai media pengantar

tenaga yang berasal dari matahari atau sumber tenaga lain dipencarkan atau

dipantulkan dari obyek yang ada dipermukaan bumi, hanya sedikit tenaga yang

mampu di terima kembali oleh wahan sensor.

Setiap obyek yang ada di permukaan bumi memiliki karakteristik atau sifat

masing-masing, perbedaan karakteristik ini disebabkan pengaruh tenaga yang

berinteraksi dengan obyek, interaksi tenaga dengan obyek dapat berupa pantulan,

serapan mapun terusan. Berdasarkan karakteristik perlakuan obyek dengan tenaga

yang mengenainya maka setiap obyek dapat dikenali dengan melihat panjang

gelombang elektromagnetik dari obyek yang dapat diterima oleh sensor.

Gelombang ektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek yang ada di permukaan

bumi diterima oleh sensor. Tiap sensor telah dirancang untuk menerima

gelombang elektromaknetik yang berbeda-beda spesifikasinya, setiap sensor

memiliki karakteristik kepekaan terhadap bagian spektrum elektromagnetik

tertentu, sensor juga memiliki kemapuan yang berbeda-beda dalam merekam

obyek terkecil yang masih dikenali dan dibedakan dengan obyek lainnya. Hasil

dari teknik penginderaan jauh berupa data penginderaan jauh yang lebih dikenal

dengan data citra penginderaan jauh. Berdasarkan sensor yang digunakan dalam

teknik penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi citra foto dan citra nonfoto.

Citra foto adalah jenis data penginderaan jauh yang diperoleh dengan

menggunakan spektrum tampak dan perluasannya, sedangkan citra nonfoto

menggunakan spektrum tampak dan perluasannya thermal dan gelombang mikro.

(Sutanto, 1994).

Penginderaan jauh fotografik yaitu sistem penginderaan jauh yang didalam

merekam obyek menggunakan kamera sebagai sensor, menggunakan film sebagai

detektor dan menggunakan tenaga elektromagnetik yang berupa spektrum tampak

dan atau perluasannya. (Sutanto, 1992). Pada saat telah banyak dikembangkan

24

kamera digital, pada kamera digital perekaman obyek dilakukan dengan kamera

digital sebagai sensor yang bekerja seperti scanner pada perekaman citra. Tenaga

elektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek ditangkap dan direkam dalam

bentuk sinyal elektrik yang kemudian diubah dalam bentuk nilai digital,

pengolahan dilakukan secara elektronik menggunakan bantuan komputer.

Berdasarkan kepekaan film maka foto udara dapat dbedakan atas : (1) foto

ultraviolet, (2) foto ortokromatik, (3) foto pankromatik hitam putih, (4) foto

pankromatik berwarna, (5) foto inframerah hitam-putih, (6) foto inframerah

berwarna, (7) foto multispektral dan (8) foto jenis lainnya.

I.7.2. Karakteristik Data Penginderaan Jauh

a. Karakteristik Foto Udara

Perekaman obyek dilakukan dengan menggunakan kamera yang berfungsi

sebagai sensor sedangkan film dijadikan sebagai detektor. Energi yang digunakan

berupa tenaga elektromagnetik yang berupa spektrum tampak. Film pankromatik

peka terhadap 0,36 µm - 0,72 µm. kepekaannya hampir sama dengan mata

manusia, adanya kepekaan yang hampir sama dengan mata manusia sehingga

kesan ronanya sama dengan kesan mata yang melihat obyek aslinya Colwell dan

Lo 1976. (dalam Sutanto,1986). Foto udara berisi data fotografik mentah yang

harus diolah terlebih dahulu agar dapat menghasilkan informasi yang berguna.

Film pankromatik hitam putih memiliki empat keunggulan, yaitu :

1. Kesan rona obyek serupa dengan kesan mata yang memandang obyek

aslinya karena kepekaan film sama dengan kepekaan mata manusia.

2. Resolusi spasialnya halus, resolusi spasial yang halus memungkinkan

pengenalan obyek yang berukuran kecil.

3. Stabilitas dimensional tinggi sehingga banyak digunakan dalam bidang

fotogrametri.

4. film pankromatik hitam putih telah lama dikembangkan sehingga orang

telah terbiasa menggunakannya.

25

Pada penelitian kali ini informasi mengenai penggunaan lahan di peroleh

melalui interpretasi foto udara yang telah dibuat mosaik, Foto udara mosaik

adalah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto

(Sutanto, 1986). Mosaik foto udara dapat dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Mosaik Terkontrol

Mosaik terkontrol merupakan susunan dari foto udara yang telah

mengalami rektifikasi dan ratioing, rektifikasi di maksudkan untuk

menghilangkan kesalahan disebabkan karena kemiringan pesawat

(kemiringan sumbu kamera atau topografi yang kasar), sedangkan

ratioing adalah menyeragamkan skala pada semua bagian foto.

2. Mosaik Tidak Terkontrol

Mosaik tidak terkontrol merupakan susunan dari foto udara yang tidak

mengalami proses rektifikasi dan ratioing, mosaik tidak terkontrol

tidak dapat digunakan untuk pegukuran maupun untk kepentingan

fotogrametri namun dapat digunakan untuk mengetahui gambaran

suatu obyek atau wilayah secara umum.

3. Mosaik Setengah terkontrol

Mosaik setengah terkontrol merupakan susunan dari foto udara yang

merupakan kombinasi dua bentuk mosaik terkontrol dan mosaik tidak

terkontrol, mosaik setengah terkontrol disusun dengan menggunakan

titik kontrol medan namun tanpa rektifikasi dan retioing atau tersusun

dengan rektifikasi dan retioing namun tanpa titik kontrol medan.

b. Karakteristik Citra Ikonos

Satelit Ikonos dibuat oleh perusahaan kontruksi satelit Lockheed Martindi

Sunnyuale, California, Amerika Serikat. Satelit ini memiliki ukuran 1,8 m x 1,6

m, dengan berat 720 Kg (Space Imaging, 2002) direncanakan akan beroperasi

selama 7 th. Sumber energi satelit dihasilkan oleh 3 buah Sollar array yang

menghasilkan daya sebesar 1100 watt. satelit Ikonos diluncurkan oleh badan

ruang angkasa komersial Amerika Serikat Space Image, memiliki sensor berupa

kamera digital yang dapat menghasilkan dalam bentuk pankromatik dan

26

multispektral, Kamera digital yang digunakan sebagai sensor dibuat oleh Eastman

Kodak Company dari Rochester New York Amerika Serikat, Kamera digital

satelit Ikonos memiliki panjang fokus 10 m dengan dilengkapi 3 buah cermin

anastigmal yang memiliki kemampuan fokus dan refokus pada orbit. Detektor

pankromatik dan multispektral dilengkapi anti blooming. Sensor pankromatik

satelit Ikonos berisis 13,816 detektor dengan 5 buah ground common double time

deleyed integration (TDI) merupakan model untuk mengatur besar kecilnya

pemasukan cahaya pada saat eksposure dengan perubahan yang tinggi. Detektor

pankromatik dilengkapi dengan anti-blooming circuiritry untuk membatasi

adanya kerusakan/kesalahan (blooming) hingga 1,5 kali maksimum penyiaman

cahaya untuk setiap 1 piksel. Persyaratan detektor yang dioperasikan kurang dari

atau sama dengan 0,1 %, persyaratan pada sistem akurasi radiometriknya adalah

10 % absolute (meaning temporally) 10 % relative dari piksel ke piksel.

Tinggi orbit 681 km dengan type orbit sun synchronous yang hampir

polar, sudut inklinasi satelit 98,10

dengan kecepatan 7 km per detik, mampu

melakukan perekaman untuk daerah sepanjang 1000 km dan mosaik yang dapat

dibentuk mencapai luas 12.000 km2 sesuai dengan kapasitas memori yang

dimiliki. Satelit mampu melakukan off-nadir pointing dengan sudut sapuan

mencapai 51 m, sehingga mampu mengambil data dengan panjang 13 m x 13 m

sedangkan cakupan yang berada tepat dibawah kamera sebesar 11 km x 11 km.

sehingga mampu menghasilkan citra sterioskopik, resolusi spasial yang dihasilkan

dari pankromatik sebesar 1 m sedangkan untuk multispektal sebesar 4 m, sensor

mampu menghasilkan citra dengan resolusi radiometrik 8 bit-11 bit sehingga

memiliki tingkat keabuan atau ketajaman yang baik. Data yeng terekam disimpan

dalam memori dengan kapasitas memori 64 gigabyte, kemudian ditransfer

kestasiun penerima di bumi dengan kemampuan transfer data sebesar 320

megabyte/detik sebelum pengiriman data dilakukan pengkompresian sampai lebar

band 2,6 kemudian dikirim ke bumi.

27

I.7.3. Interperetasi Foto Udara Pankromatik dan Citra Ikonos

Data penginderaan jauh akan dapat dimanfaatkan setelah melalui tahap

interpretasi, tranformasi semantik bertujuan untuk memberikan informasi dari

hasil ekstraksi data penginderaan jauh melalui proses interpretasi, fokus utama

dari proses interpretasi adalah pengenalan obyek. Interpretasi penginderan jauh

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara manual dan digital. Proses

interpretasi dapat dilakukan dengan bantuan kunci interpretasi sehingga

diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat proses interpretasi.

Foto Udara dan Citra Ikonos memiliki resolusi spasial yang baik, untuk

mempermudah dalam proses interpretasi dapat menggunakan bantuan kunci

interpetasi. Unsur-unsur kunci interpretasi yang digunakan antara lain :

1. Rona/Warna (tone/color)

Rona adalah tingkat kegelapan atau kecerahan obyek pada citra. Warna

merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra,

tetapi leih bervariasi dan beraneka sesuai banyaknya warna (Sutanto,

1986).

2. Ukuran (size)

Karakteristik ukuran dari suatu obyek yang dinyatakan dalam jarak,

luas, tinggi dan volume. Ukuran dapat dijadikan salah satu

pertimbangan dalam interpretasi obyek.

3. Bentuk (shape)

Bentuk merupakan kunci interpretasi yang memeberikan kerangka atau

konfigurasi pada obyek (Sutanto, 1986).

4. Tekstur (texture)

Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona pada citra. (Lillesand dan

Kiefer, 1979).

5. Pola

Pola ialah hubungan susunan spatial obyek, pengulangan bentuk

umum tertentu atau hubungan merupakan karakteristik bagi banyak

obyek alamiah maupun bangunan dan akan memberikan suatu pola

28

yang membantu penafsir untuk mengenali obyek tersebut. (Lillesand

dan Kiefer, 1979).

6. Bayangan (shadow)

Bayangan dihasilkan dari cahaya yang terhalang obyek sehingga

menghasilkan daerah yang gelap. Bentuk atau kerangka dari bayangan

dapat memberikan profil suatu obyek dan obyek di bawah bayangan

hanya dapat memantulkan sedikit cahaya serta sukar diamati pada foto.

7. Situs (site)

Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung melainkan dalam

kaitannya dengan lingkungan sekitarnya (Sutanto, 1986).

8. Asosiasi

Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan suatu obyek yang satu

dengan obyek lain (Sutanto, 1986).

I.7.4. Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan satu kesatuan perangkat

lunak yang digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi,

menampilkan, dan membuat keluaran suatu informasi yang terkait dengan unsure

geografis beserta atribut-atributnya (Prahasta, 2001), Sistem Informasi Geografis

(SIG) merupakan sistem informasi yang didesain untuk mengolah data berkenaan

dengan koordinat geografis atau keruangan. SIG adalah suatu sistem basis data

dengan kemampuan khusus untuk data yang berkenaan dengan keruangan dan

juga seperangkat operasi untuk mengolah data. SIG juga merupakan alat atau

sarana analisis spasial yang sangat bermanfaat untuk menurunkan informasi baru

berdasarkan sekumpulan data spasial tematik, baik secara konvensional, dan atau

dengan bantuan komputer.

SIG merupakan suatu sistem berbasis komputeryang digunakan untuk

menyimpan dan memanipulasi informasi geografis. SIG dirancang untuk

mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisa obyek dan fenomena dimana

referensi geografis merupakan karakteristik yang penting untuk analisa. (Arranof,

29

1981). Komponen SIG terdiri dari beberapa subsistem yang dapat digunakan

untuk memasukkan data, menyimpan dan mengeluarkan informasi yang

diperluakan. Masukan data merupakan fasilitas di dalam SIG yang dapat

digunakan untuk memasukkan data dan merubah bentuk data asli ke bentuk yang

dapat diterima dan dapat dipakai dalam SIG. subsistem pengelolaan data pada

dasarnya dapat dimanfaatkan untuk menghimpun atau menarik kembali dari arsip

data dasar. Manipulasi dan analisis data, subsistem ini berguna untuk

membedakan data yang akan diproses dalam SIG dan dapat digunakan untuk

merubah format data. Keluaran data berfungsi utuk menayangkan informasi atau

hasil analisis data geografis secara kualitatif yang dapat disajikan dalam bentuk

peta atau tabel data statistik. Menurut Arronof, (1981), proses yang terjadi dalam

SIG meliputi :

1. Masukan data

Masukan data merupakan tahap awal sebelum data dilakukan tahap

pemrosesan, ada beberapa macam metode untuk melakukan input data,

antara lain dengan cara digitasi dan pelarikan. Proses digitasi adalah

mengubah data grafis analog menjadi data grafis digital. Proses pelarikan

merupakan cara input data dengan cara mengubah data grafis kontinu

menjadi data grafis diskrit yang terdiri atas sel-sel penyusun gambar

(piksel)

2. Pemrosesan Data

Pemrosesan data dalam SIG terdiri atas proses manipulasi dan anlisis data

(spasial) untuk menghasilkan informas baru.

3. Keluaran Data

Hasil dari tahap pemrosesan akan menghasilkan data baru atau informasi

baru. Informasi baru ini dapat ditampilkan dalam bentuk soft copy maupun

bentuk cetak (hard copy).

30

Menurut Suharyadi dan Retnadi Heru (1993), ada dua jenis data yang

dapat diproses dalam SIG, yaitu :

1. Data grafis

Data grafis merupakan data yang berupa kenampakan yang berupa fisik

seperti titik, garis dan area.

titik, merupakan kenampakan tunggal dari koordinat x dan y yang

menunjukkan posisi dari suatu obyek.

garis, merupakan sekumpulan titik yang membentuk suatu

kenampakan memanjang atau terus menerus seperti jalan, sungai,

dan garis kontur.

area, merupakan kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang

membentuk ruang homogen seperti danau, batas propinsi, dan

batas penggunaan lahan.

2. Data attribut

Data attribut merupakan informasi dari suatu data grafis (titik, garis, area)

yang disimpan dalam format data tabel.

Pemanfaatan SIG pada saat ini telah meliputi berbagai bidang dan

aktivitas, SIG dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan yang bersifat

keruangan, Aplikasi SIG dapat melakukan pemodelan spasial, analisis maupun

identifikasi antar variabel-variabel yang dipetakan.

I.7.4. Penggunaan Lahan dan Problematika Konversi Lahan

Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik

secara menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber daya

alam dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan

tujuan untuk mencukupi kebutuhan baik materiil maupun spiritual ataupun

kebutuhan kedua-duanya (Malingreau, 1978). Dalam kehidupan sehari-hari orang

mempunyai kaitan erat dengan lahan karena lahan memiliki nilai fisik, sosial dan

ekonomi. Lahan diperlukan sebagi tempat berdirinya prasarana untuk

melaksanakan berbagai kegiatan sosial dan ekonomi tertentu. Bentuk-bentuk

31

peggunaan lahan dapat berupa unsur-unsur alami maupun unsur-unsur hasil cipta

karya manusia yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungan. Pada dasarnya

hubungan interaksional makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya merupakan

interaksi ekologi, menurut Haggett (1965) perhatian keterkaitan manusia dengan

lingkungan alam terarah pada sitem ekologi yaitu menekankan pada keterkaitan

manusia dengan lingkungan dan sitem keruangan yang menekankan antar

hubungan wilayah dalam hubungan timbal balik.

Kajian mengenai penggunaan lahan seringkali mengacu pada kenyataan

penggunaan lahan ada saat ini, aktivitas manusia yang bersifat dinamis secara

tidak langsung dapat mempengaruhi bentuk-bentuk penggunaan lahan yang sering

kali mengalami perubahan, kajian penggunaan lahan tidak hanya berkisar pada

penggunaan lahan pada saat ini namun dapat dikembangkan untuk kajian

perubahan penggunaan lahan. Kajian penggunaan lahan merupakan kajian

lingkungan geografi, termasuk bagian dalam perwujudan hubungan manusia

dengan lingkungan, yang menekankan pada pola-pola penggunaan lahan dan

persebarannya. Penggunaan lahan memiliki sifat yang kompleks, perbedaan

kompleksitas dipengaruhi faktor alam dan aktivitas sosial masyarakat, untuk

mempermudah dalam inventarisasi penggunaan lahan dibutuhkan

pengelompokkan, penggolongan atau klasifikasi, klasifikasi penggunaan lahan

sangat penting dalam inventarisasi penggunaan lahan. Klasifikasi membagi-bagi

kenampakan menjadi unit-unit tertentu yang dapat diatur, dengan adanya

klasifikasi dapat mempermudah dalam memperoleh suatu bahasan dan pengertian

mengenai tata guna lahan, informasi yang diperoleh berupa informasi kultural dan

informasi secara alami. Adanya klsifikasi akan memberikan batasan yang jelas

dalam pembagian klas-klas penggunaan lahan, namun demikian dalam

penerapannya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan.

Konversi penggunaan lahan adalah perubahan penggunaa lahan dari suatu

sektor ekonomi ke ekonomi yang lain, konversi penggunaan lahan dalam cakupan

wilayah luas merupakan fungsi kawasan (Budi, 2001). Konversi lahan dapat

32

dipengaruhi oleh bermacam faktor baik faktor fisik maupun faktor sosial ekonomi

budaya, Faktor fisik berkaitan dengan keadaan topografi, struktur geologi,

geomorfologi, perairan, dan tanah. Faktor-faktor non fisik antara lain kegiatan

penduduk, urbanisasi, peningkatan kebutuhan akan ruang, peningkatan jumlah

penduduk, perencanaan tata ruang, peraturan pemerintah dan lain sebagainya.

Penelitian ini difokuskan pada faktor sosial ekonomi yang lebih dipandang

dapat mempengaruhi konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian meliputi

kepadatan penduduk, kepadatan jalan dan persentase jumlah pekerja nonagraris

terhadap jumlah pekerja bidang agraris. Faktor kependudukan mengacu pada

perspektif demografi, dimana jumlah penduduk khususnya di negara berkembang

seperti di Indonesia memiliki tingkat pertumbuhan jumlah penduduk regional

yang masih jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan

tingkat nasional. Pertambahan penduduk yang terus-menerus membawa

konsekuensi spasial yang serius bagi kehidupan, Sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk, peningkatan kebutuhan hidup dalam aspek politik, ekonomi,

sosial, budaya dan teknologi telah berdampak pada peningkatan kegiatan

penduduk. Kegiatan penduduk yang semakin bertambah sebagai akibat

peningkatan jumlah penduduk dan tuntutan kehidupan masyarakat telah

mengakibatkan meningkatnya volume kebutuhan lahan untuk kegiatan penduduk.

Ketersedian ruang tetap dan terbatas sedangkan kebutuhan ruang untuk tempat

tinggal dan kegiatan penduduk semakin meningkat sehingga terjadi ketidak

seimbangan pemenuhan kebutuhan lahan. Konsekuensi keruangan sangat jelas

yaitu meningkatnya tunutan akan ruang untuk mengaomodasi sarana atau struktur

fisik yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut.

Perkembangan fisik pada hakekatnya terjadi di dua wilayah, yaitu bagian

dalam kota dan bagian pinggiran, perkembangan fisik di dalam kota berupa

bertambanya kepadatan bangunan, sedangkan perkembangan fisik yang terjadi di

bagian pinggiran berupa ekspansi kota ke daerah pinggiran kota. Pemekaran

wilayah di suatu kawasan menjadi propinsi atau kabupaten baru, akan

33

menumbuhkan suatau kawasan pertumbuhan baru yang membutuhkan lahan

untuk permukiman, perkantoran, lahan jasa dan kawasan industri. Permasalahan

yang dihadapi pemerintah adalah keterbatasan lahan persediaan ruang yang dapat

dimanfaatkan untuk mengakomodasikan sarana-prasarana kegiatan baru. Sebagian

besar kebutuhan akan ruang yang belum bisa dibangun akibat kelangkaan ruang

maupun tingginya harga lahan di wilayah kota akan mengalihkan perhatian di

bagian pinggiran kota yang ketersediaan lahannya masih banyak khususnya lahan

pertanian disisi lain akibat hilangnya lahan pertanian di daerah pingiran

berdampak pada hilangnya sumber daya lahan pertanian sebagai sumber utama

penghasilan pangan utama.

Adanya ketidak seimbangan ini berdampak pada pengambil alihan atau

terjadi konversi lahan pertanian menjadi lahan nonpertanian baik digunakan

sebagai tempat tinggal atau fungsi lain. Akibat yang ditimbulkan adalah jumlah

penduduk di daerah pinggiran kota dan desa semakin bertambah disisi lain lahan

agraris semakin menyempit. Konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian

terjadi terutama di wilayah yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi

yaitu di daerah pinggiran kota sebagian besar perubahan penggunaan lahan berupa

perubahan dari penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman, Menururut

Direktur Jenderal Bina Produksi Tanaman Pangan Departemen Pertanian

melaporkan selama kurun waktu 10 tahun (1983-1993), lahan sawah berganti

menjadi kawasan permukiman dan kegiatan usaha lainnya, lahan sawah yang

beralih fungsi sebesar 400.000 hektar (Kompas, 01/5/2004).

Variasi keruangan dan lingkungan yang terdapat di pinggiran kota akan

menyebabkan variasi akselerasi perkembangan perkembangan spasial yang

terjadi, makin banyak dan kuat faktor-faktor yang mempengaruhi maka akan

semakin cepat pula proses perkembangannya. Peranan aksesibilitas, sarana

prasarana transportasi, ketersediaan fasilitas umum juga memiliki peranan yang

besar dalam membentuk variasi ekspresi konversi lahan atau proses perluasan

areal kekotaan (urban sprawl). Lahan yang memiliki akses jalan, ketersediaan

34

fasilitas dan letak strategis cenderung lebih cepat mengalami perubahan atau

perkembangan dibandingkan dengan lahan yang berada di daerah yang tidak ada

akses jalan, lokasi yang tidak strategis, dan ketersediaan fasilitas yang kurang

memadai, pembangunan infrastruktur berupa jalan dapat memacu konversi lahan,

laju pertumbuhan pembangunan jalan di Jawa pada periode 1981-1990 mencapai

7,52 %.

Menurut Lee,1979 dalam hadi sabari yunus mengemukakan bahwa

terdapat 6 faktor yang memiliki pengaruh kuat terhadap proses perkembangan

ruang secara secara sentrifugal dan sekaligus akan mencerminkan variasi

intensitas perkembangan ruang di daerah pinggiran, keenam factor tersebut ialah

(a) Faktor aksesibilitas (accessibility); (b) factor pelayanan umum (public

services);(c) karakteristik lahan (land charackteristicts); (d) karakter pemilik

lahan (land owners characteristics); (e) keberadaan peraturan-peraturan yang

mengatur tata guna lahan (regulatory measures) dan (f) prakarsa pengembang

(developer’s initiatives.)

1.7.7. Pola Keruangan

Konversi lahan ini memiliki pola atau ekspresi yang bervariasi. Ekspresi

keruangan ini sebagian terjadi melalui proses-proses tertentu yang dipengaruhi

oleh fakor fisik dan nonfisik. Menurut Russwurm (1980) terdapat 7 faktor utama

yang dapat mempengaruhi terhadap ekspresi keruangan konversi lahan atau proses

perluasan areal kekotaan (urban sprawl), yaitu : (1) pertumbuhan penduduk

(population growth); (2) persaingan memperoleh lahan (competition for land); (3)

hak-hak kepemilikan lahan (property rights); (4) kegiatan “developers”

(developers activities); (5) perencanaan (planning controls); (6) perkembangan

teknologi (technological development); (7) lingkungan fisik (physical

environment). Pola (pattern) sangat erat kaitannya dengan metode pendekatan

keruangan (spatial approach), dalam pendekatan keruangan meliputi tiga aspek

utama yaitu pola keruangan, struktur keruangan dan proses keruangan.

35

Pola keruangan dikelompokkan dalam tiga jenis kenampakan yaitu

kenampakan titik, kenampakan garis dan kenampakan bidang.

1. Pola Kenampakan Titik

Pola kenampakan titik adalah kekhasan distribusi titik-titik tertentu dalam

ruang, tiga jenis distribusi titik-titik yaitu distribusi acak, distribusi teratur

dan distribusi klaster (mengelompok).

2. Pola Kenampakan Garis

Pola kenampakan garis adalah jalinan keruangan dengan kenampakan

linier atau peraliran dalam ruang atau wialayah tertentu. Beberapa jenis

pola peraliran antara lain pola dendritik, pola pararel, pola trellis, pola

rectangular dan pola annular.

3. Pola Kenampakan Bidang

Pola kenampakan bidang dapat dibagi dalam dua bentuk yaitu pola tersirat

(implicit pattern) dan pola tersurat (explicit pattern). Pola tersirat adalah

pola keruangan bidang yang terangkai dengan system titik-titik, garis

maupun gabungan dari keduanya. Pola tersurat adalah pola keruangan

bidang yang telah jelas batas-batasnya.

Secara garis besar ada 3 macam proses perluasan area terbangun :

1. Tipe Konsentris ”lowdensity, continous development” oleh Harvey Clark

(1971) atau “concentric development” oleh Wallace (1980).

Perembetan berjalan secara berlahan-lahan terbatas pada semua bagian-

bagian luar kenampakan fisik, perembetan ini merupakan perembetan yang

paling lambat sifat perembetan yang yang merata hampir di bagian luar

kenampakan yang sudah ada, maka tahap berikutnya akan membentuk

seatu kenampakan morfologi yang relatif kompak, proses perembetan ini

tidak banyak terpengaruh dengan adanya fasilitas transportasi, jadi bisa

dikatakan perembetan yang paling lambat.

36

: City core

: New development of urban land uses

Gambar 1.1

2. Tipe Merembet Memanjang (ribbon development/linear development/axial

development)

Pada perembetan tipe memanjang menunjukkan perembetan kenampakan

fisik yang tidak merata disemua bagian sisi-sisi luar dari daerah utama.

Tipe ini berkembang sejalan dengan jalur transportasi, sehingga peran

aksesibilitas jalan sangat besar pengaruhnya dalam pembentukan tipe

merembet memanjang. Daerah disepanjang rute trnsportasi utama

memiliki tekanan paling berat dari perkembangan bangunan, harga lahan

yang mengalami kenaikan membumbung tinggi dapat mempengaruhi

sikap para petani untuk menjual lahan atau akan terjadi proses konversi

perubahan lahan pertanian menjadi nonpertanian.

: City core

: New development of urban land uses

Gambar 1.2

37

3. Tipe Meloncat (leap frog development/creckerboard development)

Tipe perkembangan ini oleh sebagian dari pakar lingkungan di anggap

paling merugikan, tidak efisien dalam pengertian ekonomi, tidak memiliki

arti estetika dan tidak menarik. Perkembangan lahan kekotaannya terjadi

berpencaran secara sparadis dan tumbuh di tengah-tengah lahan pertanian.

Keadaan ini sangat menyulitkan pemerintah dalam membangun prasarana-

prasarana fasilitas kebutuhan hidup sehari-hari. Pembiayaan untuk

pembangunan jaringan-jaringannya sangat tidak sebanding dengan jumlah

penduduk yang diberikan fasilitas. Khususnya apabila dibandingkan

dengan penduduk yang tinggal di areal kekotaan yang kompak.

: City core

: New development of urban land uses

Gambar 1.3

Adanya pola-pola yang menyimpang, dapat dipengaruhi adanya kenyataan

perlakuan rekayasa atau terjadinya bencana alam. Perlakuan rekayasa sebagai

usaha penataan ruang atau lahan sehingga perkembangan penggunaan lahan dapat

dikendalikan, dikontrol dan diarahkan kea rah pola penggunaan yang sesuai untuk

mempertahankan keseimbangan komponen lingkungan, dengan demikian pola

penggunaan lahan dapat diarahkan agar diperoleh hasil yang lebih optimal.

38

I.8. Telaah Penelitian Sebelumnya

Djasmani (1989) penelitian yang telah dilakukan adalah “Studi Pemekaran

Fisik Kota Bekasi bagian Utara berdasarkan Foto Udara Tahun 1976 dan 1986.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan foto udara untuk

menghasilkan informasi penggunaan lahan kota dan membuat peta pemekaran

fisik kota Bekasi bagian utara. Bahan penelitian ini menggunakan foto udara

pankromatik hitam putih tahun 1976 dengan skala 1: 5.500 dan foto udara

pankromatik hitam putih tahun 1986 dengan skala 1: 5.000, penelitian ini

menggunakan metode interpretasi foto udara, analisis data sekuder dan uji

lapangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa foto udara skala

1 : 5.500 dapat digunakan untuk pemetaan dengan tingkat keakuratan sebesar

87,47 %, sedangkan foto udara skala 1:5.000 dapat untuk pemetaan dengan

tingkat keauratan sebesar 90 %.

Atmajaya (1993) melakukan penelitian mengenai “Perubahan Bentuk

Penggunaan Lahan Pinggiran Yogyakarta Bagian Barat Melalui Interpretasi Foto

Udara dan Digitasi”, dalam penelitian ini menggunakan foto udara inframerah

hitam-putih skala 1:10.000 dan 1:11.000 dengan tuhun pemotretan yang berbeda

yaitu tahun 1973 dan 1987, metode penelitian yang digunakan adalah interpretasi

foto udara dan pemanfaatan SIG, hasil akhir dari penelitian ini adalah foto

inframerah hitam-putih skala 1 : 10.000 tahun 1973 dapat digunakan untuk

pemetaan dengan tingkat keakuratan sebesar 82,22 % dan foto udara inframerah

hitam-putih skala 1 : 11.000 tahun 1987 dapat digunakan untuk pemetaan dengan

tingkat kekuratan 89,47 %. Pada periode 1973-1978 sebagian besar terjadi

perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi pemukiman seluas 31,03 ha.

Supriyanto (1995) melakukan penelitian dengan judul “Aplikasi

Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemantauan Pola Penggunaan Lahan dan

Perkembangan Fisik Kota”. Wilayah yang diambil untuk penelitian in adalah

Kotamadya Surakarta bagian barat. Penelitian ini menggunakan Foto Udara

Pankromatik Hitam-Putih skala 1: 7.000 tahun 1983 dan Foto Udara

39

Pankromatik Warna skala 1: 6.000 tahun 1992. Tujuan dari penelitan ini untuk

menguji ketelitian hasil interpretasi perameter bangunan dengan foto udara,

melakukan pemantauan pola penggunaan lahan dan perkembangan fisik kota

berdasarkan informasi yang disadap dari data penginderaan jauh dan diolah

dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Analisis yang dilakukan yaitu dengan

analisis keruangan melalui metode tetangga terdekat (nearest-neightbour

analysis). Analisis temporal dengan melakukan overlay antara peta penggunaan

lahan tahun 1983 dan 1992 yang merupakan peta hasil interpretasi dari foto udara.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan yang

paling besar menjadi penggunaan lahan pemukiman yang memiliki pola tidak

teratur, perkembangan fisik kota banyak terjadi di wilayah perbatasan atau

pinggiran kota.

Budi (2001) melakukan penelitian dengan judul “Pola Spasial Konversi

Penggunaan Lahan Koridor Pemalang-Comal”. Penelitian ini menggunakan data

sekunder dan data data lapangan. Data sekunder diperoleh dari lembaga

pemerintah dan pihak terkait. Metode yang digunakan untuk pengujian variabel

menggunakan korelasi parametrik dan dan korelasinon parametrik, metode

analisis statistik menggunakan Chi square Test dan T-Test, proses

matching/ploting menggunakan alat bantu peta dan untuk analisis pola spasial

menggunakan metode Tetangga Terdekat (nearest-neightbour analysis). Hasil

yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagian besar konversi penggunaan

lahan merupakan konversi sawah menjadi nonagraris. Pola spasial konversi

penggunaan lahan daerah penelitian adalah memusat memanjang, berdasarkan

pola spasial ini dapat disimpulkan bahwa ada indikasi perkembangan kota berpola

chained city (kota berantai) yang membentuk ribben development (perkembangan

dengan bentuk pita). Faktor yang berasosiasi secara spasial dengan konversi

penggunaan lahan adalah jumlah petani, kepemilikan bangunan, dan kepemilikan

akses. Laju konversi penggunaan lahan dipengaruhi olah sifat kekotaan dan

keberadaan jalur pantura.

40

Widodo (2005) melakukan penelitian mengenai aplikasi Penginderaan

Jauh dan SIG untuk Monitoring Pemekaran Fisik Kota Antara Tahun 1992-2005,

tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan data penginderaan jauh dan SIG untuk

memetakan pemekaran fisik kota berdasarkan hasil interpretasi data penginderaan

jauh, data sekunder dan data uji lapangan serta mengetahui faktor-faktor yang

menyebabkan pemekaran fisik kota. Data yang digunakan adalah Foto udara tahun

1992 dan 2000, menggunakan metode interpretasi foto udara dan analisis multi

temporal. Dari penelitian ini dihasilkan tingkat ketelitian sebesar 82,42 %, dengan

perubahan yang terjadi pertanian menjadi pemukiman, perumahan, fasilitas

pendidikan dan industri. Hasil akhir ditampilkan dalam bentuk peta Pemekaran

Fisik Kota Yogyakarta Bagian Utara tahun 1992-2005.

Persamaan yang ada dengan penelitian sebelumnya pada penggunaan data

spasial baik berupa data penginderaan jauh maupun peta sebagai dasar

penyadapan informasi penggunaan lahan, data penggunaan lahan digunakan

sebagai data pokok untuk kajian perubahan penggunaan lahan, data penginderaan

jauh yang digunakan memiliki sifat yang sama yaitu bersifat multitemporal

dengan menggunakan data dua tahun yang berbeda. Perbedaan dengan penelitian

sebelumnya, pada penelitian kali ini terletak pada waktu penelitian, metode,

obyek, tujuan penelitian dan hasil penelitian. Data dasar untuk interpretasi

menggunakan foto udara dengan skala 1: 20.000 pemotretan tahun 2001 dan Citra

digital Ikonos dengan perekaman tahun 2007. Obyek kajian difokuskan pada

konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian, Metode analisis meliputi analisis

multitemporal dengan cara membandingkan data penggunaan lahan dari tahun-

tahun yang berbeda sehingga akan dapat diketahui gambaran pola pengguanaan

lahan dari tahun yang berbeda, Teknik yang dilakukan untuk mengetahui

perubahan lahan dilakukan dengan cara overlay dari peta penggunaan lahan tahun

yang berbeda, analisis statistik spearman’s rho digunakan untuk mengetahui

hubungan faktor-faktor pengaruh dengan konversi lahan pertanian menjadi

nonpertanian. Persamaan dan perbedaan penelitian dengan penelitian sebelumnya

secara umum terdapat dalam Tabel. 1.1

41

I.9. Kerangka Pemikiran

Tingkat kepadatan penduduk disuatu wilayah selaras dengan aktifitas

sosial ekonomi masyarakat, peningkatan aktifitas sosial ekonomi masyarakat

menuntut adanya ketersedian lahan. Semakin meningkat pertumbuhan jumlah dan

kebutuhan penduduk, semakin meningkat pula kebutuhan tempat atau lahan untuk

tempat tinggl. Pertumbuhan penduduk yang pesat akan meningkatkan tuntutan

terhadap fasilitas pemenuhan kebutuhan, Kebutuhan pemukiman yang semakin

meningkat sedangkan luas lahan yang terbatas menimbulkan suatu permasalahan.

Pemenuhan kebutuhan lahan di kota mengalami hambatan disebabkan terjadinya

keterbatasan lahan dan tingginya harga lahan, akhir-akhir ini banyak pemukiman

dan pusat-pusat ekonomi yang dibangun di luar kota dan daerah pedesaan

sehingga dipandang dari sisi penggunaan lahan akan terjadi suatu konversi

penggunaan lahan.

Pertimbangan pemilihan lahan dapat dipengaruhi juga oleh faktor

lingkungan alam, masyarakat memiliki kecenderungan untuk memilih lokasi

pemukiman yang memiliki tingkat keamanan dari bencana, pertimbangan ini

didasarkan atas kebutuhan akan rasa aman dan nyaman, lokasi yang rawan

terhadap bencana memberikan rasa khawatir bagi masyarakat yang tinggal di

tempat tersebut, adanya bencana alam dapat menyebabkan korban jiwa maupun

kerusakan bangunan, gempa yang terjadi di sebagian wilayah Bantul

mengakibatkan kerusakan bangunan dan tercatat adanya kurban jiwa yang

mengalami luka maupun meninggal, peristiwa ini memberikan gambaran dan

pengalaman baru dalam mensikapi adanya bencana, pembangunan pemukiman

yang dilakukan secara mendadak dan tidak adanya perencaan banyak di bangun di

lahan-lahan kosong yang di pandang aman sehingga timbul kesan adanya proses

alih fungsi lahan, penempatan dan penataan bangunan rumah yang kirang tertata

memberikan kesan komples pemukiman yang padat dan tidak teratur.

Data penginderaan jauh yang memiliki resolusi spasial yang baik dapat

memberikan informasi wilayah yang lebih baik, data penginderaan jauh yang

42

memiliki resolusi spasial yang baik antara lain foto udara dan Citra Ikonos, kedua

data tersebut dapat menggambarkan obyek dan gejala di permukaan bumi dan

mampu menanpilkan letak yang hampir sesuai dengan letak di lapangan, selain itu

relatif lengkap, permanen dan memiliki cakupan yang luas. Melihat kelebihan dari

data penginderaan jauh dengan resolusi spasial yang baik maka dapat dijadikan

salah satu sumber data yang penting khususnya dalam studi menitoring konversi

lahan pertanian menjadi nonpertanian. Penggunaan foto udara dan Citra Ikonos

khususnya digunakan untuk memperoleh informasi data penggunaan lahan di

suatu wilayah.

Data penggunaan lahan merupakan data utama untuk membuat peta

konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian. Data penggunaan lahan diperoleh

dari hasil proses interpretasi penggunan lahan dari foto udara dan Citra Ikonos,

Interpretasi data penginderaan jauh dapat dilakukan dengan cara visual dan

digitasi on sceen yang dikerjakan dengan media alat bantu komputer, untuk

mempermudah proses interpretasi dapat dilakukan dengan cara pembuatan kunci

interpretasi, adanya kunci interpretasi dapat dijadikan acuan dalam melakukan

interpretasi data penggunaan lahan, hasil akhir dari interpretasi foto udara berupa

data penggunaan lahan, hasil dari proses interpretasi perlu dilakukan cek lapangan

sebagai salah satu metode untuk mencocokkan hasil interpretasi dengan kondisi

nyata di lapangan selain itu untuk memperoleh data-data baru dari lapangan yang

dibutuhkan. Data penggunaan lahan yang sudah ada perlu dilakukan klasifikasi,

tujuan klasifikasi untuk inventarisasi jenis dan tingkatan penggunaan lahan,

pembagian jenis dan tingkatan klasifikasi didasarkan pada tujuan, jenis data dan

tingkatan ukuran skala, pada penelitian kali ini klasifikasi yang digunakan

mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh Sutanto (1981) dengan dilakukan

modifikasi disesuaikan dengan daerah penelitian.

Sistem Informasi Geografis diperlukan sebagai alat bantu untuk

memproses data spasial khususnya dalam analisis konversi lahan pertanian

menjadi nonpertanian, Penentuan konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian

dilakukan dengan analisis multitemporal dengan cara membandingkan dua data

43

yang memiliki perbedaan waktu, teknik yang digunakan adalah tumpang susun

atau overlay. Untuk mengetahui luas konversi lahan pertanian menjadi

pemukiman dilakukan proses overlay peta penggunaan lahan tahun 2001 dan peta

penggunaan lahan tahun 2007. Hasil dari proses overlay adalah Peta Perubahan

Penggunaan Lahan tahun 2001-2007. Karena konversi lahan berhubungan dengan

perubahan penggunaan lahan maka perubahan lahan tersebut akan dapat diketahui

konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian.

Proses konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dipengaruhi oleh

bermacam faktor, baik faktor alam maupun faktor sosial ekonomi dan budaya,

dalam penelitian ini faktor alam difokuskan pada peristiwa bencana gempa bumi

yang terjadi di sebagian kabupaten Bantul sedangkan faktor sosial ekonomi

difokuskan pada fenomena sosial yang dipandang dapat mempengaruhi konversi

lahan pertanian menjadi nonpertanian meliputi kepadatan penduduk, kepadatan

jalan dan persentase jumlah pekerja nonagraris terhadap jumlah pekerja bidang

agraris. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk peta tematik yaitu peta konversi

lahan pertanian menjadi nonpertanian daerah penelitian, sedangkan hubungan

antara konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian dengan faktor penentu

dijabarkan dalam analisa kualitatif.

I. 10. Batasan Istilah

Citra adalah gambaran dua dimensional yang menggambarkan bagian dari

permukaan bumi, hasil perekaman sensor atau pantulan ataupun pancaran

spektralobyek yang tersimpan dalam media tertentu (Projo Danoedoro 1996)

Foto udara mosaik adalah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi

satu lembar foto (Sutanto, 1986).

Interpretasi Citra adalah perbuatan mangkaji foto udara dan atau citra dengan

maksud untuk identifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut

(Sutanto, 1986).

44

Klasifkasi adalah pengelompokkan obyek tertentu yang sama atau sejenis dan

pemisahan obyek yang berbeda (Nelson et. al, 1978 dalam Su Ritohardoyo, 2002).

Konversi penggunaan lahan adalah perubahan penggunaa lahan dari suatu

sektor ekonomi ke ekonomi yang lain, konversi penggunaan lahan dalam cakupan

wilayah luas merupakan fungsi kawasan. (Budi, 2001)

Lahan adalah sebagai suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi khususnya

meliputi semua benda penyususn biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap

atau berpindah berada di atas dan di bawah wilayah tersebut, akibat dari kegiatan

manusia pada masa sekarang maupun yang akan datang.

Penduduk adalah sekelompok orang yang mendiami suatu tempat tertentu

dipermukaan bumidan mencerminkan attribut budayanya masing-masingserta

terikat dalam suatu sistem kehidupan bersama.

Pankromatik adalah saluran spectral lebar yang terdiri atas pentulan sinar pada

spectrum tampak (biru, hijau, merah, dan inframerah dekat). Saluran spektral ini

ditampilkan dalam bentuk gambaran hitam putih.

Penggunaan lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara

menetap ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumber daya alam

dan sumber daya buatan, yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan

untuk mencukupi kebutuhan baik materiil maupun spiritual ataupun kebutuhan

kedua-duanya (Malingreau, 1978)

Perumahan yakni suatu tempat dimana terdapat rumah-rumah tempat tinggal

penduduk atau salah satu sarana hunian yang sangat erat kaitanya dengan tata

kehidupan masyarakat. (Pedoman Perencanaan Lingkungan Pemukiman. 1979

dalam Ritohardoyo, 2000).

45

Pemukiman adalah sebagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik

yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagi

lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan kehidupan. (Pedoman Perencanaan Lingkungan

Pemukiman. 1979 dalam Ritohardoyo, 2000)

Tempat tinggal/tempat kediaman secara umum disebut permukiman dan secara

khusus disebut sebagai bangunan rumah (Hudson, 1974; Hammond, 1979 dalam

Ritohardoyo, 2000).

Tumpang susun atau overlay suatu kegiatan untuk menggabungkan antara dua

atau lebih data grafis untuk memperoleh data grafis baru yang memiliki satuan

pemetaan (mapping unit) gabungan dari beberapa data grafis tersebut.