bab i pendahuluan -...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar belakang
Pentingnya peranan pengangkutan transportasi maka lalu lintas dan angkutan
jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu
mewujudkan tersedianya jasa transportasi, yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu
lintas dan pelayanan angkutan umum yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan
dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam
kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya faktor faktor seperti keadaan
geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, keadaan yang
seperti ini sangat memungkinkan untuk menggunakan alat pengangkutan modern yang
di gerakkan secara mekanis. Kemajuan pengangkutan akan mempengaruhi
pembangunan berbagai sektor, misalnya sektor perhubungan, sekotor pariwisata,
sektor perdaganganm, sektor pendidikan dan sektor sektor lainnya.1 Hukum
pengakutan secara umum baik di dalam KUH Perdata maupun KUHD baik yang sudah
dikodifikasikan maupun yang belum, yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk
mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan
barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu kelain tempat untuk memenui
perikatan-perikatan yang lahir dan perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk di dalamnya
perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantara mendapatkan
pengangkutan/ekspedisi.2
Dalam aspek hukum perdata pada pengangkutan, seperti kontrak carter (charter
party), kewajiban dan hak pihak-pihak, ganti kerugiam akibat wanprestasi, upaya
mengganti resiko dengan asuransi, dan cara penyelesaian sengketa, pengangkutan
1 Abdulkadir muhamad. Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara Bandung. 1991. Hal. 1
2 Sution Usman Adji. Djoko Prakoso, SH. Hari Pramono, Hukum Pengangkutan Di Indinesia.
Hal. 5
2
diatur dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak dan kebiasaan yang hidup dalam
masyarakat. Pengangkutan sendiri melingkupi pengangkutan darat dengan kereta api,
pengangkutan darat dengan kendaraan umum, pengangkutan perairan dengan kapal,
dan pengangkutan udara dengan pesawat udara. Adapun peraturan hukum
pengangakutan adalah keseluruhan peraturan hukum (rule of law) dalam definisi
tersebut meliputi beberpa ketentuan seperti, undang-undang pengangkutan, perjanjian
pengangkutan, konvensi internasional tentang pengangkutan kereta api, darat, perairan,
dan penerbangan. Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum,
teori hukum, dan praktik hukum pengangakutan.
Asas hukum pengangakutan merupakan landasan filosofis (fundamental norm)
yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang menyatakan kebenaran,
keadilan, dan kepatuhan juga menjadi tujuan yang diharapkan oleh pihak-pihak. Asas
tersebut dijelmakan dalam bentuk ketentuan-ketentuan (rules) yang mengatur
pengangkutan niaga. Asas hukum sebagai landasan filosofis ini digolongkan sebagai
filsafat hukum (legal philasophy) mengenai pengangkutan.3
Angkutan umum atau kendaraan bermotor yang tidak layak jalan atau tidak
melakukan pengujian berkala kendaraan bermotor adalah pengujian laik jalan paling
sedikit meliputi sembilan hal yaitu, uji emisi gasbuang, tingkat kebisingan suara klakso
dan/atau kenalpot, kemampuan rem utama, kincup roda depan, kemampuan pancaran
lampu kendaraan bermotor dan arah sinar lampu utama, akurasi alat penunjuk
kecepatan, kedalaman alur ban, dan daya tembus cahaya pada kaca, sembilan hal
tersebut harus di penui oleh setiap angkutan umum atau kendaraan bermotor, maka
setiap angkutan umum atau kendaraan bermotor yang tidak memenui sembilan hal
tersebut maka kendaraan bermotor atau angkutan umum itu sendiri tidak layak jalan
atau tidak lolos uji berkala kendaraan.
Untuk mewujudkan transportasi yang nyaman dan aman, untuk itu negara telah
mengeluarkan undang-undang di bidang transportasi darat yaitu dengan
dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
3 Prof. Abdulkadir Muhamad. Hukum Pengakutan Niaga. Bandung 2013. Hal. 5
3
Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku
meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-
undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang
No. 22 Tahun 2009 bahwa: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan
Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ), mengatur asas dan
tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam
Pasal 2 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: asas transparan, asas
akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan
efektif, asas seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri. Sedangkan Pasal 3 Undang-
undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan yakni : terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk
mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,
terwujudnya, etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan
hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Angkutan darat di atur dalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas
angkutan jalan berdasarkan pasal 1 angka 3. Angkutan adalah perpindahan orang dan
atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang
Lalu Lintas Jalan. Dalam pasal 1 angka 8 Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan
yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan
di atas rel. Pada pasal 1 angka 22 Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan
hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Jasa adalah kegiatan
4
yang dapat diidentifikasikan, yang tak teraba, yang direncanakan untuk kepuasan
konsumen. Jasa juga merupakan kontak sosial antara produsen dan konsumen.
Pengertian lainnya yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan
hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut
pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini dipersamakan
dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat
21 yang berbunyi: Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang
menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor
Umum.
Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-
pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha
angkutan, pekerja (sopir/pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan
penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana
pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan
pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam
menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan
kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah
disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat
ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan
sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan
pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi nasional
harus dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas dan Angkutan Jalan dalam
rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah, bahwa
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sudah
tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan strategis, dan kebutuhan
penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saat ini sehingga perlu diganti
dengan undang-undang yang baru, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu
5
kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi,
Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang
di Ruang Lalu Lintas Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari
satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas
Jalan.
Selanjutnya Undang-Undang mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
terkahir kali ditur di Indonesia dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Jalan dengan semangat reformasi dan semangat perubahan.
Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat
yaitu dengan dikeluarkannya Udang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993
Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003
dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa :
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak
berTentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini
dan terdapat di bagian buku ketiga Tentang perikatan pada Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW).
Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-
pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha
angkutan, pekerja (sopir/pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan
penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana
pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan
pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam
6
menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan
kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah
disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat
ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan
sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan
pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna
masyarakat.4
Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur
dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang
jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal
234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar
menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi.
Pada prinsip-prinsip Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat
telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi
kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan
umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum
wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang
diakibatkan oleh kelalaian pengemudi.5
Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan
persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat
dibutuhkan dalam persaingan global. Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 192 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan
angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang
4 http://www.lawskripsi.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7&Itemid=7
5 R. Subekti, Pengangkutan & hukum Pengangkutan darat, Universitas Diponegoro:1980
7
meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh
suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan
penumpang. Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan,
keadaan demikian sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen,
karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak penah terdengar
dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum.
Di dalam Pasal 1 angka 30 Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah
suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan
perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. Rasa takut yang
dialami penumpang dikarenakan kondisi angkutan yang tidak layak jalan. Maka dari
itu diperlukan perlindungan hukum bagi penumpang. Perlindungan tersebut diberikan
kepada penumpang agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang di berikan oleh
hukum. Perlindungan hukum dalam pengangkutan adalah segala upaya pemenuhan hak
dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada konsumen agar tidak
terjadi hal-hal yang di inginkan. Maka dari itu perlu melakukan uji kendaraan bermotor
dengan bertujuan, memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap pengguna
kendaraan bermotor, mendukung terwujudnya kelestarian lingkungan dari
kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor dan
memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.
Kendaraan bermotor wajib mengikuti kenetuan dalam Peraturan Mentri No 133
Tahun 2015. Dalam pasal 8 PM No.133 Tahun 2015 adalah pengujian kendaraaan
bermotor meliputi kegiatan sebagai berikut,
a. pemeriksaan persyaratan teknis kendaraan bermotor
b. pengujian lain jalan kendaraan bermotor
c. pemberian tanda lulus uji bekala kendaraan bermotor
pemeriksaan persyaratan teknis kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
pasal 8 huruf a merupakan kegiatan pemeriksaan kedaraan bermotor dengan atau tanpa
peralatan uji dalam rangka pemenuhan terhadap ketentuan mengenai persyaratan teknis
kendaraan bermotor. Huruf b merupakan kegiatan pengukuran kinerja minimal
8
kedaraan bermotor berdasarkan ambang batas laik jalan. Semua yang dimaksud wajib
menggunakan peralatan uji, agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 133 Tahun 2015 tentang
Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, maka semua kendaraan umum wajib
melakukan pengujian kelayakan. Dalam prakteknya, di Kota Salatiga khusunya
angkutan umum (angkota) berjumlah 421 ankota yang masih banyak ditemukan
angkota yang tidak melakukan Uji Kelayakan kendaraan. Menurut H. Slamet
Munzamil selaku KASI Dinas Perhubungan Kota Salatiga di bidang pelayanan
angkutan dan terminal menyatakan ada sebagian angkutan umum (angkota) kota
salatiga tidak melakukan pengujian ulang secara berkala 6 (enam) bulan sekali kurang
lebuh 56 angkutan yang tidak melakukan uji kelayakan. Dari Dinas Perhubungan Kota
Salatiga juga melakukan peringatan berupa Surat Teguran kepada yang bersangkutan
seperti pemilik jasa angkutan umum atau soper dari angkutan umum tersebut.
Menurut Dinas Perhubungan Kota Salatiga, surat teguran atau surat peringatan
telah diberikan terhadap pemilik jasa atau pengemudi tersebut, dan dari pemilik jasa
angkutan umum tersebut tidak mempunyai kejelasan, ketaatan atau itikat baik untuk
melakukan pengujian secara berkala, selain memberikan Surat Teguran Dinas
Perhubungan Kota Salatiga juga melakukan sosialisai kepada paguyuban angkota yang
melalui juru mudi melalui paguyupan tersebut, apa bila pemilik kendaran bermotor
tidak melakukan uji kelayakan 6 (enam) bulan sekali, terlambat dan/atau tidak
melakukan uji berkala kelayakan dikenakan sanksi administrasi beupa denda 2% (dua
persen) dari biaya uji pada setiap bulan keterlambatan, yang sudah di atur di dalam
PERDA Kota Salatiga Nomer 12 Tahun 2011 Tentang Restrebusi Jasa Umum.
Selain itu Dinas Perhubungan Kota Salatiga juga melakukan razia di terminal
yang menjadi kewenangan dinas perhubungan, dan melakukan razia di jalan raya
seperti jalur angkutan umum (angkota) yang bekerja sama dengan pihak Kepolisia.
secara umum angkutan umum (angkota) tidak melakukan pengujian berkala secara
tertib, dan angkutan yang tidak melakukan pengujian secara berkala tersebut tetap
beroprasi, walaupun dari dinas perhubungan salatiga sudah memeberikan surat teguran.
Dalam fakta di lapangan masih banyam di temukan angkutan umum (angkota) yang
9
tidak sebagai mana mestinya, seperti angkutan umum kota yang semestinya di
pergunakan untuk mengangkut penumpang atau pengguna jasa dari suatu tempat ke
tempat yang lain, akan tetapi malah dipergunakan untuk mengangkut barang, yang
seharusnya barang yang di angkut oleh angkutan barang, akan tetapi menggunakan
angkutan umum kota (angkota). Dan fakta lain juga ada angkutan umum (angkota)
yang melebihi batas masimal penumpang 12 (duabelas) orang, yang praktenya masih
ada angkota yang mengangkut penumpang melebihi dari 12 (duabelas) orang.
Ada juga pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa
angkutan umum apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan seperti kecelakaan lalu
lintas maupun tindakan apabila tidak terpenuhinya hak-hak pengguna jasa atau
konsumen atas yang disebabkan faktor-faktor tertentu dari penyedia jasa. Perusahaan
Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala
perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Selain
itu Perusahaan Angkutan Umum juga bertanggung jawab atas kerugian yang diderita
oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan,
terkecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat di cegah karena kesalahan
penumpang itu sendiri.
Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur
dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang
jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal
234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar
menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi.
Pada prinsip-prinsip tanggung jawab ada salah satu disebutkan dimana prinsip tersebut
di jelaskan pada Pasal 24 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa
pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat
membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya.6
6 R. Subekti, Pengangkutan & hukum Pengangkutan darat, Universitas Diponegoro:1980
10
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah:
1. Faktor-faktor apa menyebabkan pemilik angkutan umum kota (Angkota) tidak
melakukan uji kelayakan kendaraan bermotor ?
2. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga untuk meningkatkan ketaatan
hukum pemilik angkutan umum kota salatiga (Angkota) untuk melakukan uji
kelayakan kendaraan bermotor ?
C. Tujuan Penelitian
Sehubungan dengan penulisan skrpsi ini, adapun tujuan penulis adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pemilik
angkutan umum kota (angkota) yang tidak melakukan uji kendaraan.
2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah kota Salatiga untuk
meningkatkan ketaatan hukum pemilik angkutan umum kota Salatiga (angkota)
untuk melakukan uji kelayakan.
D. Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan manfaat penulisan ini yang dapat diambil dari penelitian
yang di lakukan oleh penulis ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya atau untuk menambah pengetahuan
penulis tantang perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan umum yang tidak
melakukan uji kelayakkan berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun 2009.
2. Manfaat praktis
11
Untuk dapat memberikan sumbangan kepada pengguna jasa angkutan umum yang
tidak melakukan uji kelayakan akan pentingnya keselamatan pengguna jasa
(penumpang).
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
yuridis sosiologis, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata
masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk
menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi
(problem-identification,) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah
(problem-solution).7 yang berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan
yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum serta melihat realita yang terjadi di
masyarakat yaitu berkaitan penelitian untuk menjabarkan atau menjelaskan
penegakan hukum di bidang lalulintas jalan raya, khususnya yang terkait dalam
peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam meningkatkan ketaatan hukum pemilik
angkutan umum kota (angkota) dalam melakukan uji kelayakan angkota. Landasan
teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di
lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran
umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.
2. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data adalah salah satu paling vital dalam penelitian. Kesalahan dalam
menggunakan atau memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan
berbeda dari yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti harus mampu memahami
sumber data mana yang digunakan dalam penelitian ini. Ada dua jenis sumber data
yang digunakan dalam penelitian sosial, yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder.
7 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hlm. 10
12
Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan saat proses penelitian
berlangsung dan data ini diambil melalui proses wawancara secara mendalam
dengan Bapak Beni, Ardi Anto, Lulut, Ekapto, Ady, Marjito, Markus, Guntur.
Pemilik/pengusaha angkota Kota Salatiga dan Dinas Perhubungan Kota Salatiga
dengan Bapak Munjaimil, Taksis, Heri. Dari observasi awal yang dilakukan. Data
primer yang akan diambil berasal dari pemilik angkutan kota (angkot) di kota
salatiga atau dengan cara wawancara mendalam dan observasi.
Data sekunder adalah data yang didapatkan dari buku, koran, majalah, literatur-
literatur, jurnal, dan penelitian-penelitian yang terdahulu yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
3. Unit Pengamatan dan Analisis
1. Unit Amatan
Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam meningkatkan ketaatan pemilik
angkutan umum (angkota) dalam melakukan uji kelayakan.
2. Unit Analis
Fakta-fakta penyebab angkutan umum (angkota) tidak melakukan uji
kendaraan dan upaya Pemerintah Kota Salatiga meningkatkan ketaatan hukum
pemilik angkutan umum untuk melakukan uji kelayakan.
F. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Dinas Perhubungan kota Salatiga.